commit to user
EVALUASI SISTEM POLDER KOTA LAMA
DAN BANDARHARJO SEMARANG
TERHADAP PENGENDALIAN BANJIR DAN ROB
THE EVALUATION OF POLDER SYSTEM AT KOTA LAMA
AND BANDARHARJO SEMARANG
ON FLOOD CONTROL AND ROB
T E S I S
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Mencapai Gelar Magister Teknik
Disusun oleh:
VICTOR TRI KARYANTO NUGROHO
S 941008020
M A G I S T E R T E K N I K S I P I L
K O N S E N T R A S I
TEKNIK REHABILITASI DAN PEMELIHARAAN BANGUNAN SIPIL P R O G R A M P A S C A S A R J A N A
U N I V E R S I T A S S E B E L A S M A R E T S U R A K A R T A
commit to user
ii
EVALUASI SISTEM POLDER KOTA LAMA
DAN BANDARHARJO SEMARANG
TERHADAP PENGENDALIAN BANJIR DAN ROB
Disusun oleh:
VICTOR TRI KARYANTO NUGROHO
S 941008020
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing I : Prof. Dr. Ir. Sobriyah, M.S.
NIP. 194804221985032001
... ...
Pembimbing II : Ir. Agus Hari Wahyudi, M.Sc. NIP. 196308221989031002
... ...
Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil
commit to user
iii
EVALUASI SISTEM POLDER KOTA LAMA
DAN BANDARHARJO SEMARANG
TERHADAP PENGENDALIAN BANJIR DAN ROB
Disusun Oleh:
VICTOR TRI KARYANTO NUGROHO
NIM. S941008020
Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Tesis Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta
pada hari Kamis,tanggal 26 Januari 2012
Dewan Penguji:
Jabatan
Ketua
Sekretaris
Penguji I
Penguji II
N a m a
Ir. Ary Setyawan, M.Sc(Eng), Ph.D NIP. 196612041995121001
Dr. Ir. Rr. Rintis Hadiani, M.T. NIP. 196301201988032002
Prof. Dr. Ir. Sobriyah, M.S. NIP. 194804221985032001
Ir. Agus Hari Wahyudi, M.Sc. NIP. 196308221989031002
Tanda Tangan
...
...
...
...
Mengetahui:
Direktur Program Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. NIP. 196107171986011001
Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil
commit to user
iv
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Victor Tri Karyanto Nugroho
NIM : S 941008020
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul:
EVALUASI SISTEM POLDER KOTA LAMA
DAN BANDARHARJO SEMARANG
TERHADAP PENGENDALIAN BANJIR DAN ROB
adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, tertulis dalam tesis
tersebut, diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam Daftar Pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya
peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, Januari 2012
Yang membuat pernyataan
commit to user
v
MOTTO & PERSEMBAHAN
A Never Ending Spirit...
... setiap kata yang terukir,
kupersembahkan seutuhnya
pada Istri dan Anak-anakku
atas seluruh cinta, kasih sayang,
dan pengorbanan tulus yang mereka berikan
demi kesuksesanku...
Istriku Dina Retno Herawaty S.Kep.
Anakku Naufal Hanif Mumtaz
commit to user
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur kepada Allah Yang Maha Esa, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan tesis ini dengan baik. Tesis dengan judul Evaluasi Sistem Polder Kota
Lama dan Bandarharjo Semarang terhadap Pengendalian Banjir dan Rob dapat
terselesaikan berkat bantuan dari beberapa pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang kepada:
1. Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta,
2. Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta,
3. Balai Pengembangan Sumber Daya Manusia Wilayah II Semarang, Pusat
Pendidikan dan Pelatihan (PUSDIKLAT), Kementrian Pekerjaan Umum yang
telah memberikan beasiswa pendidikan kepada penulis,
4. Prof. Dr. Ir. Sobriyah, M.S. selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil
Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Pembimbing Akademis serta
Pembimbing Utama Tesis,
5. Ir. Ary Setyawan, M.Sc.(Eng)., Ph.D. selaku Sekretaris Program Studi Magister
Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Dosen Penguji,
6. Ir. Agus Hari Wahyudi, M.Sc. selaku Pembimbing Pendamping yang dengan
sabar telah memberikan saran dan pemahaman dalam penyusunan tesis,
7. Dr. Ir. Rr. Rintis Hadiani, M.T. selaku Dosen Penguji yang telah banyak
memberikan masukan, pemahaman dan saran dalam penyempurnaan
penyusunan tesis,
8. Segenap Staf Pengajar Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas
Maret Surakarta yang telah mau berbagi ilmu dan pengalaman melalui
perkuliahan,
9. Para Pimpinan dan Rekan di Badan Kepegawaian Daerah Kota Semarang yang
telah membantu dan memberi kesempatan untuk mengikuti tugas belajar,
10. Para Pimpinan dan Rekan di Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air dan Energi
Sumber Daya Mineral yang telah membantu dan memberikan ijin untuk dapat
menempuh studi S2,
11. Mas Januar dan mas Agus yang telah dengan ikhlas melayani dan membantu
commit to user
vii
12. Teman-teman Mahasiswa Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret
Surakarta angkatan 2010 atas kekompakan dan kerjasamanya. Terima kasih
telah menjadi sahabat yang baik bagi penulis. You are my family at Solo City,
13. Bapak H. S. Priyo Atmojo, Ibu Hj. Siti Aminah dan Ibu Mertua Hj. Djuwariyah
yang begitu sabar dan ikhlas dalam membantu kelancaran serta kesuksesan
kuliah. Sujud bhaktiku untuk bapak, ibu dan ibu mertua,
14. Istriku Dina Retno Herawaty, S. Kep. dan anak-anakku mas Naufal Hanif
Mumtaz dan dek Fauzan Habib Haidar atas pengorbanan, kerelaan, serta
ketabahan sehingga penulis mampu menyelesaikan studi lanjut ini. You are my
spirit,
15. Mas Sigit, mas Dwi, Endah dan keluarganya atas dukungan moril yang
diberikan,
16. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini namun
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Tidak ada yang bisa penulis berikan
Allah SWT memberi anugrah dan balasan
atas segala kebaikan.
Surakarta, Januari 2012
commit to user
viii
ABSTRAK
Kota Semarang sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah merupakan kota pantai karena berada di daerah Pantai Utara Pulau Jawa. Permasalahan banjir dan rob yang sering terjadi menjadikan perekonomian dan perdagangan tidak bisa berkembang pesat. Pembangunan sistem polder Kota Lama yang berlokasi di Kecamatan Semarang Utara dimaksudkan sebagai sarana dan prasarana lingkungan untuk mengatasi permasalahan banjir dan rob yang terjadi pada lingkungan sekitarnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan nilai kondisi fisik, mendapatkan hasil evaluasi kapasitas saluran dan mendapatkan hasil evaluasi kinerja Sistem Polder Kota Lama dan Bandarharjo Semarang.
Metode penelitian dilakukan dengan melakukan observasi langsung di lapangan yang meliputi penilaian masing-masing komponen drainase dan sistem polder, wawancara dan analisis data sekunder. Penelusuran banjir pada tampungan dan saluran digunakan untuk melakukan evaluasi kinerja sistem polder dan menganalisis konsep penanganan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sistem Polder Kota Lama dan Bandarharjo Semarang mempunyai nilai kondisi fisik sebesar 50,02%. Nilai ini termasuk dalam kategori cukup (diantara 50%-79%). Nilai ini diartikan bahwa sebagian infrastruktur tidak dapat beroperasi maksimal. Sebagian infrastruktur lain dalam kondisi rusak/tidak ada. Hasil evaluasi kapasitas saluran menunjukkan bahwa 8 dari 17 saluran yang dihitung terjadi limpas pada debit kala ulang 5 tahun. Hasil evaluasi kinerja Sistem Polder Kota Lama Semarang menggunakan Pompa Kalibaru
dengan kapasitas 2,9 m3/dt didapatkan pada jam ke-0,5 sampai dengan jam ke-1,0
masih terjadi limpas pada debit kala ulang 10 tahun. Hasil evaluasi kinerja Sistem Polder Bandarharjo Semarang menggunakan Pompa Lanal dengan kapasitas 1,4
m3/dt didapatkan pada jam ke-0,5 sampai dengan jam ke-1,4 masih terjadi limpas
pada debit kala ulang 10 tahun. Konsep penanganan untuk meningkatkan kinerja Sistem Polder Kota Lama adalah dengan penambahan kapasitas pompa Kali Baru
sebesar 0,5 m3/dtk sehingga polder dan saluran tidak limpas. Konsep penanganan
untuk meningkatkan kinerja Sistem Polder Bandarharjo adalah dengan penambahan
kapasitas Pompa Lanal sebesar 1,6 m3/dtk sehingga saluran tidak limpas.
commit to user
ix
ABSTRACT
Semarang City as the capital of Central Java province is a coastal city because its located in the north coast of Java Island. Flooding and rob are the problems that often occur on these area. That problems cause the trade and the economy are not able to grow rapidly. Construction of polder systems where located in Old Town District of North Semarang is intended as an environmental infrastructure to solve the rob and flooding problems that occurred in the surrounding area. The aims of this study are to obtain the value of physical condition, to obtain the capacity of channel, and to obtain the results of performance evaluation from the Polder Systems on Old Town and Bandarharjo Semarang.
