• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN TEKNIK BERTANYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PELAJARAN SEJARAH KELAS X.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN TEKNIK BERTANYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PELAJARAN SEJARAH KELAS X."

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

PERNYATAAN TENTANG KEASLIAN KARYA ILMIAH ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi dan Perumusan masalah ... 14

C. Klarifikasi Konsep ... 14

D. Tujuan Penelitian ... 16

E. Manfaat Penelitian ... 17

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 19

A. Landasan Teori ... 19

1. Hakekat bertanya ... 19

2. Fungsi Pertanyaan dalam Proses belajar mengajar ... 21

3. Hasil belajar ... 24

4. Konstruktivistik dan ruang lingkupnya ... 28

(2)

6. Pengertian dan ruang lingkup sejarah ... 34

7. Manfaat dan tujuan pendidikan sejarah ... 36

8. Pendidikan sejarah dalam pendidikan IPS ... 42

B. Penelitian Terdahulu ... 47

C. Paradigma Penelitian ... 50

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 52

A. Lokasi Penelitian ... 53

B. Subjek Penelitian ... 53

C. Metode Penelitian ... 53

D. Prosedur Penelitian ... 55

E. Teknik Pengumpulan Data ... 57

F. Teknik Analisis Data ... 57

G. Validasi Data ... 58

H. Interpretasi Data ... 59

I. Indikator Keberhasilan ... 60

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN REFLEKSI ... 61

A. Gambaran Awal Pembelajaran Sejarah ... 61

B. Proses Pelaksananaan Penelitian ... 64

C. Keadaan Kelas Dalam Proses Pembelaran ... 65

D. Deskripsi Pelaksanaan Siklus ... 72

1. Tindakan Siklus pertama ... 72

2. Tindakan Siklus ke dua ... 88

(3)

4. Tindakan Siklus ke empat ... 119

5. Tindakan Siklus ke lima ... 134

E. Analisis Penelitian ... 151

F. Implikasi Teknik Bertanya Terhadap Pembelajaran Sejarah Dengan Menggunakan PTK ... 159

G. Analisis Pengolahan Data ... 162

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 171

A. Kesimpulan ... 171

B. Saran ... 174

(4)

DAFTAR TABEL

No Tabel Hal

4.1 Data Pribadi guru ... 62

4.2 Nilai Post test peserta didik pada masa orientasi ... 67

4.3 Penampilan Guru Pada Siklus I 83

4.4 Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran Siklus I ... 84

4.5 Nilai Post Test Peserta Didik Pada Siklus I ... 86

4.6 Penampilan Guru Pada Siklus II ... 99

4.7 Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran Siklus II ... 101

4.8 Nilai Post Test Peserta Didik Pada Siklus II ... 102

4.9 Penampilan Guru Pada Siklus III ... 113

4.10 Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran Siklus III ... 115

4.11 Nilai Post Test Peserta Didik Pada Siklus III ... 116

4.12 Penampilan Guru Pada Siklus IV... 128

4.13 Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran Siklus IV ... 130

4.14 Nilai Post Test Peserta Didik Pada Siklus IV ... 131

4.15 Penampilan Guru Pada Siklus V ... 145

4.16 Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran Siklus V ... 147

4.17 Nilai Post Test Peserta Didik Pada Siklus V... 148

4.18 Rekapitulasi Nilai Orientasi s/d siklus V ... 164

4.19 Rekapitulasi Penampilan Guru ... 167

(5)

DAFTAR GAMBAR/BAGAN

No Gambar hal

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah guru merupakan masalah yang sangat penting dan mendasar untuk dikaji berkaitan dengan pembelajaran dan penyelenggaraan pendidikan terutama tentang kinerja mengajar guru. Selama ini kondisi guru masih tetap dijadikan penyebab lemahnya kualitas pendidikan. Keberhasilan dan kegagalan siswa dalam proses pembelajaran selalu dikaitkan dengan mutu kinerja mengajar guru, sehingga kualitas kinerja guru ini akan dapat diketahui dengan berbagai cara termasuk dari hasil belajar siswa. Peningkatan kinerja guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa harus tetap diupayakan baik oleh guru itu sendiri dan pihak-pihak lain yang terkait, guru harus mampu memahami dan menggunakan berbagai model, pendekatan dan metode termasuk teknik bertanya.

Pembelajaran sejarah selama ini masih sangat teacher centered disebabkan oleh rendahnya pengetahuan dan pemahaman guru terhadap berbagai model dan media pembelajaran sehingga pembelarajan sejarah menjadi kering dan kurang diminati siswa (Muchtar, 2004).

(7)

bagian yang sangat penting dilakukan guna menciptakan suasana pembelajaran yang baik, pembelajaran yang baik bukan saja diperankan oleh guru semata namun harus juga ada peran dari peserta didik. Untuk dapat terjadi hal tersebut guru tidak hanya memiliki kecakapan dan teknik untuk menguasai materi yang diajarkan namun harus pula memiliki kemampuan untuk menyampaikan, dengan kata lain harus menggunakan metode dan pendekatan yang dapat membuat siswa tertarik dan memahami apa yang akan disampaikan oleh guru tersebut.

