i
PERBEDAAN KINERJA PERUSAHAAN DAN NILAI PERUSAHAAN SEBELUM DAN SETELAH PERGANTIAN CHIEF EXECUTIVE OFFICER (STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR
YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA)
SKRIPSI
Oleh :
I KETUT PRASANTIA NOOR NIM. 1206305077
Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Udayana Denpasar
ii
Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh Pembimbing, serta diuji
pada tanggal : 27 Januari 2016
Tim Penguji: Tanda Tangan
1. Ketua : Dr. I Gde Ary Wirajaya, SE, MSi ...
2. Sekretaris : Drs. Ida Bagus Putra Astika, SE, MSi, Ak ...
3. Anggota : Pande Dwiana Putra, SE., MM, Ak ...
Mengetahui,
Ketua Jurusan Akuntansi Pembimbing,
Dr. A.A.G.P Widanaputra, SE., M.Si., Ak Drs. Ida Bagus Putra Astika, SE, MSi,
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam Naskah Skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur plagiasi, saya bersedia diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 27 Januari 2016
Mahasiswa,
I Ketut Prasantia Noor
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan karunia-Nyalah saya dibiberi kesehatan dan kesempatan dalam
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbedaan Kinerja Perusahaan dan Nilai
Perusahaan Setelah dan Sebelum Pergantian Chief Executive Officer (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)”. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
Dalam penulisan skripsi ini tentunya ada kesulitan yang penlis hadapi, namun berkat adanya bimbingan dan petunjuk dari berbagai pihak, maka skripsi ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terkira kepada:
1. Bapak Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., M.Si, selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
2. Ibu Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE., M.S, selaku Pembantu Dekan I
Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.
3. Ibu Prof. Dr. Ni Luh Putu Wiagustini, SE., M.Si, selaku Pembantu Dekan II
Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.
4. Dr. I Dewa Gde Dharma Suputra, SE., M.Si., Ak, selaku Pembantu Dekan III
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
5. Bapak Dr. A.A.G.P Widanaputra, SE., M.Si., Ak, selaku Ketua Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
6. Bapak Dr. I Dewa Nyoman Badera, SE., M.Si, selaku Sekretaris Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
7. Bapak Drs. Ida Bagus Putra Astika, SE, MSi, Ak, selaku dosen pembimbing
yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran dan petunjuk dalam penulisan skripsi ini.
8. Bapak Dr. I Gde Ary Wirajaya, SE., MSi, selaku dosen pembahas yang telah
memberi banyak masukan dalam penulisan skripsi ini.
9. Pande Dwiana Putra, SE., MM, Ak, selaku dosen penguji yang telah menguji
dan memberi masukan dalam penulisan skripsi ini.
10. Ibu Dr. I Gusti Kt. Agung Ulupui, SE, M.Si, Ak, selaku dosen Pembimbing
Akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis mengikuti studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
11. Pimpinan, Bapak/Ibu Dosen dan seluruh staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Udayana yang telah memberikan informasi yang diperlukan.
12. Drs. Made Nuryawan dan Dra. Mulya Sri Utami selaku orangtua, serta
saudara dan keluarga lainnya yang sudah memberikan perhatian, dukungan dan semangat dalam penulian skripsi ini.
13. Putu Ayu Astya Dewanthi, sebagai teman dekat yang selalu memberi
v
14. Teman-teman khususnya di Jurusan Akuntansi angkatan 2012.
15. Teman-teman lainnya: Yoga, Fredy, Doplang, Belek, April, Benny, Domble,
Werdhi, Ghana, Penjor, Nita, Menyok, Adi, Cuyak, Wahid, Om Yudha, Soplok, Pekak, Gus Adi, Jeko, Pria, Konyek, Caplus, Gekrini, Bion, Pleti, Juna, Krisna, Bias, Dayu, Gus Puja, Cok Meggy, dan lain lain yang telah memberikan masukan dan semangat selama penyusunan skripsi ini.
16. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi
ini.
Sebagai manusia biasa penulis menyadari bahwa skripsi ini sangatlah jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Denpasar, 27 Januari 2016
vi
Judul : Perbedaan Kinerja Perusahaan dan Nilai Perusahaan Setelah dan Sebelum Pergantian Chief Executive Officer (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia) Nama : I Ketut Prasantia Noor
NIM : 1206305077
Abstrak
CEO (Chief Executive Officer) banyak memberikan pengaruh terhadap
jalannya perusahaan. Kinerja perusahaan baik atau buruk dapat dilihat dari hasil kerja keras manajemen puncak dalam mengelola perusahaan secara langsung untuk mencapai tujuan utama perusahaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kinerja keuangan sebelum dan setelah pergantian CEO dan nilai perusahaan sebelum dan setelah pergantian CEO.
Penelitian ini dilakukan di perusahaan manufaktur yang melakukan pergantian CEO dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 30 perusahaan dengan menggunakan purposive sampling. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji beda.
Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa terdapat perbedaan kinerja perusahaan dan nilai perusahaan sebelum dan setelah pergantian CEO. Hal ini
artinya, CEO yang baru melakukan income decreasing, bahkan big bath pada
tahun pertama ia menjabat. Kinerja yang buruk dilimpahkan kepada CEO yang lama dengan memperkecil laba pada awal CEO yang baru menjabat. Dengan penurunan laba tersebut tentunya akan memperbesar kemungkinan memperoleh laba yang lebih tinggi pada periode berikutnya.
vii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PENGESAHAN... ii
PERNYATAAN ORISINALITAS... iii
KATA PENGANTAR... iv
ABSTRAK... vii
DAFTAR ISI... viii
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Rumusan Masalah... 8
1.3 Tujuan Penelitian... 8
1.4 Manfaat Penelitian... 9
1.5 Sistematika Penulisan... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori... 12
2.1.1 Teori Keagenan... 12
2.1.2 Asimetri Informasi... 15
2.1.3 Efisiensi Pasar... 17
2.1.4 Laporan Keuangan... 18
2.1.4.1 Tujuan Laporan Keuangan... 18
2.1.4.2 Pemakai Informasi Laporan Keuangan... 19
2.1.5 Retturn on Assets (ROA)... 21
viii
2.1.7 Kinerja Perusahaan... 26
2.1.8 Nilai Perusahaan... 27
BAB III HIPOTESIS & METODELOGI PENELITIAN 3.1 Model Penelitian... 29
3.2 Obyek Penelitian... 30
3.3 Identifikasi Variabel... 30
3.4 Definisi Operasional Variabel... 30
3.5 Jenis dan Sumber Data... 33
3.5.1 Jenis Data... 33
3.5.2 Sumber Data... 33
3.6 Populasi, Sampel dan Metode Penentuan Sampel... 33
3.6.1 Populasi... 32
3.6.2 Sampel dan Metode Penentuan Sampel... 34
3.7 Metode Pengumpulan Data... 35
3.8 Teknik Analisis Data... 35
3.8.1 Uji Beda... 36
3.8.1.1 Uji Normalitas... 36
3.8.1.2 Uji Beda... 37
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Pasar Modal Indonesia... 41
4.2 Deskripsi Sampel dan Variabel Penelitian... 42
4.3 Hasil Analisis Data... 44
4.3.1 Statistik Deskriptif Penelitian... 44
4.3.2 Hasil Uji Normalitas Data... 46
4.3.3 Hasil Uji Non Parametrik... 48
ix
5.2 Saran... 52
x
DAFTAR TABEL
No. Tabel Halaman
4.1 Penentuan Sampel Penelitian... 43
4.2 Hasil Analisis Statistik Deskriptif ... 44
4.3 Hasil Uji Normalitas... 47
4.4 Descriptive Statistics... 48
4.5 Ranks... 48
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Laporan Kinerja Perusahaan dan Nilai Perusahaan Manufaktur Yang
melakukan pergantian CEO dan Terdaftar di BEI (2010-2014).
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kinerja perusahaan yang berhubungan dengan informasi akuntansi
merupakan kebutuhan yang paling mendasar pada proses pengambilan keputusan
bagi investor di pasar modal. Salah satu sumber informasi tersebut adalah laporan
keuangan. Laporan keuangan merupakan salah satu sarana untuk menunjukkan
kinerja manajemen yang diperlukan investor dalam menilai maupun memprediksi
kapasitas perusahaan menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada (Ikatan
Akuntan Indonesia, 2004). Laporan keuangan juga merupakan suatu bentuk
pertanggungjawaban manajemen atas pengelolaan sumber-sumber daya ekonomi
yang telah dipercayakan kepadanya (Lako, 2007).
Namun disisi lain, penunjukkan manajer oleh pemegang saham untuk
mengelola perusahaan dalam kenyataannya seringkali menghadapi masalah
dikarenakan tujuan perusahan berbanding terbalik dengan tujuan pribadi manajer.
Dengan kewenangan yang dimiliki, manajer bisa bertindak dengan hanya
menguntungkan dirinya sendiri dan mengorbankan kepentingan para pemegang
saham. Hal ini mungkin terjadi karena adanya perbedaan informasi yang dimiliki
2
banyak mengetahui informasi internal perusahaan dibandingkan dengan pemilik
atau pemegang saham. (Lako, 2007).
Manajer sendiri sebagai agen juga bersaing dalam pasar tenaga kerja.
Manajer dengan reputasi yang baik berpeluang untuk memperoleh pekerjaan yang
lebih baik dan begitu pula sebaliknya. Oleh sebab itu seorang manajer memiliki
kepentingan yang sangat besar terhadap kinerja suatu perusahaan yang ia kelola
karena berhubungan erat dengan reputasinya sebagai wujud keberhasilan.
Sedangkan pemegang saham juga berkepentingan dengan kinerja perusahaan
dalam arahan seorang manajer. (Lako, 2007). Pemegang saham dapat
menghentikan manajer dari jabatannya jika perusahaan yang dikelolanya
mempunyai kinerja rendah yang memungkinkan pemegang saham menggantinya
dengan manajer lain (Trisnantari, 2010).
Manajer memiliki beberapa tingkatan atau level, yaitu: manajer tingkat
pertama, manajer tingkat menengah, dan manajer puncak. Manajer puncak terdiri
dari beberapa direktur, yang disebut dengan dewan direksi atau Board of
Directors. Menurut Neumann dan Voetmann (1999) dalam Setiawan (2007),
fungsi manajer puncak lebih mengarah pada fungsi strategik, misalnya:
menentukan tujuan perusahaan, perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan.
Manajer puncak ini mempunyai seorang pemimpin yang disebut sebagai presiden
direktur atau direktur utama, atau disebut juga sebagai Chief Executive Officer
3
CEO banyak memberikan pengaruh terhadap jalannya perusahaan.
Kinerja perusahaan baik atau buruk dapat dilihat dari hasil kerja keras
manajemen puncak dalam mengelola perusahaan secara langsung untuk
mencapai tujuan utama perusahaan. CEO dikatakan kinerjanya bagus apabila
memiliki prestasi yang baik tiap tahunnya dan dapat mencapai tujuan bersama,
namun tidak menutup kemungkinan terjadinya pergantian CEO, sebab CEO tidak
dapat mencapai tujuan utama di perusahaan. Pergantian CEO memberikan
indikasi kepada perusahaan bahwa akan ada perubahan dalam pengelolaan
perusahaan dengan menerapkan peraturan dan prosedur baru, serta perubahan
kebijakan yang ditetapkan oleh CEO baru yang diharapkan mampu
meningkatkan kinerja perusahaan.
Pergantian CEO suatu perusahaan biasanya diikuti dengan redefinisi misi,
visi, dan strategi bisnis, sehingga menuntut adanya restrukturisasi organisasi
yang sesuai dengan formulasi misi, visi, dan strategi yang baru tersebut.
Penggantian ini seharusnya mampu memicu peningkatan kinerja perusahaan
tersebut. Kinerja yang buruk dapat mendorong pemegang saham melakukan
pergantian CEO yang kemudian dapat menurunkan nilai pasar manajer yang
bersangkutan di pasar tenaga kerja. Hal inilah yang dapat mendorong manajer
melakukan big bath agar tidak terjadi pergantian CEO karena kinerja yang buruk.
Pergantian CEO merupakan strategi terbaik bagi sebuah perusahaan yang
4
CEO baru juga memiliki ketentuan yang berlaku sesuai dengan peraturan
perusahaan biasanya mengutamakan pengalaman seseorang yang berkopeten,
orang yang mampu mengikuti perkembangan jaman, orang yang berpengalaman
di bidang ekonomi, orang yang tidak ceroboh, bisa dipercaya, bijaksana, ulet dan
kerja keras. Namun perusahaan juga dikatakan tidak stabil apabila terlalu sering
mengalami pergantian CEO tiap tahunnya. Pergantian CEO juga memiliki sebab
lain selain tidak tercapai tujuan perusahaan yaitu terjadi pergantian CEO karena
masa waktu jabatan kerjanya sudah habis dan pergantian.
CEO memiliki tanggung jawab utama pada pelaporan keuangan
perusahaan. Perilaku menyimpang CEO yang muncul pada saat periode akan
diganti atau ketika menggantikan CEO pada suatu perusahaan merupakan hal
yang menarik untuk diteliti mengingat tanggung jawab CEO terhadap pelaporan
keuangan perusahaan. Penelitian inilah yang menguji apakah CEO yang baru
berhenti dan CEO yang baru saja diangkat di perusahaan Indonesia akan
membawa pengaruh bagi kinerja dan nilai perusahaan tersebut.
Khurana (2003); Murphy dan Zabonzik (2004) dalam Kaplan dan Minton
(2006) menyampaikan adanya peningkatan pergantian CEO di Amerika Serikat
pada tahun 1990-an dibandingkan pada tahun 1970 sampai dengan 1980-an
walaupun besarannya sangat kecil, yaitu dari 10% per tahun pada tahun 1970-an
dan 1980-an menjadi 11% pada tahun 1990-an. Seiring dengan meningkatnya
5
CEO memiliki risiko kehilangan pekerjaan yang semakin meningkat. Hazarika et
al. (2009) membuktikan bahwa CEO yang memiliki risiko kehilangan pekerjaan
cenderung akan melakukan hal yang menyimpang dengan meningkatkan laba
perusahaan agar mereka dapat tetap mempertahankan posisinya, namun hal
tersebut tidak secara signifikan ditemukan pada CEO yang secara sukarela
mengundurkan diri dari pekerjaan mereka. Penelitian yang dilakukan oleh
Bengsston et al. (2006) membuktikan bahwa hal tersebut terjadi pada tahun saat
digantinya CEO dan pada tahun-tahun sesudahnya. Scott (2000: 362) menyatakan
bahwa CEO yang baru menjabat kemungkinan akan melakukan big bath untuk
memperbesar kemungkinan memperoleh laba yang lebih tinggi pada periode
berikutnya. Alasan CEO baru tersebut melakukan taking a bath karena ia tidak
mau bertanggung jawab atas kinerja buruk CEO sebelumnya (Adiasih dan Indra,
2011).
Di Indonesia juga terjadi kasus yang serupa, misalnya saja skandal Lippo
Bank dan PT Qsar pada tahun 2002. Eksekutif perusahaan diperbolehkan untuk
membeli saham dari perusahaan yang mereka kelola. Sikap oportunistik tersebut
didukung oleh sistem kompensasi yang berlebihan (stock option dengan harga
jauh di bawah harga normal). kasus yang terjadi itu membuat masyarakat
mencermati peran eksekutif perusahaan atau direktur utama dalam mengelola
perusahaan dan mempertanggungjawabkannya kepada pemangku kepentingan.
6
laba, cara CEO melakukan big bath, dan konsekuensi dari perilaku CEO
memanipulasi laba semakin berkembang (McNichols, 2000).
Beberapa penelitian lainnya juga telah dilakukan untuk mencari apakah
pergantian pemimpin pada suatu perusahaan akan mempengaruhi kinerja dan nilai
dari suatu perusahaan. Hannan dan Freman (1997) menemukan bahwa
sesungguhnya perusahaan terutama perusahaan besar telah memiliki sistem yang
memungkinkan perusahaan tersebut berjalan dengan sendirinya sehingga
perubahan atau pergantian kepemimpinan tidak akan berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan. Demikian juga dengan hasil penelitian Lieberson dan
O’Connor (1972) serta Mintzberg (1979) menghasilkan kesimpulan bahwa
pergantian pemimpin dalam perusahaan tidak akan mempengaruhi kinerja.
