• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Mengenai Perjanjian Jual Beli yang Dibuat Melalui Media Elektronik Berdasarkan kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Yuridis Mengenai Perjanjian Jual Beli yang Dibuat Melalui Media Elektronik Berdasarkan kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik."

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kegiatan keseharian manusia tidak dapat dilepaskan dari

kegiatan ekonomi yang merupakan tumpuan manusia guna

memperoleh barang dan jasa yang dibutuhkan untuk

melangsungkan kehidupan.1Salah satu cara memperoleh barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi diperoleh melalui

mekanisme perdagangan. Melalui perdagangan, manusia yang

membutuhkan barang dan jasa dapat memperoleh barang dan

jasa yang dibutuhkan. Di sisi lain, manusia yang hendak

menjual barang dan jasa dapat memperoleh harga yang

diinginkan melalui perdagangan.

Pada tahap peradaban umat manusia yang masih

sederhana, perdagangan dilakukan melalui mekanisme barter.

Pada barter, Pihak yang membutuhkan barang dan jasa

langsung bertemu dan bertatap muka kemudian melakukan

kesepakatan mengenai apa yang akan dipertukarkan tanpa ada

suatu perjanjian tertulis. Akan tetapi, sistem barter pada masa

1

(2)

kini telah ditinggalkan dengan alasan inektitifikas dan inefisiensi

sehingga tidak sesuai dengan tuntutan sistem perdagangan di

era ekonomi modern.

Dalam rangka penyelenggaraan kehidupan yang adil dan

memakmurkan warga Negara Indonesia sebagaimana yang

diatur dalam Undang-Undangdasar 1945 yang tercantum dalam

Pasal 27 ayat (2), Pasal 28 D ayat 2, Pasal 28 F serta Pasal 33

ayat (4) yang masing-masing berbunyi sebagai berikut:

Pasal 27 ayat(2) :

“Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan.”

Pasal 28 D ayat(2) :

“Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”

Pasal 28 F :

“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”

Pasal 33 ayat (4) :

(3)

Setiap Warga Negara berhak atas penghidupan yang layak

dan untuk mewujudkan hal tersebut setiap Warga Negara

berhak untuk melakukan berbagai macam kegiatan usaha

selama tidak bertentangan dengan hukum positif yang berlaku

di Indonesia, hal tersebut merupakan jaminan yang diberikan

konstitusi Indonesia kepada segenap Warga Negaranya,

dimana dalam Undang-Undang Dasar 1945 hal tersebut

dicantumkan dalam pasal 27 ayat (2).

Dewasa ini seiring dengan perkembangan teknologi dan

informasi masyarakat diberi jaminan untuk mengembangkan

potensinya dan juga mengemukakan pendapat melalui media

yang ada dalam hal ini kebebasan yang dimaksud adalah

kebebasan yang bertanggungjawab. Maka dengan ini dapat

disimpulkan bahwa setiap warga Negara Indonesia baik individu

maupun kelompok pada dasarnya sama kedudukannya di mata

Undang-Undang.

Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan

informasi, eksistensi dan perkembangan teknologi informasi

telah mengubah sistem perdagangan dunia yang ditandai

dengan terjadinya pergeseran dalam sistem

perdagangan.Teknologi informasi secara signifikan telah

mengubah transaksi jual beli secara konvensional menjadi

(4)

memungkinkan dunia usaha melakukan suatu transaksi dengan

menggunakan media elektronik yang lebih menawarkan

kemudahan, kecepatan, dan efisiensiensi.

Terdapat dua hal pengaruh penggunaan teknologi informasi

terhadap perdagangan. Pertama, terjadinya peningkatan jumlah

barang dan jasa yang diperdagangkan. Kedua, kecepatan waktu

dalam transaksi jual beli barang dan jasa. Kedua hal ini terjadi

karena pada sistem klasik atau barter para pihak harus bertemu

sehingga waktu yang diperlukan untuk transaksi lebih lama.

Kedua, cepatnya transaksi yang dilakukan memberikan

kesempatan kepada para penjual dan pembeli untuk

mengadakan traksaksi jual beli baru, sehingga jumlah barang

dan jasa yang diperdagangkan menjadi lebih besar.