Methods of research is conducting by straight observations which consist of assessment to each drainage structure and polder system, interview and secondary data. Flood routing on the polders and channels to evaluate the drainage system and polder performance then to find the concept of problem solution.
The results showed that the Old Town Polder Systems and Bandarharjo Semarang has a value of 50.02% physical condition. This value is included in the category enough (between 50% -79%). This value is interpreted that most of the infrastructure cannot operate optimally. Some other infrastructure conditions do not
exist/out of order. The results of evaluation from channel capacity concluded that
there are 8 of 17 segments of the evaluated channel show that the capacity does not enough for the discharge with return period of 5 years. The results of evaluation from the polder Systems on Old Town by using a Kalibaru pump with a total capacity
equal to 2.9 m3/s is obtained at 0.5 hour to 1.0 hour when the overflow is still occurs
for the discharge with 10 years return period. The results of evaluation from the polder system on Bandarharjo by using a Lanal pump with a total capacity equal to
1.4 m3/s is obtained at 0.5 hour to 1.4 hour when the overflow is still occurs for the
discharge with 10 years return period. The solving concept to improve the polder
system on Old Town performance is by adding the pumping capacity at 0.5 m3/s so
the drainage system and polder does not overflow. The solving concept to improve the polder system on Bandarharjo performance is by adding the pumping capacity at
1.6 m3/s so the drainage does not overflow.
commit to user
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat,
hidayah, karunia, anugerah, berkah, serta kesehatan, kesempatan, kemauan, juga
kemampuan sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik tesis berjudul
Evaluasi Sistem Polder Kota Lama dan Bandarharjo Semarang terhadap
Pengendalian Banjir dan Rob. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan pada Program Pasca Sarjana dan meraih gelar Magister
Teknik.
Sebagaimana himbauan dari PUSBIKTEK yang saat ini menjadi PUSDIKLAT
agar tesis karyasiswa lebih diarahkan untuk mengatasi permasalahan yang ada di
daerah, maka penulis merasa perlu untuk mengevaluasi Sistem Polder Kota Lama
dan Bandarharjo Semarang terhadap pengendalian banjir dan rob yang terjadi di Kota
Semarang. Penulis berusaha menilai kondisi eksisting dan mengetahui kinerja sistem
polder terhadap pengendalian banjir dan rob.
Penulis menyadari bahwa tesis ini jauh dari kata sempurna, tidak ada manusia
yang sempurna karena manusia adalah tempatnya khilaf dan lupa. Oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik yang membangun serta saran yang mendukung demi
penyempurnaan tulisan ini.
Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi Dunia
Teknik Sipil Indonesia pada umumnya dan Pemerintah Kota Semarang khususnya
dalam rangka meningkatkan derajat keiluman dan kesejahteraan masyarakat.
Surakarta, Januari 2012
commit to user
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN ... iv
MOTTO & PERSEMBAHAN ... v
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN ... xix
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Manfaat Penelitian ... 3
1.5 Batasan Masalah ... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ... 4
2.1 Tinjauan Pustaka ... 4
2.1.1 Operasi Sistem Polder ... 6
2.1.2 Sedimentasi pada Sistem Drainase ... 6
2.2 Landasan Teori ... 7
2.2.1 Penilaian Kondisi Sistem Polder ... 7
2.2.2 Sistem Polder ... 9
2.2.3 Hujan ... 13
2.2.4 Analisis Intensitas Hujan ... 16
commit to user
xii
2.2.6 Perhitungan debit banjir puncak ... 16
2.2.7 Penelusuran Aliran ... 20
2.2.8 Perhitungan kapasitas saluran ... 21
2.2.9 Rob (Banjir Air Pasang) ... 23
BAB III. METODE PENELITIAN ... 24
3.1 Lokasi Penelitian ... 24
3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 25
3.3 Teknik Analisis Data ... 26
BAB IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 29
4.1. Analisis Komponen Sistem Polder... 29
4.1.1. Komponen Sistem Polder ... 29
4.1.2. Penyusunan Penilaian Kondisi Sistem Polder ... 29
4.2. Desain Penilaian Komponen dan Pembobotan ... 35
4.3. Penerapan Desain Penilaian Komponen ... 38
4.3.1. Penilaian Kondisi Sistem Polder ... 38
4.3.1.1. Tanggul Keliling ... 39
4.3.1.2. Stasiun Pompa ... 41
4.3.1.3. Kolam Retensi ... 43
4.3.1.4. Saluran Drainase ... 44
4.3.2. Hasil Penilaian Kondisi Sistem Polder ... 49
4.4. Analisis Hidrologi ... 49
4.4.1. Data Curah Hujan Harian maksimum ... 49
4.4.2. Distribusi Hujan ... 50
4.4.3. Curah hujan rencana ... 51
4.4.4. Perhitungan Waktu Konsentrasi ... 52
4.4.5. Intensitas Hujan Rencana ... 53
4.5. Perhitungan Debit Banjir ... 54
4.5.1. Luas Catchment Area ... 54
4.5.2. Debit Banjir 2 tahunan ... 59
4.5.3. Debit Banjir 5 tahunan ... 59
4.5.4. Debit Banjir 10 tahunan ... 60
commit to user
xiii
4.7. Evaluasi Kapasitas Saluran ... 63
4.7.1. Evaluasi Kapasitas Saluran terhadap Debit Banjir 2 tahunan ... 63
4.7.2. Evaluasi Kapasitas Saluran terhadap Debit Banjir 5 tahunan ... 64
4.7.3. Evaluasi Kapasitas Saluran terhadap Debit Banjir 10 tahunan ... 66
4.8. Analisis Debit Banjir Rancangan ... 67
4.8.1. Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu DTA MT. Haryono ... 68
4.8.2. Hidrograf Banjir Rancangan DTA MT. Haryono ... 71
4.8.3. Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu DTA Ronggowarsito ... 72
4.8.4. Hidrograf Banjir Rancangan DTA Ronggowarsito ... 75
4.8.5. Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu DTA Mpu Tantular ... 76
4.8.6. Hidrograf Banjir Rancangan DTA Mpu Tantular ... 78
4.8.7. Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu DTA Arteri ... 79
4.8.8. Hidrograf Banjir Rancangan DTA Arteri ... 82
4.8.9. Hidrograf Aliran ... 83
4.8.9.1. Penelusuran Banjir di Polder Tawang ... 83
4.8.9.2. Pengaruh rob (banjir pasang air laut) ... 87
4.8.9.3. Penelusuran Banjir di Saluran Bandarharjo ... 87
4.8.9.4. Penelusuran Banjir di Saluran Arteri ... 90
4.9. Konsep Penanganan ... 92
4.9.1. Konsep Penanganan Sistem Polder Kota Lama ... 92
4.9.2. Konsep Penanganan Sistem Bandarharjo ... 96
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 99
5.1. Kesimpulan ... 99
5.2. Saran ... 100
DAFTAR PUSTAKA ... xxi
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Besarnya sedimentasi tahunan di masing-masing sub sistem drainase ... 7
Tabel 2.2 Desain Penilaian Bangunan Outlet/Muara pada Jaringan Drainase ... 8
Tabel 2.3 Parameter statistik untuk menentukan jenis distribusi ... 13
Tabel 2.4Nilai K untuk distribusi Log-Pearson III ... 15
Tabel 2.5 Koefisien Aliran Permukaan (C) ... 17
Tabel 2.6 Tipikal harga koefisien kekasaran Manning ... 22
Tabel 3.1 Matrik proses penelitian ... 28
Tabel 4.1 Komponen- Komponen Sistem Polder ... 29
Tabel 4.2 Penyusunan Penilaian Kondisi Sistem Polder ... 30
Tabel 4.3 Desain Penilaian Tanggul keliling pada Sistem polder ... 30
Tabel 4.4 Desain Penilaian Stasiun Pompa pada Sistem Polder ... 31
Tabel 4.5 Desain Penilaian Kolam retensi pada Sistem Polder ... 32
Tabel 4.6 Desain Penilaian Saluran Drainase pada Sistem Polder ... 33
Tabel 4.7 Bobot Komponen Sistem Polder ... 35
Tabel 4.8. Data dan Nilai Kondisi rata-rata tanggul keliling ... 39
Tabel 4.9. Bobot Kondisi Talud saluran/jalan ... 40
Tabel 4.10. Bobot Kondisi Parapet ... 41
Tabel 4.11. Bobot Kondisi Tanggul Keliling ... 41
Tabel 4.12. Data dan Nilai Kondisi rata-rata stasiun pompa ... 41
Tabel 4.13. Bobot Kondisi Pompa ... 42
Tabel 4.14. Bobot Kondisi Generator set ... 42
Tabel 4.15. Bobot Kondisi Pintu air ... 42
Tabel 4.16. Bobot Kondisi Rumah Pompa ... 42
Tabel 4.17. Bobot Kondisi Stasiun Pompa ... 42
Tabel 4.18. Data dan Nilai Kondisi rata-rata kolam retensi ... 43
Tabel 4.19. Bobot Kondisi kolam penangkap sedimen ... 43
