ix
PENGESAHAN PANITIA DISERTASI ... i
PERSETUJUAN KETUA PROGRAM STUDI ... ii
PERNYATAAN ... iii
ABSTRACT ... ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
PENGHARGAAN ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian ... 10
1. Rumusan Masalah ... 10
2. Pertanyaan Penelitian ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12
E. Asumsi Penelitian ... 13
F. Kerangka Fikir Penelitian ... 17
G. Metode Penelitian ... 19
1. Pendekatan dan Objek Penelitian ... 19
2. Instrumen Penelitian ... 20
3. Hipotesis dan Analisis Data ... 21
BAB I I KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Nonformal .. . ... 24
B. Konsep Pendidikan Kecakapan Hidup ... 28
1. Pengertian Pendidikan Kecakapan Hidup ... 28
2. Nilai Kewirahusaan Dalam Pendidikan Kecakapan Hidup ... 32
x
1. Pengertian dan Aspek-aspek Perencanan Pendidikan ... 46
2. Ciri dan Dimensi Perencanaan Pendidikan ... 50
3. Indikator Perencanaan Pendidikan pada Satuan Pendidikan Kecakapan Hidup ... 51
D. Kepemimpinan Pendidikan ... 52
1. Pengertian Kepemimpinan ... 52
2. Tipologi Kepemimpinan ... 57
3. Kompetensi Kepemimpinan... 70
4. Ciri-ciri Kepemimpinan Pendidikan ... 81
5. Indikator Kepemimpinan Satuan Pend. Kecakapan Hidup... ... 85
E. Iklim Organisasi Satuan Pendidikan Kecakapan Hidup ... 87
1. Pengertian dan Aspek Iklim Organisasi Satuan Pendidikan Kecakapan Hidup ... 87
2. Indikator Iklim Organisasi Satuan Pend. Kecakapan Hidup ... 98
F. Kinerja Satuan Pendidikan Kecakapan Hidup ... 99
1. Pengertian Kinerja dan Manajemen Kinerja ... 99
2. Akuntabilitas Manajemen Kinerja Organisasi ... 109
3. Pengukuran Kinerja Organisasi ... 116
4. Indikator Kinerja Satuan Pendidikan Kecakapan Hidup ... 120
G. Penelitian Terdahulu ... 121
BAB I I I METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Tahapan Penelitian ... 128
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 128
C. Operasionalisasi Variabel Penelitian ... 131
1. Variabel Kinerja Satuan Pendidikan ... 132
2. Variabel Perencanaan Pendidikan ... 135
3. Variabel Kepemimpinan Pendidikan ... 137
xi
1. Uji Validitas ... 147
2. Uji Reliabilitas ... 148
E. Teknik Analisis Data ... 149
BAB I V HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN MODEL HIPOTETIK A. Hasil Penelitian ... 150
1. Pendidikan Kecakapan Hidup dalam Konteks Budaya Lokal dan Kebijakan Pembangunan Provisi Jambi ... 150
2. Profil Pendidikan Kecakapan Hidup…. ... 153
3. Perencaan Pendidikan pada Satuan Pend. Kecakapan Hidup ... 161
4. Kepemimpinan Pend. Pada Satuan Pend.Kecakapan Hidup .... 166
5. Iklim Organisasi Satuan Pendidikan Kecakapan Hidup ... 175
6. Kinerja Satuan Pendidikan Kecakapan Hidup ... 181
B. Analisis Data Penelitian ... 186
1. Persepsi Kepala .. ... 187
2. Persepsi Tutor... ... 189
3. Persepsi Tenaga Penunjang ... ... 192
4. Persepsi Warga...195
5. Secara Umum...197
C. Pembahasan ... 200
1. Aspek Perencanaan Pendidikan ... 202
2. Aspek Kepemimpinan Pendidikan ... 209
3. Aspek Iklim Organisasi Satuan Pendidikan ... 211
4. Aspek Akuntabilitas Manajemen Kinerja Satuan Pendidikan .. 212
D. Model Akuntabilitas Manajemen Kinerja Satuan Pendidikan ... 221
1. Asumsi Model ... 221
2. Faktor-faktor Model ... 222
xii
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan ... 233
B. Implikasi ... 234
C. Rekomendasi ... 236
DAFTAR PUSTAKA ... 238
xiii
DAFTAR TABEL
No Judul Hal
1. Tabel 2.1 Indikator Kinerja Satuan Pendidikan Kecakapan Hidup...52
2. Tabel 2.2. Indikator Perencanaan Satuan Pendidikan Kecakapan Hidup ... 120
3. Tabel 3.1. Kisi-kisi Kinerja Satuan Pendidikan .. ... 120
4. Tabel 3.2. Instrumen Kinerja Satuan Pendidikan ... ... 133
5. Tabel 3.3. Kisi-kisi Perencanaan Pendidikan Kecakapan Hidup ... ... 136
6. Tabel 3.4. Instrumen Perencanaan Pendidikan Kecakapan Hidup .. ... 137
7. Tabel 3.5. Kisi-kisi Kepemimpinan Satuan Kecakapan Hidup ... ... 139
8. Tabel 3.6. Instrumen Kepemimpinan Pendidikan Kecakapan Hidup .... ... 141
9. Tabel 3.7. Kisi-kisi Iklim Organisasi Satuan Pendidikan Kecakapan Hidup .. ... 145
10. Tabel 3.8. Instrumen Iklim Organisasi Satuan Pendidikan Kecakapan Hidup ... 146
11. Tabel 4.1. Luas Kabupaten/Kota dan Perincian Wilayah Administratif di Provinsi Jambi ... 150
12. Tabel 4.2. Jumlah dan Proyeksi Peningkatan Komponen Pendidikan Provinsi Jambi ... 1154
13. Tabel 4.3. Jumlah Lembaga Pendidikan Nonformal Penyelenggara pendidikan kecakapan Hidup di Provinsi Jambi ... 156
14. Tabel 4.4. Akumulasi Jawaban Responden mengenai Perencanaan Pendidikan ... 162
15. Tabel 4.5. Akumulasi Jawaban Responden Tentang Kepemimpinan Pendidikan ... 166
16. Tabel 4.6. Akumulasi Jawaban Responden Mengenai Iklim Organisasi Pendidikan ... 175
17. Tabel 4.7. Akumulasi Skor Kinerja Satuan Pendidikan ... 182
xiv
20. Tabel 4.10. Matrik korelasi antar variabel persepsi tutor .. ... 190
21. Tabel 4.11. Ringakasan Hasil Uji Hipotesis persepsi tutor ... 191
22. Tabel 4.12.Matrik korelasi antar variabel persepsi tenaga penunjang.. .... 192
23. Tabel 4.13 Ringkasan Hasil Uji Hipotesis persepsi tenaga penunjang ... 193
24. Tabel 4.14 Matrik korelasi antar variabel persepsi warga.. ... 195
25. Tabel 4.15. Ringkasan Hasil Uji Hipotesis persepsi warga ... 196
26. Tabel 4.16 Matrik korelasi antar variabel persepsi unun. ... 198
xv
DAFTAR GAMBAR
No Judul Hal
1. Gambar 1.1. Kerangka Fikir Penelitian ... 19
2. Gambar 1.2. Hubungan Hipotetik Antarvariabel Penelitian ... 22
3. Gambar 2.1. Kecenderungan 0rientasi Kepemimpinan ... 60
4. Gambar 3.1. Prosedur penentuan jumlah subjek responden.. ... 130
5. Gambar 4.1. Struktur Organisasi SKB Tingkat Kabupaten/Kota di provinsi Jambi ... 155
6. Gambar 4.2. Rentang Skor Persepsi Responden mengenai Perencanaan Pendidikan .. ... 165
7. Gambar 4.3. Rentang skor Persepsi Responden mengenai Kepemimpinan Pendidikan... 174
8. Gambar 4.4. Rentang Skor Persepsi Reponden mengenai Iklim Organisasi Pendidikan.. ... 180
9. Gambar 4.5. Rentang Skor Persepsi Responden Mengenai Kinerja Satuan Pendidkan ... 186
10. Gambar 4.6. Diagram jalur persepsi kepala .. ... 189
11. Gambar 4.7. Diagram jalur persepsi tutor ... 192
12. Gambar 4.8 Diagram jalur persepsi tenaga penunjang.. ... 194
13. Gambar 4.9 Diagram jalur persepsi warga... ... 197
14. Gambar 4.9 Diagram jalur persepsi umum. ... 200
1 BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Visi pendidikan nasional menghadapi era millenium ketiga terkait
dengan kesadaran kolektif bangsa terhadap karakteristik dunia pendidikan dan
keterbatasan kita sebagai bangsa untuk mewujudkan pendidikan yang
diidamkan. Karakteristik dan keterbatasan yang dimaksud, menurut
Djojonegoro (2000), meliputi empat aspek.