Perdagangan berbasis pada teknologi informasi dengan

sistem jual beli elektronik atau online dikenal dengan electronic commerce, yakni kegiatan-kegiatan yang menyangkut konsumen, manufaktur, penyedia jasa, dan pedagang perantara

dengan menggunakan jaringan-jaringan komputer yaitu

Internet.2 Hingga saat ini, belum ada definisi tunggal mengenai

electronic comerce. Hal ini disebabkan karena hampir setiap

2

(5)

saat muncul bentuk baru dari electronic commerce dan merupakan salah satu aktivitas cyberspace yang berkembang sangat pesat.3

Interconnected network atau selanjutnya disebut sebagai internet pertama kali dikembangkan pada tahun 1969 oleh

Departemen Pertahanan Amerika Serikat dengan nama

ARPANET (US Defense Advanced Research Project Agency). ARPANET di bangun dengan tujuan untuk membangun suatu

jaringan komputer yang tersebar untuk menghindari pemusatan

informasi di suatu titik yang dipandang rawan untuk dihancurkan

bila terjadi peperangan. Dengan cara ini bila salah satu bagian

dihancurkan atau terputus, maka jalur yang melalui jaringan

tersebut secara otomatis di pindahkan ke saluran lainnya.4

Pada sekitar tahun 1980-an konsep internet pertama kali

diperkenalkan, semenjak itu perkembangan dari internet sendiri

dapat diaktakan sangat pesat, dimulai dari tujuan untuk

menghubungkan internet ke seluruh dunia hingga

berkembangnya era E-mail hingga diperkenalkannya World Wide Web hingga bentuk dan tampilan internet yang kita kenal sekarang, yang banyak digunakan berbagai kalangan

3

Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika,RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 224.

4

(6)

masyarakat dengan beragam tujuan baik untuk tujuan yang

sifatnya komersil maupu yang non-komersil.

Electronic commerce memberikan kemudahan kepada konsumen dan produsen untuk melakukan transaksi. Dari sisi

konsumen, konsumen dengan mudah mengakses situs toko

online selama 24 jam setiap hari. Sehingga konsumen dapat melakukan transaksi tanpa harus mengunjungi toko satu

persatu. Dalam hal ini konsumen dapat langsung mendapatkan

barang atau jasa yang diinginkan hanya dengan mengunduh

katalog barang yang ingin dipesan dan melakukan

pemesananlewat internet, yang mana hal ini menguntungkan

penjual dan memudahkan para konsumen untuk mengakses

toko online tersebut.

Transaksi jual beli secara onlineini umumnya dilakukan melalui suatu sarana. Sarana ini umumnya berbentuk situs Web

dimana situs web berbentuk sebagai toko online yang memajang berbagai produk yang ditawarkan oleh penjualnya.

Selain itu seiring dengan tumbuh pesatnya berbagai jejaring

sosial facebook dan twitter,banyak dari toko online ini yang kemudian memanfaatkan jejaring sosial tersebut sebagai media

(7)

Mekanisme transaksi jual beli melalui media elektronik

diawali dengan adanya penawaran suatu produk tertentu oleh

penjual (misalnya bertempat kedudukan di Australia, ataupun di

Indonesia tetapi dengan kota yang berbeda antara penjual dan

pembeli) di suatu website melalui server yang berada di

Indonesia (misalnya kaskus, tokobagus atau berniaga). Apabila

konsumen Indonesia melakukan pembelian, maka konsumen

tersebut akan mengisi formulir pemesanan atau menghubungi

penjual sebagaimana biasanya disertakan dalam iklan yang

dipercantumkan di sebuah website yang telah disediakan oleh pihak penjual dan juga berbagai metode yang biasanya

dicantumkan oleh penjual.

Selanjutnya cara pembayaran yang dapat dilakukan oleh

konsumen tersebut dapat memilih dengan melalui:5

1. ”Transaksi Anjungan Tunai Mandiri (transfer) dengan cara pengiriman barang melalui jasa ekspedisi.

2. Pembayaran langsung antara dua pihak yang bertransaksi tanpa perantara atau biasa disebut cash on delivery dimana konsumen dan penjual berada dalam satu kota bertemu di suatu tempat kemudian konsumen membayar dengan uang tunai atau cash. 3. Dengan perantara pihak ketiga.