Tabel 4.20. Bobot Kondisi pintu inlet ... 43
Tabel 4.21. Bobot Kondisi pintu outlet ... 44
commit to user
xv
Tabel 4.23. Bobot Kondisi Kolam Retensi ... 44
Tabel 4.24. Data dan Nilai Kondisi rata-rata saluran drainase ... 45
Tabel 4.25. Bobot Kondisi saluran primer ... 48
Tabel 4.26. Bobot Kondisi saluran sekunder ... 48
Tabel 4.27. Bobot Kondisi saluran tersier ... 48
Tabel 4.28. Bobot Kondisi Saluran Drainase ... 48
Tabel 4.29. Hasil penilaian Kondisi Sistem Polder ... 49
Tabel 4.30. Data curah hujan harian maksimum selama 10 tahun (Sta. 42A) ... 50
Tabel 4.31. Data curah hujan harian maksimum setelah diurutkan ... 50
Tabel 4.32. Perhitungan parameter statistik ... 51
Tabel 4.33. Perhitungan distribusi metode log pearson type III ... 51
Tabel 4.34. Nilai curah hujan rencana ... 52
Tabel 4.35. Data Kemiringan Saluran ... 52
Tabel 4.36 Hasil Perhitungan Waktu Konsentrasi (tc) ... 53
Tabel 4.37 Hasil Perhitungan Intensitas Hujan ... 53
Tabel 4.38. Catchment Area dan Koefisien Pengaliran ... 56
Tabel 4.39. Keterangan Nomor Sub Daerah Tangkapan Air (DTA) ... 58
Tabel 4.40. Keterangan Kode Saluran/Pompa ... 58
Tabel 4.41. Debit Banjir Kala Ulang 2 Tahunan ... 59
Tabel 4.42. Debit Banjir Kala Ulang 5 Tahunan ... 60
Tabel 4.43. Debit Banjir Kala Ulang 10 Tahunan ... 61
Tabel 4.44 Perhitungan kapasitas saluran ... 62
Tabel 4.45. Perbandingan Debit Banjir 2 tahunan dengan Kapasitas Saluran ... 63
Tabel 4.46. Perbandingan Debit Banjir 5 tahunan dengan Kapasitas Saluran ... 64
Tabel 4.47. Perbandingan Debit Banjir 10 tahunan dengan Kapasitas Saluran ... 66
Tabel 4.48 Perhitungan intensitas hujan jam-jaman ... 67
Tabel 4.49 Curah hujan jam-jaman ... 68
Tabel 4.50 Curah Hujan Efektif jam-jaman (Re) ... 68
Tabel 4.51. Persamaan Ordinat HSS Nakayasu DTA MT. Haryono ... 70
Tabel 4.52. Persamaan Ordinat HSS Nakayasu DTA Ronggowarsito ... 73
Tabel 4.53. Persamaan Ordinat HSS Nakayasu DTA Mpu Tantular ... 77
commit to user
xvi
Tabel 4.55. Hubungan antara tinggi peluapan (H) dan tampungan (S) ... 83
Tabel 4.56 Data Pompa Kali baru ... 85
Tabel 4.57. Penelusuran banjir Polder Tawang Kala Ulang 10 tahun ... 85
Tabel 4.58. Hubungan tinggi peluapan (H) dan tampungan (S) dan Outflow (O) .... 88
Tabel 4.59. Penelusuran banjir di Saluran Bandarharjo ... 89
Tabel 4.60. Penelusuran banjir di Saluran Arteri ... 91
Tabel 4.61. Kapasitas genset dan listrik (PLN) untuk pompa Kali Baru ... 93
Tabel 4.62 Kondisi setelah adanya penambahan kapasitas pompa ... 94
Tabel 4.63 Data Pompa setelah ada penambahan kapasitas ... 95
Tabel 4.64 Konfigurasi Operasional Pompa Kali Baru ... 96
commit to user
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Sistem Drainase Polder tipe 1 ... 10
Gambar 2.2 Sistem Drainase Polder tipe 2 ... 10
Gambar 2.3 Sistem Drainase Polder tipe 3 ... 11
Gambar 2.4 Sistem Drainase Polder tipe 4 ... 11
Gambar 2.5 Sistem Drainase Polder tipe 5 ... 11
Gambar 2.6 Sistem Drainase Polder tipe 6 ... 12
Gambar 2.7 Elemen Sistem polder ... 12
Gambar 2.8 Ordinat Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu ... 19
Gambar.3.1 Lokasi penelitian ... 24
Gambar 3.2 Bagan Alir Penelitian ... 27
Gambar 4.1 Distribusi Komponen dan Bobot pada Sistem Polder ... 36
Gambar 4.2. Pembagian catchment area saluran sistem polder ... 55
Gambar 4.3. Skema Drainase Sistem Polder Lama dan Bandarharjo ... 57
Gambar 4.4. Perbandingan debit banjir 2 tahunan dengan kapasitas saluran ... 64
Gambar 4.5. Perbandingan debit banjir 5 tahunan dengan kapasitas saluran ... 65
Gambar 4.6. Perbandingan debit banjir 10 tahunan dengan kapasitas saluran ... 67
Gambar 4.7. Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu DTA MT. Haryono ... 71
Gambar 4.8. Hidrograf Banjir Rancangan DTA MT Haryono ... 72
Gambar 4.9. Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu DTA Ronggowarsito ... 75
Gambar 4.10. Hidrograf Banjir Rancangan DTA Ronggowarsito ... 75
Gambar 4.11. Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu DTA Mpu Tantular ... 78
Gambar 4.12. Hidrograf Banjir Rancangan DTA Mpu Tantular ... 79
Gambar 4.13. Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu DTA Arteri ... 82
Gambar 4.14. Hidrograf Banjir Rancangan DTA Arteri ... 82
Gambar 4.15. Grafik hubungan H dan S ... 84
2 ... 84
commit to user
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A
Lampiran B
Lampiran C
Lam piran D
Lampiran E
Lampiran F
Lampiran G
Lampiran H
Lampiran I
Lampiran J
Lampiran K
Desain Penilaian Jaringan Drainase...
Distribusi Komponen dan Bobot Jaringan Drainase...
...
...
Peta Topografi Sistem Polder...
Peta Elevasi Lahan pada Sistem Polder...
Peta Tata Guna Lahan...
Tabel Hidrograf Banjir Metode Nakayasu . ...
Data Pompa Banjir ... ...
Foto Dokumentasi ... ....
As Built Drawing ... ....
LA-1
LB-1
LC-1
LD-1
LE-1
LF-1
LG-1
LH-1
LI-1
LJ-1
commit to user
xix
DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN
A : Luas Daerah Aliran Sungai (km2)
: Luas saluran (m2)
A1, A2 n Luas DAS ke 1 sampai ke n (km2)
B : Lebar ambang bangunan pelimpah (m)
BL : Bocoran limpas
BP : Bocoran pintu
b : Lebar saluran (m)
C : Koefisien pengaliran
Cd : Koefisien debit bangunan pelimpah (1,7-2,2 m/detik)
Ck : Koefisien kurtosis
Cs : Koefisien skewness/kemencengan
Cv : Koefisien variety
C1, C2 n : Koefisien pengaliran ke 1 sampai ke n
dS : Perubahan tampungan (storage) di ruas sungai (m³)
dt : Interval waktu penelusuran (detik, jam atau hari)
EL : Endapan lumpur
H : Tinggi peluapan (m)
Ha : Hektare
H Tinggi penampang saluran (m)
I : Intensitas hujan (mm/jam)
: Inflow (m3/detik)
1 2 : Inflow (m3/detik) pada waktu ke-1 dan ke-2 (m3/detik)
K : Koefisien tampungan
Km : Keamanan
Kr : Kerusakan
KSP : Kondisi sistem polder (%)
Ktk : Kondisi tanggul keliling (%)
Ksp : Kondisi stasiun pompa (%)
Kkr : Kondisi kolam retensi (%),
Ksd : Kondisi saluran drainase (%)
L : Panjang lintasan air (km)
LogX : Nilai rata-rata dalam log
Log Xi : Nilai varian ke-i dalam log
N : Koefisien kekasaran manning
O : Outflow (m3/detik)
O1,O2 : Outflow pada waktu ke-1 dan ke-2 (m3/detik)
Op Operasional
P : Keliling basah (m)
PRP : Pasangan retak pecah
Pe : Pemeliharaan
PS : Profil saluran
Q : Debit (m3/detik)
commit to user
xx
Qs : Debit saluran (m3/detik)
Qp : Debit puncak banjir (m3/detik)
Qt : Debit total (m3/detik)
Q1 : Debit yang keluar pada permulaan periode penelusuran
(m3/detik)
Q2 : Debit dengan kala ulang 2 tahun (m3/detik)
Q5 : Debit dengan kala ulang 5 tahun (m3/detik)
Q10 : Debit dengan kala ulang 10 tahun (m3/detik)
R : Curah hujan rencana (mm)
: Jari-jari hidrolis (m)
Re : Curah hujan efektif (mm)
Ro : Curah hujan satuan (mm)
RT : Intensitas hujan rerata sampai dengan jam ke-t (mm/jam)
R(T-1) : Rerata hujan dari awal sampai dengan jam ke-(t-1)
R24 : Curah hujan dalam 1 hari (mm)
rT : Curah hujan pada jam ke-T
S : Kemiringan lahan
Sd : Standart deviasi
: Volume tampungan (m³)
1 2 Volume tampungan pada waktu ke-1 dan ke-2 (m³)
T : Waktu mulai hujan
T : Durasi/lamanya hujan (jam)
tc : Waktu konsentrasi hujan (jam)
tg : Waktu konsentrasi (jam)
Tp : Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir
(jam)
Tr : Interval kejadian (periode ulang)
Tr : Waktu naik dari curah hujan (jam)
T0,3 : Waktu yang diperlukan pada penurunan debit puncak sampai
ke debit sebesar 30% dari debit puncak (jam)
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota Semarang sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu
kota pantai karena berada di daerah Pantai Utara Pulau Jawa. Kota Semarang
memiliki wilayah laut dengan garis pantai sepanjang 13,6 km yang memanjang di
kawasan utara Jawa Tengah. Posisi geografis Kota Semarang terletak pada 6º5'-7º10'
Lintang Selatan dan 110º35' Bujur Timur dengan luas mencapai 37.366 Ha atau
373,7 Km², terdiri atas dataran rendah di bagian utara yang dikenal dengan Semarang
bawah, dan daerah perbukitan di bagian selatan yang dikenal dengan Semarang atas.
Kota Semarang mempunyai fungsi yang strategis sebagai pusat administrasi
sekaligus sebagai pusat pengembangan ekonomi dan perdagangan. Namun
permasalahan banjir yang sering terjadi khususnya di daerah Semarang bawah
menjadikan perekonomian dan perdagangan tidak bisa berkembang pesat.
Banjir dengan debit besar pada musim hujan diakibatkan oleh hasil erosi dari
hulu Daerah Aliran Sungan (DAS) atau sub DAS-nya. Hasil erosi yang mengendap
di sungai/saluran menyebabkan sedimentasi sehingga terjadi degradasi/penurunan
kapasitas saluran. Penurunan fungsi saluran juga disebabkan oleh adanya bangunan
liar/ilegal yang berada dibantaran atau bahkan badan sungai/saluran. Penurunan
fungsi saluran menyebabkan unti hidrograf banjir meningkat dan waktu konsentrasi
semakin cepat. Permasalahan lain yang mempengaruhi sistem drainase adalah
fenomena rob (banjir akibat pasang air laut), intrusi air asin di Kota Semarang bawah
dan gejala penurunan elevasi tanah (Land subsidence).
Beberapa lokasi di Kota Semarang yang sering menjadi langganan banjir dan
rob adalah (1) Kecamatan Gayamsari, tinggi genangan 40-75 cm dan lama genangan
4-72 jam, (2) Kecamatan Tugu, tinggi genangan 20-200 cm dan lama genangan 1-72
jam, (3) Kecamatan Semarang Barat, tinggi genangan 30-100 cm dan lama genangan
commit to user
genangan 1-5 jam, (5) Kecamatan Semarang Utara, tinggi genangan 20-75 cm dan
lama genangan 3-24 jam, (6) Kecamatan Ngaliyan, tinggi genangan 50-80 cm dan
lama genangan 1-3 jam, (7) Kecamatan Pedurungan, tinggi genangan 30-90 cm dan
lama genangan 3-72 jam, (8) Kecamatan Semarang Timur, tinggi genangan 10-60 cm
dan lama genangan 1-12 jam, (9) Kecamatan Genuk, tinggi genangan 10-60 cm dan
lama genangan 3-72 jam. Total luas genangan di Kota Semarang mencapai 2.111,84
hektar (DPU Kota Semarang, 2006).
Sistem Polder dipandang sebagai alternatif terbaik untuk mengatasi banjir dan
rob di Kota Semarang. Perencanaan dan pembangunan sistem polder Kota Lama
yang berlokasi di Kecamatan Semarang Utara dimaksudkan sebagai sarana dan
prasarana lingkungan untuk mengatasi permasalahan banjir dan rob yang terjadi pada
lingkungan sekitarnya.
Sistem Polder Kota Lama merupakan bagian dari Sistem Polder Bandarharjo
dan saat ini dibatasi oleh rel Kereta Api (KA) Tawang. Wilayah sebelah selatan rel
KA Tawang merupakan Sistem Polder Kota Lama sedangkan sebelah utara rel KA
Tawang merupakan Sistem Polder Bandarharjo. Hal ini dimaksudkan agar banjir
yang berada di sebelah selatan rek KA dibuang melalui Pompa Kali Baru. Banjir
yang berada di sebelah utara rel KA dibuang melalui Pompa Lanal.
Kenyataannya sampai saat ini wilayah Kota Lama dan Bandarharjo Semarang
masih mengalami banjir dan rob yang berarti kinerja Sistem Polder Kota Lama dan
Bandarharjo ini kurang baik jika dilihat dari fungsi utamanya sebagai sarana
pengendali banjir dan rob maupun dari aspek sosial, ekonomi dan pelestarian
lingkungan.
Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kondisi fisik dan kinerja sistem
polder Kota Lama dan Bandarharjo Semarang. Evaluasi kinerja dilakukan terhadap
masing-masing sistem sehingga akan diketahui permasalahan sesungguhnya yang
mengakibatkan sistem polder ini tidak dapat berfungsi dengan baik.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada studi ini adalah:
1. Bagaimana kondisi fisik Sistem Polder Kota Lama dan Bandarharjo Semarang?
2. Bagaimana kapasitas saluran pada Sistem Polder Kota Lama dan Bandarharjo
commit to user
3. Bagaimana kinerja Sistem Polder Kota Lama?
4. Bagaimana kinerja Sistem Polder Bandarharjo Semarang?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mendapatkan nilai kondisi fisik Sistem Polder Kota Lama dan Bandarharjo,
2. Mendapatkan hasil evaluasi kapasitas saluran pada Sistem Polder Kota Lama
dan Bandarharjo,
3. Mendapatkan hasil evaluasi kinerja Sistem Polder Kota Lama Semarang,
4. Mendapatkan hasil evaluasi kinerja Sistem Polder Bandarharjo Semarang.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi dasar untuk peningkatan kinerja
Sistem Polder Kota Lama dan Bandarharjo Semarang kepada Pemerintah Kota
Semarang.
1.5 Batasan Masalah
Agar lebih fokus dalam pembahasan dan menjaga supaya obyek studi tidak
meluas, maka penelitian ini mempunyai batasan sebagai berikut:
1. Batas luar sistem polder yang dibuat untuk studi adalah Jalan Usman Janatin di
sebelah utara, Jalan MT. Haryono dan Jalan Ronggowarsito di sebelah timur,
Jalan Petudungan di sebelah barat dan Kali Semarang dan Kali Baru di sebelah
barat,
2. Penilaian kondisi sistem polder mengadopsi dari Desain Kriteria Penilaian
Kondisi Jaringan Drainase dan Aplikasinya dalam Vadlon 2011,
3. Data Curah Hujan yang digunakan adalah data curah hujan yang tercatat pada
Stasiun 42A Kalisari yang mempunyai karakteristik sama dengan lokasi Sistem
commit to user
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Sistem polder merupakan salah satu alternatif rekayasa yang dinilai tepat dan
efektif untuk mengendalikan banjir dan mendukung pengembangan kawasan
perkotaan di daerah dataran rendah rawan banjir. Sistem polder ini terdiri atas
tanggul, kolam retensi, sistem drainase, pompa dan komponen lainnya yang
merupakan satu sistem dan dirancang sesuai dengan lokasi dan permasalahan yang
dihadapi (Joyce Martha Widaya, 2008).
Sistem polder merupakan sebuah sistem tata air tertutup dengan elemen
elemen tanggul, pompa, saluran, waduk retensi, pengaturan lansekap, saluran dan
instalasi air kotor. Sistem polder ini harus bekerja sebagai sebuah kesatuan sistem
dan terintegrasi dengan master plan drainase yang lebih makro (Gunawan
Tanuwidjaja dan Joyce Martha Widaya, 2010).
Konsep sistem polder adalah suatu sistem tata air tertutup menggunakan
tanggul keliling dan pintu air sehingga menjadi solusi yang tepat dalam mengatasi
masalah banjir dan genangan di daerah yang rendah. Disamping banjir dari laut,
sistem ini juga dapat melindungi areal di dalam tanggul dari banjir akibat hujan
melalui sistem manajemen pengairan yang memadai (Anonim, 2009).
