• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH VIRGIN COCONUT OIL (VCO) TERHADAP LIBERASI SALEP KALIUM IODIDA. Muslim Suardi, Rostiar Nasrul, Aulia Rahman FakultasFarmasiUNAND

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH VIRGIN COCONUT OIL (VCO) TERHADAP LIBERASI SALEP KALIUM IODIDA. Muslim Suardi, Rostiar Nasrul, Aulia Rahman FakultasFarmasiUNAND"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH VIRGIN COCONUT OIL (VCO) TERHADAP LIBERASI

SALEP KALIUM IODIDA

Muslim Suardi, Rostiar Nasrul, Aulia Rahman

FakultasFarmasiUNAND

ABSTRACT

The influence of Virgin Coconut Oil (VCO) towards the release of potassium iodide from ointment base has been studied. The content of VCO in the base was varied with concentrations of 0, 10, 20, and 30%. A simple diffusion cell with a cellulose membrane was used to demonstrate the release kinetics of potassium iodide. The amount of potassium iodide released from the base was estimated as potassium, and measured at time intervals of 5, 10, 15, 30, 45, 60, 90, and 120 minutes using flame photometer. Results showed that formula containing 30% of VCO revealed the best liberation efficiency. Pearson-Correlation analysis exhibited that there was positive correlation between the concentration of VCO in the ointment base with the liberation efficiency of potassium iodide (r=0.985). The higher the content of VCO in the ointment base, the higher the amount of potassium iodide released (p<0.05).

PENDAHULUAN

Untuk mencapai efek farmakologis obat dalam suatu sediaan topikal yang digunakan, terlebih dahulu lepas (terliberasi) dari pembawanya dan berdifusi menuju permukaan jaringan kulit. Pelepasan obat dari sediaan sangat dipengaruhi oleh sifat fisikokimia zat, bentuk sediaan/sifat pembawa, dan anatomi fisiologis kulit. Dengan demikian pemilihan bahan pembawa yang tepat merupakan hal yang sangat penting. Pemilihan pembawa tergantung pada tujuan pengobatan, sifat fisikokimia bahan obat, dan kondisi kulit. Komposisi pembawa diharapkan dapat mempengaruhi sifat dan permeabilitas kulit secara baik serta menghasilkan suatu kondisi optimum. Obat diharapkan dapat larut dengan baik dalam pembawa, namun tetap memiliki

afinitas yang besar terhadap kulit (1,2,3,4).

Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir (5). Saat ini pemakaian salep kurang disukai karena memberikan rasa kurang nyaman di kulit. Secara umum, liberasi zat aktif dari salep, khususnya dasar salep hidrokarbon, juga lebih lambat bila dibandingkan dengan liberasinya dari jenis pembawa semisolid yang lain, bahkan untuk zat yang bersifat hidrofil (6,7,8). Namun, sediaan salep memiliki keuntungan tersendiri, seperti proses produksi yang lebih sederhana dan murah.

Minyak kelapa murni atau virgin

coconut oil (VCO) adalah minyak kelapa

yang diperoleh dari dari daging kelapa segar melalui proses alamiah, tanpa pemurnian, pemutihan, dan penghilangan bau (9). Komponen utama

(2)

VCO adalah asam lemak rantai sedang, terutama asam laurat (sekitar 50%) (10). Berbeda dengan minyak kelapa tradisional, proses pembuatan VCO tidak menggunakan pemanasan suhu tinggi sehingga tidak terbentuk radikal bebas asam lemak tidak jenuhnya dan kandungan antioksidan alaminya tidak hilang. Hal ini menyebabkan VCO tidak mudah tengik karean teroksidasi (9). Di samping itu, kandungan asam lemak rantai sedang yang dapat sedikit menguap pada suhu tinggi (11,12) juga tidak ada yang hilang. Kandungan asam lemak berbobot molekul rendah yang besar di dalam VCO diharapkan dapat membantu liberasi zat dengan memberikan halangan ruang yang lebih kecil. Asam lemak berbobot molekul rendah juga memiliki kelarutan yang lebih baik di dalam air dan memiliki afinitas lebih kecil terhadap basis hidrokarbon dibandingkan dengan homolognya dengan bobot molekul lebih tinggi sehingga diharapkan dapat membantu liberasi zat aktif. VCO efektif dan aman digunakan sebagai moisturizer pada kulit sehingga dapat meningkatkan hidratasi kulit (13). Peningkatan hidratasi kulit akan meningkatkan per-meabilitas kulit terhadap obat serta menurunkan tahanan difusinya (4).