4. Dengan micropayment.

5. Dengan Anonymous Digital Cash.”

5

(8)

Sebagai salah satu contoh kasus yang ada di Indonesia

yaitu kasus yang dialami oleh Diana Clementya

sebagaimana berikutini :

Sekitar bulan Desember 2012 Diana Clementya

melakukan pemesanan beberapa barang dari salah satu

toko online yang ada di jejaring social Facebook akan tetapi pada saat barang yang di pesan tersebut tiba terdapat

perbedaan yang cukup signifikan antara foto yang dipajang

dengan barang yang diterima oleh Diana. Pada awalnya

dikarenakan Diana merasa bahwa pihak penjual dalam hal

ini telah melakukan wanprestasi karena barang yang

diterima oleh Diana berbeda dengan sebagaimana dijanjikan

oleh pihak penjual melalui SMS yang dikirimnya, akan tetapi

pada akhirnya kedua belah pihak memutuskan untuk

menempuh jalur damai dan tidak melanjutkan perkara ke

pengadilan. Hal tersebut dikarenakan keengganan para

pihak untuk tetap meneruskan perkara ke pengadilan.6

Dalam kasus posisi yang penulis paparkan diatas

permasalahan hukum yang timbul adalah adanya

wanprestasi terhadap perjanjian yang dibuat melalui media

elektronik oleh para pihak, dimana pihak penjual dianggap

6

Hukumonline.com,

(9)

telah melakukan sebuah wanprestasi dikarenakan adanya

perbedaan barang yang diterima dan barang yang

diperjanjikan dalam perjanjian para pihak.

Electronic commerce sebagai sebuah bidang hukum yang tergolong masih baru membawa permasalahan hukum

yang baru dalam sistem hukum di Indonesia. Secara garis

besar masalah-masalah yang muncul di bidang electronic commerce adalah sebagai berikut:7

1. “Otentifikasi subyek hukum yang membuat transaksi melalui internet

2. Saat perjanjian berlaku dan memiliki kekuatan mengikat secara hukum

3. Obyek transaksi yang diperjualbelikan 4. Mekanisme peralihan hak

5. Hubungan hukum dan pertanggung jawaban para pihak yang terlibat dalam transaksi baik penjual, pembeli, maupun pendukung seperti perbankan, internet service provider

(ISP), dan lain-lainnya

6. Legalitas dokumen catatan elektronik serta tanda tangan digital sebagai alat bukti

7. Mekanisme penyelesaian sengketa

8. Pilihan hukum dan forum peradilan yang berwenang dalam penyelesaian sengketa

9. Masalah perlindungan konsumen, HKI, dan lain-lain.”

Secara khusus, ditinjau dari aspek hukum Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terdapat tiga

garis besar permasalahan electronic commerce dalam sistem

7

(10)

hukum perdata dan informasi dan transaksi elektronik. Pertama,

sah atau tidaknya perjanjian jual beli yang dilakukan melalui

sistem elektronik. Kondisi ini terjadi karena pada electronic commerce kontrak dibuat dalam bentuk baku sehingga berpotensi tidak terpenuhinya syarat sah perjanjian

sebagaimana diatur dalam KUH Perdata.

Status alat bukti elektronik dalam sistem pembuktian

keperdataan di Indonesia. alat bukti elektronik memiliki

karakteristik tersendiri sehingga memiliki perbedaan dengan alat

bukti yang diatur dalam hukum perdata formil di Indonesia. oleh

karena itu, harus terdapat kejelasan mengenai kedudukan alat

bukti elektronik agar baik penjual maupun pembeli memperoleh

kepastian hukum atas transaksi secara elektronik yang telah

dilakukan.

Ketiga, adanya perlindungan hukum baik bagi penjual

maupun pembeli ketika terjadi wanprestasi. Perlindungan

hukum electronic commerce tentu memiliki perbedaan dengan perlindungan hukum transaksi perdata pada umumnya. Oleh

karena itu, penelitian ini akan membahas mengenai transaksi

elektronik dari sisi; keabsahan perjanjian jual beli melalui media

elektronik, status dokumen atau informasi elektronik sebagai

alat bukti, dan juga upaya hukum yang dapat di tempuh oleh

(11)

Berdasarkan uraian diatas dengan ini penulis akan

mengangkat judul : “Analisis Yuridis Mengenai PerjanjianJual Beli Yang Dibuat Melalui Media Elektronik Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik”.

B. Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah.

1. Mengkaji dan membahas keabsahan perjanjian jual beli yang

dibuat melalui media elektronik berdasarkan Buku III

KUHPerdata dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008

tentang Informasi dan Transaksi elektronik ?

2. Mengkaji dan membahas status alat bukti elektronik dalam

perjanjian jual beli berdasarkan Undang-Undang No. 11

tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ?

3. Bagaimanakah bentuk upaya hukum yang dapat ditempuh

oleh para pihak dalam hal terjadi wanprestasi oleh salah satu

pihak?

