BAB II
KERANGKA TEORI
Setiap proses penelitian, selalu diperlukan kerangka teori yang digunakan untuk mendukung pernyataan dan juga sebagai bahan dasar dilakukannya suatu penelitian. Teori itu sendiri bermakna serangkaian asumsi, konsep, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena social secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep (Singarimbun & Effendi, 1984). Maka dari itu, dalam prosesnya, penelitian dan teori tidak dapat dipisahkan. Kerangka teoritis ini merupakan salah satu hal yang penting dalam suatu penelitian agar pembahasan, analisis dan evaluasi yang diadakan atas data praktis bersifat ilmiah. Aspek-aspek teoritis yang mendukung dalam penelitian ini digunakan untuk melandasi persoalan penelitian yang telah dirumuskan.
1. Dikotomi Feminin dan Maskulin
Feminin dan maskulin merupakan hasil dari kontruksi sosial masyarakat yang dilekatkan pada jenis kelamin tertentu, sehingga dikotomi feminin dan maskulin menjadi suatu norma atau aturan tertentu dalam proses hidup keberdampingan antara laki-laki dan perempuan (Chandra, 1983). Konstruksi sosial mengenai dikotomi feminin dan maskulin merupakan hasil dari legitimisasi kekuasaan laki-laki. Salah satu akses kekuasaan laki-laki adalah budaya patriarki yang memandang laki-laki adalah sosok yang superior. Hal tersebut dapat dilihat
dari paparan stereotip feminin dan maskulin berikut yang menempatkan perempuan pada figur yang lemah dan kurang dapat diandalkan karena sangat lekat dengan afeksi sehingga mendapat justifikasi sebagai mahkluk yang tidak mampu menggunakan rasionalitas
lekat dengan kaum pria yang cenderung lebih kasar dan keras, seperti jantan, macho, berwibawa, tegas, berjiwa memimpin dan lain-lain yang seiring. Save Dagun turut mengutarakan perbedaan sifat perempuan dan laki-laki yang mengacu pada stereotip gender tradisional (Dagun,1992):
Feminin Maskulin
Tidak Agresif Sangat Agresif
Tidak Bebas Sangat Bebas
Sangat Emosional Tidak Emosional
Tidak memendamkan emosi Hampir memendamkan emosi
Sangat subjektif Sangat objektif
Sangat mudah terpengaruh Tidak mudah terpengaruh
Tidak dominan Dominan
Sangat terangsang kemelut yang kecil Tidak terpengaruh kemelut yang keci
Pasif Aktif
Tidak memakai logika Menggunakan Logika
Orientasi Rumah Orientasi Dunia
Mudah Tersinggung Tidak mudah tersinggung
Mudah menangis Sulit menangis
Tidak percaya diri Sangat percaya diri Umumnya bukan seorang pemimpin Tampil sebagai pemimpin
Tidak menyukai situasi agresif Menyukai situasi agresif
Tidak ambisi Sangat ambisi
Lemah lembut Kasar
Tenang Riuh Rendah
Mudah meluapkan perasaan Tidak mudah meluapkan perasaan
Dalam setiap diri manusia pasti memiliki dua unsur feminin dan maskulin, hanya saja pada masyarakat Indonesia yang menganut budaya patriarkal, dikotomi tersebut sangat tegas. Sehingga, perempuan harus menggunakan standar feminin tradisional yang baku, begitu pula laki-laki yang dilekatkan pada standar maskulin yang baku. Jung, seorang neo-freudian memiliki pemikiran yang sama mengenai stereotip gender tradisional yang dilekatkan terhadap perempuan dan laki-laki, beliau menulis “menyembunyikan sfat-sifat feminin merupakan suatu keutamaan
