• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN IMPLEMENTASI KEWENANGAN PENYIDIK UNTUK MELAKUKAN PENGAMBILAN SIDIK JARI DENGAN TEKNIK DAKTILOSKOPI DALAM PENGUNGKAPAN PERKARA PIDANA DI KEPOLISIAN RESORT SUKOHARJO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN IMPLEMENTASI KEWENANGAN PENYIDIK UNTUK MELAKUKAN PENGAMBILAN SIDIK JARI DENGAN TEKNIK DAKTILOSKOPI DALAM PENGUNGKAPAN PERKARA PIDANA DI KEPOLISIAN RESORT SUKOHARJO"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

KAJIAN IMPLEMENTASI KEWENANGAN PENYIDIK

UNTUK MELAKUKAN PENGAMBILAN SIDIK JARI DENGAN TEKNIK DAKTILOSKOPI DALAM PENGUNGKAPAN PERKARA PIDANA DI

KEPOLISIAN RESORT SUKOHARJO

Penulisan Hukum ( Skripsi )

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh

Aris Setyowarman Wahyu Perdana NIM. E1107124

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

commit to user

(3)

commit to user

iii

(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : ARIS SETYOWARMAN WAHYU PERDANA

NIM : E1107124

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:

KAJIAN IMPLEMENTASI KEWENANGAN PENYIDIK UNTUK

MELAKUKAN PENGAMBILAN SIDIK JARI DENGAN TEKNIK DAKTILOSKOPI DALAM PENGUNGKAPAN PERKARA PIDANA DIKEPOLISIAN RESORT SUKOHARJO.

adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan

hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan

gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 20 April 2011

Yang membuat pernyataan

(5)

commit to user

v ABSTRAK

Aris Setyowarman Wahyu Perdana. E1107124, 2011. KAJIAN IMPLEMENTASI KEWENANGAN PENYIDIK UNTUK MELAKUKAN PENGAMBILAN SIDIK JARI DENGAN TEKNIK DAKTILOSKOPI DALAM PENGUNGKAPAN PERKARA PIDANA DI KEPOLISIAN RESORT SUKOHARJO. Fakultas Hukum UNS.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui arti penting implementasi kewenangan penyidik untuk melakukan pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam pengungkapan perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo serta hambatan yang ditemukan penyidik dalam pengungkapan perkara pidana dengan menerapkan daktiloskopi dalam pengungkapan perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif, menggambarkan dan menguraikan tentang peranan imlplementasi kewenangan penyidik untuk melakukan kegiatan pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam penyidikan perkara pidana. Jenis data yang digunakan yaitu data Primer dan data sekunder. Adapun data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan, dan wawancara. Kemudian data yang di peroleh tersebut dianalisis secara kualitatif yang dilaksanakan melalui tahapan pengumpulan data, mengklasifikasikan, menghubungkan dengan teori dan masalah yang ada kemudian menarik kesimpulan guna menentukan hasilnya.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, yaitu peranan ilmu sidik jari khususnya daktiloskopi bagi penyidik dalam melaksanakan penyidikan guna mengungkap suatu tindak pidana merupakan langkah penting dalam penentuan kejelasan tindak pidana yang terjadi. Hal ini nantinya akan mengarahkan tindakan-tindakan atau pemeriksaan selanjutnya, siapa orang yang perlu dicurigai dan alat atau senjata apa yang digunakan dalam melakukan tindak pidana. Hambatan yang terjadi Jejak yang ditinggalkan ditempat kejadian sering menunjukkan bentuk yang tidak sempurna. Tidak sedikit ditemukannya sidik jari yang tertinggal merupakan sidik jari orang yang mungkin tidak bersangkutan sama sekali dengan korban maupun tersangka. Apabila ditemukan sidik jari namun bentuknya tidak atau kurang sempurna sehingga menyulitkan petugas dalam mengidentifikasinya dan Banyaknya masyarakat yang ingin melihat TKP mengakibatkan TKP rusak sehingga menyulitkan petugas untuk melakukan pemeriksaan.

(6)

commit to user

vi ABSTRACT

Aris Setyowarman Wahyu Perdana. E1107124, 2011. A STUDY ON THE IMPLEMENTATION OF INVESTIGATOR’S AUTHORITY IN TAKING FINGERPRINTS USING DACTILOSCOPY IN DISCLOSING THE CRIMINAL CASE IN SUKOHARJO RESORT POLICE OFFICE. Law Faculty of UNS.

This research aims to find out the importance of the implementation of

investigator’s authority in taking fingerprints using dactiloscopy in disclosing the

criminal case in Sukoharjo Resort Police Office as well as the obstacle the investigators encounters in disclosing the criminal case applying the dactiloscopy in disclosing the criminal case in Sukoharjo Resort Police Office.

This study belongs to an empirical law research that is descriptive in nature, describing and elaborating about the role of the implementation of

investigator’s authority in taking fingerprints using dactiloscopy in investigating

the criminal case. The type of data used was primary data. The primary data sources employed includes primary and secondary data sources. The secondary data source consists of primary, secondary, and tertiary law materials. Techniques of collecting data used were library study and interview. Then the data obtained was analyzed qualitatively implemented using several steps: collecting data, classifying, relating them to the theories and problems existing and then drawing a conclusion to determine the result.

Considering the result of research and discussion, the following conclusion can be drawn: the role of fingerprint, particularly dactiloscopy, for the investigator in the investigation process to disclose a crime is an important step in determining the clarity of crime occurring. It will later direct the subsequent actions or examinations, who the suspect is and what tool or arm is used in committing crime. The obstacles occurring is that the footprint left in the occurrence site frequently shows imperfect shape, many fingerprints found come from any one who are not relevant at all to the victim or suspect, if found, the fingerprints has imperfect shape so that the officer finds difficulty in identifying it and many people want to see the occurrence site leading to the damage of site so that the officer finds difficulty in doing examination.

(7)

commit to user

vii MOTTO

Selama darah masih mengalir, tidak pernah ada kata gagal.

Cepat atau lambat pasti akan berhasil

(penulis)

Waktu terkadang terlalu lambat bagi mereka yang menunggu, terlalu cepat

bagi yang takut, terlalu panjang bagi yang gundah, dan terlalu pendek

bagi yang bahagia. Tapi bagi yang selalu mengasihi, waktu adalah keabadian.

(Henry Van Dyke)

Buah paling manis dari berani bermimpi adalah kejadian-kejadian menakjubkan

dalam perjalanan menggapainya

(Andrea Hirata)

Ujian karakter yang sejati bukanlah berupa banyak yang kita ketahui

dalam melakukan berbagai hal, tapi bagaimana kita bersikap ketika tidak tahu

harus melakukan apa

(JOHN HOLD)

Hakim adalah mahasiswa hukum,

yang memberi nila

i pada kertas ujiannya sendiri”

(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Karya kecil ini penulis persembahkan kepada:

 Tuhan yang telah memberikan berkatNya yang melimpah sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

 Papa dan Mama tercinta yang senantiasa mendukung

kuliah,memberikan doa dan nasihat, semangat, cinta dan kasih

sayang tiada surutnya, serta kerja keras yang tak ternilai harganya

demi mewujudkan cita-citaku menjadi seorang Sarjana Hukum.

 Adikku tersayang, yang selalu ada untuk membantu proses

belajarku selama menempuh dunia pendidikan.

 Seseorang yang telah mengisi hidup penulis dan telah

menghembuskan makna kehidupan.

(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang melimpahkan segala

rahmad dan hidayah-Nya. Yang selalu memberikan jalan dan kemudahan kepada

penulis sehingga Penulisan Hukum (Skripsi) yang berjudul, “KAJIAN IMPLEMENTASI KEWENANGAN PENYIDIK UNTUK MELAKUKAN PENGAMBILAN SIDIK JARI DENGAN TEKNIK DAKTILOSKOPI DALAM PENGUNGKAPAN PERKARA PIDANA DI KEPOLISIAN

RESORT SUKOHARJO” dapat terselesaikan tepat waktu.