Guru dikatakan sebagai fasilitator yang baik bila dalam menyampaikan materi tersebut tidak hanya satu arah yaitu dalam kegiatan proses pembelajaran tidak dikuasai semata oleh guru saja, namun siswa juga harus ikut aktif dan berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan proses pembelajaran guru harus menguasi berbagai metode dan teknik pembelajaran termasuk diantaranya menguasi teknik bertanya. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Supriatna (2005:115) yang menjelaskan bahwa pentingnya bagi guru untuk menggeser posisinya yang semula sebagai pusat kegiatan belajar saat menerangkan (menjelaskan) materi dan memberikan peluang kepada siswa untuk menempati posisi sebagai pusat kegiatan belajar pada saat menjawab pertanyaan. Pertanyaan tersebut memberi dampak kepada siswa karena akan menjadi pendorong dan motivasi untuk mencari dan belajar dari berbagai sumber pembelajaran.

(8)

banyaknya keinginan serta semakin banyaknya tugas serta tuntutan yang diberikan oleh guru namun tidak disertai dengan pendekatan dan model-model pembelajaran yang menarik sehingga membuat siswa-siswi semakin jenuh untuk belajar.

Ada beberapa hal yang membuat siswa tidak ada minat untuk belajar serta bertanya, dan salah satu faktor penyebabnya adalah guru. Secara umum Muchtar (2004:52) mengungkapkan bahwa kelemahan guru pendidikan IPS dianalisis atas tuntutan memperkuat mutu proses pembelajaran antara lain:

(1) Tidak bertindak sebagai fasilitator akan tetapi lebih banyak bertindak dan berposisi sebagai satu-satunya sumber belajar, (2) Lebih banyak cendrung tampil bukan sebagai pendidik yang dapat mengembangkan secara terintegrasi dimensi intelektual, emosional dan sosial, (3) Cenderung bertindak sebagai pemberi bahan pembelajaran belum bertindak sebagai pembelajar, (4) Belum dapat melakukan pengelolaan kelas secara optimal, lebih banyak bertindak sebagai penyaji informasi buku, (5) Belum bertindak secara langsung terencana membentuk kemampuan berpikir dan sistem nilai peserta didik. (6) Lebih banyak bertindak sebagai pengajar sehingga belum banyak bertindak sebagai panutan, (7) Belum secara optimal memberikan kemudahan bagi para peserta didik dalam belajar.

(9)

kurang menarik dan tidak memiliki nilai guna sehingga kurang diminati.

Banyak cara dan langkah serta upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Kementerian Pendidikan Nasional dalam meningkatkan mutu pendidikan. Antara lain melakukan kebijakan yang berkaitan dengan pemerataan atau perbaikan akses terhadap pendidikan, peningkatan mutu, pengembangan potensi peserta didik agar peserta didik menjadi manusia yang berkualitas bukan saja otaknya menjadi cerdas namun memiliki karekter bangsa yang tangguh dan handal. Hal ini sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,yang berupaya sebagai berikut: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Sistem Pendidikan Nasional, 2003:6)

(10)

mengakibatkan tidak ada perhatian. Ketidakperdulian tersebut dapat dengan jelas dilihat dari keengganan mereka mengajukan pertanyaan dalam proses pembelajaran. Keengganan belajar IPS, dalam hal ini sejarah, sudah mulai tumbuh sejak pendidikan dasar sehingga tidak mengherankan pada saat mereka dibangku SMA/MA menjadi lebih memprihatinkan.

Pada dasarnya setiap siswa adalah seorang pembelajar aktif. Mereka senantiasa berusaha menemukan pengertian-pengertian, pemahaman-pemahaman, persamaan-persamaan realitas, fakta atau fenomena yang ditemui. Mereka aktif membangun dan menginterpretasikan segala sesuatu hingga mencapai pengertian terhadap diri dan lingkungannya. Oleh karena itu pendidik hendaknya dapat menciptakan situasi belajar yang student centered agar proses konstruksi pengetahuan siswa dapat terlaksana dengan

baik.

Dalam upaya meningkatkan iklim pembelajaran di sekolah untuk memperoleh hasil yang maksimal maka pembelajaran teacher-centered yang menekankan konsep-konsep dapat ditransfer dari pendidik ke siswa, beralih menuju student centered yang menekankan bahwa dalam pembelajaran siswa sendirilah yang akan membangun pengetahuannya (Karli dan Yuliariatiningsih, M.S., 2003:7).

(11)

masyarakat yang serba dinamis saat ini. Pendidikan sejarah bukan semata-mata dimaksudkan agar siswa tahu dan hafal tentang peristiwa masa lalu bangsa dan negaranya, namun bagaimana mereka dapat menjadikan pengetahuan dan pemahaman terhadap sejarah tersebut sebagai bahan refleksi diri dalam memahami dinamika kehidupan saat ini, sehingga dalam diri mereka tumbuh dan berkembang rasa cinta dan tanggung jawab terhadap bangsanya. Disamping itu pendidikan sejarah di sekolah bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa untuk berpikir kronologis dan kritis analitis serta dapat memahami sejarah dengan baik dan benar. Hal ini sesuai dengan tujuan diajarkannya mata pelajaran sejarah di SMA yaitu:

a. Mendorong siswa berpikir kritis analitis dalam memanfaatkan pengetahuan tentang masa lampau untuk memahami kehidupan masa kini dan yang akan datang.

b. Memahami bahwa sejarah merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari.

c. Mengembangkan kemampuan intelektual dan teknik untuk memahami proses perubahan dan keberlanjutan masyarakat (Departemen Pendidikan Nasional, 2003:6).

Berpikir kritis analitis dalam pendidikan sejarah adalah kemampuan mengembangkan pengetahuan, pemahaman, analisis dan sikap serta perilaku berdasarkan pengalaman-pengalaman sejarah dengan menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa lainnya serta mampu membuat keputusan dan mengambil hikmah dari pengalaman-pengalaman tersebut untuk dijadikan tolak ukur dalam bersikap, berpikir dan bertingkah laku. Hal ini sesuai dengan pendapat Hasan, (1997: 140) yang menyatakan bahwa:

(12)

didasarkan pada disiplin ilmu sejarah. Mereka sudah mulai dapat diperkenalkan dengan berbagai cara kerja, cara analisis dan juga wawasan keilmuan sejarah. Ini dirasakan sebagai suatu kebutuhan untuk mempersiapkan mereka memasuki pendidikan yang lebih tinggi dan khusus di perguruan tinggi. Dalam jenjang pendidikan ini tujuan utama pendidikan sejarah bukan lagi untuk menambah keleluasan pengetahuan tentang berbagai peristiwa yang terjadi tetapi mendalami peristiwa tertentu.

Sejarah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Setiap saat orang akan mengukir sejarah. Dalam proses perjalanan sejarah diharapkan siswa dapat mengasah kemampuan intelektualnya dan memahami proses perubahan yang terjadi. Oleh karena itu sejarah dapat dijadikan pedoman untuk kehidupan selanjutnya. Kehidupan selanjutnya atau masa depan akan penuh dengan berbagai tantangan. Sudah saatnya pula proses pembelajaran sejarah di kelas disesuaikan, dengan maksud untuk mengantisipasi perkembangan dunia tersebut, sehingga dapat membantu siswa dalam mempersiapkan kehidupan mereka dengan keadaan perkembangan dunia saat ini dan masa depan. Demikian dijelaskan Hasan (2004:16) bahwa "belajar sejarah adalah belajar dari pengalaman orang lain di masa lampau untuk dijadikan pelajaran dan bahan pemikiran untuk kehidupan masa kini dan masa mendatang".

(13)

sentimental tersebut dapat menentukan tingkah laku di masa yang akan datang". Senada dengan itu Wiriaatmadja (2002:156) menulis, "Pengajaran sejarah akan membangkitkan kesadaran empati (emphatic awareness) di kalangan peserta didik, yaitu sikap simpati dan toleransi terhadap, orang lain yang disertai dengan kemampuan mental untuk imajinasi dan kreativitas".

Kenyataan dari realitas pendidikan berdasarkan penelitian beberapa pakar pendidikan di Indonesia, mengisyaratkan bahwa pelajaran Sejarah yang diajarkan di berbagai lembaga pendidikan formal masih memperlihatkan suatu kondisi yang memprihatinkan. Pengajaran Sejarah sebagai bagian dari pendidikan IPS tampaknya masih sebagai kontribusi pengetahuan belaka dengan penekanan lebih pada domain kognitif rendah berupa hafalan terhadap tokoh, ruang, waktu dan peristiwa belaka.

Selain itu kenyataan menunjukkan bahwa pembelajaran sejarah di sekolah-sekolah dapat dikatakan masih belum memuaskan, karena guru sejarah hanya membeberkan fakta-fakta kering, berupa urutan tahun dan peristiwa belaka. Pelajaran sejarah dirasakan murid hanyalah mengulangi hal-hal yang sama dari tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah. Pendekatan serta teknik pengajarannya juga monoton. Bahkan materi pembelajaran sejarah terkesan berpusat pada daerah-daerah tertentu sebut saja Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Maluku, kita masih cenderung "Jawa sentris" (Supardan, 2004:110).

(14)

disebabkan oleh faktor guru yang kurang mampu mengembangkan teknik mengajar yang dapat menarik perhatian siswa dan mendorong siswa untuk belajar secara aktif dan kreatif. Dengan kata lain pembelajaran yang dilakukan masih bersifat konvensional, yaitu hanya terbatas pada penyampaian serangkaian fakta sejarah dengan ciri khasnya guru sebagai sentral ilmu pengetahuan (teacher centered) dan siswa hanya menerima apa yang diajarkan oleh guru serta materi pembelajarannya sesuai dengan kurikulum. Penggunaan metode ceramah sangat mendominasi dalam pembelajaran sehingga potensi siswa tidak berkembang.

(15)

berdampak secara psikologis dan terhadap sikap siswa terhadap guru yang selalu menerima dan mendengar tanpa ada timbal balik sebagai upaya untuk kreatif membangun suasana pembelajaran yang dua arah dari guru dan murid. Kondisi inilah yang menjadi masalah bagi pendidik untuk membangun suasana pembelajaran yang lebih aktif dan lebih menyenangkan. Hal ini juga diungkapkan oleh Wiriaatmadja, (2002:158):

Kelemahan-kelemahan yang tampak dalam pembelajaran sejarah adalah kurang mengikutsertakan siswa, dan membiarkan “budaya diam” berlangsung di dalam kelas. Kondisi demikian menyebabkan pengajaran sejarah, dan sejarah nasional khususnya, kurang berhasil dalam menggairahkan pembelajaran siswa untuk penghayatan nilai-nilai secara mendalam yang ditunjukkan dengan pengungkapan ekspresi secara vokal. Faktor-faktor lain yang kurang menunjang ialah luasnya cakupan bahan pengajaran, bertumpang tindihnya materi dengan pengajaran lain yang sejenis, dan dukungan buku teks dan bahan bacaan lainnya yang bersifat informatif dari pada merangsang daya nalar dan berpikir kreatif siswa.

Berdasarkan hasil pengamatan yang penulis lakukan selama bertugas mengajar sejarah di MAN Sengkol sebagai guru, dapat dikemukakan bahwa kondisi pembelajaran sejarah saat ini adalah sebagai berikut:

(16)

2. Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran masih sangat terbatas, karena itu banyak siswa merasa bosan dan jenuh.

3. Pembelajaran dititikberatkan pada penguasaan fakta dan konsep, yang bersifat hafalan, kurang mengembangkan aspek-aspek yang lain seperti dayaberpikir kritis dan bekerja sama. Padahal pembelajaran Sejarah juga diharapkan dapat menanamkan aspek-aspek tersebut.

4. Pembelajaran sejarah selama ini tidak memasukkan unsur inovatif, sehingga siswa merasa jenuh.

5. Dalam kegiatan pembelajaran guru masih belum melakukan pertanyaan dengan menggunakan teknik bertanya

6. Pelaksanaan evaluasi yang dikembangkan oleh guru lebih banyak berorientasi pada hasil, sementara evaluasi proses terabaikan, sehingga menyebabkan siswa dipaksa untuk menghafal, sedangkan proses pembelajarannya berada di luar jangkauan penilaian guru.

7. Hasil belajar sejarah selama ini masih sangat rendah bila dilihat dari hasil Ujian Nasional yang diadakan oleh Madrasah.

(17)

mengkonstruksi pengetahuan sendiri. Di samping belajar sejarah di dalam kelas, siswa juga diajak ke lingkungan sekitar sekolah untuk mengamati langsung sumber-sumber sejarah serta mengumpulkan data sejarah. Aspek-aspek yang diamati tidak semata-mata berupa sejarah dalam artian urutan-urutan peristiwa, tetapi berbagai aspek kehidupan yang terkait seperti ekonomi, sosial, budaya, pertanian, keyakinan dan sebagainya. Hal ini memberikan kesempatan belajar lebih luas dan suasana yang kondusif kepada siswa untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, termasuk keterampilan bekerjasama untuk memperoleh pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupannya di masyarakat.

Pembelajaran Sejarah dengan Pendekatan teknik bertanya kiranya dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, sehingga siswa menjadi aktif dan kreaktif (student centered) dalam proses belajar mengajar, sekaligus melatih beberapa keterampilan siswa dalam belajar. Pada dasarnya pengetahuan dibangun manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit). Pengetahuan bukanlah sekedar seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat, manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Hal ini sesuai dengan pendapat Wiriaatmadja (2002:307-308) bahwa proses belajar mengajar Ilmu-ilmu Sosial akan tangguh apabila melakukan banyak kegiatan aktif, seperti:

(18)

berkembang tiba-tiba.

b. Melalui proses belajar aktif, siswa lebih mudah mengembangkan dan memahami pengetahuan baru mereka.

c. Proses belajar aktif membangun kebermaknaan pembelajaran yang diperlukan agar peserta didik dapat mengembangkan pemahaman sosialnya.

d. Peran guru secara bertahap bergeser dari sebagai sumber pengetahuan pada peranan yang tidak menonjol untuk mendorong siswa agar mandiri dan berdisiplin.

e. Proses belajar mengajar Ilmu-ilmu Sosial yang tangguh menekankan proses pembelajaran dengan kegiatan aktif di lapangan untuk mempelajari kehidupan nyata dengan menggunakan bahan dan teknik yang ada di lapangan.

Siswa perlu dikondisikan untuk terbiasa memecahkan masalah, menemukan hal-hal yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan gagasan-gagasan. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa, oleh sebab itu siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Hal ini sejalan dengan esensi dari teori belajar bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan dapat menjadi milik mereka sendiri. Pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima begitu saja pengetahuan secara pasif. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran dalam bentuk tanya jawab baik kepada gurunya maupun sesama temannya.

(19)

X (Penelitian Tindakan Kelas di MAN Sengkol kecamatan Pujut Kabupaten

Lombok Tengah NTB)"

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, penulis berkeyakinan bahwa penerapan pembelajaran sejarah dengan Teknik Bertanya untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran sejarah. Dari rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka pertanyaan penelitiannya adalah sebagai berikut:

a. Apakah guru sudah melaksanakan pembelajaran sejarah yang aktif dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa?

b. Bagaimana guru merencanakan pembelajaran sejarah dengan menggunakan teknik bertanya?

c. Bagaimana guru melaksanakan teknik bertanya dalam pembelajaran sejarah?

d. Dengan menggunakan teknik bertanya, apakah guru dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran sejarah?

C. Klarifikasi Konsep

(20)

pertanyaan kepada peserta didik dengan memperhatikan karakteristik dan latar belakang peserta didik.

Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menantang, peserta didik akan terangsang untuk berimajinasi sehingga dapat mengembangkan gagasan-gagasan barunya.

(

http://hbis.wordpress.com/2010/02/12/fungsi-bertanya-dalam-kegiatan-belajar-mengajar)

b. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara ( Sistem Pendidikan Nasional, 2003:3).

(21)

d. Hasil belajar menurut Sudjana (1990:22) adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajaranya.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu kemampuan atau keterampilan yang dimiliki oleh siswa setelah siswa tersebut mengalami aktivitas belajar.http://history22education./ordpress.com.

D. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan penerapan teknik bertanya, pada jenjang Madrasah Aliyah. Sedangkan secara khusus, tujuan penelitian ini adalah untuk:

a. Guru melaksanakan pembelajaran sejarah yang aktif dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa ?

b. Guru merencanakan pembelajaran sejarah dengan menggunakanteknik bertanya.

c. Guru menerapkan teknik bertanya dalam pembelajaran sejarah.

(22)

E. Manfaat Penelitian

Secara teoritis penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian bagi pengembangan pembelajaran sejarah di sekolah. Selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang pembelajaran dengan teknik bertanya, terutama dalam pembelajaran sejarah dan juga akan dapat memberikan konstribusi yang positif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di semua jenjang pendidikan.

Secara praktis yang dapat diambil sebagai manfaat dari penelitian ini antara lain:

a. Memberikan suatu pengalaman (baru) yang berharga bagi guru dan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar, dengan menggunakan pembelajaran teknik bertanya pada pelajaran sejarah.

b. Bagi guru yang ingin menggunakan pembelajaran dengan teknik bertanya, diharapkan dapat diterapkan sebagai salah satu pendekatan dan bahan acuan dalam melaksanakan pembelajaran sejarah.

c. Bagi peserta didik, dengan pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar, memperoleh pengalaman berharga sehingga dapat dijadikan sebagai wahana untuk belajar dan berlatih.

(23)

Tengah NTB.

(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian tindakan kelas (classroom action research). Istilah penelitian tindakan kelas dipakai untuk

menekankan kelas sebagai setting dari penelitian. Dalam konteks penelitian kelas lebih ditekankan pada bagaimana keterampilan teknik yang dimiliki guru bisa menggali informasi untuk kepentingan perbaikan pembelajaran.

Penelitian tindakan kelas memiliki karakteristik penting yaitu bahwa masalah yang diangkat adalah permasalahan yang dihadapi guru di kelas. Penelitian tindakan kelas akan dapat dilaksanakan jika pendidik sejak awal menyadari adanya persoalan yang terkait dengan proses dan produk pembelajaran yang dihadapi di kelas

Karakteristik berikutnya dapat dilihat dari bentuk kegiatan penelitian itu sendiri. Penelitian tindakan kelas memiliki karakteristik yang khas, yaitu adanya tindakan (aksi) tertentu untuk memperbaiki proses belajar mengajar di kelas. Tanpa tindakan tertentu, suatu penelitian juga dapat dilaksanakan di dalam kelas, yang kemudian disebut penelitian kelas.

(25)

Penelitian tindakan kelas memiliki tiga ciri pokok disamping karakteristik yang tersebut di atas, yaitu inkuiri reflektif, kolaboratif, dan reflektif.

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Madrasah Aliyah Negeri Pujut di Desa Sengkol Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat.

B. Subjek Penelitian.

Subjek dari penelitian ini adalah guru, siswa, serta proses-proses interaktif yang terjadi antara guru dengan siswa dan antara sesama siswa,selama berlangsungnya program tindakan ini. Guru yang dimaksud adalah guru sejarah yang mengajar di kelas X IPS A MAN Sengkol Pujut Lombok Tengah NTB yang bernama Lalu Khairi Asmuni, S.Ag. Sedangkan siswa yang dimaksud adalah siswa kelas X A berjumlah 21 orang.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini adalah suatu upaya sistematis dalam menemukan,

menganalisis dan menafsirkan bukti-bukti empirik untuk memahami

gejala-gejala atau untuk menemukan jawaban terhadap suatu

permasalahan yang terkait dengan gejala itu. Sesuai dengan latar

(setting) permasalahan dan fokus penelitian, maka penelitian yang

dilakukan ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

Menurut Hopkins (dalam Wiriaatmadja, 2005:11), penelitian tindakan

(26)

substantif sebagai prosedur penelitian. Hal ini ditandai dengan suatu

kajian reflektif, kolaboratif dan partisipatif.

Penelitian Tindakan Kelas (classroom action research) bertujuan

untuk memperbaiki kinerja guru di kelas dalam melaksanakan

pembelajaran, sehingga siswa menjadi berminat dalam belajar dan

hasil be1ajarnya pun meningkat. Demikian ditegaskan Wiriaatmadja

(2005:75) yaitu "tujuan dasar Penelitian Tindakan Kelas adalah memperbaiki praktek pembelajaran guru di kelas atau dosen di ruang perkuliahan, dan bukan untuk menghasilkan pengetahuan atau teori".

Alasan peneliti menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di MAN

Sengkol Pujut Lombok Tengah NTB adalah sebagai berikut:

a. Memperbaiki proses pembelajaran di kelas sehingga penyajian materi sejarah lebih variatif, menyenangkan, dan bermakna bagi

siswa;

b. KarenaPTK merupakan studi mikro yang membangun ekspresi kongkrit dan praktis

tentang aspirasi perubahan di dunia pendidikan, khususnya untuk memperbaiki dan

meningkatkan kinerja guru mitra.

c. Tidak memerlukan waktu khusus, artinya tidak mengganggu waktu guru dalam melaksanakan tugas utamanya mengajar

sesuai yang disediakan;

(27)

pembelajaran sejarah.

e. Berbagi pengetahuan atau teknik dengan guru mitra, dengan membantu guru mitra

memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya dalam proses pembelajaran

sejarah .

D. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian tindakan kelas, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa terdapat empat tahapan yang biasa dilalui, yaitu : a. Menyusun Rancangan Tindakan (Planning)

Pada tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Peneliti juga menentukan titik atau fokus peristiwa yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk diamati, kemudian membuat sebuah instrumen pengamatan untuk membantu peneliti merekam fakta yang terjadi selama tindakan berlangsung.

b. Pelaksanaan Tindakan (Acting)

Tahap kedua adalah pelaksanaan yang merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan, yaitu mengenakan tindakan kelas. Dalam tahap ini peneliti harus ingat dan berusaha menaati apa yang dirumuskan dalam rancangan, tapi juga harus berlaku wajar dan tidak dibuat-buat. c. Pengamatan (Observing)

(28)

mengamati dan mencatat sedikit demi sedikit apa yang terjadi agar memperoleh data yang akurat untuk perbaikan siklus berikutnya.

d. Refleksi (reflecting)

Tahap keempat merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan. Kegiatan refleksi ini sangat tepat dilakukan ketika peneliti selesai melakukan tindakan (Hopkins dalam Wiriaatmdja, 2009:66)

Adapun prosedur penelitian disini sesuai dengan bagan dibawah ini :

[image:28.595.120.511.250.697.2]

Penelitian Tindakan Model Spiral dari Kemmis dan Taggart (1988)

(29)

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan data berperan sangat penting dalam suatu penelitian, karena tujuan utama dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan data yang diperlukan untuk dianalisis. Menurut Creswell (1998:121) Prosedur pengumpulan data dalam penelitian kualitatif terdiri dari empat tipe dasar yaitu observasi, wawancara, dokumen, dan audio visual. Dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi.

F. Teknik Analisis Data

Nasution (1996:126) menyatakan analisis data adalah suatu proses penyusunan data agar dapat ditafsirkan. Penyusunan data berarti menggolongkan dalam pola, tema dan kategori. Sedangkan menurut Sugiyono (2005:89) analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data dalam kategori, dan menjabarkan ke dalam unit-unit kemudian mensintesa, menyusun ke dalam pola dan memilih mana yang penting dan yang akan diajarkan dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami.

(30)

G. Validasi Data

Semua data yang ditemukan harus divalidasi dengan teknik tertentu seperti yang dikemukakan oleh Hopkin, Glaser dan Strauss (Wiriaatmadja, 2005:168-170), yaitu sebagai berikut:

a) Saturation (penjenuhan), ialah proses pengujian data sampai mencapai tingkat kebenaran atau keterpercayaan yang tinggi karena telah dikaji secara berulang.

b) Member check, yaitu memeriksa kembali keterangan-keterangan atau informasi data yang diperoleh selama observasi atau wawancara dari narasumber, siapapun (kepala sekolah, guru, teman sejawat guru, siswa, pegawai administrasi madrasah, orang tua murid, dan lain-lain) apakah keterangan, atau informasi, atau penjelasan itu tetap sifatnya atau tidak berubah sehingga dapat dipastikan kejelasannya, dan data itu terperiksa kebenarannya. Atau mengecek kesahihan data temuan penelitian tentang seluruh pelaksanaan tindakan yang diperoleh peneliti maupun dari peneliti mitra dikonfirmasikan kebenarannya kepada guru kelas melalui diskusi balikan pada tiap akhir tindakan.

c) Trianggulasi, yaitu memeriksa kebenaran hipotesis konstruk, atau analisis yang dimiliki dengan membandingkan dengan hasil orang lain. Peneliti akan membandingkan dengan hasil yang dimiliki guru mitra, siswa dan pihak lain yang terlibat jadi observer.

(31)

H. Interpretasi Data

Interpretasi data yaitu upaya penelitian dalam menginterpretasikan hasil temuan penelitian berdasarkan kerangka teoritik yang telah dipilih dengan mengacu pada norma-norma praktis yang disetujui atau atas pemikiran guru sendiri yang melaksankan pembelajaran yang baik (Hopkins, 1993), dalam hal ini peneliti akan melakukan interpretasi data terhadap koleksi data yang didasarkan pada teori-teori yang relevan yang menggambarkan suatu proses pembelajaran yang baik. Hasil interpretasi tersebut akan memberikan makna untuk perbaikan tindakan selanjutnya, dan menerapkan model pembelajaran ditempat penelitian.

(32)

I. Indikator Keberhasilan

(33)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Selama peneliti melakukan penelitian dan pengamatan di MAN Sengkol Pujut Kabupaten Lombok Tengah terhadap diskripsi pembelajaran Sejarah di kelas X dapat ditarik beberapa kesimpulan :

1. Kondisi pembelajaran pada MAN Sengkol Pujut selama ini sangat memperihatinkanguru masih menggunakan metode yang konvensional, karenanya hasil belajar sejarahpun tidak begitu baik dan minat siswa untuk belajar sejarah rendah. Hal ini sesuai dengan hasil observasi dan wawancara baik dengan Siswa, kepala Madrasah dan Guru Mitra, dalam pembelajaran sebagian besar guru dalam melakukan proses pembelajaran masih bersifatTeacher centered, dan siswa hanya sebagai objek pembelajaran saja.

(34)

melaluipembelajaran Sejarah, terjadi peningkatan proses berfikir, tidak hanya proses mental saja tapi timbulnya rasa percaya diri, hal ini terbukti dari usaha siswa untuk menjawab pertanyaan guru dengan benar. Peningkatan tersebut tidak terlepas juga dari usaha dan perjuangan guru mitra dalam menerapkan pola dan strategi yang dilakukan dengan menyebarkan berbagai jenis dan teknik pertanyaan kepada seluruh siswa, meminta tanggapan dari jawaban teman yang lain, serta apabila ada siswa yang belum mampu menjawab pertanyaan, guru mitra memberikan tuntunan dan memberikan kesempatan berpikir sebelum menjawab pertanyaan guru.

Salah satucara dalam merencanakan teknik bertanya yang dilakukan guru mitra, yaitu dalam penerapan jenis pertanyaan dibuat melalui perencanaan yang baik, dan disusun dengan tata cara urutan yang runut berdasarkan taksonomi Bloom dari C1 sampai dengan C6. Selain itu, jumlah dan jenis pertanyaan yang diajukan oleh guru mitra, untuk jenis pertanyaan tingkat rendah dan tingkat tinggi menjadi seimbang dan dilakukan secara terus menerus.

(35)

akan ditanyakan dan penglolaan kelas. Dalam hubungannya dengan upaya meningkatkan hasil belajar, maka guru diharapkan untuk melatih membuat pertanyaan untuk membuat siswa termotivasi dan aktif dalam pembelarajaran sejarah baik untuk menjawab pertanyaan atau untuk bertanya. Dengan demikian siswa akan lebih mudah memahami apa yang ditanyakan serta akan menambah semangat serta minat untuk belajar sejarah yang berujung pada peningkatan hasil belajar.

(36)

B. Saran

Berdasarkan masalah yang dikemukakan terdahulu dan hasil penelitian tindakan kelas dengan penerapan teknik bertanya untuk meningkatkan hasil belajar pada pelajaran sejarah dapat dikemukakan saran sebagai berikut.

1. Kepada guru sejarah dilapangan agar lebih kreatif untuk mencari sumber dan media pembelajaran untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik, supaya tercipta suasana yang dapat mengembangkan aktivitas dan kreativitasnya.

2. Kepala Madrasah sebagai pihak yang paling strategis dan memiliki kewenangan dalam menentukan kebijakan-kebijakan pendidikan pada tingkat Madrasah, harus mengadakan sarana prasarana pendukung belajar dan memberikan motivasi serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada guru untuk mengembangkan potensi dan kompetensi dalam melaksanakan pembelajaran yang dapat dilakukan melalui wadah MGMP maupun kegiatan-kegiatan lain seperti penataran, workshop, dan sebagainya perlu terus diberdayakan.

(37)
(38)

175

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Abdullah, T. (Ed). (1985). Ilmu Sejarah dan Historiografi Arah dan Perspektif_ Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Al-Muchtar, S. (2004). Epistimologi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung. Gelar Pustaka Mandiri.

Alwasilah, A.C. (2003). Pokoknya Kualitatif; Dasar-Dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya.

Aqib, Z. (2002). Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran. Surabaya : Insan Cendikia. Bandung: Historia Utama Press.

Budiningsih, C.A. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta. Creswell, J.W,. (1998). Qualitatif Inquiry and Research Design; Chosing Among

Five Traditions : London, New Delhi : Sage Publications, Inc.

Creswell, W.Jhon. (1997), Research Design Qualitative & Quantitative Approache. London: SAGE Publications

Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Bandung: Erlangga.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1985). Ilmu Keguruan, Psikologi Pendidikakan. Jakarta: Direktorat PGTK dan Dirjend Dilcdasmen.

Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. (2003a). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakatta: Depdilcnas.

Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. (2003b). Kurikulum 2004, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta: Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Petunjuk Teknis Pengembangan Silabus dan Contoh/ Model Silabus SMA/ MA Mata Pelajaran Sejarah. Jakarta: BSNP

Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta : Depdiknas.

DJahiri, K. 1993. Pedoman PengajaranIPS. Jakarta: Depdiknas

(39)

176

Gagne, R.M. and Briggs L, J. (1974). Principle of Iintructional Design. New York: Rinehart and Wiston.

Harlen, W. (1992), The Teaching of Science, London: David Futton Publishers.

Hasan S.H. (1997). Kurikulum Dan Buku Teks Sejarah. Kongres Nasional Sejarah 1996 Sub Tema Pengembangan Teori dan Metodologi Dan Orientasi Pendidikan sejarah. Jakarta: Pusat Sejati Raya.

Hasan, S.H. (1996). Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga Akademik, Dirjen Dikti, Depdikbud.

Hopkins, D. (1993). A Teacher's Guide to Classroom Research. Philadelphia: Open University Press.

Ismaun. (2001). Pengantar Ilmu Sejarah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Ismaun. (2005). Pengantar Beiajar Sejarah Sebagai Wahana Pendidikin. Bandung, Historia Utama Press

Kartodirdjo, S. (1993). Pendekatan Ihnu Sosial Dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Karli, H. dan Yuliatiatittingsth, M.S. (2003). Model-Model Pembelajanut Bandung Bina Media Informasi.

Lapian, A. B. (1980)_ Memperluas Cakrawala Melalui Sejarah LokaL dalam_ Prisma, 8 Jakarta: LP3ES.

Makmun, A.S. (2000). Psikologi Kependidikan, Perangkat Sistem Pengajaran Model, Prinsip Umum Dasar Perilaku, Prinsip-Prinsip DasarPerkembangan Perilaku dan Pribadi. Bandung: Rosdakarya

Moleong, L. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mulyana, A dan Gunawan, R. (2007). "Lingkungan Terdekat; Sumber Belajar Sejarah dalamSejarah Penulisan dan Pembelajaran di Sekolah.. Bandung: Salamina Press.

Nasution, S.. (1.990). Metode Penelitian Natur.alistik Kualitatif Bandung; Tarsito.

Nursid, S., (1984) Metode Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung, Alumni.

(40)

177

Sanjaya, W. (2008). Kurikulum dan Pembelajaran,Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.

Sanjaya; W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Proses Pendidikan: Jakarta: Kencana.

Sjamsuddin, H, (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Somantri,N. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: PT Remaja Rosdakarya dan PPs UPI.

Slameto. (1995) Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta : Rineka Cipta

Sugiyono, (2007). Metodologi Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Supardan, D. (2007). Pengantar Ilmu Sosial; Sebuah Kajian Pendekatan Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.

Suparno, Paul. (1996) Filsafat Konstruktivisme Pendidikan. Yogyakarta, Kanisius.

Supriatna, N. (2007). Konstruksi Pembelajaran Sejarah Kritis. Bandung, Historia Utama Press. Suryabrata, S. (2004). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grafindo.

Sukmadinata, N.S. (2004) Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung : Yayasan Kesuma Karya.

Sudjana, Nana . R. Ibrahim. (2000). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru.

Surya, M. (2003). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung : Yayasan Bhakti Winaya.

Trianto. (2007) Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta, Prestasi Pustaka.

Uno, Hamzah. (2007).Profesi Kependidikan, Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia . Jakarta: Bumi Aksara.

Usman, M.U. (2010) Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosda Karya

Wahab, H.A.A. (2007). Metode dan Model-Model Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Bandung: Alfabeta.

Widja, I.Gde, (2002). Menuju Wajah Baru Pendidikan Sejarah. Yogyakarta: Lappera PustakaUtama.

(41)

178

Wiriaatmadja, R. (2006).Metode Penelitian Tindakan Kelas, Untuk Meningkatkan Tenaga Guru dan Dosen. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Wragg and George, B., (1997) Bertanya, Jakarta: Gramedia.

B. JURNAL, TESIS, DAN DISERTASI

Darsono, (1999). Penggunaan Media Pengajaran Dalam Pembelajaran Pendidikan IPS di SD. (Penelitian Tindakan Kelas Tentang Penggunaan Media Pengajaran Berupa Gambar Diam dan Lingkungan Sekitar Dalam Pembelajaran Pendidikan IPS Pokok Bahasan Lingkungan Sekitar , Sub Pokok Bahasan Lingkungan Keluarga dan Lingkungan Rumah Pada Kelas III SD Al Qur'an Kotif Metro, Kabupaten Lampung Tengah). Tesis Magister pada SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Hadi Hariadi, (2010) Upaya Meningkatkan Keberhasilan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial siswa melalui penggunaan keterampilan bertanya, Tesis Magister pada SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Rosmani, (2008) Menggunakan Model Dialog Kreatif untuk Meningkatkan Hasil Belajar Sosiologi. Tesis Magister pada SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Hasan, S.H. (1999). "Pendidikan Sejarah Untuk Membangun Manusia Baru Indonesia", Mimbar Pendidikan. XVIII, (2). 4-11.

Hasan, S.H. (2003). Strategi Pembelajaran Sejarah pada Era Otonomi Daerah sebagai Implementasi Kurikulton Berbasis Kompetensi. Dalam Historia Magistra Vitae, UPI Bandung, Historia Utama Press.

Sjamsuddin, H. (1999). "Sejarah dan Pendidikan Sejarah", Mimbar Pendidikan. XVIII, (2), 12-17.

Suhartini, Dewi. (2007) Pemanfaatan E-Learning dalam Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Peserta Didik pada Pembelajaran Sejarah, (Studi Eksperimen di SMA Negeri Kota Bogor)Disertasi Doktor pada SPS UPI Bandung : Tidak dipublikasikan

C. INTERNET

Supriatna, N. (2007). Mengembangkan Pertanyaan Kritis Model Ways Of Knowing Habermas Dalam Pembelajaran Sejarah. [Online].Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/NANA-mak-himas-5-07.pdf. [2November 2010] Sutrianto, (2009). Teori Pembelajaran Konstruktivisme.

(42)

179

i-pembelajaran-konstruktivisme [21 Oktober 2010]

Ismail, B. (2010), Fungsi Pertanyaan dalan Kegiatan Belajar Mengajar [Online]

http://hbis.wordpress.com/2010/02/12/fungsi-bertanya-dalam-kegiatan-belajar-mengajar/ [ 10 Oktober 2010]

Khairul Iksan. (2009). Peningkatan Proses Belajar Mengajar Melalui Strategi

Pembelajaran Kontekstual. [Online].

http://www.jaring.com.my/weblog/comments.php?id=3603 [25 Maret 2006].

Gambar

Gambar 2. Rangkaian Siklus Penelitian Tindakan Kelas

Referensi

Dokumen terkait

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, tehnik

Sofyan Andi, Hukum Acara Pidana suatu pengantar , Yogyakarta : Mahakarya Rangkang Offset, 2013.. Sofyan Andi dan

Padaha l maksud Puteri Kemala Kusuma Oewi adalah memberi kesem patan kepada kedua dayang itu untuk dapat bermain-main dengan kedua anaknya karena nanti malam me~e k a akan

Karena itu sangat dibutuhkan kepekaan dari para katekis untuk memiliki politik pewartaan yang dapat menjawabi kebutuhan umat di tengah arus perubahan

Penulisan Ilmiah ini menguraikan tentang pembuatan Personal Web (situs pribadi) yang berisikan tentang data diri tentang penulis yang bertujuan untuk memperkenalkan diri seperti

Pasal 1 Angka (2) Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan Hutan dan Lahan

Interaksi model penalaran deduktif yang dipergunakan oleh penstudi hukum teoretis, dengan berbagai model penalaran lain yang dikenal dalam teori hukum dan filsafat hukum

[r]