[image:2.595.101.510.201.596.2]menganggap tidak pantas untuk kelihatan seperti laki-laki” (Handayani, 2004). Lebih lanjut dalam Bem Sex-Role Inventory (BSRI) dijelaskan mengenai dimensi feminitas. Dimensi feminitas biasanya mencakup ciri-ciri sifat berikut ini: penuh kasih sayang; menaruh simpati/perhatian kepada orang lain; tidak memikirkan diri sendiri; penuh pengertian; mudah iba/kasihan; pendengar yang baik; hangat dalam pergaulan; berhati lembut; senang terhadap anak-anak; lemahlembut; mengalah; malu; merasa senang jika dirayu; konsumtif; berbicara dengan suara keras; mudah terpengaruh; polos/naif/sopan; suka merawat diri; bersifat kewanitaan. Sedangkan dimensi maskulinitas mencakup ciri-ciri sifat: mempertahankan
pendapat/keyakinan sendiri; berjiwa bebas/tidak terganggu dengan pendapat orang; berkepribadian kuat; penuh kekuatan (fisik); mampu memimpin/ punya jiwa kepemimpinan; berani mengambil resiko; suka mendominasi atau menguasai; punya pendirian/berani bersikap; agresif; percaya diri; bersikap
analitis/ melihat hubungan sebab-akibat; mudah membuat keputusan; mandiri; egois; bersifat kelelaki-lelakian; berani bersaing/kompetisi; bersikap/bertindak sebagai pemimpin (Handayani, 2004).
Tabel 2.2 Dikotomi Feminin dan Maskulin Berdasarkan Tema
Tema Feminin
Maskulin Keterangan Penampilan o Suka merawat
diri/ bersolek • Tidak suka merawat diri/ cuek
Feminin ditampilkan sebagai sosok yang memperhatikan kecantikan dan kemolekan tubuh. Sedangkan, maskulin ditampilkan sebagai sosok yang cuek terhadap penampilan diri.
Afeksi (Emosi)
o Sangat emosional o Tidak
memendam emosi o Sangat
terangsang kemelut kecil o Mudah
tersinggung o Mudah menangis o Menaruh simpati
pada orang lain o Penuh kasih
sayang o Mudah
iba/kasihan
o Merasa senang jika dirayu
• Tidak emosional • Hampir
memendam emosi • Tidak terpengaruh
kemelut kecil
• Tidak mudah
tersinggung • Sulit menangis
Feminin dilekatkan dengan afeksi yang tinggi dan lebih
bebas dalam mengekspresikan apa yang
dirasakan.
Maskulin digambarkan sebagai mahkluk yang miskin afeksi, cenderung menutup diri dari berbagai bentuk afeksi.
Kognisi (Pikiran)
o Tidak memakai logika
o Mudah terpengaruh o Penuh pengertian o Subjektif
• Memakai logika • Tidak mudah
terpengaruh • Objektif
• Mudah membuat keputusan
Feminin cenderung lemah dalam kemampuan berfikir / irasional.
Maskulin ditonjolkan sebagai sosok yang analitis dan rasional.
Konasi (Tindakan)
o Konsumtif o Lemah lembut o Tidak agresif o Pasif o Mengalah o Berbicara dengan
suara keras o Simpati
• Produktif • Kasar • Agresif • Aktif • Suka mendominasi/ menguasai
• Berani bersaing/ berkompetisi • Bertindak sebagai
pemimpin Pekerjaan o Orientasi rumah
• Orientasi dunia
Klasifikasi tersebut menunjukkan bahwa stereotip gender tradisional menjalar ke dalam tiga komponen sikap, yaitu baik dari afeksi, kognisi maupun konasi. Ciri feminin yang akan diujikan ke dalam konten Cosmopolitan Men adalah sebagai berikut:
a. Suka bersolek
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), solek didefinisikan sebagai:
so· lek /solék/ 1 a serba elok (tt pakaian, hiasan, dsb); 2 a suka berhias diri
(berdandan); 3 n cara berhias diri (berpakaian);
ber·so· lek v berdandan; berhias diri; mempercantik diri: walaupun sudah dewasa,
ia masih belum pandai -;
so· lek-me· nyo· lek n hal (perihal) bersolek: spt juga wanita-wanita lainnya, ia
juga senang dng -;
mem·per· so· lek v menjadikan elok; memperindah;
pe· so·lek n (orang) yg suka bersolek: ia dikenal sbg gadis – (kamus besar bahasa
Indonesia)
Keterangan: terlihat dalam contoh kalimat yang mendefiniskan kata solek
tersebut, perempuan dikonotasikan sebagai seseorang yang akrab dengan tindakan solek.
b. Konsumtif
Gaya hidup konsumtif adalah pola hidup seseorang dalam kehidupan sehari-hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat, pendapat (opini) sehingga gaya hidup akan mencerminkan keseluruhan individu yang dalam hal ini diwujudkan dalam bentuk kecenderungan manusia melakukan konsumsi tiada batas dan lebih mementingkan keinginan daripada kebutuhannya (Kotler dalam Angela,2009). Gaya hidup konsumtif berkaitan dengan konsumsi barang/jasa, makanan-minuman, pakaian dan perlengkapan (kosmetika, sepatu,hp dsb), transportasi, hobi yg dilakukan secara berlebihan, pemborosan waktu dan energi (dalam Soesanto, 2011)
- Aspek Motif
Meliputi dorongan-dorongan yg bersifat irasional maupun emosional, ikut-ikutan dan uji coba.
- Aspek Mode
Mencangkup macam-macam barang yg sedang popular dan digemari oleh orang banyak. Orang cenderung dianggap prestisius bila mengkonsumsi jenis produk tertentu atau produk dengan merk tertentu yg dianggap fashionable
- Inferiority complex
Berkaitan dengan masalah harga diri yg rendah, kurang percaya diri, gengsi dan
konsumen membeli untuk mendapatkan simbol status pribadi. c. Sangat Emosional
Terbuka dalam mengungkapkan emosi, khususnya sedih, susah, tergantung, tak berdaya, rasa gembira, rasa cinta (Albin,1990). Menurut KBBI, emosi adalah
keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis (seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan). Emosional adalah menyentuh perasaan; mengharukan; dengan emosi; beremosi. Emosi memiliki berbagai macam bentuk, diantaranya adalah rasa sedih, rasa dukacita, depresi, rasa takut, rasa cemas, rasa marah, cinta, rasa benci, rasa gembira, rasa bersalah, rasa malu, rasa iri (Albin, 1990). Ungkapan emosi tersebut digolongkan ke dalam emosi biasa atau yang lazim dialami oleh seseorang. Kompleksitas seorang manusia menimbulkan variasi emosi yang signifikan, oleh karena itu, emosi dapat diklasifikasikan menjadi emosi positif dan emosi negatif (Santrock, 1999: 353). Emosi positif adalah perasaan yang disenangi oleh manusia, karena mencakup rasa bahagia/ gembira/ senang/ sukacita, jatuh cinta, antusias, ketertarikan, inspirasi, harapan, bangga, pujian, kagum, puas, percaya, percaya diri. Emosi negatif mecakup rasa marah, cemburu, dukacita, depresi, sedih, bersalah, malu, iri, tidak gembira, tidak aman, terancam, tidak puas, kecewa, putus asa, cemas, dikhianati, bingung/ tidak yakin/ bimbang, ragu-ragu, dipermalukan, tidak percaya, tidak percaya diri .
Perempuan dan laki-laki pasti mengalami pengalaman emosional dalam
tertentu dalam bahasa atau verbal, sebaliknya laki-laki lebih mengungkapkan dengan gesture dan respon fisik (Dagun,1992).
d. Kasih Sayang
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,definisi dari kasih sayang merupakan ungkapan perasaan cinta dan suka yang tulus tanpa imbalan.
e. Orientasi Rumah/ Domestik
Jika merujuk pada KBBI, arti dari domestik itu sendiri adalah mengenai (bersifat) rumah tangga dan rumah tangga berarti yang berkenaan dengan urusan kehidupan dalam rumah (seperti hal belanja rumah); berkenaan dengan keluarga.