Gamson dan Scotch (1964) bahkan menemukan bahwa pergantian kepemimpinan
dalam suatu perusahaan merupakan ritual yang salah dan tidak mengacu pada
perubahan kinerja. Sejalan dengan hasil riset di atas, Pfeffer dan Davis Blake
(1986) menemukan bahwa pengaruh yang akan muncul dari pergantian pemimpin
tersebut akan menjadi penghambat pengaruh positif yang seharusnya muncul
ketika terjadi proses penggantian pergantian manajer yang memiliki kinerja yang
tidak baik.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dan teori yang diungkapkan oleh
Scott (2000: 362) diketahui bahwa CEO yang akan kehilangan pekerjaannya akan
7
perusahaan (income decreasing), demikian pula yang akan dilakukan oleh CEO
yang baru menjabat. Artinya, ia akan melakukan income decreasing, bahkan big
bath pada tahun pertama ia menjabat. Kinerja yang buruk dapat dilimpahkan
kepada CEO yang lama. Penurunan laba pada tahun ini akan memperbesar
kemungkinan memperoleh laba yang lebih tinggi pada periode berikutnya.
Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini mengangkat judul
“Perbedaan Kinerja Perusahaan dan Nilai Perusahaan Sebelum dan Setelah Pergantian Chief Executive Officer”. Keistimewaan penelitian ini yakni kita bisa membandingkan kinerja dan nilai perusahaan manufaktur yang terdaftar di
BEI sebelum dan setelah peristiwa pergantian CEO. Alasan peneliti memilih
perusahaan manufaktur sebagai objek penelitian dikarenakan perusahaan
manufaktur merupakan perusahaan yang menjual produknya yang dimulai dengan
proses produksi yang tidak terputus mulai dari pembelian bahan baku, proses
pengolahan bahan hingga barang jadi. Perusahaan manufaktur lebih
membutuhkan sumber dana jangka panjang untuk membiayai operasi perusahaan
mereka, salah satunya dengan investasi saham oleh para investor, sehingga
8 1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan atas latar belakang yang telah disampaikan, maka dapat
dirumuskan rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini, adalah
sebagai berikut :
1) Apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan sebelum dan setelah pergantian
CEO?
2) Apakah terdapat perbedaan nilai perusahaan sebelum dan setelah pergantian
CEO?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan penelitian adalah
sebagai berikut:
1) Untuk mendapatkan bukti empiris perbedaan kinerja keuangan sebelum dan
setelah pergantian CEO.
2) Untuk mendapatkan bukti empiris perbedaan nilai perusahaan sebelum dan
9 1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis
dan praktis untuk berbagai pihak yang berhubungan dengan penelitian ini.
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih
mendalam mengenai perbedaan kinerja perusahaan sebelum dan setelah
pergantian CEO serta mendapatkan bukti empiris tentang pengaruh perbedaan
tersebut pada ROA yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan go public.
Diharapkan pula penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam kajian
empiris dan dijadikan perbandingan maupun pengembangan dari penelitian
yang dilakukan sebelumnya.
2) Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu digunakan sebagai informasi bagi
manajer dan pemegang saham dalam mengambil keputusan. Penelitian ini
juga diharapkan dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dan sumber
informasi dalam menilai kinerja perusahan dan nilai perusahaan sebelum dan
10 1.5 Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran dalam penelitian ini, maka penyajian
akan disusun menjadi bab secara sistematis sehingga antara satu bab dengan
lainnya memiliki hubungan erat. Adapun sistematika penulisannya adalah
sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian serta
sistematika penulisan.
Bab II Kajian Pustaka dan Rumusan Masalah
Dalam bab ini diuraikan tentang teori-teori atau konsep-konsep
yang relevan sebagai acuan dan landasan dalam memecahkan
permasalahan yang ada, penelitian terdahulu dan perumusan
hipotesis.
Bab III Metode Penelitian
Bab ini akan menguraikan desain penelitian, lokasi atau ruang
lingkup penelitian, obyek penelitian, identifikasi variabel,
definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, populasi
dan sampel, metode pengumpulan data serta teknik analisis
data.
11
Bab ini menguraikan gambaran umum perusahaan yang diteliti
dan hasil analisis data.
Bab V Simpulan dan Saran
Dalam bab ini dijelaskan simpulan dari permasalahan yang
dibahas serta saran-saran yang dipandang perlu atas simpulan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN MASALAH
Bab ini mengkaji landasan teori, konsep-konsep yang digunakan, dan hasil
penelitian sebelumnya yang diperlukan dalam menjawab masalah penelitian yang
akan dibahas dalam skripsi ini.
2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Keagenan
Masalah konflik agensi dalam korporasi biasanya terjadi karena pemilik
perusahaan (principal) tidak dapat berperan aktif dalam manajemen perusahaan.
(Eisenhardt, 1989). Mereka mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab
pengelolaan perusahaan kepada para manajer profesional (agent) untuk
bekerja atas nama dan untuk kepentingannya. Delegasi otoritas ini menyebabkan
para manajer memiliki insentif untuk membuat keputusan-keputusan strategik,
taktikal dan operasional yang dapat menguntungkan mereka sendiri.
Menurut teori keagenan, konflik agensi terjadi akibat adanya perbedaan
kepentingan antara pemilik perusahaan dan para manajernya. Di satu sisi, pemilik
menginginkan manajer bekerja keras untuk memaksimalkan utilitas pemilik.
Namun, di sisi lain, manajer juga cenderung berusaha keras memaksimumkan
utilitasnya sendiri. Teori keagenan mengimplikasikan adanya asimetri informasi
antara manajer sebagai agen dan pemilik (dalam hal ini adalah pemegang saham)
sebagai prinsipal. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa jika kedua
memaksimalkan utilitasnya, maka terdapat alasan yang kuat untuk meyakini
bahwa agen tidak akan selalu bertindak yang terbaik untuk kepentingan
prinsipal. Prinsipal dapat membatasinya dengan menetapkan insentif yang tepat
bagi agen dan melakukan monitor yang didesain untuk membatasi aktivitas agen
yang menyimpang. Jensen dan Meckling (1976) mengidentifikasi kos keagenan
menjadi tiga kelompok, yaitu: 1) the monitoring expenditure by the principal
adalah kos pengawasan yang harus dikeluarkan oleh pemilik; 2) the bonding cost
adalah kos yang harus dikeluarkan akibat pemonitoran yang harus dikeluarkan
prinsipal kepada agen; dan 3) the residual loss adalah pengorbanan akibat
berkurangnya kemakmuran prinsipal karena perbedaan keputusan antara prinsipal
dan agen.
Teori keagenan berusaha untuk menjawab masalah keagenanan yang
terjadi jika pihak-pihak yang saling bekerja sama memiliki tujuan dan pembagian
kerja yang berbeda. Secara khusus teori keagenan membahas tentang adanya
hubungan keagenan, dimana suatu pihak tertentu (principal) mendelegasikan
pekerjaan kepada pihak lain (agent), yang melakukan pekerjaan. Teori keagenan
ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam hubungan
keagenan (Eisenhardt, 1989). Pertama, adalah masalah keagenan yang timbul
pada saat (a) keinginan-keinginan atau tujuan-tujuan dari prinsipal dan agen
berlawanan dan (b) merupakan suatu hal yang sulit atau mahal bagi prinsipal
untuk melakukan verifikasi tentang apa yang benar-benar dilakukan oleh agen.
Permasalahannya adalah bahwa prinsipal tidak dapat memverifikasi apakah agen
yang timbul pada saat prinsipal dan agen memiliki sikap yang berbeda terhadap
risiko. Dengan demikian, prinsipal dan agen mungkin memiliki preferensi
tindakan yang berbeda yang dikarenakan adanya perbedaan preferensi
terhadap risiko.
Teori keagenan adalah kontrak yang melandasi hubungan antara prinsipal
dan agen, sehingga fokus dari teori ini adalah pada penentuan kontrak yang
paling efisien yang mendasari hubungan antara prinsipal dan agen. Teori
keagenan dilandasi oleh beberapa asumsi (Eisenhardt, 1989). Asumsi-asumsi
tersebut dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu asumsi tentang sifat manusia, asumsi
keorganisasian dan asumsi informasi. Asumsi sifat manusia menekankan bahwa
manusia memiliki sifat mementingkan diri sendiri (self-interest), memiliki
kcterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai risiko (risk
avertion). Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi,
efisiensi sebagai kriteria efektivitas, dan adanya asimetri informasi antara
prinsipal dan agen. Asumsi informasi adalah bahwa informasi sebagai komoditi
yang bisa diperjualbelikan.
Jensen dan Meckling (1976) juga menunjukkan adanya tiga unsur
tambahan yang dapat membatasi perilaku menyimpang yang dilakukan oleh
agen. Unsur-unsur tersebut adalah bekerjanya pasar tenaga manajerial,
bekerjanya pasar modal dan unsur bekerjanya pasar bagi keinginan menguasai
dan mendominasi kepemilikan perusahaan (market for corporate control). Agen
bisa tidak bermasa depan bila kinerjanya buruk sehingga diberhentikan oleh
pengelola yang tidak mempunyai kinerja baik dan berperilaku menyimpang dari
keinginan pemegang saham perusahaan yang dikelolanya. Bekerjanya pasar
modal secara efisien bisa menjadi cermin kinerja manajer dari harga saham
perusahaannya. Bekerjanya market for corporate control bisa menghambat
tindakan menguntungkan diri pengelola sendiri dalam hal menghentikan
pengelola dari jabatannya jika perusahaan yang dikelolanya mempunyai kinerja
rendah yang memungkinkan pemegang saham baru menggantinya dengan
pengelola lain setelah perusahaan diambil alih. (Schleifer dan Vishny, 1986).
2.1.2 Asimetri Informasi
Asimetri informasi merupakan suatu keadaan di mana manajer memiliki
akses informasi atas prospek perusahaan yang tidak dimiliki oleh pihak luar
perusahaan. Asimetri informasi muncul ketika manajer lebih mengetahui
informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang
dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya. Ada dua tipe
asimetri informasi, yaitu: adverse selection dan moral hazard.
1) Adverse selection
Adverse selection adalah jenis asimetri informasi dalam mana satu
pihak atau lebih yang melangsungkan/akan melangsungkan suatu transaksi
usaha, atau transaksi usaha potensial memiliki informasi lebih atas
pihak-pihak lain. Adverse selection terjadi karena beberapa orang seperti
mengetahui kondisi kini dan prospek ke depan suatu perusahaan daripada
para investor luar.
2) Moral hazard
Moral hazard adalah jenis asimetri informasi dalam mana satu
pihak atau lebih yang melangsungkan atau akan melangsungkan suatu
transaksi usaha atau transaksi usaha potensial dapat mengamati
tindakan-tindakan mereka dalam penyelesaian transaksi-transaksi mereka sedangkan
pihak-pihak lainnya tidak. Moral hazard dapat terjadi karena adanya
pemisahan pemilikan dengan pengendaliaan yang merupakan karakteristik
kebanyakan perusahaan besar.
Terjadinya moral hazard dan adverse selection bias menimbulkan
sejumlah implikasi serius bagi kinerja dan sustainabilitas perusahaan. Dua
masalah tersebut dapat mendorong para manajer berperilaku malas dan tidak
etis. Mereka dapat mengelabui pemilik dan stakeholder lainnya dalam
pelaporan informasi tentang kinerja dan sumber daya ekonomi perusahaan.
