• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEK HEPATOPROTEKTIF PEMBERIAN JANGKA PENDEK INFUSA. HERBA Sonchus arvensis L. TERHADAP AKTIVITAS AST-ALT PADA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEK HEPATOPROTEKTIF PEMBERIAN JANGKA PENDEK INFUSA. HERBA Sonchus arvensis L. TERHADAP AKTIVITAS AST-ALT PADA"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK HEPATOPROTEKTIF PEMBER

HERBA Sonchus arvensis

TIKUS JANTAN GALUR WISTAR TERINDUKSI KARBON

Diajukan untuk Memenuhi

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

i

EFEK HEPATOPROTEKTIF PEMBERIAN JANGKA PENDEK INFUSA

Sonchus arvensis L. TERHADAP AKTIVITAS AST

TIKUS JANTAN GALUR WISTAR TERINDUKSI KARBON

TETRAKLORIDA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Brigita Yulise NIM : 118114012

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2015

IAN JANGKA PENDEK INFUSA

TERHADAP AKTIVITAS AST-ALT PADA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Ask and it will be given to you; seek and you will find; knock and the door will be opened to you.”

~Matthew 7:7

“Start by doing what’s necessary; then do what’s possible; and suddenly you ARE doing the impossible.”

~St. Francis of Assisi

“What seems to us as bitter trials are often blessings in disguise.” ~Oscar Wilde

Kupersembahkan karya ini untuk: Allah Bapa, Allah Putra dan Allah Roh Kudus atas berkat dalam hidup Bapak, Mama, dan Abang atas doa, dukungan,

dan kasih sayang dalam keluarga Sahabat-sahabat terkasih Almamater tercinta

(5)
(6)
(7)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan penyertaan-Nya dalam proses menyelesaikan naskah skripsi ini. Naskah skripsi ini berjudul “Efek Hepatoprotektif Pemberian Jangka Pendek Infusa Herba Sonchus arvensis L. Terhadap Aktivitas AST-ALT pada Tikus Jantan Galur Wistar Terinduksi Karbon Tetraklorida”. Naskah skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya dalam proses pelaksanaan dan penyusunan naskah ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Prof. Dr. CJ Soegiharjo, Apt. selaku Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji, atas bimbingan, arahan, bantuan, dukungan, motivasi kesabaran, ketulusan dan saran sepanjang proses penyusunan skripsi tersebut.

3. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku Dosen penguji skripsi ini atas saran dan dukungannya kepada penulis.

4. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Apt., Ph.D., selaku Dosen Penguji skripsi ini atas saran dan dukungannya kepada penulis.

5. Ibu Agustina Setiawati M.Sc., Apt., selaku Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan izin dalam penggunaan fasilitas

(8)

viii

laboratorium Imono, Farmakologi-Toksikologi, Farmakognosi-Fitokimia, Anatomi-Fisiologi Manusia, Biofarmasetika-Farmakokinetika, dan Kimia Analisis demi terselesaikannya skripsi ini, dan sebagai Dosen Pembimbing Akademik penulis yang telah mendukung dan membantu penulis selama proses perkuliahan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

6. Bapak Supardjiman, Bapak Kayatno, Bapak Heru, Bapak Wagiran selaku Laboran Laboratorium Fakultas Farmasi atas kerja sama dan bantuannya kepada penulis.

7. Seluruh Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas didikan dan bimbingan selama proses pendidikan penulis di Fakultas Farmasi Sanata Dharma.

8. Rekan-rekan Tim Skripsi Sonchus arvensis L. : Diana Fransisca Tirtawati, Margareta Jeanne Retnopalupi, Fransisca Setyaningsih, Agnes Eka Titik Yulikawanti, Irvan Septya Giantama Balrianan, Vania Stefi Yulianti atas segala kerja sama, bantuan dan dukungan selama proses penyelesaian skripsi.

9. Sahabat-sahabat tercinta Chatarina Danik Wijayanti, Andrea Nita Karisa, Gilda Todingbua, Novita Lily Vindasari, Novianti Ekasari, Cecillia Sendy Setya, Vina Puspitasari, Anastasya Setya, Lucia Ventyningrum, dan Agesty atas dorongan, doa dan saran yang menyertai sepanjang proses penulis.

(9)

ix

10.Teman-teman Kelas FKK A 2011 dan teman-teman Fakultas Farmasi Sanata Dharma atas kebersamaan, bantuan dan dukungan yang diberikan. 11.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu oleh penulis yang

telah berperan dalam membantu penulis selama proses penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi yang telah disusun dengan sebaik mungkin ini akan terdapaat kekurangan mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk kemajuan dan kesempurnaan karya-karya berikutnya. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang ilmu farmasi dan semua pihak baik di lingkungan akademis maupun di lingkungan masyarakat.

Yogyakarta, 12 Juni 2015

(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

INTISARI ... xvii ABSTRACT ... xviii BAB I. PENGANTAR ... 1 A. Latar Belakang ... 1 1. Perumusan masalah ... 3 2. Keaslian penelitian ... 3 3. Manfaat penelitian ... 4 B. Tujuan Penelitian ... 4 1. Tujuan umum ... 4 2. Tujuan khusus ... 4

(11)

xi

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 5

A. Herba Sonchus arvensis L. ... 5

1. Deskripsi tanaman ... 5

2. Klasifikasi tanaman ... 6

3. Kandungan kimia ... 7

4. Kegunaan herba Sonchus arvensis L. ... 7

B. Hepar ... 8

1. Anatomi dan fisiologi hepar ... 8

2. Kerusakan hepar ... 10

C. Hepatotoksin ... 11

D. Karbon Tetraklorida ... 12

E. ALT dan AST ... 13

F. Metode Infundansi ... 14

G. Landasan Teori ... 15

H. Hipotesis ... 16

BAB III. METODE PENELITIAN ... 17

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 17

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 17

1. Variabel utama ... 17

2. Variabel pengacau ... 17

3. Definisi operasional ... 18

C. Bahan Penelitian ... 19

(12)

xii

2. Bahan kimia ... 19

D. Alat Penelitian ... 20

1. Alat infundasi ... 20

2. Alat uji hepatoprotektif ... 21

E. Tata Cara Penelitian ... 21

1. Determinasi herba Sonchus arvensis L. ... 21

2. Pembuatan serbuk kering herba Sonchus arvensis L. ... 21

3. Penetapan kadar air serbuk kering herba Sonchus arvensis L. ... 22

4. Pembuatan infusa herba Sonchus arvensis L. ... 22

5. Penetapan dosis infusa herba Sonchus arvensis L. ... 23

6. Pembuatan larutan karbon tetraklorida dalam olive oil ... 23

7. Uji pendahuluan ... 23

8. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji... 24

9. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST ... 24

F. Tata Cara Analisis Hasil ... 25

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

A. Penyiapan Bahan ... 26

1. Determinasi serbuk kering herba Sonchus arvensis L. ... 26

2. Pembuatan serbuk kering herba Sonchus arvensis L. ... 26

3. Penetapan kadar air serbuk herba Sonchus arvensis L. ... 27

4. Penetapan konsentrasi infusa ... 28

B. Uji pendahuluan ... 28

(13)

xiii

2. Penetapan waktu pencuplikan darah hewan uji ... 28

3. Penentuan dosis infusa herba Sonchus arvensis L. ... 33

C. Hasil Uji Efek Hepatoprotektif Jangka pendek Infusa Herba Sonchus arvensis L. pada Tikus Jantan Terinduksi Karbon Tetraklorida ... 33

1. Kontrol negatif pelarut olive oil 2 ml/kgBB ... 37

2. Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kgBB ... 38

3. Kontrol perlakuan infusa herba Sonchus arvensis L. 1,5 g/kgBB ... 39

4. Kelompok perlakuan infusa herba Sonchus arvensis L. pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB ... 40

D. Rangkuman Pembahasan ... 46

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

A. Kesimpulan ... 48

B. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

LAMPIRAN ... 51

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi dan konsentrasi reagen ALT ... 20 Tabel II. Komposisi dan konsentrasi reagen AST ... 20 Tabel III. Aktivitas serum ALT-AST setelah pemberian karbon tetraklorida

dosis 2 ml/kgBB pada selang waktu 0,24,dan 48 jam ... 29 Tabel IV. Perbedaan kenaikan aktivitas serum ALT setelah induksi karbon

tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada pencuplikan darah jam ke-0, 24, dan 48 ... 30 Tabel V. Perbedaan kenaikan aktivitas serum AST setelah induksi karbon

tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada pencuplikan darah jam ke-0, 24, dan 48 ... 32 Tabel VI. Purata ± SE aktivitas serum ALT dan AST serta persen efek

hepatoprotektif tikus perlakuan infusa herba Sonchus arvensis L.

terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB ... 34 Tabel VII. Perbandingan aktivitas ALT seluruh kelompok kontrol dengan

kelompok perlakuan variasi dosis infusa herba Sonchus arvensis L. 35 Tabel VIII. Perbandingan aktivitas AST seluruh kelompok kontrol dengan

kelompok perlakuan variasi dosis infusa herba Sonchus arvensis L. 36 Tabel IX. Aktivitas serum ALT dan AST kontrol olive oil pada jam 0 dan

ke-24 ... 37 Tabel X. Perbandingan aktivitas serum ALT-AST kontrol olive oil pada jam ke-0

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Herba Sonchus arvensis L. ... 5 Gambar 2. Mekanisme toksisitas karbon tetraklorida ... 13 Gambar 3. Histogram rata-rata aktivitas serum ALT setelah induksi karbon

tetraklorida pada jam ke-0, 24, dan 48. ... 31 Gambar 4. Histogram rata-rata aktivitas serum AST setelah induksi karbon

tetraklorida pada jam ke-0, 24, dan 48. ... 32 Gambar 5. Histogram rata-rata aktivitas serum ALT tikus perlakuan infusa herba

Sonchus arvensis L. terinduksi karbon tetraklorida ... 35 Gambar 6. Histogram rata-rata aktivitas serum AST tikus perlakuan infusa herba

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto Serbuk Herba Sonchus arvensis L. ... 52

Lampiran 2. Foto Pembuatan Infusa Herba Sonchus arvensis L. ... 52

Lampiran 3. Foto Infusa Herba Sonchus arvensis L. ... 52

Lampiran 4. Surat Determinasi Herba Sonchus arvensis L. ... 53

Lampiran 5. Surat Medical and Health Research Ethics Committee (MHREC) 54 Lampiran 6. Hasil analisis statistik aktivitas serum ALT dan AST pada uji pendahuluan pencuplikan darah hewan uji setelah induksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB ... 55

Lampiran 7. Hasil analisis statistik data ALT dan AST pada kelompok kontrol olive oil dosis 2 ml/kgBB ... 62

Lampiran 8. Hasil analisis statistik data kontrol CCl4 kontrol olive oil, kontrol infusa, dan kelompok perlakuan infusa herba Sonchus arvensis L. dosis 0,375 g/kgBB; 0,75 g/kgBB; dan 1,5 g/kgBB ... 66

Lampiran 9. Perhitungan persen hepatoprotektif ... 77

Lampiran 10. Penetapan kadar air serbuk herba Sonchus arvensis L. ... 78

(17)

xvii

INTISARI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek hepatoprotektif dan dosis efektif pemberian jangka pendek infusa herba Sonchus arvensis L. terhadap tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

Jenis penelitian merupakan penelitian yang bersifat esperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian ini menggunakan 30 ekor tikus yang dibagi secara acak dalam 6 kelompok. Tikus yang digunakan dalam penelitian adalah tikus putih jantan galur Wistar umur 2-3 bulan dengan berat ± 150-250 gram. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB secara intraperitonial dan setelah jam ke-24 diambil darahnya. Kelompok II (kontrol negatif) diberi pelarut hepatoktoksin yaitu olive

oil 2 mL/kgBB secara intraperitonial kemudian 6 jam kemudian dilakukan

pencuplikan darah. Kelompok III (kontrol infusa) diberikan perlakuan infusa herba Sonchus arvensis L. dan 6 jam kemudian diambil darahnya. Kelompok IV-VI (kelompok perlakuan) diberikan praperlakuan dengan variasi dosis 0,375; 0,75; dan 1,5 g/kgBB, kemudian 6 jam setelah praperlakuan infusa secara peroral diberikan karbon tetraklorida dengan dosis 2 ml/kgBB secara intraperitonial. Pada jam ke-24 diambil darahnya melalui sinus orbitalis mata tikus. Data ALT dan AST yang didapat dianalisis dengan Saphiro-Wilk untuk melihat distribusi data dan dilanjutkan dengan analisis dengan uji One Way ANOVA untuk mengetahui perbedaan aktivitas serum antar kelompok.

Hasil penelitian menunjukkan adanya efek hepatoprotektif infusa herba

Sonchus arvensis L. dengan persen hepatoprotektif serum ALT untuk peringkat

dosis 1,5 ; 0,75 ; dan 0,375 g/kgBB adalah 93,72% ; 57,27% dan 64,09%. Persen hepatoprotektif serum AST berturut-turut adalah 90,72% ; 49,23% ; dan 25,99%. Berdasarkan data ini diperoleh dosis efektif pemberian infusa herba Sonchus

arvensis L. adalah sebesar 1,5 g/kgBB.

Kata kunci : infusa, herba, Sonchus arvensis L., hepatoprotektif, ALT, AST, karbon tetraklorida, jangka pendek

(18)

xviii ABSTRACT

The research aims to know the hepatoprotective effect and the effective dose of Sonchus arvensis L. herbs infusion in short time period applied for male Wistar rats induced carbon tetrachloride.

This research method was purely experimental with randomized complete direct sampling design. This research used 30 male Wistar rats that were divided randomly into 6 groups. Furthermore, the rats that was used for the research was white male Wistar rats, aged 2-3 months with ± 150-250 gram weight. Group I (hepatotoxine control) was given carbon tetrachloride dose 2 mL/kgBW intraperitonially and then their blood was drawn after 24 hours. Group II (negative control) was given olive oil dose 2 mL/kgBB intraperitonially and then had their blood drawn after 6 hours. Group III (treatment control) was given Sonchus

arvensis L. herbs infusion treatment and their blood drawn after 6 hours. Group

IV - VI (treatment groups) were given pre-treatment with dose 0.375, 0.75, and 1.5 g/kgBW, then 6 hours after treatment given carbon tetrachloride at a dose of 2 mL/kgBW intraperitonially. On 24 hours, the blood drawn through rat’s eyes

sinus orbitalis. The ALT and AST data were analyzed with Saphiro-Wilk to see

the data distribution and One Way ANOVA to determine the serum activity differences for each group.

The result of the research shown that the effect of hepatoprotective

Sonchus arvensis L. herbs infusion with hepatoprotective percentage of ALT

serum for doses 0.375, 0.75, and 1.5 g/kgBB were 64.09, 57.27, and 93.72%. The hepatoprotective percentage of AST serum are 25.99, 49.23, and 90.72%. Based on those data, the most effective dose of herbs Sonchus arvensis L. in short term peiod is 1.5 g/kgBW.

Keywords: infusion, herbs, Sonchus arvensis L., hepatoprotective, ALT, AST, carbon tetrachloride, short-term.

(19)

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Hati merupakan organ terbesar dalam rangka abdomen yang memiliki peran yang sangat kompleks untuk mempertahankan hidup. Hati juga mempunyai kemampuan menetralkan atau mendetoksifikasi zat-zat kimia dan dengan demikian sangat berpotensi mengalami kerusakan akibat paparan bahan-bahan toksik (Sari, Indrawati, dan Djing, 2008). Kerusakan hati dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia beracun serta obat-obatan tertentu, dan telah menjadi masalah toksikologi yang serius (Syaifuddin, 2006).

Kerusakan hati yang terjadi dapat berupa nekrosis, perlemakan hati atau infeksi akibat virus patogen. Menurut WHO (2013), 500 juta penduduk dunia terkena infeksi virus hepatitis B atau C, yang setiap tahunnya adalah membunuh 1,5 juta manusia. Prevalensi perlemakan hati di Indonesia sendiri sebesar 30,6% (Sofia, Nurdjanah, dan Ratnasari, 2009).

Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan tumbuhan dan sebagian besar diantaranya merupakan jenis tumbuhan yang kaya akan khasiat sebagai obat herbal. Obat tradisional dengan efektivitas yang lebih baik dan efek samping yang lebih sedikit dalam terapi telah menggantikan berbagai obat sintetis dalam sistem pengobatan alopatik modern (Sakhtivel and Guruvayoorappan, 2012). Salah satu tanaman herbal yang cukup dikenal di Indonesia ada Sonchus

(20)

glikosida flavonoid dan monoasil galaktosilgliserol (Xu, Sun, Sun, Qiu, Liu, Jiang, and Yuan, 2008). Kandungan antioksidan yang terdapat dalam Sonchus

arvensis L. cukup tinggi untuk dapat menangkap radikal bebas yang dapat

merusak organ hati. Pembentukan radikal bebas yang berlebihan akan mengakibatkan stress oksidatif yang dapat menimbulkan gangguan pada hati (Agoes, 2010).

Penelitian ini menggunakan infusa herba Sonchus arvensis L. dengan pemberian jangka pendek. Teknik infusa yang dilakukan dengan perebusan dengan air ini merupakan teknik sederhana yang umum digunakan masyarakat untuk memperoleh khasiat suatu tanaman herbal. Teknik penyarian dengan perebusan ini umumnya digunakan dalam pembuatan obat tradisional seperti jamu. Penyarian dengan infundasi akan menarik senyawa polar sperti flavonoid. Selain itu, flavonoid serta fenolik yang susah larut air atau semipolar juga akan tersari dengan adanya proses pemanasan. Dengan teknik infundasi diharapkan senyawa-senyawa ini tersari dan dapat memberikan efek hepatoprotektif. Penelitian dengan pemberian jangka pendek dilakukan untuk melihat bagaimana pengaruh praperlakuan infusa herba Sonchus arvensis L. enam jam sebelum induksi hepatotoksin terhadap aktivitas ALT-AST di hati. Penelitian dengan jangka pendek ini dapat membantu mengetahui apakah konsumsi herba Sonchus

arvensis L. dapat menurunkan aktivitas ALT-AST dalam waktu relatif singkat.

ALT dan AST merupakan indikator yang umum digunakan untuk mengukur kerusakan hati. Menurut Sari (2008), ALT merupakan indikator yang lebih spesifik untuk kerusakan hati dan lebih banyak terdapat di hati dibandingkan

(21)

dengan AST. AST tidak hanya berada di hati, tetapi juga di otot jantung, otot rangka ginjal pancreas, otak, paru-paru, sel darah putih dan sel darah merah. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian terkait aktivitas infusa herba

Sonchus arvensis L. sebagai hepatoprotektif dengan pemberian jangka pendek

pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida dan mengetahui dosis optimum pemberian infusa yang dapat memberikan efek optimal dalam melindungi hati.

1. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka dapat dirumuskan perumusan masalah sebagai berikut.

a. Apakah pemberian jangka pendek infusa herba Sonchus arvensis L. Memiliki pengaruh hepatoprotektif terhadap aktivitas serum ALT-AST pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida?

b. Berapakah dosis efektif pemberian jangka pendek infusa herba Sonchus

arvensis L. pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon

tetraklorida? 2. Keaslian penelitian

Sejauh studi pustaka yang dilakukan oleh peneliti, penelitian tentang efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek infusa herba Sonchus arvensis L. terhadap aktivitas serum ALT-AST tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida belum pernah dilakukan.

Penelitian serupa tentang efek hepatoprotektif Sonchus arvensis L. yang pernah dilakukan adalah meneliti efek hepatoprotektif ekstrak metanol

(22)

Sonchus arvensis L. yang dilakukan oleh Alkhreaty, Khan, Khan, and

Sahreen, dalam “CCl4 induced genotoxicity and DNA oxidative damages in rats: hepatoprotective effect of Sonchus arvensis” (2014).

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru mengenai efek hepatoprotektif dari infusa herba Sonchus arvensis L. dengan pemberian jangka pendek.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat luas mengenai dosis pemberian infusa herba Sonchus arvensis L. yang paling baik.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas hepatoprotektif infusa herba Sonchus arvensis L. dengan pemberian jangka pendek.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui apakah pemberian jangka pendek infusa herba Sonchus

arvensis L. dapat memberikan efek hepatoprotektif terhadap aktivitas

AST-ALT tikus jantan yang diinduksi karbon tetraklorida.

b. Mengetahui dosis efektif pemejanan jangka pendek infusa herba Sonchus

arvensis L. yang dapat memberikan efek hepatoprotektif yang optimal

(23)

5

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Herba Sonchus arvensis L.

1. Deskripsi tanaman

Gambar 1. Sonchus arvensis L.

Herba Sonchus arvensis L. masuk ke dalam famili Asteraceae. Nama lain untuk tumbuhan ini, di Jawa disebut dengan ga-ling; di Sunda disebut rayana, jombang, jombang lalakina, lempung, lampenas; di Jawa Tengah disebut tempuyung; di China disebut Niu she tou; di Perancis disebut laiton des champs; di Inggris disebut sow thistle. Tempuyung tumbuh di tempat terbuka yang terkena sinar matahari atau sedikit terlindung seperti tebing-tebing, tepi saluran air atau tanah terlantar, kadang ditanam sebagai tanaman obat. Tanaman yang berasal dari Eurasia ini ditemukan pada daerah yang banyak turun hujan pada ketinggian 50-1650 mdpl. Tempuyung merupakan tanaman terna tahunan, tegak, akar tunggang yang kuat. Batang berongga dan berusuk. Daun tunggal, bagian bawah tumbuh berkumpul pada pangkat roset akar. Helai daun berbentuk

(24)

lanset atau lonjong, ujung runcing, pangkal bentuk jantung, tepi berbagi menyirip tidak teratur, panjang 6-48cm, lebar 3-12cm, warnanya hijau muda. Daun yang keluar dari tangkai bunga bentuknya lebih kecil dengan pangkal memeluk batang, letak berjauhan, berseling. Perbungaan berbentuk bonggol yang tergabung dalam malai, bertangkai, mahkota bentuk jarum, warnanya kuning cerah, lama kelamaan menjadi merah kecokelatan. Buah kotak, berusuk lima, bentuknya memanjang sekitar 4mm, pipih, berambut, cokelat kekuningan. Tumbuhan ini sangat beranekaragam. Yang berdaun kecil disebut lempung, dan yang berdaun besar dengan tinggi mencapai 2meter disebut rayana. Batang muda dan daun walaupun rasanya pahit bisa dimakan sebagai lalap. Perbanyakan dengan biji (Manganti dan Irena, 2011). Herba Sonchus arvensis L. dapat dilihat pada Gambar 1.

2. Klasifikasi tanaman

a. Klasifikasi Sonchus arvensis L.

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliosida

Anak kelas : Asteridae

Bangsa : Asterales

Suku : Asteraceae

Marga : Sonchus

(25)

b. Nama daerah :Tempuyung (Jawa Tengah); ga-ling (Jawa);

rayana, jombang, jombang lalakina, lempung, lampenas (Sunda).

c. Nama asing : Niu she tou (China; laiton des champs (Perancis); sow thistle (Inggris).

(Manganti dan Irena, 2011). 3. Kandungan kimia

Secara kimia tanaman tempuyung mengandung alfa-laktoserol, beta-laktoserol, manitol, inositol, silika, kalium, flavonoid dan taraksasterol, sedangkan kandungan utama daunnya adalah ion-ion mineral (silika, kalium, magnesium, dan natrium) dan senyawa organik (flavonoid, kumarin, taraksasterol, inositol, dan asam fenolat) sementara kandungan utama akarnya adalah senyawa flavonoid, apigenin 7-0 glukosida (Manganti dan Irena, 2011). Senyawa flavonol, glikosida flavonoid dan monoasil galaktosilgliserol telah diisolasi dari tempuyung (Xu et. al., 2008).

Penelitian yang dilakukan oleh Khan (2012) juga menunjukkan kandungan flavonoid dan fenolik yang tinggi pada herba Sonchus

arvensis L.. Serbuk Sonchus arvensis L. mengandung senyawa orientin,

kamferol, mirisetin, hiperusida, katekin dan kuersetin yang dapat terdeteksi dalam ekstrak metanol-asam hidroklorida 25% dengan KCKT pada panjang gelombang 220 nm detektor UV-Vis.

4. Kegunaan herba Sonchus arvensis L.

Kelompok genus Sonchus telah digunakan sebagai obat turun-temurun di China untuk mengatasi demam dan inflamasi. Selain itu, juga sering digunakan untuk detoksifikasi dan juga melancarkan peredaran

(26)

darah. Tanaman itu sendiri memiliki kelebihan lainnya, yakni nikmat dikonsumsi dan mudah ditanam untuk mengobati gangguan pada payudara, asma, batuk, dan gangguan pernapasan lainnya. Sonchus

arvensis L. ini juga bersifat insektisidal dan memiliki aktivitas anti

inflamasi (Xu, et al., 2008). Sonchus arvensis L. telah digunakan secara tradisional untuk mengobati batu ginjal, batu empedu, disentri, hemoroid,

gout arthritis, apendisitis, mastitis, hipertensi, luka bakar dan memar

(Alkhreaty, et al., 2014).

B. Hepar 1. Anatomi dan fisiologi hepar

Hepar adalah kelenjar terbesar dalam tubuh manusia, dengan berat 1,5 kg atau 1500 g. Bagian superior dari hepar cembung dan terletak di bawah kubah kanan diafragma. Bagian inferior hepar cekung dan dibawahnya terdapat ginjal kanan, gaster, pankreas, dan usus. Hepar dibagi menjadi dua lobus, yaitu lobus kiri dan kanan (Baradero, Dayrit, dan Siswandi, 2005). Setiap lobus dari hepar dibagi dalam struktur-struktur yang disebut lobulus. Lobulus ini adalah mikroskopik yang merupakan unit fungsional dari hepar yang bersegi enam atau heksagonal. Di dalam lobules terdapat sel-sel hepar (hepatosit) yang tersusun seperti lapisan-lapisan plat dan berbentuk sinar dan mengelilingi hepatikum. Setiap segi dari lobulus terdapat cabang-cabang vena porta, arteria hepatica, dan kanalikuli empedu. Diantara deretan sel-sel hepar yang berbentuk seperti sinar, terdapat sinusoid yang membawa darah dari cabang-cabang vena porta dan arteria hepatica ke vena hepatica. Sel-sel fagosit yang disebut sel Kupffer terdapat pada dinding sinusoid. Sel-sel

(27)

Kupffer ini menelan eritrosit dan leukosit yang mati, mikroorganisme, dan benda asing yang masuk ke dalam hepar (Baradero, dkk., 2005). Rusaknya beberapa sel hati, atau bahkan sekelompok kecil dapat mengalami perbaikan tanpa gangguan arsitektur. Kerusakan sel hati yang luas yang terjadi disertai kerusakan arsitekturnya, akan disembuhkan dengan pembentukan jaringan parut dan regenerasi noduler sel-sel hati, sehingga terjadi sirosis (Sarjadi, 1994).

Fungsi utama hepar adalah untuk metabolisme bahan makanan seperti karbohidrat, protein dan lemak. Hepar juga berfungsi untuk menyimpan vitamin, besi dan tembaga, juga sebagai tempat konjugasi dan ekskresi steroid adrenal dan gonad serta detoksifikasi zat endogen dan eksogen. Fungsi detoksifikasi ini dilakukan oleh enzim-enzim hati yang melakukan oksidasi, reduksi dan hidrolisis atau konjugasi zat-zat yang membahayakan dan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif (Price dan Wilson, 2005).

Hepar memiliki struktur seragam yang memiliki kelompok sel yang dipersatukan oleh sinusoid. Sel-sel hepar mendapat suplai darah dari vena portae hepatis yang kaya akan makanan dan tidak mengandung oksigen, namun terkadang bersifat toksik, serta dari arteri hepatika yang mengandung oksigen. Sistem peredaran darah yang tidak biasa ini dapat menyebabkan sel-sel hepar mendapatkan suplai darah yang relatif kurang oksigen yang mengakibatkan hepar memiliki potensi besar untuk mengalami kerusakan dan juga penyakit (Wibowo dan Paryana, 2009).

(28)

2. Kerusakan hepar

Jenis-jenis kerusakan hepar yang dapat terjadi adalah sebagai berikut. a. Perlemakan hati (Steatosis)

Perlemakan hati atau steatosis ditunjukkan dengan adanya akumulasi lipid yang tidak normal pada sel-sel hati, umumnya penumpukan trigliserida. Jenis toksikan yang dapat menyebabkan perlemakan beragam dengan mekanisme yang berbeda-beda. Umumnya akumulasi lipid berhubungan dengan gangguan sintesis atau sekresi lipoprotein (Hodgson, 2010).

b. Cholestasis

Kolestasis terjadi karena penekanan atau penghentian aliran empedu. Inflamasi atau penyumbatan saluran empedu disebabkan oleh retensi garam empedu serta akumulasi bilirubin yang akan menyebabkan penyakit kuning (jaundice). Kolestasis juga terjadi karena adanya perubahan membran permeabilitas hepatosist atau canaliculi empedu. Senyawa/bahan kimia memiliki efek pada permeabilitas membran dan mengganggu gradien Na+ dan K+ dapat menyebabkan kolestasis (Hodgson, 2010).

c. Fibrosis dan sirosis

Senyawa kimia hepatotoksik dapat menyebabkan kerusakan hepatosit yang mengakibatkan fibrosis hati. Fibrosis ditandai oleh deposisi kolagen, proteoglikan, glikoprotein dan bahkan fibrosis kronis terjadi pada pembentukan matriks ekstraseluler (ECM). Fibrosis yang luas dapat

(29)

merusak bentuk hati dan mengganggu aliran darah yang akan mengakibatkan kerusakan hati bersifat irreversibel (Hodgson 2010).

Sirosis terjadi akibat paparan senyawa yang bersifat hepatotoksik yang ditandai dengan fibrosis yang meluas dan terbentuk jaringan parut. Kerusakan yang beranjut dapat menyebabkan gagal hati (Hodgson, 2010). d. Nekrosis

Nekrosis menunjukkan kematian sel hepatosit yang biasanya terjadi pada kerusakan akut. Nekrosis dapat terjadi pada bagian tertentu sel hepatosit (focal necrosis) atau menyerang keseluruhan lobus hepar atau disebut massive necrosis (Hodgson, 2010).

e. Hepatitis

Hepatitis merupakan inflamasi pada hepar yang umumnya disebabkan oleh infeksi virus (Hodgson, 2010).

f. Karsinogenesis

Tipe umum dari kanker hepar seperti karsinoma. Beberapa kasus karsinogenesis disebabkan oleh karsinogen seperti aflatoksin, cycasin dan safrole serta penggunaan obat-obat kimia sintetik (Hodgson, 2010).

C. Hepatotoksin

Obat dan senyawa yang dapat menyebabkan kerusakan hati dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai dapat diramalkan (dengan kejadian tinggi) dan tidak dapat diramalkan (dengan kejadian rendah). Hepatotoksin teramalkan adalah suatu senyawa atau obat yang mempengaruhi sebagian besar individu, yang akan memberikan efek toksik jika ditelan dalam jumlah yang cukup. Jenis hepatotoksin

(30)

ini bergantung pada jumlah dosis yang diberikan. Contoh senyawa hepatotoksin teramalkan, yaitu parasetamol (asetaminofen), karbon tetraklorida, salisilat, tetrasiklin dan metrotexat. Hepatotoksin tidak dapat diramalkan adalah senyawa atau obat yang hanya akan memberikan efek toksik pada orang-orang tertentu, dan tidak tergantung pada dosis pemberian. Contoh senyawa jenis ini, yaitu klorpromazin, halotan dan isoniazid (Forrest, 2006). Kerusakan hati dapat diakibatkan karena toksisitas langsung oleh obat atau metabolitnya, atau mungkin sebagai tanggapan idiosinkrasi pada orang yang mempunyai gen khusus yang mempengaruhinya. Masa laten antara mulai terapi dan permulaan penyakit hati membantu mencari etiologinya (Soriano, 2008).

D. Karbon Tetraklorida

Karbon tetraklorida (CCl4) merupakan salah satu senywa golongan halometana yang biasa digunakan dalam penelitian-penelitian sebagai senyawa selektif untuk induksi kerusakan hati. Induksi dari senyawa CCl4 akan menghasilkan senyawa radikal reaktif yang mengaktivasi kerusakan sel (Sen, Sahin, Agus, Bayav, Sevim, and Semiz, 2007). Senyawa ini tidak berwarna, berbau aromatis, tahan pada suhu ruangan. Kelarutan senyawa dalam air 793 mg/L pada suhu 25oC (Department of Health and Human Services, 2011).

Karbon tetraklorida (CCl4) merupakan senyawa kimia yang bersifat lebih ekstensif dalam merusak hepar jika dibandingkan dengan senyawa kimia lainnya. CCl4 dikonversi menjadi triklorometil (CCl3•) dan kemudian diubah menjadi radikal triklorometilperoksi (CC3O2•) yang bersifat lebih reaktif. Nekrosis yang terjadi karena CCl4 yang paling parah terjadi pada centrilobular sel hati yang

(31)

banyak mengandung isoenzim CYP dalam konsentrasi tinggi yang bertanggung jawab mengaktifkan CCl

gambar 2, ikatan kovalen dari radikal bebas triklorometil

akan memulai penghambatan sekresi lipoprotein yang bertanggungjawab terhadap transport lipid keluar hepatosit d

sehingga menyebabkan perlemakan hati (steatosis).

membentuk radikal triklorometilperoksi yang menjadi penyebab awal terjadinya peroksidasi lipid (Timbrell, 200

enzim gluthation (GSH) membentuk

intermediet yang bersifat reaktif dan dapat bereaksi dengan makromolekul seluler untuk menginduksi terjadinya kerusakan sel (Hodgson, 2010).

Gambar 2. Mekanisme toksisitas karbon tetraklorida

Aminotransferase merupakan gugus enzim yang mengkatalis interkonversi asam-asam amino menjadi 2

meliputi serum Serum Glutamic Oxaloacetic Tra disebut aspartate transferase

banyak mengandung isoenzim CYP dalam konsentrasi tinggi yang bertanggung mengaktifkan CCl4 (Hodgson, 2010). Seperti yang dapat dilihat pada 2, ikatan kovalen dari radikal bebas triklorometil dengan makromolekul akan memulai penghambatan sekresi lipoprotein yang bertanggungjawab terhadap transport lipid keluar hepatosit dan menyebabkan lipid terakumulasi di hepatosit, sehingga menyebabkan perlemakan hati (steatosis). Reaksi dengan oksigen membentuk radikal triklorometilperoksi yang menjadi penyebab awal terjadinya peroksidasi lipid (Timbrell, 2000). Radikal triklorometil yang bereaksi dengan

(GSH) membentuk phosgene. Metabolit ini merupakan intermediet yang bersifat reaktif dan dapat bereaksi dengan makromolekul seluler untuk menginduksi terjadinya kerusakan sel (Hodgson, 2010).

Gambar 2. Mekanisme toksisitas karbon tetraklorida

E. ALT dan AST

Aminotransferase merupakan gugus enzim yang mengkatalis interkonversi asam amino menjadi 2-oxo-acid melalui transfer gugus-gugus amino yang

Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT

ransferase (AST) dan Serum Glutamic Pyruvic Transaminase

banyak mengandung isoenzim CYP dalam konsentrasi tinggi yang bertanggung Seperti yang dapat dilihat pada dengan makromolekul akan memulai penghambatan sekresi lipoprotein yang bertanggungjawab terhadap an menyebabkan lipid terakumulasi di hepatosit, Reaksi dengan oksigen membentuk radikal triklorometilperoksi yang menjadi penyebab awal terjadinya ang bereaksi dengan . Metabolit ini merupakan intermediet yang bersifat reaktif dan dapat bereaksi dengan makromolekul seluler

Gambar 2. Mekanisme toksisitas karbon tetraklorida

Aminotransferase merupakan gugus enzim yang mengkatalis interkonversi gugus amino yang (SGOT) atau juga

(32)

(SGPT) atau juga disebut alanine transferase (ALT), dimana transfer gugus-gugus ini menjadi pertanda adanya kerusakan pada sel hati. ALT merupakan enzim sitosol yang diproduksi di dalam hati yang kadarnya akan meningkat bila terjadi kerusakan pada hati.

Kadar ALT dalam jumlah absolut lebih sedikit dari kadar AST, tetapi kadar ALT di dalam hati lebih banyak dari kadar AST di dalam hati. AST yang terdapat dalam mitokondria juga sitoplasma, selain diproduksi di hati juga diproduksi di jantung, otot rangka, dan ginjal, juga termasuk salah satu enzim penanda adanyaa kerusakan pada hati bila kadarnya meningkat (Satriani, 2009).

F. Metode Infundasi

Metode ekstrasi dapat dibedakan menjadi infundasi, maserasi, perlokasi, dan penyarian berkesinambungan. Metode maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada suhu kamar dan terlindungan dari cahaya (Sudarmaji, Haryono, dan Suhardi, 1989).

Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90oC selama 15 menit. Pembuatan infusa merupakan cara yang paling sederhana untuk membuat sediaan herbal dari bahan lunak. Sediaan cair infusa dapat dikonsumsi panas atau dingin. Sediaan herbal yang mengandung minyak atsiri akan berkurang khasiatnya apabila tidak menggunakan penutup pada pembuatan infusa (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2010).

(33)

G. Landasan Teori

Hati merupakan salah satu organ penting dalam tubuh manusia karena peran matabolisme dan detoksifikasi racun dalam tubuh. Kerusakan sel-sel hepatosit dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding sel dan melepaskan enzim-enzim transaminase menuju aliran darah. Kerusakan sel hati dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu (Dongare, Dhande, and Kadam, 2013).

Karbon tetraklorida (CCl4) adalah zat hepatotoksik yang sering digunakan dalam penelitian yang berkaitan dengan hepatotoksisitas. CCl4 dapat menyebabkan kerusakan pada hati yang disebabkan oleh radikal bebas triklorometil, CCl4 memerlukan aktivasi metabolisme terutama oleh enzim sitokrom P450 di hati. Aktivasi tersebut akan mengubah CCl4 menjadi metabolit yang lebih toksik, sehingga dapat menyebabkan keruskan hati pada hewan coba dan manusia. Pembentukan radikal bebas yang berlebihan akan mengakibatkan stress oksidatif yang dapat menimbulkan gangguan pada hati (Tappi, Lintong, and Loho, 2013).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Khan (2012) terhadap aktivitas antioksidan dan sitolitik, tanaman Sonchus arvensis L. memiliki aktivitas antioksidan yang kuat. Salah satu cara penggunaan tempuyung ini adalah merebus daun atau seluruh tumbuhan sebanyak 15-60 g, lalu diminum (Agoes, 2010,). Penyarian dengan infundasi akan menarik senyawa polar seperti flavonoid. Selain itu, flavonoid serta fenolik yang susah larut air atau semipolar juga akan tersari dengan adanya proses pemanasan (Xu, Chen, Xhang, Jiang, Ye, 2008). Kandungan kimia yang terdapat dalam daun tempuyung kemungkinan besar senyawa-senyawa yang larut dalam air adalah kelompok mineral, karbohidrat dan

(34)

glikosida (luteolin-7-O-glukosida dan apigenin-7-O-glukosida). Kemungkinan juga akan terlarut sedikit senyawa kumarin (skopoletin), flavonoid bebas (kaempferol) dan aglikon dari glikosida (Chairul, Sumarny, dan Chairul, 2003). Senyawa flavonol, glikosida flavonoid dan monoasil galaktosilgliserol telah diisolasi dari tempuyung (Xu, Sun, Sun, Qiu, Liu, Jiang, dan Yuan, 2008), selain itu juga dikatakan bahwa kandungan dari tanaman ini dapat menghambat hepatotoksisitas karbon tetraklorida (CCl4) yang diberikan pada mencit jantan.

Serum transaminase adalah indikator yang peka terhadap kerusakan sel-sel hati. Hati yang mengalami nekrosis atau kehancuran akan menyebabkan kenaikan aktivitas transaminase pada serum. Enzim transaminase akan masuk dalam pembuluh darah dan membuat aktivitas transaminase dalam darah meningkat, lebih tinggi dari aktivitas normalnya (Hartono, Nurwanti, Ikasari, dan Wiryanto, 2005).

H. Hipotesis

Pemberian jangka pendek infusa herba Sonchus arvensis L. memiliki efek hepatoprotektif pada tikus jantan yang terinduksi karbon tetraklorida.

(35)

17

BAB III

MEODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek infusa herba Sonchus arvensis L. terhadap aktivitas serum ALT-AST pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida merupakan jenis penelitian eksperimantal murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel utama

a. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini variasi dosis pemejanan infusa herba

Sonchus arvensis L.

b. Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah efek hepatoprotektif infusa herba Sonchus arvensis L. yang ditandai dengan penurunan aktivitas serum ALT-AST (U/I) tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida setelah pemberian infusa herba Sonchus arvensis L. jangka pendek.

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali

Variabel pengacau yang dalam penelitian ini adalah kondisi hewan uji yang digunakan, yaitu tikus jantan galur Wistar dengan berat badan ± 150-250g, umur 2-3 bulan, variasi dosis pemberian secara per oral infusa

(36)

herba Sonchus arvensis L. dan bahan uji berupa serbuk kering herba

Sonchus arvensis L. Cara pemberian hepatotoksin secara intraperitonial

dengan selang waktu pemberian infusa herba Sonchus arvensis L. selama enam jam yang diberikan secara per oral.

b. Variabel pengacau tak terkendali

Variabel pengacau tak terkendali pada penelitian ini adalah kondisi patofisiologis dari hewan uji, yaitu tikus jantan galur Wistar.

3. Definisi operasional

a. Herba Sonchus arvensis L.

Didefinisikan semua bagian tumbuhan di atas tanah (batang, daun, bunga, dan buah) Sonchus arvensis L.

b. Infusa herba Sonchus arvensis L.

Infusa herba Sonchus arvensis L. adalah sediaan cair infundasi herba

Sonchus arvensis L. dengan konsentrasi 15%.

c. Efek hepatoprotektif

Efek hepatoprotektif didefinisikan sebagai kemampuan infusa herba

Sonchus arvensis L. melindungi hati dari hepatotoksin yang ditandai

dengan penurunan aktivitas ALT-AST pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

d. Jangka pendek

Didefinisikan sebagai selang waktu pemberian hepatotoksin karbon tetraklorida (CCl4) diberikan pada waktu 6 jam setelah pemberian infusa herba Sonchus arvensis L.

(37)

e. Dosis efektif

Didefinisikan sebagai sejumlah gram per kilogram berat badan (g/kgBB) infusa herba Sonchus arvensis L. terkecil yang memiliki persen hepatoprotektif dari aktivitas ALT-AST yang paling mendekati 100% proteksi hati.

C. Bahan Penelitian

1. Bahan utama

a. Bahan uji herba Sonchus arvensis L. yang diperoleh dari daerah Cangkringan, Kaliurang, Sleman, Yogyakarta.

b. Hewan uji yang digunakan adalah tikus jantan galur Wistar dengan umur 2-3 bulan, berat badan ± 150-250 g yang diperoleh dari Laboratorium Imono Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bahan kimia

a. Pelarut infusa yang digunakan adalah aquadest yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida (Merck ®).

c. Kontrol negatif dan pelarut hepatotoksin yang digunakan adalah olive oil yang diperoleh dari PT. Brataco Chemika, Yogyakarta.

d. Blanko pengukuran aktivitas serum ALT-AST menggunakan aqua

bidestilata yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas

(38)

e. Reagen ALT Reagen yang digunakan adalah reagen ALT DiaSys. Komposisi dan konsentrasi dari reagen ALT adalah sebagai berikut (Tabel I.)

Tabel I. Komposisi dan konsentrasi reagen ALT

Komposisi pH Konsentrasi

R1 : TRIS 7,15 140 mmol/L

L-Alanine 700 mmol/L

LDH (lactate dehydrogenase) ≥2300 U/L

R2 : 2-Oxoglutarate 85 mmol/L

NADH 1 mmol/L

Pyroxidal-5 phospate FS: Good’s buffer

Pyridoxal-5-phosphate 9,6 pH 100 mmol/L 13 mmol/L

f. Reagen AST yang digunakan adalah reagen AST DiaSys. Komposisi dan konsentrasi dari reagen AST adalah sebagai berikut (Tabel II.)

Tabel II. Komposisi dan konsentrasi reagen AST

Komposisi pH Konsentrasi

R1 : TRIS 7,15 140 mmol/L

L-Aspartate 700 mmol/L

MDH (malate dehydogenase) ≥800 U/L

LDH (lactate dehydrogenase) ≥1200 U/L

R2 : 2-Oxoglutarate 65 mmol/L NADH 1 mmol/L Pyroxidal-5 phospate FS: Good’s buffer Pyridoxal-5-phosphate pH 9,6 100 mmol/L 13 mmol/L D. Alat Penelitian 1. Alat infundasi

Alat-alat infundasi yang digunakan terdiri dari alat-alat gelas berupa Beaker

(39)

enamel, timbangan analitik, termometer,

air.

2. Alat uji hepatoprotektif

Alat-alat yang digunakan dalam menguji efek hepatoprotektif yaitu s alat gelas berupa Beaker glass

pipet tetes, batang pengaduk

Centurion Scientific®

1cc, pipa kapiler, tabung

stopwatch, blue tip

1. Determinasi herba

Determinasi serbuk kering herba

bagian Biologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

2. Pembuatan serbuk kering herba

Herba tempuyung berupa bagian batang, daun, dan bunga tanpa bagian akar sebanyak 20 kg dicuci bersih dengan air mengalir dan

selama 12 jam hingga tampak tidak basah lagi. Kemudian tanaman di potong potong menggunakan pisau hingga berukuran 5

potong-potong dikeringkan pada oven untuk menguapkan air pada suhu 50 selama 4-5 hari. Set

menggunakan ayakan nomor 40.

, timbangan analitik, termometer, stopwatch, kain flannel

2. Alat uji hepatoprotektif

alat yang digunakan dalam menguji efek hepatoprotektif yaitu s

Beaker glass, gelas ukur, labu ukur, tabung reaksi,

pipet tetes, batang pengaduk (Pyrex Iwaki Glass®),mikropipet, sentrifuge

Centurion Scientific®, vortex Genie Wilten®, spuit injeksi peroral dan syringe

1cc, pipa kapiler, tabung eppendorf, Vitalab mikro (Microlab

blue tip dan yellow tip.

E. Tata Cara Penelitian

Determinasi herba

Determinasi serbuk kering herba Sonchus arvensis L.

bagian Biologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada

Pembuatan serbuk kering herba Sonchus arvensis L.

Herba tempuyung berupa bagian batang, daun, dan bunga tanpa bagian akar sebanyak 20 kg dicuci bersih dengan air mengalir dan diangin

selama 12 jam hingga tampak tidak basah lagi. Kemudian tanaman di potong potong menggunakan pisau hingga berukuran 5-10 cm. Tanaman yang sudah di

potong dikeringkan pada oven untuk menguapkan air pada suhu 50 5 hari. Setelah kering, tanaman digiling hingga hancur,

menggunakan ayakan nomor 40.

flannel, dan penangas

alat yang digunakan dalam menguji efek hepatoprotektif yaitu seperangkat tabung reaksi, pipet ukur, ,mikropipet, sentrifuge , spuit injeksi peroral dan syringe , Vitalab mikro (Microlab-200 Merck®),

dilakukan oleh bagian Biologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada

Herba tempuyung berupa bagian batang, daun, dan bunga tanpa bagian diangin-anginkan selama 12 jam hingga tampak tidak basah lagi. Kemudian tanaman di

potong-10 cm. Tanaman yang sudah di potong dikeringkan pada oven untuk menguapkan air pada suhu 50o C elah kering, tanaman digiling hingga hancur, lalu diayak

(40)

3. Penetapan kadar air serbuk kering herba Sonchus arvensis L.

Serbuk kering herba Sonchus arvensis L. yang telah diayak melewati mesh 40, dimasukkan ke dalam alat moisture balance ± 5 g kemudian diratakan. Bobot serbuk kering daun tersebut ditimbang sebagai bobot sebelum pemanasan (bobot A), setelah itu dipanaskan pada suhu 105°C selama 15 menit. Serbuk kering herba Sonchus arvensis L. yang telah dipanaskan kemudian ditimbang kembali dan dihitung sebagai bobot setelah pemanasan (bobot B). Kemudian dilakukan perhitungan terhadap selisih bobot A dan bobot B yang merupakan kadar air serbuk herba Sonchus arvensis L.

4. Pembuatan infusa herba Sonchus arvensis L.

Sebanyak 7,5 g serbuk kering herba Sonchus arvensis L. dibasahi dengan aquadest hingga dua kali bobot serbuk (15 ml) kemudian dicampur dalam 50,0 ml pelarut aquadest sehingga aquadest yang digunakan sebanyak 65,0 ml. campuran dipanaskan pada suhu 90oC selama 15 menit dalam panci enamel agar pemanasannya merata. Waktu 15 menit mulai dihitung ketika suhu campuran sudah mencapai 90oC dan dijaga suhunya selama 15 menit. Setelah 15 menit dipanaskan dengan suhu 90oC, campuran diambil dan disaring serta diperas menggunakan kain flannel, dimasukkan ke dalam labu ukur hingga didapatkan 50 ml larutan infundasi herba Sonchus arvensis L.. Dengan demikian, diperoleh infusa herba dengan konsentrasi 15%.

(41)

5. Penetapan dosis infusa herba Sonchus arvensis L.

Dasar penetapan peringkat dosis adalah bobot tertinggi tikus, konsentrasi maksimum ekstrak dan pemberian cairan secara peroral separuhnya, yaitu 2,5 ml. Penetapan dosis tertinggi infundasi herba Sonchus arvensis L. adalah : D x BB = C x V

D x BB tertinggi tikus ( kg/BB) = C ekstrak (mg/ml) x 2,5ml D = x mg/kg BB

Dua dosis lainnya diperoleh dengan menurunkan 2 dan 4 kalinya dari dosis tertinggi.

6. Pembuatan larutan karbon tetraklorida dalam olive oil

Pembuatan larutan tetraklorida dilakukan dengan perbandingan volume karbon tetraklorida dan pelarut sebesar 1:1. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan karbon tetraklorida adalah olive oil. Karbon tetraklorida dilarutkan dalam volume yang sama dengan olive oil.

7. Uji pendahuluan.

a. Penetapan dosis hepatotoksin CCl4.

Pemilihan dosis CCl4 dilakukan untuk mengetahui pada dosis berapa CCl4 bisa menyebabkan kerusakan hati tikus yang ditandai dengan peningkatan aktivitas ALT-AST serum paling tinggi tetapi tidak menimbulkan kematian.

b. Penetapan waktu pencuplikan darah

Waktu pencuplikan darah didapatkan dengan melakukan orientasi dengan hewan uji. Ketiga ekor tikus uji diberikan dosis karbon

(42)

tetraklorida. Dari hewan uji diambil darah pada jam ke-0, 24, dan 48 setelah pemejanan tetraklorida, kemudian diukur aktivitas ALT dan AST. 8. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji

Hewan percobaan yang dibutuhkan sebanyak 30 ekor tikus jantan dibagi secara acak dalam enam kelompok sama banyak. Kelompok I merupakan kontrol hepatotoksin CCl4 diberikan CCl4 dalam olive oil (1:1) dengan dosis 2 ml/kgBB secara intraperitonial. Kelompok II merupakan kontrol negatif yaitu pemberian olive oil 2 ml/kgBB secara intraperitonial. Kelompok III merupakan kontrol perlakuan yaitu pemberian infusa herba Sonchus arvensis L. secara per oral, enam jam kemudian diambil darahnya dan dilakukan pengukuran aktivitas ALT-AST. Kelompok IV-VI diberikan infusa herba Sonchus arvensis L., kemudian pada 6 jam setelah perlakuan diberikan dosis CCl4. Pada jam ke-24 setelah diberi CCl4, kelompok kontrol hepatotoksin, kontrol negatif dan kelompok variasi dosis diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis mata tikus, kemudian ditampung dalam Eppendorf yang kemudian disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 3500 rpm dan bagian supernatannya diambil untuk diukur aktivitas ALT-AST.

9. Pengukuran Aktivitas ALT-AST

Pengukuran aktivitas ALT-AST dilakukan dengan menggunakan alat

Micro-vitalab 200 yang telah divalidasi. Darah tikus yang sudah diambil

didiamkan selama 5-10 menit kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Serum diambil dan dipindahkan ke Eppendorf dan sentrifugasi lagi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit.

(43)

Serum diambil sebanyak 100 µl dan dicampur dengan 1000 µl reagen I, divortex dan didiamkan selama OT 2 menit, kemudian dicampur 500 µl reagen II lalu divortex dan OT 1 menit. Setelah OT 1 menit serum tersebut kemudian diukur dengan mikro-vitalab.

F. Tata Cara Analisis Hasil

Data aktivitas ALT-AST diperoleh dengan menggunakan uji Saphiro-Wilk sebagai uji normalitas untuk melihat distribusi data dan analisis varian untuk melihat homogenitas varian antar kelompoknya sebagai syarat analisis parametik. Jika data terdistribusi normal, dilanjutkan dengan uji ANOVA one

way dengan taraf kepercayaan 95% untuk melihat perbedaan masing-masing

kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe unntuk melihat perbedaan antara kelompok bermakna (p<0,05)atau tidak bermakna (p>0,05). Bila distribusi tidak normal, dilakukan analisis dengan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan aktivitas ALT-AST antar kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan Mann-Whitney untuk kebermaknaan perbedaan tiap kelompok.

Perhitungan persen efek hepatoprotektif terhadap hepatotoksin karbon tetraklorida diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

(1 −(aktivitas ALT serum pada kontrol CClସሻ − (aktivitas ALT serum pada perlakuanሻ (aktivitas ALT serum pada kontrol CClସ− kontrol ܱ݈݅ݒ݁ ݋݈݅ሻ

ሻ × 100%

(1 −(aktivitas AST serum pada kontrol CClସሻ − (aktivitas AST serum pada perlakuanሻ (aktivitas AST serum pada kontrol CClସ− kontrol ܱ݈݅ݒ݁ ݋݈݅ሻ

(44)

26

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian bertujuan untuk membuktikan efek hepatoprotektif infudasi herba tempuyung terhadap tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida. Untuk membuktikan hal tersebut maka dilakukan pengukuran aktivitas ALT-AST serum sebagai parameter kerusakan hepar.

A. Penyiapan Bahan

1. Determinasi herba Sonchus arvensis L.

Determinasi herba Sonchus arvensis L. dilakukan untuk memastikan bahwa herba yang digunakan dalam penelitian adalah benar herba Sonchus

arvensis L.. Determinasi herba Sonchus arvensis L. dilakukan oleh bagian Biologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Hasil yang diperoleh dari determinasi ini membuktikan bahwa herba yang digunakan dalam penelitian benar merupakan herba Sonchus arvensis L..

2. Pembuatan serbuk kering herba Sonchus arvensis L.

Pembuatan serbuk kering herba tempuyung dilakukan dengan proses pengumpulan bahan, pencucian, perajangan, pengeringan, penggilingan dan pengayakan. Herba berupa bagian batang, daun, dan bunga tanpa bagian akar dicuci bersih dengan air mengalir dan diangin-anginkan untuk menghilangkan pengotor yang ada pada permukaan bagian tanaman. Kemudian tanaman di potong-potong menggunakan pisau hingga berukuran 5-10 cm untuk mempermudah proses pengeringan dan penggilingan. Semakin tipis bahan

(45)

yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air, sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap. Tanaman yang sudah di potong-potong dikeringkan dengan tujuan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama. Setelah kering, tanaman digiling hingga hancur, lalu diayak kembali menggunakan ayakan nomor 40 (ukuran lubang ayakan 425 µm).

3. Penetapan kadar air serbuk herba Sonchus arvensis L.

Penetapan kadar air serbuk herba Sonchus arvensis L. ini bertujuan untuk mengetahui kandungan air dalam serbuk herba Sonchus arvensis L., sehingga dapat diketahui apakah serbuk herba yang digunakan memenuhi persyaratan serbuk yang baik atau tidak. Syarat serbuk yang baik menurut Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI yaitu memiliki kadar air kurang dari 10%. Penetapan kadar air serbuk herba Sonchus arvensis L. menggunakan alat moisture balance dengan metode gravimetri. Penetapan kadar air diawali dengan serbuk yang digunakan dipanaskan pada suhu 105°C selama 15 menit. Pemanasan pada suhu 105°C bertujuan untuk menguapkan kandungan air pada serbuk. Setelah serbuk dipanaskan, dilakukan penghitungan kadar air. Penghitungan kadar air dilakukan pada replikasi sebanyak 3 kali. Kadar air yang diperoleh pada serbuk herba Sonchus arvensis L. sebesar 6,86% yang menunjukkan bahwa serbuk yang digunakan memenuhi persyaratan serbuk yang baik karena kadar air kurang dari 10%.

(46)

4. Penetapan konsentrasi infusa

Penetapan konsentrasi maksimal infundasi dilakukan untuk menentukan dosis maksimal infusa herba Sonchus arvensis L.. Konsentrasi maksimal adalah konsentrasi dimana semua serbuk herba Sonchus arvensis L. terbasahi dan terendam oleh pelarut air. Hasil dari pembuatan infusa didapatkan konsentrasi maksimal sebesar 15% yang akan digunakan untuk menentukan dosis maksimal infusa herba Sonchus arvensis L..

B. Uji Pendahuluan

1. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida

Senyawa model hepatotoksin yang digunakan dalam penelitian adalah karbon tetraklorida. Tujuan dari penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida adalah untuk menentukan dosis karbon tetraklorida yang dapat menyebabkan kerusakan ringan, yaitu steatosis pada hati tikus yang ditandai dengan peningkatan aktivitas ALT dan didukung oleh peningkatan AST. Dosis hepatotoksin yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Murugesan, Sathiskumar, Jayabalan, Binupriya, Swaminantan and Yun (2009) yaitu 2 mL/kgBB yang dapat menyebabkan steatosis tanpa menyebabkan kematian hewan uji. Pelarut karbon tetraklorida yang digunakan adalah olive oil dengan perbandingan 1:1.

2. Penetapan waktu pencuplikan darah hewan uji

Penetapan waktu pencuplikan darah hewan uji dilakukan untuk mengetahui jangka waktu karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB memberikan efek hepatotoksik paling besar. Pemberian hepatotoksin

(47)

dilakukan melalui intraperitonial dengan maksud agar hepatotoksin terabsorbsi dengan cepat melalui rongga peritoneal sehingga dapat menimbulkan hepatotoksisitas dalam waktu singkat. Pencuplikan darah hewan uji dilakukan pada jam ke-0, 24, dan 48 melalui sinus orbitalis setelah diinduksi karbon tetraklorida dengan dosis 2 ml/kgBB secara intraperitonial kemudian dilakukan pengukuran aktivitas ALT dan AST. Data purata ALT dan AST pada jam ke-0, 24 dan 48 disajikan dalam tabel III.

Tabel III. Aktivitas serum ALT-AST setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada selang waktu 0,24,dan 48 jam Selang

Waktu (jam)

Purata Aktivitas Serum ALT±SE (U/I)

Purata Aktivitas Serum AST±SE (U/I)

0 54 ± 3,54 100,2 ± 9,9

24 198,4 ± 23,77 521,2 ± 90,69

48 74 ± 8,2 177,2 ± 17,15

Keterangan : SE = Standar Error

Berdasarkan tabel III aktivitas serum ALT dan AST pada jam ke-24 menunjukkan aktivitas yang paling tinggi dibandingkan dengan pencuplikan darah pada jam ke-0 dan ke-48. Aktivitas serum ALT mengalami kenaikan sebesar empat kali lipat dari aktivitas ALT pada jam ke-0. Begitu pula pada aktivitas AST, pada jam ke-24 mengalami kenaikan sebesar 5 kali lipat dibandingkan aktivitas serum pada jam ke-0. Pada jam ke-48, aktivitas serum ALT mengalami penurunan yang cukup signifikan. Dengan demikian tidak dilakukan pencuplikan pada jam ke-72 karena sudah diperoleh waktu dimana karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB memberikan kerusakan hati paling berat yaitu pada jam ke-24.

(48)

Data aktivitas ALT serum ALT dianalisis dengan uji Shapiro-Wilk dan didapatkan distribusi normal ( p>0,05) dan dengan levene test didapatkan variansi tidak homogen (p=0,033). Setelah itu dilanjutkan dengan uji Tamhane untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara jam ke-0, 24, dan 48. Hasil analisis statistik aktivitas serum ALT menunjukkan perbedaan bermakna (p<0,05) pada jam ke-0 dan jam ke-48 terhadap jam ke-24. Hasil analisis statistik aktivitas serum ALT pada jam ke-0 dan jam ke-48 menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p>0,05). Hal ini menjelaskan bahwa data statistik pada jam ke-24 mengalami peningkatan yang sangat tinggi, sedangkan pada jam ke-0 dan ke-48 aktivitas ALT memiliki aktivitas yang hampir sama dimana pada jam ke-48 terjadi penurunan aktivitas ALT yang signifikan hingga mendekati nilai normal. Dilihat dari histogram kenaikan aktivitas ALT, kenaikan paling tinggi terjadi pada jam ke-24. Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan hati paling besar terjadi pada jam ke-24 yang ditandai dengan puncak tertinggi aktivitas ALT pada jam ke-24 dibandingkan pencuplikan pada jam lainnya. Hasil statistik aktivitas serum ALT dapat dilihat pada tabel IV dan histogram kenaikan aktivitas ALT pencuplikan waktu setelah induksi karbon tetraklorida pada gambar 3.

Tabel IV. Perbedaan kenaikan aktivitas serum ALT setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada pencuplikan darah

jam ke-0, 24, dan 48

ALT Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48

0 BB BTB

24 BB BB

48 BTB BB

Keterangan : BB = Berbeda bermakna (p<0,05) BTB = Berbeda tidak bermakna (p>0,05)

(49)

Gambar 3. Histogram rata

karbon tetraklorida pada jam ke

Aktivitas s

ke-24, sama seperti yang terjadi pada kenaikan serum ALT. aktivitas AST pada jam ke

dibandingkan aktivitas AST pada pencuplikan jam ke

aktivitas AST tidak spesifik menggambarkan adanya kerusakan di hati karena dapat pula dikeluarkan melalui ot

aktivitas AST yang diuji dengan normal (p>0,05) dan dengan

(p=0,103). Analisis statistik dilanjutkan dengan analisis pola searah

ANOVA) untuk melihat kebermaknaan perbedaan aktivitas AST Scheffe. Pada pencuplikan jam ke

bermakna (p>0,05) dan pada hasil aktivitas AST pada jam ke menunjukkan perbedaan yang bermakna

Histogram rata-rata aktivitas serum ALT setelah induksi karbon tetraklorida pada jam ke-0, 24, dan 48.

Aktivitas serum AST yang paling tinggi terjadi pada pencuplikan jam 24, sama seperti yang terjadi pada kenaikan serum ALT.

aktivitas AST pada jam ke-24 mencapai kenaikan hingga lima kali aktivitas AST pada pencuplikan jam ke-0. Namun kenaikan aktivitas AST tidak spesifik menggambarkan adanya kerusakan di hati karena dapat pula dikeluarkan melalui otot atau organ lainnya. Hasil analisis data aktivitas AST yang diuji dengan Shapiro-Wilk menunjukkan data terdistribusi normal (p>0,05) dan dengan levene test menunjukkan variansi

(p=0,103). Analisis statistik dilanjutkan dengan analisis pola searah ) untuk melihat kebermaknaan perbedaan aktivitas AST

. Pada pencuplikan jam ke-0 dan ke-48 menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p>0,05) dan pada hasil aktivitas AST pada jam ke

menunjukkan perbedaan yang bermakna pada terhadap pencuplikan jam ke

rata aktivitas serum ALT setelah induksi 0, 24, dan 48.

jadi pada pencuplikan jam 24, sama seperti yang terjadi pada kenaikan serum ALT. Kenaikan 24 mencapai kenaikan hingga lima kalilipat Namun kenaikan aktivitas AST tidak spesifik menggambarkan adanya kerusakan di hati karena ot atau organ lainnya. Hasil analisis data menunjukkan data terdistribusi menunjukkan variansi homogen (p=0,103). Analisis statistik dilanjutkan dengan analisis pola searah (One Way ) untuk melihat kebermaknaan perbedaan aktivitas AST melalui uji 48 menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p>0,05) dan pada hasil aktivitas AST pada jam ke-0 dan 48 pada terhadap pencuplikan jam ke-24

(50)

(p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa data statistik pada jam ke mengalami peningkatan yang sangat tinggi, sedangkan pada jam ke

48 aktivitas AST memiliki aktivitas yang hampir sama dimana pada jam ke terjadi penurunan aktivitas AST yang signifikan hingga mendekati nilai normal.

Tabel V

induksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada pencuplikan darah

ALT

0 24 48

Keterangan :

Gambar 4. Histogram rata

karbon tetraklorida pada jam ke

Diagram batang aktivitas AST pada pencuplikan waktu jam ke

dan 48 setelah induksi karbon tetraklorida 2ml/kgBB menunjukkan peningkatan AST paling tinggi pada jam ke

pada jam ke-48 aktivitas serum AST sudah kembali mende

Hal ini menunjukkan bahwa data statistik pada jam ke mengalami peningkatan yang sangat tinggi, sedangkan pada jam ke

48 aktivitas AST memiliki aktivitas yang hampir sama dimana pada jam ke di penurunan aktivitas AST yang signifikan hingga mendekati nilai

Tabel V. Perbedaan kenaikan aktivitas serum AST setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada pencuplikan darah

jam ke-0, 24, dan 48

Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke

BB BB

BTB BB

BB = Berbeda bermakna (p<0,05) BTB = Berbeda tidak bermakna (p>0,05)

. Histogram rata-rata aktivitas serum AST setelah induksi karbon tetraklorida pada jam ke-0, 24, dan 48.

Diagram batang aktivitas AST pada pencuplikan waktu jam ke

dan 48 setelah induksi karbon tetraklorida 2ml/kgBB menunjukkan peningkatan AST paling tinggi pada jam ke-24. Hal ini menunjukkan bahwa

48 aktivitas serum AST sudah kembali mende

Hal ini menunjukkan bahwa data statistik pada jam ke-24 mengalami peningkatan yang sangat tinggi, sedangkan pada jam 0 dan ke-48 aktivitas AST memiliki aktivitas yang hampir sama dimana pada jam ke-ke-48

di penurunan aktivitas AST yang signifikan hingga mendekati nilai

. Perbedaan kenaikan aktivitas serum AST setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada pencuplikan darah

Jam ke-48

BTB BB

rata aktivitas serum AST setelah induksi 0, 24, dan 48.

Diagram batang aktivitas AST pada pencuplikan waktu jam ke-0, 24, dan 48 setelah induksi karbon tetraklorida 2ml/kgBB menunjukkan 24. Hal ini menunjukkan bahwa 48 aktivitas serum AST sudah kembali mendekati normal dan

Gambar

Tabel 1. Komposisi dan konsentrasi reagen ALT ...........................................
Gambar 1. Herba Sonchus arvensis L. ............................................................
Gambar 1. Sonchus arvensis L.
gambar  2,  ikatan  kovalen  dari  radikal  bebas  triklorometil
+7

Referensi

Dokumen terkait

sebagai pedoman kerja yang telah dimiliki yang meliputi: suasana kerja kondusif, perangkat kerja sesuai dengan tugas masing-masing sumber daya manusia telah tersedia,

Benih tomat varietas Ratna diinokulasi secara buatan dengan isolat Cmm kemudian dikecambahkan pada medium kertas, sementara sebagiannya ditumbuhkan di dalam pot, Bibit

Penelitian ini bertujuan 1) mengkaji pengaruh tata letak parit terhadap gerakan air lateral dari dalam parit ke tanah yang ditanami dan kelembaban tanah yang sesuai dengan sistem

4r dqditifituirn

Semula tanah milik masyarakat,dibeli oleh Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat ditanami sawah dengan plang nama kepemilikan Pemprov Jabar dicuri oleh masyarakat,lalu tanah

Kebijakan moneter yang dapat dilakukan untuk mecapai tujuan ini adalah mengurangi tingkat cadangan minimum, menurunkan tingkat bunga dan membeli surat-surat berharga dari

Dend dJsujav SEttr. ENGLISS

Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga yang telah. mendidik dan membekali ilmu pengetahuan dan para Staf Tata Usaha