commit to user
KAJIAN IMPLEMENTASI KEWENANGAN PENYIDIK
UNTUK MELAKUKAN PENGAMBILAN SIDIK JARI DENGAN TEKNIK DAKTILOSKOPI DALAM PENGUNGKAPAN PERKARA PIDANA DI
KEPOLISIAN RESORT SUKOHARJO
Penulisan Hukum ( Skripsi )
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh
Aris Setyowarman Wahyu Perdana NIM. E1107124
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user
commit to user
iii
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : ARIS SETYOWARMAN WAHYU PERDANA
NIM : E1107124
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:
KAJIAN IMPLEMENTASI KEWENANGAN PENYIDIK UNTUK
MELAKUKAN PENGAMBILAN SIDIK JARI DENGAN TEKNIK DAKTILOSKOPI DALAM PENGUNGKAPAN PERKARA PIDANA DIKEPOLISIAN RESORT SUKOHARJO.
adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan
hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan
gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 20 April 2011
Yang membuat pernyataan
commit to user
v ABSTRAK
Aris Setyowarman Wahyu Perdana. E1107124, 2011. KAJIAN IMPLEMENTASI KEWENANGAN PENYIDIK UNTUK MELAKUKAN PENGAMBILAN SIDIK JARI DENGAN TEKNIK DAKTILOSKOPI DALAM PENGUNGKAPAN PERKARA PIDANA DI KEPOLISIAN RESORT SUKOHARJO. Fakultas Hukum UNS.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui arti penting implementasi kewenangan penyidik untuk melakukan pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam pengungkapan perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo serta hambatan yang ditemukan penyidik dalam pengungkapan perkara pidana dengan menerapkan daktiloskopi dalam pengungkapan perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif, menggambarkan dan menguraikan tentang peranan imlplementasi kewenangan penyidik untuk melakukan kegiatan pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam penyidikan perkara pidana. Jenis data yang digunakan yaitu data Primer dan data sekunder. Adapun data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan, dan wawancara. Kemudian data yang di peroleh tersebut dianalisis secara kualitatif yang dilaksanakan melalui tahapan pengumpulan data, mengklasifikasikan, menghubungkan dengan teori dan masalah yang ada kemudian menarik kesimpulan guna menentukan hasilnya.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, yaitu peranan ilmu sidik jari khususnya daktiloskopi bagi penyidik dalam melaksanakan penyidikan guna mengungkap suatu tindak pidana merupakan langkah penting dalam penentuan kejelasan tindak pidana yang terjadi. Hal ini nantinya akan mengarahkan tindakan-tindakan atau pemeriksaan selanjutnya, siapa orang yang perlu dicurigai dan alat atau senjata apa yang digunakan dalam melakukan tindak pidana. Hambatan yang terjadi Jejak yang ditinggalkan ditempat kejadian sering menunjukkan bentuk yang tidak sempurna. Tidak sedikit ditemukannya sidik jari yang tertinggal merupakan sidik jari orang yang mungkin tidak bersangkutan sama sekali dengan korban maupun tersangka. Apabila ditemukan sidik jari namun bentuknya tidak atau kurang sempurna sehingga menyulitkan petugas dalam mengidentifikasinya dan Banyaknya masyarakat yang ingin melihat TKP mengakibatkan TKP rusak sehingga menyulitkan petugas untuk melakukan pemeriksaan.
commit to user
vi ABSTRACT
Aris Setyowarman Wahyu Perdana. E1107124, 2011. A STUDY ON THE IMPLEMENTATION OF INVESTIGATOR’S AUTHORITY IN TAKING FINGERPRINTS USING DACTILOSCOPY IN DISCLOSING THE CRIMINAL CASE IN SUKOHARJO RESORT POLICE OFFICE. Law Faculty of UNS.
This research aims to find out the importance of the implementation of
investigator’s authority in taking fingerprints using dactiloscopy in disclosing the
criminal case in Sukoharjo Resort Police Office as well as the obstacle the investigators encounters in disclosing the criminal case applying the dactiloscopy in disclosing the criminal case in Sukoharjo Resort Police Office.
This study belongs to an empirical law research that is descriptive in nature, describing and elaborating about the role of the implementation of
investigator’s authority in taking fingerprints using dactiloscopy in investigating
the criminal case. The type of data used was primary data. The primary data sources employed includes primary and secondary data sources. The secondary data source consists of primary, secondary, and tertiary law materials. Techniques of collecting data used were library study and interview. Then the data obtained was analyzed qualitatively implemented using several steps: collecting data, classifying, relating them to the theories and problems existing and then drawing a conclusion to determine the result.
Considering the result of research and discussion, the following conclusion can be drawn: the role of fingerprint, particularly dactiloscopy, for the investigator in the investigation process to disclose a crime is an important step in determining the clarity of crime occurring. It will later direct the subsequent actions or examinations, who the suspect is and what tool or arm is used in committing crime. The obstacles occurring is that the footprint left in the occurrence site frequently shows imperfect shape, many fingerprints found come from any one who are not relevant at all to the victim or suspect, if found, the fingerprints has imperfect shape so that the officer finds difficulty in identifying it and many people want to see the occurrence site leading to the damage of site so that the officer finds difficulty in doing examination.
commit to user
vii MOTTO
Selama darah masih mengalir, tidak pernah ada kata gagal.
Cepat atau lambat pasti akan berhasil
(penulis)
Waktu terkadang terlalu lambat bagi mereka yang menunggu, terlalu cepat
bagi yang takut, terlalu panjang bagi yang gundah, dan terlalu pendek
bagi yang bahagia. Tapi bagi yang selalu mengasihi, waktu adalah keabadian.
(Henry Van Dyke)
Buah paling manis dari berani bermimpi adalah kejadian-kejadian menakjubkan
dalam perjalanan menggapainya
(Andrea Hirata)
Ujian karakter yang sejati bukanlah berupa banyak yang kita ketahui
dalam melakukan berbagai hal, tapi bagaimana kita bersikap ketika tidak tahu
harus melakukan apa
(JOHN HOLD)
“
Hakim adalah mahasiswa hukum,
yang memberi nila
i pada kertas ujiannya sendiri”
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Karya kecil ini penulis persembahkan kepada:
Tuhan yang telah memberikan berkatNya yang melimpah sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Papa dan Mama tercinta yang senantiasa mendukung
kuliah,memberikan doa dan nasihat, semangat, cinta dan kasih
sayang tiada surutnya, serta kerja keras yang tak ternilai harganya
demi mewujudkan cita-citaku menjadi seorang Sarjana Hukum.
Adikku tersayang, yang selalu ada untuk membantu proses
belajarku selama menempuh dunia pendidikan.
Seseorang yang telah mengisi hidup penulis dan telah
menghembuskan makna kehidupan.
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang melimpahkan segala
rahmad dan hidayah-Nya. Yang selalu memberikan jalan dan kemudahan kepada
penulis sehingga Penulisan Hukum (Skripsi) yang berjudul, “KAJIAN IMPLEMENTASI KEWENANGAN PENYIDIK UNTUK MELAKUKAN PENGAMBILAN SIDIK JARI DENGAN TEKNIK DAKTILOSKOPI DALAM PENGUNGKAPAN PERKARA PIDANA DI KEPOLISIAN
RESORT SUKOHARJO” dapat terselesaikan tepat waktu.
Banyak hambatan dan permasalahan yang dihadapi penulis dalam
menyelesaikan Penulisan Hukum ini. Penulis menyadari bahwa keberhasilan
dalam menyelesaikan Penulisan Hukum ini tidak bisa terlepas dari bantuan semua
pihak yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak
langsung, secara materiil maupun non materiil. Oleh karena itu penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya, terutama kepada :
Penulisan hukum ini disusun untuk memenuhi dan melengkapi
syarat-syarat untuk memperoleh derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Banyak hambatan dan permasalahan yang
dihadapi penulis dalam menyelesaikan Penulisan Hukum ini baik secara langsung
maupun tidak langsung. Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam
menyelesaikan Penulisan Hukum ini tidak bisa terlepas dari bantuan semua pihak
yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung,
secara materiil maupun non materiil. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada:
1. Allah SWT, atas segala rahmat dan karunianya;
2. Nabi Muhammad SAW, semoga penulis dapat istiqomah dijalan-Nya hingga
akhir jaman;
3. Keluargaku tercinta, Papa, Mama, dan Adik, untuk setiap doa, pengorbanan,
commit to user
x
4. Liana Margareta yang selalu ada memberikan semangat, nasehat serta
dukunganya dan kasih sayang yang selalu ada untukku walau terbentang
jarak.
5. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan ijin dan kesempatan
kepada penulis untuk dapat melaksanakan Penulisan Hukum ini;
6. Pembantu Dekan I yang telah membantu dalam pemberian ijin dilakukannya
penulisan ini;
7. Ibu Sunny Ummul Firdaus S.H, M.H selaku pembimbing akademik penulis
yang membantu penulis dengan memberikan nasehat-nasehat dan selalu
memberikan arahan dalam kegiatan kuliah.
8. Bapak Kristiyadi, S.H., M.Hum., selaku pembimbing skripsi I dalam
penulisan hukum ini yang dengan kesabaran dan kebesaran hati telah
membimbing, mengarahkan, serta membantu penulis dalam menyelesaikan
penulisan hukum ini;
9. Bapak Muhammad Rustamaji, S.H., M.H., selaku Pembimbing Skripsi II
yang dengan sabar memberikan bimbingan, arahan selama penulisan hukum
ini;
10. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.Hum., selaku Ketua Laboratorium Ilmu
Hukum Fakultas Hukum UNS yang telah membantu penulis dalam menyusun
judul penulisan hukum ini;
11. Bapak Edy Herdyanto, S.H.,M.H., selaku ketua Bagian Hukum Acara
Fakultas Hukum UNS yang telah membantu penulis dalam menyusun judul
penulisan hukum ini;
12. Bapak/ Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah
membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan selama masa kuliah.
13. Seluruh Pimpinan dan Staf Administrasi Fakultas Hukun Universitas Sebelas
Maret, atas semua kemudahan, fasilitas serta kesempatan-kesempatan yang
commit to user
xi
14. AKBP Pri Hartono Eling Lelakon SiK selaku kepala kepolisian Resort
Sukoharjo yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan
penelitian.
15. Ipda Mariman selaku Kaur Identifikasi kepolisian Resort Sukoharjo, yang
dengan senang hati telah membimbing dan membantu penulis selama
penelitian di kepolisian Resort Sukoharjo.
16. Bripka Agus serta Briptu Fendi yang telah meluangkan waktunya untuk
membantu penulis mendapatkan data.
17. KSP “Principium” Fakultas Hukum UNS yang menjadi rumah kedua penulis
di bangku perkuliahan dan teman-teman Principiumers Siska, Yovi, Yuni,
Gatot, Citra debi, Aryani, Shelma, Mas tejo, Aya, Bundo, Lili, Trisna,
Helena, Ardani, Atika, Alphi, Maya, Diah N.A, Bayu, Iffa, Anugrah, Citra
widi, Miqdad, Mia, Maulida, Kiki, Faradina, Lilin, dan temen-temen lain
yang tidak bisa disebutkan satu persatu karena terlalu banyak cinta kasih
kalian, terus berkarya dan berprestasi.
18. Generasi Pejuang Himanoreg, terima kasih atas segalanya, tanpa himanoreg
hidup terasa hampa. Selama satu tahun lebih kita bersama mengendalikan
kapal yang penuh warna. Deretan peristiwa dari tawangmangu, klaten, jogja,
malang, candi sukuh terasa maknyus dalam relung hati. Tak terasa kita buat
catatan sejarah kecil yang menggembirakan, walaupun pada titik akhir serasa
hampa. Keyakinan dalam memori tetap ada, perjuangan cinta dari beberapa
personel, peristiwa hidup yang aneh, ucapan terima kasih dari yang
membutuhkan, senyuman kemenangan, tak berlebihan kalau kita sebut diri
kita sendiri generasi pejuang cinta.
19. Tomi, Arif “ito”, Pandhu, Ginanjar, Beni, laely, Mahendra, Ganyot, Himma,
Tari, Nova, Ayu, Ines, Berlian, yang setia mendengar keluh kesah penulis,
memberi bantuan, mendukung, menasehati, menyemangati bahkan terkadang
memarahi saat penulis malas mengerjakan skripsi... Akhirnya satu episode
dalam hidupku terlewati dan aku senang kalian menjadi bagian dari episode
ini...Semoga dalam episode episode lain dihidupku, kalian tetap setia
commit to user
xii
20. Sahabat-sahabatku Gana, Vera, Putri, Dedi, Nisa, Erna, Ambon, Hujang,
Tama, Surya, Nur kholis, Yanuar, Cuy, Angga “koh”, Surya, Sapi, Viddya,
Sekar, Pradika, terima kasih untuk persahabatan kita selama ini, terima kasih
untuk bantuan, semangat, serta dukungan kalian. Semoga Persahabatan ini
tidak lekang oleh jarak dan waktu...
21. Anak – anak Keluarga Pengamen Surakarta yang selalu menjadi penyemangat
penulis dalam menghadapi kegetiran kehidupan. Salut atas perjuanganmu
teman dalam panasnya hujan dan guyuran cahaya matahari
22.Terima kasih atas wejangan hukum kepada pak taufiq (ketua PERADI Solo ),
pak Eko ( KPK ), pak Faroek ( Justice for the Poor Project ), teman-teman
PUKAT UGM, pak yusuf ( YAPPI ).
23.Wujud nyata yang hanya sementara berkunjung ke ruang hati, segala ketidak
langsungan melahirkan bulatan kemerahan, Sentralisasi beberapa dekade
memformat ketidakpastian diantara keindahan kepastian dan itu hanya
sementara, karena tetap ada yang Esa, Terima kasih “bidadari penyelamat
sementara”.
24. Teman-teman angkatan 2007 Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang tidak bisa disebutkan satu per satu, you’re my inspiration,
tanpa kalian kuliahku selama di Fakultas Hukum UNS tidak akan berwarna.
25. Seluruh civitas akademika Fakultas Hukum UNS, mari wujudkan profesional
dan bermoral.
Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum ini sangat jauh dari sempurna,
Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dalam penulisan
hukum ini dan kedepannya sangat diperlukan dari para pembaca akan penulis
terima dengan senang hati. Akhir kata, semoga penulisan hukum ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Surakarta,20 April 2011
commit to user
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
HALAMAN MOTTO ... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Metode Penelitian... 9
F. Sistematika Penulisan Hukum ... 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori... 16
1. Tinjauan Tentang Penyidik ... 16
2. Beberapa Hal yang Berkaitan dengan Penyidikan ... 21
a) Requisites for an Investigator (Kebutuhan Penyidik) ... 21
b) Tools for an Investigatior (Alat Penyidikan) ... 21
3. Tinjauan Tentang Sidik Jari ... 26
a) Pengertian Sidik Jari ... 26
b) Macam-macam Sidik Jari ... 29
4. Tinjauan Tentang Sidik Jari ... 32
commit to user
xiv
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Implementasi Kewenangan Penyidik untuk Melakukan Pengambilan
Sidik Jari dengan Teknik Daktiloskopi dalam Pengungkapan Perkara
Pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo... 38
1. Tahap Pengamanan Tempat Kejadian Perkara ... 38
2. Tahap Pelaksanaan Olah Tempat Kejadian Perkara ... 39
3. Tahap Pengumpulan Barang Bukti ... 39
4. Tahap Pemilihan Terhadap Benda-benda dimana Bekas Jari Menempel... 40
5. Tahap Pengembangan dan Pengangkatan Sidik Jari Laten ... 41
6. Tahap Pengambilan Sidik Jari di Tempat Kejadian Perkara ... 44
7. Tahap Pengakhiran Olah Tempat Kejadian Perkara ... 47
8. Tahap Pengambilan Sidik Jari Pada Mayat ... 52
a) Mayat Masih Baru ... 52
b) Mayat Telah Kaku dan Mulai Membusuk ... 53
c) Mayat yang Sudah Membusuk, Mengering dan yang Terendam Air ... 54
9. Tahap Pemeriksaan Perbandingan Sidik Jari Laten ... 54
10.Tahap Perumusan Sidik Jari ... 56
11.Tahap Penyimpanan Kartu Sidik Jari dan Kartu Pembantunya .... 59
B. Hambatan-Hambatan yang Ditemukan dalam Pengambilan Sidik Jari dengan Menerapkan Teknik Daktiloskopi yang Merupakan Serangkaian Tindakan Penyidikan dalam Pengungkapan Perkara Pidana ... 72
1. Hambatan dari Luar ... 72
2. Hambatan dari Dalam ... 73
BAB IV PENUTUP A. Simpulan ... 75
commit to user
xv DAFTAR PUSTAKA
commit to user
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skematik Data Analisis Model Interaktif
Gambar 1. Skematik Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Penampang Kulit
commit to user BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia, dalam menjalankan kehidupan bernegara, memerlukan
adanya hukum untuk mengatur kehidupan masyarakat, sehingga segala bentuk
kejahatan dapat diselesaikan dengan seadil-adilnya. Dengan adanya hukum dapat
menghindarkan pelanggaran yang dapat dilakukan oleh masyarakat ataupun
penegak hukum itu sendiri. Untuk itu diperlukan adanya kaidah-kaidah hukum
yang dapat dipergunakan oleh negara Indonesia dalam mengatur tatanan
kehidupan dalam masyarakat.
