oleh :
Nama : Catia Julie Aulia
NIM : 13714035
Kelompok : 7
Anggota (NIM) : 1. Conrad Cleave Bonar (13714008) 2. Catia Julie Aulia (13714035) 3. Hutomo Tanoto (13714044) 4. Fakhri Arsyi Hawari (13714051)
Tanggal Praktikum : Rabu, 30 Maret 2016 Tanggal Penyerahan Laporan : Senin, 4 April 2016
Nama Asisten (NIM) : Reyza Prasetyo (13712050)
Laboratorium Metalurgi dan Teknik Material Program Studi Teknik Material
Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung
Page 2 of 18
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Uji bending dan modulus elastisitas pada suatu material dilakukan dengan menggunakan beban dimana tegangan utamanya dalam bentuk lentur. Nilai modulus elastisitas pada uji bending dan uji tarik atau uji tekan akan mengalami sedikit perbedaan meskipun spesimennya sama. Hal itu disebabkan karena modulus elastisitas pada uji tarik atau uji tekan berada pada satu arah, yaitu arah tarik atau tekan. Sedangkan pada uji bending, modulus elastisitasnya berada pada dua arah, yaitu tarik dan tekan.
Dalam bending biasanya terdapat beban direct stress dan transverse shear. Melalui uji bending ini, kita dapat melihat perilaku material yang mengalami jenis pembebanan tersebut. Standar pengujian lentur untuk material logam yang berbentuk pelat mengacu pada ASTM E855-08.
Pengujian bending dilakukan khusus untuk material yang getas, karena material getas tidak cocok digunakan untuk uji tarik. Bentuk spesimen uji tarik terlalu rentan untuk material getas. Selain itu, grip pada uji tarik dapat membuat material getas patah terlebih dahulu. Oleh karena itu pengujian bending ini perlu dilakukan.
Contoh nyata dari benda yang mengalami bending sendiri yaitu jembatan penyebrangan, meja, kursi, chassis mobil, excavator, dan lain-lain.
Tujuan Praktikum
Tujuan dari Praktikum Uji Lentur dan Kekakuan adalah : 1. Menentukan modulus elastisitas material
Page 3 of 18
BAB II
TEORI DASAR
Uji Bending
Uji bending adalah pengujian yang dapat menentukan kualitas suatu material karena dapat memberikan informasi mengenai kekuatan lenturnya. Selain itu, uji bending juga dapat memberikan informasi mengenai modulus elastisitas material.
Skema Uji Bending
Gambar 1. Pembebanan dalam pengujian bending
Page 4 of 18
Metode Uji Bending
Pengujian bending biasanya dilakukan dengan dua metode : 1. Three Point Bending
Spesimen diberi beban pada satu titik, yaitu tepat pada bagian tengah batang (0.5 L). Pada metode ini, pembebanan harus tepat berada pada 0.5 L agar momen yang didapatkan adalah momen maksimum.
2. Four Point Bending
Spesimen diberi beban pada dua titik, yaitu pada 1/3 L dan 2/3 L. Pembebanan menggunakan metode ini jauh lebih baik daripada metode three point bending, hal ini dikarenakan pada Three Point Bending, momen maksimumnya berada pada satu titik, sehingga dapat menyebabkan kesalahan dalam penghitungan karena tidak tepat pada titik tersebut. Berbeda dengan metode Four Point Bending yang nilai momen maksimumnya berada dalam interval tertentu, sehingga kesalahan akibat ketidak presisian titik dapat dihindari.
Page 5 of 18
Faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Uji Bending
Faktor yang harus diperhatikan dalam uji bending adalah sebagai berikut :
1. Titik pada pembebanan
Titik pembebanan pada pengujian bending dapat mempengaruhi data yang diperoleh. Dalam pengujian bending, nilai momen yang digunakan adalah nilai momen maksimum yang terjadi pada spesimen. Momen maksimum terjadi pada jarak tertentu pada spesimen. Oleh karena itu titik yang menjadi sasaran pembebanan haruslah titik dimana terjadinya momen maksimum pada
spesimen agar momen yang didapatkan adalah momen maksimum.
2. Jarak tumpuan
Jarak tumpuan yang digunakan haruslah sesuai dengan standar, tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat. Jarak tumpuan yang terlalu dekat dapat
menyebabkan defleksi yang dapat terjadi terbatas karena bagian bawah
spesimen telah lebih dulu menabrak bagian mesin. Jarak tumpuan yang terlalu jauh dapat memakan waktu yang lama.