Pertama, bahwa bangsa Indonesia sedang memasuki sebuah
transformasi total yang diikuti oleh perubahan-perubahan mendasar yang
sangat cepat, dengan berbagai akibat pada tatanan maupun nilai kehidupan
serta persepsi masyarakat. Salah satu akibatnya ialah terjadinya pergeseran
nilai, yang berdampak besar terhadap kegiatan belajar mengajar. Oleh karena
itu, perencanaan pendidikan perlu memperhitungkan faktor perubahan tata
kehidupan tersebut, khususnya yang berkaitan dengan pergeseran nilai.
Kedua, bahwa pendidikan merupakan proses yang memakan waktu
yang lama. Tenggang waktu yang diperlukan bagi seseorang untuk mempunyai
kemampuan atau kepakaran di bidang tertentu memerlukan waktu yang cukup
panjang. Di sisi lain, lulusan pendidikan diharapkan mampu berkarya dalam
masyarakat sesuai dengan kebutuhan pada saat dan tempat mereka berada pada
waktu itu.
Dengan demikian, dikaitkan dengan kebutuhan bangsa di masa depan,
dalam berbagai bidang, sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional
menghadapi persaingan dunia.
Ketiga, bahwa proses pendidikan seseorang bersifat irreversible sekali
dilakukan tidak dapat diulang. Apabila hasilnya tidak sesuai, maka ilmu yang
diperoleh tidak dapat diganti begitu saja. Kenyataan ini menghajatkan suatu
perencanaan yang benar-benar sahih (valid) terhadap kebutuhan nyata di masa
mendatang, karena panjangnya tenggang waktu pendidikan. Kesahihan tersebut
menyangkut aspek kualitas dan kompetensi lulusan, maupun relevansinya
dengan dunia kerja dalam jenis maupun jumlahnya.
Keempat, bahwa tanggung jawab terselenggaranya pendidikan nasional
yang baik tidak mungkin diserahkan pada satu pihak saja, yakni pemerintah.
Keterlibatan semua pihak (pemerintah, keluarga dan masyarakat) merupakan
prasyarat bagi terselenggaranya pendidikan yang baik. Perkecualian dalam hal
ini adalah pendidikan dasar sembilan tahun, yang secara moral dan legal
merupakan tanggung jawab sepenuhnya pemerintah.
Aspek-aspek tersebut di atas menimbulkan beberapa konsekuensi yang
perlu dilakukan. Pertama, diperlukan visi pendidikan yang sahih dan jelas
untuk digunakan sebagai acuan dalam mengantisipasi berbagai perubahan dan
tantangan pendidikan di masa depan.
Kedua, diperlukan suatu perencanaan yang tepat dalam rangka
mewujudkan visi tersebut, baik yang berkaitan dengan kurikulum, kesiapan
tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, serta pengembangan
lentur (flexible), karena perubahan-perubahan yang terjadi sering tak
teramalkan (unpredictable).
Ketiga, diperlukan langkah-langkah penyesuaian atau perbaikan dan
pengembangan yang cepat dan tepat, tanpa harus menunda-nunda, oleh karena
kita didesak oleh waktu. Sebaliknya kita tidak dapat melaksanakan perubahan
secara total, mengingat besarnya organisasi pendidikan di Indonesia.
Dalam hubungan dengan lingkungan dan kehidupan masyarakat,
pendidikan mengemban tiga sifat penting. Ketiga sifat tersebut, oleh
Sukmadinata (1997:30) diperinci berikut ini. Pertama, pendidikan
mengandung dan memberikan pertimbangan nilai, yang diarahkan pada
pengembangan pribadi anak, agar sesuai dengan nilai-nilai yang ada dan
diharapkan masyarakat. Kedua, pendidikan diarahkan pada kehidupan dalam
masyarakat, menyiapkan anak untuk kehidupan dalam masyarakat. Ketiga,
pelaksanaan pendidikan dipengaruhi dan didukung oleh lingkungan masyarakat
tempat pendidikan berlangsung.
Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, tetapi
kesejahteraan rakyatnya masih jauh tertinggal. Hal ini dikarenakan daya
saingnya masih rendah. Hasil survei Growth Competitivenenss Index yang
dilansir oleh World Economic Forum (WEF), melaporkan bahwa pada tahun
2007-2008 Indonesia berada di peringkat ke-54 dari sekitar 131 negara yang
disurvei. Di tingkat ASEAN, Indonesia hanya lebih baik dari Filipina,
Vietnam, dan Kamboja. Adapun Singapura dan Malaysia melesat di peringkat
Daya saing bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya
manusianya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia sangat ditentukan oleh
sistem pendidikan, baik jalur formal, informal maupun nonformal pada semua
jenjang pendidikan. Sementara itu, pendidikan nasional Indonesia masih
menghadapi tiga tantangan besar yang kompleks.
Pertama, sebagai akibat krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut
untuk dapat mempertahankan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai.
Kedua, untuk mengantisipasi tantangan era global, pendidikan dituntut untuk
mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten agar mampu bersaing
dalam pasar global. Ketiga, sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah,
perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian sistem pendidikan nasional
sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis,
memperhatikan keberagaman kebutuhan/keadaan daerah dan peserta didik,
serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat.
Kritik berbagai pihak terhadap pendidikan nasional pun menyiratkan
permasalahan: (1) masih rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan; (2)
masih rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan; dan (3) masih lemahnya
manajemen pendidikan, di samping belum terwujudnya kemandirian dan
keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi di kalangan akademisi.
Sejalan dengan tantangan dan kritik tehadap pendidikan itu, kondisi
pendidikan angkatan kerja kita pun memprihatinkan. Sekitar 53% angkatan
kerja tidak berpendidikan dan tidak memiliki kecakapan serta keahlian
menunjukkan mismatch antara pendidikan dengan dunia kerja, dan rendahnya
kecakapan hidup serta daya saing angkatan kerja baik di tingkat nasional
maupun global.
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU
Sisdiknas) menandaskan bahwa:
Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3).
Sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan
kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, relevansi dan efisiensi manajemen
pendidikan untuk menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional
dan global. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara
terencana, terarah dan berkesinambungan.
Untuk kurun waktu 2005-2009, kebijakan pendidikan nasional
difokuskan kepada upaya mewujudkan pendidikan yang berkeadilan, bermutu
dan relevan dengan kebutuhan masyarakat lokal dan global sehingga mampu
membangun insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif. Hal tersebut
dituangkan dalam rencana strategik Depdiknas, yang meliputi peningkatan
pemerataan dan perluasan akses; peningkatan mutu, relevansi dan daya saing;
peningkatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik.
Pasal 13 UU Sisdiknas menggariskan pula bahwa jalur pendidikan
melengkapi dan memperkaya. Maksud yang terkandung dalam kalimat “saling
melengkapi dan memperkaya“ adalah menyatukan manfaat antara tiga jalur
pendidikan yang berbeda dan berlainan fungsi namun tujuannya adalah
memperkaya individu pembelajar dengan ilmu dan keterampilan yang lengkap
untuk mampu bersaing pada tataran lokal maupun global.
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan
berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar
pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik
dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional
serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26; ayat 2). Salah
satu bidang garapan pendidikan nonformal adalah pendidikan kecakapan hidup
(life skills).
Brolin (dalam Anuar, 2004:20) menjelaskan bahwa “Life skills
constitute a continuum of knowledge and uptitude that a necessary for a person
to function effektivety and to avoild interruption of employment experience”.
Life skills dapat dinyatakan sebagai kecakapan untuk hidup. Program
pendidikan life skills adalah pendidikan yang dapat memberikan bekal
keterampilan yang praktis terpakai, terkait dengan kebutuhan pasar kerja,
Pendidikan life skills sebagai salah satu program unggulan dari
pendidikan nonformal memainkan peran strategik dalam rangka membekali
warga belajar dengan kecakapan hidup yang sesuai dengan kebutuhan pasar
agar mereka dapat hidup bersaing sejajar dengan bangsa lain.
Menurut Ditjen PLS Depdiknas (2007: 2), program pendidikan
kecakapan hidup secara khusus bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada
peserta didik agar mereka memiliki:
(1) pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dibutuhkan dalam memasuki dunia kerja baik bekerja secara mandiri (wirausaha) dan/atau bekerja pada suatu perusahaan produksi/jasa dengan penghasilan yang semakin layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
(2) motivasi dan etos kerja yang tinggi serta dapat menghasilkan karya-karya yang unggul dan mampu bersaing di pasar global.
(3) kesadaran yang tinggi tentang pentingnya pendidikan untuk dirinya sendiri maupun untuk anggota keluarganya.
(4) kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan dalam rangka mewujudkan keadilan pendidikan di setiap lapisan masyarakat.
Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan, Direktorat Jenderal
Pendidikan Nonformal dan Informal, Depdiknas, mengembangkan program
pendidikan kecakapan hidup ke dalam tiga spektrum, yaitu: (1) nasional dan
internasional; (2) perkotaan; dan (3) pedesaan. Di antara program-program
tersebut terdapat dua jenis program yang pelaksanaan kegiatannya
diselenggarakan oleh dinas pendidikan provinsi dalam wilayah kesatuan
Republik Indonesia. Kedua jenis program yang dimaksud adalah Kursus
Wirausaha Orientasi Perkotaan (KWK) dan Kursus Wirausaha Orientasi
Salah satu provinsi yang saat ini sedang giat-giatnya mengembangkan
program tersebut adalah Provinsi Jambi. Berdasarkan Surat Keputusan Kepala
Dinas Pendidikan Provinsi Jambi Nomor 800/3633.a/BTU/2008 tanggal 17
September 2008 tentang Penerima Bantuan Kursus dan Magang pada Lembaga
Pendidikan dan Lembaga Kursus serta Pusat Kegiatan Belajar Mengajar
(PKBM), telah disalurkan jenis-jenis bantuan kepada: (1) lembaga kursus dan
latihan; (2) penyelenggaraan PKBM; (3) pendidikan kecakapan hidup kerja
sama dengan SMK/Politeknik; (4) pendidikan kecakapan hidup orientasi
pedesaan; (5) pendidikan kecakapan hidup orientasi perkotaan.
Dari observasi awal yang penulis lakukan, diperoleh data empirik
sebagaimana diringkaskan berikut ini. Pertama, program keterampilan
otomotif bekerja sama dengan SMK Satria Kota Jambi, 25 orang warga
belajar; keterampilan penggemukan sapi potong (agrobisnis) bekerja sama
dengan SMK I Kayu Aro Kabupaten Kerinci, 25 orang warga belajar;
keterampilan mekanik otomotif bekerja sama dengan SMK 2 Sungai Penuh
Kabupaten Kerinci, 25 orang warga belajar.
Kedua, program kecakapan hidup orientasi pedesaan yang
dilaksanakan pada lembaga kursus, PKBM, SKB dan sekolah kejuruan di
setiap kabupaten dalam Provinsi Jambi dengan jumlah warga belajar sebanyak
405 orang. Keterampilan yang dikembangkan adalah bordir dan menjahit
pakaian, pembibitan karet dan okulasi, pembibitan sawit, budidaya ikan kolam,
budi daya nilam, sirup buah pidada, pertanian, dan pembuatan genteng pres
Ketiga, program kecakapan hidup yang berorientasi perkotaan
dilaksanakan pada lembaga kursus di setiap kota dalam Provinsi Jambi dengan
jumlah warga belajar sebanyak 234 orang. Keterampilan yang dikembangkan
adalah komputer dan maintenence, wisata terpadu, tata rias dan kecantikan,
bordir dan menjahit, bengkel las, dan pembuatan paving block.
Jenis dan muatan program-progam pengembangan kecakapan hidup
yang diberikan kepada warga belajar tersebut, tampaknya masih lebih
berorientasi kepada penguasaan keterampilan umum yang selama ini telah
dimiliki oleh masyarakat setempat, bahkan untuk sebagian tergolong
keterampilan yang bersifat memelihara nilai sejarah, bukan bernilai ekonomi
dan bukan berorientasi nilai potensi budaya setempat.
Selain itu, program-program tersebut tidak ditindaklanjuti, misalnya
dengan pemberdayaan tenaga-tenaga terampil melalui pemberian subsidi dana
usaha atau bimbingan manajemen usaha yang sejalan dengan perkembangan
dunia usaha dan industri.
Apabila dikaitkan dengan isu program unggulan yang bernilai jual
tinggi dan berorientasi pasar, dapat dikatakan bahwa program-program belum
memenuhi akuntabilitas, terutama dilihat dari perspektif strategiknya.
Sedangkan dari sudut pandang administrasi pendidikan, kondisi tersebut
termasuk ke dalam wilayah permasalahan akuntabilitas kinerja kelembagaan
atau kinerja satuan pendidikan yang diberi mandat untuk mengembangkan
UU Sisdiknas pasal 26 menandaskan bahwa: “pendidikan nonformal
berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada
penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan
sikap dan kepribadian profesional” (ayat 1); dan “pendidikan kecakapan hidup
merupakan bagian dari pendidikan nonformal” (ayat 3).
Secara teoretik dan berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu,
ditemukan banyak faktor determinan yang dapat menjelaskan permasalahan
kinerja satuan pendidikan, termasuk pendidikan nonformal. Dalam pandangan
penulis, terdapat tiga faktor determinan yang cukup penting, yaitu perencanaan
pendidikan, kepemimpinan pendidikan, dan iklim organisasi pada
satuan-satuan pendidikan pengembangan kecakapan hidup.
B. RUMUSAN MASALAH DAN PERTANYAAN PENELITIAN
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana dipaparkan di atas,
penulis merasa tertarik untuk menelaah kebermaknaan pengaruh faktor-faktor
perencanaan pendidikan, kepemimpinan pendidikan, dan iklim organisasi
terhadap kinerja satuan-satuan pendidikan pengembangan kecakapan hidup.
Pokok masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut: bagaimanakah
makna dan sumbangan pengaruh perencanaan pendidikan, kepemimpinan
pendidikan, dan iklim organisasi terhadap kinerja satuan-satuan pendidikan
pengembangan kecakapan hidup?
Pada tingkat pengujian hipotesis, pokok masalah tersebut penulis
jabarkan ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:
a. Apakah terdapat pengaruh langsung perencanaan pendidikan terhadap
kinerja satuan-satuan pendidikan kecakapan hidup di Provinsi Jambi?
b. Apakah terdapat pengaruh langsung kepemimpinan pendidikan
terhadap kinerja satuan-satuan pendidikan kecakapan hidup di Provinsi
Jambi?
c. Apakah terdapat pengaruh langsung iklim organisasi terhadap kinerja
satuan-satuan pendidikan kecakapan hidup di Provinsi Jambi?
d. Apakah terdapat pengaruh gabungan ketiga faktor tersebut terhadap
kinerja satuan-satuan pendidikan kecakapan hidup di Provinsi Jambi?
e. Berapa besarkah pengaruh kausal langsung, kausal tidak langsung,
kausal total maupun simultan ketiga variabel terhadap kinerja satuan
pendidikan kecakapan hidup?
f. Bagaimanakah model hipotetik manajemen kinerja satuan-satuan
pendidikan kecakapan hidup yang mendukung peningkatan
kewirausahaan angkatan kerja di Provinsi Jambi?
C. TUJUAN PENELITIAN
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk memahami kondisi aktual
faktor-faktor strategik dalam manajemen satuan-satuan pendidikan pelaksana
pengembangan kecakapan hidup. Faktor-faktor strategik tersebut, penulis
organisasi. Sehubungan dengan tujuan umum tersebut, penelitian ini hendak
mencapai tujuan-tujuan khusus untuk:
1. Mengukur koefisien dan makna pengaruh perencanaan pendidikan
terhadap kinerja satuan-satuan pendidikan pelaksana program
pengembangan kecakapan hidup di Provinsi Jambi.
2. Mengukur koefisien dan makna pengaruh kepemimpinan pendidikan
terhadap kinerja satuan-satuan pendidikan pelaksana program
pengembangan kecakapan hidup di Provinsi Jambi.
3. Mengukur koefisien dan makna pengaruh iklim organisasi terhadap
kinerja satuan-satuan pendidikan pelaksana program pengembangan
kecakapan hidup di Provinsi Jambi.
4. Mengukur koefisien dan makna pengaruh gabungan ketiga faktor
tersebut terhadap kinerja satuan-satuan pendidikan pelaksana program
pengembangan kecakapan hidup di Provinsi Jambi.
5. Mengajukan model hipotetik akuntabilitas manajemen kinerja
satuan-satuan pendidikan pelaksana program pengembangan kecakapan hidup
yang bernilai budaya lokal dan mendukung peningkatan kewirausahaan
angkatan kerja di Provinsi Jambi.
D. KEGUNAAN HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat teoretik berupa
pengayaan khasanah penelitian empirik bidang administrasi pendidikan,
Dari segi praktik, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai
umpan balik bagi para pengambil kebijakan dan penyelenggara pendidikan,
terutama dalam kerangka perbaikan kinerja dan manajemen satuan-satuan
pendidikan pengembangan kecakapan hidup di daerah penelitian. Model
hipotetik yang ditawarkan dalam penelitian ini diharapkan pula dapat
menginspirasi peneliti lain, untuk memperdalam fokus dan memvalidasinya
melalui uji coba yang intensif dalam manajemen pendidikan nonformal.
E. ASUMSI
Penelitian ini didasari oleh beberapa asumsi mengenai pengembangan
kecakapan hidup dan pendidikan nonformal, urgensi perencanaan pendidikan,
kepemimpinan pendidikan, iklim organisasi, dan kinerja satuan pendidikan.
1. Pengembangan Kecakapan Hidup dan Pendidikan Nonformal
Pengembangan kecakapan hidup merupakan salah satu bidang garapan
pendidikan nonformal. Sasaran pendidikan nonformal adalah warga
masyarakat yang tidak pernah sekolah, putus sekolah, anak usia dini, pencari
kerja yang memerlukan bekal keterampilan dan mereka yang ingin
meningkatkan keterampilannya. Di dalam dokumen Rencana Strategis
Pendidikan Nasional 2005-2009 (Depdiknas, 2005) dinyatakan bahwa program
pendidikan nonformal bertujuan untuk:
kecakapan hidup serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional, sehingga pendidikan nonformal dapat pula berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mewujudkan masyarakat pembelajar sepanjang hayat, sehingga dapat menjadi pendidikan alternatif yang dapat memenuhi standar nasional maupun internasional.
Program pendidikan kecakapan hidup adalah pendidikan yang dapat
memberikan bekal keterampilan yang praktis terpakai, terkait dengan
kebutuhan pasar kerja, peluang usaha dan potensi ekonomi atau industri yang
ada di masyarakat. Konsep kecakapan hidup mencakup. Konsep kecakapan
hidup merujuk kepada dimensi-dimensi kecakapan diri (personal skill);
kecakapan sosial (social skill); kecakapan akademik (akademic skill); dan
kecakapan bekerja (vocational skill).
2. Urgensi Perencanaan Pendidikan
Pendidikan, baik formal maupun nonformal, dalam konteks mikro
harus mampu memberikan layanan belajar mengajar kepada para peserta didik
sesuai dengan kebutuhannya. Dalam konteks makro, pendidikan harus mampu
merealisasikan relevansi antara hasil-hasil pendidikan dengan kebutuhan
masyarakat.
Kedua tuntutan tersebut mengharuskan dimilikinya dua aspek
kemampuan para penyelenggara pendidikan. Pertama, kemampuan
memadukan berbagai komponen sumber daya potensial pendidikan sebagai
kekuatan bagi terselenggaranya pendidikan. Kedua, kemampuan
mengupayakan pendidikan yang relevan, sebagai manifestasi konsep
Dalam hubungan itulah perencanaan pendidikan berperan penting.
Perencanaan pendidikan sebagai sistem, memuat langkah-langkah: (1)
identifikasi dan dokumentasi berbagai kebutuhan; (2) pemilihan
kebutuhan-kebutuhan yang mempunyai prioritas untuk pelaksanaan; (3) perincian hasil
yang harus dicapai untuk setiap kebutuhan yang telah dipilih; (4) identifikasi
syarat-syarat untuk memenuhi setiap kebutuhan dengan cara problem solving;
(5) urutan hasil-hasil yang diinginkan untuk memenuhi kebutuhan yang telah
diidentifikasi; dan (6) identifikasi alternatif-alternatif metode dan alat yang
diperlukan dalam memenuhi kebutuhan, termasuk menentukan kebaikan dan
keburukan dari setiap set metode dan alatnya.
Pertanyaan kritis mengenai perencanaan pendidikan untuk
pengembangan satuan pendidikan adalah: sudahkah mengakomodasi
pendekatan demand drive? Pendekatan perencanaan tersebut menurut
Djojonegoro (2001) menuntut agar sekolah: (1) memiliki sense of quality; (2)
memahami kebutuhan pasar; (3) menerapkan wawasan mutu dan wawasan
keunggulan; dan (4) mengubah pola pengajarannya dari pengajaran mata
pelajaran ke program berbasis kompetensi.
3. Kepemimpinan Pendidikan
Kepemimpinan adalah inti manajemen, dan merupakan kemampuan
yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi orang-orang lain agar bekerja
mencapai tujuan dan sasaran. Kepemimpinan mengandung arti pola
kewenangan pemimpin diimplementasi dalam bentuk pembimbingan dan
pengarahan terhadap bawahan.
Kepemimpinan pada satuan pendidikan akan tampak pada cara
pemimpin menentukan kebijakan, dasar pertimbangan pengambilan keputusan,
cara dan pihak yang menerima delegasi, acuan sikap dalam bekerja, dan acuan
pengawasan. Oleh karena itu, setiap institusi, tak terkecuali satuan pendidikan,
memerlukan pemimpin yang memiliki visi dan misi, dekat pada pelanggan,
memiliki gagasan inovatif yang luas, bersahabat, dan mempunyai semangat
kerja yang tinggi (Peters dan Austin, 1992).
4. Iklim Organisasi Satuan Pendidikan
Iklim organisasi merupakan konsep sistem yang mencerminkan
keseluruhan gaya hidup organisasi. Dalam hal ini seorang pegawai akan
merasakan bahwa iklim tempat mereka bekerja menyenangkan apabila dapat
melakukan suatu yang bermanfaat dan menimbulkan perasaan yang berharga
yang akan memberikan kepuasan bagi mereka yang mampu mengerjakannya
dengan baik. Mereka menginginkan tanggung jawab dan mempunyai
kesempatan yang sama untuk berhasil, ingin didengarkan, dipandang dan
diperlakukan sebagai orang yang bernilai, sebagai bagian dari organisasi.
Secara operasional dan fungsional penyelenggaraan pendidikan
kecakapan hidup masih sangat memerlukan upaya-upaya perbaikan. Urgensi
iklim organisasi nonformal terkait dengan kenyataan bahwa di tengah
pergulatan masyarakat informasional, keluaran program pendidikan nonformal
5. Kinerja Satuan Pendidikan
Kinerja merupakan prestasi atau penampilan perilaku bekerja yang
dicapai oleh perorangan maupun kelompok atau lembaga. Kinerja berkenaan
dengan penyelesaian tugas pokok yang mendatangkan hasil dalam bentuk
prestasi. Produk pekerjaan merupakan hasil yang diperoleh dari aktivitas
dinamik dalam mencapai tujuan tahap demi tahap secara berkesinambungan.
Kinerja satuan pendidikan adalah konsep yang merujuk kepada
keefektifan organisasinya, yaitu kesesuaian antara hasil yang dicapai dengan
harapan atau kemampuan mencapai hasil yang diharapkan. Berdasarkan
perspektif tersebut, terdapat dua hal penting yang berkenaan dengan kinerja
organisasi. Pertama, saling berfungsinya kelompok-kelompok informal,
kebutuhan-kebutuhan individu, dan tujuan-tujuan birokrasi secara optimal satu
sama lain, yang didukung oleh teknologi, perkembangan lingkungan,
peluang-peluang yang baik, kecakapan perorangan, dan motivasi yang kuat. Kedua,
mencakup elemen-elemen capaian jangka pendek seperti produksi, efisiensi,
dan kepuasan; jangka menengah yaitu penyesuaian diri terhadap lingkungan,
pengembangan, dan pertumbuhan; jangka panjang yaitu kebertahanan hidup
(survive) organisasi.
F. KERANGKA FIKIR PENELITIAN
Kerangka fikir yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gambaran
mengenai sudut pandang peneliti terhadap objek penelitian, prosedur
kerangka fikir merupakan dukungan teoretik dan pendekatan dalam rangka
pemecahan masalah dengan bukti dari pakar terdahulu. Sugiyono (2007:95)
mengemukakan bahwa kerangka fikir perlu dinyatakan dalam bentuk diagram
(paradigma penelitian) selanjutnya pihak lain dapat memahami kerangka fikir
yang dikemuka dalam penelitian.
Berdasarkan pengertian tersebut, kerangka fikir penelitian ini memuat
proses identifikasi pokok masalah penelitian. Selanjutnya, pokok masalah
penelitian tersebut diberi penjelasan teoretik dan dikomparasikan dengan
beberapa hasil penelitian terdahulu.
Setelah mendapatkan penjelasan teoretik, kemudian dilakukan
konfirmasi pada wilayah empirik yang dibatasi pada
kemungkinan-kemungkinan pengaruh perencanaan pendidikan, kepemimpinan pendidikan,
dan iklim organisasi terhadap kinerja satuan-satuan pendidikan pengembangan
kecakapan hidup di daerah penelitian. Dalam hal ini penulis melakukan
pengukuran kosefisien dan pengujian kebermaknaan determinasi antara
variabel-variabel bebas dengan variabel terikat yang dihipotesiskan.
Hasil pengujian tersebut dimaknai sebagai excisting model
faktor-faktor determinan kinerja satuan pendidikan. Selanjutnya, excisting model
tersebut ditelaah dan dibandingkan dengan kajian teoretik, hasil-hasil
penelitian terdahulu, dan tantangan faktual pendidikan pengembangan
kecakapan hidup, sehingga dapat diajukan sebuah model hipotetik manajemen
strategik dilihat dari kebutuhan warga belajarnya. Ringkasan kerangka fikir
tersebut disajikan secara skematik dalam gambar 1.1.
NILAI-NILAI BUDAYA
LOKAL
MODEL HIPOTETIK AKUNTANBILITAS MANAJEMEN SATUAN PENDIDIKAN PENGEMBANGAN KECAKAPAN HIDUP
KONDISI EMPIRIK
PERENCANAAN PENDIDIKAN
(X1)
KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
(X2)
IKLIM ORGANISASI PENDIDIKAN
(X3)
KINERJA SATUAN PENDIDIKAN (Y) (Xn) MASALAH PENELITIAN: AKUNTABILITAS KINERJA SATUAN PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP KAJIAN TEORETIK
ADMINISTRASI PENDIDIKAN; PERENCANAAN PENDIDIKAN; KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN; IKLIM ORGANISASI;
KINERJA SATUAN PENDIDIKAN
ANALISIS
Gambar 1.1
KERANGKA FIKIR PENELITIAN
G. METODE PENELITIAN
1. Pendekatan dan Objek Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan descriptive survey dan
explanatory survey yang menurut Singarimbun dan Effendi (1989), bertujuan
menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian
untuk menggambarkan kondisi ciri-ciri objek atau variabel-variabel penelitian
sebagaimana adanya, dan kemudian menguji hipotesis.
Penelitian ini berlokasi di wilayah Provinsi Jambi, dengan objek
penelitian berupa satuan-satuan pendidikan pelaksana pendidikan kecakapan
hidup. Satuan-satuan pendidikan tersebut terdiri atas Lembaga Kursus dan
Pelatihan, Pendidikan Kecakapan Hidup Kerjasama SMK/Politeknik,
Pendidikan kecakapan Hidup Orientasi Pedesaan, dan Pendidikan Kecakapan
Hidup Orientasi Perkotaan.
Fokus kajian dibatasi pada satu variabel terikat, yaitu kinerja satuan
pendidikan kecakapan hidup; dan tiga variabel bebas yang terdiri atas
perencanaan pendidikan, kepemimpinan pendidikan, iklim organisasi satuan
pendidikan kecakapan hidup.
2. Instrumen Penelitian
Data primer yang dikumpulkan dan dianalisis dalam pengujian
hipotesis merupakan persepsi para responden mengenai kondisi empirik
variabel-variabel penelitian tersebut. Responden meliputi unsur-unsur
pimpinan satuan pelaksana program, Guru/Tutor, tenaga penunjang, dan warga
belajar. Data primer dikumpulkan dengan instrumen berupa angket, yang
terlebih dahulu diuji validitas dan relibilitasnya.
Uji validitas dimaksudkan untuk memastikan ketepatan atau
kecermatan instrumen dalam mengukur apa yang ingin diukur. Uji reliabilitas
apakah alat ukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika
pengukuran tersebut diulang.
3. Hipotesis dan Analisis Data
Hipotesis kerja yang akan diuji dalam penelitian ini penulis rumuskan
sebagai berikut:
a. Semakin efektif perencanaan dilaksanakan sebagaimana dipersepsikan
kepala, tutor/guru, tenaga penunjang, dan warga belajar semakin tinggi
kinerja satuan-satuan pendidikan kecakapan hidup di Provinsi Jambi.
b. Semakin efektif kepemimpinan pendidikan dilaksanakan sebagaimana
dipersepsikan kepala, tutor/guru, tenaga penunjang, dan warga belajar,
semakin tinggi kinerja satuan-satuan pendidikan kecakapan hidup di
Provinsi Jambi.
c. Semakin kondusif iklim organisasi pendidikan kecakapan yang
dipersepsikan kepala, tutor/guru, tenaga penunjang, dan warga belajar,
semakin tinggi kinerja satuan-satuan pendidikan kecakapan hidup di
Provinsi Jambi.
Untuk kepentingan analisis statistika, diajukan model hubungan hipotetik
PEREN CANAAN PENDI DI KAN
( X1)
KEPEMI MPI N AN PENDI DI KAN
( X2)
I KLI M ORGANI SASI PENDI DI KAN ( X3)
KI NERJA SATUAN PENDI DI KAN
( Y) RX1X3
RX1X2
RX2X3
ÞYX1 ÞYX2 ÞYX3 ε Gambar 1.2.
Hubungan Hipotetik Antarvariabel Penelitian
Keterangan:
rx1x2 = Koefisien korelasi variabel X
1 dengan X2, menggambarkan intensitas keeratan hubungan antara variabel X1 dengan X2.
rx1x3 = Koefisien korelasi variabel X
1 dengan X3, menggambarkan intensitas keeratan hubungan antara variabel X1 dengan X3.
r x2x3 = Koefisien korelasi variabel X2 dengan X3, menggambarkan
intensitas keeratan hubungan antara variabel X2 dengan X3.
pyx1 = Koefisien jalur variabel X
1 terhadap Y, menggambarkan besarnya pengaruh langsung variabel X1 terhadap Y.
pyx2 = Koefisien jalur variabel X2 terhadap Y, menggambarkan besarnya
pengaruh langsung variabel X2 terhadap Y.
pyx3 = Koefisien jalur variabel X3 terhadap Y, menggambarkan besarnya
pengaruh langsung variabel X3 terhadap Y.
ε = Variabel residu ε (variabel yang mempengaruhi variabel endogenous di luar variabel exogenous)
Untuk menganalis data data dan menguji hipotesis penelitian ini,
penulis menggunakan teknik analisis statistika Path Analysis. Teknik statistika
tersebut berguna untuk menganalisis pola hubungan antarvariabel dengan
variabel perencanaan Pendidikan (X1), kepemimpinan pendidikan (X2), dan
iklim organisasi satuan pendidikan (X3) sebagai variabel eksogen, terhadap
128 BAB III
METODE PENELITIAN
A. PENDEKATAN DAN TAHAPAN PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan descriptive survey dan
explanatory survey yang bertujuan menjelaskan hubungan kausal antara
variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. Untuk dipilih rancangan
deskriptif-verifikatif, yang dimaksudkan untuk menggambarkan kondisi
ciri-ciri objek atau variabel-variabel penelitian sebagaimana adanya, dan kemudian
menguji hipotesis.
Penelitian ini dilakukan melalui tahapan definisi konstruk, definisi
operasional, dimensi, kisi-kisi, dan kuesioner. Studi pendahuluan yang dilakukan
adalah studi pustaka, yang bertujuan untuk mendapatkan informasi-informasi
tentang permasalahan yang diteliti, dan untuk mendapatkan informasi yang
digunakan sebagai landasan atau kerangka berfikir. Teori-teori yang dijadikan
rujukan meliputi teori perencanaan pendidikan, teori kepemimpinan pendidikan,
teori iklim organisasi pendidikan, teori tentang manajemen kinerja, dan nilai-nilai
budaya.
B. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN
Objek penelitian ini adalah satuan-satuan pendidikan pelaksana
pendidikan kecakapan hidup, yang terdiri atas PKBM, SKB, lembaga kursus
yang ditunjuk, dan sekolah kejuruan yang ditunjuk sebagai pelaksana atau
Kursus Wirausaha Orientasi Perkotaan (KWP) dan Kursus Wirausaha Orientasi
Pedesaan (KWD).
Adapun data primer yang dikumpulkan dan dianalisis dalam penentuan
parameter, lebih bersifat persepsional para responden mengenai kondisi
empirik dari variabel-variabel penelitian, yaitu: perencanaan pendidikan,
kepemimpinan pendidikan, iklim organisasi, dan kinerja satuan pendidikan
kecakapan hidup.
Sehubungan dengan sifat data primer tersebut maka populasi penelitian
ini meliputi unsur-unsur pengelola dan warga belajar satuan pendidikan
kecakapan hidup di Provinsi Jambi. Prosedur responden untuk penelitian ini
dapat diringkaskan dalam gambar 3.1.
AREA RANDOM SAMPLING RANDOM SAMPLING PROPORSIONAL BERTAHAP KONSTANTA BERDASARKAN RUMUS INTERASI (1) Sampel Daerah (2) Sampel Satuan Pendidikan Kecakapan Hidup (KWP dan KWD) di Kota/Kabupaten (3) Sampel Manusia di Satuan Pendidikan (4) Profil Manajemen Pendidikan Kecakapan Hidup Kabupaten/Kota˘ PKBM˘ Kepala Proporsi Sampel Manusia ˘ JUMLAH DAN SUBJEK SAMPEL MANUSIA YANG DIJADIKAN RESPONDEN Tutor Tenaga Penunjang Warga Belajar SKB˘
Kepala Proporsi Sampel Manusia Tutor
Penunjang ˘ Warga Belajar
Lembaga Kursus˘
Kepala Proporsi Sampel Manusia
˘ Tutor
Tenaga Penunjang Warga Belajar
SMK˘
Kepala
Proporsi Sampel Manusia
˘ Tutor
Tenaga Penunjang Warga Belajar
Gambar 3.1.
PROSEDUR MENENTUKAN JUMLAH DAN SUBJEK RESPONDEN
Unit analisis penelitian berjumlah 41 lembaga pelaksana program
satuan pendidikan kecakapan hidup yang tersebar di kabupaten kota dalam
propinsi jambi. Kategori populasi meliputi pimpinan satuan pelaksana
program; guru/tutor, tenaga penunjang, dan warga belajar denga karakteristik
yang dilihat di daerah kabupaten/ kota yang mengembangkan program
pembelajaran kecakapan hidup pola enterpreneurship yang berbasis budaya
lokal.
Pengembangan pendidikan kecakapan hidup Propinsi Jambi
dilimpahkan pada 11(sebelas) Kabupaten Kota, yang jadi leding sektor
palaksana kegiatan tersebut adalah PKBM, SKB, lembaga kursus, dan SMK.
Tidak semua lembaga pendiikan kecakapan hidup di kabupaten mendapat
bantuan dana subsidi sebagai pelaksana Kursus Wirausaha Orientasi Perkotaan
(KWK) dan Kursus Wirausaha Orientasi Pedesaan (KWD). untuk itu dalam
data awal hanya terdeteksi tiga kabupaten kota yang semua lembaga
[image:33.595.118.521.109.373.2]Sampel terdiri atas sejumlah satuan analisis yang merupakan bagian
dari keseluruhan anggota populasi. (Furqon, 2001 ; 135), dengan demikian
sampel diambil dari tiga kabupaten kota yang didalamnya adalah lembaga yang
mendapatkan bantuan dana subsidi kecakapan hidup melalui program KWK
dan KWD. Lembaga tersebut adalah PKBM, SKB, Lembaga Kursus, dan SMK
yang kesemuanya mendapatkan dana subsidi dari program KWK dan KWD
tersebut. Data awal yang diperoleh terdapat tiga kabupaten yang semua
lembaga mendapatkan dana subsidi, diantaranya adalah Kabupaten Kerinci,
Kabupaten Muaro Jambi, dan Kota madya Jambi. Dari tiga kabupaten kota
tersebut terdapat 48 subjek yang dapat dijadikan sumber informasi yang
berkenaan dengan satuan pendidikan kecakapan hidup yang memenuhi
kriteria dalam penelitian ini.
!
C. OPERASIONALISASI VARIABEL PENELITIAN
Variabel penelitian merupakan objek penelitian (Arikunto, (2002:96).
Menurut Sugiyono (2007:61) variabel merupakan suatu atribut atau sifat atau
nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya
Adapun variabel-variabel yang akan diuji dalam penelitian ini adalah
kinerja satuan pendidikan kecakapan hidup sebagai satu-satunya variabel terikat,
yang dihipotesiskan dipengaruhi oleh tiga variabel bebas, yaitu (1) perencanaan
pendidikan; (2) kepemimpinan pendidikan; dan (3) iklim organisasi pendidikan.
a. Definisi Konseptual
Kinerja adalah hasil yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang
dalam organisasi dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam
rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar
hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Kinerja juga dapat diartikan sebagai
suatu kemampuan kerja, prestasi yang diperlihatkan atau yang dicapai dalam
melaksanakan suatu fungsi pekerjaan dalam suatu fungsi pekerjaan dalam suatu
periode tertentu ( Handoko, 2000)
b. Definisi Operasional
Secara operasional kinerja satuan pendidikan kecakapan hidup dapat
ditelusuri dengan empat perspektif, keempat perspektif dimaksud adalah: (1)
perspektif pelanggan, yaitu layanan pendidikan dapa memuaskan pelangan, di
mana warga belajar yang mendaftar jadi meningkat, lulusan dapat bersaing,
sehingga dapat mengangkat penilain publik terhadap produk layanan tersebut; (2)
persfektif finansial, yaitu bagaimana memuaskan pemegang saham dengan
melihat tertib neraca keuangan,laporan rugi laba, laporan arus kas, pembuatan
anggaran, tingkat pelaksanaan anggaran dan pelaksanaan pemeriksaan anggaran;
(3) persfektif proses internal, yaitu bagaimana melihat kinerja para pelaksana,
pencapaian sasaran, utilisasi sarana dan fasilitas, pencarian pekerjaan, kesempatan
rekrutmen, fasilitas untuk alumni, dan jaringan alumni; (4) persfektif
pertumbuhan, yang berkenaan dengan sisi kepuasan para penyelenggara,
produktivitas para pelaksana, kompetensi para pelaksana, suasana kerja, imbal jasa
c. Kisi-kisi dan Instrumen
Kisi-kisi dan instrumen penelitian untuk variabel kinerja satuan pendidikan
kecakapan hidup, dirancang sesuai dengan definisi konseptual dan definisi
[image:36.595.119.522.223.706.2]operasional di atas.
Tabel 3.1
KISI-KISI KINERJA SATUAN PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP
No. Dimensi Indikator
Nomor butir
soal
Jumlah butir
soal 1 Pelanggan Jumlah warga belajar yang mendaftar 1 1
Jumlah warga belajar per bidang 2 1 Jumlah seluruh warga belajar 3 1 Rata-rata biaya per warga belajar 4 1
Rata-rata kelulusan 5 1
Kepuasan warga belajar 6 1
Kepuasan alumni 7 1
Kepuasan pengguna lulusan 8 1
2 Finansial Tertib pembuatan neraca keuangan 9 1 Pembuatan laporan rugi laba 10 1 Pembuatan laporan arus kas 11 1
Pembuatan anggaran 12 1
Tingkat pelaksanaan anggaran 13 1 Pelaksanaan pemeriksaan keuangan 14 1 3 Proses Internal Kinerja para pelaksana 15 1
Pencapaian sasaran 16 1
Utilisasi sarana dan fasilitas 17 1
Pencarian pekerjaan 18 1
Kesempatan rekrutmen 19 1
Fasilitas untuk alumni 20 1
Jaringan alumni 21 1
4 Pertumbuhan Kepuasan para pelaksana 22 1 Produktivitas para pelaksana 23 1 Kompetensi para pelaksana 24 1
Suasana kerja 25 1
Imbal jasa 26 1
Tabel 3.2
INSTRUMEN KINERJA SATUAN PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP
Perspektif Indikator
Ukuran Kinerja
4 3 2 1
Pelanggan Jumlah warga belajar yang mendaftar
tinggi cukup rendah Kurang
Jumlah warga belajar per bidang
tinggi cukup rendah Kurang
Jumlah seluruh warga belajar
tinggi cukup rendah Kurang
Rata-rata biaya per warga belajar
murah wajar mahal Sangat mahal Rata-rata kelulusan tinggi cukup rendah Kurang Kepuasan warga belajar tinggi cukup rendah Kurang Kepuasan alumni tinggi cukup rendah Kurang Kepuasan pengguna
lulusan
tinggi cukup rendah Kurang
Finansial Tertib pembuatan neraca keuangan
Tertib cukup kurang Tidak tertib Pembuatan laporan rugi
laba
Tertib cukup kurang Tidak tertib Pembuatan laporan arus
kas
Tertib cukup kurang Tidak tertib Pembuatan anggaran tertib cukup kurang Tidak
tertib Tingkat pelaksanaan
anggaran
Tertib cukup kurang Tidak tertib Pelaksanaan pemeriksaan
keuangan
Tertib cukup kurang Tidak tertib
Proses Internal
Kinerja para pelaksana tinggi cukup rendah kurang Pencapaian sasaran tinggi cukup rendah kurang Utilisasi sarana dan
fasilitas
tinggi cukup rendah kurang
Pencarian pekerjaan tinggi cukup rendah kurang Kesempatan rekrutmen tinggi cukup rendah kurang Fasilitas untuk alumni tinggi cukup rendah kurang Jaringan alumni tinggi cukup rendah kurang
Pertumbuha n
Kepuasan para pelaksana tinggi cukup rendah kurang Produktivitas para
pelaksana
tinggi cukup rendah kurang
pelaksana
Suasana kerja tinggi cukup rendah kurang
Imbal jasa tinggi cukup rendah kurang Pengembangan karir tinggi cukup rendah kurang
2. Variabel Perencanaan Pendidikan
a. Definisi Konseptual
Perencanaan pendidikan sebagai sistem, memuat langkah-langkah
prosedural dan seperangkat komponen yang diperlukan selama proses
perencanaan. Langkah-langkah perencanaan yang dimaksud, diperinci oleh
Hardjodipuro (1979: 17) sebagai berikut: (1) identifikasi dan dokumentasi
berbagai kebutuhan; (2) pemilihan kebutuhan-kebutuhan yang mempunyai
prioritas untuk pelaksanaan; (3) perincian hasil yang harus dicapai untuk setiap
kebutuhan yang telah dipilih; (4) identifikasi syarat-syarat untuk memenuhi setiap
kebutuhan termasuk perincian untuk memenuhi kebutuhan dengan cara problem
solving; (5) suatu urutan hasil-hasil yang dinginkan untuk memenuhi kebutuhan
yang telah diidentifikasi; dan (6) identifikasi alternatif-alternatif metode dan alat
yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan, termasuk menentukan kebaikan dan
keburukan dari setiap set metode dan alatnya.
b. Definisi Operasional
Variabel perencanaan pendidikan secara operasional ditelusuri melalui tiga
dimensi, yaitu: (1) langkah-langkah perencanaan; (2) komponen proses
masing-masing dimensi tersebut merupakan indikator yang melekat pada dimensi yang
akan ditelusuri.
[image:39.595.110.529.200.754.2]c. Kisi-kisi dan Instrumen
Tabel 3.3
KISI-KISI PERENCANAAN SATUAN PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP
No Dimensi Indikator
Nomor butir soal Jumlah butir soal 1.
Langkah-langkah perencanaan
1. identifikasi dan dokumentasi berbagai
kebutuhan; 1 1
2. pemilihan kebutuhan-kebutuhan yang mempunyai prioritas untuk
pelaksanaan;
2 1
3. perincian hasil yang harus dicapai untuk
setiap kebutuhan yang telah dipilih; 3 1 4. identifikasi syarat-syarat untuk
memenuhi setiap kebutuhan termasuk perincian untuk memenuhi kebutuhan dengan cara problem solving;
4 1
5. suatu urutan hasil-hasil yang diinginkan untuk memenuhi kebutuhan yang telah diidentifikasi; dan
5 1
6. identifikasi alternatif-alternatif metode dan alat yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan, termasuk menentukan kebaikan dan keburukan dari setiap set metode dan alatnya.
6 1
2. Komponen proses perencanaan
1. sistem nilai, yaitu harapan, kebutuhan dan tata nilai yang berkembang di masyarakat di mana pendidikan tersebut diselenggarakan;
7 1
2. tujuan yang berfungsi untuk memahami maksud dan sasaran lembaga
pendidikan yang bersangkutan;
8 1
3. data dan informasi yang mendukung pengetahuan tentang keberadaan lembaga pendidikan;
9 1
4. proses perencanaan yang terdiri atas
beberapa tahap; 10 1
terwujud selaras dengan tujuan lembaga pendidikan;
6. kriteria yaitu berupa standar mutu yang dapat menjamin keberhasilan
pelaksanaan suatu rencana;
12 1
7. pembatas yang merupakan batasan wilayah perencanaan maupun
keterbatasan sumber bagi perencanaan.
13 1
3. Prinsip perencanaan pendidikan
1. kontribusi terhadap tujuan dan sasaran
pendidikan. 14 1
2. aspek primer dari perencanaan dan
pendidikan. 15 1
3. daya serap perencanaan pendidikan. 16 1
4. efisiensi rencana. 17 1
Tabel 3.4
INSTRUMEN PERENCANAAN PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP Pernyataan Persepsi Responden Sangat Setuju (4) Setuju (3) Tidak Setuju (2) Sangat Tidak Setuju (1) Menurut pendapat Anda, perencanaan pendidikan kecakapan hidup
Di satuan pendidikan ini telah memenuhi unsur-unsur: 1. identifikasi dan dokumentasi berbagai
kebutuhan;
2. pemilihan kebutuhan-kebutuhan yang mempunyai prioritas untuk pelaksanaan; 3. perincian hasil yang harus dicapai untuk setiap
kebutuhan yang telah dipilih;
4. identifikasi syarat-syarat untuk memenuhi setiap kebutuhan termasuk perincian untuk memenuhi kebutuhan dengan cara problem solving; 5. suatu urutan hasil-hasil yang diinginkan untuk
memenuhi kebutuhan yang telah diidentifikasi; 6. identifikasi alternatif-alternatif metode dan alat
yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan, termasuk menentukan kebaikan dan keburukan dari setiap set metode dan alatnya.
8. tujuan yang berfungsi untuk memahami maksud dan sasaran lembaga pendidikan yang
bersangkutan;
9. data dan informasi yang mendukung pengetahuan tentang keberadaan lembaga pendidikan;
10. proses perencanaan yang terdiri atas beberapa tahap;
11. output yaitu hasil yang diharapkan terwujud selaras dengan tujuan lembaga pendidikan; 12. kriteria yaitu berupa standar mutu yang dapat
menjamin keberhasilan pelaksanaan suatu rencana;
13. pembatas yang merupakan batasan wilayah perencanaan maupun keterbatasan sumber bagi perencanaan.
14. kontribusi terhadap tujuan dan sasaran pendidikan.
15. aspek primer dari perencanaan dan pendidikan. 16. daya serap perencanaan pendidikan.
17. efisiensi rencana.
3. Variabel Kepemimpinan Pendidikan
a. Definisi Konseptual
Kepemimpinan sebagai seni atau proses mempengaruhi orang-orang
sehingga bekerja secara sukarela dan penuh antusias ke arah pencapaian tujuan
kelompok. Konsep tersebut dapat diperluas, yang mengimplisitkan tidak hanya
sekedar mau bekerja, tetapi juga mempunyai kemampuan yang disertai dengan
perasaan penuh semangat dan kepercayan (Koontz dan Donnel, 1998:62).
Kepemimpinan sebagai kemampuan dan kesiapan yang dimiliki seseorang
untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan dan
berbuat sesuatu yang dapat membantu pencapaian suatu maksud atau tujuan
tertentu (Wayong dan Soemanto, 1988: 1).
b. Definisi Operasional
Variabel perencanaan pendidikan secara operasional ditelusuri dari lima
dimensi, yaitu: (1) pengetahuan tentang kepemimpinan; (2) keterampilan
memotivasi anggota organisasi; (3) pengalaman memimpin organisasi; (4)
visioner; dan (5) kewirausahaan. Jabaran masing-masing dimensi tersebut
berjumlah 27 indikator.
[image:42.595.130.532.272.743.2]c. Kisi-kisi dan Instrumen
Tabel 3.5
KISI-KISI KEPEMIMPINAN SATUAN PENDIDIKAN KECAKAPAN
No Dimensi Indikator
Nomor butir soal Jumlah butir soal 1. Pengetahuan
tentang
kepemimpinan
1. mengimplikasikan perlunya kualitas pemimpin yang ditandai oleh sifat-sifat kepribadian yang kuat;
1, 2, 2
2. mampu mengunakan perilaku dan gaya kepemimpinan dengan tepat dalam mempengaruhi orang lain.
3, 1
3. seorang pemimpin mempunyai jiwa dan kemampuan
kepemimipinan sehingga mampu menjalankan fungsi dan tugasnya;
4, 1
2. Keterampilan memotivasi anggota organisasi
1. keterampilan meyakinkan organisasi
5, 6, 2
2. keterampilan menggerakkan dan memotivasi dalam mencapai tujuan.
3. Pengalaman memimpin organisasi
1.
emauan untuk berorganisasi; 9, 10,
11, 3
2. pola kerja sama; 12, 13, 2 3. pembagian tugas 14, 15, 2 4. Visioner 1. kemampuan melihat kedepan
dari organisasi, 16, 1
2. keterampilan merencanakan kegiatan jangka panjang.
17, 18,
19, 20, 4 5. kewirausahaan 1. keterampilan mensosialisasikan
organisasi, 21, 22,
23, 24 4
2. keterampilan mempublikasikan organisasi;
25, 26,
27, 3
3. keterampilan melihat peluang dari organisasi;
28, 29,
30, 3
4. keterampilan antisipasi
Tabel 3.6
INSTRUMEN KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP Pernyataan Persepsi Responden Sangat Setuju (4) Setuju (3) Tidak Setuju (2) Sangat Tidak Setuju (1) Menurut pendapat Anda, kepemimpinan pendidikan kecakapan hidup di satuan pendidikan ini telah memenuhi unsur-unsur;
1. Kepala Satuan pendidikan mampu merumuskan misi dan tujuan
satuan pendidikan secara jelas; 2. Kepala Satuan pendidikan mampu
menentukan sasaran satuan pendidikan secara realistis, dengan menggunakan kriteria yang dapat diukur;
3. Kepala Satuan pendidikan mampu menentukan langkah-langkah strategis untuk mencapai misi dan tujuan satuan pendidikan;
4. Kepala Satuan pendidikan mampu memilih metode dan alat yang sebaiknya digunakan untuk
mencapai misi, tujuan dan sasaran satuan pendidikan;
5. Kepala Satuan pendidikan mampu melakukan negosiasi dengan berbagai pihak yang
berkepentingan dengan
pendidikan di satuan pendidikan ini;
6. Kepala Satuan pendidikan mampu menganalisis faktor -faktor
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi satuan pendidikan;
7. Kepala Satuan pendidikan mampu memperkirakan
kebutuhan-kebutuhan satuan pendidikan pada masa yang akan datang secara tepat;
membuat struktur organisasi satuan pendidikan yang efektif dan efisien;
9. Kepala Satuan pendidikan mampu mengangkat para pembantu kepala satuan pendidikan atau wakil kepala satuan pendidikan sesuai dengan kepatuhan dan kelayakan yang dimilikinya;
10. Kepala Satuan pendidikan mampu memberikan penghargaan yang layak kepada personil satuan pendidikan yang berprestasi; 11. Kepala Satuan pendidikan mampu
memberikan sanksi atau hukuman yang tegas kepada personil satuan pendidikan yang melanggar aturan;
12. Kepala Satuan pendidikan mampu membangun team work yang kompak dan berdedikasi tinggi; 13. Kepala Satuan pendidikan mampu
memberikan bimbingan dan arahan secara baik kepada seluruh personil satuan pendidikan;
14. Kepala Satuan pendidikan mampu memberikan tugas mengajar kepada guru sesuai dengan latar belakang pendidikan yang dimilikinya;
15. Kepala Satuan pendidikan mampu menyusun rincian tugas setiap personil satuan pendidikan secara jelas;Kepala Satuan pendidikan mampu memberikan sanksi atau hukuman yang tegas kepada personil satuan pendidikan yang melanggar aturan;
16. Keberanian untuk melakukan perubahan-perubahan dalam organisasi menuju ke arah yang lebih baik;
masyarakat luas;
18. Kepala Satuan pendidikan mampu merumuskan kriteria-kriteria keberhasilan program satuan pendidikan;
19. Kepala Satuan pendidikan mampu menentukan metode dan langkah-langkah untuk mengukur
keberhasilan program satuan pendidikan;
20. Kepala Satuan pendidikan mampu merumuskan indikator-indikator untuk mengukur keberhasilan program satuan pendidikan;
21. Kepala Satuan pendidikan mampu memberdayakan peran OSIS untuk melaksanakan berbagai kegiatan kesiswaan;
22. Kepala Satuan pendidikan mampu mengembang -kan
program-program ekstrakurikuler yang berwawasan keunggulan;
23. Kepala Satuan pendidikan mampu mengembangkan program
pembelajaran yang berpusat pada siswa;
24. Kepala Satuan pendidikan mampu menganalisis dan menindaklanjuti hasil-hasil evaluasi;
25. Kepala Satuan pendidikan mampu mengembangkan program
pengajaran perbaikan (remedial teaching) bagi para siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar;
26. Kepala Satuan pendidikan mampu melaksanakan kegiatan
pemeliharaan dan perbaikan sarana satuan pendidikan dengan baik; 27. Kepala Satuan pendidikan mampu
menyelenggarakan proyek-proyek pembangunan di satuan
mengatur penyimpanan peralatan dan barang-barang satuan
pendidikan secara baik, sehingga tidak mudah rusak atau hilang; 29. Kepala Satuan pendidikan mampu
mengendalikan setiap pemasukan dan pengeluaran keuangan satuan pendidikan, sehingga tidak terjadi defisit atau kebocoran anggaran; 30. Kepala Satuan pendidikan mampu
melaksanakan pendataan siswa secara lengkap dan menyeluruh; 31. Kepala Satuan pendidikan mampu
menggali sumber-sumber dana yang diperlukan untuk membiayai kegiatan rutin maupun pembangunan satuan pendidikan; 32. Kepala Satuan pendidikan mampu
merencanakan kebutuhan personil satuan pendidikan dengan baik, sehingga tidak terjadi kelebihan atau kekurangan personil;
33. Kepala Satuan pendidikan mampu mengembangkan Kepala Satuan pendidikan mampu profesional personil satuan pendidikan, misalnya dengan mengirimkan guru-guru untuk mengikuti berbagai pelatihan dan seminar; 34. Kepala Satuan pendidikan mampu
melaksanakan penilaian kinerja personil satuan pendidikan secara baik, sehingga mendorong setiap personil untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya.
4. Variabel Iklim Organisasi Satuan Pendidikan
a. Definisi Konseptual
Iklim organisasi merupakan lingkungan internal yang mewakili
faktor-faktor dalam organisasi yang menciptakan kultur dan lingkungan sosial dimana
pandangan Gibson (1985;15), iklim organisasi adalah prioritas lingkungan kerja,
yang dipersepsikan pegawai secara langsung atau tidak langsung, yang dianggap
sebagai faktor utama dalam mempengaruhi perilaku pegawai.
b. Definisi Operasional
Variabel iklim organisasi pendidikan dalam penelitian ini,
dioperasionalkan menjadi tujuh dimensi, yaitu: (1) struktur; (2) responsibility; (3)
reward; (4) warmt; (5) support; (6) organisational; (7) risk. Masing-masing
dimensi tersebut dperinci lagi ke dalam sejumlah indikator yang secara
keseluruhan mengungkapkan kontribusi iklim organisasi pendidikan terhadap
kinerja satuan-satuan pendidikan kecakapan hidup.
[image:48.595.131.517.366.747.2]c. Kisi-kisi dan Instrumen
Tabel 3.7
KISI-KISI IKLIM ORGANISASI SATUAN PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP
No. Dimensi Indiktor Nomor
butir soal
Jumlah butir soal 1. Stuktur 1. urutan kontrol organisasi, 1, 2, 2
2. pisik (urutan pembagian
tugas) 3, 1
2. Responsibility 1. pengawasan, 4, 5, 2
2. evaluasi 6, 1
3. Reward 1. tingkat penghargaan, 7, 8, 2
2. finansial 9, 1
3. promosi 10, 1
4. Warmt 1. kepuasan pegawai, 11, 1
2. harapan kedepan. 12, 1
5. Support 1. delegasi 13, 1
2. dukungan 14, 15, 2
6. Organizational 1. pengetahuan tentang
organisasi, 16, 1
2. keterampilan tentang
3. pengalaman menjalankan
komitmen organisasi. 18, 1
7. Risk 1. tantangan, 19, 1
2. kemampuan melihat
ancaman dari tantangan, 20, 1 3. kemampuan melihat
[image:49.595.123.520.157.725.2]peluang dari tantangan. 21, 1
Tabel 3.8
INSTRUMEN IKLIM ORGANSASI SATUAN PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP Pernyataan Persepsi Responden Sangat Setuju (4) Setuju (3) Tidak Setuju (2) Sangat Tidak Setuju (1) Menurut pendapat Anda, iklim organisasi pendidikan kecakapan hidup Di satuan pendidikan ini telah memenuhi unsur-unsur:
1. Anda merasa terbebani bekerja;
2. Sistem kerja yang ditetapkan nampaknya kurang adanya inovasi (perubahan) ; 3. Anda selalu bekerja sama dengan rekan
kerja;
4. Anda dalam bekerja mengacu terhadap peraturan yang berlaku di instansi anda; 5. Sistem kerja yang diterapkan nampaknya
kurang otonom (penyerahan wewenang); 6. Nampaknya ada keserasian kerja antara
atasan dan bawahan di instansi anda; 7. Kerja sama yang diciptakan selalu
mengharapkan imbalan;
8. Anda dalam bekerja selalu mengalami konflik peranan;
9. Pemuasan kerja Anda dirasa cukup jika bekerja di instansi anda;
10. Tugas atasan lebih berat daripada bawahannya;
D. UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN 1. Uji Validitas
Validitas adalah menunjukkan kemampuan instrumen penelitian
mengukur dengan tepat atau benar apa yang hendak diukur. Sedangkan reliabelitas
menunjukkan keajegan, kemantapan atau kekonsistenan suatu instrumen
penelitian mengukur apa yang diukur. Kusnendi (2008; 94).
Valid tidaknya item instrumen dari setiap variabel yang akan diteliti
merupakan persoalan yang penting dalam suatu penelitian. Tujuan dilakukan
pengujian validitas adalah agar data yang diambil benar-benar valid.
Sekaran (2000); Hair, Anderson, Tatham & Black, 1998, dalam
kusnendi(2008;94) mengatakan pada umumnya para peneliti biasa menggunakan
korelasi Item total(item-total correlation) dan atau korelasi item-total dikoreksi
sebagai statistik uji validitas, sedangkan pengujian reliabelitas biasa menggunakan
koefisien Alfa Cronbach.
Item pertanyaan atau pernyataan diindikasikan memiliki validitas apabila
item tersebut memiliki kesesuaian dengan fungsi kuesioner secara keseluruhan,
yaitu mengukur konstruk atau variabel yang diukur. Diterjemahkan menurut
koefisien korelasi item total, suatu item dikatakan memiliki validitas yang
memadai apabila