Pada penelitian ini VCO ditambahkan pada dasar salep vaselin (hidrokarbon) dengan harapan dapat meningkatkan liberasi zat aktif sehingga memberikan efek farmakologis yang lebih baik dan cepat. Penambahan VCO juga diharapkan akan memperbaiki sifat fisik dasar salep dengan menurunkan viskositasnya, yang tidak hanya akan mendukung peningkatan laju liberasi zat (14), tapi juga memberikan rasa nyaman saat pemakaian di kulit. Kalium iodida (KI) digunakan sebagai model untuk

menentukan profil liberasi zat aktif yang bersifat hidrofil.

BAHAN DAN METODE

Bahan yang digunakan adalah kalium iodida (Merck), vaselin album (Brataco), adeps lanae (Brataco), VCO (Bio Virco Phytomega®), dan aquadest.

Tabel 1. Formula salep :

No Bahan (%) F1 F2 F3 F4 1 KI 20 20 20 20 2 Air suling 14 14 14 14 3 Adeps lanae 5 5 5 5 4 VCO 0 10 20 30 5 Vaselin 61 51 41 31 Seperti terlihat pada Tabel 1, komposisi VCO dan vaselin di dalam salep divariasikan untuk melihat pengaruh VCO terhadap liberasi kalium iodida. Pembuatan salep dilakukan secara triturasi (15). Salep jadi disimpan di dalam wadah tertutup kedap untuk melindungi kalium iodida dari oksidasi.

Penetapan kadar kalium iodida, baik dalam sediaan maupun dari hasil uji liberasi, dihitung sebagai kalium dan diukur dengan menggunakan fotometer nyala. Penetapan kadar kalium iodida sebenarnya dapat dilakukan dengan titrasi iodatometri, yang didasarkan pada reaksi oksidasi dari iodida (16). Namun iodida bersifat tidak stabil dan mudah teroksidasi yang menyebabkan penetapan kadar menjadi tidak akurat. Karena itu kadar diukur sebagai kalium, yang bersifat stabil, dengan menggunakan fotometer nyala.

Kurva kalibrasi kalium dalam air suling didapatkan dengan membuat

(3)

beberapa larutan standar dengan konsentrasi masing-masing 2,5; 5; 10; 15; dan 20 µg/mL. Penelitian ini dilaksanakan dalam rentang waktu yang panjang sehingga interval waktu yang besar ini mengakibatkan faktor instrumen dan kondisi alat fotometer nyala yang berbeda pada setiap pengukuran, seperti perbedaan intensitas nyala dan sensitivitas alat yang menyebabkan koefisien variasi hasil pengukuran yang didapatkan besar. Karena itu intensitas emisi zat dalam larutan standar diukur pada setiap kali pengoperasian alat untuk pengukuran sampel agar didapatkan kurva kalibrasi yang sesuai dan tepat untuk kondisi pengukuran saat itu.

Penetapan kadar kalium iodida dalam salep

Salep ditimbang satu gram yang setara dengan 200 mg kalium iodida dan diekstraksi secara bertingkat dengan 150 mL air suling. Ekstraksi dilakukan dengan melelehkan sediaan di dalam 30 mL air suling panas dan diaduk dengan batang pengaduk agar kalium iodida terbebas dari basis. Setelah dingin, larutan hasil ekstraksi dipisahkan dari basis yang membeku. Basis selanjutnya diekstraksi kembali hingga lima kali pengulangan ekstraksi. Sebanyak 1 mL larutan hasil ekstraksi diencerkan hingga 100 mL dengan air suling. Kadar dihitung sebagai kalium yang diukur dengan menggunakan fotometer nyala (n=3). Kadar ditentukan dengan menggunakan persamaan garis lurus pada kurva kalibrasi.

Studi liberasi kalium iodida dari dasar salep(17)

Studi liberasi dilakukan menggunakan metode sel difusi sederhana yang terdiri dari pot, klem,

standar, hot plate, kertas whatman® no. 42 sebagai membran, dan beaker glass yang berisi medium penerima berupa 200 mL air suling bebas CO2 yang

suhunya diatur 37±1oC dan disertai dengan pengaduk magnetik

Pot diisi dengan salep seberat 10 gram dan ditutup dengan membran selulosa Whatman® yang sebelumnya telah dijenuhkan dengan air suling, lalu diikat dengan kuat dan hati-hati untuk mencegah timbulnya kerutan pada permukaan dan terbentuknya gelembung udara saat dicelupkan ke dalam beaker

glass yang berisi air suling bebas CO2

sebagai medium.

Dengan menggunakan klem dan standar, sel difusi yang telah disiapkan, dicelupkan ke dalam beaker glass yang berisi 200 mL air suling bebas CO2

dengan permukaan pot salep menghadap ke bawah. Posisi sel difusi disamakan untuk setiap pengujian. Jika sel difusi telah siap pada posisinya, pengaduk magnetik dihidupkan dengan kecepatan pada skala 6 dan suhu diatur 37±10 C. Pada interval waktu tertentu (5, 10, 15, 30, 45, 60, 90, dan 120 menit), 5 mL cairan penerima dalam beaker glass diambil. Posisi pengambilan sampel juga disamakan untuk setiap pengujian. Setiap 5 mL cairan yang diambil dari medium diganti dengan air suling bebas CO2 dengan suhu dan volume yang

sama. Selanjutnya intensitas emisi larutan sampel diukur menggunakan fotometer nyala.

Analisis data dan statistik

Dari data hasil studi liberasi, dicari efisiensi dan kinetika liberasinya. Kinetika liberasi didapatkan dengan memplot data hasil uji liberasi pada beberapa model kinetika dan ditentukan dari model yang memberikan plot yang linear. Perhitungan konstanta laju

(4)

liberasi sesuai dengan pola kinetika yang diikutinya.

Gambar 1. Sel difusi sederhana Data hasil studi liberasi kalium iodida dari dasar salep diolah dengan analisis statistik ANOVA satu arah dan uji lanjut berganda Duncan. Hubungan antara konsentrasi VCO dengan efisiensi liberasi dianalisis dengan korelasi Pearson.

Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan program komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pada penelitian ini dilakukan tujuh kali pengoperasian alat untuk pengukuran sampel sehingga didapatkan tujuh kurva kalibrasi yang berbeda dari larutan standar yang sama. Linearitas hasil pengukuran intensitas emisi larutan standar dapat terjaga dengan baik dalam setiap pengukuran (r ≥ 0,988).

Pemeriksaan kadar kalium iodida dalam sediaan memberikan hasil antara 69,80-87,61%.

Setelah dilakukan uji liberasi terhadap seluruh formula, didapatkan

hasil bahwa liberasi kalium iodida meningkat sebanding dengan peningkatan konsentrasi VCO. Liberasi paling besar diberikan oleh formula 4 dengan konsentrasi VCO 30%.

y = 0.0063x + 0.0085 R2 = 0.9963 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0 5 10 15 20 25 Konsentrasi (µg/mL) E m is i

Gambar 2. Contoh kurva kalibrasi

0 10 20 30 40 50 60 5 10 15 30 45 60 90 120 waktu (menit) K I te rl ib e ra s i (% ) formula 1 formula 2 formula 3 formula 4

Gambar 3. Kurva liberasi salep KI Dari hasil penentuan kinetika diketahui bahwa liberasi kalium iodida untuk formula 1 mengikuti persamaan kinetika orde 0 (r = 0,9614). Formula 2 mengikuti kinetika orde 0 (r = 0,9856), Higuchi (r = 0,9810), dan Korsemeyer-Peppas (r = 0,9654). Formula 3 mengikuti kinetika Higuchi (r = 0,9590) dan Korsemeyer-Peppas (r = 0,9816). Sedangkan formula 4 mengikuti kinetika Korsemeyer-Peppas (r = 0,9651).

