• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Status Intimacy pada Wanita yang Mengikuti Kursus Persiapan Pernikahan di Gereja "X" Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Status Intimacy pada Wanita yang Mengikuti Kursus Persiapan Pernikahan di Gereja "X" Bandung."

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Kristen Maranatha v

ABSTRAK

Penelitian yang berjudul Studi Deskriptif mengenai Status Intimacy pada Wanita Peserta Kursus Persiapan Pernikahan (KPP) di Gereja “X” Bandung ini bertujuan memberikan paparan mengenai aspek-aspek yang berhubungan dengan status intimacy sehingga ditemukan status intimacy dari wanita peserta KPP di Gereja “X” Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode desktriptif. Sasaran populasi dalam penelitian ini adalah wanita peserta KPP di Gereja “X” Bandung tanggal 15-17 April 2016 yang berada pada masa dewasa awal. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 23 orang.

Alat ukur yang dipakai dalam penelitian ini berupa kuesioner status intimacy yang menggunakan skala Likert, disusun berdasarkan teori psikososial Erikson, dan dikembangkan oleh Orlofsky kemudian dimodifikasi oleh peneliti. Kuesioner ini terdiri dari 100 item yang dikelompokkan berdasarkan 9 aspek yang menentukan status intimacy, yaitu komitmen, komunikasi, perhatian dan kasih sayang, pengetahuan akan sifat-sifat pasangan, perspective-taking, kekuasaan dan pengambilan keputusan, mempertahankan minat-minat pribadi, penerimaan terhadap keterpisahan dari pasangan, dan ketergantungan terhadap pasangan. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan distribusi frekuensi dan tabulasi silang.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh gambaran status intimacy wanita peserta KPP di Gereja “X” Bandung adalah sebagai berikut: Preintimate (48%), Intimate (22%), Merger-committed (17%), dan Pseudointimate (13%). Kesimpulan dari penelitian ini, yaitu status intimacy sebagian besar wanita peserta KPP di Gereja “X” Bandung adalah Preintimate. Peneliti menyarankan bagi peneliti lain yang ingin melanjutkan penelitian ini agar meneliti status intimacy pada pria yang mengikuti KPP.

(2)

Universitas Kristen Maranatha vi

ABSTRACT

This research which is titled Descriptive Study About Intimacy Status in Female Participants of KPP in “X” Church Bandung is intended to give a brief explanation about aspects which is connected to intimacy status so that the intimacy status of female participants of KPP in “X” Church can be determined. The method used is descriptive method. Population focused in this research are female participants of KPP in “X” Bandung on April 15-17 2016 whom are on young adult developmental stage. The sample quantity is 23 people.

Measuring instrument used in this research is a questionaire of status intimacy using Likert scale, constructed by Erikson’s Psychosocial Theory, developed by Orlofsky (1993) then modified to suit the sample by researcher. The questionaire consists of 100 items which are grouped by 9 aspects that determined the individual intimacy status, such as commitment, communication, love and attention, knowledge of couple’s traits, perspective-taking, power and decision making, reserving self interests, acceptance of separation with couple, and dependancy of couple. The collected data are then analized using distributed frequency dan crosstab.

Based on the research that has been done, we found that the intimacy status of female participants of KPP in “X” Church Bandung are Preintimate (48%), Intimate (22%), Merger-committed (17%), dan Pseudointimate (13%). The conclusion of this research is the intimacy status of most female participants of KPP in “X” Church Bandung is Preintimate. Researcher suggests fellow researchers that are interested in continuing this research to study the intimacy status in males.

(3)

Universitas Kristen Maranatha x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ··· v

ABSTRACT··· vi

PRAKATA ··· vii

DAFTAR ISI ··· x

DAFTAR TABEL ··· DAFTAR BAGAN ··· DAFTAR LAMPIRAN ··· BAB I PENDAHULUAN ··· 1

1.1Latar Belakang Masalah ··· 1

1.2Identifikasi Masalah ··· 7

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian ··· 7

1.3.1 Maksud Penelitian ··· 7

1.3.2 Tujuan Penelitian··· 8

1.4Kegunaan penelitian ··· 8

1.4.1 Kegunaan Teoritis··· 8

1.4.2 Kegunaan Praktis··· 8

1.5Kerangka Pemikiran ··· 8

1.6Asumsi··· 17

(4)

xi

Universitas Kristen Maranatha

2.1 Intimacy···18

2.1.1 Definisi Intimacy ···18

2.1.2 Aspek-aspek dalam Intimacy ···19

2.1.3 Aspek-aspek dalam Pembentukan Intimacy ···22

2.1.4 Faktor-faktor Perkembangan Status Intimacy ···30

2.1.5 Intimacy pada Wanita ··· 32

2.2 Masa Dewasa Awal ··· 33

2.3 Tahap Perkembangan Psikososial Erikson ··· 33

2.4 Relasi Sosial ··· 35

2.4.1 Definisi Relasi Interpersonal ··· 35

2.4.2 Jenis-Jenis Relasi Sosial ··· 35

2.4.3 Manfaat Relasi Sosial ··· 36

2.4.4 Relasi Heteroseksual ··· 36

2.5 Relasi Romantis, Pernikahan, dan Kursus Persiapan Pernikahan··· 38

2.5.1 Definisi Relasi Romantis ··· 38

2.5.2 Definisi Pernikahan ··· 40

2.5.3 Definisi Kursus Persiapan Pernikahan ··· 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ··· 42

3.1 Desain Penelitian ··· 42

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ··· 42

3.2.1 Variabel Penelitian ··· 42

3.2.2 Definisi Konseptual ··· 42

3.2.3 Definisi Operasional ··· 43

(5)

xii

Universitas Kristen Maranatha

3.3.1 Alat Ukur Status Intimacy ···44

3.3.2 Sistem Penilaian Alat Ukur ··· 46

3.3.3 Data Penunjang ··· 50

3.3.4 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ··· 50

3.3.4.1 Validitas Alat Ukur ··· 50

3.3.4.2 Reliabilitas Alat Ukur ··· 51

3.4 Populasi Sasaran dan Teknik Penarikan Sampel ··· 52

3.4.1 Populasi Sasaran ··· 52

3.4.2 Karakteristik Sampel ··· 52

3.4.3 Teknik Penarikan Sampel ··· 52

3.5 Teknik Analisis Data ··· 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ··· 53

4.1 Gambaran Sampel Penelitian ··· 53

4.2 Hasil Penelitian··· 55

4.3 Pembahasan ··· 57

4.4 Diskusi··· 71

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ··· 73

5.1 Simpulan ··· 73

5.2 Saran ··· 73

5.2.1 Saran Teoretis ··· 73

5.2.2 Saran Praktis ··· 74

(6)

xiii

(7)

Universitas Kristen Maranatha xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Peraturan dalam Membedakan Status Intimacy ··· 29

Tabel 2.2 Tabel Penentuan Status Intimacy ··· 30

Tabel 3.1 Tabel Kisi-kisi Alat Ukur Status Intimacy ···44

Tabel 3.2 Bobot Penilaian ··· 47

Tabel 3.3 Tabel Penentuan Status Intimacy ···48

Tabel 4.1 Tabel Persentase Responden berdasarkan Usia ··· 54

Tabel 4.2 Tabel Persentase Responden berdasarkan Lamanya Masa Berpacaran ··· 54

Tabel 4.3 Tabel Status Intimacy ··· 55

(8)

Universitas Kristen Maranatha xv

DAFTAR BAGAN

(9)

Universitas Kristen Maranatha xvi

DAFTAR LAMPIRAN

(10)

Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan sesamanya dalam memenuhi berbagai kebutuhannya, terutama kebutuhan interpersonal dan emosional. Selain bertumbuh secara fisik, manusia juga mengalami perkembangan. Dalam psikologi, manusia memiliki tugas-tugas perkembangan yang perlu dipenuhi sepanjang hidupnya (Erikson dalam Santrock, 2013). Pada usia dewasa awal, yaitu 20-35 tahun (Santrock, 2013), manusia akan menjalani tugas perkembangan yang disebut intimacy versus isolation (Erikson dalam Santrock, 2013) dan memenuhi kebutuhan untuk menjalin hubungan yang dekat dan hangat dengan cara mencari orang lain yang sesuai dengan dirinya dimulai dari berteman. Menurut Erikson (dalam Santrock 2013), individu yang sudah berhasil memenuhi tugas perkembangan dalam menemukan dan membangun identitas dirinya yang stabil mulai memasuki tahap perkembangan berikutnya, yaitu intimacy atau keintiman yang berarti menemukan diri sendiri yang sebenarnya sekaligus kehilangan bagian lain dari diri dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Hal ini membutuhkan komitmen terhadap orang tersebut. Jika individu gagal dalam mengembangkan intimacy, dihasilkan individu yang terisolasi dimana hubungan yang dijalin dengan sesamanya tidak hangat, dekat, dan memiliki kualitas yang rendah (Orlofsky dalam Marcia, 1993). Intimacy itu sendiri memiliki tingkatan yang berbeda-beda dan bergradasi dari paling rendah (isolate) hingga paling tinggi (intimate) dan diistilahkan sebagai status intimacy.

(11)

2

Universitas Kristen Maranatha komunikasi dibagi menjadi dua dimensi, yaitu intrapersonal dan interpersonal. Komunikasi intrapersonal adalah kemampuan individu untuk mengkomunikasikan masalah dan berbagi perasaan kepada pasangan sedangkan komunikasi interpersonal adalah kemampuan individu untuk menyampaikan pikiran dan perasaan yang positif maupun negatif secara terbuka kepada pasangan. Ketiga, perhatian dan kasih sayang, yaitu kemampuan untuk memberikan perhatian dan kasih sayang secara tulus kepada pasangan. Keempat, pengetahuan akan sifat-sifat pasangan dimana individu mampu menggambarkan pasangan beserta keunikannya dan menghargainya sebagai individu yang spesial. Kelima, perspective-taking adalah kemampuan untuk melihat dan menghargai sudut pandang pasangan. Keenam, kekuasaan dan pengambilan keputusan yang meliputi kemampuan untuk menghargai interaksi yang timbal-balik dan peran pasangan yang seimbang. Ketujuh, memertahankan minat-minat pribadi, yaitu kemampuan untuk tetap melakukan hal-hal yang diminati tanpa mengabaikan kebutuhan dan keinginan pasangan. Kedelapan, penerimaan terhadap keterpisahan dari pasangan untuk mendukung dan menghargai pasangan sebagai individu yang otonom. Kesembilan, ketergantungan terhadap pasangan yang dimaksudkan agar pasangan memiliki interdependensi dimana pihak yang satu tergantung terhadap pihak yang lain, tetapi tidak berlebihan atau juga terlalu mandiri.

(12)

3

Universitas Kristen Maranatha berkumpul bersama, wanita suka berbincang-bincang sedangkan pria lebih memilih beraktivitas bersama, terutama outdoor, tidak terlalu mementingkan kedalaman relasi seperti wanita. Karena peran intimacy dalam relasi yang begitu penting bagi wanita, intimacy pada wanita juga akan lebih mudah dilihat dan berkembang dibanding pada pria. Tidak menutup kemungkinan individu pada usia dewasa awal melanjutkan persahabatannya dengan lawan jenis ke jenjang yang lebih serius untuk mengenalnya lebih dalam jika hubungan tersebut dirasa cocok, yaitu dengan berpacaran. Pacaran pada usia dewasa awal berbeda dengan pacaran pada usia remaja. Pada usia dewasa awal, individu diharapkan memiliki rencana jangka panjang dengan pasangannya dibanding ketika usia remaja. Maka individu akan berusaha menjaga kelangsungan hubungan dengan saling menyesuaikan diri dan memenuhi kebutuhan satu sama lain, baik secara fisik maupun emosional sehingga dihasilkan hubungan yang berkualitas untuk dilanjutkan ke jenjang berikutnya, yaitu pernikahan. Namun dalam membangun hubungan yang berkualitas, diperlukan komitmen, kesesuaian dan keyakinan atas hubungannya dengan pasangan.

(13)

4

Universitas Kristen Maranatha dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pernikahan dilakukan oleh manusia pada sebagian besar populasi di seluruh belahan dunia. Fuchs mengungkapkan bahwa pernikahan adalah salah satu institusi yang paling tua, universal, dan dapat menjadi ciri pembeda manusia: tidak ada satupun catatan dari semua masyarakat yang tidak memiliki pernikahan sebagai salah satu dari elemen kunci dalam struktur sosial mereka (Fuchs, 1983 dalam Cox, 1984). Pada umumnya, pernikahan didasari oleh agama tertentu yang dianut oleh salah satu atau kedua individu yang menikah. Setiap agama memiliki cara dan upacara tersendiri dalam menggabungkan dua insan menjadi satu kesatuan yang utuh, yaitu keluarga.

Pada penelitian ini, khususnya akan dibahas mengenai pernikahan dalam ajaran agama Katolik dimana manusia dikehendaki untuk saling melengkapi satu sama lain serta melanjutkan keturunan dengan cara menikah sesuai dengan firman Allah yang terdapat dalam kitab Kejadian 1: 27-28 yang berbunyi “Beranak-cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu”. Ayat lainnya dalam mengenai tujuan pernikahan berbunyi: Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu (Yoh 15:12).

Dalam pernikahan agama Katolik, tidak dikenal kata “perceraian” karena pernikahan

(14)

5

Universitas Kristen Maranatha Kursus Persiapan Pernikahan atau disingkat menjadi KPP yang bertujuan menjelaskan tata cara pernikahan Katolik, meningkatkan intimacy antarpasangan serta mencegah perceraian.

Pada umumnya KPP dilaksanakan selama 3 hari berturut-turut dan pasangan diwajibkan mengikuti seluruh rangkaian kegiatan tanpa absen. Setelah selesai mengikuti KPP, peserta akan diberikan sertifikat yang berlaku 3 bulan setelah tanggal kelulusan. Sertifikat tersebut diperlukan sebagai kelengkapan jika ingin melaksanakan pernikahan di Gereja Katolik. Maka dari itu, wanita yang mengikuti KPP tentunya sudah akan menikah paling lambat dalam 3 bulan. Hal-hal inilah yang menjadi pertimbangan utama peneliti untuk melakukan penelitian di Gereja “X” yang merupakan Gereja Katolik.

Berdasarkan survey mengenai kasus perceraian di Indonesia yang didapat dari koran Pikiran Rakyat, tercatat dari 2.162.268 pasangan yang melakukan pernikahan pada tahun 2009, di antaranya sebanyak 216.286 pasangan melakukan perceraian. Pada tahun 2010, tercatat sebanyak 2.207.364 pasangan menikah, kemudian 285.184 pasangan bercerai. Tahun 2011, tercatat 2.319.821 pasangan melakukan pernikahan dan 258.119 pasangan di antaranya bercerai. Tahun 2012 tercatat 2.291.265 pasangan menikah dan 372.577 di antaranya bercerai. Tahun 2013 terdapat 2.218.130 pernikahan, kemudian 324.527 pasangan di antaranya bercerai. Secara kuantitatif, pernikahan Katolik tidak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap angka tersebut, meskipun tidak dapat disimpulkan bahwa pernikahan Katolik mampu menangkal ancaman perceraian (sumber: www.pikiranrakyat.com).

(15)

6

Universitas Kristen Maranatha menyatakan sudah merasa nyaman untuk mengekspresikan emosi, menceritakan berbagai hal kepada pasangan serta berusaha berkomunikasi secara dua arah. 20% sisanya mengatakan bahwa lebih sulit untuk mengekspresikan emosi dan cenderung menuruti pasangan sehingga komunikasi lebih bersifat searah meskipun sudah terbiasa untuk menyampaikan berbagai hal kepada pasangan.

Bila dilihat dari jawaban terhadap pertanyaan mengenai cara dan intensitas pengungkapan kasih sayang terhadap pasangan serta sentuhan-sentuhan fisik, 80% merasa sudah cukup memerhatikan kebutuhan pasangan serta memberikan perhatian dan kasih sayang kepada pasangan pada sebagian besar kesempatan sedangkan 20% menyatakan sudah berusaha untuk memerhatikan dan memenuhi kebutuhan pasangan, namun karena kesibukan pekerjaan seringkali kurang dapat menghabiskan waktu bersama seperti yang diinginkan pasangan.

Ketika ditanyakan mengenai pengetahuan akan kelebihan dan kekurangan pasangan, 100% peserta KPP menyatakan sudah cukup mengenal sifat dan pribadi pasangan, namun dalam hubungannya seringkali muncul perilaku yang tidak diketahui sebelumnya. Berdasarkan aspek perspective-taking, 60% menyatakan bahwa masih sulit menerima perbedaan yang muncul dalam hubungan walaupun sudah berusaha untuk dapat memahami perbedaan tersebut dan 40% merasa sudah cukup mampu memahami dan menghargai setiap pendapat pasangan yang berbeda.

(16)

7

Universitas Kristen Maranatha menyetujuinya; 20% sisanya menyatakan bahwa sering berdiskusi dengan pasangan mengenai masalah-masalah yang dihadapi, namun yang mengambil keputusan dan bertindak harus diri sendiri.

Dalam menggambarkan usahanya memertahankan minat-minat pribadi, 100% responden menyatakan tetap melakukan kegiatan/ hobi bersama rekan-rekan tanpa melibatkan pasangan dan memberikan kebebasan pula kepada pasangan untuk melakukan kegiatannya sendiri. Kemudian dari aspek penerimaan terhadap keterpisahan dari pasangan, 60% dari mereka merasa cukup sulit memahami setiap kegiatan dan hobi pasangan yang seringkali mengurangi waktu mereka bersama sedangkan 40% menyatakan sudah dapat menerima kesibukan pasangan dan memahaminya. Bila dilihat dari aspek ketergantungan terhadap pasangan, 100% menyatakan lebih nyaman melakukan berbagai kegiatan dengan pasangan, namun ada hal-hal tertentu, seperti pekerjaan atau keuangan yang lebih baik diurus secara pribadi.

Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui status intimacy yang manakah yang dimiliki wanita yang mengikuti KPP sehingga pada akhirnya memutuskan untuk menikah.

1.2Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui status intimacy pada wanita peserta KPP di Gereja “X” Bandung.

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud penelitian

(17)

8

Universitas Kristen Maranatha

1.3.2 Tujuan penelitian

Mengetahui status intimacy pada wanita peserta KPP di Gereja “X” Bandung berdasarkan derajat aspek-aspek intimacy.

1.4Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan teoretis

 Sebagai sumbangan informasi yang diharapkan dapat memperkaya penelitian dan

pemahaman kajian studi Psikologi Perkembangan, khususnya mengenai status intimacy pada wanita yang sudah bersiap menjalin hubungan permanen dengan pasangannya.

Sebagai bahan penelitian lanjutan mengenai status intimacy.

1.4.2 Kegunaan praktis

 Dapat menjadi informasi bagi para wanita yang akan menikah, yang dapat dipakai

sebagai pengetahuan dasar untuk mengembangkan intimacy dalam menjalin hubungan yang mendalam dengan pasangannya dan disertai komitmen.

 Dapat menjadi informasi bagi konselor keluarga dalam melakukan konseling terhadap

para wanita dan pasangan, khususnya dengan memerhatikan status intimacy wanita yang bersangkutan.

1.5Kerangka Pemikiran

(18)

9

Universitas Kristen Maranatha individu yang terlibat di dalamnya berusaha untuk saling mengenal lebih dalam, mengetahui serta memahami pandangan hidup pasangannya, juga mengatasi perbedaan-perbedaan yang ada di antara keduanya.

Pasangan yang telah memiliki hubungan eksklusif dan sudah mempertimbangkan secara matang mengenai tindakan yang akan diambil selanjutnya dalam rangka menempuh kehidupan berkeluarga bersama kemudian akan menikah. Dalam gereja Katolik, pasangan yang akan menikah wajib mengikuti Kursus Persiapan Pernikahan yang bertujuan membina pasangan agar kelak mengusahakan kehidupan berkeluarga yang harmonis. KPP memberikan pemahaman yang sesungguhnya mengenai makna pernikahan yang sakral serta gambaran mengenai kehidupan setelah pernikahan yang akan dilanda berbagai masalah, juga pentingnya intimacy antarpasangan dalam berkeluarga. Intimacy meliputi kemampuan dalam keterbukaan, suportif dan mesra dengan orang lain, tanpa takut kehilangan identitas dirinya dalam proses menjadi dekat. Intimacy termasuk kemampuan saling berempati dan saling mengatur kebutuhan-kebutuhan (Newman & Newman, 1979). Walau KPP membantu memperdalam intimacy yang telah dimiliki pasangan peserta, peserta diharapkan sudah memiliki intimacy satu sama lain sebelumnya sehingga dapat ditentukan status intimacy-nya terhadap pasangannya.

Dalam Gereja Katolik “X” tempat diadakannya KPP, individu-individu yang menjadi peserta akan diteliti status intimacy-nya sebagai populasi yang memiliki kesamaan. Selain agama dan tempat pelatihan yang sama, materi yang diberikan juga tentunya serupa sehingga hasil penelitian dapat lebih objektif dan representatif menggambarkan status intimacy populasi tersebut.

(19)

10

Universitas Kristen Maranatha menjaga hubungan dengan orang lain sekaligus berpartisipasi dalam mengembangkan sesamanya. Harriet Lerner (1989, dalam Santrock, 2013) dalam bukunya yang berjudul The Dance of Intimacy menyimpulkan bahwa penting bagi wanita untuk membawa hubungannya menjadi suatu relasi yang kuat, asertif, dan otentik. Wanita juga lebih berorientasi terhadap hubungan dibanding pria (Gilligan dalam Santrock, 2013).

Wanita sebagai individu yang lebih berorientasi pada relasi, lebih ekspresif, dan terbuka dalam mengungkapkan perasaan lebih terlihat kedalaman relasinya dibanding pria (Bem, Martyna, & Watson, 1976; Douvan & Adelson, 1966; Orlofsky & Windle, 1978 dalam Marcia, 1993). Hal ini terbentuk sejak masa kanak-kanak sehingga saat memasuki masa dewasa, wanita akan lebih siap terhadap tuntutan emosional dalam pembentukan intimacy. Status intimacy yang dimiliki tergantung dari pencapaian identitas dimana individu yang sudah menemukan identitas diri akan memiliki status intimacy yang semakin dalam pula (Orlofsky dalam Marcia, 1993). Berkaitan dengan hal ini, bila seorang wanita mampu mencapai status identitas sesuai dengan tuntutan perkembangan di masa remaja, diharapkan akan mampu mencapai status yang intimate di masa dewasa awal. Maka dari itu, wanita diasumsikan memiliki perkembangan intimacy yang lebih dalam dibanding pria dan hal ini penting sebagai persiapan sebelum menikah.

(20)

11

Universitas Kristen Maranatha maupun negatif secara terbuka kepada pasangan. Ketiga, perhatian dan kasih sayang, yaitu kemampuan untuk memberikan perhatian dan kasih sayang secara tulus kepada pasangan. Keempat, pengetahuan akan sifat-sifat pasangan dimana individu mampu menggambarkan pasangan beserta keunikannya dan menghargainya sebagai individu yang spesial. Kelima, perspective-taking adalah kemampuan untuk melihat dan menghargai sudut pandang pasangan. Keenam, kekuasaan dan pengambilan keputusan yang meliputi kemampuan untuk menghargai interaksi yang timbal-balik dan peran pasangan yang seimbang. Ketujuh, memertahankan minat-minat pribadi, yaitu kemampuan untuk tetap melakukan hal-hal yang diminati tanpa mengabaikan kebutuhan dan keinginan pasangan. Kedelapan, penerimaan terhadap keterpisahan dari pasangan untuk mendukung dan menghargai pasangan sebagai individu yang otonom. Kesembilan, ketergantungan terhadap pasangan yang dimaksudkan agar pasangan memiliki interdependensi dimana pihak yang satu tergantung terhadap pihak yang lain, tetapi tidak berlebihan atau juga terlalu mandiri.

(21)

12

Universitas Kristen Maranatha Wanita peserta KPP dengan status isolate pada umumnya kurang mampu menjalin relasi sosial yang hangat dan mendalam dengan individu lain sehingga mereka tidak berani terlibat dalam relasi berpacaran. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan bagi wanita peserta KPP yang isolate untuk menjalin relasi berpacaran. Dalam menjalin hubungan dengan pasangannya, wanita peserta KPP yang isolate lebih menarik diri, kurang mampu mengekspresikan perasaan pada pasangannya, kurang mampu bersikap toleran atau menerima perbedaan yang ada pada diri pasangannya serta tidak mau mempercayai dirinya sendiri maupun pasangannya. Hal ini dapat dijumpai pada wanita peserta KPP yang belum terlalu mengenal pasangannya dan bukan menikah karena kemauannya, seperti contohnya wanita yang dibawa dari luar pulau tanpa sepengetahuan orang yang bersangkutan untuk dinikahkan.

(22)

13

Universitas Kristen Maranatha Hal ini berbeda pada wanita dengan status pseudointimate yang telah memiliki relasi heteroseksual yang permanen, tetapi relasinya tidak disertai kedekatan dan kedalaman; pengetahuan akan sifat-sifat pasangannya juga cenderung terbatas dan dangkal karena tidak terbiasa berbagi perasaan dengan pasangannya. Komunikasi, baik intrapersonal maupun interpersonal, kasih sayang dan kepedulian, perspective-taking, kekuatan dan pengambilan keputusan berada pada derajat sedang. Ia kurang mengetahui sifat pasangannya, namun mampu memertahankan minat pribadi, menerima keterpisahan dengan pasangannya, dan memelihara hubungan yang interdependen. Contoh dari status ini dapat dilihat dari wanita peserta KPP yang sudah dijodohkan sejak kecil oleh orangtuanya sehingga ia telah mengenal pasangannya namun tidak berniat untuk terbuka kepada pasangannya dikarenakan pemilihan pasangan bukan berdasarkan kehendak hatinya sesuai hakikat pernikahan yang sesungguhnya, yaitu tanpa paksaan.

Berikutnya, wanita peserta KPP dengan status merger tampak mampu melibatkan diri secara mendalam, namun masih bergantung pada individu lain dan memiliki persepsi yang tidak realistis tentang individu lain untuk mencapai pemenuhan kebutuhannya. Status merger terbagi dua, yaitu merger uncommitted dan merger committed. Wanita dengan status merger uncommitted tidak terlibat dalam suatu relasi berpacaran jangka panjang sedangkan yang berstatus merger committed terlibat dalam relasi berpacaran jangka panjang, maka dari itu peserta KPP yang sudah mengambil langkah lebih jauh menuju kehidupan pernikahan setidaknya sudah berstatus merger committed.

(23)

14

Universitas Kristen Maranatha pengambilan keputusan, dan memertahankan minat pribadi berada pada derajat yang rendah. Dalam pengambilan keputusan, salah satu pasangan akan lebih mengikuti pilihan pasangannya yang lain serta kurang memerhatikan minatnya sendiri. Ia lebih mengikuti KPP untuk mengetahui tata cara pernikahan dalam agama Katolik (berdasarkan survey awal pada wanita peserta KPP bulan April 2015) atau karena diminta oleh pasangannya.

Wanita peserta KPP dengan status preintimate telah mampu menjalin suatu relasi yang terbuka, menerima, penuh perhatian, saling menghormati, mengetahui serta memahami minat-minat serta sifat-sifat pasangannya, mengerti sudut pandang pasangan, juga kekuasaan dan pengambilan keputusan yang adekuat, namun demikian komitmen, memertahankan minat pribadi, dan toleransi terhadap keterpisahan dengan pasangan dalam relasi ini masih berada pada derajat sedang. Wanita dengan status ini juga dapat dijumpai pada KPP bulan April 2015 dimana ia sudah menjalin relasi berpacaran cukup lama bersama pasangannya, misalnya 2 sampai 8 tahun, tetapi sesungguhnya belum yakin bilamana pasangannya akan menjadi suaminya.

(24)

15

Universitas Kristen Maranatha KPP yang mengikuti KPP dengan tujuan mempersiapkan pernikahan dengan pasangannya saat itu dan akan segera melaksanakan pernikahan di gereja Katolik.

(25)

16

(26)

17

Universitas Kristen Maranatha

1.6Asumsi

1) Wanita peserta KPP di Gereja “X” Bandung berkemungkinan lebih besar untuk memiliki status intimacy intimate, preintimate, dan merger-committed.

(27)

Universitas Kristen Maranatha 73

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh beberapa simpulan, sebagai berikut.

1. Status intimacy wanita peserta KPP di Gereja “X” Bandung adalah Preintimate (48%), Intimate (22%), Merger-committed (17%), dan Pseudointimate (13%).

2. Aspek-aspek status intimacy wanita peserta KPP di Gereja “X” Bandung berada pada derajat tinggi, kecuali aspek kekuasaan dan pengambilan keputusan (74%), penerimaan terhadap keterpisahan dengan pasangan (78%), dan ketergantungan terhadap pasangan (52%) yang berada pada derajat sedang.

3. Usia dan lamanya berpacaran tidak berpengaruh secara langsung dalam menentukan status intimacy wanita peserta KPP di Gereja “X” Bandung sedangkan penghayatan wanita peserta KPP di Gereja “X” Bandung mengenai derajat keterbukaan dan derajat ketergantungan mendukung pencapaian status intimacy wanita peserta KPP di Gereja “X” Bandung yang lebih intimate.

5.2 Saran

Melihat hasil yang didapat dari penelitian, maka penulis memberi beberapa saran sebagai berikut:

5.2.1 Saran Teoretis

 Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi bidang

(28)

74

Universitas Kristen Maranatha

 Kepada rekan-rekan yang bermaksud melanjutkan penelitian ini, peneliti

menyarankan untuk menguji hubungan model dari 9 aspek untuk menentukan aspek yang berpengaruh paling tinggi terhadap status intimacy.

Peneliti juga menyarankan untuk meneliti status intimacy pada pria dan

wanita serta kemungkinan adanya faktor perbedaan budaya yang menyebabkan perbedaan derajat aspek-aspek penentu status intimacy pada penelitian ini dibandingkan teori.

5.2.2 Saran Praktis

 Bagi kaum wanita, khususnya yang sedang menjalin relasi berpacaran dan

mempertimbangkan untuk menikah dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai informasi dalam menjalin hubungan dengan pasangan agar relasi yang dijalin lebih sehat, hangat, dan terbuka sehingga lebih mampu mengenal kelebihan dan kekurangan pasangan serta menemukan keunikan pasangan, dan tentunya disertai komitmen jangka panjang.

 Bagi konselor keluarga dapat memakai hasil penelitian ini sebagai

informasi dalam melakukan konseling terhadap wanita dan pasangannya agar lebih mengetahui status intimacy diri serta bagaimana membina hubungan yang hangat dan mendalam dengan pasangan.

 Bagi pihak penyelenggara KPP untuk menggunakan hasil penelitian ini

(29)

i

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI STATUS

INTIMACY

PADA WANITA

YANG MENGIKUTI KURSUS PERSIAPAN PERNIKAHAN DI

GEREJA “X” BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh Ujian Sarjana pada Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Maranatha

Oleh:

REGINA MICHELLE

NRP: 1230028

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BANDUNG

(30)
(31)
(32)

vii PRAKATA

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan

rahmat-Nya, peneliti dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Skripsi pada semester VIII di

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha dengan judul “Studi Deskriptif mengenai

Status Intimacy pada Wanita yang Mengikuti Kursus Persiapan Pernikahan di Gereja “X”

Bandung”. Peneliti memahami bahwa tugas ini masih belum sempurna dan memiliki

kekurangan, karena itu peneliti sangat mengharapkan dan terbuka terhadap kritik dan saran

dari pembaca.

Dalam penyusunan tugas ini, peneliti mendapatkan bimbingan, dukungan, dan bantuan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti ingin menyampaikan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Irene P. Edwina, M. Si., Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Kristen Maranatha.

2. Dra. Sianiwati S. Hidayat, Psikolog selaku dosen koordinator mata kuliah Usulan

Penelitian dan Skripsi.

3. Dr. Jacqueline M. Tj., M. Si., Psikolog selaku dosen pembimbing utama yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan kepada peneliti dalam proses penyelesaian

skripsi ini.

4. Renattasha Christanto, S. Psi., MA selaku dosen pembimbing pendamping yang selalu

memberikan saran, dukungan, arahan, dan bantuan kepada peneliti.

5. Dra. Endeh Azizah, M. Si., Psikolog dan Cindy Maria, M. Psi., Psikolog sebagai

dosen pembahas yang telah membantu memberikan masukan saat seminar Usulan

(33)

viii

6. Dr. Henndy Ginting, M. Si., Psikolog, Drs. Paulus H. Prasetya, M. Si., Psikolog, Dra.

Fifie Nurofia, Psikolog, MM selaku dosen penguji yang membantu memberikan

masukan terhadap penelitian ini.

7. Pihak penyelenggara KPP Gereja “X” yang memberikan informasi mengenai kegiatan

KPP dan keadaan sampel penelitian kepada peneliti, serta seluruh responden yang

telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

8. Pak Yudi, Ibu Nellyke, Ibu Trislowati, Ibu Idah, Pak Juhara, dan Pak Widhi selaku

staff Tata Usaha Fakultas Psikologi UKM yang telah bersedia direpotkan dan

membantu peneliti dalam melengkapi berbagai keperluan administrasi.

9. Bapak Gregorius Bambang Rudyono Hendro dan Ibu Fenny Sugono selaku orangtua

peneliti dan Monica Deandra serta Eduardus Erico Gerard selaku adik peneliti yang

selalu mendukung dan mendoakan peneliti.

10. Forum Garis yang meliputi Gabriela Anggraini, Adriana Enge, Fransisca Andina,

Miranti Djajakusumah, Melisa Afandi, dan keluarga Xandy, terutama Ikey yang

selalu memberikan dukungan, semangat, saran, doa, dan bantuan kepada peneliti

dalam pengerjaan tugas ini.

11. Marsha dan Ruth selaku mahasiswa pembahas yang membantu memberikan masukan

dan semangat kepada peneliti, serta seluruh teman-teman yang telah hadir dan

mendukung peneliti dalam seminar Usulan Penelitian dan sidang Sarjana Psikologi,

terutama Hans dan Stevina yang membantu peneliti dalam merevisi tugas ini.

12. Sheila Vanouchka sebagai teman seperjuangan yang merupakan mahasiswi

bimbingan Ibu Jacqueline dan teman-teman di Fakultas Psikologi UKM.

13. Pihak-pihak lain yang memberikan dukungan, semangat, arahan, kritik, saran, dan

(34)

ix

Akhir kata, peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan

seluruh pihak yang terlibat dalam penelitian ini.

Bandung, Agustus 2016

Gambar

Tabel 4.1 Tabel Persentase Responden berdasarkan Usia ········································· 54

Referensi

Dokumen terkait

Rosiade melalui media massa yang telah digunakannya bisa dikatakan ikut andil dalam mensosialisasikan dirinya dan memperkenalkan dirinya kepada masyarakat pada proses

This study was conducted to describe the types of discourse markers given by Swan (2005) and Carter et al(2011) which are used by teachers to initiate students so

Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi ditunjukkan dengan nilai R², namun karena dalam penelitian menggunakan variabel independen lebih dari

[r]

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi komunikasi organisasi aparat kepolisian dalam mensukseskan program Car Free Day didasarkan kepada ciri organisasi

Aplikasi steganografi yang dibuat ini terdiri dari 3 proses yaitu : me load image yang ingin ditambahkan pesan rahasia, menambahkan pesan ke dalam image (encode

Penelitian ini mengenai Dampak Penyuluhan Terhadap Penerapan Paket Teknologi Peternakan (kemampuan peternak dalam memilih bibit, pakan, tatalaksana pemeliharaan, pencegahan

Bab ini berisikan tentang perancangan database petir, perancangan aplikasi client-server dan perancangan aplikasi web yang akan dibuat untuk tugas akhir ini,