Aktivitas yang dilakukan dalam sektor rumah tangga diantaranya adalah memelihara, mengasuh, mengelola keuangan, memasak, orientasi terhadap keluarga, melayani.
2. Majalah
2.1 Majalah sebagai komunikasi massa
“Mass Communication is message comunicated through a mass medium to
a large number of people”
Komunikasi massa adalah penyebaran pesan dengan menggunakan media yang ditujukan kepada masyarakat yang abstrak, yaitu sejumlah orang yang tidak nampak oleh penyampai pesan (Effendy, 2002). Dalam arti lain dapat disimpulkan bahwa komunikasi massa merupakan proses transmisi pesan yang sifatnya masif
dan cenderung bersifat satu arah dari media massa -seperti koran, majalah, televisi, radio dan media baru- kepada khalayak luas.
Fokus dari komunikasi massa adalah media massa, kehadiran media massa yang semakin mengepung kehidupan sehari-hari masyarakat dirasa amat sangat penting untuk ditilik lebih dalam. McQuail (2005) mengemukakan beberapa fungsi dari media masa yakni :
1. Media seringkali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan
2. Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk
memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif; media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan
3. Media juga merupakan saluran yang dimanfaatkan untuk mengendalikan arah
dan memberikan dorongan terhadap perubahan sosial.
Majalah adalah salah satu media yang memfasilitasi terwujudnya komunikasi massa. Majalah disajikan dalam kemasan yang menarik dan mengedepankan estetika dalam penggarapan cover hingga konten di dalamnya.
Berbeda dengan surat kabar yang menyajikan informasi peristiwa terkini secara universal dan bersifat umum, majalah lebih membidik target audience-nya lebih sempit dan khusus. Industri majalah semakin bertumbuh pesat dimulai dari Zaman Reformasi yang menampakkan titik terang bagi praktik demokrasi dalam
pers karena pada masa transisi tersebut berbagai pihak mulai menerbitkan majalah sesuai dengan selera pasar. Tingginya minat masyarakat dalam mengkonsumsi majalah, tidak lepas dari keunikan dan kelebihan yang coba ditawarkan dalam kemasan majalah. Beberapa karakteristik majalah yang turut menjadi keunggulan, diantaranya adalah (Karlina, 2000) :
1. Penyajian lebih dalam
Frekuensi majalah pada umumnya disajikan dalam rentang mingguan hingga bulanan. Berita dalam majalah disajikan lebih lengkap, karena proses terjadinya peristiwa disajikan secara kronologis.
2. Nilai aktualitas lebih lama
Nilai aktualitas majalah mencapai tempo satu minggu karena majalah mingguan baru selesai dibaca dalam tempo tiga atau empat hari.
3. Menampilkan gambar dan foto lebih banyak
Jumlah halaman banyak, menampilkan gambar/foto yang lengkap, dengan ukuran besar kadang kadang berwarna, kualitas kertas yang digunakan lebih baik.
Disamping foto, cover juga merupakan daya tarik tersendiri yang menunjukan ciri suatu majalah, sehingga secara sepintas pembaca dapat mengidentifikasi majalah tersebut. Cover ibarat pakaian dan aksesorisnya pada manusia. Cover biasanya menggunakan kertas bagus dengan warna yang menarik.
Menurut Dominick, majalah diklasifikasikan menjadi lima kategori utama, yaitu :
1. General consumen magazine (majalah konsumen umum)
2. Bussiness publication (majalah bisnis)
3. Literacy reviews and academic journal (kritik sastra dan majalah ilmiah)
4. Newsletter (majalah khusus terbitan berkala)
5. Public Relation Magazine ( majalah humas)
Sedangkan kategori majalah secara umum dapat dibagi pada beberapa kelompok,diantaranya adalah majalah berita, keluarga, wanita, pria, remaja wanita, remaja pria, anak-anak, ilmiah populer, umum, hukum, pertanian, humor,
olahraga, daerah; dengan mengacu pada sasaran khalayak yang spesifik.