C. Tujuan dan Sasaran

1. Menemukan jawaban mengenai keabsahan perjanjian yang

(12)

KUHPerdata dan Undang-Undang No. 11 Tahun

2008tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

2. Menemukan jawaban mengenai legalitas dari alat bukti

elektronik berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008

tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

3. Untuk mengetahui bagaimana bentuk upaya hukum yang

dapat di tempuh oleh para pihak dalam hal terjadi

wanprestasi dari salah satu pihak.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang diharapkan dapat diberikan oleh penelitian

ini adalah:

1. Kegunaan Teoritis

Memberikan wacana baru maupun menambah pemahaman

mengenai aspek hukum mengenai perjanjian yang di buat

melalui media elektronik berkaitan dengan upaya hukum

bagi para pihak dalam melakukan transaksi menggunakan

media elektronik beserta akibatnya dalam rangka

pembangunan ilmu terutama dibidang transaksi elektronik.

2. Kegunaan Praktis

a. Memberikan informasi kepada para akademisi dan

praktisi hukum maupun disiplin ilmu lainnya serta

(13)

aspek hukum mengenai perjanjian yang di buat melalui

media elektronik berkaitan dengan upaya hukum bagi

para pihak dalam melakukan transaksi menggunakan

media elektronik dalam melakukan menggunakan media

elektronik beserta akibatnya.

b. Memberikan sumbangan pemikiran kepada instansi

terkait serta pihak-pihak yang melakukan transaksi

elektronik menggunakan media elektronik.

E. Kerangka Pemikiran

Pesatnyaperkembangan teknologi informasi dan juga

pemanfaatannya oleh masyarakat baik untuk penggunaan

komersil maupun non komersil telah mendorong munculnya

berbagai pertanyaan mengenai keabsahan kegiatannya dan

juga mengenai peraturan yang berlaku di dalam ranah

cyberspace.

Law as a tool of social engineering merupakanteori yang dikemukakanoleh Roscoe Pound, yang berartihukum sebagai

(14)

diharapkan dapat berperan merubah nilai-nilai sosial dalam

masyarakat.8.

Teori ini menyatakan bahwa hukum memiliki peranan dalam

merubah perilaku masyrakat dan juga bagaimana hukum

berperan dalam mengontrol masyarakat terutama

kegiatan-kegiatannya. Oleh karena itulah penulis memilih untuk

menggunakan teori ini sebagai acuan dikarenakan ranah

cyberspace yang masih tergolong baru, serta bagaimana peraturan perundang-undangan khususnya UU No.11 Tahun

2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dapat

bertindak sebagai social tool di dalam masyarakat. Selain itu bagaimana peraturan perundangan di bawah Undang-Undang

menagatur bagaimana prosedur mengenai keabsahan kontrak

yang pada mulanya berupa kontrak yang dibuat secara tertulis

ataupun lisan menjadi kontrak yang dibuat melalui media

elektronik, sebagaiamana diatur dalam UU ITE dan juga PP

No.82 Tahun 2012 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik.

Hukum yang digunakan sebagai sarana pembaharuan itu

dapat berupa Undang-Undang atau yurisprudensi atau

kombinasi keduanya, di dalam sistem Indonesia yang paling

menonjol adalah perundang-undangan, yurisprudensi juga

8

(15)

berperan namun tidak seberapa. Sehingga hukum yang ada

dapat ditaati oleh masyarakat dan dapat merubah perilaku

masyarakat ke arah yang lebih baik.

Perjanjian dalam sebuah transaksi perdagangan merupakan

hal yang sangat penting, dimana para pihak menentukan

mengenai masing-masing hak dan kewajiban dari para pihak.

Meninjau syarat-syarat sahnya suatu perjanjian menurut pasal

1320 BW, suatu perjanjian adalah sah, jika memenuhi empat

syarat yaitu :

1. “Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya ; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Kausa tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.”

Pada nomor 1 dan 2 sebagai syarat subjektif sebab

menyangkut subjeknya atau para pihak yang mengadakan

perjanjian, sedangkan pada nomor 3 dan 4 syarat objektif.