Banyak hambatan dan permasalahan yang dihadapi penulis dalam

menyelesaikan Penulisan Hukum ini. Penulis menyadari bahwa keberhasilan

dalam menyelesaikan Penulisan Hukum ini tidak bisa terlepas dari bantuan semua

pihak yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak

langsung, secara materiil maupun non materiil. Oleh karena itu penulis ingin

menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya, terutama kepada :

Penulisan hukum ini disusun untuk memenuhi dan melengkapi

syarat-syarat untuk memperoleh derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum di Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta. Banyak hambatan dan permasalahan yang

dihadapi penulis dalam menyelesaikan Penulisan Hukum ini baik secara langsung

maupun tidak langsung. Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam

menyelesaikan Penulisan Hukum ini tidak bisa terlepas dari bantuan semua pihak

yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung,

secara materiil maupun non materiil. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan

ucapan terima kasih kepada:

1. Allah SWT, atas segala rahmat dan karunianya;

2. Nabi Muhammad SAW, semoga penulis dapat istiqomah dijalan-Nya hingga

akhir jaman;

3. Keluargaku tercinta, Papa, Mama, dan Adik, untuk setiap doa, pengorbanan,

(10)

commit to user

x

4. Liana Margareta yang selalu ada memberikan semangat, nasehat serta

dukunganya dan kasih sayang yang selalu ada untukku walau terbentang

jarak.

5. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan ijin dan kesempatan

kepada penulis untuk dapat melaksanakan Penulisan Hukum ini;

6. Pembantu Dekan I yang telah membantu dalam pemberian ijin dilakukannya

penulisan ini;

7. Ibu Sunny Ummul Firdaus S.H, M.H selaku pembimbing akademik penulis

yang membantu penulis dengan memberikan nasehat-nasehat dan selalu

memberikan arahan dalam kegiatan kuliah.

8. Bapak Kristiyadi, S.H., M.Hum., selaku pembimbing skripsi I dalam

penulisan hukum ini yang dengan kesabaran dan kebesaran hati telah

membimbing, mengarahkan, serta membantu penulis dalam menyelesaikan

penulisan hukum ini;

9. Bapak Muhammad Rustamaji, S.H., M.H., selaku Pembimbing Skripsi II

yang dengan sabar memberikan bimbingan, arahan selama penulisan hukum

ini;

10. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.Hum., selaku Ketua Laboratorium Ilmu

Hukum Fakultas Hukum UNS yang telah membantu penulis dalam menyusun

judul penulisan hukum ini;

11. Bapak Edy Herdyanto, S.H.,M.H., selaku ketua Bagian Hukum Acara

Fakultas Hukum UNS yang telah membantu penulis dalam menyusun judul

penulisan hukum ini;

12. Bapak/ Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah

membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan selama masa kuliah.

13. Seluruh Pimpinan dan Staf Administrasi Fakultas Hukun Universitas Sebelas

Maret, atas semua kemudahan, fasilitas serta kesempatan-kesempatan yang

(11)

commit to user

xi

14. AKBP Pri Hartono Eling Lelakon SiK selaku kepala kepolisian Resort

Sukoharjo yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan

penelitian.

15. Ipda Mariman selaku Kaur Identifikasi kepolisian Resort Sukoharjo, yang

dengan senang hati telah membimbing dan membantu penulis selama

penelitian di kepolisian Resort Sukoharjo.

16. Bripka Agus serta Briptu Fendi yang telah meluangkan waktunya untuk

membantu penulis mendapatkan data.

17. KSP “Principium” Fakultas Hukum UNS yang menjadi rumah kedua penulis

di bangku perkuliahan dan teman-teman Principiumers Siska, Yovi, Yuni,

Gatot, Citra debi, Aryani, Shelma, Mas tejo, Aya, Bundo, Lili, Trisna,

Helena, Ardani, Atika, Alphi, Maya, Diah N.A, Bayu, Iffa, Anugrah, Citra

widi, Miqdad, Mia, Maulida, Kiki, Faradina, Lilin, dan temen-temen lain

yang tidak bisa disebutkan satu persatu karena terlalu banyak cinta kasih

kalian, terus berkarya dan berprestasi.

18. Generasi Pejuang Himanoreg, terima kasih atas segalanya, tanpa himanoreg

hidup terasa hampa. Selama satu tahun lebih kita bersama mengendalikan

kapal yang penuh warna. Deretan peristiwa dari tawangmangu, klaten, jogja,

malang, candi sukuh terasa maknyus dalam relung hati. Tak terasa kita buat

catatan sejarah kecil yang menggembirakan, walaupun pada titik akhir serasa

hampa. Keyakinan dalam memori tetap ada, perjuangan cinta dari beberapa

personel, peristiwa hidup yang aneh, ucapan terima kasih dari yang

membutuhkan, senyuman kemenangan, tak berlebihan kalau kita sebut diri

kita sendiri generasi pejuang cinta.

19. Tomi, Arif “ito”, Pandhu, Ginanjar, Beni, laely, Mahendra, Ganyot, Himma,

Tari, Nova, Ayu, Ines, Berlian, yang setia mendengar keluh kesah penulis,

memberi bantuan, mendukung, menasehati, menyemangati bahkan terkadang

memarahi saat penulis malas mengerjakan skripsi... Akhirnya satu episode

dalam hidupku terlewati dan aku senang kalian menjadi bagian dari episode

ini...Semoga dalam episode episode lain dihidupku, kalian tetap setia

(12)

commit to user

xii

20. Sahabat-sahabatku Gana, Vera, Putri, Dedi, Nisa, Erna, Ambon, Hujang,

Tama, Surya, Nur kholis, Yanuar, Cuy, Angga “koh”, Surya, Sapi, Viddya,

Sekar, Pradika, terima kasih untuk persahabatan kita selama ini, terima kasih

untuk bantuan, semangat, serta dukungan kalian. Semoga Persahabatan ini

tidak lekang oleh jarak dan waktu...

21. Anak – anak Keluarga Pengamen Surakarta yang selalu menjadi penyemangat

penulis dalam menghadapi kegetiran kehidupan. Salut atas perjuanganmu

teman dalam panasnya hujan dan guyuran cahaya matahari

22.Terima kasih atas wejangan hukum kepada pak taufiq (ketua PERADI Solo ),

pak Eko ( KPK ), pak Faroek ( Justice for the Poor Project ), teman-teman

PUKAT UGM, pak yusuf ( YAPPI ).

23.Wujud nyata yang hanya sementara berkunjung ke ruang hati, segala ketidak

langsungan melahirkan bulatan kemerahan, Sentralisasi beberapa dekade

memformat ketidakpastian diantara keindahan kepastian dan itu hanya

sementara, karena tetap ada yang Esa, Terima kasih “bidadari penyelamat

sementara”.

24. Teman-teman angkatan 2007 Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta yang tidak bisa disebutkan satu per satu, you’re my inspiration,

tanpa kalian kuliahku selama di Fakultas Hukum UNS tidak akan berwarna.

25. Seluruh civitas akademika Fakultas Hukum UNS, mari wujudkan profesional

dan bermoral.

Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum ini sangat jauh dari sempurna,

Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dalam penulisan

hukum ini dan kedepannya sangat diperlukan dari para pembaca akan penulis

terima dengan senang hati. Akhir kata, semoga penulisan hukum ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak.

Surakarta,20 April 2011

(13)

commit to user

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Metode Penelitian... 9

F. Sistematika Penulisan Hukum ... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori... 16

1. Tinjauan Tentang Penyidik ... 16

2. Beberapa Hal yang Berkaitan dengan Penyidikan ... 21

a) Requisites for an Investigator (Kebutuhan Penyidik) ... 21

b) Tools for an Investigatior (Alat Penyidikan) ... 21

3. Tinjauan Tentang Sidik Jari ... 26

a) Pengertian Sidik Jari ... 26

b) Macam-macam Sidik Jari ... 29

4. Tinjauan Tentang Sidik Jari ... 32

(14)

commit to user

xiv

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Implementasi Kewenangan Penyidik untuk Melakukan Pengambilan

Sidik Jari dengan Teknik Daktiloskopi dalam Pengungkapan Perkara

Pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo... 38

1. Tahap Pengamanan Tempat Kejadian Perkara ... 38

2. Tahap Pelaksanaan Olah Tempat Kejadian Perkara ... 39

3. Tahap Pengumpulan Barang Bukti ... 39

4. Tahap Pemilihan Terhadap Benda-benda dimana Bekas Jari Menempel... 40

5. Tahap Pengembangan dan Pengangkatan Sidik Jari Laten ... 41

6. Tahap Pengambilan Sidik Jari di Tempat Kejadian Perkara ... 44

7. Tahap Pengakhiran Olah Tempat Kejadian Perkara ... 47

8. Tahap Pengambilan Sidik Jari Pada Mayat ... 52

a) Mayat Masih Baru ... 52

b) Mayat Telah Kaku dan Mulai Membusuk ... 53

c) Mayat yang Sudah Membusuk, Mengering dan yang Terendam Air ... 54

9. Tahap Pemeriksaan Perbandingan Sidik Jari Laten ... 54

10.Tahap Perumusan Sidik Jari ... 56

11.Tahap Penyimpanan Kartu Sidik Jari dan Kartu Pembantunya .... 59

B. Hambatan-Hambatan yang Ditemukan dalam Pengambilan Sidik Jari dengan Menerapkan Teknik Daktiloskopi yang Merupakan Serangkaian Tindakan Penyidikan dalam Pengungkapan Perkara Pidana ... 72

1. Hambatan dari Luar ... 72

2. Hambatan dari Dalam ... 73

BAB IV PENUTUP A. Simpulan ... 75

(15)

commit to user

xv DAFTAR PUSTAKA

(16)

commit to user

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skematik Data Analisis Model Interaktif

Gambar 1. Skematik Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Penampang Kulit

(17)

commit to user BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia, dalam menjalankan kehidupan bernegara, memerlukan

adanya hukum untuk mengatur kehidupan masyarakat, sehingga segala bentuk

kejahatan dapat diselesaikan dengan seadil-adilnya. Dengan adanya hukum dapat

menghindarkan pelanggaran yang dapat dilakukan oleh masyarakat ataupun

penegak hukum itu sendiri. Untuk itu diperlukan adanya kaidah-kaidah hukum

yang dapat dipergunakan oleh negara Indonesia dalam mengatur tatanan

kehidupan dalam masyarakat.

Salah satu fungsi keberadaan suatu hukum adalah untuk menetapkan

perbuatan yang harus dilakukan dan atau perbuatan yang boleh dilakukan serta

yang dilarang. Sasaran hukum yang hendak dituju bukan saja orang yang

nyata-nyata berbuat melawan hukum, melainkan juga perbuatan hukum yang mungkin

akan terjadi, dan kepada alat perlengkapan negara untuk bertindak menurut

hukum. Sistem bekerjanya hukum yang demikian itu merupakan salah satu bentuk

penegakan hukum. Dalam mewujudkan penegakan hukum tersebut, proses

penanganan perkara pidana haruslah dilaksanakan secara optimal, sehingga

haruslah dapat ditentukan secara cepat dan tepat tentang apakah suatu perkara

pidana akan dapat diajukan ke persidangan ataukah tidak.

Selain itu, dalam rangka menegakkan supremasi hukum, posisi Kepolisian

(yang berwenang melakukan penyidikan) dan Kejaksaan (yang berwenang

melakukan penuntutan) sangat penting dalam mewujudkan hukum in concreto.

Mewujudkan hukum in concreto bukan hanya merupakan fenomena pengadilan

atau hakim, tetapi termasuk dalam pengertian pemberian pelayanan hukum dan

penegakan hukum, sehingga Kepolisian dan Kejaksaan yang merupakan pranata

publik penegak hukum dalam sistem peradilan pidana juga mempunyai peran

krusial dalam perwujudan hukum in concreto.

Dalam perkara pidana dikenal adanya hukum acara pidana yang mengatur

bagaimana hukum pidana materiil dilaksanakan. Sedangkan pengadilan

(18)

commit to user

peraturan perundang-undangan dalam pelaksaaananya. Suatu peraturan,

bagaimanapun baiknya peraturan itu mengatur tentang sesuatu aspek kehidupan di

dalam kehidupan bernegara, pastilah akan terjadi pelanggaran di dalam

pelaksanaanya. Maka lembaga peradilan itulah yang berfungsi sebagai lembaga

yang mengawasi pelaksaan dan memberi sanksi bagi pelanggar dari peraturan

tersebut.

Sehubungan dengan lembaga peradilan tersebut, diperlukan aparat yang

berfungsi sebagai aparat penegak hukum. Salah satu aparat penegak hukum itu

adalah Kepolisian Negara Repubik Indonesia yang bertugas sebagai penyidik

dalam mengungkap perkara atau kasus pidana yang nantinya akan diajukan ke

muka sidang pengadilan. Hukum Acara Pidana merupakan hukum yang memuat

peraturan-peraturan untuk melaksanakan hukum pidana materiil, karena hukum

acara pidana mempunyai fungsi sebagai alat untuk menyelesaikan segala

kepentingan yang berhubungan dengan perbuatan melawan hukum yang diatur

dalam hukum pidana materiil. Kegiatan pertama yang dilakukan dalam proses

penyelesaian perkara pidana adalah penyidikan. Di dalam kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981,

yang disebut dengan tindakan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik

dalam hal ini dan menurut cara-cara yang diatur dengan undang-undang ini untuk

mencari serta mengumpulkan bukti-bukti yang dengan bukti itu membuat terang

tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangka (Pasal 1 ayat

(2) UU No.8 Tahun 1981). Bagian-bagian hukum acara pidana yang menyangkut

penyidikan adalah: Ketentuan tentang alat-alat penyidik, Ketentuan tentang

diketahuinya terjadinya delik, Pemeriksaan di tempat kejadian, Pemanggilan

tersangka atau terdakwa, Penahanan sementara, Penggeledahan, Pemeriksaan atau

interogasi, Berita Acara (penggeledahan, interogasi, dan pemeriksaan di tempat),

Penyitaan, Penyampingan perkara, Pelimpahan perkara kepada penuntut umum

dan pengembaliannya kepada penyidik untuk disempurnakan (Andi Hamzah,

2002:118-119).

Proses untuk menentukan suatu berkas perkara guna menentukan lengkap

(19)

commit to user

rangkaian proses peradilan pidana terletak pada tahap Prapenuntutan yang

menggambarkan adanya keterkaitan antara Penyidik dengan Penuntut Umum.

Apabila terdapat kekurangan di dalam berkas perkara, yang nantinya akan

menyulitkan Kejaksaan dalam melakukan penuntutan, maka berkas perkara dapat

dikembelikan kepada Penyidik untuk disempurnakan dengan disertai petunjuk

yang dianggap perlu.

Pada prinsipnya, ketentuan tentang Penyidikan dan Penuntutan dalam

KUHAP di atas menunjukkan hubungan yang erat antara penyidikan dengan

penuntutan. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa penyidikan merupakan

kegiatan untuk mengumpulkan alat bukti mengenai adanya satu tindak pidana

beserta pelaku tindak pidana tersebut, sementara penuntutan merupakan kegiatan

yang ditujukan untuk mempertanggungjawabkan hasil dari kegiatan penyidikan di

forum pengadilan.

Oleh karena itu, pelaksanaan dari integrated criminal justice system

sebetulnya adalah untuk melaksanakan penegakan hukum yang terpadu dan

berkesinambungan untuk mendapatkan out put yang maksimal. Dalam hal ini,

penyidikan haruslah diarahkan kepada pembuktian di persidangan, sehingga

tersangka (pelaku tindak pidana) dapat dituntut dan diadili di persidangan.

Penyidikan yang berakhir dengan putusan (vrisjpraak) ataupun lepas dari segala

tuntutan (onslag van alle rechtsvervolging) dari Pengadilan terhadap pelaku

tindak pidana akan merugikan masyarakat dan lembaga penegak hukum itu

sendiri (http://lp3madilindonesia.blogspot.com/2011/01/antara-pentidik-dan-penu

ntut-umum.html) Diakses pada tanggal 26 Maret 2011 pukul 11:38:42 WIB.

Dalam setiap penyidikan perkara pidana dilakukan oleh penyidik, dalam

hal ini adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kegiatan penyidikan

merupakan kegiatan dalam rangka membuat suatu perkara menjadi terang atau

jelas dan dalam usaha untuk menemukan pelaku tindak kejahatan. Kegiatan

penyidikan yang pertama kali dilakukan oleh penyidik dalam mengungkap suatu

kejahatan adalah menemukan barang bukti maupun bekas-bekas kejahatan yang

tertinggal pada tempat kejadian pekara (TKP) atau bagian-bagian terjadinya

(20)

commit to user

Salah satu barang bukti pertama yang dicari oleh penyidik adalah

menemukan sidik jari pelaku kejahatan, hal ini termasuk dalam lingkup

kewenangan penyidik. Karena kewajibannya, penyidik dalam penyidikan

mempunyai wewenang yang salah satunya adalah mengambil sidik jari dalam

olah TKP (Pasal 7 ayat (1) butir f KUHAP). Ketika pertama kali penyidik datang

ke TKP hal yang pertama dilakukan adalah mencari bukti-bukti awal yang

tertinggal dan menganalisanya termasuk juga hal ini sidik jari mempunyai peran

penting yaitu menggidentifikasi untuk kemudian dicocokkan untuk mencari

keidentikan.

Barang bukti yang sah, yang dapat ditemukan penyidik pada tempat

kejadian perkara salah satunya adalah adalah sidik jari. Sidik jari merupakan

barang bukti yang baik dan efektif, yang dipergunakan oleh penyidik untuk

pembuktian di pengadilan. Dengan identifikasi sidik jari yang dilakukan oleh

penyidik dimaksudkan untuk menghindari adanya kekeliruan dalam pembuktian

di persidangan. Dengan begitu terlihat jelas bahwa sidik jari merupakan barang

bukti yang praktis dan akurat. Yang menjadi dasar bahwa sidik jari dapat

dikatakan sebagai alat bukti yang utama dalam mencari dan mengenali penjahat :

Sidik jari tiap orang tidak sama, Sidik jari manusia tidak berubah selama hidup,

Sidik jari dapat dirumus dan diklasifikasi secara sistematis (Markas Besar

Kepolisian Republik Indonesia, 1993:7).

Identifikasi sangat penting karena dapat menemukan pelaku tindak

kejahatan. Identifikasi terhadap pelaku dapat dilakukan melalui seluruh atau salah

satu cara: Tanda-tanda badaniah (signalement) seperti tinggi badan, warna kulit,

rambut, hidung, bentuk muka, sikap dan seterusnya, Foto atau potret si pelaku,

Jejak (sidik) jari (daktiloskopi), Modus operandi atau cara kerja si pelaku (Andi

Hamzah, 1986:13).

Identifikasi terhadap pelaku dapat dilakukan melalui seluruh atau salah

satu cara:

1. Tanda-tanda badaniah (signalement) seperti tinggi badan, warna kulit,

rambut, hidung, bentuk muka, sikap dan seterusnya,

(21)

commit to user 3. Jejak (sidik) jari (daktiloskopi),

4. Modus operandi atau cara kerja si pelaku (Andi Hamzah, 1986:13)

Identifikasi sidik jari mempunyai arti yang sangat penting bagi penyidik

untuk membuat terang suatu perkara pidana dan mengungkap siapa pelaku tindak

pidana tersebut, maka para penyidik harus berusaha untuk menjaga agar jangan

sampai barang bukti berupa sidik jari yang terdapat atau tertinggal di tempat

kejadian perkara menjadi hilang ataupun rusak. Hasil pemeriksaan tentang sidik

jari dilakukan oleh Petugas Unit Identifikasi Daktiloskopi Kepolisian Negara

Republik Indonesia.

Sedangkan dalam penanganan masalah kriminal, seringkali mengalami

kesulitan dalam pemeriksaan barang bukti (BB) terutama dalam hal ini, berkaitan

dengan perkara pidana pembunuhan, pemeriksaan barang bukti yang berupa

jenazah. Apabila penyidik mengalami kesulitan di dalam pemeriksaan jenazah

guna dijadikan alat bukti yang sah di muka pengadilan nanti, hal itu bukan karena

penyidik tidak diberi wewenang untuk itu, tetapi karena dalam pemeriksaan

jenazah dan barang bukti sejenisnya diperlukan suatu ilmu khusus untuk

mengadakan pemeriksaan bukti-bukti itu.

Seperti benda mati yang lainnya, maka barang bukti yang berupa benda

mati tersebut sebetulnya sangat penting dalam mengungkap suatu perkara pidana

dimana dalam hal ini perkara pidana pembunuhan, tidak dapat menceritakan

apa-apa yang terjadi di sekitarnya atau apa-apa yang telah terjadi pada benda mati itu

sendiri. Tetapi benda mati tersebut dapat memberikan suatu petunjuk yang dapat

mengungkapkan suatu pelaku melalui bukti-bukti tertentu yang tertinggal di TKP

maupun di tubuh korban. Pemeriksaan sidik jari sendiri merupakan pemeriksaan

yang diakui paling tinggi ketepatannya untuk menentukan identitas seseorang.

Bukti tersebut pada akhirnya nanti dijadikan sebagai dasar pembuktian

suatu perkara pidana dipengadilan dan memiliki kekuatan sebagai alat bukti yang

sah sangat membantu hakim dalam menjatuhkan vonis, meskipun hakim itu dapat

memberikan vonis atas keyakinannya, tetapi hakim tetap terikat pada Pasal 183

(22)

commit to user

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi ia dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukan.

Adapun alat bukti-alat bukti yang sah di jadikan dasar keyakinan hakim

dalam memutus suatu perkara telah ditentukan dalam Pasal 184 (1), sebagai

berikut : 1) keterangan saksi, 2) keterangan ahli, 3) surat 4) petunjuk, dan 5)

keteranga terdakwa.

Berdasarkan keterangan diatas dapat dilihat bahwa proses penemuan bukti

sangat berpengaruh pada proses pembuktian suatu tindak pidana dan

penyelesainnya. Dalam hal kasus pembunuhan ataupun kematian tidak wajar,

metode Daktiloskopi diterapkan untuk membantu proses penyidikan. Penyidik

dapat meminta keterangan ahli kedokteran kehakiman atau ahli yang berwenang

lainnya untuk memeriksa korban guna membantu pemeriksaan pada korban untuk

kepentingan peradilan.

Identifikasi sidik jari mempunyai arti yang sangat penting bagi penyidik

untuk membuat terang suatu perkara pidana dan mengungkap siapa pelaku tindak

pidana tersebut, maka para penyidik harus berusaha untuk menjaga agar jangan

sampai barang bukti berupa sidik jari yang terdapat atau tertinggal di tempat

kejadian perkara menjadi hilang ataupun rusak. Hasil pemeriksaan tentang sidik

jari dilakukan oleh petugas unit identifikasi Daktiloskopi Kepolisian Negara

Republik Indonesia.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk

mengkaji implementasi kewenangan penyidik untuk melakukan kegiatan

pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam suatu penyidikan perkara

pidana dan juga Hambatan-hambatan yang ditemui dalam penyidikan untuk

menerapkan metode Daktiloskopi tersebut melalui penyusunan penulisan hukum

(23)

commit to user B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam suatu penelitian sangat penting karena

merupakan suatu pedoman serta mempermudah penulis dalam membahas

permasalahan yang akan diteliti, sehingga sasaran yang hendak di capai jelas

sesuai dengan apa yang di harapkan.

Maka berdasarkan uraian tentang latar belakang masalah dan pembatasan

masalah yang telah disebutkan di atas sekiranya perlu dirumuskan

masalah-masalah yang akan dibahas. Adapun permasalah-masalahan yang akan di kaji dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana implementasi kewenangan penyidik untuk melakukan

pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam pengungkapan

perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo?

2. Hambatan-hambatan apakah yang ditemukan penyidik dalam

pengungkapan perkara pidana dengan menerapkan daktiloskopi dalam

pengungkapan perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo?

C. Tujuan Penelitian

Dalam suatu penelitian tidak mungkin mungkin lepas dari tujuan tertentu

yang ingin dicapai, sesuai dengan tujuannya penelitian dapat didefinisikan sebagai

berikut : penelitian adalah usaha untuk mengemukakan, mengembangkan dan

menguji kebenaran suatu pengetahuan usaha mana dilakukan dengan

metode-metode ilmiah (Sutrisno Hadi.1999:4).