Salah satu fungsi keberadaan suatu hukum adalah untuk menetapkan
perbuatan yang harus dilakukan dan atau perbuatan yang boleh dilakukan serta
yang dilarang. Sasaran hukum yang hendak dituju bukan saja orang yang
nyata-nyata berbuat melawan hukum, melainkan juga perbuatan hukum yang mungkin
akan terjadi, dan kepada alat perlengkapan negara untuk bertindak menurut
hukum. Sistem bekerjanya hukum yang demikian itu merupakan salah satu bentuk
penegakan hukum. Dalam mewujudkan penegakan hukum tersebut, proses
penanganan perkara pidana haruslah dilaksanakan secara optimal, sehingga
haruslah dapat ditentukan secara cepat dan tepat tentang apakah suatu perkara
pidana akan dapat diajukan ke persidangan ataukah tidak.
Selain itu, dalam rangka menegakkan supremasi hukum, posisi Kepolisian
(yang berwenang melakukan penyidikan) dan Kejaksaan (yang berwenang
melakukan penuntutan) sangat penting dalam mewujudkan hukum in concreto.
Mewujudkan hukum in concreto bukan hanya merupakan fenomena pengadilan
atau hakim, tetapi termasuk dalam pengertian pemberian pelayanan hukum dan
penegakan hukum, sehingga Kepolisian dan Kejaksaan yang merupakan pranata
publik penegak hukum dalam sistem peradilan pidana juga mempunyai peran
krusial dalam perwujudan hukum in concreto.
Dalam perkara pidana dikenal adanya hukum acara pidana yang mengatur
bagaimana hukum pidana materiil dilaksanakan. Sedangkan pengadilan
commit to user
peraturan perundang-undangan dalam pelaksaaananya. Suatu peraturan,
bagaimanapun baiknya peraturan itu mengatur tentang sesuatu aspek kehidupan di
dalam kehidupan bernegara, pastilah akan terjadi pelanggaran di dalam
pelaksanaanya. Maka lembaga peradilan itulah yang berfungsi sebagai lembaga
yang mengawasi pelaksaan dan memberi sanksi bagi pelanggar dari peraturan
tersebut.
Sehubungan dengan lembaga peradilan tersebut, diperlukan aparat yang
berfungsi sebagai aparat penegak hukum. Salah satu aparat penegak hukum itu
adalah Kepolisian Negara Repubik Indonesia yang bertugas sebagai penyidik
dalam mengungkap perkara atau kasus pidana yang nantinya akan diajukan ke
muka sidang pengadilan. Hukum Acara Pidana merupakan hukum yang memuat
peraturan-peraturan untuk melaksanakan hukum pidana materiil, karena hukum
acara pidana mempunyai fungsi sebagai alat untuk menyelesaikan segala
kepentingan yang berhubungan dengan perbuatan melawan hukum yang diatur
dalam hukum pidana materiil. Kegiatan pertama yang dilakukan dalam proses
penyelesaian perkara pidana adalah penyidikan. Di dalam kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981,
yang disebut dengan tindakan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik
dalam hal ini dan menurut cara-cara yang diatur dengan undang-undang ini untuk
mencari serta mengumpulkan bukti-bukti yang dengan bukti itu membuat terang
tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangka (Pasal 1 ayat
(2) UU No.8 Tahun 1981). Bagian-bagian hukum acara pidana yang menyangkut
penyidikan adalah: Ketentuan tentang alat-alat penyidik, Ketentuan tentang
diketahuinya terjadinya delik, Pemeriksaan di tempat kejadian, Pemanggilan
tersangka atau terdakwa, Penahanan sementara, Penggeledahan, Pemeriksaan atau
interogasi, Berita Acara (penggeledahan, interogasi, dan pemeriksaan di tempat),
Penyitaan, Penyampingan perkara, Pelimpahan perkara kepada penuntut umum
dan pengembaliannya kepada penyidik untuk disempurnakan (Andi Hamzah,
2002:118-119).
Proses untuk menentukan suatu berkas perkara guna menentukan lengkap
commit to user
rangkaian proses peradilan pidana terletak pada tahap Prapenuntutan yang
menggambarkan adanya keterkaitan antara Penyidik dengan Penuntut Umum.
Apabila terdapat kekurangan di dalam berkas perkara, yang nantinya akan
menyulitkan Kejaksaan dalam melakukan penuntutan, maka berkas perkara dapat
dikembelikan kepada Penyidik untuk disempurnakan dengan disertai petunjuk
yang dianggap perlu.
Pada prinsipnya, ketentuan tentang Penyidikan dan Penuntutan dalam
KUHAP di atas menunjukkan hubungan yang erat antara penyidikan dengan
penuntutan. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa penyidikan merupakan
kegiatan untuk mengumpulkan alat bukti mengenai adanya satu tindak pidana
beserta pelaku tindak pidana tersebut, sementara penuntutan merupakan kegiatan
yang ditujukan untuk mempertanggungjawabkan hasil dari kegiatan penyidikan di
forum pengadilan.
Oleh karena itu, pelaksanaan dari integrated criminal justice system
sebetulnya adalah untuk melaksanakan penegakan hukum yang terpadu dan
berkesinambungan untuk mendapatkan out put yang maksimal. Dalam hal ini,
penyidikan haruslah diarahkan kepada pembuktian di persidangan, sehingga
tersangka (pelaku tindak pidana) dapat dituntut dan diadili di persidangan.
Penyidikan yang berakhir dengan putusan (vrisjpraak) ataupun lepas dari segala
tuntutan (onslag van alle rechtsvervolging) dari Pengadilan terhadap pelaku
tindak pidana akan merugikan masyarakat dan lembaga penegak hukum itu
sendiri (http://lp3madilindonesia.blogspot.com/2011/01/antara-pentidik-dan-penu
ntut-umum.html) Diakses pada tanggal 26 Maret 2011 pukul 11:38:42 WIB.
Dalam setiap penyidikan perkara pidana dilakukan oleh penyidik, dalam
hal ini adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kegiatan penyidikan
merupakan kegiatan dalam rangka membuat suatu perkara menjadi terang atau
jelas dan dalam usaha untuk menemukan pelaku tindak kejahatan. Kegiatan
penyidikan yang pertama kali dilakukan oleh penyidik dalam mengungkap suatu
kejahatan adalah menemukan barang bukti maupun bekas-bekas kejahatan yang
tertinggal pada tempat kejadian pekara (TKP) atau bagian-bagian terjadinya
commit to user
Salah satu barang bukti pertama yang dicari oleh penyidik adalah
menemukan sidik jari pelaku kejahatan, hal ini termasuk dalam lingkup
kewenangan penyidik. Karena kewajibannya, penyidik dalam penyidikan
mempunyai wewenang yang salah satunya adalah mengambil sidik jari dalam
olah TKP (Pasal 7 ayat (1) butir f KUHAP). Ketika pertama kali penyidik datang
ke TKP hal yang pertama dilakukan adalah mencari bukti-bukti awal yang
tertinggal dan menganalisanya termasuk juga hal ini sidik jari mempunyai peran
penting yaitu menggidentifikasi untuk kemudian dicocokkan untuk mencari
keidentikan.
Barang bukti yang sah, yang dapat ditemukan penyidik pada tempat
kejadian perkara salah satunya adalah adalah sidik jari. Sidik jari merupakan
barang bukti yang baik dan efektif, yang dipergunakan oleh penyidik untuk
pembuktian di pengadilan. Dengan identifikasi sidik jari yang dilakukan oleh
penyidik dimaksudkan untuk menghindari adanya kekeliruan dalam pembuktian
di persidangan. Dengan begitu terlihat jelas bahwa sidik jari merupakan barang
bukti yang praktis dan akurat. Yang menjadi dasar bahwa sidik jari dapat
dikatakan sebagai alat bukti yang utama dalam mencari dan mengenali penjahat :
Sidik jari tiap orang tidak sama, Sidik jari manusia tidak berubah selama hidup,
Sidik jari dapat dirumus dan diklasifikasi secara sistematis (Markas Besar
Kepolisian Republik Indonesia, 1993:7).
Identifikasi sangat penting karena dapat menemukan pelaku tindak
kejahatan. Identifikasi terhadap pelaku dapat dilakukan melalui seluruh atau salah
satu cara: Tanda-tanda badaniah (signalement) seperti tinggi badan, warna kulit,
rambut, hidung, bentuk muka, sikap dan seterusnya, Foto atau potret si pelaku,
Jejak (sidik) jari (daktiloskopi), Modus operandi atau cara kerja si pelaku (Andi
Hamzah, 1986:13).
Identifikasi terhadap pelaku dapat dilakukan melalui seluruh atau salah
satu cara:
1. Tanda-tanda badaniah (signalement) seperti tinggi badan, warna kulit,
rambut, hidung, bentuk muka, sikap dan seterusnya,
commit to user 3. Jejak (sidik) jari (daktiloskopi),
4. Modus operandi atau cara kerja si pelaku (Andi Hamzah, 1986:13)
Identifikasi sidik jari mempunyai arti yang sangat penting bagi penyidik
untuk membuat terang suatu perkara pidana dan mengungkap siapa pelaku tindak
pidana tersebut, maka para penyidik harus berusaha untuk menjaga agar jangan
sampai barang bukti berupa sidik jari yang terdapat atau tertinggal di tempat
kejadian perkara menjadi hilang ataupun rusak. Hasil pemeriksaan tentang sidik
jari dilakukan oleh Petugas Unit Identifikasi Daktiloskopi Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
Sedangkan dalam penanganan masalah kriminal, seringkali mengalami
kesulitan dalam pemeriksaan barang bukti (BB) terutama dalam hal ini, berkaitan
dengan perkara pidana pembunuhan, pemeriksaan barang bukti yang berupa
jenazah. Apabila penyidik mengalami kesulitan di dalam pemeriksaan jenazah
guna dijadikan alat bukti yang sah di muka pengadilan nanti, hal itu bukan karena
penyidik tidak diberi wewenang untuk itu, tetapi karena dalam pemeriksaan
jenazah dan barang bukti sejenisnya diperlukan suatu ilmu khusus untuk
mengadakan pemeriksaan bukti-bukti itu.
Seperti benda mati yang lainnya, maka barang bukti yang berupa benda
mati tersebut sebetulnya sangat penting dalam mengungkap suatu perkara pidana
dimana dalam hal ini perkara pidana pembunuhan, tidak dapat menceritakan
apa-apa yang terjadi di sekitarnya atau apa-apa yang telah terjadi pada benda mati itu
sendiri. Tetapi benda mati tersebut dapat memberikan suatu petunjuk yang dapat
mengungkapkan suatu pelaku melalui bukti-bukti tertentu yang tertinggal di TKP
maupun di tubuh korban. Pemeriksaan sidik jari sendiri merupakan pemeriksaan
yang diakui paling tinggi ketepatannya untuk menentukan identitas seseorang.
Bukti tersebut pada akhirnya nanti dijadikan sebagai dasar pembuktian
suatu perkara pidana dipengadilan dan memiliki kekuatan sebagai alat bukti yang
sah sangat membantu hakim dalam menjatuhkan vonis, meskipun hakim itu dapat
memberikan vonis atas keyakinannya, tetapi hakim tetap terikat pada Pasal 183
commit to user
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi ia dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukan.
Adapun alat bukti-alat bukti yang sah di jadikan dasar keyakinan hakim
dalam memutus suatu perkara telah ditentukan dalam Pasal 184 (1), sebagai
berikut : 1) keterangan saksi, 2) keterangan ahli, 3) surat 4) petunjuk, dan 5)
keteranga terdakwa.
Berdasarkan keterangan diatas dapat dilihat bahwa proses penemuan bukti
sangat berpengaruh pada proses pembuktian suatu tindak pidana dan
penyelesainnya. Dalam hal kasus pembunuhan ataupun kematian tidak wajar,
metode Daktiloskopi diterapkan untuk membantu proses penyidikan. Penyidik
dapat meminta keterangan ahli kedokteran kehakiman atau ahli yang berwenang
lainnya untuk memeriksa korban guna membantu pemeriksaan pada korban untuk
kepentingan peradilan.
Identifikasi sidik jari mempunyai arti yang sangat penting bagi penyidik
untuk membuat terang suatu perkara pidana dan mengungkap siapa pelaku tindak
pidana tersebut, maka para penyidik harus berusaha untuk menjaga agar jangan
sampai barang bukti berupa sidik jari yang terdapat atau tertinggal di tempat
kejadian perkara menjadi hilang ataupun rusak. Hasil pemeriksaan tentang sidik
jari dilakukan oleh petugas unit identifikasi Daktiloskopi Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk
mengkaji implementasi kewenangan penyidik untuk melakukan kegiatan
pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam suatu penyidikan perkara
pidana dan juga Hambatan-hambatan yang ditemui dalam penyidikan untuk
menerapkan metode Daktiloskopi tersebut melalui penyusunan penulisan hukum
commit to user B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam suatu penelitian sangat penting karena
merupakan suatu pedoman serta mempermudah penulis dalam membahas
permasalahan yang akan diteliti, sehingga sasaran yang hendak di capai jelas
sesuai dengan apa yang di harapkan.
Maka berdasarkan uraian tentang latar belakang masalah dan pembatasan
masalah yang telah disebutkan di atas sekiranya perlu dirumuskan
masalah-masalah yang akan dibahas. Adapun permasalah-masalahan yang akan di kaji dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi kewenangan penyidik untuk melakukan
pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam pengungkapan
perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo?
2. Hambatan-hambatan apakah yang ditemukan penyidik dalam
pengungkapan perkara pidana dengan menerapkan daktiloskopi dalam
pengungkapan perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo?
C. Tujuan Penelitian
Dalam suatu penelitian tidak mungkin mungkin lepas dari tujuan tertentu
yang ingin dicapai, sesuai dengan tujuannya penelitian dapat didefinisikan sebagai
berikut : penelitian adalah usaha untuk mengemukakan, mengembangkan dan
menguji kebenaran suatu pengetahuan usaha mana dilakukan dengan
metode-metode ilmiah (Sutrisno Hadi.1999:4).
Maksud adanya tujuan penelitian adalah untuk memberikan arah yang
tepat dalam proses penelitian yang dilakukan agar penelitian tersebut berjalan
sesuai dengan apa yang dikehendaki. Oleh karena itu dalam penyusunan skripsi
ini tujuan yang dikehendaki penulis adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui implementasi kewenangan penyidik untuk melakukan
pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam pengungkapan
commit to user
b. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang ditemui penyidik dalam
pengungkapan perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk menambah wawasan dalam memperluas pemahaman pengetahuan
maupun pemahaman penulis terhadap teori-teori mata kuliah yang telah di
peroleh penulis serta sinkronisasinya dengan pelaksanaan teori-teori tersebut
dalam prakteknya.
b. Untuk memperoleh data yang lebih spesifik, lengkap dan jelas sebagai
bahan untuk menyusun penulisan hukum, sebagai persyaratan utama dalam
memperoleh gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum Universitas Sebalas
Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Dalam setiap penelitian diharapkan adanya suatu manfaat dan kegunaan
yang dapat diambil dari penelitian, sebab besar kecilnya manfaat penelitian akan
menentukan nilai-nilai dari penelitian tersebut. Adapun yang menjadi manfaat dari
penelitian ini dibedakan antara manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
a. Dapat memberikan sumbangan pengetahuan di bidang Ilmu Hukum
Acara Pidana khususnya mengenai penerapan Daktiloskopi pada Ilmu
Kedokteran Kehakiman dalam proses pembuktian perkara pidana
pembunuhan.
b. Hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemecahan-pemecahan atas
permasalahan yang dikaji.
c. Hasil dari penelitian ini dapat dipakai sebagai acuhan terhadap
penelitian-penelitian sejenis pada tahap selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan sumbangan pemikiran agar Ilmu Kedokteran Kehakiman
commit to user
b. Menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran dan
membentuk pola pikir ilmiah, sekaligus untuk mengetahui kemampuan
penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama dibangku
kuliah.
E. Metode Penelitian
Sebelum menguraikan tentang metode penelitian, maka terlebih dahulu
akan dikemukakan pengertian tentang metode itu sendiri. Kata “metode” berasal
dari bahasa Yunani methodos, yang berarti cara kerja, upaya, atau jalan suatu
kegiatan pada dasarnya adalah salah satu upaya, dan upaya tersebut bersifat ilmiah
dalam mencari kebenaran yang dilakukan dengan mengumpulkan data sebagai
dasar penentuan kebenaran yang dimaksud (Koentjoroningrat, 1993 : 22).
Sedangkan penelitian menurut Sutrisno Hadi adalah usaha untuk
menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha
mana dilakukan dengan metode ilmiah (Sutrisno Hadi, 1994 : 89). Dengan
demikian pengertian metode penelitian adalah upaya yang bersifat ilmiah dalam
mencari dan menguji kebenaran suatu pengetahuan dengan metode ilmiah.
Di dalam suatu penelitian, metode penelitian merupakan suatu faktor yang
penting dan menunjang proses penyelesaian suatu permasalahan yang akan
dibahas, di mana metode merupakana cara utama yang akan digunakan untuk
mencapai tingkat ketelitian jumlah dan jenis yang dihadapi. Akan tetapi dengan
mengadakan klasifikasi yang didasarkan pada pengalaman, dapat ditentukan
jenis-jenis metode penelitian sedangkan Hasil yang dicapai adalah untuk memberikan
preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Winarno
Surakhmat,1982:131).
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai
berikut:
1. Jenis penelitian
Dalam usaha memperoleh data yang dipergunakan untuk menyusun
penulisan hukum, maka jenis penelitian yang digunakan adalah Empiris Yaitu
commit to user
bertitik tolak pada aspek hukum normatif disertai dengan kajian teoritis hukum,
dengan didukung oleh fakta-fakta empiris dilapangan. Maka berdasarkan
pengertian tersebut diatas, metode penelitian ini dimaksudkan untuk
menggambarkan dan menguraikan tentang peranan implementasi kewenangan
penyidik untuk melakukan kegiatan pengambilan sidik jari dengan teknik
daktiloskopi dalam penyidikan perkara pidana.
2. Sifat penelitian
Dalam penelitian ini, sifat penelitian adalah deskriptif. Adapun pengertian
penelitian deskriptif yaitu penelitian untuk memberikan data yang seteliti
mungkin tentang manusia, keadaan atau hipotesa-hipotesa agar dapat membantu
didalam memperkuat teori-teori lama atau didalam penyusunan teori-teori baru
(Soerjono Soekanto, 2006 : 10).
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian
kualitatif. Dengan mengutip pendapat Soerjono Soekanto (2006:10) menjelaskan
bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dengan melakukan
pengumpulan data berupa kata-kata, gambar-gambar, serta informasi verbal atau
nomatif dan bukan dalam bentuk angka-angka.
Penulis berusaha mendapatkan informasi yang selengkap mungkin
mengenai kewenangan penyidik sebagai penegak hukum dalam hal ini untuk
melakukan kegiatan pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam
pengungkapan perkara pidana yang dilakukan di kepolisian resort Sukoharjo.
Teknik kualitatif dipakai sebagai pendekatan dalam penelitian ini, karena teknik
ini untuk memahami realitas rasional sebagai realitas subjektif khususnya
penyidik. wawancara mendalam bersifat sangat utama dalam pengumpulan data.
Observasi diharapkan mampu menggali implementasi kegiatan penyidikan yang
dilakukan oleh penyidik POLRI sehingga nantinya dapat digunakan untuk
commit to user 4. Jenis dan Sumber Data Penelitian
Penelitian menggunakan Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung
dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan,
yang dilakukan baik melalui pengamatan, wawancara ataupun penyebaran
kuisioner. Penelitian hukum sebagai penelitian sosiologis empiris dapat di
realisasikan kepada penelitian terhadap efektivitas hukum yang berlaku maupun
penelitian terhadap identifikasi hukum. Penelitian ini menggunakan beberapa
sumber data, yaitu:
a. Sumber Data Primer
Merupakan sejumlah data yang diperoleh secara langsung dari sumber data
untuk tujuan penelitian. Adapun data tentang penelitian ini diperoleh dari
Penyidik dan aparatur penegak hukum di wilayah hukum Sukoharjo dan juga
beberapa pihak yang terkait dengan permasalahan penelitian ini, sehingga
diharapkan agar hasil yang diperoleh merupakan hal yang obyektif dan sesuai
dengan obyek yang diteliti.
b. Sumber Data Sekunder
Yaitu data yang tidak diperoleh secara langsung dari lapangan namun
diperoleh dari studi pustaka yang meliputi keterangan- keterangan yang diperoleh
dari mempelajari dokumen-dokumen yang berhubungan dan dapat menunjang
permasalahan yang diteliti serta literatur-literatur atau buku-buku kepustakaan
mengenai Penyidikan maupun teknik-teknik Daktiloskopi, khususnya yang ada
hubungannya dengan penelitian yang dilakukan. Data sekunder ini pun masih
dibagi menjadi tiga bagian lagi yakni:
1) Bahan Hukum Primer yaitu bahan-bahan yang terdiri
perundang-undangan yang terkait dengan penulisan hukum skripsi ini.
2) Bahan Hukum Sekunder yakni bahan hukum yang berfungsi sebagai
penjelas dari bahan hukum primer yakni terdiri dari literatur-literatur
yang terkait dengan penulisan skripsi ini.
3) Bahan Hukum Tersier yaitu bahan-bahan pendukung atau pelengkap
commit to user 5. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang penulis pergunakan
adalah sebagai berikut:
a. Studi Dokumen atau Kepustakaan
Yaitu suatu metode pengumpulan data dengan cara membaca buku-buku
literatur hasil penelitian terdahulu serta membaca dokumen-dokumen yang
sesuai dengan obyek penelitian.
b. Wawancara
Merupakan cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung
pada sumber data (responden). Dalam hal ini responden adalah pejabat
kepolisian di polres Sukoharjo.
6. Teknik Analis Data
Analisis merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian
dalam bentuk laporan data yang diadakan suatu penganalisisaan data. Dalam
penelitian kualitatif, validitas data tidak tergantung pada banyak sedikitnya contoh
seperti pada penelitian kuantitatif.
Tujuan analisis didalam penelitian adalah menyempitkan dan membatasi
data sehingga data yang teratur serta tersusun baik akan menjadi lebih berguna.
Dalam penelitian ini teknis analis data yang digunakan adalah teknik analisis data
kualitatif. Menurut Sutopo, analisis data kualitatif adalah upaya berlanjut,
berulang dan terus menerus. Masalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan menjadi gambaran keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian
kegiatan analisis yang saling susul menyusul. Adapun model analisis data yang
commit to user
Model alisis ini dapat di gambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Skematik data analisis model interaktif
Komponen-komponen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Reduksi data
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemutusan perhatian kepada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang
muncul dari catatan tertulis di lapangan. Reduksi data langsung terus
menerus bahkan sebelum data benar-benar terkumpul sampai sesudah
penelitian lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun.
b. Penyajian data
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan.
c. Penarikan Kesimpulan / Verifikasi
Dalam mengumpulkan data, seorang penganalisa kualitatif mulai
mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan,
konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat dan proporsi.
Kesimpulan-kesimpulan dibuat secara longgar, tetap terbuka, tetapi
kesimpulan sudah disediakan, mula-mula belum jelas, meningkat
menjadi lebih rinci dan mengakar pada pokok. Kesimpulan-kesimpulan
juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi itu mengkin
sesingkat pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran penganalisis Sajian
Data
Penarikan Kesimpulan Reduksi
Data
commit to user
selama ia menulis, suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan
atau mungkin menjadi seksama dan makan tenaga dengan peninjauan
kembali (HB.Sutopo,1990 :8).
F. Sistematika Penulisan Hukum
Sistematika penulisan dalam penelitian hukum ini terdiri dari empat (4)
bab yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, pembahasan, dan penutup. Selain itu
ditambah dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran. Adapun sistematika yang
terperinci adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis mengemukakan mengenai latar belakang masalah
penelitian dan penulisan tentang kajian implementasi kewenangan
penyidik untuk melakukan pengambilan sidik jari dengan teknik
daktiloskopi dalam pengungkapan perkara pidana di kepolisian resort
Sukoharjo, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini penulis memaparkan sejumlah landasan teori dari para pakar
dan doktrin hukum berdasarkan literature-literatur yang berhubungan
dengan permasalahan penelitian yang diangkat. Tinjauan pustaka dibagi
menjadi dua (2) yaitu :
1. Kerangka teori, yang berisikan tinjauan mengenai pengambilan sidik
jari dengan teknik daktiloskopi dan penyidikan.
2. Kerangka pemikiran, yang berisikan gambaran alur berpikir dari penulis
commit to user
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis menguraikan pembahasan dan hasil perolehan dari
penelitian yang dilakukan. Berpijak dari rumusan masalah yang ada, maka
dalam bab ini penulis akan membahas dua (2) pokok permasalahan yaitu
Bagaimana implementasi kewenangan penyidik untuk melakukan
pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam pengungkapan
perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo, Hambatan-hambatan
apakah yang ditemui penyidik dalam pengungkapan perkara pidana di
Kepolisian Resort Sukoharjo..
BAB IV : PENUTUP
Pada bab ini penulis mengemukakan kesimpulan yang penulis ambil dari
hasil penelitian serta memberikan saran yang relevan dan bermanfaat bagi
semua pembaca dari skripsi ini terutama bagi yang sangat berkepentingan
dan juga pihak-pihak yang terkait dengan penelitian tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A.Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Penyidik a. Pengertian Penyidik
Penyidik adalah orang yang melakukan penyidikan yang terdiri dari
pejabat seperti yang dijelaskan pada Pasal 1 butir 1 KUHAP. Kemudian diperinci
dan dipertegas lagi pada Pasal 6 KUHAP. Selain yang di atur dalam Pasal 1 butir
1 dan Pasal 6 KUHAP, terdapat lagi Pasal 10 KUHAP yang mengatur tentang
adanya penyidik pembantu disamping penyidik. Penyidik pembantu sendiri bukan
harus dari Anggota POLRI, tetapi dapat diangkat dari kalangan pegawai negri
sipil POLRI, sesuai dengan keahlian khusus yang mereka miliki dalam bidang
tertentu.
Dalam Pasal 1 Butir ke-1 KUHAP dijelaskan pengertian penyidik.
”Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan”.
Dari pengertian tersebut di atas, dapat ditarik dua unsur penyidik, seperti
tercantum dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP, yaitu :
(1) Penyidik adalah :
a) Pejabat Polisi Negara Indonesia;
b) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang
khusus oleh undang-undang.
(2) Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)
akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
Dalam Pasal 6 KUHAP tersebut di atas telah ditentukan mengenai instansi
atau kepangkatan seorang pejabat penyidik adalah :
a) Pejabat Peyidik Polisi
Untuk melakukan penyidikan, pejabat penyidik polisi harus
memenuhi syarat kepangkatan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (2)
commit to user
kepolisian diatur dalam peraturan pemerintah yaitu PP No. 27 Tahun
1983.
Kepangkatan penyidik diatur dalam Bab II PP No. 27 Tahun 1983
tentang syarat kepangkatan dan pengangkatan penyidik, untuk syarat
kepangkatan dari penyidik adalah sebagai berikut:
a. Pejabat Penyidik Penuh
Pejabat polisi yang dapat diangkat sebagai pejabat penyidik
penuh harus memenuhi kepangkatan dan pengangkatan sebagai
berikut:
1) Sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua
Polisi;
2) Berpangkat Bintara di bawah Pembantu Letnan Dua apabila
dalam sektor Kepolisian tidak ada pejabat penyidik yang
berpangkat Pembantu Letnan Dua;
3) Ditunjuk dan diangkat oleh Kepala Kepolisian RI.
b. Pejabat Penyidik Pembantu
1) Sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi;
2) Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan kepolisian negara
dengan syarat sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur
Muda (golongan II/A);
3) Diangkat oleh Kepala Kepolisian RI, atas usul komandan
atau pimpinan kesatuan masing-masing.
Khusus mengenai pengangkatan pegawai negeri sipil di
lingkungan kepolisian untuk menjadi pejabat penyidik
pembantu harus mempunyai keahlian dan kekhususan di bidang
tertentu. Syarat kepangkatan pejabat penyidik pembantu harus
lebih rendah dari pangkat pejabat penyidik penuh.
Dalam hal ini perlulah kiranya diutarakan di sini, bahwa
Surat keputusan Menteri Hankam/Pangab tanggal 13 Juli 1979
telah menentukan antara lain, bahwa penyidik pembantu yang
commit to user
Dua s/d Sersan Mayor dan kepolisian khusus yang atas usul
komandan atau kepala Jawatan / Instansi sipil Pemerintah diangkat
oleh Kapolri. Penyidik pembantu harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
1. Berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama atau sekurang-kurangnya berpendidikan Sekolah
Bintara Polisi;
2. Mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan
dengan penyidikan;
3. Mempunyai kecakapan dan kemampuan baik psikis maupun
fisik untuk melakukan tugas penyidikan;
4. Berkelakuan baik atau tidak tercela (R. Soesilo, 1980:19).
Wewenang penyidik dari pejabat kepolisian negara Republik
Indonesia sesuai dengan Pasal 7 ayat 1 KUHAP adalah sebagai berikut:
1. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya
tindak pidana;
2. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian
3. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda
pengenal dari tersangka
4. melakukan penagkapan, penggeledahan, penahanan dan
penyitaan
5. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
6. mengambil sidik jari dan memotret seseorang
7. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi
8. mendatangkan orang ahli yang diperuntukkan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan perkara
9. mengadakan penghentian penyidikan
10.mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung
commit to user b) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Pegawai Negeri Sipil mempunyai fungsi dan wewenang sebagai
penyidik. Pada dasarnya wewenang yang mereka miliki bersumber pada
ketentuan pidana khusus, yang telah menetapkan sendiri pemberian
wewenang penyidikan pada salah satu pasalnya. Jadi hanya terbatas
hanya sepanjang menyangkut tindak pidana yang diatur dalam
undang-undang khusus tersebut (M. Yahya Harahap, 2002: 113).