Electronic commerce sebagai bagian dari Electronic Business (bisnis yang dilakukan dengan menggunakan media elektronik), oleh para ahli dan pelaku bisnis dicoba

dirumuskan definisinya menurut UU ITE Pasal 1 Angka 2,

yang mana menyebutkan bahwa transaksi elektronik adalah

(16)

Komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik

lainnya.9

Selain itu electronic commerce juga dapat dikaji dengan ketentuan dalam Pasal 1457 sampai dengan Pasal 1540

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

Menurut Pasal 1457 KUHPerdata, jual beli adalah suatu

perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya

untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang satu

mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan

dan pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

Selanjutnya Pasal 1458 KUHPdt menyebutkan jual beli

dianggap telah terjadi diantara dua belah pihak. Seketika

setelah para pihak mencapai kata sepakat tentang

kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan

tersebut belum diserahkan dan harganya belum di

bayarkan.10 Dalam transaksi jual beli yang terjadi melalui media elektronik pun pada dasarnya metode transaksi yang

digunakan tidak jauh berbeda dengan metode transaksi pada

jual beli konvensional akan tetapi perjanjian yang dibuat tidak

melalui proses tatap muka seperti pada perjanjian jual beli

pada umumnya, akan tetapi perjanjian tersebut dibuat melalui

9

UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagaimana diakses melalui www. setneg. go. id

10

(17)

media elektronik baik berupa SMS, E-mail, Chat, ataupun media elektronik lainnya.

Indonesia telah memiliki instrumen hukum berupa

undang-undang yang mengatur mengenai informasi dan

transaksi elektronik, yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2008. Di dalam telah diatur berbagai hal yang menyangkut

transaksi elektronik. Salah satunya adalah mengenai alat

bukti elektronik dan transaksi elektronik.

1. Informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang

sah.

2. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah

sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.

Jika selama ini alat bukti elektronik tidak di akui sebagai

alatbukti yang sah maka berdasarkan Pasal 5 UU Nomor 11

Tahun 2008 data elektronik telah diakui sebagai alat bukti.

Hal ini diperkuat dengan dikeluarkannya Peraturan

Pemerintah No.82 tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan

Sistem Elektronik dimana pada intinya PP No.82 Tahun

(18)

elektronik dan juga mengenai kontrak yang dibuat melalui

media elektronik secara lebih spesifik. Hal ini semakin

menguatkan legalitas atau keabsahan dari transaksi melalui

media elektronik dan juga pengaturan mengenai alat bukti

elektronik.

F. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

bersifat deskriptif. Yaitu dengan membuat

gambaran-gambaran secara sistematis, faktual dan aktual mengenai

perjanjian transaksi jual beli dengan menggunakan media

eletronik,ditinjaudarisisihukum

perikatandanjugaperaturanperundang-undanganlainnya

yang berlaku di Indonesia dalamhalini UU No. 11 Tahun

2008 danjuga PP No. 82 Tahun 2012 kemudian

menganalisis masalah-masalah yuridis yang timbul dari fakta

tersebut dihubungkan dengan hal tersebut.

2. Metode Pendekatan

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah dengan

(19)

norma dan kaidah hukum11, yang dilakukan dengan mendasarkan kepada kepustakaan atau data sekunder. Dan

didukung oleh data primer sebagai pendukung data

sekunder. Sumber data tersebut diperoleh dari:

a. Bahan hukum primer

Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dalam hal ini:

a. Undang-undang Nomor11 Tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik

b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

c. HerzieneIndonesischReglement(H. I. R)/Reglemen Indonesia yang Diperbaharui. Staatsblad 1847 No. 52 jo.

Stb. 1849-63.

d. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012

TentangPenyelenggaraSistemElektronik..

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer, seperti: hasil karya ilmiah, sarjana dan hasil

penelitian yang berkaitan dengan pembuatan kontrak atau

perjanjian jual beli yang menggunakan media elektronik

c. Bahan hukum tersier

11

(20)

Disebut juga bahan hukum penunjang, yaitu yang mencakup

bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus dan

ensiklopedi.

3 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan studi

kepustakaan, yaitu penelitian dilakukan dengan cara meneliti bahan

pustaka atau data sekunder, berupa bahan hukum primer,

sekunder, dan tertier yang terkait dengan secure electronic transaction dalam transaksi electronic commerce, dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran tentang masalah-masalah yang

dihadapi pada saat melakukan penelitian berdasarkan data yang

terkumpul. Data-data yang diperlukan dikumpulkan, dipilih data

mana saja yang relevan dengan pembuatan kontrak atau perjanjian

jual beli yang menggunakan media elektronik alam transaksi

electronic commerce.

4 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan metode kualitatif. Data yang

dianalisis meliputi proses analisa, klasifikasi, dan sistematisasi data

sehingga memberikan beberapa informasi untuk keperluan

(21)

5 Lokasi penelitian

Data sekunder diperoleh di Perpustakan Universitas Kristen

Maranatha beralamat di jalan Surya Sumantri dan di Perpustakaan

Fakultas Hukum Universitas Padjajaran beralamat di jalan Dipati

Ukur No. 35 Bandung.

G. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN

Bab I ini akan membahas mengenai latar belakang,

identifikasi masalah, tujuan penelitian, kerangka pemikiran,

metode penelitian, sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP

PERJANJIAN/KONTRAK JUAL BELI MELALUI MEDIA

ELEKTRONIK

Bab II ini akan akan membahas mengenai perikatan pada

umumnya, pengertian tentang kontrak elektronik/perjanjian,

wanprestasi dan prestasi beserta akibatnya, upaya hukum, HIR,

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang No.

11 Tahun 2008, Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2012.

BAB III TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN/KONTRAK

(22)

Bab III ini akan membahas mengenai contoh praktek atau

contoh kasus dari perjanjian/kontrak secara media elektronik

yang dibuat melalui media elektronik.

BAB IV PEMBAHASAN

Bab IV akan dijelaskan mengenai keabsahan dari

kontrak/perjanjian jual beli yang dilakukan/dibuat melalyui media

elektronik serta membahas keabsahan alat bukti elektronik

dalam persidangan dan juga upaya hukum yang dapat ditempuh

oleh para pihak dalam hal terjadi wanprestasi.

BAB V PENUTUP

Bab V ini akan memaparkan kesimpulan atas hasil analisis

dan memberikan saran terhadap permasalahan yang terjadi

serta memberikan masukan kepada para pihak yang

(23)

97

A. Kesimpulan

1. Sebagaimanatelahdiketahuinyakeabsahan perjanjian jual beli yang

dibuat melalui media elektronik berdasarkan Buku III KUHPerdata

dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi elektronik terjadi karena adanya tindakan hukum antara

kedua belah pihak yang sedang melakukan hubungan hukun yang

menimbulkan perjanjian yang di sepakati oleh kedua belah pihak

sehingga timbul keabsahan perjanjian jual beli, kontrak elektronik

dalam transaksi elektronik harus memiliki kekuatan hukum yang

mengikat para pihak. Syarat sah dari suatu perjanjian sendiri

tercantum dalam Pasal 1320 KUH Perdata sehingga dalam hal

suatu kontrak yang dibuat melalui media ellektronik selama

mengacu pada peraturan perundangan yang ada yakni UU ITE,

KUH Perdata, dan PP 82/2012 maka kontrak tersebut dinyatakan

sah dan mengikat para pihak. Berdasarkan yang sudah dijelaskan

di atas maka penulis berkesimpulan bahwa pada dasarnya kontrak

yang dibuat melalui media elektronik dalam hal ini adalah kontrak

(24)

beli pada umumnya yaitu tanpa melalui media elektronik,

sementara itu di sisi lain mengenai legalitas dari kontrak elketronik

yaitu dalam UU ITE dan juga PP No. 82 Tahun 2012 Tentang

Penyelenggaraan Sistem Transaksi Elektronik.

2. Status alat bukti elektronik dalam perjanjian jual beli berdasarkan

undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan

transaksi elektronik. Adanya dalam Pasal 5 maka perjanjian

elektronik dapat dikategorikan sebagai alat bukti hukum yang sah.

Dalam pasal 164 H.I.R (284 RBg) dan 1866 KUH perdata ada lima

alat bukti yang dapat diajukan proses persidangan. Alat bukti itu

adalah :

a. Bukti tulisan;

b. Bukti dengan saksi;

c. Persangkaan-persangkaan;

d. Pengakuan;

e. Sumpah.

Dalam hal terdapat adanya ketentuan yang mengatur bahwa suatu

alat bukti harus berbentuk dalam surat tertulis maka apabila alat

bukti elektronik tersebut dapat untuk dicetak, dan apabila

dikarenakan keadaan tertententu baik karena memang alat bukti

elektronik tersebut tidak dapat dicetak atau demi keotentikan dan

informasi ataupun dokumen elektronik tersebut maka sepanjang

(25)

Jadi pada dasarnya setiap dokumen elektronik dan atau informasi

elektronik dan atau hasil cetaknya merupakan bukti yang sah

dimana hal tersebut merupakan perluasan dari alat bukti yang sah

menurut hukum acara yang berlaku di Indonesia.

3. Upaya hukum yang dapat di tempuh oleh para pihak dalam hal

terjadi wanprestasi oleh salah satu pihak didasarkan atas

kesepakatan kedua belah pihak mengenai pilihan hukum dan

lembaga yang menyelesaikan permasalahan yang terjadi.