Maksud adanya tujuan penelitian adalah untuk memberikan arah yang

tepat dalam proses penelitian yang dilakukan agar penelitian tersebut berjalan

sesuai dengan apa yang dikehendaki. Oleh karena itu dalam penyusunan skripsi

ini tujuan yang dikehendaki penulis adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui implementasi kewenangan penyidik untuk melakukan

pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam pengungkapan

(24)

commit to user

b. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang ditemui penyidik dalam

pengungkapan perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo.

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk menambah wawasan dalam memperluas pemahaman pengetahuan

maupun pemahaman penulis terhadap teori-teori mata kuliah yang telah di

peroleh penulis serta sinkronisasinya dengan pelaksanaan teori-teori tersebut

dalam prakteknya.

b. Untuk memperoleh data yang lebih spesifik, lengkap dan jelas sebagai

bahan untuk menyusun penulisan hukum, sebagai persyaratan utama dalam

memperoleh gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum Universitas Sebalas

Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Dalam setiap penelitian diharapkan adanya suatu manfaat dan kegunaan

yang dapat diambil dari penelitian, sebab besar kecilnya manfaat penelitian akan

menentukan nilai-nilai dari penelitian tersebut. Adapun yang menjadi manfaat dari

penelitian ini dibedakan antara manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

a. Dapat memberikan sumbangan pengetahuan di bidang Ilmu Hukum

Acara Pidana khususnya mengenai penerapan Daktiloskopi pada Ilmu

Kedokteran Kehakiman dalam proses pembuktian perkara pidana

pembunuhan.

b. Hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemecahan-pemecahan atas

permasalahan yang dikaji.

c. Hasil dari penelitian ini dapat dipakai sebagai acuhan terhadap

penelitian-penelitian sejenis pada tahap selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan sumbangan pemikiran agar Ilmu Kedokteran Kehakiman

(25)

commit to user

b. Menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran dan

membentuk pola pikir ilmiah, sekaligus untuk mengetahui kemampuan

penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama dibangku

kuliah.

E. Metode Penelitian

Sebelum menguraikan tentang metode penelitian, maka terlebih dahulu

akan dikemukakan pengertian tentang metode itu sendiri. Kata “metode” berasal

dari bahasa Yunani methodos, yang berarti cara kerja, upaya, atau jalan suatu

kegiatan pada dasarnya adalah salah satu upaya, dan upaya tersebut bersifat ilmiah

dalam mencari kebenaran yang dilakukan dengan mengumpulkan data sebagai

dasar penentuan kebenaran yang dimaksud (Koentjoroningrat, 1993 : 22).

Sedangkan penelitian menurut Sutrisno Hadi adalah usaha untuk

menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha

mana dilakukan dengan metode ilmiah (Sutrisno Hadi, 1994 : 89). Dengan

demikian pengertian metode penelitian adalah upaya yang bersifat ilmiah dalam

mencari dan menguji kebenaran suatu pengetahuan dengan metode ilmiah.

Di dalam suatu penelitian, metode penelitian merupakan suatu faktor yang

penting dan menunjang proses penyelesaian suatu permasalahan yang akan

dibahas, di mana metode merupakana cara utama yang akan digunakan untuk

mencapai tingkat ketelitian jumlah dan jenis yang dihadapi. Akan tetapi dengan

mengadakan klasifikasi yang didasarkan pada pengalaman, dapat ditentukan

jenis-jenis metode penelitian sedangkan Hasil yang dicapai adalah untuk memberikan

preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Winarno

Surakhmat,1982:131).

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai

berikut:

1. Jenis penelitian

Dalam usaha memperoleh data yang dipergunakan untuk menyusun

penulisan hukum, maka jenis penelitian yang digunakan adalah Empiris Yaitu

(26)

commit to user

bertitik tolak pada aspek hukum normatif disertai dengan kajian teoritis hukum,

dengan didukung oleh fakta-fakta empiris dilapangan. Maka berdasarkan

pengertian tersebut diatas, metode penelitian ini dimaksudkan untuk

menggambarkan dan menguraikan tentang peranan implementasi kewenangan

penyidik untuk melakukan kegiatan pengambilan sidik jari dengan teknik

daktiloskopi dalam penyidikan perkara pidana.

2. Sifat penelitian

Dalam penelitian ini, sifat penelitian adalah deskriptif. Adapun pengertian

penelitian deskriptif yaitu penelitian untuk memberikan data yang seteliti

mungkin tentang manusia, keadaan atau hipotesa-hipotesa agar dapat membantu

didalam memperkuat teori-teori lama atau didalam penyusunan teori-teori baru

(Soerjono Soekanto, 2006 : 10).

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian

kualitatif. Dengan mengutip pendapat Soerjono Soekanto (2006:10) menjelaskan

bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dengan melakukan

pengumpulan data berupa kata-kata, gambar-gambar, serta informasi verbal atau

nomatif dan bukan dalam bentuk angka-angka.

Penulis berusaha mendapatkan informasi yang selengkap mungkin

mengenai kewenangan penyidik sebagai penegak hukum dalam hal ini untuk

melakukan kegiatan pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam

pengungkapan perkara pidana yang dilakukan di kepolisian resort Sukoharjo.

Teknik kualitatif dipakai sebagai pendekatan dalam penelitian ini, karena teknik

ini untuk memahami realitas rasional sebagai realitas subjektif khususnya

penyidik. wawancara mendalam bersifat sangat utama dalam pengumpulan data.

Observasi diharapkan mampu menggali implementasi kegiatan penyidikan yang

dilakukan oleh penyidik POLRI sehingga nantinya dapat digunakan untuk

(27)

commit to user 4. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Penelitian menggunakan Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung

dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan,

yang dilakukan baik melalui pengamatan, wawancara ataupun penyebaran

kuisioner. Penelitian hukum sebagai penelitian sosiologis empiris dapat di

realisasikan kepada penelitian terhadap efektivitas hukum yang berlaku maupun

penelitian terhadap identifikasi hukum. Penelitian ini menggunakan beberapa

sumber data, yaitu:

a. Sumber Data Primer

Merupakan sejumlah data yang diperoleh secara langsung dari sumber data

untuk tujuan penelitian. Adapun data tentang penelitian ini diperoleh dari

Penyidik dan aparatur penegak hukum di wilayah hukum Sukoharjo dan juga

beberapa pihak yang terkait dengan permasalahan penelitian ini, sehingga

diharapkan agar hasil yang diperoleh merupakan hal yang obyektif dan sesuai

dengan obyek yang diteliti.

b. Sumber Data Sekunder

Yaitu data yang tidak diperoleh secara langsung dari lapangan namun

diperoleh dari studi pustaka yang meliputi keterangan- keterangan yang diperoleh

dari mempelajari dokumen-dokumen yang berhubungan dan dapat menunjang

permasalahan yang diteliti serta literatur-literatur atau buku-buku kepustakaan

mengenai Penyidikan maupun teknik-teknik Daktiloskopi, khususnya yang ada

hubungannya dengan penelitian yang dilakukan. Data sekunder ini pun masih

dibagi menjadi tiga bagian lagi yakni:

1) Bahan Hukum Primer yaitu bahan-bahan yang terdiri

perundang-undangan yang terkait dengan penulisan hukum skripsi ini.

2) Bahan Hukum Sekunder yakni bahan hukum yang berfungsi sebagai

penjelas dari bahan hukum primer yakni terdiri dari literatur-literatur

yang terkait dengan penulisan skripsi ini.

3) Bahan Hukum Tersier yaitu bahan-bahan pendukung atau pelengkap

(28)

commit to user 5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang penulis pergunakan

adalah sebagai berikut:

a. Studi Dokumen atau Kepustakaan

Yaitu suatu metode pengumpulan data dengan cara membaca buku-buku

literatur hasil penelitian terdahulu serta membaca dokumen-dokumen yang

sesuai dengan obyek penelitian.

b. Wawancara

Merupakan cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung

pada sumber data (responden). Dalam hal ini responden adalah pejabat

kepolisian di polres Sukoharjo.

6. Teknik Analis Data

Analisis merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian

dalam bentuk laporan data yang diadakan suatu penganalisisaan data. Dalam

penelitian kualitatif, validitas data tidak tergantung pada banyak sedikitnya contoh

seperti pada penelitian kuantitatif.

Tujuan analisis didalam penelitian adalah menyempitkan dan membatasi

data sehingga data yang teratur serta tersusun baik akan menjadi lebih berguna.

Dalam penelitian ini teknis analis data yang digunakan adalah teknik analisis data

kualitatif. Menurut Sutopo, analisis data kualitatif adalah upaya berlanjut,

berulang dan terus menerus. Masalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan

kesimpulan menjadi gambaran keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian

kegiatan analisis yang saling susul menyusul. Adapun model analisis data yang

(29)

commit to user

Model alisis ini dapat di gambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Skematik data analisis model interaktif

Komponen-komponen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Reduksi data

Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemutusan perhatian kepada

penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang

muncul dari catatan tertulis di lapangan. Reduksi data langsung terus

menerus bahkan sebelum data benar-benar terkumpul sampai sesudah

penelitian lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun.

b. Penyajian data

Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang

memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan.

c. Penarikan Kesimpulan / Verifikasi

Dalam mengumpulkan data, seorang penganalisa kualitatif mulai

mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan,

konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat dan proporsi.

Kesimpulan-kesimpulan dibuat secara longgar, tetap terbuka, tetapi

kesimpulan sudah disediakan, mula-mula belum jelas, meningkat

menjadi lebih rinci dan mengakar pada pokok. Kesimpulan-kesimpulan

juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi itu mengkin

sesingkat pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran penganalisis Sajian

Data

Penarikan Kesimpulan Reduksi

Data

(30)

commit to user

selama ia menulis, suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan

atau mungkin menjadi seksama dan makan tenaga dengan peninjauan

kembali (HB.Sutopo,1990 :8).

F. Sistematika Penulisan Hukum

Sistematika penulisan dalam penelitian hukum ini terdiri dari empat (4)

bab yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, pembahasan, dan penutup. Selain itu

ditambah dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran. Adapun sistematika yang

terperinci adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis mengemukakan mengenai latar belakang masalah

penelitian dan penulisan tentang kajian implementasi kewenangan

penyidik untuk melakukan pengambilan sidik jari dengan teknik

daktiloskopi dalam pengungkapan perkara pidana di kepolisian resort

Sukoharjo, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis memaparkan sejumlah landasan teori dari para pakar

dan doktrin hukum berdasarkan literature-literatur yang berhubungan

dengan permasalahan penelitian yang diangkat. Tinjauan pustaka dibagi

menjadi dua (2) yaitu :

1. Kerangka teori, yang berisikan tinjauan mengenai pengambilan sidik

jari dengan teknik daktiloskopi dan penyidikan.

2. Kerangka pemikiran, yang berisikan gambaran alur berpikir dari penulis

(31)

commit to user

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis menguraikan pembahasan dan hasil perolehan dari

penelitian yang dilakukan. Berpijak dari rumusan masalah yang ada, maka

dalam bab ini penulis akan membahas dua (2) pokok permasalahan yaitu

Bagaimana implementasi kewenangan penyidik untuk melakukan

pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam pengungkapan

perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo, Hambatan-hambatan

apakah yang ditemui penyidik dalam pengungkapan perkara pidana di

Kepolisian Resort Sukoharjo..

BAB IV : PENUTUP

Pada bab ini penulis mengemukakan kesimpulan yang penulis ambil dari

hasil penelitian serta memberikan saran yang relevan dan bermanfaat bagi

semua pembaca dari skripsi ini terutama bagi yang sangat berkepentingan

dan juga pihak-pihak yang terkait dengan penelitian tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

(32)

commit to user

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A.Kerangka Teori

1. Tinjauan Tentang Penyidik a. Pengertian Penyidik

Penyidik adalah orang yang melakukan penyidikan yang terdiri dari

pejabat seperti yang dijelaskan pada Pasal 1 butir 1 KUHAP. Kemudian diperinci

dan dipertegas lagi pada Pasal 6 KUHAP. Selain yang di atur dalam Pasal 1 butir

1 dan Pasal 6 KUHAP, terdapat lagi Pasal 10 KUHAP yang mengatur tentang

adanya penyidik pembantu disamping penyidik. Penyidik pembantu sendiri bukan

harus dari Anggota POLRI, tetapi dapat diangkat dari kalangan pegawai negri

sipil POLRI, sesuai dengan keahlian khusus yang mereka miliki dalam bidang

tertentu.

Dalam Pasal 1 Butir ke-1 KUHAP dijelaskan pengertian penyidik.

”Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai

Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk

melakukan penyidikan”.

Dari pengertian tersebut di atas, dapat ditarik dua unsur penyidik, seperti

tercantum dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP, yaitu :

(1) Penyidik adalah :

a) Pejabat Polisi Negara Indonesia;

b) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang

khusus oleh undang-undang.

(2) Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)

akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.

Dalam Pasal 6 KUHAP tersebut di atas telah ditentukan mengenai instansi

atau kepangkatan seorang pejabat penyidik adalah :

a) Pejabat Peyidik Polisi

Untuk melakukan penyidikan, pejabat penyidik polisi harus

memenuhi syarat kepangkatan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (2)

(33)

commit to user

kepolisian diatur dalam peraturan pemerintah yaitu PP No. 27 Tahun

1983.

Kepangkatan penyidik diatur dalam Bab II PP No. 27 Tahun 1983

tentang syarat kepangkatan dan pengangkatan penyidik, untuk syarat

kepangkatan dari penyidik adalah sebagai berikut:

a. Pejabat Penyidik Penuh

Pejabat polisi yang dapat diangkat sebagai pejabat penyidik

penuh harus memenuhi kepangkatan dan pengangkatan sebagai

berikut:

1) Sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua

Polisi;

2) Berpangkat Bintara di bawah Pembantu Letnan Dua apabila

dalam sektor Kepolisian tidak ada pejabat penyidik yang

berpangkat Pembantu Letnan Dua;

3) Ditunjuk dan diangkat oleh Kepala Kepolisian RI.

b. Pejabat Penyidik Pembantu

1) Sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi;

2) Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan kepolisian negara

dengan syarat sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur

Muda (golongan II/A);

3) Diangkat oleh Kepala Kepolisian RI, atas usul komandan

atau pimpinan kesatuan masing-masing.

Khusus mengenai pengangkatan pegawai negeri sipil di

lingkungan kepolisian untuk menjadi pejabat penyidik

pembantu harus mempunyai keahlian dan kekhususan di bidang

tertentu. Syarat kepangkatan pejabat penyidik pembantu harus

lebih rendah dari pangkat pejabat penyidik penuh.

Dalam hal ini perlulah kiranya diutarakan di sini, bahwa

Surat keputusan Menteri Hankam/Pangab tanggal 13 Juli 1979

telah menentukan antara lain, bahwa penyidik pembantu yang

(34)

commit to user

Dua s/d Sersan Mayor dan kepolisian khusus yang atas usul

komandan atau kepala Jawatan / Instansi sipil Pemerintah diangkat

oleh Kapolri. Penyidik pembantu harus memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut:

1. Berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat

Pertama atau sekurang-kurangnya berpendidikan Sekolah

Bintara Polisi;

2. Mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan

dengan penyidikan;

3. Mempunyai kecakapan dan kemampuan baik psikis maupun

fisik untuk melakukan tugas penyidikan;

4. Berkelakuan baik atau tidak tercela (R. Soesilo, 1980:19).

Wewenang penyidik dari pejabat kepolisian negara Republik

Indonesia sesuai dengan Pasal 7 ayat 1 KUHAP adalah sebagai berikut:

1. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya

tindak pidana;

2. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian

3. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda

pengenal dari tersangka

4. melakukan penagkapan, penggeledahan, penahanan dan

penyitaan

5. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

6. mengambil sidik jari dan memotret seseorang

7. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai

tersangka atau saksi

8. mendatangkan orang ahli yang diperuntukkan dalam

hubungannya dengan pemeriksaan perkara

9. mengadakan penghentian penyidikan

10.mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung

(35)

commit to user b) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil

Pegawai Negeri Sipil mempunyai fungsi dan wewenang sebagai

penyidik. Pada dasarnya wewenang yang mereka miliki bersumber pada

ketentuan pidana khusus, yang telah menetapkan sendiri pemberian

wewenang penyidikan pada salah satu pasalnya. Jadi hanya terbatas

hanya sepanjang menyangkut tindak pidana yang diatur dalam

undang-undang khusus tersebut (M. Yahya Harahap, 2002: 113).

Masih menurut M. Yahya Harahap (2002:113), bahwa kedudukan

dan wewenang penyidik pegawai negeri sipil dalam melaksanakan tugas

penyidikan adalah :

1. Penyidik pegawai negeri sipil kedudukannya dibawah

koordinasi dan pengawasan penyidik Polri,

2. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik Polri memberikan

petunjuk kepada penyidik pegawai negeri sipil untuk

memberikan bantuan penyidikan yang diperlukan,

3. Penyidik pegawai negeri sipil harus melaporkan kepada

penyidik Polri jika ditemukan bukti yang kuat untuk

mengajukan tindak pidananya ke penuntut umum,

4. Setelah penyidikan selesai, penyidik pegawai negeri sipil

menyerahkan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui

penyidik Polri. Penyidik Polri memeriksa hasil penyidikan

untuk menghindari pengembalian kembali hasil penyidikan

oleh penuntut umum kepada penyidik karena kurang lengkap,

5. Apabila penyidik pegawai negeri sipil menghentikan

penyidikan yang telah dilaporkan kepada penyidik Polri, maka

penghentian penyidikan tersebut harus diberitahukan kepada

penyidik Polri dan penuntut umum.

Peran penyidikan adalah menyediakan jawaban bagi pertanyaan: Siapa?

Apa? Kapan? Di mana? Bagaimana? Dan terkadang, Mengapa? Ketepatan

penyidikan dan kemampuan penyidik dapat menghasilkan penuntutan yang sukses

(36)

commit to user

dengan sewenang-wenang. Penyidikan yang tidak tepat dapat menghasilkan

kegagalan penuntutan dan penghukuman terhadap orang yang keliru.

Pada penyidikan, ditekankan pada tindakan mencari dan mengupulkan

bukti supaya tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi jelas, serta dapat

menemukan dan menentukan pelakunya. Dari pengertian tersebut antara

penyelidikan dan penyidikan adalah dua tahap tindakan yang berwujud satu.

Antara kedua tindakan saling berkaitan dan saling melengkapi supaya dapat

diselesaikan pemeriksaan suatu peristiwa pidana (M.Yahya Harahap, 2002 : 109).

Tugas penyidik adalah melaksanakan penyidikan, yaitu serangkaiaan

tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang

Hukum Acara Pidana untuk mencari serta mengumpulkan barang bukti yang

dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna

menemukan tersangka (Nico Ngani, 1984 : 24).

Disamping itu penyidik juga mempunyai tugas :

1) Membuat berita acara tentang hasil pelaksanaan tindakannya;

2) Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum atau jaksa; penyidik

yang dari pegawai negeri sipil menyerahkannya dengan melalui penyidik

yang dari pejabat kepolisian.

Penyerahan berkas perkara ini meliputi dua tahap, yaitu:

(a). Penyidik hanya menyerahkan berkas pidana;

(b). Dalam hal ini penyidik sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan

tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum.

Para penyidik dalam melaksanakan tugasnya harus menjunjung tinggi

hukum yang berlaku. Penyidik yang dari kepolisian negara mempunyai wewenang

melakukan tugas masing-masing pada umumnya di seluruh wilayah Indonesia,

khususnya di daerah hukum masing-masing di mana ia diangkat sesuai dengan

(37)

commit to user

2. Beberapa Hal yang Berkaitan dengan Penyidikan a. Requisites for an Investigator (Kebutuhan Penyidik)

Penyidik harus mengetahui dengan pasti apakah sebuah kejahatan telah

terjadi atau tidak bagaimana terjadinya kapan terjadi di mana terjadi siapa yang

melakukan kejahatan itu dan dalam kasus tertentu, mengapa kejahatan itu terjadi

(Andi Hamzah,2009:119). Untuk melakukan hal ini, penyidik harus memiliki:

a) kemampuan intelektual untuk mempelajari.

b) kekerasan hati dalam menghadapi rintangan.

c) integritas pribadi yang dapat tahan terhadap godaan fisik, emosional, dan

material.

d) pemahaman terhadap orang lain, proses mental mereka, budaya mereka,

kebiasaan mereka, dan lingkungan mereka.

e) pengetahuan tentang bantuan ilmu pengetahuan yang berguna dan

kemauan untuk menggunakannya.

f) kemampuan untuk mencapai kesimpulan berdasarkan bukti.

g) pemahaman tentang diri sendiri.

h) kemampuan untuk bertahan terhadap prasangka.

i)kesabaran untuk menunggu penilaian sampai bukti tersedia dan,

j)pengetahuan tentang teknik dan prosedur yang dibutuhkan dalam

penyidikan kriminal.

b. Tools for an Investigator (Alat Penyidikan)

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 KUHAP disebutkan bahwa

“Penyidikan” itu adalah serangkaian tindakan Penyidik dalam hal dan menurut

cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan

bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi

guna menemukan tersangkanya. Maka dalam menjalankan tugasnya maka

penyidik perlu melakukan dengan berbagai cara untuk mendapatkan suatu data

(38)

commit to user a) Observasi.

Penyidik harus mampu mengamati dengan akurat semua yang dapat

diamati, menggunakan bahasa untuk menyampaikan kepada pihak lain apa yang

telah ia amati, dan menggambarkan dengan tepat apa yang ia amati. Tidak ada

detil yang dapat diabaikan atau diremehkan sebagai hal yang tak berarti. Penyidik

yang terlatih tidak hanya mengamati objek tetapi juga menempatkannya dalam

hubungannya dengan situasi. Situasi tersusun dari banyak detil, yang kesemuanya

harus dirangkum dalam sebuah deskripsi yang akurat. Foto TKP menghasilkan

rekaman peristiwa yang dapat digunakan sebagai bantuan dalam observasi, tetapi

foto bukanlah observasi. Observasi memberikan makna kepada apa yang terlihat

sebuah citra mental.

Deskripsi penting untuk mengomunikasikan observasi. Penggunaan kata

yang tepat, lisan, atau tertulis dalam berkomunikasi membutuhkan pengetahuan

tentang perbendaharaan dan komposisi kata-kata. Keadaan emosi, penyakit

ringan, cacat, prasangka, dan mitos dapat membatasi keakuratan pengamatan

saksi, bahkan penyidik. Banyak faktor dapat menyumbang observasi yang tidak

akurat dan kesalahan deskripsi selain faktor yang telah disebutkan. Para saksi

dapat mendeskripsikan kejadian yang bila dicari pembuktiannya tampak mustahil

karena saksi tersebut tidak dapat mengamati apa yang ia deskripsikan dari tempat

saksi itu mengadakan pengamatan. Deskripsi itu mungkin saja sama sekali hasil

karangan seorang saksi yang mencari pengakuan.

b) Penggunaan Pencatatan.

Catatan, umum dan pribadi, sering penting untuk suatu penyidikan.

Sejumlah informasi dibutuhkan untuk membangun sebuah kasus. Pengetahuan

mengenai banyak catatan dan informasi yang terkandung di dalamnya sangat

penting. Penyidik harus mengetahui siapa yang menguasai catatan yang

diinginkan dan bagaimana mendekati sumber ini. Sejumlah informasi mencatat

tentang batasan individu yang luar biasa. Sumber bervariasi mulai dari yang

(39)

commit to user

hingga informasi yang sulit diperoleh yang disimpan oleh lembaga swasta,

semipublik, dan pemerintah.

c) Wawancara dan Interogasi.

Penyidik harus memiliki kemampuan untuk melakukan wawancara dan

mengumpulkan informasi dari berbagai jenis orang dari semua tingkat usia

anak-anak, pemilik bar, supir taksi, pengantar barang, wanita penghibur, penjaga pintu,

pegawai, ahli kecantikan, dan sebagainya. Pengetahuan mengenai “siapa

mengetahui apa” berkembang dengan pengalaman.