(5)

0 10 20 30 40 50 60 0 20 40 60 80 100 120 140 t (menit) C t (% K I te rl ib e ra s i) F1 F2 F3 F4 Linear (F1) Linear (F2)

Gambar 4. Profil liberasi menurut kinetika orde 0 0 10 20 30 40 50 60 0 2 4 6 8 10 12

akar waktu (menit)

M ( % m a s s a t e rl ib e ra s i) F1 F2 F3 F4 Linear (F2) Linear (F3)

Gambar 5. Profil liberasi menurut kinetika Higuchi -0,5 0 0,5 1 1,5 2 0 0,5 1 1,5 2 2,5 log t lo g C t F1 F2 F3 F4 Linear (F2) Linear (F3) Linear (F4)

Gambar 6. Profil liberasi menurut kinetika Korsemeyer-Peppas

Hasil perhitungan efisiensi dan konstanta laju liberasi dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3.

Tabel 2. Hasil perhitungan efisiensi liberasi

Formula Efisiensi Liberasi Formula 1 0,66 ± 0,14 Formula 2 7,44 ± 1,16 Formula 3 27,30 ± 1,84 Formula 4 39,88 ± 2,73

Tabel 3. Hasil perhitungan konstanta laju liberasi (k) F Kinetika k F1 Orde 0 0,004±0,003 Orde 0 0,087±0,036 Higuchi 1,15±0,48 F2 Korsemeyer-Peppas 0,52±0,21 Higuchi 2,75±0,39 F3 Korsemeyer-Peppas 0,43±0,19 F4 Korsemeyer-Peppas 0,30±0,06

Dari hasil pengolahan data secara statistik dengan ANOVA satu arah diketahui bahwa perbedaan konsentrasi VCO di dalam salep mempengaruhi liberasi kalium iodida secara sangat bermakna (p<0,01). Hasil analisis uji lanjut berganda Duncan terhadap faktor formula juga menunjukkan bahwa konsentrasi VCO yang berbeda pada masing-masing formula memberikan pengaruh yang sangat bermakna terhadap jumlah kalium iodida yang terliberasi dari salep. Korelasi Pearson merupakan suatu analisis untuk melihat kebermaknaan hubungan antar variabel. Analisis korelasi Pearson antara persentase VCO dengan efisiensi liberasi dari salep kalium iodida memperlihatkan adanya korelasi positif antara kenaikan persentase VCO dengan peningkatan efisiensi liberasi (r= 0,985*).

Pembahasan

Hasil pemeriksaan kadar KI yang rendah di dalam salep mungkin

(6)

disebabkan oleh proses ekstraksi yang tidak sempurna. Air dengan kandungan kalium iodida terlarut di dalamnya diserap oleh dasar salep sehingga menyebabkan kalium iodida ikut terperangkap di dalam matrik basis. Hal ini terutama terlihat pada formula 1 yang tidak mengandung VCO. Berdasarkan reologinya, salep bersifat plastis (18) sehingga tekstur basis yang lebih padat dan kaku memberikan resistensi yang lebih besar untuk pembebasan kalium iodida. Hal yang sama juga ditemukan pada hasil uji liberasi yang akan didiskusikan lebih lanjut.

Uji pengaruh VCO terhadap liberasi kalium iodida dari dasar salep dilakukan dengan menggunakan sel difusi sederhana. Pembebasan medium dari udara merupakan hal yang sangat kritis untuk mencegah terbentuknya gelembung udara antara medium dan membran saat pengujian, yang akan menyebabkan hasil yang didapatkan tidak benar (19). Suhu dijaga konstan selama pengujian untuk memberikan perlakuan yang sama karena suhu mempengaruhi laju liberasi zat dari sediaan melalui perubahan energi kinetik zat (20). Pengaduk magnetik berfungsi untuk menyeragamkan suhu dan meratakan penyebaran zat aktif yang terliberasi di dalam medium (7).