Sebagaimana umumnya bahwa perselisihan dalam transaksi

terjadi karena adanya kerugian yang diderita oleh salah satu pihak

baik karena adanya wanprestasi maupun karena adanya

perbuatan melanggar hukum. Penyelesaian melalui lembaga

peradilan umum selalu dihindari, karena memakan waktu, biaya

dan tenaga yang tidak sedikit. Arbitrase adalah cara penyelesaian

suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan

pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para

pihak yang bersengketa (Pasal 1 angka 1 UU No. 30 Tahun 1999).

Dalam hal arbitrase, terdapat tiga hal yang dapat dikemukakan

diantaranya :

a. Perjanjian arbitrase merupakan salah satu bentuk perjanjian;

(26)

c. Perjanjian arbitrase tersebut merupakan perjanjian untuk

menyelesaikan sengketa yang dilaksanakan di luar

pengadilan umum.

Sebagaimana telah di jelaskan sebagai kesimpulan penulis

berkesimpulan bahwa proses upaya hukum dalam menyelesaikan

sengketa dalam hal terjadi wanprestasi oleh salah satu pihak dalam

sebuah transaksi jual beli melalui media elektronik tidak memiliki

perbedaan yang signifikan dengan upaya penyelesaian sengketa

dalam hal terjadi wanprestasi oleh salah satu pihak yang umumnya

mengambil keputusan dengan melihat nominal dari objek yang di

sengketakan.Dalam mengajukan gugatan para pihak maupun

pengadilan tetap harus memperhatikan mengenai syarat sah dalam

sebuah perjanjan sebagaimana secara umum tercantum dalam

Pasal 1320 KUH Perdata.

B. Saran

1. Di dalam pengaturan hukum tentang transaksi elektronik di

Indonesia, dunia internasional perlu percaya dalam melakukan

kegiatan transaksi elektronik dengan orang atau pengusaha e-commerce Indonesia, untuk itu perlu dipertegas mengenai aturan hukum yang menjadi dasar keabsahan transaksi elektronik di

Indonesia. Bahwa pada Pasal 9 UU ITE, dijelaskan pelaku usaha

(27)

menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan

syarat kontrak, produsen dan produk yang ditawarkan. Pasal 5 UU

ITE telah mengatur secara khusus mengenai sahnya suatu

perjanjian yang menyebutkan, bahwa bukti baru dapat dinyatakan

sah apabila menggunakan sistem elektronik yang sesuai dengan

peraturan yang berlaku di Indonesia.

2. Bahwa dalam sebuah kontrak elektronik bukti-bukti dalam

perjanjian yang berbentuk data dan informasi elektronik harus

tersimpan selama perjanjian masih mengikat para pihak. Tujuan

dari penyimpanan data tersebut adalah untuk menjadi acuan dalam

hal terjadi sengketa sebagai alat bukti elektronik sebagaimana

diatur dalam Pasal 5 Undang-undang informasi dan transaksi

elektronik. Dengan demikian data dan informasi yang telah

tersimpan itu akan menjadi alat pembuktian yang dapat digunakan

secara hukum dan harus meliputi informasi atau dokumen

elektronik serta computer lainnya untuk memudahkan pelaksanaan

hukumnya. Selain itu hasil cetak dari dokumen elektronik yang telah

di simpan tersebut juga harus dapat dijadikan alat bukti sah secara

hukum. Karena hal itu dalam praktik dikenal dan berkembang apa

yang dinamakan bukti elektronik. Suatu buktie lektronik dapat

memiliki kekuatan hukum apabila informasinya dapat dijamin

keutuhannya, dapat dipertanggung jawabkan suatu keadaan

(28)

dapat menunjukan bahwa informasi yang dimilikinya berasal dari

sistem elektronik yang terpercaya .

3. Di dalam pembuatan sebuah kontrak elektronik para pihak harus

melakukan kesepakatan berdasarkan KUH Perdata. Dalam hal

upaya hukum penyelesaian sengketa tentang transaksi elektronik

lebih baik menghindar dari penyelesaian hukum melalui jalur litigasi

dan lebih memilih jalur non litigasi seperti arbitrase.Penyelesaian

lebih dipilih melalui arbitrase karena kekuatan putusannya yang

bersifat final and binding sehingga mempunyai jaminan kepastian pelaksanaan dari putusan yang dihasilkan. Dalam konteks

penyelesaian sengketa dalam transaksi jual beli melalui media

elektronik model mekanisme penyelesaian sengketa secara

(29)

A. BUKU

Achmad Zen Umar Purba. Hak Kekayaan Intektual Pasca TRIPs. 2011. Bandung:

Alumni

Black’s. Black’s Law Dictionary, sixth edition. St. Paul Minn: West Publishing

Co,. 1990

Eddy Damian, Glosaium Hak Cipta dan Hak Terkait, Bandung:Alumni, 2012

Kementrian Perencanan Pembangunan Nasional. Evaluasi Paruh Waktu RPJMN

2010-2014. Jakarta: Kementrian Perencanan Pembangunan Nasional.