Sistem polder dibangun untuk menghindari air mengalir kembali ke dalam
sistem dengan menggunakan pompa bila terjadi hujan. Pengeluaran air didalam
sistem dapat dilakukan secara gravitasi apabila tinggi muka air di sungai lebih rendah
dari dalam sistem (Kalmah dkk, 2009).
Polder setiap saat beresiko terhadap banjir dan perlu perawatan untuk
melindungi tanggul sekitarnya. Tanggul sebagian besar dibangun dengan
menggunakan bahan lokal yang masing-masing memiliki faktor resiko. Tanah
commit to user
Penurunan tanah serta meningkatnya permukaan air laut menimbulkan
ancaman yang serius pada sistem polder. Tanah polder menjadi tidak stabil dan harus
dilakukan investasi untuk menjaga daerah yang dihuni. Sebagai contoh di Belanda
yang sebagian besar penduduknya kaya, masyarakat akan mampu untuk terus
mempertahankan sistem polder (Schoubroeck, 2010).
Sebuah metode pengawasan/kontrol sistem polder dapat diatur dengan
memantau tampungan yang tersedia dalam sistem, selama dan setelah hujan. Dengan
cara ini daerah genangan/masalah drainase dapat ditanggulangi jika
pengawasan/kontrol diatur dengan benar sehingga mendapatkan kinerja yang baik
(Peter Jules, 2003).
Polder adalah sistem penanganan drainase lahan sebagai bentuk kombinasi
antara: a) Sistem tanggul banjir, yang melokalisir areal pelayanan sehingga aliran
dari daerah lain tidak dapat masuk, b) Sistem pintu air, yang digunakan untuk
mencegah masuknya kembali aliran ke dalam saluran drainase yang terjadi pada saat
elevasi muka air disebelah hulu atau pada saat terjadi air pasang di lokasi-lokasi yang
terpengaruh oleh fluktuasi pasang surut, c) Sistem pompa digunakan untuk
mengeluarkan/memindahkan aliran pada saat terjadi pasang karena elevasi muka air
di hilir lebih tinggi dari pada di hulu pintu (Anonim, 2009).
Sistem polder bisa dibuat untuk satu kawasan dengan luas bervariasi dari
puluhan hingga ribuan hektar. Kawasan yang berpotensi banjir tersebut diberi batas
keliling yang merupakan batas hidrologi. Air dari daerah lain tidak bisa masuk ke
daerah polder meski tidak seluruhnya bisa ditahan karena ada air yang berasal dari
rembesan (seepage) dan air yang berasal dari hujan yang turun di kawasan tersebut.
Air-air ini harus dikelola dengan benar agar tidak menyebabkan banjir di dalam
kawasan itu sendiri (Sawarendro, 2010).
Badai Katrina menyebabkan banjir dahsyat di St. Bernard Parish Polder,
Louisiana. Tingkat air yang ekstrim menyebabkan kerusakan dalam sistem
tanggul/dinding. Sumber banjir diperiksa sepanjang pinggiran polder. Air banjir
terutama masuk melalui sisi timur dan barat polder tersebut. Peningkatan hidrograf
terjadi sepanjang batas polder (Ebersole, 2010).
Daerah irigasi Mansour merupakan bagian dari Danau Burullus yang
commit to user
sepenuhnya berhasil dan air tanah masih terlalu tinggi sehingga drainase perlu
ditingkatkan dan diperdalam. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi rembesan dari
danau ke daerah polder (reklamasi). Perhitungan menunjukkan bahwa dengan
perbaikan drainase akan mengurangi rembesan (Boumans, 1983).
2.1.1 Operasi Sistem Polder
1. Pintu Air
Pintu air disaratkan tidak boleh bocor dan mudah dioperasikan. Pintu air
dibuka pada saat muka air di bagian hilir pintu air lebih rendah dibandingkan dengan
muka air di bagian hulu dan pintu air ditutup pada saat muka air di hilir lebih tinggi
dibandingkan dengan muka air dibagian hulu (Al Falah, 2000).
2. Pompa
Bebarapa aspek penting yang diperhitungkan dalam perencanaan Standar
Operasi Pompa (Joyce Marta Widjaya, 2008) adalah:
a. Kemudahan dalam penyediaan suku cadang agar diusahakan menggunakan
pompa setipe bila diperlukan lebih dari satu pompa,
b. Kemungkinan kegagalan dalam operasi pompa apabila pompa menggunakan
genset (pembangkit listrik tenaga diesel) yang sama maka harus diupayakan
agar genset tersebut tidak terlalu lama bekerja sendiri atau tunggal karena
overpower ini, akan mengakibatkan terjadinya karbonasi yang berlebihan,
c. Kecepatan peningkatan elevasi muka air di waduk akan menentukan waktu
kapan pompa dioperasikan,
d. Durasi kerja pompa diusahakan seminimal mungkin dengan alasan ekonomis.
3. Kolam Tando
a. pencatatan elevasi air kolam dan luar kolam,
b. pencatatan elevasi air maksimum,
c. evaluasi kapasitas berdasar data bulanan.
2.1.2 Sedimentasi pada Sistem Drainase
Hasil erosi lahan dan sampah tidak tidak sepenuhnya masuk ke dalam
saluran/sungai. Material hasil erosi lahan sebagian mengendap dalam
perjalananannya sebelum mencapai sungai atau saluran. Hasil erosi yang mengendap
commit to user
jika terdapat bangunan yang ada dibantaran sungai/saluran. Berdasarkan Laporan
Akhir Penyusunan Dokumen Master Plan Drainase Kota Semarang Tahun 2007
besarnya sedimentasi seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Besarnya sedimentasi tahunan di masing-masing sub sistem drainase
Nama Sistem Drainase
Nama Sub-Sistem
Luas DAS (ha)
Total Erosi (ton)
YIL Sedimen (m3/tahun)
Sampah Yang Masuk Sistem Drainase
(m3/th)
Total Endapan Sedimen Di Sistem
Drainase (m3/th)
Mangkang Mangkang 4.396,75 99.472 10.231 11.554 21.785
Bringin 4.760,50 119.804 11.638 12.510 24.148
Semarang Barat
Tugu 604,75 4.523 698 1.589 2.287
Silandak 1.034,25 51.413 7.345 2.718 10.063
Siangker 1.275,50 10.516 1.382 3.352 4.734
Semarang Tengah
BKB 19.896,50 1.337.673 91.726 52.284 144.011
Bulu 76,00 427 98 200 297
Asin 264,00 1.485 255 694 948
Semarang 586,75 3.300 528 1.542 2.070
Baru 185,00 1.040 208 486 694
Bandarharjo 233,50 1.313 233 614 846
Simpang5 419,25 2.358 391 1.102 1.492
Banger 550,75 3.097 496 1.447 1.943
Semarang Timur
BKT 3.702,75 135.760 14.740 9.730 24.470
Tenggang 1.133,75 6.376 838 2.979 3.817
Sringin 1.526,50 8.584 1.079 4.011 5.091
Babon 12.712,25 340.628 25.304 33.406 58.709
Pedurungan 1.076,75 7.934 1.088 2.830 3.918
Jumlah 54.435,50 2.135.702 168.276 143.047 311.323
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Penilaian Kondisi Sistem Polder
Penilaian kondisi sistem polder dilakukan terhadap beberapa komponen yang
meliputi, tanggul keliling, stasiun pompa, kolam retensi, pintu air dan saluran
drainase. Setiap komponen memberikan kontribusi terhadap kondisi fisik sistem
polder secara keseluruhan. Bobot setiap komponen disusun atas besarnya pengaruh
terhadap pengendalian banjir dan rob.
Penilaian kondisi sistem polder mengambil rujukan pada (Vadlon, 2011)
commit to user
sebagian digunakan untuk penilaian sedangkan komponen lainnya merupakan
pengembangan. Desain penilaian Jaringan Drainase seperti ditunjukkan pada Tabel
2.2, selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran A.