Fenomena yang Terjadi pada Uji Bending 1. Deformasi Plastis
Deformasi plastis adalah perubahan bentuk suatu material secara
permanen. Meskipun beban yang diberikan dihilangkan, material tersebut tidak dapat kembali ke bentuk semula.
2. Strain Hardening
Pada pengujian bending terjadi fenomena strain hardening. Strain hardening adalah fenomena pada material yang menyebabkan material tersebut menjadi lebih keras dan kuat ketika mengalami deformasi plastis.
Page 6 of 18
Kekuatan Flexural
Pengukuran kekuatan flexural yang terjadi pada spesimen dilakukan melalui persamaan berikut :
Dimana :
σ = kekuatan flexural (Pa)
M = momen lentur pada penampang melintang yang ditinjau (Nm) c = jarak dari sumbu netral ke elemen yang ditinjau (m)
I = momen inersia penampang (m4)
Untuk spesimen yang memiliki penampang berupa segi empat, maka tegangan normal maksimumnya adalah :
(
) ( ) ( ) Dimana :
P = beban yang bekerja (N) L = panjang spesimen (m) b = lebar spesimen (m) h = tebal spesimen (m)
Dari persamaan tersebut diketahui bahwa : M =
Persamaan tersebut berasal dari metode pemotongan spesimen. Spesimen dipotong tepat pada 0.5 L sehingga beban yang bekerja pada spesimen adalah P/2, dan panjang lengan spesimen adalah L/2.
Page 7 of 18
Defleksi
Defleksi adalah perubahan bentuk pada suatu material dalam arah vertikal dan horizontal akibat adanya pembebanan yang diberikan pada material tersebut.
Defleksi yang terjadi pada penampang yang berbentuk segi empat adalah :
Dimana :
= defleksi (m)
P = beban yang bekerja (N) L = panjang spesimen (m)
E = modulus elastisitas spesimen (N/m2) I = momen inersia penampang (m4)
Page 8 of 18
BAB III
DATA PERCOBAAN DAN PENGOLAHAN DATA
Data Percobaan
Material : ST-37
Panjang rata-rata : 30,5 cm Lebar rata-rata : 18,89 mm Tebal rata-rata : 18,81 mm Kekerasan awal : 29 HRA Kekerasan akhir : 37 HRA
Mesin Uji : TARNO GROCKI
Jarak tumpuan : 150 mm Beban Maksimum : 30000 N
Page 9 of 18
Tabel 1. Data Beban yang diberikan dan Defleksi yang terjadi
Beban (N) Defleksi (mm) 1000 0.4 2000 0.9 3000 1.5 4000 2 5000 2.4 6000 2.8 7000 3.3 8000 3.8 9000 4.3 10000 4.6 11000 5.1 12000 5.5 13000 6.1 14000 6.8 15000 8.2 16000 20.5
Page 10 of 18
Pengolahan Data Kurva Uji Bending
Dari mesin uji bending, kita mendapatkan data berupa beban dan defleksi. Data tersebut kemudian kita plotkan dalam suatu grafik sebagai berikut.
Grafik 1. Kurva Uji Bending
Modulus Elastisitas
Dari data yang diperoleh, kita juga dapat menghitung modulus elastisitas spesimen melalui persamaan :
Diketahui bahwa nilai merupakan gradien dari persamaan linear kurva uji bending pada daerah elastis. Penghitungan nilai dibatasi pada daerah elastis saja karena modulus elastisitas hanya berlaku pada daerah elastis saja.
Untuk daerah elastis, didapat kurva sebagai berikut : 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 0 5 10 15 20 25 B e b an (N ) Defleksi (mm)
Page 11 of 18
Grafik 2. Kurva Uji Bending Daerah Elastis
Dari persamaan garis lurus diatas, didapatkan persamaan : y = 2120.1x + 3.8195
dimana 2120.1 adalah gradien garis tersebut, atau . Karena satuan defleksi pada persamaan diatas dalam mm, maka nilai adalah 2120100 dalam satuan m.
Lalu, substitusikan semua nilai yang ada pada persamaan : ( )
Berdasarkan literatur[1], nilai modulus elastisitas baja ST37 adalah 200 GPa. y = 2120,1x + 3,8195 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 0 1 2 3 4 5 6 7 8 B e b an (N ) Defleksi (mm)
Page 12 of 18
Kekuatan Flexural
Kita dapat menghitung kekuatan flexural spesimen dengan menggunakan persamaan : ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) 1,001 GPa
Page 13 of 18
BAB IV
ANALISIS DATA
Pada pengujian kali ini, metode yang digunakan yaitu Three Point Bending. Penggunaan metode ini kurang baik apabila dibandingkan dengan metode Four Point Bending. Hal tersebut dikarenakan pada Three Point Bending, momen maksimumnya berada pada satu titik, sehingga dapat menyebabkan kesalahan dalam penghitungan karena tidak tepat pada titik tersebut. Berbeda dengan metode Four Point Bending yang nilai momen maksimumnya berada dalam interval tertentu, sehingga kesalahan akibat ketidakpresisian titik dapat dihindari.
Pengujian bending dilakukan untuk mengetahui nilai modulus elastisitas suatu material dan kekuatan flexural suatu material. Pada pengujian ini pun terdapat fenomena yang dapat diamati, yaitu deformasi plastis. Fenomena tersebut dintandai dengan adanya defleksi pada spesimen ketika diberi beban secara perlahan.
Dari data percobaan, diketahui bahwa spesimen mengalami peru/bahan kekerasan. Spesimen mengalami peningkatan kekerasan sebesar 8 HRA dengan kekerasan awal sebesar 29 HRA dan kekerasan akhir sebesar 37 HRA. Hal tersebut disebabkan oleh adanya fenomena strain hardening pada spesimen. Strain hardening adalah fenomena pada material ulet yang berubah menjadi lebih keras dan kuat pada saat mengalami deformasi plastis.
Dari pengujian ini, didapatkan nilai modulus elastisitas baja ST37 sebesar 119 GPa. Nilai tersebut jauh berbeda dengan nilai berdasarkan literatur, yaitu 200 GPa. Perbedaan tersebut disebabkan oleh pengambilan data yang tidak tepat dikarenakan pengambilan data dilakukan secara manual dan data yang dihasilkan berlangsung cepat, penggunaan metode Three Point Bending yang kurang akurat karena momen maksimum berada tepat pada satu titik, dan perbedaan kondisi lingkungan pada pengujian literatur dengan pengujian ini. Selain itu, metode pengujian bending ini tidak sesuai dengan ASTM. Pada ASTM, pengujian
Page 14 of 18
bending dilakukan dengan memberikan beban secara bertahap, tidak sekaligus dalam satu kali tekan.
Selain modulus elastisitas, kita juga mendapatkan nilai kekuatan flexural baja ST37. Nilai kekuatan flexural baja ST37 yang didapatkan dari pengujian adalah sebesar 1,001 GPa. Nilai tersebut jauh berbeda dengan nilai berdasarkan literatur, yaitu 0.426 GPa. Perbedaan nilai tersebut disebabkan oleh pengukuran yang kurang akurat karena pada saat praktikum terdapat pengukuran dilakukan dengan menggunakan penggaris biasa, selain itu spesimen yang digunakan bisa jadi mengandung impurities karena telah disimpan dalam waktu yang lama sehingga kandungannya tidak sama persis dengan kandungan baja ST37. Dimensi spesimen yang digunakan juga berbeda dengan dimensi spesimen yang digunakan pada pengujian bending pada literatur. Adanya perbedaan kondisi lingkungan pada pengujian literatur dengan pengujian ini juga dapat mempengaruhi hasil pengujian ini. Selain itu, seperti yang telah dijelaksan sebelumnya, metode pengujian bending ini tidak sesuai dengan ASTM. Pada ASTM, pengujian bending dilakukan dengan memberikan beban secara bertahap, tidak sekaligus dalam satu kali tekan.
Page 15 of 18
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan dari pengujian bending adalah sebagai berikut :
1. Nilai modulus elastisitas baja ST37 yang didapatkan adalah sebesar 119 GPa. Nilai tersebut berbeda dengan nilai pada literatur, yaitu 200 GPa. 2. Nilai kekuatan flexural baja ST37 yang didapatkan adalah sebesar 1,001
GPa. Nilai tersebut berbeda dengan nilai pada literatur, yaitu 0,426 GPa. 3. Spesimen mengalami fenomena strain hardening karena kekerasannya
meningkat sebesar 8 HRa dengan kekerasan awal 29 HRa dan kekerasan akhir 37 HRa.
Saran
Saran dari pengujian bending kali ini adalah sebagai berikut :
1. Pengujian lebih baik menggunakan metode Four Point Bending agar nilai yang dihasilkan lebih akurat.
2. Pengambilan data harus dilakukan lebih teliti agar tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan data.
Page 16 of 18
DAFTAR PUSTAKA
Callister, William D. “Materials and Science Engineering An Introduction”, 6th edition. John Wiley & Sons, Inc. 2003.
Hibbeler, R.C. “Mechanics of Material”, 7th ed. Prentice-Hall, Inc., Singapore, 2008.
[1] Kirk, Mark. “Constraint Effects in Fracture Theory and Applications” 2nd volume. 1916
http://www.steelss.com/Carbon-steel/st37-3u.html, diakses pada 3 April pukul 02.29.
http://2.bp.blogspot.com/-XcBC_mFGRQQ/UHy30QLimeI/AAAAAAAAAGo/ozx6CfHmnSg/s320/cats.jp g, diakses pada 3 April pukul 02.49.
https://people.rit.edu/pnveme/MECE412/Lectures/FailureCriteria.pdf, diakses pada 3 April pukul 12.26.
Page 17 of 18
LAMPIRAN
Tugas Setelah Praktikum
1. Mengapa Uji Lentur tidak cocok digunakan untuk menentukan Modulus Elastisitas material ulet?
Jawab :
Karena pada material ulet, nilai modulus elastisitasnya cukup besar, data yang diolah akan semakin banyak, sehingga akan mempersulit dalam penghitungannya. Selain itu penghitungan modulus elastisitas menggunakan uji lentur kurang efisien.
2. Bandingkan harga Modulus Elastisitas yang diperoleh dari literatur dan percobaan, bila ada perbedaan jelaskan mengapa hal itu bisa terjadi!
Jawab :
Dari pengujian ini, didapatkan nilai modulus elastisitas baja ST37 sebesar 11,9 GPa. Nilai tersebut jauh berbeda dengan nilai berdasarkan literatur, yaitu 190-210 GPa. Perbedaan tersebut disebabkan oleh pengambilan data yang tidak tepat dikarenakan pengambilan data dilakukan secara manual dan data yang dihasilkan berlangsung cepat, penggunaan metode Three Point Bending yang kurang akurat karena momen maksimum berada tepat pada satu titik, permukaan spesimen yang tidak rata sehingga menyebabkan adanya tegangan terkonsentrasi, dan perbedaan kondisi lingkungan pada pengujian literatur dengan pengujian ini.
3. Bandingkan keadaan kekerasan akhir (setelah diuji bending pada daerah yang terdeformasi plastis) dengan kekerasan awal (sebelum diuji bending) dan jelaskan.
Jawab :
Dari data percobaan, diketahui bahwa spesimen mengalami perubahan kekerasan. Spesimen mengalami peningkatan kekerasan sebesar 8 HRA dengan kekerasan awal sebesar 29 HRA dan kekerasan akhir sebesar 37 HRA.
Page 18 of 18
Hal tersebut disebabkan oleh adanya fenomena strain hardening pada spesimen. Strain hardening adalah fenomena pada material ulet yang berubah menjadi lebih keras dan kuat pada saat mengalami deformasi plastis. Fenomena strain hardening terjadi karena meningkatnya densitas dislokasi pada spesimen. Hal tersebut menyebabkan atom-atom menjadi lebih rapat dan sulit untuk menggerakkan atom-atom tersebut. Oleh karena itu pergerakan spesimen akan semakin terhambat dan menyebabkan spesimen mengalami pengerasan.
Tugas Tambahan
1. Mengapa material ulet patah karena shear, sedangkan material getas patah karena tarikan?
Jawab :
Berdasarkan teori kegagalan Tresca (Maximum Shear Stress Criterion), pada material ulet nilai tegangan geser luluhnya lebih kecil dari nilai tegangan normal luluhnya, yaitu setengah dari nilai tegangan normal luluhnya. Oleh karena itu, pada material ulet tegangan geser akan menyebabkan material patah terlebih dahulu daripada tegangan normal. Berdasarkan teori kegagalan Coloumb (Maximum Normal Stress Criterion), material getas akan mengalami kegagalan secara seketika akibat rupture tanpa mengalami yielding terlebih dahulu. Oleh karena itu pada material getas akan mengalami patah akibat tegangan normal.