Walaupun belum ada metode dan peralatan resmi yang disyaratkan untuk uji liberasi sediaan semisolid secara in

vitro (19,21,22), metode sel difusi

sederhana ini sudah diterima dan banyak digunakan dalam berbagai penelitian, dengan hasil yang tidak berbeda nyata dengan hasil yang diberikan oleh metode lain (7,17,19,22). Di samping itu penggunaannya sederhana, mudah dan ekonomis (22).

Pada uji liberasi zat aktif dari sediaan semisolid secara in vitro, dapat

digunakan berbagai jenis membran semi permeabel. Walaupun membran sintetis memiliki kekurangan yaitu tidak dapat menggambarkan kondisi yang terjadi secara klinis, namun penggunaannya memberikan keuntungan tersendiri karena dapat menjamin kondisi perlakuan yang relatif seragam bila dibandingkan dengan pemakaian kulit asli. Di samping itu, pemakaian membran ini lebih mudah dan ekonomis. Bahkan uji dengan kulit binatang pun memberikan hasil yang jauh berbeda dengan hasil yang didapatkan bila menggunakan kulit manusia asli. Sayangnya, kulit manusia sulit didapatkan dan harganya pun mahal. Karena alasan-alasan inilah penggunaan membran sintetis mendapatkan penerimaan yang luas (22). Pada penelitian ini kertas saring (membran selulosa) whatman® no. 42 digunakan sebagai membran filter. Kertas whatman® no. 42memiliki diameter pori 2,5 µm. Dengan diameter ini, ion kalium yang berukuran ±10 Aº dapat melalui membran.

Sebelum dipasang ke sel difusi, membran terlebih dahulu dijenuhkan dengan air suling. Hidrasi membran bertujuan untuk menjaga kondisi yang konstan selama percobaan in vitro. Membran yang kering akan menyebabkan infiltrasi cairan komponen dalam salep sehingga mengubah kondisi antara fase donor dan medium penerima (23). Membran yang kering juga akan menyerap cairan medium ketika sel difusi dicelupkan sehingga volumenya berkurang.

Liberasi obat dari sediaan dipengaruhi oleh faktor kimia dan fisika. Faktor kimia yang paling berpengaruh adalah koefisien partisi (3,4). Kalium iodida memiliki koefisien partisi yang rendah yang dapat dilihat dari

(7)

kelarutannya yang sangat tinggi di dalam air. Sifat kalium iodida yang sangat hidrofil ini menyebabkannya mempunyai afinitas yang rendah terhadap basis vaselin yang bersifat lipofil. Keadaan ini seharusnya membuat kalium iodida mudah terliberasi. Akan tetapi hal itu tidak terjadi dan penyebabnya akan didiskusikan lebih lanjut. VCO juga bersifat lipofil, namun ia memiliki kandungan asam lemak rantai sedang yang besar. Asam lemak berbobot molekul rendah ini relatif lebih mudah larut di dalam air dan menyebabkan VCO sedikit lebih hidrofil daripada vaselin. Penambahan VCO menghasilkan basis yang lebih dapat bercampur dengan air. Kalium iodida memiliki afinitas yang sangat tinggi terhadap air. Dengan demikian, penambahan VCO menyebabkan liberasi kalium iodida dari dasar salep ke dalam medium air melalui membran dapat ditingkatkan.

Secara fisika, VCO mengurangi viskositas dasar salep sehingga menurunkan hambatan difusinya. Faktor difusivitas ini cukup berpengaruh terhadap liberasi zat dari basis (14). Hal inilah yang terlihat pada formula 1 yang tidak memiliki kandungan VCO. Viskositas basis hidrokarbon yang tinggi memberikan halangan difusi cukup besar sehingga liberasi kalium iodida berlangsung lambat. Walaupun secara kimia zat memiliki afinitas yang kecil tehadap basis, namun jika hambatan difusinya besar akan menyulitkan zat untuk terliberasi (24). Koefisien difusi zat berbanding terbalik dengan viskositas basis sediaan. Difusivitas dapat menjadi rate limiting factor untuk sediaan yang liberasinya buruk. Artinya parameter fisika memberikan pengaruh yang lebih besar daripada parameter kimia (6,24).