Tabel 2.2 Desain Penilaian Bangunan Outlet/Muara pada Jaringan Drainase
No Bangunan
Kondisi Bangunan Baik
Kondisi rata-rata aspek 80% - 100%
Cukup Kondisi rata-rata aspek 50% - 79%
Rusak Kondisi rata-rata
aspek 0% - 49% Pintu Outlet
- Pintu/Pintu Outlet
- Semua pintu dapat dioperasikan dengan baik, secara mekanis dan hidrolis - Terdapat atap
pelindung dan Pengaman pintu outlet
- Semua daun pintu yang terpasang tidak bocor
- Terdapat petunjuk manual operasi pintu - Semua pintu dicat
- Sebagian pintu tidak dapat dioperasikan dengan lancar - Atap pelindung dan
pengaman pintu sebagian ada yang rusak
- Daun pintu yang terpasang dijumpai kebocoran - Terdapat petunjuk
manual operasi - Sebagian cat pintu
sudah mengelupas
- Semua pintu tidak dapat dioperasikan dengan lancar - Tidak terdapat atap
pelindung dan pengaman pintu - Daun pintu yang terpasang bocor - Tidak terdapat
petunjuk manual operasi pintu - Cat semua pintu
hampir pudar
- Endapan/ Lumpur
- Endapan di depan pintu tidak setinggi ambang pintu outlet - Mudah/selalu dikuras
secara berkala
- Endapan di depan pintu mencapai tinggi ambang pintu outlet
- Tidak selalu dikuras secara berkala
- Endapan sering melampaui ambang pintu outlet
- Sulit/tidak pernah/ jarang dikuras
Parapet - Konstruksi parapet
masih baik dan berfungsi
- Parapet mempunyai tinggi jagaan yang cukup untuk mencegah air melimpah selama masa operasi
- Konstruksi parapet terdapat beberapa kerusakan, tetapi masih berfungsi - Elevasi muka air
maksimum operasi masih dalam batas jagaan yang diizinkan
- Konstruksi parapet tidak berfungsi lagi
- Tinggi parapet tidak memenuhi syarat untuk elevasi air maksimum selama operasi - Pasangan batu retak/pecah
- Struktur gorong-gorong tidak mengalami retak/pecah yang mempengaruhi kapasitas rencana - Terdapat retak/pecah pada bangunan gorong-gorong yang tidak berpengaruh pada kapasitas rencana
- Fungsi gorong-gorong berubah karena bangunan retak/pecah
- Sampah - Tidak ada
penyumbatan saluran yang diakibatkan oleh penumpukan sampah sehingga berpengaruh terhadap kapasitas rencana saluran - Penyumbatan saluran yang diakibatkan oleh penumpukan sampah sedikit berpengaruh terhadap kapasitas rencana saluran - Penyumbatan saluran yang diakibatkan oleh penumpukan sampah sangat berpengaruh besar terhadap kapasitas rencana saluran
commit to user
Metode perhitungan penilaian kondisi sistem polder mengadopsi dari
perhitungan penilaian kondisi jaringan drainase yang secara keseluruhan didapatkan
dengan menghitung kondisi bangunan outlet/muara (%), bangunan pelengkap (%),
bangunan fasilitas (%) dan saluran drainase (%) dengan metode perhitungan sebagai
berikut:
Kondisi Jaringan Drainase dihitung dengan:
KJD = Kbom + Kbp + Kbf + Ksd (2.1)
dengan:
KJD = Kondisi Jaringan Drainase (%),
Kbom = Kondisi bangunan outlet/muara (%),
Kbp = Kondisi bangunan pelengkap (%),
Kbf = Kondisi bangunan fasilitas (%),
Ksd = Kondisi saluran drainase (%).
2.2.2 Sistem Polder
Sistem Polder adalah suatu penanganan drainase perkotaan dengan cara
mengisolasi daerah yang dilayani (Catchment Area) terhadap masuknya air dari luar
sistem baik berupa over flow (limpasan) maupun aliran bawah permukaan
(gorong-gorong dan rembesan), serta mengendalikan ketinggian muka air banjir didalam
sistem sesuai dengan rencana (Al Falah, 2000)
Polder mempunyai sifat-sifat sebagai berikut (Suripin, 2004):
1. Polder adalah daerah yang dibatasi dengan baik, dimana air yang berasal dari luar
kawasan tidak boleh masuk, hanya air hujan (dan kadang-kadang air rembesan)
pada kawasan itu sendiri yang dikumpulkan,
2. Dalam polder tidak ada aliran permukaan bebas seperti pada daerah tangkapan air
alamiah, tetapi dilengkapi dengan bangunan pengendali pada pembuangnya
(dengan penguras atau pompa) untuk mengendalikan aliran air keluar,
3. Muka air di dalam polder (air permukaan maupun air di bawah permukaan) tidak
bergantung pada permukaan air di daerah sekitarnya dan dinilai berdasarkan
elevasi lahannya, sifat-sifat tanah, ikim dan tanaman.
Komponen-komponen yang ada pada sistem polder meliputi: (1) Tanggul
keliling dan/atau pertahanan laut (sea defence) atau konstruksi isolasi lainnya, (2)
commit to user
system), (4) Kolam penampung dan stasiun pompa (outfall system), (5) Badan air
penerima (recipient water).
Kelima komponen sistem polder harus direncanakan secara integral, sehingga
sistem dapat bekerja secara optimal. Tidak ada artinya membangun sistem drainase
lapangan dan outfall yang sempurna dengan kapasitas tinggi, jika saluran pembawa
tidak cukup mengalirkan air dari lapangan ke outfall, demikian juga sebaliknya (Al
Falah, 2000).
Menurut Al Falah (2000), sesuai dengan kondisi lapangan bentuk drainase
sistem polder ada 6 yaitu:
1. Drainase sistem polder dengan menggunakan pompa dan kolam retensi di satu
[image:30.595.114.497.242.492.2]tempat.
Gambar 2.1 Sistem Drainase Polder tipe 1
2. Drainase sistem polder dengan menggunakan pompa dan tanpa kolam retensi.
Gambar 2.2 Sistem Drainase Polder tipe 2 1
4 3
5 6
2
4 3
1
5
2
1. Pintu air
2. Tanggul
3. Stasiun Pompa
4. Kolam Retensi
5. Jaringan Saluran Drainase
6. Saluran Kolektor
1. Pintu air
2. Tanggul
3. Stasiun Pompa
4. Jaringan Saluran Drainase
commit to user
[image:31.595.115.498.127.498.2]3. Drainase sistem polder dengan menggunakan pompa dan long storage.
Gambar 2.3 Sistem Drainase Polder tipe 3
4. Drainase sistem polder dengan menggunakan pompa dan kolam retensi tidak
disatu tempat.
Gambar 2.4 Sistem Drainase Polder tipe 4
5. Drainase sistem polder dengan menggunakan kolam dan tanpa pompa.
Gambar 2.5 Sistem Drainase Polder tipe 5 4
3 1
6
2
5
1. Pintu air
2. Tanggul
3. Stasiun Pompa
4. Long Storage
5. Jaringan Saluran Drainase
6. Saluran Kolektor
4 3
5 6
2
1. Pintu air
2. Tanggul
3. Stasiun Pompa
4. Kolam Retensi
5. Jaringan Saluran Drainase
6. Saluran Kolektor
1
3
4 5
2
1. Pintu air
2. Tanggul
3. Kolam
4. Jaringan Saluran Drainase
5. Saluran Kolektor
commit to user
6. Drainase sistem polder tanpa menggunakan pompa dan kolam.
Gambar 2.6 Sistem Drainase Polder tipe 6
Sistem Polder merupakan penanganan banjir secara terintregasi dengan
beberapa elemen yang penting, diantaranya tanggul keliling yang melindungi dari
pasang air laut (rob), stasiun pompa yang berguna untuk mengontrol elevasi air dan
kolam retensi untuk menampung sementara air yang kemudian dialirkan ke badan
penerima air (Herman Mondeel & Hermono S Budinetro, 2010). Lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar 2.7.
Sumber: Herman Mondeel & Hermono S Budinetro, 2010
Gambar 2.7 Elemen Sistem polder
1. Tanggul Keliling 2. Sungai/laut/dam 3. Stasiun Pompa 4. Kolam Retensi 3
4
2
1. Pintu air
2. Tanggul
3. Jaringan Saluran Drainase
4. Saluran Kolektor
commit to user
2.2.3 Hujan
2.2.3.1 Hujan Harian Maksimum
Data hujan yang diperoleh dari alat penakar hujan merupakan hujan yang
terjadi hanya pada satu tempat atau titik saja (point rainfall). Perhitungan data hujan
maksimum harus dilakukan secara benar yang diperlukan untuk analisis frekuensi.
Curah hujan maksimum pada satu stasiun didapatkan dengan cara menentukan hujan
harian maksimum pada setiap tahun selama 10 tahun, kemudian data diurutkan dari
kecil ke besar ataupun sebaliknya.
2.2.3.2 Distribusi Hujan
Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan (the goodness of fittest
test) distribusi frekuensi dari sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang
diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut
(Suripin, 2004). Setiap data hidrologi harus harus diuji kesesuaiannya dengan
menggunakan parameter statistik data yang bersangkutan (Sri Harto, 1993).
Ilmu statistik mengenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis
data meliputi rata-rata, simpangan baku, koefisien variasi, dan koefisien skewness
(kecondongan atau kemencengan). Penentuan jenis distribusi yang sesuai dengan
data dilakukan dengan mencocokan parameter statistik dengan syarat masing-masing
distribusi seperti yang ditampilkan dalam Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Parameter statistik untuk menentukan jenis distribusi
No Jenis Distribusi Syarat
1 Normal
2 Log Normal Cs (ln x) = 0
Ck (ln x) = 3
3 Gumbel Cs = 1,139
Ck = 5,4002
4 Log-Pearson III Selain dari nilai di atas
Sumber: Sri Harto, 1993
2.2.3.3 Curah Hujan Rencana
Setelah jenis distribusi yang cocok diketahui, maka langkah selanjutnya adalah
commit to user
Tabel 2.3. Jika semua persyaratan tidak memenuhi maka yang dipakai adalah
Distribusi Log-Pearson III.