Tata letak majalah tidak dapat diabaikan karena turut memegang posisi sentral dalam keberhasilan sebuah majalah. Berikut akan dipaparkan mengenai elemen-elemen yang terkandung dalam media cetak, khususnya surat kabar dan majalah, diantaranya adalah1
1. Header
:
Area diantara sisi atas kertas dan margin atas 2. Judul/ Head/ Heading/ Headline
Beberapa kata singkat yang berfungsi untuk mengawali sebuah artikel.
3. Deck/ Blurb/ Standfirst
Gambaran singkat tentang topik yang dibicarakan pada isi tulisan (bodytext), sehingga berfungsi sebagai pengantar dari sebuah isi tulisan. Ciri-ciri deck ditunjukkan dengan ukuran huruf yang lebih kecil dari judul tetapi tidak lebih besar dari ukuran hudruf pada isi tulisan, biasanya terletak diantara judul dan isi tulisan.
4. Initial Caps
1
Huruf awal yang berukuran besar dari kata pertama pada paragraf. Penggunaan
initial caps lebih condong pada pemenuhan sisi estetika dari penyajian suatu
artikel, oleh karena itu hanya terdapat satu initial caps dalam setiap artikel. 5. Kotak/ Box/ Bingkai/ Frame
Kotak biasanya memuat informasi tambahan dari artikel utama. Jika letaknya di pinggir halaman disebut dengan sidebar.
6. Artwork
Semua jenis karya seni, seperti ilustrasi, sketsa, kartun, kecuali karya fotografi. Fungsi artwork adalah untuk menunjang tampilan dari sebuah artikel,
sehingga penggunaanya disesuaikan dengan kebutuhan dari artikel tersebut.
7. Footer
Area diantara sisi bawah kertas dan margin bawah.
8. Kicker/ Eyebrow
Sebuah tulisan yang menujukkan bab, topik atau rubrik yang sedang dibaca.
9. Callouts
Keterangan yang menyertai elemen visual, biasanya ditulis dalam satu bidang atau memiliki garis-garis yang menghubungkannya dengan bagian-bagian dari elemen visualnya.
10. Byline/ Credit Line/ Writer’s Credit
Nama seseorang yang menjadi penulis atau pengarang yang menulis pada bagian isi dari artikel
11. Caption
Keterangan yang menyertai elemen visual dan biasanya memiliki ukuran huruf lebih kecil dan jenis huruf yang dipilih berbeda dengan huruf dalam artikel utama.
12. Foto
Foto dapat memperkuat pesan yang disampaikan dari sebuah artikel, karena setiap foto yang baik mampu mencapai tataran afeksi dari pembacanya.
13. Sidebar
14. Point Bullets
Suatu daftar atau list yang mempunyai beberapa baris berurutan ke bawah, biasanya di depan tiap barisnya diberi penanda berupa angka atau simbol.
15. Informational/ Graphic
Fakta-fakta dan data-data statistik dari hasil survei dan penelitian yang disajikan dalam bentuk grafik, diagram, tabel dan peta.
16. Signature/ Mandatories
17. Nomor Halaman/ Page Number
Nomor halaman yang terletak pada bagian bawah halaman guna
mempermudah pembaca dalam menandai artikel yang ingin dibaca.
18. Indent
Baris pertama paragraf yang menjorok masuk ke dalam, sedangkan hanging
indent adalah kebalikannya, yaitu baris pertama tetap pada posisi dan
baris-baris di bawahnya menjorok masuk ke dalam. 19. Subjudul/ Subhead/ Crosshead
Sebuah judul kecil yang berada dalam isi atau bodytext, huruf yang dipakai biasanya dibuat berwarna dan mencolok mata.
20. Pull quotes/ Liftouts
Elemen layout yang menerangkan bodytext atau garis besar dari isi. 21. Isi/ Bodytext/ Bodycopy
Elemen layout yang paling banyak memberikan informasi terhadap topik bahasan. Keberhasilan bodytext didukung oleh elemen-elemen yang telah diutarakan di atas, sehingga pembaca tertarik untuk membaca secara keseluruhan informasi yang disampaikan dalam sebuah artikel.
2.2. Majalah sebagai agen kontruksi sosial dan teks budaya populer
Media massa merupakan sektor yang vital bagi masyarakat, sifatnya yang massif membuat perhatian masyarakat tertuju pada segala elemen yang terkandung di dalamnya baik isi pemberitaan hingga penayangan iklan dalam
sendiri merupakan teori yang dikemukakan oleh Peter L. Burger dan Thomas Luckman (dalam Eriyanto, 2002) yang mengatakan bahwa manusia merupakan instrumen dalam menciptakan realitas yang objektif melalui proses eksternalisasi (usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik). Menurut teori konstruksi sosial tersebut, pemahaman seseorang akan sesuatu dipengaruhi oleh pengalaman dan lingkungan sekitarnya.
Penegasan majalah sebagai agen konstruksi sosial juga terlihat dalam salah satu fungsi media massa bagi individu dilihat dari sudut pandang identitas pribadi yaitu untuk menemukan penunjang nilai-nilai pribadi, menemukan model
perilaku, mengidentifikasikan diri dengan nilai-nilai lain (dalam media), serta meningkatkan pemahaman tentang diri sendiri (McQuail,1996). Majalah semenjak awal kelahirannya telah bertindak sebagai buku panduan dalam menjalani kehidupan, sehingga tanpa disadari, khalayak menjadi tergantung
dengan segala daya tarik yang ditawarkan sebuah majalah. Janice Winship pun berpendapat mengenai sikap ketergantungan perempuan dan majalah , beliau berujar, ”menghilangkan majalah perempuan berarti menghilangkan kehidupan jutaan perempuan yang membaca dan menikmatinya tiap minggu”.
Teks Media atau seluruh elemen yang dimunculkan oleh media membentuk sebuah budaya populer yang oleh para pemikir kajian budaya, seperti Kellner (dalam Strinati, 2004) mendefinisikannya sebagai wilayah peperangan ideologis dan praktek penguasaan atas kelas sosial, ras, suku, kebangsaan, subalternitas maupun orientasi seksual . Sedangkan dalam perspektif antropologis, kebudayaan populer adalah kebudayaan yang memiliki elemen-elemen budaya tanpa harus mengikuti norma-norma tradisi atau adat istiadat masyarakat tertentu. Kemudian, pelaku budaya dapat mengaktualisasikan elemen budaya dengan lebih bebas tanpa mengindahkan atau takut pada pakem yang telah ada (Meliono & Budianto, 2004). Pemicu utama tumbuhnya budaya populer adalah media massa. Masyarakat sudah menjadi pecandu media, tingkat ketergantungan akan informasi/ pemberitaan dalam media yang tinggi memposisikan media sebagai
membentuk sebuah budaya baru dari realitas yang ditawarkan oleh media. Teks budaya populer yang dihasilkan melalui media massa sangat beragama, diantaranya adalah mode berpakaian, lagu, film, program radio, program televisi, majalah, dsb.