Liberasi zat aktif dari sediaan berlangsung secara difusi pasif, mengikuti hukum difusi Fick. Berdasarkan hukum difusi Fick, selain koefisien partisi dan koefisien difusi, faktor lain yang mempengaruhi laju difusi zat adalah konsentrasi zat dan ketebalan membran yang dilalui, yang dalam percobaan ini bersifat konstan (6). Efisiensi liberasi, adalah luas daerah di bawah kurva liberasi pada waktu tertentu (t), diekspresikan sebagai persentase dari daerah segiempat yang menggambarkan liberasi 100% pada waktu yang sama (17). Efisiensi liberasi menggambarkan besarnya jumlah zat yang telah terliberasi pada waktu tertentu, sedangkan konstanta laju liberasi menggambarkan besarnya laju (peningkatan) liberasi zat per satuan waktu. Informasi yang diberikan oleh efisiensi liberasi lebih bermakna dari t90% (17). Dari studi liberasi didapatkan bahwa formula 4 dengan kandungan VCO paling tinggi memberikan efisiensi liberasi paling besar. Sediaan obat yang memiliki efisiensi liberasi tinggi akan memberikan efek yang besar. Sedangkan sediaan obat yang memiliki konstanta laju liberasi besar akan memberikan efek dengan cepat.

KESIMPULAN

Penambahan VCO ke dalam basis salep telah terbukti dapat meningkatkan liberasi zat yang bersifat hidrofil secara nyata. Perbaikan liberasi zat terjadi melalui pengaruh terhadap aspek kimia dan fisika. Perbaikan liberasi diharapkan dapat menghantarkan pada pencapaian efek farmakologi yang lebih baik dan cepat.

(8)

1. Lachman, L., H. A. Lieberman, & J.L. Kanig, The Theory and

Practice of Industrial Pharmacy,

2nd, diterjemahkan oleh Siti Suyatmi, Universitas Indonesia, Jakarta, 1994.

2. Ansel, H. C., Introduction to

Pharmaceutical Dosage Form, 4th,

diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, Universitas Indonesia, Jakarta, 1989.

3. Martin, A., J. Swarbrick, & A. Cammarata. Physical Pharmacy, 2nd, diterjemahkan oleh Yoshita, Penerbit UI, Jakarta, 1993.

4. Polderman, J., Introduction to

Preparation of Dosage Form,

Elsevier/North Holl&, Biomedical Press, Amsterdam, 1977.

5. Farmakope Indonesia, edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 1995.

6. Smith, E.W., & J. M. Haigh. In

Vitro Release of Propranolol

Hydrochloride from Topical Vehicles. J. Pharm. Educ., vol. 58, Fall 1994.

7. Billups, N. F., & N. K. Patel, Experiment in Physical Pharmacy V. In Vitro Release of Medicament from Oinment Bases, J. Pharm.

Educ. 34, 1970.

8. Babar, A., Ray S.D., Nagin K.P., Plakogiannis F.M., & Gogineni P.

In Vitro Release and Diffusion

Studies of Promethazine Hydrochloride from Polymeric Dermatological Bases Using Cellulose Membrane and Hairless

Mouse Skin, Drug Dev. Ind.

Pharm., 1999 Feb;25(2):235-40.

9. Setiaji, B., & S. Prayugo, Membuat

VCO Berkualitas Tinggi, Penebar

Swadaya, Jakarta, 2004.

10. Enig, M. G., The Health Benefits of

Coconuts & Coconut Oil,

www.nexusmagazine.com. 2002. 11. Winarno, F. G., Kimia Pangan dan

Gizi, Penerbit P.T. Gramedia,

Jakarta, 1984.

12. Ketaren, S., Pengantar Teknologi

Minyak dan Lemak Pangan, UI

Press, Jakarta, 1986.

13. Agero, A.L., & V.M. Verallo-Rowell. A Randomized Double-blind Controlled Trial Comparing Extra Virgin Coconut Oil with Mineral Oil as a Moisturizer for Mild to Moderate Xerosis.

Dermatitis, 2004

Sep;15(3):109-16.

14. Lund, W., The Pharmaceutical

Codex, Principles and Practice of

Pharmaceutics, 12th ed,

Pharmaceutical Press, London, 1994.

15. Carter, J., S., Dispensing for

Pharmaceutical Student, 12th Ed,

Pitman Medical, London, 1975. 16. Bassett, J., R.C. Denney, G. H.

Jeffery, & J. Mendhom, Buku Ajar

Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, diterjemahkan oleh A.

Hadyana Pudjaatmaka & L. Setiono, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1994.

(9)

17. Banaker, U. V., Pharmaceutical

Dissolution Testing, Marcel

Dekker, INC, 1992.

18. Martin, E. W., Dispensing of

Medication, 7th ed, Mack

Publishing Co., Easton, Pennsylvania, 1971.

19. Siewert, M., J. Dressman, C. K. Brown, & V. P. Shah. FIP/AAPS Guidelines to Dissolution/In Vitro Release Testing of Novel/Special Dosage Forms. AAPS Pharm. Sci.

Tech. 2003; 4 (1) Article 7

20. Shargel, L. & A. B. C. Yu,

Biofamasetika dan

Farmakokinetika Terapan, ed II,

diterjemahkan oleh Fasich & Siti Syamsiah, Airlangga University Press, 1988.

21. Gennaro, A., Remington’s

Pharmaceutical Sciences, 18th ed,

Mack Publishing Company, Pennsylvania, 1990.

22. Abdou, H. M., Dissolution, Bioavailability & Bioequivalence,

Mack Publishing Company, Pennsylvania, 1989.

23. Realdon, N., A. Tagliaboschi, F. Perin, & E. Ragazzi. The Bubble Point for Validation of Drug Release or Simulated Absorption Tests for Ointments. Pharmazie, vol 60, issue 12, p. 910-916, Winter 2005.

24. Masahiro, N., & N. K. Patel, Release, Uptake and Permeation Behavior of Salicylic Acid in Ointment Bases, J. Pharm. Sci., 59,

(10)

Gambar

Gambar 3. Kurva liberasi salep KI  Dari  hasil  penentuan  kinetika  diketahui  bahwa  liberasi  kalium  iodida  untuk  formula  1  mengikuti  persamaan  kinetika  orde  0  (r  =  0,9614)
Gambar  5.  Profil  liberasi  menurut  kinetika Higuchi   -0,500,511,52 0 0,5 1 1,5 2 2,5 log t log Ct F1F2F3F4 Linear (F2)Linear (F3)Linear (F4)

Referensi

Dokumen terkait

(1) Bidang Pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c mempunyai tugas menyusun kebijakan, mengkoordinasikan, membina dan melayani kebutuhan pelaksanaan

POLA PERTUMBUHAN DAN FAKTOR KONDISI IKAN LUMO Labiobarbus ocellatus (Heckel, 1843) DI SUNGAI TULANG

/VARIABLES=INFLASI_X1 BI_RATE_X2 JUB_X3 ABS_RES RES_1 /PRINT=SPEARMAN TWOTAIL

determinan (R²) yang diperoleh sebesar 0,0718 , artinya besarnya pengaruh yang diberikan oleh variabel X terhadap variabel Y adalah sebesar 7,18%, sedangkan sisanya

Dalam wilayah ini negara sebagai entitas berdaulat di ruang publik dapat membuat pembatasan, yaitu sesuai dengan pasal 18 ayat (3) dengan tujuan untuk melindungi keamanan,

Investasi pada produk unit link mengandung risiko, termasuk namun tidak terbatas pada risiko politik, risiko perubahan peraturan pemerintah atau perundang-undangan lainnya,

Untuk mengetahui karakteristik dari asesmen berbasis KBK yang telah dikembangkan, maka dilakukan uji terhadap aspek kesesuaian isi materi dengan SK-KD, kesesuaian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana pengaruh audit manajemen terhadap kinerja manajerial pada