Selain itu, mereka dapat pula membiaskan atau mendistorsi penyajian
informasi tentang peluang investasi dan prospek perusahaan (Lako, 2007).
2.1.3 Efisiensi Pasar
Menurut Fama (1970) dalam Hartono (2013:548 – 553) suatu pasar modal
dikatakan efisien apabila harga-harga sekuritas yang terdaftar di dalamnya secara
penuh mencerminkan seluruh informasi yang relevan. Efisiensi dalam pengertian
ini disebut sebagai efisiensi secara informasional. Informasi relevan yang
atau informasi yang tersedia baik kepada publik maupun tidak. Tingkat efisiensi
pasar modal terbagi atas tiga jenis, yakni:
1) Efisiensi bentuk lemah (weak form efficiency)
Pasar dianggap efisien bentuk lemah apabila harga-harga sekuritas yang
terdaftar di dalamnya mencerminkan secara penuh informasi masa lalu.
Efisiensi pasar bentuk lemah berhubungan dengan random walk theory yang
mana menyatakan bahwa informasi masa lalu tidak dapat digunakan untuk
memprediksi harga-harga sekuritas sekarang. Jadi, dalam kondisi seperti ini
investor tidak bisa memperoleh abnormal return dengan memanfaatkan
informasi masa lalu.
2) Efisiensi bentuk setengah kuat (semi strong form efficiency)
Pasar dianggap efisien bentuk setengah kuat apabila harga-harga
sekuritas yang terdaftar di dalamnya mencerminkan secara penuh informasi
yang dipublikasikan. Informasi yang dipublikasikan itu sendiri dapat
mempengaruhi harga saham berbagai perusahaan. Ada jenis informasi yang
hanya mempengaruhi harga saham dari perusahaan yang mempublikasikan
informasi tersebut, misalnya informasi laba dan pergantian CEO. Ada pula
jenis informasi yang bisa mempengaruhi harga saham beberapa perusahaan,
misalnya pemerintah memberlakukan peraturan perpajakan baru terhadap
suatu industri. Ada juga jenis informasi yang mempunyai dampak pada harga
saham seluruh perusahaan di suatu pasar modal, misalnya pemerintah
Indonesia. Dalam kondisi seperti ini investor tidak bisa memperoleh abnormal
return dengan memanfaatkan informasi yang dipublikasikan.
3) Efisiensi bentuk kuat (strong form efficiency)
Pasar dianggap efisien bentuk kuat apabila harga-harga sekuritas yang
terdaftar di dalamnya mencerminkan secara penuh baik informasi yang
dipublikasikan maupun informasi privat perusahaan. Dalam kondisi seperti ini
tidak ada satupun investor yang bisa memperoleh abnormal return karena
setiap investor memiliki akses yang sama terhadap informasi privat
perusahaan, sehingga tidak terjadi asimetri informasi di mana pihak tertentu
mempunyai informasi lebih yang dapat mereka manfaatkan untuk
menghasilkan keuntungan.
2.1.4 Laporan Keuangan
2.1.4.1 Tujuan Laporan Keuangan
PSAK No. 1 (IAI, 2004) menyebutkan bahwa tujuan laporan keuangan
untuk tujuan umum adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan,
kinerja, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan
pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi
serta menunjukkan pertanggungjawaban sumberdaya-sumberdaya yang
dipercayakan kepada mereka. Suatu laporan keuangan menyajikan informasi
mengenai perusahaan, meliputi: aktiva, kewajiban, ekuitas, pendapatan dan
beban termasuk keuntungan dan kerugian serta rus kas. Informasi tersebut,
beserta informasi lainya yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan
2.1.4.2 Pemakai Informasi Laporan Keuangan
Menurut Konsep Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan
(IAI, 2004) pemakai laporan keuangan meliputi investor potensial, karyawan,
pemberi pinjaman, pemasok, dan kreditor lainya, pelanggan, pemerintah, serta
lembaga-lembaga, dan masyarakat. Mereka menggunakan laporan keuangan
untuk memenuhi kebutuhan informasi yang berbeda. Beberapa kebutuhan
informasi ini meliputi:
1) Investor
Investor membutuhkan informasi untuk membantu mereka dalam
menentukan apakah harus membeli, menahan atau menjual investasi
saham mereka. Pemegang saham juga tertarik pada informasi yang
memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan dalam
membayar dividen.
2) Karyawan
Karyawan sebagai pengguna informasi keuangan tertarik dengan
stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Mereka juga tertarik dengan
informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan
perusahaan dalam memberikan balas jasa, manfaat pensiun dan kesempatan
kerja.
3) Pemberi pinjaman
Pemberi pinjaman tertarik dengan informasi keuangan yang
bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo.
4) Pemasok dan kreditor usaha lainnya
Pemasok dan kreditor usaha lainnya tertarik dengan informasi apakah
jumlah yang terhutang akan dibayar pada saat jatuh tempo.
5) Pelanggan
Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai
kelangsungan hidup perusahaan, terutama jika mereka terlibat dalam
perjanjian jangka panjang atau tergantung pada kelangsungan hidup
perusahaan.
6) Pemerintah
Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada di bawah kekuasaanya
berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan karena itu berkepentingan
dengan aktivitas perusahaan dalam menetapkan kebijakan pajak, sebagai
dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan lainya.
7) Masyarakat
Perusahaan mempengaruhi anggota masyarakat dalam berbagai cara
misalnya, perusahaan dapat memberikan kontribusi berarti pada
perekonomian nasional, dalam hal banyaknya orang yang dipekerjakan
dan perlindungan terhadap modal domestik. Laporan keuangan dapat
membantu masyarakat dengan menyediakan informasi kecenderungan
(trend) dan perkembangan terakhir kemakmuran perusahaan serta rangkaian
2.1.5 Return on Assets (ROA)
Menurut Hanafi dan Halim (2003:27), Return on Assets (ROA) merupakan
rasio keuangan perusahaan yang berhubungan dengan profitabilitas mengukur
kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan atau laba pada tingkat
pendapatan, aset dan modal saham tertentu. Dengan mengetahui ROA, kita dapat
menilai apakah perusahaan telah efisien dalam menggunakan aktivanya dalam
kegiatan operasi untuk menghasilkan keuntungan.
Laba bersih (net income) merupakan ukuran pokok keseluruhan
keberhasilan perusahaan. Laba dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan
untuk mendapat pinjaman dan pendanaan ekuitas, posisi likuiditas perusahaan dan
kemampuan perusahaan untuk berubah. Jumlah keuntungan (laba) yang diperoleh
secara teratur serta kecenderungan atau trend keuntungan yang meningkat
merupakan suatu faktor yang sangat penting yang perlu mendapat perhatian
penganalisa di dalam menilai profitabilitas suatu perusahaan. Munawir (2001:57)
menjelaskan bahwa profitabilitas atau rentabilitas digunakan untuk mengukur
efisiensi penggunaan modal dalam suatu perusahaan dengan memperbandingkan
antara laba dengan modal yang digunakan dalam operasi, oleh karena itu
keuntungan yang besar tidak menjamin atau bukan merupakan ukuran bahwa
perusahaan itu rentable. Bagi manajemen atau pihak-pihak yang lain, rentabilitas
yang tinggi lebih penting daripada keuntungan yang besar.
Menurut Mardiyanto (2009: 196) ROA adalah rasio yang digunakan untuk
aktivitas investasi. Menurut Dendawijaya (2003: 120) rasio ini digunakan untuk
mengukur kemampuan manajemen dalam memperoleh keuntungan (laba) secara
keseluruhan. Semakin besar ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang
dicapai oleh perusahaan tersebut dan semakin baik pula posisi perusahaan tersebut
dari segi penggunaan asset.
Menurut Lestari dan Sugiharto (2007: 196) ROA adalah rasio yang
digunakan untuk mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari penggunaan
aktiva. Dengan kata lain, semakin tinggi rasio ini maka semakin baik
produktivitas asset dalam memperoleh keuntungan bersih. Hal ini selanjutnya
akan meningkatkan daya tarik perusahaan kepada investor. Peningkatan daya tarik
perusahaan menjadikan perusahaan tersebut semakin diminati oleh investor,
karena tingkat pengembalian atau deviden akan semakin besar. Hal ini juga akan
berdampak pada harga saham dari perusahaan tersebut di pasar modal yang akan
semakin meningkat sehingga ROA akan berpengaruh terhadap harga saham
perusahaan. Menurut Lestari dan Sugiharto (2007: 196) angka ROA dapat
dikatakan baik apabila > 2%.
ROA dapat membantu perusahaan yang telah menjalankan praktik
akuntansi dengan baik untuk dapat mengukur efisiensi penggunaan modal yang
menyeluruh, yang sensitif terhadap setiap hal yang mempengaruhi keadaan
keuangan perusahaan sehingga dapat diketahui posisi perusahaan terhadap
industri. Hal ini merupakan salah satu langkah dalam perencanaan strategi. Dalam
penelitian ini hanya menggunakan ROA sebagai proksi dari kinerja perusahaan
rasio antara laba bersih sesudah pajak (net income after tax) tehadap total asset
terhadap perusahaan yang melakukan pergantian CEO.
2.1.6 Pergantian Chief Executive Officer (CEO)
Perubahan kepemilikan suatu perusahaan kemungkinan akan diikuti
dengan redefinisi misi, visi, dan strategi bisnis, sehingga menuntut adanya
restrukturisasi organisasi yang sesuai dengan formulasi misi, visi, dan strategi
yang baru tersebut. Biasanya, restrukturisasi organisasi akan diikuti dengan
pergantian CEO. Penggantian ini seharusnya mampu memicu peningkatan kinerja
dan nilai perusahaan tersebut. Prediksi ini diperkuat oleh temuan empiris
Lopez-de-Silanes (1997) yang mengakui bahwa manajemen BUMN yang existing
kemungkinan mengalami kesenjangan kompetensi dalam memimpin BUMN yang
baru diprivatisasi untuk membawa BUMN-nya berkompetisi di pasar. Lopez-de-
Silanes (1997) juga menemukan adanya hubungan positif antara pergantian CEO
dengan market value BUMN yang diprivatisasi. Barberis, et al. (1996)
menyatakan bahwa kompetensi CEO merupakan faktor yang sangat penting
dalam peningkatan profitabilitas perusahaan. Megginson, et al. (1994) juga
menyimpulkan bahwa pergantian eksekutif akan mempengaruhi kinerja
perusahaan, dan mereka melaporkan bahwa peningkatan efisiensi secara
signifikan ternyata hanya terjadi pada perusahaan yang melakukan pergantian
pada tingkatan top management-nya.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mencari apakah pergantian
perusahaan besar. Hannan dan Freman (1997) mendapati bahwa sesungguhnya
perusahaan terutama perusahaan besar telah memiliki sistem yang memungkinkan
perusahaan tersebut berjalan dengan sendirinya sehingga perubahan atau
pergantian kepemimpinan tidak akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Demikian juga dengan hasil penelitian Lieberson dan O’Connor (1972) serta
Mintzberg (1979) menghasilkan kesimpulan bahwa pergantian pemimpin dalam
perusahaan tidak akan mempengaruhi kinerja. Gamson dan Scotch pada
tahun 1964 bahkan menemukan bahwa pergantian kepemimpinan dalam suatu
perusahaan merupakan ritual yang salah dan tidak mengacu pada perubahan
kinerja. Sejalan dengan hasil riset di atas, Pfeffer dan Blake (1986) menemukan
bahwa pengaruh yang akan muncul dari pergantian pemimpin tersebut akan
menjadi penghambat pengaruh positif yang seharusnya muncul ketika terjadi
proses penggantian pergantian manajer yang memiliki kinerja yang tidak baik.
Sebetulnya pengaruh pergantian eksekutif perusahaan terhadap kinerja
perusahaan tersebut tergantung pada kecocokan antara karakteristik pemimpin
dan pekerjaan tersebut. (Gufta dan Govindarajan, 1984; Hambrick dan Mason,
1984).
Berdasarkan studi ini, Lubatkin, Chung, Rogers dan Owers
melakukan riset untuk menguji dua faktor yang menentukan keberhasilan
proses pergantian kepemimpinan yang biasa disebut contingent factor yaitu
konteks organisasi (organizational context) dan asal pengganti (successor’s
origin). Dilakukan riset ini bertujuan untuk mencari faktor pengaruh
diharapkan dapat mendukung anekdot dalam dunia bisnis nyata bahwa faktor
kepemimpinan dapat memberi perbedaan, dapat melihat pengaruh dari pemimpin
pengganti tidak saja hanya di saat perusahaan sedang dalam kondisi krisis, dalam
kondisi menghadapi perubahan dan ketika sedang berkembang (Hall, 1997).
Selain itu, riset ini juga bertujuan untuk mencari faktor yang tepat untuk
mengukur performa perusahaan karena selama ini faktor penentu yang digunakan
hanya berdasarkan ukuran akuntansi misalnya dengan mengukur return on assets
serta dengan ukuran security market seperti excess returns (Scholes dan
Williams, 1978).
2.1.7 Kinerja Perusahaan
Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi
organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis suatu organisasi
(Bastian, 2001). Menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (2001),
kinerja adalah suatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan
kerja. Secara umum dapat dikatakan bahwa kinerja merupakan prestasi yang
dapat dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu.
Pengukuran terhadap kinerja perusahaan diperlukan untuk mengetahui
apakah kinerja perusahaan baik atau buruk. Kinerja perusahaan secara
umum mengukur keefektifan dan keefisienan (Horngren, et al. 2000). Demikian
evaluasi terhadap kinerja perusahaan adalah efektif dan efisien. Pengukuran
kinerja perusahaan menyediakan indikator-indikator untuk mengetahui
bagaimana menjalankan suatu organisasi secara baik. Aspek keuangan terlebih
dahulu diukur dengan rasio keuangan.
Kinerja perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan
ROA (Retturn On Assets). Pengukuran kinerja dengan ROA diyakini bisa
memberikan gambaran mengenai penilaian pasar terhadap perusahaan. ROA
memberikan sejauh mana pasar menilai perusahaan dari berbagai aspek yang
dilihat oleh pihak luar termasuk investor.
2.1.8 Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan, yang
sering dikaitkan dengan harga saham. Harga saham yang tinggi membuat nilai
perusahaan juga tinggi. Tujuan utama perusahaan menurut theory of the firm
adalah untuk memaksimumkan kekayaan atau nilai perusahaan (value of the firm)
(Salvatore, 2005). Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting artinya bagi
suatu perusahaan, karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan berarti juga
memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan tujuan utama
perusahaan. Menurut Husnan (2000) nilai perusahaan merupakan harga yang
bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual.
Sedangkan menurut Keown (2004) nilai perusahaan merupakan nilai pasar atas
surat berharga hutang dan ekuitas perusahaan yang beredar. Nilai perusahaan
merupakan persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang
Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Nilai
perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja
perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan di masa depan.Suatu
perusahaan dikatakan mempunyai nilai yang baik jika kinerja perusahaan juga
baik. Nilai perusahaan dapat tercermin dari harga sahamnya. Jika nilai sahamnya
tinggi bisa dikatakan nilai perusahaannya juga baik. Karena tujuan utama
perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan
kemakmuran pemilik atau para pemegang saham.
Rasio-rasio keuangan digunakan investor untuk mengetahui nilai pasar
perusahaan. Rasio tersebut dapat memberikan indikasi bagi manajemen mengenai
penilaian investor terhadap kinerja perusahaan dimasa lampau dan prospeknya
dimasa depan. Ada beberapa rasio untuk mengukur nilai pasar perusahaan, salah
satunya Tobin’s Q. Rasio ini dinilai bisa memberikan informasi paling baik,
karena dalam Tobin’s Q memasukkan semua unsur hutang dan modal saham
perusahaan, tidak hanya saham biasa saja dan tidak hanya ekuitas perusahaan
yang dimasukkan namun seluruh asset perusahaan. Dengan memasukkan seluruh
asset perusahaan berarti perusahaan tidak hanya terfokus pada satu tipe investor
saja yaitu investor dalam bentuk saham namun juga untuk kreditur karena sumber
pembiayaan operasional perusahaan bukan hanya dari ekuitasnya saja tetapi juga
dari pinjaman yang diberikan oleh kreditur (Sukamulja, 2004).
Jadi semakin besar nilai Tobin’s Q menunjukkan bahwa perusahaan
memiliki prospek pertumbuhan yang baik. Hal ini dapat terjadi karena semakin
perusahaan maka semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan