INSPEKTORAT JENDERAL
DEPARTEMEN LUAR NEGERI
JAKARTA
2007
HIMPUNAN PERATURAN
KEPEGAWAIAN
KATA PENGANTAR
Sesuai Peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor 02/A/OT/VIII/2005/01 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Luar Negeri, Inspektorat Jenderal melaksanakan tugas pengawasan di lingkungan Deplu.
Dengan semangat benah diri, dapat diaktualisasikan Penyusunan Himpunan Peraturan Keuangan dan Non Keuangan, dimaksudkan sebagai dasar rujukan/pedoman untuk melaksanakan tugas tersebut.
Semoga bermanfaat, tingkatkan profesionalisme kerja pengawasan yang berkualitas, konsisten dan dapat dipertanggungjawabkan.
Jakarta, 30 April 2007
INSPEKTUR JENDERAL
HAL I. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
1. UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian Negara ... 3 2. PP No. 15 Tahun 1979 Dan SE Kepala BAKN
No. 03/SE/1980 tentang Daftar Urut Kepangkatan
Pegawai Negeri Sipil ... 32 3. PP No. 45 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan
Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Dan Para Pensiunan Atas Penghasilan Yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara Atau
Keuangan Daerah ... 76 4. PP No. 9 Tahun 2003 tentang Wewenang
Pengangkatan, Pemindahan, Dan Pemberhentian
Pegawai Negeri Sipil ... 86 5. KEPPRES No. 33 Tahun 1986 tentang Kewajiban
Penyampaian Laporan Pajak-Pajak Pribadi Bagi Pejabat Negara, PNS,TNI, Dan Pegawai
BUMN/D... 115 6. PERPRES No. 1 Tahun 2006 tentang Penyesuaian
Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil menurut PP No. 26/2001 Ke Dalam Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil
Menurut PP No. 11/2003 ... 121 7. KEP. BAKN No. 1158a/KEP/1983 tentang
Kartu Istri/Suami PNS... 133 8. KEP. MENLU No. SK. 279/OR/VIII/83/01
Tahun 1983 tentang Peraturan Dasar Pejabat
Dinas Luar Negeri... 137
DAFTAR ISI
9. KEP. MENLU No. SK.2783/BU/IX/81/01 tentang Ketentuan Dasar Kepegawaian Dinas
Luar Negeri ... 150 10. KEP. MENLU No. SK.30/OR/III/84/01 tentang
Pedoman Tata Cara Pembinaan
Pejabat Luar Negeri ... 164 11. KEP. MENLU No. SK.01/A/KPI/2002/01 tentang
Tugas, Fungsi Dan Susunan Keanggotaan Badan Pertimbangan Jabatan Dan Kepangkatan
Departemen Luar Negeri ... 169 12. Nota Dinas Karo Kepegawaian/Ketua Tim
Pendukung Baperjakat No. 1139/KP/V/2004/19 tentang Pedoman Mutasi Pegawai Ke Perwakilan, Pedoman Penarikan Pegawai Dari Perwakilan Dan
Orientasi Penempatan Pegawai Ke Perwakilan ... 184 13. Kawat Sekjen Deplu No. 970186 tanggal
17 Januari 1997 tentang Ijin Meninggalkan Wilayah Akreditasi Bagi KBTU Dan Atau Bendahara ... 191 14. Kawat Sekjen Deplu No. 20019 tanggal 2 Januari
2002, Kawat Sekjen Deplu N0.040489 tanggal 17 Februari 2004, Dan Kawat Sekjen Deplu No. PL-0687/030305 tentang Ijin Meninggalkan
Wilayah Akreditasi Bagi Keppri ... 192
II. KESEJAHTERAAN PEGAWAI
1. PP No. 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial
Pegawai Negeri Sipil ... 199 2. KEP. MENLU No. 113/KP/VIII/2000/01 tentang
Dana Kesejahteraan ... 207 3. Keputusan Badan Pembina Yayasan UPAKARA
SK.003/BIN/I/90 tentang Sumbangan Uang Pesangon Pensiun, Sumbangan Uang
Duka/Kematian Dan Sumbangan Uang Kelahiran
4. Permenkeu No. 22/PMK.05/2007 tentang Pemberian uang Makan bagi Pegawai
Negeri Sipil ... 215
III. FORMASI
1. PP No. 98 Tahun 2000 Dan PP No. 11 Tahun 2002 tentang Pengadaan Calon Pegawai
Negeri Sipil ... 223 2. PP No. 97 Tahun 2000 Dan PP No. 54 Tahun
2003 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil ... 247
IV. PENGANGKATAN
1. PP No. 100 Tahun 2000 Dan PP No. 13 Tahun 2002 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil
Dalam Jabatan Struktural ... 261 2. PP No. 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan
Tenaga Honorer Menjadi Calon
Pegawai Negeri Sipil ... 284 3. SURAT WAKIL PRESIDEN No.B-01/WK.Pres/Set/
II/2000 tentang Pengangkatan, Pemindahan Dan Pemberhentian Dalam Dan Dari Jabatan
Struktural Eselon I ... 298 4. Surat Tugas Kepala BKN No. K.26-25/V.7-46/919
tentang Tata Cara Pengangkatan PNS Sebagai
Pelaksana ... 300 5. KEP. MENLU No. 111/KP/VIII/2000/01 tentang
Penempatan Pegawai-Pegawai Deplu Bukan Pejabat Dinas Luar Negeri Di Luar Negeri
sebagai Staf Teknis ... 303 6. Surat Sekjen Deplu No. 6314/79/12 tentang
V. PEMBERHENTIAN
1. PP No. 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian
Pegawai Negeri Sipil ... 313 2. PP No. 1 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas
PP No. 32/1979 Tentang Pemberhentian
Pegawai Negeri Sipil ... 337 3. PP No. 69 Tahun 2005, jo PP No. 18 Tahun 2006
tentang Penetapan Pensiun Pokok, Pensiun PNS,
Pensiun Janda/Dudanya ... 340 4. KEPPRES No. 40 Tahun 1987 tentang Batas Usia
Pensiun Bagi Pejabat Diplomatik Konsuler
Departemen Luar Negeri ... 345 5. Kawat Sekjen Deplu No. 033797 tanggal 15
Agustus 2003 tentang Larangan Perpanjangan
Masa Tugas Setelah Pensiun ... 348 6. SE Sekjen Deplu No. SE.084/OT/VI/2000/02
tentang Pedoman Administrasi Kepegawaian Dan Keuangan Bagi Pegawai Negeri Yang Pensiun
Pada Perwakilan RI Di Luar Negeri ... 350
VI. PENILAIAN DAN EVALUASI
1. PP No. 10 Tahun 1979 Dan SE BAKN No. 02/SE/1980 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan
Pegawai Negeri Sipil ... 355 2. SE Sekjen Deplu No. 3404/KP/XI/87/01 tanggal
24 Desember 1987 tentang Pembuatan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) Bagi Home Staf Yang Mengakhiri Masa Tugasnya
di Perwakilan ... 390 3. Kawat Sekjen Deplu No. 031391 tanggal
10 Maret 2003 tentang Penilaian Terhadap
4. Kawat Sekjen Deplu No. 052963 tanggal
30 Juni 2005 tentang Evaluasi Terhadap Kinerja
HOC Dan BPKRT ... 393
VII. DISIPLIN PEGAWAI
1. PP No. 30 Tahun 1980 Dan Surat Edaran Kepala BAKN No. 23/SE/1980 tentang Peraturan Disiplin
Pegawai Negeri Sipil ... 397 2. KEPPRES No. 33 Tahun 1995 Dan Surat Menko
Polkam No.B.36/Menko/Polkam/6/ 95 KEP.Menko No.KEP-01/Menko Polkam/6/95 tentang Gerakan
Polkam Disiplin Nasional... 461 3. KEPPRES No. 68 Tahun 1995 Dan SE. SEKJEN
No. 638/KP/X/95/18 tentang Hari Kerja
Di Lingkungan Lembaga Pemerintah Pusat ... 470 4. INPRES No. 14 Tahun 1981 tentang
Penyeleng-garaanUpacara Pengibaran Bendera Merah Putih .. 475 5. KEP. MENLU No. SP/3033/DN/XI/1980 tentang
Pendelegasian Wewenang Penjatuhan Hukuman Disiplin Dalam Lingkungan Deplu/Perwakilan RI
Di Luar Negeri ... 479 6. KEP. MENLU No. SP/1410/DN/XI/1981 tentang
Disiplin Bagi Pegawai Departemen Luar Negeri ... 482 7. PERMENPAN No. Per/87/M.PAN/8/2005 tentang
Pedoman Peningkatan Pelaksanaan Efisiensi,
Penghematan, Dan Disiplin Kerja ... 486 8. SE BAKN No. 10/SE/1981 tentang Tindakan
Administratif Dan Hukuman Disiplin Terhadap PNS
Yang Memiliki/Menggunakan Ijazah Palsu/Aspal .... 511 9. Surat BKN No. K.26-30/V.24-49/99 tentang
10. SE. Menpan No. SE/03/M.PAN/IV/2007 tentang Perlakuan terhadap Pejabat yang Terlibat
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme ... 533 11. SE MENPAN No. SE/03/M.PAN/IV/2007 tentang
Hari Kerja Di Lingkungan Pemerintah ... 538 12. Kawat Sekjen Deplu No.0600358 Tanggal 25
Januari 2006 Dan Kawat Sekjen No.060667 Tanggal 22 Pebruari 2006 tentang Penerapan
Absensi Biometric Di Perwakilan ... 540
VIII. PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN
1. PP No. 4 Tahun 1976 tentang Pegawai Negeri
Yang Menjadi Pejabat Negara ... 545 2. KEP. Kepala BKN No. 43/Kep/2001 tentang
Standar Kompetensi Jabatan Struktural Pegawai
Negeri Sipil ... 551 3. Surat Kepala BKN No. K.26-3/V.5-10/99 tentang
Penunjukan Pejabat Pelaksana Harian ... 564 4. KEP. MENLU No. SK.09/A/OT/VIII/2004/01
tentang Pengisian Jabatan di Perwakilan Republik
Indonesia Di Luar Negeri Melalui Seleksi Terbuka ... 567 5. SE MENPAN No. SE/04/M.PAN/03/2006 tentang
Perpanjangan Batas Usia Pensiun PNS Yang Menduduki Jabatan Struktural Eselon I Dan
Eselon II ... 571 6. Kawat Sekjen Deplu No. 050119 tanggal
5 Januari 2005 tentang Penunjukan Staf Pengumandahan Untuk Tugas Kebendaharaan Dan Mekanisme Pelaksanaan Tugas Pengelola
7. Nota Dinas Karo Kepegawaian No. 756/KP/IV/ 2005/19 tanggal 11 April 2005 tentang
Persyaratan Untuk Menduduki Jabatan Struktural Eselon IIIa Dan Eselon IVa Di Lingkungan
Deplu RI ... 577 8. Kawat Sekjen Deplu No. 983973 Tanggal
15 September 1998 tentang Peralihan Masa
Tugas Keppri ... 579
IX. PENGHARGAAN
1. PP No. 25 Tahun 1994 tentang Tanda
Kehormatan Satyalancana Karya Satya... 583 2. SURAT SEKRETARIAT NEGARA No. B-1143/
Setneg/6/2002 tentang Pemberitahuan
Pemakaian Tanda Kehormatan ... 596 3. KEP. BAKN No.02/1995 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Penganugerahan Tanda
Kehormatan Satyalancana Karya Satya... 601 4. KEP. MENLU No. 112/KP/VIII/2000/01 tentang
Pemberian Penghargaan Bagi Pejabat Dinas
Dalam Negeri Yang Akan Menghadapi Pensiun ... 616
X. PENDIDIKAN DAN LATIHAN
1. PP No. 14 Tahun 1994 tentang Pendidikan Dan
Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil ... 623 2. KEP. MENLU No. SK.29/OR/III/84/01 tentang
Perubahan Pasal 8 Keputusan Menlu
No. SP.1527/DN/XI/1982 Tentang Program
Kaderisasi ... 647 3. KEP. MENLU No. SK.27/DL/X/87/02 tentang
Ketentuan Penguasaan Bahasa Inggris Bagi
4. KEP. MENLU No. SK.149/DL/XI/98/01 tentang Sistem Pendidikan Dan Latihan Pegawai
Departemen Luar Negeri ... 658 5. KEP. MENLU No. SK/107/DL/VIII/2000/01 tentang
Program Tugas Belajar Bagi PDLN ... 674 6. INSTRUKSI MENLU No. SK. 013/OR/III/88/01
tentang Penguasaan Bahasa Resmi PBB Bagi Pejabat Dinas Luar Negeri Pada Penugasan
Pertama Di Perwakilan RI Di Luar Negeri ... 684 7. KEP.MENLU SK.04.A/A/DL/VI/2003/01 tanggal
2 Juni 2003 Dan SK.21/.B/KP/III/2006/02 tanggal 20 Maret 2006 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Dan Latihan BPKRT Perwakilan ... 687
XI. PANGKAT DAN GELAR
1. PP No. 99 Tahun 2000 jo PP No. 12 Tahun 2002 tentang Pengangkatan Dalam Pangkat
Pegawai Negeri Sipil ... 697 2. KEP. BAKN No. 512/KEP/1983 tentang Jenjang
Pangkat Bagi Pejabat Komunikasi Pada Pusat
Komunikasi Departemen Luar Negeri ... 728 3. KEP. Kepala BAKN No. 170/1999 tentang
Pengecualian Dari Ujian Dinas Tingkat III Bagi PNS Yang Memiliki Ijazah Pasca Sarjana (Strata-2) Ijazah Spesialis I Dan Atau Ijazah /Gelar Doktor
(Strata-3), Ijazah Spesialis II ... 730 4. KEP. BAKN No. 06/2001 tentang Jenjang
Pangkat Jabatan Pimpinan Pada Perwakilan RI
Di Luar Negeri ... 733 5. SE. BAKN No. 21/SE/1977 tentang PNS
Yang Lebih Rendah Pangkatnya Membawahi Secara Langsung PNS Yang Lebih Tinggi
6. SE. BAKN No. 01/SE/1987 tentang Pedoman Persamaan Pangkat/Golongan Ruang Gaji
Anggota ABRI Dengan PNS ... 741 7. KEP. MENLU No. SK.12/A/OT/IX/2004/01
tentang Peleburan Golongan PA Ke Dalam
Golongan Pejabat Diplomatik Konsuler ... 746 8. Kawat Karo Kepeg. No. 023506 Tgl 9 Sept 2002
tentang Batas Waktu Penerimaan Untuk
Kenaikan Pangkat PNS ... 750 9. Kawat Sekjen Deplu No. 044308 tanggal
1 Oktober 2004 tentang Periode Kenaikan
Gelar Diplomatik ... 752 10. JUKLAK Biro Kepeg. No. KP 0618/juklak/94/12
tentang Percepatan Kenaikan Gelar PDLN ... 754 11. Nota Dinas Karo Kepeg No.1611/KP/VII/2004/19
tanggal 23 Juli 2004 tentang Penyeragaman Nota Usulan Kenaikan Pangkat PNS Pada Unit
Kerja Di Deplu Dan Perwakilan ... 758
XII. PENEMPATAN PEGAWAI
1. KEP. MENLU No. SK.08/A/KP/VI/2004/01 tentang Penempatan Suami Isteri Yang Mempunyai
Status Diplomat ... 765 2. KEP. MENLU No. SK. 65/OR/VI/01 Tahun 1984
tanggal 6 Juni 1984 tentang Pedoman Penempatan Atase Pertahanan Dan Teknis
Pada Perwakilan RI Di Luar Negeri ... 772 3. Nota Dinas Karo Kepeg/Ketua TP Baperjakat
No. 1012/KP/III/2006/19 tanggal 17 Maret 2006 tentang Pengusulan Penempatan Pejabat
4. Surat Sekjen Deplu No. 6278/1978/12 tentang Pengujian Kesehatan Dalam Rangka
Penugasan/Penempatan Di Luar Negeri ... 781 5. NOTA EDARAN BIRO KEPEGAWAIAN
No. 1398/Kepeg/1979 tentang Pengujian Kesehatan Pejabat Deplu Dan Istrinya Dalam
Rangka Penempatan Di Luar Negeri ... 783 6. Nota Rahasia Karo Kepeg/Ketua TP Baperjakat
No. 1709/KP/VIII/2005/19/R tanggal 29 Agustus 2005 tentang Pemantapan
Substansi Bagi Pejabat Yang Akan Penempatan
Ke Perwakilan RI Di Luar Negeri ... 785
XIII. PERKAWINAN DAN PERCERAIAN
1. UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ... 791 2. PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU
No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ... 811 3. PP No. 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan
Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil ... 828 4. PP No. 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas
PP No. 10 Tahun 1983 ... 844 5. SE. PERDANA MENTERI No. 14/R.I/1959
tentang Peraturan Tentang Perkawinan
Pejabat-Pejabat/Pegawai RI Yang Ditempatkan Di Perwakilan RI Di Luar Negeri Dengan
Bangsa Asing ... 851 6. KEP. MENLU No. SK.074/ KP/IV/2002/01
tentang Pendelegasian Wewenang Mengenai Penolakan/Pemberian Izin Perkawinan Dan Perceraian bagi PNS dalam Lingkungan Departemen Luar Negeri/Perwakilan RI
7. SE. Sekjen Deplu No. SE 077/VII/2005/19/02 tentang Perijinan Untuk Perkawinan Antara
Diplomat Wanita Indonesia Dengan WNA ... 859
XIV. CUTI PEGAWAI
1. PP No. 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai
Negeri Sipil ... 867 2. SE. BAKN No. 01/SE/1977 tentang Permintaan
Dan Pemberian Cuti Pegawai Negeri Sipil ... 889 3. KEP. MENLU No. SK.53/OR/V/84/01 tentang Cuti
Pejabat Perwakilan RI Di Luar Negeri ... 906
XV. PEMBATASAN KEGIATAN PNS
1. PP No. 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri Dalam Usaha Swasta ... 919 2. PP No. 5 Tahun 1999 tentang Pegawai Negeri Sipil Yang
Menjadi Anggota Partai Politik ... 927 3. PP No. 12 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas
PP No. 5 Tahun 1999 ... 936 4. KEPPRES No 10/1974 tentang Beberapa
Pembatasan Kegiatan PNS Dalam Rangka Pendayagunaan Aparatur Negara Dan
Kesederhanaan Hidup ... 940 5. INSTRUKSI MENLU No. 519/BU/III/79/01
Tanggal 20 Maret 1979 tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri Di Lingkungan Departemen Luar Negeri Di Bidang Usaha Swasta dalam Rangka Pendayagunaan
XVI. HAK KEPPRI
1. PP No. 5 Tahun 1996 tanggal 14 Pebruari 1996 Dan PP No. 61 Tahun 2006 tanggal 26 Juli 2006 tentang Hak Keuangan / Administrasi Dubes LBBP Dan Mantan Dubes LBBP serta
Janda/Dudanya ... 957 2. KEP. MENLU NO. SK.2784/BU/IX/81/01 tentang
Kewajiban Dan Hak Wakil Kepala Perwakilan RI
Di Luar Negeri ... 976 3. KEP. MENLU No. SK.015/OR/II/89/01 tentang
Pengangkatan Sekretaris Pribadi, Kepala Rumah Tangga Dan Pengemudi Pada Perwakilan RI
Di Luar Negeri ... 979 4. Kawat Sekjen Deplu No. pl-2324/0717000 Tanggal
17 Juli 2000 tentang Pemberdayaan KRT ... 983 5. Kawat Sekjen Deplu No. 032596 Tanggal
29 Mei 2003 tentang Hak Keppri ... 984
XVII. JABATAN FUNGSIONAL
1. PP No. 16 Tahun 1994 tentang Jabatan
Fungsional PNS ... 987 2. KEP. MENLU No.SK.024/KP/III/98/02 tentang
Tata Kerja Tim Penilai Dan Tata cara penilaian
Angka Kredit Jabatan Fungsional Diplomat ... 1001 3. KEP. MENLU No. SK. 103/OT/VII/98/02 tentang
Pedoman Pengisian Daftar Usulan Penetapan
Angka Kredit Jabatan Fungsional Diplomat ... 1018 4. PERMENPAN No. PER/87/M.PAN/8/2005 tanggal
16 Agustus 2005 tentang Jabatan Fungsional
5. KEP. MENPAN No. 19 Tahun 1996 Tanggal 2 Mei
1996 tentang Jabatan Fungsional Auditor... 1044 6. KEP. MENPAN RI No. 17/KEP/M.PAN/4/2002
Tentang Penyesuaian Penamaan Jabatan
Fungsional Auditor ... 1082 7. Keputusan Bersama Kepala BAKN, Sekjen BPK
Dan Kepala BPKP No. 10 Tahun 1996 No. 49/SK/ S/1996 No. KEP-386/K/1996 Tanggal 6 Juni 1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional
Auditor Dan Angka Kreditnya ... 1086 8. KEP. Kepala BPKP No. KEP-817/K/JF/002 tanggal
3 Desember 2002 tentang Prosedur Kegiatan Baku Penilaian Dan Penetapan Angka Kredit Bagi Jabatan Fungsional Auditor Di Lingkungan Aparat
Pengawasan Internal Pemerintah ... 1108 9. Keputusan Bersama Kepala Lembaga Sandi
Negara RI Dan Kepala Badan Kepegawaian Negara: No. KP. 004/KEP.60/2004, No. 17 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Sandiman Dan Angka Kreditnya ... 1113 10. Keputusan Bersama Kepala Sandi Negara RI Dan
Kepala Badan Kepegawaian Negara:
No. KP. 004/KEP.61/2004, No. 18 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Operator Transmisi Sandi (OTS) Dan
Angka Kreditnya Lembaga ... 1132 11. SE. Sekjen Deplu No. 1120/KP/XI/99/02 tanggal
22 Oktober 1999 tentang Penundaan Pelaksanaan
Sistem Jabatan Fungsional Diplomat di Deplu ... 1150 12. Kawat Sekjen Deplu No. 053142 tanggal
15 Juli 2005 tentang Jabatan Fungsional
13. Kawat Sekjen Deplu No. 982126 tanggal 13 Mei 1998 tentang In-Passing (Penyesuaian) PDLN
sebagai Jabatan Fungsional DEPLU (JJFDD) ... 1154
XVIII. PEGAWAI SETEMPAT
1. PERMENLU No.07/A/KP/X/2006/01 Tahun 2006 tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengangkatan, Pemberhentian, Dan Pembuatan Kontrak Kerja Pegawai Setempat pada Perwakilan RI Di Luar
Negeri ... 1157 2. Brafaks Karo Kepeg No. RR-0177/DEPLU/I/2006
tanggal 13 Januari 2006 tentang Model Kontrak
I
ADMINISTRASI
KEPEGAWAIAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG–UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999
TENTANG PERUBAHAN ATAS
UNDANG–UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK–POKOK KEPEGAWAIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. Bahwa dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional untuk mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern, demokratis, makmur, adil, dan bermoral tinggi, diperlukan Pegawai Negeri yang merupakan unsur aparatur negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945; b. bahwa untuk maksud tersebut pada huruf a,
diperlukan Pegawai Negeri yang berkemampuan melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas pemerintah dan pembangunan, serta bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme;
c. bahwa untuk membentuk sosok Pegawai Negeri Sipil sebagaimana tersebut pada huruf b, diperlukan upaya meningkatkan manajemen
Pegawai Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri;
d. bahwa sehubungan dengan huruf a, b, dan c tersebut di atas, dipandang perlu untuk mengubah Undang–undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok–Pokok Kepegawaian.
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28 Undang–Undang Dasar 1945.
2. Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041)
3. Undang–undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
4. Undang–undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan lembaran Negara Nomor 3851);
dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG–UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK–POKOK KEPEGAWAIAN.
Pasal 1
Beberapa ketentuan dalam Undang–undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok–pokok Kepegawaian, diubah sebagai berikut :
1. Judul BAB I dan ketentuan Pasal 1 menjadi berbunyi sebagai berikut :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang–undang ini yang dimaksud dengan :
1. Pegawai Negeri adalah setiap warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang–undangan yang berlaku. 2. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai
kewenangan mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan Pegawai Negeri berdasarkan peraturan perundang–undangan yang berlaku.
3. Pejabat yang berwajib berwenang adalah pejabat yang karena jabatan atau tugasnya berwenang melakukan tindakan hukum berdasarkan peraturan perundang–undangan yang berlaku. 4. Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota lembaga
tertinggi/tinggi Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang–undang.
5. Jabatan Negeri adalah jabatan dalam bidang eksekutif yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang–undangan, termasuk di dalamnya jabatan dalam kesekretariatan lembaga tertinggi atau tinggi Negara, dan kepaniteraan pengadilan. 6. Jabatan Karier adalah jabatan struktural dan fungsional yang
hanya dapat diduduki Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi syarat yang ditentukan.
7. Jabatan organik adalah jabatan negeri yang menjadi tugas pokok pada suatu satuan organisasi pemerintah.
8. Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah keseluruhan upaya– upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan kewajiban kepegawaian, yang meliputi perencanaan, pengadaan,
pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan, dan pemberhentian.
2. Judul BAB II, ketentuan Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 menjadi berbunyi sebagai berikut :
BAB II
JENIS, KEDUDUKAN, KEWAJIBAN, DAN HAK PEGAWAI NEGERI
Bagian Pertama Jenis dan Kedudukan
Pasal 2
(1) Pegawai Negeri terdiri dari : a. Pegawai Negeri Sipil;
b. Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan c. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, terdiri dari :
a. Pegawai Negeri Sipil Pusat; dan b. Pegawai Negeri Sipil Daerah
(3) Disamping Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pejabat yag berwenang dapat mengangkat pegawai tidak tetap.
Pasal 3
(1) Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas Negara, pemerintahan, dan pembangunan.
(2) Dalam kedudukan dan tugas sebagaiman dimaksud dalam ayat (1), Pegawai Negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
(3) Untuk menjamin netralitas Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat 92, Pegawai Negeri dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Bagian Kedua Kewajiban
Pasal 4
Setiap Pegawai Negeri wajib setia dan taat kepada Pancasila Undang–undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah, serta wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Ketentuan Pasal 7 menjadi berbunyi sebagai berikut :
Pasal 7
(1) Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya.
(2) Gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri harus mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya. (3) Gaji Pegawai Negeri yang adil dan layak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
4. Judul Bagian Keempat BAB II dan ketentuan Pasal II menjadi berbunyi sebagai berikut :
Bagian Keempat
Pegawai Negeri Yang Menjadi Pejabat Negara
Pasal 11
(1) Pejabat Negara terdiri atas : a. Presiden dan Wakil Presiden;
b. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat;
d. Ketua, Wakil ketua, ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, serta Ketua, Wakil ketua, dan Hakim pada semua Badan Peradilan;
e. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung;
f. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
g. Menteri, dan jabatan yang setingkat Menteri;
h. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh;
i. Gubernur dan Wakil Gubernur;
j. Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota; dan k. Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang–
undang.
(2) Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara diberhentikan dari jabatan organiknya selama menjadi Pejabat Negara tanpa kehilangan statusnya sebagai Pegawai Negeri. (3) Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara tertentu tidak perlu diberhentikan dari jabatan organiknya. (4) Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
setelah selesai menjalankan tugasnya dapat diangkat kembali dalam jabatan organiknya.
5. Judul BAB III, ketentuan Pasal 12, dan Pasal 13 menjadi berbunyi sebagai berikut :
BAB III
MANAJEMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL
Bagian Pertama Tujuan Manajemen
Pasal 12
(1) Manajemen Pegawai Negeri Sipil diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdayaguna dan berhasilguna.
(2) Untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang profesional, bertanggung jawab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja.
Bagian Kedua
Kebijaksanaan Manajemen
Pasal 13
(1) Kebijaksanaan Manajemen Pegawai Negeri Sipil mencakup penetapan norma, standar, prosedur, formasi, pengangkatan, pengembangan kualitas sumber daya Pegawai Negeri Sipil, pemindahan, gaji, tunjangan, kesejahteraan, pemberhentian, hak, kewajiban, dan kedudukan hukum. (2) Kebijaksanaan Manajemen Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), berada pada Presiden selaku Kepala Pemerintahan.
(3) Untuk membantu Presiden dalam merumuskan kebijaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan memberikan pertimbangan tertentu, dibentuk Komisi Kepegawaian Negara yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(4) Komisi Kepegawaian Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), terdiri dari 2 (dua) Anggota Tetap yang berkedudukan sebagai Ketua dan Sekretaris Komisi, serta 3 (tiga) Anggota Tidak Tetap yang kesemuanya diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(5) Ketentuan dan Sekretaris Komisi Kepegawaian Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat 94, secara ex officio menjabat sebagai Kepala dan Wakil Kepala Badan Kepegawaian Negara.
(6) Komisi Kepegawaian Negara mengadakan sidang sekurang– kurangnya sekali dalam satu bulan.
6. Ketentuan Pasal 15 menjadi berbunyi sebagai berikut :
Pasal 15
(1) Jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan ditetapkan dalam formasi.
(2) Formasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan untuk jangka waktu tertentu berdasarkan jenis, sifat dan beban kerja yang harus dilaksanakan.
7. Ketentuan Pasal 16 ayat (2) menjadi berbunyi sebagai berikut :
(2) Setiap warga Negara Republik Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
8. Diantara Pasal 16 dan Pasal 17 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 16 A berbunyi sebagai berikut :
Pasal 16 A
(1) Untuk memperlancar pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan, pemerintahan dapat mengangkat langsung menjadi Pegawai Negeri Sipil bagi mereka yang telah bekerja pada instansi yang menunjang kepentingan nasional.
(2) Persyaratan, tata cara, dan pengangkatan langsung menjadi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
9. Ketentuan Pasal 17 menjadi berbunyi sebagai berikut :
Pasal 17
(1) Pegawai Negeri Sipil diangkat dalam jabatan dan pangkat tertentu.
(2) Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras, atau golongan.
(3) Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam pangkat awal ditetapkan berdasarkan tingkat pendidikan formal.
10. Ketentuan Pasal 19 dihapus.
11. Ketentuan Pasal 20 menjadi berbunyi sebagai berikut :
Untuk lebih menjamin obyektivitas dalam mempertimbangkan pengangkatan dalam jabatan dan kenaikan pangkat diadakan penilaian prestasi kerja.
12. Ketentuan Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26 menjadi berbunyi sebagai berikut :
Pasal 22
Untuk kepentingan pelaksanaan tugas kedinasan dan dalam rangka pembinaan Pegawai Negeri Sipil dapat diadakan perpindahan jabatan, tugas, dan/atau wilayah kerja.
Pasal 23
(1) Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat karena meninggal dunia.
(2) Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat karena;
a. atas permintaan sendiri; b. mencapai batas usia pensiun;
c. perampingan organisasi pemerintah atau
d. tidak cakap jasmani atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai Pegawai Negeri Sipil.
(3) Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan karena :
a. melanggar sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/ janji jabatan selain pelanggaran sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/janji jabatan karena tidak setia kepada Pancasila, Undang–undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah; atau
b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman hukumannya kurang dari 4 (empat tahun). (4) Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat tidak
atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat karena : a. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman hukumannya 4 (empat) tahun atau lebih; atau
b. melakukan pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil tingkat berat.
(5) Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat karena :
a. melanggar sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/ janji jabatan karena tidak setia kepada Pancasila, Undang– Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintahan;
b. melakukan penyelewengan terhadap ideologi Negara, Pancasila, Undang–Undang Dasar 1945 atau teRIibat dalam kegiatan yang menentang Negara dan Pemerintahan; atau
c. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungan dengan jabatan.
Pasal 24
Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan penahanan oleh pejabat yang berwajib karena disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan sampai mendapat putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dikenakan pemberhentian sementara.
Pasal 25
(1) Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dilakukan oleh Presiden.
(2) Untuk memperlancar pelaksanaan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Presiden dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat pembina kepegawaian pusat dan menyerahkan sebagian wewenangnya kepada pejabat pembina kepegawaian daerah yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Jaksa Agung, Pimpinan lembaga Pemerintahan Non – Departemen, Sekretaris Jenderal Lembaga Tertinggi/ Tinggi Negara, Sekretaris Jenderal Departemen, Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal dan Jabatan setingkat, ditetapkan oleh Presiden.
Bagian Kelima
Sumpah, Kode Etik, dan Peraturan Disiplin
Pasal 26
(1) Setiap Calon Pegawai Negeri Sipil pada saat pengangkatannya menjadi Pegawai Negeri Sipil wajib mengucapkan sumpah/ janji.
(2) Susunan kata–kata sumpah/janji adalah sebagai berikut : Demi Allah, saya bersumpah/berjanji;
bahwa saya, untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang–Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah;
bahwa saya, akan mentaati segala peraturan perundang–undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;
bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, dan martabat Pegawai Negeri Sipil, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan Negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan;
bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan;
bahwa saya akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara.
13. Ketentuan Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32 menjadi berbunyi sebagai berikut :
Pasal 30
(1) Pembinaan jiwa korps, kode etik, dan peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil tidak boleh bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28 Undang–Undang Dasar 1945. (2) Pembinaan jiwa korps, kode etik, dan peraturan disiplin
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam Pendidikan dan Pelatihan
Pasal 31
(1) Untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar– besarnya diadakan pengaturan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan jabatan Pegawai Negeri Sipil yang bertujuan untuk meningkatkan pengabdian, mutu, keahlian, kemampuan, dan keterampilan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketujuh Kesejahteraan
Pasal 32
(1) Untuk meningkatkan kegairahan bekerja, diselenggarakan usaha kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil.
(2) Usaha kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi program pensiun dan tabungan hari tua, asuransi kesehatan, tabungan perumahan, dan asuransi pendidikan bagi putra putri Pegawai Negeri Sipil.
(3) Untuk penyelenggaraan usaha kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pegawai Negeri Sipil wajib membayar iuran setiap bulan dari penghasilannya.
(4) Untuk penyelenggaraan program pensiun dan penyelenggaraan asuransi kesehatan, Pemerintah menanggung subsidi dan iuran.
(5) Besarnya subsidi dan iuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. (6) Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia, keluarganya
berhak memperoleh bantuan.
14. Ketentuan Pasal 34 menjadi berbunyi sebagai berikut :
Pasal 34
(1) Untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil, dibentuk Badan Kepegawaian Negara.
(2) Badan sebagaiman dimaksud dalam ayat (1), menyelenggarakan manajemen Pegawai Negeri Sipil yang mencakup perencanaan, pengembangan kualitas sumber daya Pegawai Negeri Sipil dan administrasi kepegawaian, pengawasan dan pengendalian, penyelenggaraan dan pemeliharaan informasi kepegawaian, mendukung perumusan kebijaksanaan kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil, serta memberikan bimbingan teknis kepada unit organisasi yang menangani kepegawaian pada instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
15. Diantara Pasal 34 dan Pasal 35 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 34 A berbunyi sebagai berikut :
Pasal 34 A
(1) Untuk kelancaran pelaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil Daerah dibentuk Badan Kepegawaian Daerah.
(2) Badan Kepegawaian Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah perangkat Daerah yang dibentuk oleh Kepala Daerah.
16. Ketentuan Pasal 35 menjadi berbunyi sebagai berikut :
Pasal 35
(1) Sengketa kepegawaian diselesaikan melalui Peradilan Tata Usaha Negara.
(2) Sengketa kepegawaian sebagai akibat pelanggaran terhadap peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil diselesaikan melalui upaya banding administratif kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian.
(3) Badan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
17. Judul BAB IV dan ketentuan Pasal 37 menjadi berbunyi sebagai berikut :
BAB IV
MANAJEMEN ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA DAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Pasal 37
Manajemen Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, masing–masing diatur dengan Undang–Undang tersendiri.
Pasal 11
Undang–undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang–undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta,
Pada tanggal 30 September 1999
PRESIDEN REPUBLIK Indonesia
ttd
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta,
pada tanggal 30 September 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
M U L A D I
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 169
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI,
Kepala Biro Peraturan Perundang–undangan II
ttd
PENJELASAN ATAS
UNDANG–UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999
TENTANG PERUBAHAN ATAS
UNDANG–UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK–POKOK KEPEGAWAIAN
1. UMUM
1. Kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan nasional sangat tergantung pada kesempurnaan aparatur negara khususnya Pegawai Negeri. Karena itu, dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional yakni mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern, demokratis, makmur, adil, dan bermoral tinggi, diperlukan Pegawai Negeri yang merupakan unsur aparatur Negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat yang harus menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata kepada masyarakat dengan dilandasi kesetiaan, dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang– undang Dasar 1945.
2. Disamping itu dalam pelaksanaan desentralisasi kewenangan pemerintahan kepada Daerah, Pegawai Negeri berkewajiban untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan harus melaksanakan tugasnya secara profesional dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan, serta bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
3. Sebagai bagian dari pembinaan Pegawai Negeri, pembinaan Pegawai Negeri Sipil perlu dilakukan dengan sebaik–baiknya dengan berdasarkan pada perpaduan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Hal ini dimaksudkan untuk memberi peluang bagi Pegawai Negeri Sipil yang berprestasi tinggi untuk meningkatkan kemampuannya secara profesional dan berkompetisi secara sehat.
Dengan demikian pengangkatan dalam jabatan harus didasarkan pada sistem prestasi kerja yang didasarkan atas penilaian obyektif terhadap prestasi, kompetensi, dan pelatihan Pegawai Negeri Sipil. Dalam pembinaan kenaikan pangkat, disamping berdasarkan sistem prestasi kerja juga diperhatikan sistem karier.
4. Manajemen Pegawai Negeri Sipil perlu diatur secara menyeluruh, dengan menerapkan norma, standar, dan prosedur yang seragam dalam penetapan formasi, pengadaan, pengembangan, penetapan gaji, dan program kesejahteraan, serta pemberhentian yang merupakan unsur dalam manajemen Pegawai Negeri Sipil, baik Pegawai Negeri Sipil Pusat maupun Pegawai Negeri Sipil Daerah. Dengan adanya keseragaman tersebut, diharapkan akan dapat diciptakan kualitas Pegawai Negeri Sipil yang seragam di seluruh Indonesia. Di samping memudahkan penyelengga-raan manajemen kepegawaian, manajemen yang seragam dan dapat pula mewujudkan keseragaman perlakuan dan jaminan kepastian hukum bagi seluruh Pegawai Negeri Sipil. 5. Dengan berlakunya Undang–undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah harus didorong desentralisasi urusan kepegawaian kepada daerah. Untuk memberi landasan yang kuat bagi pelaksanaan desentralisasi kepegawaian tersebut, diperlukan adanya perngaturan kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil secara nasional tentang norma, standar, dan prosedur yang sama dan bersifat nasional dalam setiap unsur manajemen kepegawaian.
6. Dalam upaya menjaga netralitas Pegawai Negeri dari pengaruh partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan Pegawai Negeri, serta agar dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaganya pada tugas yang dibebankan kepadanya maka Pegawai Negeri dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Oleh karena itu, Pegwai Negeri Sipil yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik harus diberhentikan sebagai Pegawai Negeri. Pemberhentian tersebut dapat dilakukan dengan hormat atau tidak dengan hormat.
7. Untuk meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan Pegawai Negeri, dalam undang–undang ini ditegaskan bahwa
Pegawai Negeri Sipil berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban kerja dan tanggung jawabnya. Untuk itu Negara dan Pemerintah wajib mengusahakan dan memberikan gaji yang adil sesuai standar yang layak kepada Pegawai Negeri.
Gaji adalah sebagai balas jasa dan penghargaan atas prestasi kerja Pegawai Negeri yang bersangkutan.
Pada umumnya sistem penggajian dapat digolongkan dalam 2 (dua) sistem, yaitu sistem skala tunggal dan sistem skala ganda. Sistem skala tunggal adalah sistem penggajian yang memberikan gaji yang sama kepada pegawai yang berpangkat sama dengan tidak atau kurang memperhatikan sifat pekerjaan yang dilakukan dan beratnya tanggung jawab pekerjaannya.
Sistem skala ganda adalah sistem penggajian yang menentukan besarnya gaji bukan saja didasarkan pada pangkat, tetapi juga didasarkan pada sifat pekerjaan yang dilakukan, prestasi kerja yang dicapai, dan beratnya tanggung jawab pekerjaanya.
Selain kedua sistem penggajian tersebut dikenal juga sistem penggajian ketiga yang disebut sistem skala gabungan, yang merupakan perpaduan antara sistem skala tunggal dan sistem skala ganda. Dalam sistem skala gabungan, gaji pokok ditentukan sama bagi Pegawai Negeri yang berpangkat sama, di samping itu diberikan tunjangan kepada Pegawai Negeri yang memikul tanggung jawab yang lebih berat, prestasi yang tinggi atau melakukan pekerjaan tertentu yang sifatnya memerlukan pemusatan perhatian dan pengerahan tenaga secara terus menerus.
8. Selain itu undang–undang ini menegaskan bahwa untuk menjamin manajemen dan pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil, maka jabatan yang ada dalam organisasi pemerintahan baik jabatan struktural maupun jabatan fungsional merupakan jabatan karier yang hanya dapat diisi atau diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil dan/atau Pegawai Negeri yang telah beralih status sebagai Pegawai Negeri Sipil.
9. Setiap warga Negara Republik Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar sebagai Pegawai Negeri Sipil sepanjang memenuhi syarat yang ditentukan.
Pengangkatan sebagai Pegawai Negeri Sipil dilakukan secara obyektif hanya untuk mengisi formasi yang lowong.
10. Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural atau jabatan fungsional harus dilakukan secara obyektif dan selektif, sehingga menumbuhkan kegairahan untuk berkompetisi bagi semua Pegawai Negeri Sipil dalam meningkatkan kemampuan profesionalismenya dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. 11. Untuk dapat melaksanakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil
berdasarkan pemikiran tersebut, perlu mengubah beberapa ketentuan Undang–undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok–pokok Kepegawaian.
2. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas Huruf b
Ketentuan mengenai Anggota Tentara Nasional Indonesia, diatur dengan undang–undang. Huruf c
Ketentuan mengenai Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, diatur dengan undang– undang.
Ayat (2) Huruf a
Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan bekerja pada Depertemen, Lembaga Pemerintah
Non-Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Instansi Vertikal di Daerah propinsi/Kabupaten/Kota, Kepani-teraan Pengadilan, atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas negara lainnya. Huruf b
Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan bekerja pada Pemerintah Daerah, atau dipekerjakan di luar instansi induknya.
Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah yang diperbantukan di luar instansi induk, gajinya dibebankan pada instansi yang menerima perbantuan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pegawai tidak tetap adalah pegawai yang diangkat untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan yang bersifat teknis profesional dan administrasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi Pegawai tidak tetap tidak berkedudukan sebagai Pegawai Negeri.
Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas Pasal 7 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan gaji yang adil dan layak adalah bahwa gaji Pegawai Negeri harus mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, sehingga Pegawai
Negeri yang bersangkutan dapat memusatkan perhatian, pikiran, dan tenaganya hanya untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya. Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Pengaturan gaji Pegawai Negeri yang adil dimaksudkan untuk mencegah kesenjangan kesejahteraan, baik antar Pegawai Negeri maupun antara Pegawai Negeri dengan swasta. Sedangkan gaji yang layak dimaksudkan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok dan dapat mendorong produktivitas dan kreativitas Pegawai Negeri.
Pasal 11
Ayat (1)
Urutan Pejabat Negara sebagaimana tersebut dalam ketentuan ini tidak berarti menunjukkan tingkatan kedudukan dari pejabat tersebut.
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan Hakim pada Badan Peradilan adalah Hakim yang berada di lingkungan Peradilan Umum, peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Militer dan Peradilan Agama. Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Yang dimaksud Pejabat Negara tertentu adalah Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, serta Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada Hakim pada semua Badan Peradilan; Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang berasal dari jabatan karier; Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh yang berasal dari diplomat karier, dan jabatan yang setingkat Menteri.
Ayat (4) Cukup jelas Pasal 12 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2)
Dalam rangka usaha untuk meningkatkan mutu dan keterampilan serta memupuk kegairahan bekerja, maka perlu dilaksanakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil dengan sebaik–baiknya atas dasar sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja.
Dengan demikian akan diperoleh penilaian yang objektif terhadap kompetensi Pegawai Negeri Sipil.
Untuk dapat meningkatkan daya guna dan hasil guna yang sebesar–besarnya, maka sistem pembinaan karier yang harus dilaksanakan adalah sistem pembinaan karier tertutup dalam arti negara. Dengan sistem karier tertutup dalam arti Negara maka dimungkinkan perpindahan Pegawai/Kota yang satu ke Departemen/Lembaga/Propinsi/Kabupaten/ Kota yang lain atau sebaliknya, terutama untuk menduduki jabatan–jabatan yang bersifat manajerial.
Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3)
Komisi Kepegawaian Negara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini adalah Komisi yang bertugas membantu Presiden dalam :
b. merumuskan kebijaksanaan penggajian dan kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil; dan
c. memberikan pertimbangan dalam pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural tertentu yang menjadi wewenang Presiden.
Untuk dapat melaksanakan tugas pokok tersebut secara obyektif, maka kedudukan Komisi adalah independen. Ayat (4)
Anggota Tetap diangkat dari Pegawai Negeri Sipil senior dari instansi pemerintah atau perguruan tinggi dan staf senior dari Badan Kepegawaian Negara, sedangkan Anggota Tidak tetap diangkat dari Pegawai Negeri Sipil senior dari Departemen terkait, wakil organisasi Pegawai Negeri, dan wakil dari tokoh masyarakat yang mempunyai keahlian yang diperlukan oleh Komisi.
Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Pasal 15 Ayat (1)
Formasi adalah penentuan jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan untuk mampu melaksanakan tugas pokok yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.
Jumlah Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan ditetapkan berdasarkan beban kerja suatu organisasi.
Ayat (2)
Formasi ditetapkan berdasarkan perkiraan beban kerja dalam jangka waktu tertentu dengan mempertim-bangkan macam–macam pekerjaaan, rutinitas pekerjaan, keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan hal–hal lain yang mempengaruhi jumlah dan sumber daya manusia yang diperlukan.
Pasal 16
Ayat (2)
Ketentuan ini menegaskan bahwa pengadaan Pegawai Negeri Sipil harus didasarkan atas syarat– syarat obyektif yang telah ditentukan, dan tidak boleh didasarkan atas jenis kelamin, suku, agama, ras, golongan, atau daerah.
Pasal 16 A
Ayat (1)
Pengangkatan langsung menjadi Pegawai Negeri Sipil, dilaksanakan secara sangat selektif bagi mereka yang dipandang telah berjasa dan diperlukan bagi Negara. Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Yang dimaksud Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi Negara.
Jabatan dalam lingkungan birokrasi pemerintah adalah Jabatan Karier. Jabatan Karier adalah jabatan dalam lingkungan birokrasi pemerintah yang hanya dapat diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil atau Pegawai Negeri yang telah beralih status sebagai Pegawai Negeri Sipil. Jabatan Karier dapat dibedakan dalam 2 (dua) jenis yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional. Jabatan struktural adalah jabatan yang secara tegas ada dalam struktur organisasi. Jabatan fungsional adalah jabatan yang tidak secara tegas disebutkan dalam struktur organisasi, tetapi dari sudut fungsinya diperlukan oleh organisasi, seperti Peneliti, Dokter, Pustakawan, dan lain–lain yang serupa dengan itu. Yang dimaksud dengan Pangkat adalah kedudukan yang menunjukkan tingkat seseorang Pegawai Negeri
Sipil berdasarkan jabatannya dalam rangkaian susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan syarat objektif lainnya antara lain adalah disiplin kerja, kesetiaan, pengabdian, pengalaman, kerjasama, dan dapat dipercaya. Ayat (3)
Yang dimaksud dengan syarat obyektif lainnya antara lain adalah disiplin kerja, kesetiaan, pengabdian, pengalaman, kerjasama, dan dapat dipercaya. Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 22
Untuk kepentingan kedinasan dan sebagai salah satu usaha untuk memperluas pengalaman, wawasan, dan kemampuan, maka perlu diadakan perpindahan jabatan, tugas, dan wilayah kerja bagi Pegawai Negeri Sipil terutama bagi yang menjabat pimpinan dengan tidak merugikan hak kepegawaiannya.
Pasal 23
Ayat (1)
Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan hormat menerima hak–hak kepegawaian sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku antara lain hak pensiun dan tabungan hari tua.
Ayat (2)
Diberhentikan dengan hormat apabila tenaganya tidak diperlukan oleh Pemerintah atau hal–hal lain yang dapat mengakibatkan bersangkutan diberhentikan tidak dengan hormat.
Ayat (3)
Diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan tergantung kepada berat ringannya pelanggaran atau memperhatikan jasa–jasa dan pengabdian Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Ayat (4)
Diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau diberhentikan tidak dengan hormat tergantung kepada berat ringannya pelanggaran yang dilakukan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan memperhatikan jasa dan pengabdiannya.
Ayat (5)
Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan tidak dengan hormat tidak berhak menerima pensiun.
Pasal 24
Untuk menjamin kelancaran pemeriksaan, maka Pegawai Negeri Sipil yang disangka oleh pejabat yang berwajib melakukan tindak pidana kejahatan dikenakan pemberhentian sementara sampai adanya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Pemberhentian sementara tersebut adalah pemberhentian sementara dari jabatan negeri bukan pemberhentian sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Apabila pemeriksaan oleh yang berwajib telah selesai atau telah ada putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan ternyata bahwa Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak bersalah, maka Pegawai Negeri Sipil tersebut dirahabilitasikan terhitung sejak ia dikenakan pemberhentian sementara. Rehabilitasi yang dimaksud mengandung pengertian, bahwa Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diaktifkan dan dikembalikan pada jabatan semula.
Apabila setelah pemeriksaan oleh Pengadilan telah selesai dan ternyata Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bersalah dan oleh sebab itu dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka Pegawai Negeri Sipil
tersebut dapat diberhentikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 23 ayat (3) huruf b, ayat (4) huruf a, dan ayat (5) huruf c.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Ketentuan mengenai pendelegasian atau penyerahan kewenangan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah menjadi norma, standar, dan prosedur dalam pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.
Ayat (3)
Jabatan–jabatan yang dimaksud dalam ketentuan ini merupakan jabatan–jabatan karier tertinggi. Oleh karena itu pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentiannya ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 26
Ayat (1)
Pengucapan Sumpah/janji dilakukan menurut agama yang diakui Pemerintah, yakni :
a. diawali dengan ucapan “Demi Allah” untuk penganut agama Islam;
b. diakhiri dengan ucapan “Semoga Tuhan menolong saya” untuk penganut agama Kristen Protestan/ Katolik;
c. Diawali dengan ucapan “Omaatah Paramawisesa” untuk penganut agama Hindu; dan
d. Diawali dengan ucapan “Demi Sang Hyang Adi Buddha” untuk penganut agama Buddha.
Ayat (2)
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Pengaturan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan jabatan bagi Pegawai Negeri Sipil dimaksudkan agar terjamin keserasian pembinaan Pegawai Negeri Sipil.
Pengaturan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan jabatan meliputi kegiatan perencanaan, termasuk perencanaan anggaran, penentuan standar, pemberian akreditasi, penilaian, dan pengawasan. Tujuan pendidikan dan pelatihan jabatan antara lain adalah :
- Meningkatkan pengabdian, mutu, keahlian, dan keterampilan;
- Menciptakan adanya pola berpikir yang sama; - Menciptakan dan mengembangkan metode kerja
yang lebih baik; dan
- Membina karier Pegawai Negeri Sipil.
Pada pokoknya pendidikan dan pelatihan jabatan dibagi 2 (dua) yaitu pendidikan dan pelatihan prajabatan dan pendidikan dan palatihan dalam jabatan :
- Pendidikan dan Pelatihan prajabatan (pre service training) adalah suatu pelatihan yang diberikan kepada Calon Pegawai Negeri Sipil. Dengan tujuan agar ia dapat terampil melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya;
- Pendidikan dan pelatihan dalam jabatan (in service training) adalah suatu pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu, keahlian, kemampuan, dan keterampilan.
Ayat (2)
Pasal 32 Cukup jelas Pasal 34 Cukup jelas Pasal 34 A Cukup jelas Pasal 35 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2)
Pegawai Negeri Sipil golongan tertentu yang dijatuhi hukuman disiplin pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dapat mengajukan upaya banding administratif ke Badan Pertimbangan Kepegawaian. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 37 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3890
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 15 TAHUN 1979 TENTANG
DAFTAR URUT KEPANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
Tanggal : 25 JUNI 1979 (JAKARTA)
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka usaha untuk lebih
menjamin obyektivitas dalam pembinaan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja, dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang daftar urut kepangkatan Pegawai Negeri Sipil; b. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1952 tentang Daftar Susunan Pangkat Dan Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri dipandang tidak sesuai lagi, oleh sebab itu perlu ditinjau kembali dan disempurnakan;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG DAFTAR URUT KEPANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
a. Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil, selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut Daftar Urut Kepangkatan adalah suatu daftar yang memuat nama Pegawai Negeri Sipil dari suatu satuan organisasi Negara yang disusun menurut tingkatan kepangkatan;
b. Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan adalah pejabat yang berwenang membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan; c. Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan adalah atasan
langsung dari Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan.
BAB II
PEMBUATAN DAFTAR URUT KEPANGKATAN
Pasal 2
(1) Daftar Urut Kepangkatan dibuat untuk seluruh Pegawai Negeri Sipil dari suatu satuan organisasi Negara.
(2) Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, dan pejabat lain yang ditentukan oleh Presiden, membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan dalam lingkungannya masing-masing. (3) Daftar Urut Kepangkatan dibuat sekali setahun.
Pasal 3
(1) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat lain dalam lingkungan kekuasaannya untuk membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan dalam lingkungannya masing-masing.
(2) Pejabat yang dapat diberi wewenang untuk membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), serendah-rendahnya memangku jabatan struktural Eselon V atau jabatan lain yang setingkat dengan itu.
Pasal 4
Ukuran yang digunakan untuk menetapkan nomor urut dalam Daftar Urut Kepangkatan, secara berturut-turut adalah :
a. pangkat; b. jabatan; c. masa kerja; d. latihan jabatan; e. pendidikan; dan f. usia. Pasal 5
(1) Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil, dihapuskan namanya dari Daftar Urut Kepangkatan. (2) Pegawai Negeri Sipil yang pindah ke instansi lain, dihapuskan
namanya dari Daftar Urut Kepangkatan dari instansi semula.
Pasal 6
(1) Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan pada Daerah Otonom atau instansi Pemerintah lainnya, dicantumkan namanya dalam Daftar Urut Kepangkatan Daerah Otonom atau instansi yang bersangkutan.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara, sedang menjalankan tugas belajar, diperkerjakan atau diperbantukan pada instansi lain, sedang menjalankan cuti di luar tanggungan Negara, diberhentikan sementara, atau
diberhentikan dari jabatan Negeri dengan mendapat uang tunggu, tetap dicantumkan namanya dalam Daftar Urut Kepangkatan instansi induk yang bersangkutan.
Pasal 7
Apabila dalam tahun yang bersangkutan terjadi mutasi kepegawaian yang mengakibatkan perubahan nomor urut dalam Daftar Urut Kepangkatan, maka Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan mencatat perubahan itu dalam Daftar Urut Kepangkatan yang bersangkutan.
Pasal 8
Daftar Urut Kepangkatan adalah bersifat terbuka dan diumumkan oleh dan menurut cara yang ditentukan oleh Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan yang bersangkutan.
BAB III
KEBERATAN ATAS NOMOR URUT DALAM DAFTAR URUT KEPANGKATAN
Pasal 9
(1) Pegawai Negeri Sipil yang merasa nomor urutnya dalam Daftar Urut Kepangkatan tidak tepat, dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan yang bersangkutan melalui hierarki.
(2) Dalam surat keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus dimuat alasan-alasan keberatan itu.
(3) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus dilakukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pengumuman Daftar Urut Kepangkatan.
Pasal 10
(1) Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan, wajib mempertimbangkan dengan seksama keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
(2) Apabila keberatan yang diajukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 mempunyai dasar-dasar yang kuat, maka Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan menetapkan perubahan nomor urut dalam Daftar Urut Kepangkatan sebagaimana mestinya.
(3) Apabila keberatan yang diajukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 tidak mempunyai dasar-dasar yang kuat, maka Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan menolak keberatan tersebut. (4) Perubahan nomor urut sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) atau penolakan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), harus sudah ditetapkan dan diberitahukan oleh Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal ia menerima surat. keberatan tersebut.
Pasal 11
(1) Pegawai Negeri Sipil yang merasa tidak puas terhadap penolakan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3), dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan yang bersangkutan melalui hierarki.
(2) Pengajukan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disertai dengan alasan-alasan yang lengkap.
(3) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal ia menerima penolakan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3).
Pasal 13
(1) Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan yang bersangkutan wajib mempertimbangkan dengan seksama keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan tanggapan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
(2) Apabila terdapat alasan-alasan yang cukup, maka Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan menetapkan perubahan nomor urut dalam Daftar Urut Kepangkatan yang bersangkutan.
(3) Apabila tidak terdapat alasan-alasan yang cukup, maka Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan menolak keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
(4) Perubahan nomor urut sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) atau penolakan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), harus sudah ditetapkan dan diberitahukan oleh Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan kepada Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan dan kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal ia menerima surat keberatan tersebut. (5) Terhadap penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), tidak dapat diajukan keberatan.
Pasal 14
Terhadap Daftar Urut Kepangkatan yang ditanda tangani sendiri oleh Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, tidak dapat diajukan keberatan.
BAB IV
PENGGUNAAN DAFTAR URUT KEPANGKATAN
Pasal 15
Daftar Urut Kepangkatan digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan obyektif dalam melaksanakan pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 16
(1) Apabila ada lowongan, maka Pegawai Negeri Sipil yang menduduki Daftar Urut Kepangkatan yang lebih tinggi, wajib dipertimbangkan lebih dahulu.
(2) Apabila Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat diangkat untuk mengisi lowongan tersebut karena tidak memenuhi persyaratan lainnya, maka hal itu harus diberitahukan kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil yang sedang dikenakan pemberhentian sementara, sedang menjalani cuti di luar tanggungan Negara, dan yang sedang menerima uang tunggu.
BAB V
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN
Pasal 17
Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan bagi seluruh Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke atas.
Pasal 18
Ketentuan-ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
Pasal 19
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1952 tentang Daftar Susunan Pangkat Dan Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri (Lembargan Negara Tahun 1952 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 200) dan segala peraturan perundang-undangan lainnya yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 21
Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 Juni 1979
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
S O E H A R T O
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 25 Juni 1979
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1979
TENTANG
DAFTAR URUT KEPANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
UMUM
Dalam rangka usaha untuk lebih menjamin obyektivitas dalam pembinaan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja, maka perlu dibuat dan dipelihara secara terus menerus Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil, selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut Daftar Urut Kepangkatan.
Daftar Urut Kepangkatan, adalah salah satu bahan obyektif dalam melaksanakan pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil. Apabila ada lowongan, maka Pegawai Negeri Sipil yang menduduki Daftar Urut Kepangkatan yang lebih tinggi, haruslah dipertimbangkan lebih dahulu. Tetapi apabila ia tidak mungkin diangkat untuk mengisi lowongan itu karena tidak memenuhi syarat-syarat lainnya, seperti syarat-syarat kecakapan, kepemimpinan, pengalaman, dan lain-lain, maka haruslah diberitahukan kepadanya, sehingga ia dapat berusaha untuk mengisi kekurangannya itu untuk masa mendatang.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1) Calon Pegawai Negeri Sipil masih dalam masa percobaan, oleh sebab itu tidak dicantumkan dalam Daftar Urut Kepangkatan.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Daftar Urut Kepangkatan dibuat pada tiap-tiap bulan Desember.
Pasal 3
Ayat (1) Pada dasarnya, Daftar Urut Kepangkatan dibuat secara terpusat pada tingkat Departemen, Kejaksanaan Agung, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Daerah Tingkat I. Tetapi untuk penggunaan praktis dan berdasarkan pertimbangan jumlah Pegawai Negeri Sipil yang dibina dan lokasi penempatannya, maka pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat lain dalam lingkungan kekuasaannya untuk membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan dalam lingkungannya masing-masing. Pejabat yang menerima delegasi wewenang sebagai tersebut di atas,membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan dari seluruh Pegawai Negeri Sipil yang berada dalam lingkungan kekuasaannya. Walaupun dilakukan pendelegasian wewenang untuk membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan, tetapi untuk kepentingan pembina, pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), harus juga membuat dan memelihara secara terpusat Daftar Urut Kepangkatan mengenai Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat tertentu. Umpamanya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan membuat dan memelihara secara terpusat Daftar Urut Kepangkatan dari Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke atas.
Ayat (2) Pejabat yang setingkat dengan pejabat yang memangku jabatan struktural Eselon V, antara lain adalah Penilik Sekolah Dasar, Penilik Pendidikan Agama, Kepala Sekolah Dasar, dan lain-lain.
Pasal 4
Huruf a Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat lebih tinggi, dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Apabila ada 2 (dua) orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat sama, umpamanya sama-sama berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b, maka dari antara mereka yang lebih tua dalam pangkat tersebut dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan.