ABSTRAK
Dalam siklus hidup proyek, proyek konstruksi selalu diawali oleh kebutuhan dari pemilik
proyek. Untuk memenuhi tujuan proyek baik dari segi aspek biaya, waktu dan mutu dapat
dilakukan dengan berbagai metode procurement. Ada kalanya pemilihan metode procurement
yang tidak tepat mengakibatkan perselisihan, sehingga hal ini memberikan dampak akan
perlunya alternatif metode procurement Desgn build / metode rancang bangun merupakan salah
satu alternatif metode procurement dimana tahap perencanaan dan konstruksi berada di bawah
satu kontrak. Penerapan metode ini bukanlah hal yang baru di industri jasa konstruksi. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui pemahaman para stakeholder mengenai metode design
build atau rancng bangun dan mengidentifikasi kendala dalam menerapkan metode ini.
Survey kuisioner dengan teknik Delphi digunakan untuk mendapatkan opini dari para expert
yang mempunyai pengalaman dan pengetahuan di bidang design build atau rancang bangun. 30
expert berpartisipasi dalam penelitian ini. Data dianalisis dengan menggunakan analisa
deskriptif.
Hasil data analisis menunjukkan bahwa para stakeholder mempunyai tingkat persetujuan yang
tinggi mengenai konsep dan keuntungan metode design build atau rancang bangun. Sementara
kendala dalam menerapkan metode ini adalah dari aspek regulasi, kapabilitas klien dan
stakeholder yang lain serta adaptasi dalam menerapkan metode ini.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penelitian ... 2
1.4 Manfaat Penulisan ... 3
1.5 Batasan Masalah ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proyek Konstruksi ... 4
2.1.1 Jenis Proyek Konstruksi ... 5
2.1.2 Tahapan Proyek Konstruksi ... 2.2 Alternatif Metode Procurement ... 9
2.3 MetodeDesign Build 2.4 Pemahaman Metode Procurement Design Build ... 10
2.4.1 Konsep Metode Design Build ... 11
2.4.2 Keuntungan Design Build ... 12
2.5 Kendala Penerapan Metode Design Build atau Rancang Bangun 13
2.6 Penggunaan Metode Design Build di Indonesia ... 14
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data melalui Kuisioner Delphi ... 41
4.2 Pemahaman Mengenai Metode Design Build/ Rancang Bangun ... 41
4.2.1 Delphi Putaran Pertama ... 41
4.3 Kendala dalam Menerapkan Metode Design Build ... 45
4.3.1 Delphi Putaran Pertama ... 46
4.3.2 Delphi Putaran ke 2 ... 46
4.4 Faktor Sukses Penerapan Metode Design Build Nusa Dua ... 55
BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan ... 58
5.2 Saran ... 59
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Dalam siklus hidup proyek, proyek konstruksi selalu diawali oleh kebutuhan dari pemilik proyek. Untuk memenuhi tujuan proyek baik dari segi aspek biaya, waktu dan mutu dapat dilakukan dengan berbagai metode procurement. Ada kalanya pemilihan metode procurement yang tidak tepat mengakibatkan perselisihan, sehingga hal ini memberikan dampak akan perlunya alternatif metode procurement (Moore and Dainty, 2001). Pemilihan metode procurement yang tepat dimaksudkan untuk mencapai kesuksesan dari proyek itu sendiri dimana sukses dapat diartikan tujuan dari proyek dapat tercapai. Nahapiet dan Nahapiet (1985) membandingkan berbagai metode procurement untuk proyek bangunan dan menyimpulkan bahwa metode yang tepat tergantung dari kondisi dan keadaan suatu proyek.
Saat ini metode procurement design bid build merupakan metode procurement yang umumnya dilaksanakan untuk mendeliver suatu proyek. Di Amerika Serikat metode design bid build masih merupakan metode procurement yang paling sering digunakan (Friedlander, 1998; Rowlinson, 1997) . Metode design bid build ini juga mendominasi untuk mendeliver proyek di Indonesia. Metode design bid build ini adalah metode procurement yang memisahkan kontrak antara tahap design (perencanaan) dengan construction (konstruksi). Metode ini dianggap lebih adil dan jelas bagi kontraktor, tetapi metode ini cendrung kurang bisa memberikan nilai kepada pemilik proyek yang diakibatkan oleh panjangnya periode proses procurement. Sebagai contoh akibat dari panjangnya proses procurement yaitu biaya tidak efisien, kualitas yang tidak memuaskan, dan waktu yang panjang.
pupuler dari metode yang lain seperti design bid build yang sebelumnya dinyatakan merupakan metode yang paling umum dilaksakan. Demikian juga metode ini semakin sering digunakan secara luas lebih dari sepuluh tahun belakangan ini ( Park et al, 2009). Keuntungan dari metode design bid build ini adalah partisipasi lebih awal dari kontraktor dalam perencanaan dapat mengakibatkan efisiensi waktu dan biaya , komunikasi yang lebih terjaga, sehingga proyek dapat diselesaikan lebih awal dan dengan biaya lebih sedikit dan mutu yang terjamin (Anumba & Evbuomwan, 1997).
Untuk di Indonesia sendiri proyek design build sebenarnya sudah ada di dalam Undang-undang nomor 18 tahun 1999 tentang industri jasa konstruksi. Dalam pasal 16 dikatakan bahwa jasa disain, konstruksi dan pengawasan dapat dilakukan secara terintegrasi. Saat ini proyek bangunan umumnya masih menggunakan metode design bid build, dimana metode ini mempunyai beberapa kelemahan. Proyek bangunan khususnya proyek untuk kepentingan umum yang merupakan milik pemerintah juga menggunakan metode ini. Padahal, proyek yang bersifat non profit ini tentu akan lebih mempunyai nilai dan bermanfaat jika bisa diselesaikan lebih awal. Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk penerapan metode design build untuk proyek bangunan gedung milik pemerintah.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di latar belakang maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana pemahaman para stakeholder mengenai mengenai metode procurement design build?
2. Apa yang menjadi kendala dalam penerapan metode design build?
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui sejauh mana pemahaman metode design build pada stakeholder.
1.4Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan pengetahuan dan masukan kepada stakeholder mengenai kendala penerapan metode design build sehingga bisa dicarikan faktor yang dapat mengatasi kendala kendala tersebut.
1.5Batasan Masalah
Yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Penelitian dilakukan di Provinsi Bali.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proyek Konstruksi
Proyek adalah suatu usaha yang bersifat sementara yang menggunakan sumber daya yang ada yang mempunyai tujuan dan sasaran dan diselesaikan dalam jangka waktu tertentu (Dipohusodo, 1995). Sedangkan proyek konstruksi adalah merupakan suatu rangkaian kegiatan yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan tertentu (bangunan/konstruksi ) dalam batasan waktu, biaya dan mutu tertentu. Proyek konstruksi selalu memerlukan resources (sumber daya) yaitu man (manusia), material (bahan bangunan), machine (peralatan), method (metode pelaksanaan), money (uang), information (informasi), dan time (waktu).
Adapun pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan proyek konstruksi antara lain:
1. Pemilik
2. Perencana (konsultan) 3. Pelaksana kontraktor 4. Pengawas (konsultan) 5. Penyandang dana 6. Pemerintah (regulasi) 7. Pemakai bangunan 8. Masyarakat
Karakteristik proyek konstruksi adalah sebagai berikut:
1. Memiliki tujuan khusus, produk akhir atau hasil kerja akhir.
2. Jumlah biaya, kriteria mutu dalam proses mencapai tujuan telah ditentukan
3. Mempunyai awal kegiatan dan mempunyai akhir kegiatan yang telah ditentukan atau mempunyai jangka waktu tertentu
4. Rangkaian kegiatan hanya dilakukan sekali (non rutin), tidak berulang ulang, sehingga menghasilkan produk yang bersifat unik
2.1.1 Jenis Proyek Konstruksi
Berdasarkan sifatnya jenis proyek konstruksi dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Proyek bangunan perumahan atau pemukiman (residential construction) adalah suatu proyek pembangunan perumahan atau pemukiman berdasarkan pada tahapan pembangunan yang serempak dengan penyediaan prasarana penunjang. Jenis proyek bangunan perumahan atau pemukiman ini sangat membutuhkan perencanaan yang baik dan matang untuk infrastruktur yang ada dalam lingkungan pemukiman tersebut, seperti jalan, air bersih, listrik dan lain sebagainya.
2. Konstruksi bangunan gedung (building construction) adalah tipe proyek konstruksi yang paling banyak dikerjakan. Tipe konstruksi bangunan ini menitikberatkan pada pertimbangan konstruksi, teknologi praktis dan pertimbangan pada peraturan.
3. Proyek konstruksi teknik sipil (heavy engineering construction) yaitu proses penambahan infrastruktur pada suatu lingkungan terbangun (built environment). Pemilik proyek (owner) biasanya pemerintah baik pada tingkat pnasional atau daerah. Pada proyek ini elemen disain, finansial dan pertimbangan hukum tetap menjadi pertimbangan penting walaupun proyek ini besifat non profit dan mengutamakan pelayanan masyrakat ( public services). Contoh proyek konstruksi yang termasuk pada jenis ini antara lain proyek pembangkit listrik, proyek jalan raya, proyek pembuatan bendungan dan lain sebagainya.
2.1.2 Tahapan Proyek Konstruksi
Tahapan proyek konstruksi ( project life cycle) terdiri atas:
2. Tahap perekayasaan dan perancangan (engineering and design). Tahap ini terdiri dari tahap pra rancangan yang mencakup kriteria disain, skematik disain, estimasi biaya konseptual; tahap pengembangan rancangan yang merupakan pengembangan dari tahap pra rancangan; serta tahap disain akhir yang menghasilkan gambar detail, spesifikasi, daftar volume, RAB, syarat-syarat administrasi dan peraturan-peraturan umum. Pihak yang terlibat dalam tahap ini adalah konsultan perencana, konsultan manajemen konstruksi, konsultan rekayasa nilai dan konsultan quantity surveyor.
3. Tahap pengadaan/ pelelangan (procurement) yaitu merupakan tahap pengadaan jasa konstruksi dan pengadaan materal dan peralatan. Pihak yang terlibat adalah pemilik, pelaksanajasa konstruksi (kontraktor) dan konsultan manajemen konstruksi.
4. Tahap pelaksanaan (cobnstruction) yaitu merupakan pelaksanaan hasil perancangan dengan SPK dan kontrak, dimana tahap ini memerlukan manajemen proyek. Pihak yang terlibat adalah konsultan pengawas, konsultan manajemen konstruksi, kontraktor, sub kontraktor, suolier dan instansi terkait.
5. Tahap test operasional (commissioning) adalah tahap untuk pengujian fungsi dari masing-masing bagian bangunan. Pihak yang terlibatadalah konsultan pengawas, pemilik, konsultan manajemen konstruksi, kontraktor, suplier, sub kontraktor.
6. Tahap operasional dan pemeliharaan (operasional and maintenance) yaitu operasional setelah dilakukan pembayaran total sebesar 95% dari nilai kontrak. Pemeliharaan pada umumnya dilakukan selama 3 bulan dengan uang jaminan pemeliharaan yang ditahan oleh pemilik. Pihak yang terlibat adalah konsultan pengawas/manajemen konstruksi , pemakai dan pemilik.
2.2 Alternatif Metode Procurement
proyek, organisasi dari perencana, kontraktor, urutan kerja , pembangunan (Gransberg et al, 2006). Procurement juga diartikan sebagai suatu proses dimana tugas pemilik proyek ditransfer kepada pihak lain untuk melakukan perencanaan dan pelaksanaan, dimana pihak lain ini bertanggung jawab atas kinerja pembangunan (Georgia State Financing and Investment Commission, 2003). Secara sederhana procurement juga bisa diartikan proses pengadaan barang dan jasa dalam sebuah institusi.
Terdapat beberapa metode procurement berdasarkan pembagian tanggung jawab (del Puerto et al, 2008), yaitu:
1. Design bid build yaitu pemilik proyek memperkerjakan konsultan perencana dan kontraktor dalam kontrak yang terpisah.
2. Design build yaitu pemilik proyek memperkerjakan konsultan perencana dan kontraktor dalam satu kontrak, jadi pekerjaan perencanaan dan pembangunan berada dalam satu kontrak.
3. Construction management at fee yaitu pemilik proyek memperkerjakan pihak manajer konstruksi sebagai pihak ketiga sebagai wakil pemilik proyek. Manajer konstruksi hanya mewakili pemilik proyek tapi tidak bertanggung jawab atas risiko yang terjadi pada proyek. Manajer konstruksi hanya bertanggung jawab atas administrasi dan manajemen, masalah constructability, dan aktivitas sehari-hari.
4. Construction management at risk dimana manajer konstruksi bertanggung jawab atas risiko proyek.
2.3 Metode Design Build
Pada mulanya design build dikenal dengan konsep “master builder” dimana metode procurment ini pemeilik proyek mengontrak suatu entiti untuk melaksanakan proyek perencanaan dan pembangunan. Jadi metode ini mengintegrasikan perencanaan dan pembangunan (Abi-Karam, 2002).
bahwa design build menjadi salah satu alternatif metode procurement yang populer.
Adapun beberapa negara yang menerapkan metode procurement ini adalah:
1. Amerika Serikat 2. Inggris
3. Korea 4. Hong Kong 5. Kuwait 6. Malaysia
2.4 Pemahaman Metode Procurement Design Build
Pemahaman mengenai metode design build ini meliputi beberapa hal yaitu konsep metode design build dan keuntungan metode design build.
2.4.1 Konsep Metode Design Build
Design build yang awalnya disebut dengan master builder mempunyai beberapa arti yang didefinisikan oleh peneliti yang berbeda. Menurut Masterman (2002) terminologi dari design build adalah satu kontraktor yang mempunyai satu tanggung jawab untuk perencanaan dan pembangunan. Akintoye dan Fitzgerald (1995) menyatakan bahwa design build adalah metode pengadaan dimana satu kontraktor bertanggung jawan terhadap tahap desain dan pembangunan. Sedangkan menurut The Design Build Institute ( 2009) design build yang sering juga disebut dengan design construct atau rancang bangun diartikan sebagai satu tanggung jawab. Arditi dan Roy (2003) mendefinisikan sebagai suatu perusahaan yang bertanggung jawab untuk desain dan pembangunan.
Jadi aspek kunci dari design build adalah suatu bentuk atau entiti yang bertanggung jawab terhadap perencanaan dan pembangunan. Design build mempunyai beberapa variasi (Masterman, 2002)yaitu:
1. Novated design build 2. Package deal
4. Develop and Construct
Menurut Xia (2012) variasi design build adalah sebagai berikut: 1. Develop and Construction
2. Novation design build 3. Enhanced design build 4. Traditional design build 5. Turnkey method
Karakteristik proyek yang menggunakan metode design build ini dapat dilihat dari ukuran proyek, tipe proyek dan komplesitas proyek.
Untuk ukuran proyek yang menggunakan design build atau rancang bangun tidak ada ukuran yang spesifik (Songer & Molenaar, 1997). Awalnya metode ini digunakan untu proyek yang kecil meskipun akhirnya juga untuk proyek menengah juga (Swan, 1987). Tetapi berdasarkan lesson learned design buil sangat baik digunakan untu proyek yang besar dan kompleks (FHWA, 2006).
Menurut Songer dan Molenaar (1997), kompleksitas prpyek dapat dilihat dari tipe dan jumlah jasa yang terlibat, jumlah sub kontraktor, sumber daya yang digunakan dan tingkat teknologi yang dalam aktivitas proyek yang digunakan. Design build juga digunakan untuk proyek yang berisiko tinggi (Ministry of Public Works, 2011).
2.4.2 Keuntungan design build
Penerapan metode design build semakin meluas dimana metode ini juga medapatkan penerimaan di proyek transportasi di Amerika Serikat (Hanna et all,2008). Melihat hal tersebut diatas maka sangat perlu mengidentifikasi manfaat dan keuntungan dari metode procurement ini.
Adapun manfaat dan keuntungannya dalah sebagai berikut:
1. Durasi yang lebih pendek, yang disebakan oleh proses pengadaan yang cukup dilakukan sekali saja (USDOT FHA, 2006). Dengan metode fast track yang merupakan keunggulan dari metode design build atau rancang bangun ini maka pembanguna dapat dilaksanakan selama proses perencanaan (Chan et al, 2002).
3. Kualitas yang lebih baik 4. Mengijinkan inovasi 5. Manajemen yang lebih baik
2.5 Kendala dalam penerapan metode design build atau rancang bangun Meskipun metode ini mempunyai manfaat dan keuntungan yang potensial , akan tetapi terdapat juga kendala dalam menerapkan metode ini yaitu:
1. Aturan
2. Kapabilitas pemilik proyek 3. Kapabilitas stakeholder 4. Adaptasi dari metode ini
2.6 Penggunaan Metode Design Build di Indonesia
Di Indonesia metode design build atau rancang bangun pertama kali digunakan pada tahun 1974 (Yuwono, 2007). Metode ini diimplementasikan pada proyek swata dan badan usaha milik negara seperti:
1. Proyek pertambangan, gas dan energi 2. Pabrik
3. Infrastruktur
4. High risk building, pelabuhan dan sumber air.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Diagram alir untuk penelitian
Gambar 3.1 Kerangka Penelitian Latar belakang
Apa kendala/hambatan dalam menerapkan design build dan apa faktor
untuk mengatasinya
Mengetahui Pemahaman Stakeholder Mengidentifikasi kendala/hambatan dalam menerapkan design build dan apa
faktor untuk mengatasinya
Penentuan variabel penelitian dan Penyusunan Kuesioner
Pemilihan Responden dan uji kuesioner (survei pendahuluan)
Survai Kuisioner Delphi
Analisis Data:
Hasil:
Faktor sukses dalam menerapkan metode design build
Simpulan dan Saran
Studi Pustaka Brainstorming untuk memvalidasi
kendala/hambatan dalam menerapkan design build dan apa
Seperti yang telah diuraikan pada latar belakang penelitian ini bahwa terdapat kendala dalam menerapkan metode rancang bangun/ design build dan perlu strategi untuk mengatasinya. Disamping itu belum ada penelitian yang comprehensive mengenai kendala kendala ini di Indonesia, khususnya di Bali. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kendala dalam penerapan design build dan mencari faktor sukses untuk menerapkannya.
3.2 Pengumpulan Data 3.2.1 Lokasi Penelitian
Adapun lokasi dalam penelitian ini adalah di Provinsi Bali. Yang menjadi obyek studi adalah kontraktor yang pernah menggunakan metode rancang bangun dalam melakanakan proyeknya.
3.2.2 Sumber Data
Sumber data terbagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan sumber data yang diperoleh secara langsung dari sumber asli atau pihak pertama. Data primer secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan riset atau penelitian. Data primer dapat berupa pendapat subjek riset (orang) baik secara individu maupun kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian, atau kegiatan, dan hasil pengujian. Manfaat utama dari data primer adalah bahwa unsur-unsur kebohongan tertutup terhadap sumber fenomena. Oleh karena itu, data primer lebih mencerminkan kebenaran yang dilihat. Bagaimana pun, untuk memperoleh data primer akan menghabiskan dana yang relatif lebih banyak dan menyita waktu yang relatif lebih lama.
memenuhi kesenjangan-kesenjangan informasi. Jika informasi telah ada, pengeluaran uang dan pengorbanan waktu dapat dihindari dengan menggunakan data sekunder. Manfaat lain dari data sekunder adalah bahwa seorang peneliti mampu memperoleh informasi lain selain informasi utama. Adapun data diambil dari respoden survei kuisioner.Jumlah responden dalam penelitian ini adalh 30 responden.
3.2.3 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk pengumpulan data. Pengumpulan data dilakukan dengan survai kuisioner dengan teknik Delphi. Teknik Delphi adalah teknik penyebaran kuisioner lebih dari satu kali sampai mencapai konsensus atau kesepakatan dari para responden.
3.2.4 Teknik Pengumpulan Data
Isi kuisioner dibangun dari variabel-variabel yang didapat dari kajian pustaka yang dilakukan sebelumnya. Kuisioner dengan teknik Delphi ini disebarkan kepada 15 sampai 30 ekspert yang mempunyai keahlian dalam bidangnya. Kriteria untuk layak dijadikan responden dalam penelitian ini adalah: 1. Expert yang mempunyai wewenang dalam mengambil keputusan dalam institusi atau expert yang berkecimpung dalam organisasinya yang berhubungan dengan metode design build/rancang bangun
2. Expert yang terlibat dalam bidang design build
3. Praktisi atau stakeholder yang mempunyai pengetahuan yang luas di bidang design build
4. Akademisi dari universitas yang mempunyai keahlian di design build.
3.3 Analia Data
Data yang diperoleh dari hasil survai Delphi selanjutnya ditabulasikan dan kemudian diolah sebagai berikut:
1. Menghitung nilai modus dari masing masing pertanyaan untuk hasil survai Delphi putaran pertama
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengumpulan Data melalui Kuisioner Delphi
Responden yang menjadi target dalam penelitian ini adalah para expert yang memiliki pemahaman yang mendalam dan keahlian di bidang metode design build atau metode rancang bangun. Para expert tersebut diminta untuk memberikan opini dan pendapat mereka mengenai kendala dalam menerapkan metode design build/ rancang bangun.
Dalam survei kuisioner Delphi ini 40 expert diundang untuk berpartisipasi dalam survei. Namun hanya 30 orang yang bersedia berpartisipasi dalm survei ini. Adapun para expert tersebut berasal dari Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali, Dinas Cipta Karya, Lembaga Pengadaan Jasa Konstruksi (LPJK), kontraktor yang pernah menangani proyek dengan metode design build, dan konsultan perencana dan pengawas yang pernah terlibat dalam proyek design build/ rancang bangun.
Survei kuisioner Delphi dalam penelitian ini dilakuaakn sebanyak dua putaran karena konsensus atau kesepakatan telah dicapai dalam 2 putaran, sehingga tidak perlu lagi dilanjutkan ke putaran berikutnya.
4.2 Pemahaman Stakeholder Mengenai Metode Design Build/ Rancang Bangun.
Tujuansurvei kuisioner Delphi ini adalah untuk mencari konsensus atau kesepakatan diantra para expert. Metode design build atau rancang bangun ini masih sangat jarang diterapkan walaupun dikatakan lebih menguntungkan dan sudah ada dalam peraturan jasa konstruksi. Untuk itulah maka perlu diketahui pemahaman para stakeholder mengenai metode design build/ rancang bangun ini.
Pemahaman stakeholder mengenai metode design build ini dikatagorikan menjadi dua grup yaitu konsep metode design build dan keuntungan design build/rancang bangun.
Tabel 4.1 Pemahaman Mengenai Definisi Metode Design Build (Rancang Bangun)
Pemahaman mengenai Konsep DB Mean Median Mode SD Rating Definisi
1
Klien langsung mengadakan perjanjian dengan kontraktor untuk
menyelesaikan perencanaan dan tahap konstruksi
5.10 6.00 6.00 1.518
Tinggi 2
Penyedia jasa mempunyai satu tanggung jawab untuk perencanaan dan konstruksi
5.20 5.00 5.00 1.152
3 Penyedia jasa merencanakan sekaligus
melaksanakan pekerjaan konstruksi 5.05 5.00 6.00 1.317
4 Proyek dikerjalan oleh satu badan
usaha 4.65 5.00 5.00 1.137
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa hampir semua stakeholder mempunyai tingkat persetujuan yang tinggi mengenai definisi metode design build atau rancang bangun dengan . Hal ini terlihat dari nilai nilai median 6 dan 5.
Tabel 4.2 Pemahaman Mengenai Karakteristik Kontrak dan Procurement Metode Design Build (Rancang Bangun)
Pemahaman mengenai Konsep DB Mean Median Mode SD Rating
Karakteristik Kontrak dan Procurement
1
Mengintegrasikan pekerjaan
perencanaan dan konstruksi dalam satu kontrak
5.10 5.00 5.00 1.210
Tinggi 2 Perencanaan dan Konstruksi dalam
satu pengadaan/ procurement 5.00 5.00 5.00 1.214
3 Menggunakan kontrak lumpsum fixed
dalam satu transaksi keuanagan
6 Termasuk juga kontrak EPC (
enggiering procurement contract) 4.35 4.50 5.00 1.040 MSedang
Sementara itu Tabel 4.2 menunjukkan tingkat persetujuan yang tinggi dari stakeholder mengenai karakteristik kontrak dan procurement design build atau rancang bangun, kecuali pada sub indikator 6 yaitu metode design build atau rancang bangun merupakan kontrak EPC. Indikator tersebut menunjukkan tingkat persetujuan yang sedang.
Tabel 4.3 Pemahaman Mengenai Karakteristik Proyek Metode Design Build (Rancang Bangun)
Pemahaman mengenai Konsep DB Mean Median Mode SD Rating
Karakteristik
1 Scope pekerjaan yang bervariasi 5.20 5.00 5.00 0.696
High 2
Membutuhkan koordinasi. Kontrol dan monitor yang efisien dari awal sampai akhir proyek.
5.05 5.00 5.00 0.686
3 Membutuhkan expert /spesialist dalam
scope pekerjaanya 4.55 5.00 5.00 1.050 4 Memerlukan teknologi yang canggih 4.50 5.00 5.00 1.051
5
Digunakan untuk proyek yang mempunyai risiko tinggi, dan dapat membahayakan keamanan, kehidupan.
4.50 5.00 5.00 1.147
6 Digunakan untuk proyek yang
membahayakan lingkungan 4.45 5.00 5.00 1.050
7 Digunakan untuk proyek yang daapt
menyebabkan kecelakaan 4.40 5.00 5.00 1.188
8
Digunakan untuk proyek yang bisa membahayakan pekerja pada lokasi kerja
4.25 5.00 5.00 1.517
9 Mmerlukan ketelitian tentang
bagaimana proyek akan dilaksanakan 4.00 4.50 5.00 1.376 Sedang 10 Proyek bersifat rumit dan berbelit belit 4.15 4.00 3.00 1.040
11 Digunakan untuk proyek dengan dana
Pemahaman mengenai Konsep DB Mean Median Mode SD Rating
Karakteristik
12 Digunakan untuk proyek dengan
ukuran menengah dan kecil 4.10 4.00 4.00 0.852
13
Mempunyai sejumlah sistem atau elemen yang berbeda yang perlu dikoordinasikan anatar sistem/elemen tersebut
3.65 3.50 3.00 1.137
Rendah 14
Biasanya mengalami sejumlah revisi pekerjaan dan memerlukan hubungan antara setiap pekerjaan
3.70 3.00 3.00 1.261
15
Meliputi pekerjaan konstruksi yang dibatasi kesulitan akses dan membutuhkan pekerjaan untuk dikerjakan berdekatan pada waktu yang bersamaan
3.45 3.00 3.00 0.887
Untuk karakteristik proyek design build atau rancang bangunstakeholder mempunyai tingkat persetujuan yang tinggi pada karakteristik proyek design build atau rancang bangun dalam hal sope pekerjaan, koordinasi, perlunya tenaga expert, perlunya teknologi canggih dan untuk proyek yang kompleks dan mempunyai risiko yang tinggi.
Tabel 4.4 Pemahaman Mengenai Keuntungan Metode Design Build (Rancang Bangun) dari Aspek Durasi.
Pemahaman mengenai Keuntungan DB Mean Median Mode SD Rating
Durasi yang lebih pendek
1 Kontrak yang bersamaan antara
perencanaan dan konstruksi 5.20 5.00 5.00 0.696
Tinggi 2 Tahap perencanaan dan konstruksi
yang bersamaan/overlap 5.00 5.00 5.00 0.725
3
Item kuci dari material dan komponene ditentukan lebih awal sebelum penentuan spesifikasi
4.85 5.00 5.00 0.933
4 Penggunaan pengetahuan dan
Pemahaman mengenai Keuntungan DB Mean Median Mode SD Rating
penyedia jasa
Tabel 4.4 menunjukkan tingkat persetujuan yang tinggi dari para stakeholder mengenai keuntungan metode design build atau rancang bangun dari aspek waktu. Tabel 4.5 Pemahaman Mengenai Keuntungan Metode Design Build (Rancang Bangun) dari Aspek Biaya
Pemahaman mengenai Keuntungan DB Mean Median Mode SD Rating
Biaya yang lebih rendah
1 Perencana dan Konstruktur berada
dalam satu tim 5.15 5.00 5.00 0.745
Tinggi 2 Kepastian harga yang lebih awal 5.00 5.00 5.00 0.973
3 Peneyelesaian pekerjaan yang lebih
awal 4.85 5.00 5.00 1.04
4
Penggunaan pengetahuan (constructability) dan pengalaman yang optimum dari penyedia jasa
4.50 5.00 5.00 1.1
Tingkat persetujuan yang tinggi ditunjukkan pada Tabel 4.5, dimana tingkat persetujuan dari aspek biaya mempunyai nilai modus dan median sebesar 5.
Tabel 4.6 Pemahaman Mengenai Keuntungan Metode Design Build (Rancang Bangun) dari Aspek Kualitas.
Pemahaman mengenai Keuntungan DB Mean Median Mode SD Rating Kualitas lebih baik
1
Penggunaan pengetahuan (constructability) dan pengalaman yang optimum dari penyedia jasa
4.95 5.00 5.00 0.887
Tinggi 2 Dibolehkannya metode best value
untuk menilai kualitas perencanaan 4.90 5.00 5.00 0.788
3 Dibolehkannya metode best value
Tabel 4.6 menunjukkan tingkat pesetujuan yang tinggi pada keuntungan metode design build atau rancang bangun dari segi kulaitas. Hal ini ditunjukkan dari nilai modus dan median sebesar 5.
Tabel 4.7 Pemahaman Mengenai Keuntungan Metode Design Build (Rancang Bangun) dari Aspek Diijinkannya inovasi.
Pemahaman mengenai Keuntungan DB Mean Median Mode SD Rating
Diijinkannya inovasi
1
DB mendorong inovasi dalam manajemen seperti meningkatkan transparasi dan komunikasi yang terbuka diantara anggota tin
5.30 5.00 5.00 0.657
Tinggi 2
DB mengijinkan kontraktor
menggunakan material apa saja sejauh bisa memenuhi kriteria
5.2 5.00 5.00 0.616
3
DB memungkinkan kontraktor untuk mempunyai kebebasan dan
keleluasaan dalam teknik
5.15 5.00 5.00 0.745
4
DB mengijinkan kontraktor menggunakan peralatan apa saja sejauh hasil sesuai dengan kriteria kualitas dan tujuan
5.10 5.00 5.00 0.718
5
DB mendorong inovasi dengan memanfatkan kekuatan penyedia jasa dalam merencanakan disain baru dan teknik
5.10 5.00 5.00 0.788
Tabel 4.7 menunjukkan stakeholder mempunyai tingkat persetujuan yang tinggi terhadap metode ini daro aspek diijinkannya inovasi yang dapat dilihat dari nilai modus dan median sebesar 5.
Tabel 4.8 Pemahaman Mengenai Keuntungan Metode Design Build (Rancang Bangun) dari Aspek manajemen
Pemahaman mengenai Keuntungan DB Mean Median Mode SD Rating Manajemen yang lebih baik
1 Tanggung jawab tunggal dapat
Pemahaman mengenai Keuntungan DB Mean Median Mode SD Rating
perselisihan
2
jawab tunggal dapat mempercepat koordinasi antara tim perencanaan dan konstruksi
5.00 5.00 5.00 0.858
3 Tanggung jaab tunggal dapat
mengurangi hambatan 5.00 5.00 5.00 0.973
4
Tanggung jawab tunggal dapat mendamaikan perbedaan antara perencanaan dna
4.90 5.00 5.00 0.788
5
Tanggung jawab tunggal dapat menghindari kompleksitas dari kontrak yang
4.50 5.00 5.00 1.147
6 Tanggung jawab tunggal dapat
menghindari persaingan antara partai 4.4 5 5 1.188
Tabel 4.8 menunjukkan tingkat persetujuan yang tinggi dari pihak stakeholder mengenai keuntungan design build atau rancang bangun dari aspek manajemen yang lebih baik. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai modus dan median yaitu 5.
4.2.2 Delphi Putaran ke 2
Setelah survei Delphi putaran pertama dianalisis maka dilanjutkan dengan putaran yang kedua yang bertujuan untuk mempertimbangkan kembali tingkat persetujuan para stakeholder mengenai konsep dan keuntungan metode design build (rancang bangun) dengan cara memberikan kembali kuisioner dengan topik yang sama hanya dengan kalimat yang diirubah. Para responden diminta mengisi dan mempertimbangkan kemabali rating penilaian mereka.
Table 4.9 Pemahaman Mengenai Definisi Metode Design Build (Rancang Bangun)
No. Rating Konsep DB % IQD SD
Definisi DB
dengan kontraktor untuk menyelesaikan perencanaan dan tahap konstruksi
2 Penyedia jasa mempunyai satu tanggung jawab untuk perencanaan dan konstruksi
100 0 0
3 Penyedia jasa merencanakan sekaligus melaksanakan pekerjaan konstruksi
100 0 0
4 Proyek dikerjalan oleh satu badan usaha 100 0 0
Tabel diatas menunjukkan para responden sangat setuju dengan definisi design build/ metode rancang bangun. Hal ini ditunjukkan dengan nilai frekwensi 100%.
Tabel 4.10 Pemahaman Mengenai Karakteristik Kontrak dan Procurement Metode Design Build (Rancang Bangun)
No. Rating
Konsep DB
% IQD SD
Karakteristik Kontrak dan Procuremen
1
Tinggi
Mengintegrasikan pekerjaan perencanaan dan konstruksi dalam satu kontrak
100 0 0
2 Perencanaan dan Konstruksi dalam satu pengadaan/ procurement
100 0 0
3 Menggunakan kontrak lumpsum fixed price 94.4 0 0236 4 Menggunakan metode tender terbatas 77.8 0.25 0.428 5 Perencanaan dan Konstruksi dibayar dalam
satu transaksi keuanagan
94.4 0 0.236
6
Sedang Termasuk juga kontrak EPC ( enggiering procurement contract)
77.8 0.25 0.428
Tabel 4.10 menunjukkan persetujuan yang tinggi karakteristik kontrak dan procurement dengan metode design build atau rancang bangun.
Tabel 4.11 Pemahaman Mengenai Karakteristik Proyek Metode Design Build (Rancang Bangun)
Karakteristik Proyek
1
Tinggi
Scope pekerjaan yang bervariasi 94.4 1 0.236
2
Membutuhkan koordinasi. Kontrol dan monitor yang efisien dari awal sampai akhir proyek
83.3 1 0.383
3 Membutuhkan expert /spesialist dalam scope
pekerjaanya
94.4 1 0.236
4 Memerlukan teknologi yang canggih 88.9 1 0.323
5
Digunakan untuk proyek yang mempunyai risiko tinggi, dan dapat membahayakan keamanan, kehidupan.
100 1 0
6 Digunakan untuk proyek yang
membahayakan lingkungan
88.9 1 0.323
7 Digunakan untuk proyek yang daapt
menyebabkan kecelakaan
94.4 1 0.236
8 Digunakan untuk proyek yang bisa
membahayakan pekerja pada lokasi kerja
88.9 1 0.323
9
Sedang
Mmerlukan ketelitian tentang bagaimana proyek akan dilaksanakan
88.8 1 0.323
10 Proyek bersifat rumit dan berbelit belit 94.4 1 0.236
11 Digunakan untuk proyek dengan dana
diatasRp 100 M
88.9 1 0.323
12 Digunakan untuk proyek dengan ukuran
menengah dan kecil
94.4 1 0.236
13
Rendah
Mempunyai sejumlah sistem atau elemen yang berbeda yang perlu dikoordinasikan anatar sistem/elemen tersebut
94.4 1 0.236
14
Biasanya mengalami sejumlah revisi pekerjaan dan memerlukan hubungan antara setiap pekerjaan
77.8 0.25 0.428
15
Meliputi pekerjaan konstruksi yang dibatasi kesulitan akses dan membutuhkan pekerjaan untuk dikerjakan berdekatan pada waktu yang bersamaan
77.8 0.25 0.428
Proposed Concept
1
Tinggi Orang yang bekerja memerlukan keahlian
khusus
2 Proyek dapat dikerjakan dengan berbagai
metode
94.4 0 0.236
Tabel 4.11 menunjukkan para stakeholder tetap setuju dengan karakteristik kontrak dan procurement dengan metode design build atau rancang bangun. Hal ini ditunjukkna dengan nilai frekwensi diatas 65%.
Tabel 4.12 Pemahaman Mengenai Keuntungan Metode Design Build (Rancang Bangun) dari Aspek Biaya.
No. Rating Keuntungan DB % IQD SD
Durasi yang lebih pendek
1
Tinggi
Kontrak yang bersamaan antara perencanaan dan konstruksi
100 0 0
2 Tahap perencanaan dan konstruksi
yang bersamaan/overlap 100 0 0
3
Item kuci dari material dan komponene ditentukan lebih awal
sebelum penentuan spesifikasi
88.9 0 0.323
4
Penggunaan pengetahuan dan pengalaman yang optimum dari
penyedia jasa
100 0 0
Proposed Advantage
1 Tinggi
Pengadaan dilakukan sekali
100 0 0
Pada tabel 4.12 para stakeholder setuju dengan kuntungan design build yang ditunjukkan dengan frekwensi diatas 65 %
Tabel 4.13 Pemahaman Mengenai Biaya Lebih Redah dari Metode Design Build (Rancang Bangun)
No. Rating Keuntungan DB % IQD SD
Biaya lebih rendah
1
High
Perencana dan Konstruktur berada dalam satu tim
100 0 0
3 Peneyelesaian pekerjaan yang lebih
awal
94.4 0 0.236
4
Penggunaan pengetahuan (constructability) dan pengalaman yang optimum dari penyedia jasa
100 0 0
Persetujuan yang tinggi kembali didapat sesuai dengan Tabel 4.13 mengenai keuntungan metode design build atau rancang bangun dari aspek biaya.
Tabel 4.14 Pemahaman Mengenai Keuntungan Metode Design Build (Rancang Bangun) dari Aspek Kualitas.
No. Rating Keuntungan DB % IQD SD
Kualitas lebih baik
1
Tinggi
Penggunaan pengetahuan (constructability) dan pengalaman yang optimum dari penyedia jasa
100 0 0
2 Dibolehkannya metode best value
untuk menilai kualitas perencanaan
94.4 0 0.236
3 Dibolehkannya metode best value
untuk menilai kualitas penyedia jasa
88.9 0 0.323
Proposed Advantages
1
Tinggi
Pekerjaan ulang dapat dihindari 88.9 0 0.323
2
Perbedaan interpretasi dari
perencanaan dapat dihindari
88.9 0 0323
3
Kemungkinan proyek gagal dapat
dihindari
88.3 0 0.383
Tabel 4.14 menunjukkan tingkat pesetujuan yang tinggi pada keuntungan metode design build atau rancang bangun dari segi kulaitas. Hal ini ditunjukkan dari nilai modus dan median sebesar nilai frekwensi diatas 65 %
Tabel 4.15 Pemahaman Mengenai Keuntungan Metode Design Build (Rancang Bangun) dari Aspek Diijinkannya inovasi.
Diijinkannya inovasi
1
Tinggi
DB mendorong inovasi dalam manajemen seperti meningkatkan transparasi dan komunikasi yang terbuka diantara anggota tin
100 0 0
2
DB mengijinkan kontraktor menggunakan material apa saja sejauh bisa memenuhi kriteria
88.9 0 0.323
3
DB memungkinkan kontraktor untuk mempunyai kebebasan dan keleluasaan dalam teknik
94.4 0 0.236
4
DB mengijinkan kontraktor menggunakan peralatan apa saja sejauh hasil sesuai dengan kriteria kualitas dan tujuan
100 0 0
5
DB mendorong inovasi dengan memanfatkan kekuatan penyedia jasa dalam merencanakan disain baru dan teknik
100 0 0
Proposed Advantage
1 Tinggi
DB memungkinkan menggunakan
inovasi teknik yang modern
100 0 0
Tabel 4.15 menunjukkan stakeholder mempunyai tingkat persetujuan yang tinggi terhadap metode ini daro aspek diijinkannya inovasi yang dapat dilihat dari nilai frekwensi diatas 65%
Tabel 4.16 Pemahaman Mengenai Keuntungan Metode Design Build (Rancang Bangun) dari Aspek manajemen
No. Rating Keuntungan DB % IQD SD
Manajemen yang lebih baik
1
Tanggung jawab tunggal dapat meminimalkan konflik dan perselisihan
2
jawab tunggal dapat mempercepat koordinasi antara tim perencanaan dan konstruksi
100 0 0
3 Tanggung jaab tunggal dapat
mengurangi hambatan
88.9 0 0.323
4
Tanggung jawab tunggal dapat mendamaikan perbedaan antara perencanaan dna
94.4 0 0.236
5
Tanggung jawab tunggal dapat menghindari kompleksitas dari kontrak yang
88.9 0 0.323
6 Tanggung jawab tunggal dapat
menghindari persaingan antara partai
83.3 0 0.383
Tabel 4.16 menunjukkan tingkat persetujuan yang tinggi dari pihak stakeholder mengenai keuntungan design build atau rancang bangun dari aspek manajemen yang lebih baik. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai frekwensi diatas 65%.
4.3 Kendala dalam Menerapkan Metode Design Build
Kendala dalam menerapkan metode design build atau rancang bangun akan diuraikan dalm sub bab dibawah ini.
4.3.1 Delphi Putaran Pertama
Survei putaran pertama ini ditujukan untuk mencari opini para expert mengenai kendala dalam penerapan metode design build atau rancang bangun. Adapun hasilnya dapat dilihat dalam tabel selanjutnya.
Tabel 4. 17 .Kendala Metode Design Build atau Rancang Bangun dari Aspek Regulasi
No. Kendala Mean Median Mode SD Rating
Regulasi
1 Kurangnya aturan detail mengenai
No.
Kendala Mean Median Mode SD Rating
2 Kurangnya aturan detail mengenai
proses tender 4.65 5 5 0.933
3 Kurangnya aturan detail mengenai
pengaturan kontrak 4.65 5 5 1.089
4 Kurangnnya pendekatan manajemen
risiko 4.4 5 5 1.188
Tabel 4. 18.Kendala Metode Design Build atau Rancang Bangun dari Aspek Kapabilitas Klien
6 Kurangnya usaha untuk
mengimplementasikan DB 4.65 5 5 0.933
Tabel 4. 19.Kendala Metode Design Build atau Rancang Bangun dari Aspek Kapabilitas Stakeholder lain
No. Kendala Mean Median Mode SD Rating
Kapabilitas Stakeholder lain
1 Sedikit jumlah stakeholder yang
berpengalaman dan terampil 4.8 5 5 1.005 Tinggi 2 Kurang expert DB 4.65 5 5 0.933
3 Kurangnya kapabilitas dalam
merencanakan proyek DB 4.65 5 5 0.988
Tabel 4. 20.Kendala Metode Design Build atau Rancang Bangun dari Aspek Adaptasi
No. Kendala Mean Median Mode SD Rating
Adaptasi
1 Klien lebih memilih metode
No. Kendala Mean Median Mode SD Rating
2 Kurangnya dukungan untuk DB 4.7 5 5 0.979 3 Resisten mengadopsi metode baru 4.7 5 5 1.129
4 Klien tidak percaya diri mengelola
proyek DB 4.5 5 5 1.000
5 Klien tidak sadar akan keuntungan DB 4.4 5 5 0.940 6 Kurang perhatian dari klien 4.4 5 5 1.046 7 Klien cemas terhadap metode baru 4.4 5 5 1.046
8 Klien terbatas pengetahuannya untuk
metode tradisional 4.15 4.5 5 1.040 Sedang
Tabel 4.17 samapai dengan Tabel 4.20 menunjukkan bahwa kendala dari penerapan metode design build atau rancang bangun adalah sangat tinggi baik dari aspek regulasi, kapabilitas klien dan partai lain yang terlibat dan aspek adaptasi, dimana hal tersebut ditunjukkna dengan nilai median dan modus sebesar 5.
4.3.2 Delphi Putaran Kedua
Survey Delphi putaran kedua, ditujukan agar para responden mempertimbangkan kembali opini mereka mengenai kendala dalam menerapka metode design build atau rancang bangun. Adapun hasil dari putaran kedua ini adalah sebagai berikut
Tabel 4. 21 .Kendala Metode Design Build atau Rancang Bangun dari Aspek Regulasi
No. Rating Kendala % IQD SD
Regulasi
1
High
Kurangnya aturan detail mengenai karakteristik proyek DB
94.4 0 0.236
2 Kurangnya aturan detail mengenai proses tender
94.4 0 0.236
3 Kurangnya aturan detail mengenai pengaturan kontrak
94.4 0 0.236
Tabel 4. 22 .Kendala Metode Design Build atau Rancang Bangun dari Aspek
Kurangnya pengalaman 88.9 0 0.323
2 Kurangnya keahlian 94.4 0 0.236 3 Kurangnya pengetahuan 88.9 0 0.323
4 Kurangnya usaha untuk mengimplementasikan DB
94.4 0 0.236
5 Kurangnya pemahaman dari staf 83.3 0 0.383 6 Kurangnya jumlah staf yang mampu 94.4 0 0.236
Tabel 4. 23 .Kendala Metode Design Build atau Rancang Bangun dari Aspek Kapabilitas stakeholder lain
No. Rating Kendala % IQD SD
Kapabilitas stakeholder lain
1
High
Sedikit jumlah stakeholder yang berpengalaman dan terampil
77.8 0.25 0.428
2 Kurang expert DB 83.3 0 0.383
3 Kurangnya kapabilitas dalam merencanakan proyek DB
77.8 0.25 0.428
Tabel 4. 24 .Kendala Metode Design Build atau Rancang Bangun dari Aspek Regulasi
No. Rating Kendala % IQD SD
Adaptasi
1
High
8
Medium Klien terbatas pengetahuannya untuk metode tradisional
94.4 0 0.236
Tabel 4.20 samapai 4.24 menunjukkan bahwa para expert mencapai kesepakatan bahwa kendala dalam menerapkan metode design build atau rancang bangun adalah dari aspek regulasi, kapabilitas klien dan partai lain yang terlibat serta adaptasi. Hal ini ditunjukkan dari nilai frekwensi diatas 65%.
4.4 Faktor Sukses Penerapan Metode Design Build
Setelah didapat kendala kendala dalam menerapkan metode design build atau rancang bangun maka perlu dicari faktor faktor sukses dalam menerapkan metode ini.
Kendala dalam menerapkan metode design build atau rancang bangun adalah:
1. Regulasi
2. Kapabilitas klien
3. Kapabilitas stakeholder atau partai lain yang terlibat 4. Adaptasi
Faktor sukses dalam menerapkan metode rancang bangun ini tentunya nanti diharapkan bisa mengatasi kendala dalam penerapan metode ini.
Adapun faktor sukses dalam penerapan metode ini dapat dikatagorikan sebagai berikut:
1. Regulasi, dimana perlunya aturan yang detail dan penyesuaian aturan yang ada dalam menerapkan metode ini seperti aturan mengenai karakteristik proyek, metode kontrak dan procurementnya, bagaimana risikonya.
2. Kapabilitas Klien dan Partai lain perlu ditingkatkan, seperti adanya training, workshop, seminar mengenai metode ini dan perlunya pilot project.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hal hal yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah:
1. Bahwa sebenarnya sudah ada tingkat persetujuan yang tinggi dari para stakeholder mengenai metode design dan build atau rancang bangun ini. 2. Kendala dalam menerapkan metode ini adalah berasal dari aspek regulasi,
kapabilitas klien dan stakeholder lain dan adaptasi
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah:
DAFTAR PUSTAKA
Abi-Karam, T. (2002). Risk Management in Design Build. Proceedings of the First International Conference on Construction in the 21st Century: Chalenges and Opportunities in Management and Technology, Miami, Florida.
Akintoye, A., & Fitzgerald, E. (1995). Design and Build: A survey of Architects'views. Journal Engineering, Construction and Architectural Management.
Anumba, C. J., & Evbuomwan, N. F. O. (1997). Concurrent engineering in design-build projects. Construction Management and Economics, 15(3), 271 - 281.
Arditi, D., & Lee, D.-E. (2003). Assessing the corporate service quality performance of design-build contractors using quality function deployment. Construction Management and Economics, 21(2), 175 - 185. Chan, A. P. C., Scott, D., & Lam, E. W. M. (2002). Framework of Success
Criteria for Design/Build Projects. Journal of Management in Engineering, 18(3), 120-128.
del Puerto, C. L., Gransberg, D. D., & Shane, J. S. (2008). Comparative Analysis of Owner Goals for Design/Build Projects. Journal of Management in Engineering, 24(1), 32-39.
Design Build Institute of America. (2009). What is Design-Build. FHWA, U. (2006). Design and Effectiveness Study.
Friedlander, M. (1998). FEATURE: Design/Build Solutions. Journal of Management in Engineering, 14(6), 59-64.
Georgia State Financing and Investment Commission. (2003). Project Delivery Options.
Gransberg, D. D., Koch, J. E., & Molenaar, K. R. (2006). Preparing for Design-Build Projects A Primer for Owners, Engineers, and Contractors. Virginia: American Society of Civil Engineers.
Masterman, J. W. E. (2002). An Introduction to Building Procurement Systems. New York: Spoon Press.
Ministry of Public Works. (2011). Kaleidoskop Kementrian Pekerjaan Umum from http://www.pu.go.id/kaleidoskop
Palaneeswaran, E., & Kumaraswamy, M. M. (2001). Reinforcing Design Build Contractor Selection: A Hong Kong Perspective, Transaction, The Hong Kong Institution of Engineer.
Park, M., Ji, S.-H., Lee, H.-S., & Kim, W. (2009). Strategies for Design-Build in Korea Using System Dynamics Modeling. Journal of Construction Engineering and Management, 135(11), 1125-1137.
Rowlinson, S. (1997). Procurement System: The View from Hong Kong Paper presented at the CIB W 92 Procurement - a Key to Innovative. , University de Montreal.
Songer, A. D., & Molenaar, K. R. (1997). Project Characteristics for Successful Public-Sector Design-Build. Journal of Construction Engineering and Management, 123(1), 34-40.