3. Invasi Budaya dan Hibridisasi
Invasi budaya terdiri dari dua susunan kata, yaitu invasi dan budaya. Invasi jika didefinisikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti hal atau perbuatan memasuki wilayah negara lain dengan mengerahkan angkatan
bersenjata dengan maksud menyerang atau menguasai negara tersebut; penyerbuan ke dalam wilayah negara lain atau hal berbondong-bondong memasuki suatu daerah, tempat, atau negeri. Definisi kata invasi yang dikemukakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia lebih diasosiasikan pada
tindakan militer. Budaya berarti keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 2009). Konsep mengenai invasi budaya disinggung oleh seorang filsuf pendidikan bernama Paulo Freire dalam bukunya yang berjudul Pedagogy of The Oppressed:
“cultural invasion is thus always an act of violence against the person of
the invaded culture, who lose their originality or face the threat of losing
it” (invasi budaya selalu berkenaan dengan kekerasan terhadap budaya dari
kelompok terinvasi yang kehilangan otentisitasnya)
Berbagai definisi dari invasi, budaya maupun invasi budaya yang dirumuskan oleh Freire, pada akhirnya perlu dipertegas mengenai invasi budaya yang dimaksudkan dalam konteks penelitian ini. Invasi budaya dalam penelitian ini dipandang sebagai penyerangan terhadap suatu wilayah dan berdampak pada hilangnya otentisitas dari budaya yang terinvasi, dalam hal ini ciri feminin yang
Kemunculan rubrik-rubrik yang lekat dengan unsur feminin tersebut membuat Cosmopolitan Men menjadi majalah yang mengandung dua unsur feminin dan maskulin sekaligus yang sebelumnya terpisah dalam dikotomi. Hal tersebut menggambarkan bahwa penyerangan ciri feminin terhadap arena maskulin,yaitu dalam kasus ini adalah majalah Cosmopolitan Men, terjadi melalui persilangan antara ciri feminin dan ciri maskulin. Jika Freire mendefinisikan invasi budaya sebagai sebuah hilangnya otentisitas dari budaya yang terinvasi, invasi dalam penelitian ini meskipun tidak sepenuhnya menghilangkan ciri dari budaya terinvasi tetapi tetap dimaknai tidak autentik. Dikatakan tidak lagi autentik
atau aseli karena adanya persilangan antara dua unsur atau entitas yg bersebarangan dan bermuara pada munculnya sebuah entitas baru dalam majalah
Cosmopolitan Men. Persilangan tersebut dapat dijelaskan dengan teori mengenai
hibridisasi yang merupakan salah satu paradigma globalisasi.
Dimensi Diferensialisme Konvergensi Hibridiasi
Kosmologi Kemurnian Emanasi Perpaduan
Analitis Budaya kedaerahan Pusat kebudayaan dan penyebaran budaya Budaya translokal Garis Keturunan Perbedaan dalam bahasa, agama daerah dan kasta
Kekaisaran dan universalisme religius. “Sentrisme” kuno Pencampuran budaya, dari teknologi, agama dan bahasa Jaman Modern Diferensialisme romantis, pemikiran yang berpacu, patriotisme berlebihan. Relativisme budaya Universalisme rasional. Evolusionisme. Modernisasi. Coca-colonisasi Mettisage, hibridisasi, creolisasi, sinkretisme.
Sekarang “Benturan Peradaban” Pembersihan etnis. Pengembangan etnis. Mcdonalisasi. Disneyfikasi. Barbiefikasi. Homogenisasi Pandangan posmodern dari budaya, aliran kebudayaan
Masa Depan Sebuah mozaik ketahanan perbedaan budaya dan peradaban Homogenitas budaya global Buka-tutup pencapuran berkelanjutan
Hibridisasi mengambil istilah dalam bidang biologi, yaitu hibrida, dalam KBBI mempunyai arti turunan yang dihasilkan dari perkawinan antara dua jenis
yang berlainan. Hibrida diterapkan dalam tumbuhan dan hewan, sedangkan hibridisasi lebih berkenaan dengan sosial-budaya. Hibridisasi merupakan proses pencampuran budaya sebagai akibat dari globalisasi yang membawa budaya global ke dalam teritori budaya setempat. Tidak dapat dipungkiri dengan
[image:15.595.101.502.125.592.2]masuknya budaya global dalam suatu wilayah dipandang sebagai manifestasi dari aliansi sosial-politik antar wilayah yang dipertemukan dalam titik perjuangan
budaya dan ideologi. Nestor Garcia melihat gagasan hibriditas sebagai alat analisis yang sangat penting dalam melakukan investigasi terhadap ketegangan kompleksitas budaya antara modernitas dan tradisi lokal tempat hibridisasi kultur berlangsung (dalam Littlejohn, 2009). Pencampuran budaya dalam konsep hibridisasi ini dipandang sebagai proses budaya yang berkonotasi positif, yaitu proses pencampuran merupakan hasil negosiasi dari pengaruh budaya asing dan budaya setempat (Littlejohn,2009). Hibridisasi terjadi melalui dua cara, yaitu hibridisasi alami melalui pernikahan campuran antar pendatang dan penduduk asli, imigrasi, sedangkan hibridisasi non-alami dilakukan melalui media massa
lintas negara dengan konten yang disesuaikan dengan budaya setempat. Majalah transnasional adalah salah satu kendaraan dari proses hibridisasi non-alami. Konten dari majalah transnasional membawa sebuah budaya global yang asing dengan budaya setempat. Cosmopolitan Men adalah salah satu contoh majalah
transnasional yang terbit di Indonesia. Hadirnya Cosmopolitan Men terkesan melahirkan sebuah proses hibridisasi atau persilangan ciri feminin di dalam arena maskulin yang melampaui stereotip gender tradisional.
4. Kerangka Pikir
Gambar 2.1 Alur Pemikiran
Dikotomi
Analisis Isi
Teks: - Judul - Subjudul - Deck - Isi/Bodytext - Kotak/Box
Rubrik:
1. Grooming Opening
2. Grooming Q&A
3. Fashion Opening
4. Fashion Outfit Advice
5. From The Editor
6. Ask Cosmo Men
Anything
7. Miss V
8. Connecting
9. Cosmo Men Cooking
Majalah Cosmopolitan Men Maskulin Feminin Visual: - Artwork
- Foto Produk - Foto Model
Laki-laki - Foto Model
Penjelasan:
Stereotip gender tradisional berbicara mengenai dikotomi feminin dan maskulin yang begitu tegas dan kaku, sehingga ruang feminin dan maskulin terpisah menjadi dua kubu yang terhalang oleh sekat. Pandangan tradisional ini melekatkan perempuan dengan ciri feminin dan laki-laki dengan ciri maskulin. Feminin ditunjukkan dengan ciri-ciri diantaranya adalah suka bersolek, konsumtif, emosional, kasih sayang, orientasi rumah, sedangkan maskulin ditunjukkan dengan ciri-ciri yang berseberangan dengan ciri feminin yang dikemukakan sebelumnya, diantaranya adalah cuek atau acuh tak acuh, produktif, rasional, kasar, orientasi publik. Ciri dan definisi feminin selalu dirumuskan bertentangan dengan ciri dan definisi maskulin, seperti maskulin dengan rasional dan feminin dengan non-rasional atau emosional.
Dikotomi feminin yang mengikat perempuan dan maskulin yang mengikat laki-laki secara ekslusif dalam pandangan tradisional, tidak ditemukan dalam konten majalah Cosmopolitan Men. Cosmopolitan Men merupakan majalah gaya
hidup pria yang dapat disebut sebagai sebuah arena maskulin. Majalah
Cosmopolitan Men menyajikan konten yang memiliki kandungan ciri-ciri feminin
di dalamnya. Peneliti menangkap indikasi gejala invasi budaya feminin dalam arena maskulin di majalah Cosmopolitan Men. Hal tersebut dilihat dari masuknya
Peneliti memfokuskan rubrik dalam Cosmopolitan Men sebagai sampel untuk studi analisis isi. Rubrik yang disinyalir terkandung ciri feminin berjumlah 9 buah, yaitu Grooming Opening, Grooming Q&A, Fashion Opening, Fashion
Outfit Advice, From The Editor, Ask Cosmo Men Anything, Connecting, Miss V,
Cosmo Men Cooking. Elemen dalam rubrik yang diamati terbagi ke dalam dua