Masih menurut M. Yahya Harahap (2002:113), bahwa kedudukan
dan wewenang penyidik pegawai negeri sipil dalam melaksanakan tugas
penyidikan adalah :
1. Penyidik pegawai negeri sipil kedudukannya dibawah
koordinasi dan pengawasan penyidik Polri,
2. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik Polri memberikan
petunjuk kepada penyidik pegawai negeri sipil untuk
memberikan bantuan penyidikan yang diperlukan,
3. Penyidik pegawai negeri sipil harus melaporkan kepada
penyidik Polri jika ditemukan bukti yang kuat untuk
mengajukan tindak pidananya ke penuntut umum,
4. Setelah penyidikan selesai, penyidik pegawai negeri sipil
menyerahkan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui
penyidik Polri. Penyidik Polri memeriksa hasil penyidikan
untuk menghindari pengembalian kembali hasil penyidikan
oleh penuntut umum kepada penyidik karena kurang lengkap,
5. Apabila penyidik pegawai negeri sipil menghentikan
penyidikan yang telah dilaporkan kepada penyidik Polri, maka
penghentian penyidikan tersebut harus diberitahukan kepada
penyidik Polri dan penuntut umum.
Peran penyidikan adalah menyediakan jawaban bagi pertanyaan: Siapa?
Apa? Kapan? Di mana? Bagaimana? Dan terkadang, Mengapa? Ketepatan
penyidikan dan kemampuan penyidik dapat menghasilkan penuntutan yang sukses
commit to user
dengan sewenang-wenang. Penyidikan yang tidak tepat dapat menghasilkan
kegagalan penuntutan dan penghukuman terhadap orang yang keliru.
Pada penyidikan, ditekankan pada tindakan mencari dan mengupulkan
bukti supaya tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi jelas, serta dapat
menemukan dan menentukan pelakunya. Dari pengertian tersebut antara
penyelidikan dan penyidikan adalah dua tahap tindakan yang berwujud satu.
Antara kedua tindakan saling berkaitan dan saling melengkapi supaya dapat
diselesaikan pemeriksaan suatu peristiwa pidana (M.Yahya Harahap, 2002 : 109).
Tugas penyidik adalah melaksanakan penyidikan, yaitu serangkaiaan
tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang
Hukum Acara Pidana untuk mencari serta mengumpulkan barang bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangka (Nico Ngani, 1984 : 24).
Disamping itu penyidik juga mempunyai tugas :
1) Membuat berita acara tentang hasil pelaksanaan tindakannya;
2) Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum atau jaksa; penyidik
yang dari pegawai negeri sipil menyerahkannya dengan melalui penyidik
yang dari pejabat kepolisian.
Penyerahan berkas perkara ini meliputi dua tahap, yaitu:
(a). Penyidik hanya menyerahkan berkas pidana;
(b). Dalam hal ini penyidik sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan
tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum.
Para penyidik dalam melaksanakan tugasnya harus menjunjung tinggi
hukum yang berlaku. Penyidik yang dari kepolisian negara mempunyai wewenang
melakukan tugas masing-masing pada umumnya di seluruh wilayah Indonesia,
khususnya di daerah hukum masing-masing di mana ia diangkat sesuai dengan
commit to user
2. Beberapa Hal yang Berkaitan dengan Penyidikan a. Requisites for an Investigator (Kebutuhan Penyidik)
Penyidik harus mengetahui dengan pasti apakah sebuah kejahatan telah
terjadi atau tidak bagaimana terjadinya kapan terjadi di mana terjadi siapa yang
melakukan kejahatan itu dan dalam kasus tertentu, mengapa kejahatan itu terjadi
(Andi Hamzah,2009:119). Untuk melakukan hal ini, penyidik harus memiliki:
a) kemampuan intelektual untuk mempelajari.
b) kekerasan hati dalam menghadapi rintangan.
c) integritas pribadi yang dapat tahan terhadap godaan fisik, emosional, dan
material.
d) pemahaman terhadap orang lain, proses mental mereka, budaya mereka,
kebiasaan mereka, dan lingkungan mereka.
e) pengetahuan tentang bantuan ilmu pengetahuan yang berguna dan
kemauan untuk menggunakannya.
f) kemampuan untuk mencapai kesimpulan berdasarkan bukti.
g) pemahaman tentang diri sendiri.
h) kemampuan untuk bertahan terhadap prasangka.
i)kesabaran untuk menunggu penilaian sampai bukti tersedia dan,
j)pengetahuan tentang teknik dan prosedur yang dibutuhkan dalam
penyidikan kriminal.
b. Tools for an Investigator (Alat Penyidikan)
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 KUHAP disebutkan bahwa
“Penyidikan” itu adalah serangkaian tindakan Penyidik dalam hal dan menurut
cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi
guna menemukan tersangkanya. Maka dalam menjalankan tugasnya maka
penyidik perlu melakukan dengan berbagai cara untuk mendapatkan suatu data
commit to user a) Observasi.
Penyidik harus mampu mengamati dengan akurat semua yang dapat
diamati, menggunakan bahasa untuk menyampaikan kepada pihak lain apa yang
telah ia amati, dan menggambarkan dengan tepat apa yang ia amati. Tidak ada
detil yang dapat diabaikan atau diremehkan sebagai hal yang tak berarti. Penyidik
yang terlatih tidak hanya mengamati objek tetapi juga menempatkannya dalam
hubungannya dengan situasi. Situasi tersusun dari banyak detil, yang kesemuanya
harus dirangkum dalam sebuah deskripsi yang akurat. Foto TKP menghasilkan
rekaman peristiwa yang dapat digunakan sebagai bantuan dalam observasi, tetapi
foto bukanlah observasi. Observasi memberikan makna kepada apa yang terlihat
sebuah citra mental.
Deskripsi penting untuk mengomunikasikan observasi. Penggunaan kata
yang tepat, lisan, atau tertulis dalam berkomunikasi membutuhkan pengetahuan
tentang perbendaharaan dan komposisi kata-kata. Keadaan emosi, penyakit
ringan, cacat, prasangka, dan mitos dapat membatasi keakuratan pengamatan
saksi, bahkan penyidik. Banyak faktor dapat menyumbang observasi yang tidak
akurat dan kesalahan deskripsi selain faktor yang telah disebutkan. Para saksi
dapat mendeskripsikan kejadian yang bila dicari pembuktiannya tampak mustahil
karena saksi tersebut tidak dapat mengamati apa yang ia deskripsikan dari tempat
saksi itu mengadakan pengamatan. Deskripsi itu mungkin saja sama sekali hasil
karangan seorang saksi yang mencari pengakuan.
b) Penggunaan Pencatatan.
Catatan, umum dan pribadi, sering penting untuk suatu penyidikan.
Sejumlah informasi dibutuhkan untuk membangun sebuah kasus. Pengetahuan
mengenai banyak catatan dan informasi yang terkandung di dalamnya sangat
penting. Penyidik harus mengetahui siapa yang menguasai catatan yang
diinginkan dan bagaimana mendekati sumber ini. Sejumlah informasi mencatat
tentang batasan individu yang luar biasa. Sumber bervariasi mulai dari yang
commit to user
hingga informasi yang sulit diperoleh yang disimpan oleh lembaga swasta,
semipublik, dan pemerintah.
c) Wawancara dan Interogasi.
Penyidik harus memiliki kemampuan untuk melakukan wawancara dan
mengumpulkan informasi dari berbagai jenis orang dari semua tingkat usia
anak-anak, pemilik bar, supir taksi, pengantar barang, wanita penghibur, penjaga pintu,
pegawai, ahli kecantikan, dan sebagainya. Pengetahuan mengenai “siapa
mengetahui apa” berkembang dengan pengalaman.
Interogasi adalah sebuah fungsi penyidikan. Tujuan interogasi adalah untuk
mendapatkan informasi tentang kejadian yang diselidiki dan tentang pelaku
kejahatan. Semua kategori orang dapat diinterogasi: saksi, korban, majikan, rekan
kerja, teman, kerabat, dan lain-lain. Interogasi bukanlah pengganti penyidikan
melainkan alat bantu penyidikan. Ada persyaratan legal yang melingkupi
interogasi yang harus dipahami oleh penyidik. Kegagalan memahami persyaratan
ini akan menyia-nyiakan penggunaan informasi yang didapat sebagai barang
bukti.
Informan rahasia dapat memberikan informasi yang berharga bagi penyidik,
atau sebaliknya tidak tersedia, mengenai kejahatan atau rencana suatu kejahatan.
Dalam beberapa hal, informan tersebut adalah seorang agen yang menyamar
sebagai warga sipil. Identitas mereka tidak disebutkan. Informan itu biasanya
terlibat dengan para pelaku kejahatan. Nilai dirinya bergantung pada informasi
yang ia kumpulkan melalui kedekatannya dengan pelaku kejahatan. Kontak
dengan informan harus diatur agar identitasnya tidak akan terbongkar.
Informan rahasia bertindak dengan motif yang bervariasi. Apa pun
motifnya, penyidik harus mencek ulang setiap detil informasi yang diberikan
informan sebelum melakukan tindakan apa pun.
d) Modus Operandi.
Metode operasi pelaku kejahatan, pemahaman tentang cara kejahatan
berlangsung, memungkinkan penyidik mengidentifikasi sebuah kejahatan sebagai
commit to user
dilakukan oleh seorang pelaku kejahatan yang belum teridentifikasi. Hal itu juga
memungkinkan penyidik menggunakan berkas modus operandi (MO) yang
disimpan oleh lembaga penegakan yang lain. Berkas MO disimpan berdasarkan
alasan bahwa orang cenderung melakukan sesuatu dengan cara yang unik bagi
tiap orang. Aspek dari perilaku semacam itu cenderung berulang. Cara sebuah
kejahatan berlangsung sering dapat menunjukkan identitas pelakunya. Perilaku itu
adalah karakteristik dari si pelaku tersebut.
e) Pengawasan.
Pengawasan adalah proses menempatkan orang, alasan, dan kendaraan di
bawah pengamatan tanpa diketahui. Tujuan pengawasan adalah untuk
mempelajari sebanyak mungkin aktivitas subjek, ke mana ia pergi, dengan siapa
ia berhubungan, dan hal serta orang seperti apa yang menarik perhatiannya.
Penyidik berupaya untuk tetap tak terlihat. Pengawasan dapat dilaksanakan
dengan berjalan kaki, mengendarai kendaraan, melalui udara, atau dari posisi
tetap.
f) Pekerjaan Tersembunyi.
Agen yang menyamar dapat menjadi sumber informasi. Agen semacam itu
dapat merupakan anggota dari lembaga penegak hukum. Agen tersebut, bekerja
dalam samaran, harus menghilangkan identitasnya sendiri dan memposisikan diri
sebagai orang lain untuk menempatkan diri dalam situasi yang ia selidiki.
Perubahan identitas menuntut agen tersebut untuk menjadi aktor yang sangat
handal, sering untuk mempertahankan nyawa dan anggota tubuhnya.
g) Ahli.
Penyidik harus mengumpulkan dan mengaplikasikan pengetahuan seorang
ahli dari kasus itu dan harus waspada terhadap banyaknya bidang tempat para ahli
dapat menguji bukti dan menyediakan informasi yang sulit diperoleh. Beberapa
bidang yang umum adalah ahli kimia forensik, penguji dokumen, ahli balistik, ahli
sidik jari, ahli penyakit, dan penguji kesehatan. Penting bagi penyidik untuk
commit to user
penyidikan. Dalam melakukannya, penyidik harus paham bagaimana melindungi
dan menjaga bukti-bukti yang disampaikan kepada para ahli. Penyidik harus
mengetahui apa yang diharapkan dan yang tidak diharapkan dari ahli tersebut.
Jika kasus itu maju ke pengadilan, ahli tersebut akan bersaksi di pengadilan atas
temuannya.
h) Laporan Tertulis.
Laporan penyidikan, yang mempertalikan secara rinci tentang apa yang
terjadi, bagaimana terjadinya, apa yang ditemukan, merupakan pernyataan resmi
dari penyidikan dan menjadi dasar pengajuan kasus ke pengadilan. Laporan
tersebut memungkinkan jaksa penuntut umum untuk memutuskan apakah telah
tersedia bukti yang cukup untuk membenarkan penuntutan. Orang yang diselidiki
seharusnya ditempatkan sebagai subjek dalam laporan. Menyebut orang tersebut
sebagai tersangka dapat dianggap membuat penilaian yang dapat digunakan untuk
menuduh bahwa penyidik bias.
i) Kesaksian Pengadilan.
Penyidik harus mengembangkan kemampuan bersaksi di pengadilan dengan
cara yang tidak memihak, objektif, dan tidak mengandung bias. Sikap pribadi
dalam pendirian saksi akan mempengaruhi hasil kasus itu. Penyidik tidak boleh
terlihat “mengejar” terdakwa, tampak bersemangat, atau memperlihatkan
keinginan khusus untuk mempertahankan tuduhan. Penyidik harus menceritakan
fakta-fakta yang diperoleh selama penyidikan dan harus mengingat bahwa dia
membatasi kesaksiannya pada fakta-fakta dalam lingkup pengetahuan pribadi.
Penyidik tak dapat menawarkan pilihan atau kesaksian seperti temuan para ahli.
j) Batasan Hukum.
Penyidik harus mematuhi batasan hukum dalam hal penahanan, pencarian,
dan penyitaan. Kegagalan mengikuti persyaratan hukum berakibat penolakan
terhadap bukti-bukti yang diperoleh dan kemudian hilangnya dasar tuntutan.
commit to user
ketaatan terhadap hak warga negara untuk merasa aman baik bagi dirinya sendiri,
rumah, surat penting, dan efek dari penahanan, pencarian, dan penyitaan ilegal.
Jadi dapat di simpulkan Penyidikan itu adalah pencarian fakta yang
mengarah pada ditemukannya seseorang atau sekelompok orang yang telah
melakukan suatu tindakan yang dinyatakan ilegal oleh hukum di lingkungan itu.
Fakta yang mendukung kasus kejahatan disediakan melalui penyidikan. Jika fakta
itu dianggap memadai oleh lembaga penuntut, kasus akan dikembangkan untuk
menjadi dasar persidangan. Persidangan dapat berakhir dengan penghukuman,
hilangnya tuntutan karena bukti yang tidak mencukupi, atau dibebaskan karena
penyidikan tidak memberikan fakta yang diperlukan untuk menghukum
(http://www.reskrimum.metro.polri.go.id/news.php?id=5247).
3. Tinjauan Tentang Sidik Jari a. Pengertian Sidik Jari
Untuk mengungkap suatu perkara tindak pidana, diperlukan bukti dan
sarana untuk pengungkapannya. Bisa dengan keterangan saksi, pengakuan korban
maupun tersangka, bisa juga dengan barang bukti kejahatan. Ada satu lagi alat
bukti yang dipakai oleh polisi untuk mengungkap pelaku kejahatan. Yakni dengan
sidik jari adalah suatu hasil reproduksi tapak-tapak jari, yang menempel pada
barang-barang di sekitar tempat kejadian perkara (TKP).
Sidik jari juga merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam
mengidentifikasi seseorang. Bahkan sidik jari menjadi teknologi yang dirasa
cukup handal, karena terbukti relatif, akurat, aman, mudah dan nyaman untuk
dipakai sebagai identifikasi bila dibandingkan dengan sistem biometric yang
lainnya seperti retina mata atau DNA (Andika budi pratama, 2005:20).
Penerapan sistem sidik jari ini tidak hanya pada sistem absensi pegawai
perusahaan, tetapi berkembang juga dalam bidang kedokteran forensik, yaitu pada
proses Visum et repertum (VER). VER merupakan laporan tertulis dokter untuk
memberikan keterangan untuk kepentingan peradilan. Salah satu tahap VER