Interogasi adalah sebuah fungsi penyidikan. Tujuan interogasi adalah untuk

mendapatkan informasi tentang kejadian yang diselidiki dan tentang pelaku

kejahatan. Semua kategori orang dapat diinterogasi: saksi, korban, majikan, rekan

kerja, teman, kerabat, dan lain-lain. Interogasi bukanlah pengganti penyidikan

melainkan alat bantu penyidikan. Ada persyaratan legal yang melingkupi

interogasi yang harus dipahami oleh penyidik. Kegagalan memahami persyaratan

ini akan menyia-nyiakan penggunaan informasi yang didapat sebagai barang

bukti.

Informan rahasia dapat memberikan informasi yang berharga bagi penyidik,

atau sebaliknya tidak tersedia, mengenai kejahatan atau rencana suatu kejahatan.

Dalam beberapa hal, informan tersebut adalah seorang agen yang menyamar

sebagai warga sipil. Identitas mereka tidak disebutkan. Informan itu biasanya

terlibat dengan para pelaku kejahatan. Nilai dirinya bergantung pada informasi

yang ia kumpulkan melalui kedekatannya dengan pelaku kejahatan. Kontak

dengan informan harus diatur agar identitasnya tidak akan terbongkar.

Informan rahasia bertindak dengan motif yang bervariasi. Apa pun

motifnya, penyidik harus mencek ulang setiap detil informasi yang diberikan

informan sebelum melakukan tindakan apa pun.

d) Modus Operandi.

Metode operasi pelaku kejahatan, pemahaman tentang cara kejahatan

berlangsung, memungkinkan penyidik mengidentifikasi sebuah kejahatan sebagai

(40)

commit to user

dilakukan oleh seorang pelaku kejahatan yang belum teridentifikasi. Hal itu juga

memungkinkan penyidik menggunakan berkas modus operandi (MO) yang

disimpan oleh lembaga penegakan yang lain. Berkas MO disimpan berdasarkan

alasan bahwa orang cenderung melakukan sesuatu dengan cara yang unik bagi

tiap orang. Aspek dari perilaku semacam itu cenderung berulang. Cara sebuah

kejahatan berlangsung sering dapat menunjukkan identitas pelakunya. Perilaku itu

adalah karakteristik dari si pelaku tersebut.

e) Pengawasan.

Pengawasan adalah proses menempatkan orang, alasan, dan kendaraan di

bawah pengamatan tanpa diketahui. Tujuan pengawasan adalah untuk

mempelajari sebanyak mungkin aktivitas subjek, ke mana ia pergi, dengan siapa

ia berhubungan, dan hal serta orang seperti apa yang menarik perhatiannya.

Penyidik berupaya untuk tetap tak terlihat. Pengawasan dapat dilaksanakan

dengan berjalan kaki, mengendarai kendaraan, melalui udara, atau dari posisi

tetap.

f) Pekerjaan Tersembunyi.

Agen yang menyamar dapat menjadi sumber informasi. Agen semacam itu

dapat merupakan anggota dari lembaga penegak hukum. Agen tersebut, bekerja

dalam samaran, harus menghilangkan identitasnya sendiri dan memposisikan diri

sebagai orang lain untuk menempatkan diri dalam situasi yang ia selidiki.

Perubahan identitas menuntut agen tersebut untuk menjadi aktor yang sangat

handal, sering untuk mempertahankan nyawa dan anggota tubuhnya.

g) Ahli.

Penyidik harus mengumpulkan dan mengaplikasikan pengetahuan seorang

ahli dari kasus itu dan harus waspada terhadap banyaknya bidang tempat para ahli

dapat menguji bukti dan menyediakan informasi yang sulit diperoleh. Beberapa

bidang yang umum adalah ahli kimia forensik, penguji dokumen, ahli balistik, ahli

sidik jari, ahli penyakit, dan penguji kesehatan. Penting bagi penyidik untuk

(41)

commit to user

penyidikan. Dalam melakukannya, penyidik harus paham bagaimana melindungi

dan menjaga bukti-bukti yang disampaikan kepada para ahli. Penyidik harus

mengetahui apa yang diharapkan dan yang tidak diharapkan dari ahli tersebut.

Jika kasus itu maju ke pengadilan, ahli tersebut akan bersaksi di pengadilan atas

temuannya.

h) Laporan Tertulis.

Laporan penyidikan, yang mempertalikan secara rinci tentang apa yang

terjadi, bagaimana terjadinya, apa yang ditemukan, merupakan pernyataan resmi

dari penyidikan dan menjadi dasar pengajuan kasus ke pengadilan. Laporan

tersebut memungkinkan jaksa penuntut umum untuk memutuskan apakah telah

tersedia bukti yang cukup untuk membenarkan penuntutan. Orang yang diselidiki

seharusnya ditempatkan sebagai subjek dalam laporan. Menyebut orang tersebut

sebagai tersangka dapat dianggap membuat penilaian yang dapat digunakan untuk

menuduh bahwa penyidik bias.

i) Kesaksian Pengadilan.

Penyidik harus mengembangkan kemampuan bersaksi di pengadilan dengan

cara yang tidak memihak, objektif, dan tidak mengandung bias. Sikap pribadi

dalam pendirian saksi akan mempengaruhi hasil kasus itu. Penyidik tidak boleh

terlihat “mengejar” terdakwa, tampak bersemangat, atau memperlihatkan

keinginan khusus untuk mempertahankan tuduhan. Penyidik harus menceritakan

fakta-fakta yang diperoleh selama penyidikan dan harus mengingat bahwa dia

membatasi kesaksiannya pada fakta-fakta dalam lingkup pengetahuan pribadi.

Penyidik tak dapat menawarkan pilihan atau kesaksian seperti temuan para ahli.

j) Batasan Hukum.

Penyidik harus mematuhi batasan hukum dalam hal penahanan, pencarian,

dan penyitaan. Kegagalan mengikuti persyaratan hukum berakibat penolakan

terhadap bukti-bukti yang diperoleh dan kemudian hilangnya dasar tuntutan.

(42)

commit to user

ketaatan terhadap hak warga negara untuk merasa aman baik bagi dirinya sendiri,

rumah, surat penting, dan efek dari penahanan, pencarian, dan penyitaan ilegal.

Jadi dapat di simpulkan Penyidikan itu adalah pencarian fakta yang

mengarah pada ditemukannya seseorang atau sekelompok orang yang telah

melakukan suatu tindakan yang dinyatakan ilegal oleh hukum di lingkungan itu.

Fakta yang mendukung kasus kejahatan disediakan melalui penyidikan. Jika fakta

itu dianggap memadai oleh lembaga penuntut, kasus akan dikembangkan untuk

menjadi dasar persidangan. Persidangan dapat berakhir dengan penghukuman,

hilangnya tuntutan karena bukti yang tidak mencukupi, atau dibebaskan karena

penyidikan tidak memberikan fakta yang diperlukan untuk menghukum

(http://www.reskrimum.metro.polri.go.id/news.php?id=5247).

3. Tinjauan Tentang Sidik Jari a. Pengertian Sidik Jari

Untuk mengungkap suatu perkara tindak pidana, diperlukan bukti dan

sarana untuk pengungkapannya. Bisa dengan keterangan saksi, pengakuan korban

maupun tersangka, bisa juga dengan barang bukti kejahatan. Ada satu lagi alat

bukti yang dipakai oleh polisi untuk mengungkap pelaku kejahatan. Yakni dengan

sidik jari adalah suatu hasil reproduksi tapak-tapak jari, yang menempel pada

barang-barang di sekitar tempat kejadian perkara (TKP).

Sidik jari juga merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam

mengidentifikasi seseorang. Bahkan sidik jari menjadi teknologi yang dirasa

cukup handal, karena terbukti relatif, akurat, aman, mudah dan nyaman untuk

dipakai sebagai identifikasi bila dibandingkan dengan sistem biometric yang

lainnya seperti retina mata atau DNA (Andika budi pratama, 2005:20).

Penerapan sistem sidik jari ini tidak hanya pada sistem absensi pegawai

perusahaan, tetapi berkembang juga dalam bidang kedokteran forensik, yaitu pada

proses Visum et repertum (VER). VER merupakan laporan tertulis dokter untuk

memberikan keterangan untuk kepentingan peradilan. Salah satu tahap VER

Gambar

Gambar 1. Pola Golongan Sidik Jari
Gambar 1. Skematik data analisis model interaktif
Gambar 2. Skematik kerangka pemikiran
Gambar 3. Penampang Kulit Jari
+2

Referensi

Dokumen terkait