2013

Robert Patrick Merges. Paten law and Policy, Cases and Materials, 2nd, Michie

Law Publisher, 1997.

Sunaryati Hartono. Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad Ke-20..

Bandung: Alumni. 1994

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2012 tentang Perlindungan

(30)

satu upaya Perlindungan Hukum dan Penambahan Nilai terhadap

Pnegetahuan Tradisional di Indonesia. Universitas Kristen Maranatha,

Bandung. 2013

Dina Nawaningrum, et. al., “Penyakit dan Pengobatan Ramuan Tradisiona:

Kajian Terhadap Naskah Kuna Nusantara Koleksi Fakultas Sastra

Universitas Indonesia”. Laporan Penelitian (Pusat Penelitian

Kemasyarakatan dan Budaya Lembaga Penelitian Universitas Indonesia,

2002).

Graham Dutfield, Intellectual Property, Biogenetic Resources and Traditional

Knowledge Earthscan, UK. Switzerland, 2003

Krisnani Setyowati. Hak Kekayaan Intelektual dan Tantangan Implementasinya di

Perguruan Tinggi, Kantor HKI-IPB, 2005

Mc Keough dan Stewart. Intellectual Property in Australia, Australia. 1971

Najmi. Perlindungan Hukum Terhadap Pengetahuan Tradisional di Indonesia

Menurut Rezim Hak Kekayaan Intelektual. Dosen Fakultas Hukum

Universitas Andalas, Padang. 2013

R. Achmad Gusman Catur Siswandi (et.al). Pengaturan Mengenai HKI dan

(31)

Biodiversity: The Case of Seeds And Plant Varieties, Background Paper,

Intersessional Meeting on the Operations of the Convention Biological

Diversity, Montreal, Canada, 28-30 June 1999

Surdayat dan Aam Suryamah. Makalah :Kepemilikan Komunal Kekayan

Intelektual “Ubar Kampung” Sebagai Pengetahuan Tradisional

Masyarakat Jawa Barat. 2013.

Susan Jane Beers, Jamu : The Ancient Indonesian Art of Herbal Healing, Periplus

Editions, 2001.

Werra Jd, Fighting Against Biopracy: Does The Obligation to Disclose in Patent

Applications Truly Helps, 2009. Vand. J. Transnat’L.

Yessyca Sari Debby. Studi Kasus Hubungan antara Paten dan Pengetahuan

Tradisional. Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Jawa Barat. 2013.

D. DOKUMEN

Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights Including Trade in

Counterfeit Goods/TRIPs.

E. MAJALAH

Beras Kencur Made in Japan. MbM. Tempo. 43/XXX, 26 Desember 2002.

F. BAHAN INTERNET

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, Budaya Organisasi dan Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai.. Jurnal Ekonomi &

Emulsifier fase minyak merupakan bahan tambahan yang dapat larut dalam minyak yang berguna untuk menghindari terpisahnya air dari emulsi air

 Temperature Controller (TC) adalah instrumentasi yang digunakan untuk mengamati temperature suatu alat dan bila terjadi perubahan dapat..

Sehingga, untuk membangun loyalitas guna memperkuat kesolidan koalisi pendukungnya, presiden cenderung bersikap lunak-akomodatif (Politik akomodasi) dengan

Dalam perkuliahan ini dibahas tentang pengertian analisis pola dan analisis model busana, analisis pola dasar badan atas untuk tubuh dengan problema khusus, analisis pola lengan

Hasil pengamatan yang telah dilakukan adalah semua aspek sudah dilaksanakan, hal ini menunjukkan bahwa guru mampu melaksanakan kegiatan penutup dalam proses

Situs web Informasi Penyakit Diabetes ini dapat membantu masyarakat yang membutuhkan informasi mengenai Penyakit Diabetes dengan mudah, dimana masyarakat dapat mengakses dimana

Ketika berbicara lewat selang, maka kita dapat mendengar suara teman yang berada di ujung yang lain, sedangkan saat ditutup dengan kain bunyi akan