2.2.3.4 Distribusi Log-Pearson III
Tiga parameter penting dalam distribusi Log-Pearson III, yaitu : (1) Harga
rata-rata, (2) Simpangan baku, dan (3) Koefisien kemencengan. Berikut ini
langkah-langkah penggunaan distribusi Log-Pearson III (Suripin, 2004):
a) Pengubahan data ke dalam bentuk logaritmis, X = log X
b) Perhitungan harga rata-rata dengan persamaan:
n
i
i
X
n
X
1
log
1
log
(2.2)c) Perhitungan harga simpangan baku dengan persamaan:
1
log
log
1
2
n
X
X
s
n
i
i
(2.3)
d) Perhitungan koefisien kemencengan dengan persamaan:
3 3
2
1
log
log
s
n
n
X
Xi
n
G
(2.4)e) Perhitungan logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T dengan
persamaan:
s
K
X
Xt
log
.
log
(2.5)dengan K adalah variable standar (standardized variable) untuk X yang besarnya
tergantung koefisien kemencengan G. Tabel 2.4 memperlihatkan harga K untuk
berbagi nilai kemencengan G.
commit to user
Tabel 2.4Nilai K untuk distribusi Log-Pearson III
Koefisien
(G)
Interval kejadian (Recurrence interval), tahun (periode ulang)
1,0101 1,2500 2 5 10 25 50 100
Persentase peluang terlampaui
99 80 50 20 10 4 2 1
3,0 -0,667 -0,636 -0,396 0,420 1,180 2,278 3,152 4,051
2,8 -0,714 -0,666 -0,384 0,460 1,210 2,275 3,114 3,973
2,6 -0,769 -0,696 -0,368 0,499 1,238 2,267 3,071 2,889
2,4 -0,832 -0,725 -0,351 0,537 1,262 2,256 3,023 3,800
2,2 -0,905 -0,752 -0,330 0,574 1,284 2,240 2,970 3,705
2,0 -0,990 -0,777 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,192 3,605
1.8 -1,087 -0,799 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499
1,6 -1,197 -0,817 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388
1,4 -1,318 -0,832 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271
1,2 -1,449 -0,844 -0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149
1,0 -1,588 -0,852 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022
0,8 -1,733 -0,856 -0,132 0,780 1,336 1,993 2,453 2,891
0,6 -1,880 -0,857 -0,099 0,800 1,328 1,939 2,359 2,755
0,4 -2,029 -0,855 -0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615
0,2 -2,178 -0,850 -0,033 0,830 1,301 1,818 2,159 2,472
0,0 -2,326 -0,842 0,000 0,842 1,282 1,751 2,051 2,326
-0,2 -2,472 -0,830 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178
-0,4 -2,615 -0,816 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,209
-0,6 -2,755 -0,800 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1,880
-0.8 -2,891 -0,780 0,132 0,856 1,166 1,448 1,606 1,733
-1,0 -3,022 -0,758 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588
-1,2 -2,149 -0,732 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449
-1,4 -2,271 -0,705 0,225 0,832 1,041 1,198 1,270 1,318
-1,6 -2,388 -0,675 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,197
-1,8 -3,499 -0,643 0,282 0,799 0,945 1,035 1,069 1,087
-2,0 -3,605 -0,609 0,307 0,777 0,895 0,959 0,980 0,990
-2,2 -3,705 -0,574 0,330 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905
-2,4 -3,800 -0,537 0,351 0,725 0,795 0,823 0,830 0,832
-2,6 -3,889 -0,490 0,368 0,696 0,747 0,764 0,767 0,769
commit to user
2.2.4 Analisis Intensitas Hujan
Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu.
Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung
makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya
Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan
harian, maka intensitas hujan dapat dihitung dengan rumus Mononobe (Suripin,
2004). Perhitungan intensitas hujan dengan rumus Mononobe menggunakan
persamaan sebagai berikut:
(2.6) dengan:
I : intensitas hujan (mm/jam),
R24 : curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm),
t : durasi/lamanya hujan (jam).
2.2.5 Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi (tc) suatu DAS adalah waktu yang diperlukan oleh air
hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ke tempat keluaran DAS
(titik kontrol) setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Dalam
hal ini diasumsikan bahwa jika durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi, maka
setiap bagian DAS secara serentak telah menyumbangkan aliran terhadap titik
kontrol (Suripin, 2004).
Waktu konsentrasi dapat dihitung dengan persamaan Kirpich sebagai berikut:
(2.7)
dengan:
: waktu konsentrasi (jam),
L : panjang lintasan air dari titik terjauh sampai titik yang ditinjau (km),
S : kemiringan lahan antara elevasi maksimum dan minimum.
2.2.6 Perhitungan debit banjir puncak
2.2.6.1 Metode Rasional
Metode yang dipakai untuk memperkirakan aliran limpasan permukaan
dengan metode Rasional. Menurut Goldman (1986) dalam Suripin (2004), metode
Rasional dapat digunakan untuk derah pengaliran < 300 Ha. Menurut Ponce (1989)
commit to user
pengaliran < 2,5 Km2. Pemakaian metode Rasional sangat sederhana, dan sering
digunakan dalam perencanaan drainase perkotaan. (Bambang Triatmodjo, 2009).
Rumus umum metode Rasional menggunakan persamaan sebagai berikut:
Qp=0,278C.I.A (2.8)
dengan:
Q : debit puncak yang ditimbulkan oleh hujan (m3/dtk),
C : koofisien aliran permukaan ,
I : intensitas hujan (mm/jam),
A : luas daerah tangkapan (km2).
Koofisien aliran permukaan (C) merupakan koofisien yang tergantung pada
kondisi permukaan lahan di daerah pengaliran. Nilai C dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Makin tinggi daya serap tanah (infiltrasi) makin kecil nilai limpasan permukaan
sehingga nilai C makin kecil, demikian pula sebaliknya. Biasanya pada suatu DAS
terdapat nilai C sehingga perlu dicari nilai C ekivalen dengan rumus sebagai berikut:
n n n A A A C A C A C A C ... ... . .... ... . . 2 1 2 2 1 1 (2.9) dengan:
C : nilai koefisien pengaliran ekivalen,
A1, A2 n : luas ke 1 sampai ke n,
C1, C2 n : koefisien pengaliran ke 1 sampai ke n.
Tabel 2.5 Koefisien Aliran Permukaan (C)
Tipe daerah aliran C
Rerumputan Tanah pasir Tanah gemuk 0,50-0,20 0,13-0,35 Perdagangan
Daerah kota lama Daerah pinggiran
0,75-0,95 0,50-0,70 Perumahan
Daerah single family Multi unit terpisah Multi unit tertutup Sub urban 0,30-0,50 0,40-0,60 0,60-0,75 0,25-0,40 Industri Daerah ringan Daerah berat 0,50-0,80 0,60-0,90
Taman, kuburan 0,10-0,25
Tempat bermain 0,20-0,35
Halaman kereta api 0,20-0,40
Daerah tidak dikerjakan 0,10-0,30
Jalan 0,70-0,95
Atap 0,75-0,95
commit to user
2.2.6.2 Hidrograf Satuan Sintesis (HSS)
Hidrograf Satuan Sintetis merupakan suatu cara untuk memperkirakan
penggunaan konsep hidrograf satuan dalam suatu perencanaan yang tidak tersedia
pengukuran-pengukuran langsung mengenai hidrograf banjir. Hidrograf Satuan
Sintesis (HSS) yang telah dikembangkan oleh para pakar antara lain HSS Nakayasu,
HSS Snyder, HSS Gama I, HSS Isochrones, dan HSS Limantara.
Perhitungan hidrograf debit banjir menggunakan data hasil perhitungan ordinat
HSS dengan periode penelusuran t = 1 jam dan hasil perhitungan hujan efektif
periode ke-n (n=1 hingga 6). Hidrograf debit banjir merupakan jumlah total analisis
dari periode ke-1 sampai periode ke-6. Satuan selang 6 jam ini adalah kira-kira cocok
untuk digunakan dalam analisa-analisa curah hujan. Jika satuan selang diambil lebih
lama maka variasi intensitas curah hujan itu tidak jelas (Suyono Sosrodarsono,
1977). Sebaran/distribusi hujan jam-jaman dihitung berdasarkan curah hujan harian
menggunakan Persamaan 2.6.
Curah hujan jam-jaman biasa dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
) 1 ( ) 1 ( )
(TxRT T xRT
rT (2.10)
dengan:
rT = curah hujan jam-jaman/curah hujan pada jam ke-t
sehingga:
T = 1 jam r1 = (1 x R1) (1 1) x R(1-1) = 0,550 R24,
T = 2 jam r2 = (2 x R2) (2 1) x R(2-1) = 0,143 R24,
T = 3 jam r3 = (3 x R3) (3 1) x R(3-1) = 0,100 R24,
T = 4 jam r4 = (4 x R4) (4 1) x R(4-1) = 0,080 R24,
T = 5 jam r5 = (5 x R5) (5 1) x R(5-1) = 0,068 R24,
T = 6 jam r6 = (6 x R6) (6 1) x R (6-1) = 0,059 R24.
Hidrograf banjir pada sungai-sungai yang tidak ada atau sedikit sekali
dilakukan observasi hidrograf banjirnya, maka perlu dicari karakteristik atau
parameter daerah pengaliran (DAS) tersebut terlebih dahulu, misalnya waktu untuk
mencapai puncak hidrograf (time to peak magnitude), lebar dasar, luas, kemiringan,
panjang alur terpanjang (length of longest channel), koefisien limpasan (runoff
coefficient), dan sebagainya (Lily Montarcih, L., 2010).
Bentuk HSS Nakayasu dapat dilihat pada Gambar 2.8 dan persamaan hidrograf
commit to user
Debit Puncak Banjir:) 3
. 0 ( 6 . 3
.
3 , 0
T T
R A Q
P o
p (2.11)
dengan:
Qp : debit puncak banjir (m3/dtk),
A : luas DAS (sampai outlet) (km2),
Ro : hujan satuan (mm),
Tp : tenggang waktu (time lag) dari permulaan hujan sampai dengan
puncak banjir (jam),
T0.3 : waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak
sampai menjadi 30 % dari debit puncak (jam).
Gambar 2.8 Ordinat Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu untuk:
L < 15 km tg = 0,21 . L0.7 (2.12)
L > 15 km tg = 0,4 . 0.058 . L (2.13)
dengan:
L = panjang alur sungai (km),
tg = waktu konsentrasi (jam).
tr = 0.5 tg sampai tg (2.14)
tp = tg + 0.8 tr (2.15)
t0.3 = . tg (2.16)
1. Persamaan Hidrograf Satuan:
1.1.Pada Kurva Naik
Qt = Qp
4 . 2
p
T t
commit to user
1.2.Pada Kurva Turun
a. Tp < t < (Tp + T0.3)
Qt = Qp x0.3T0.3
Tp t
(2.18)
b. (Tp + T0.3) < t < (Tp + 1.5 T0.3)
Qt = Qp x 0.3
3 . 0 . 5 . 1 . 5 . 0 3 . 0 T T Tp t (2.19)
c. t > (Tp + T0.3 + 1.5T 0.3)
Qt = Qp x 0.3
3 . 0 . 2 . 5 . 0 3 . 0 T T Tp t (2.20)
2.2.7 Penelusuran Aliran
Penelusuran aliran adalah prosedur untuk menentukan waktu dan debit aliran
(hidrograf aliran) di suatu titik pada aliran berdasarkan hidrograf yang diketahui di
sebelah hulu (Bambang Triatmojo, 2009). Penelusuran aliran dinyatakan dalam
bentuk persamaan sebagai berikut:
I-O =
(2.21)
dengan:
I : aliran masuk (inflow) ke ruas sungai (m³/dt),
O : aliran keluar (outflow) dari ruas sungai (m³/dt),
dS : perubahan tampungan (storage) di ruas sungai (m³),
dt : interval waktu penelusuran (detik, jam atau hari).
Penelusuran aliran di sungai menggunakan metode muskingum dengan
persamaan 2.21, untuk aliran keluar (Outflow) dinyatakan dalam bentuk persamaan
sebagai berikut:
O2 = C0I2+C1I1+C2O1
(2.21a)
dengan:
C0,C1 dan C2 : konstantan yang nilai total ketiganya adalah 1.
Suatu waduk/tampungan dilengkapi dengan bangunan pelimpah. Aliran
melalui bangunan pelimpah tergantung pada lebar bangunan pelimpah (B), tinggi
peluapan (H) dan koefisien debit (Cd) yang diberikan oleh bentuk berikut:
O = Cd.B.H3/2 (2.22)
dengan:
O : aliran keluar (outflow), (m³/dt),
Cd : koefisien debit (1,7),
B : lebar bangunan pelimpah (m),
commit to user
Penelusuran kolam datar (level pool routing) merupakan prosedur untuk
menghitung hidrograf aliran keluar waduk yang mempunyai permukaan air
horizontal dengan persamaan sebagai berikut:
(2.23)
dimana niali-nilai yang belum diketahui berada diruas kiri sedang nilai yang sudah
diketahui disebelah kanan.
dengan:
: volume tampungan pada waktu ke-1 dan ke-2 (m³),
: aliran masuk (inflow) pada waktu ke-1 dan ke-2 (m³/dt),
: aliran keluar (outflow) pada waktu ke-1 dan ke-2 (m³/dt),
: interval waktu (jam,menit,detik).
Persamaan 2.25 dapat ditulis dalam bentuk :
2 = I1+I2 1 (2.24)
dengan:
2 = (2.24a)
1 =
(2.24b)
Beberapa pintu pengendali pada saluran dinamakan pintu air aliran bawah,
karena pada kenyataannya air mengalir melalui bagian bawah struktur (Chow, 1992).
Perhitungan debit aliran keluar (outflow) melalui pintu air aliran bawah
menggunakan persamaan sebagai berikut:
1 (2.25)
dengan:
C : koefisien pelepasan,
L : panjang pintu air,
h : tinggi bukaan pintu,
g : gaya gravitasi,
y1 : kedalaman air di hulu.
2.2.8 Perhitungan kapasitas saluran
Pada aliran tetap (steady
(Suripin, 2004), sehingga menghasilkan persamaan sebagai berikut:
Qs = AV (2.26)
dengan:
commit to user
V : kecepatan (m/dt).Dari persamaan 2.9, untuk menghitung nilai V dapat digunakan persamaan
Manning sebagai berikut:
V = (2.27)
dengan:
R: jari-jari hidrolis (m), S : kemiringan dasar saluran,
n : bilangan manning untuk kekasaran saluran.
Untuk menghitung jari-jari hidrolis (R) digunakan persamaan sebagai berikut:
R= (2.28)
dengan:
A= luas penampang saluran (m2),
P = Keliling Basah (m).
Luas penampang saluran (A) dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
A = bh (2.29)
dengan:
b = lebar dasar saluran (m), h = tinggi penampang (m).
Keliling basah (P) dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
P = b+(2h) (2.30)
Nilai koefisien n Manning dapat dilihat pada tabel 2.6.
Tabel 2.6 Tipikal harga koefisien kekasaran Manning
No Tipe saluran Harga n
Minimum Normal Maksimum
1 Beton
- Gorong-gorong lurus dan bebas dari kotoran
- Beton dipoles
- Saluran pembuang dengan bak kontrol
0,010 0,011 0,013 0,011 0,012 0,015 0,013 0,014 0,017 2 Tanah, lurus dan seragam
- Bersih baru
- Bersih telah melapuk
- Berumput pendek, tanaman pengganggu
0,016 0,018 0,022 0,018 0,022 0,027 0,020 0,025 0,033 3 Saluran alam
- Bersih lurus
- Bersih, berkelok-kelok - Banyak tanaman pengganggu
- Dataran banjir berumput pendek-tinggi - Saluran di belukar
commit to user
2.2.9 Rob (Banjir Air Pasang)
Rob dapat muncul karena dinamika alam atau karena kegiatan manusia.
Dinamika alam yang dapat menyebabkan rob adalah adanya perubahan elevasi
pasang surut air laut. Sedangkan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia misalnya
karena pemompaan air tanah yang berlebihan, pengerukan alur pelayaran, reklamasi
pantai dan lain-lain (Djoko Susilo Adhy, 2007).
Pasang surut diukur dengan alat AWLR (Automatic Water Level Recorder)
yang menghasilkan elevasi pasang dan surut pada lokasi dimana alat tersebut
dipasang. Rata-rata Aritmatis dari ketinggian ini pada jangka waktu lebih dari
sepuluh tahun memberikan angka MSL (Mean Sea Level/muka air laut rata-rata)
(Hindarko, 2005).
Di beberapa kota besar, khusunya kota pantai, genangan banjir semakin parah
oleh adanya amblesan tanah (land subsidence). Amblesan tanah ini terutama
disebabkan oleh pengambilan air tanah yang berlebihan sehingga mengakibatkan
beberapa bagian kota berada dibawah muka air laut pasang (Suripin, 2004).
Pasang surut mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap sistem
drainase di wilayah perkotaan yang terletak di kawasan pantai, khususnya untuk
daerah yang datar dengan elevasi muka tanah yang tidak cukup tinggi. Diantaranya
terjadinya genangan, terhambatnya aliran air/banjir ke arah laut, drainase sistem
gravitasi tidak dapat bekerja penuh dan bangunan-bangunan air, khsususnya metal