• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKUNTABILITAS MANAJEMEN KINERJA SATUAN PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP BERBASIS BUDAYA LOKAL : Studi Tentang Pengaruh Perencanaan, Kepemimpinan, dan Iklim Organisasi Terhadap Kinerja Satuan Pendidikan Pelaksana Program Pendidikan Kecakapan Hidup di Provinsi Ja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "AKUNTABILITAS MANAJEMEN KINERJA SATUAN PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP BERBASIS BUDAYA LOKAL : Studi Tentang Pengaruh Perencanaan, Kepemimpinan, dan Iklim Organisasi Terhadap Kinerja Satuan Pendidikan Pelaksana Program Pendidikan Kecakapan Hidup di Provinsi Ja"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

ix

PENGESAHAN PANITIA DISERTASI ... i

PERSETUJUAN KETUA PROGRAM STUDI ... ii

PERNYATAAN ... iii

ABSTRACT ... ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

PENGHARGAAN ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian ... 10

1. Rumusan Masalah ... 10

2. Pertanyaan Penelitian ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12

E. Asumsi Penelitian ... 13

F. Kerangka Fikir Penelitian ... 17

G. Metode Penelitian ... 19

1. Pendekatan dan Objek Penelitian ... 19

2. Instrumen Penelitian ... 20

3. Hipotesis dan Analisis Data ... 21

BAB I I KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Nonformal .. . ... 24

B. Konsep Pendidikan Kecakapan Hidup ... 28

1. Pengertian Pendidikan Kecakapan Hidup ... 28

2. Nilai Kewirahusaan Dalam Pendidikan Kecakapan Hidup ... 32

(2)

x

1. Pengertian dan Aspek-aspek Perencanan Pendidikan ... 46

2. Ciri dan Dimensi Perencanaan Pendidikan ... 50

3. Indikator Perencanaan Pendidikan pada Satuan Pendidikan Kecakapan Hidup ... 51

D. Kepemimpinan Pendidikan ... 52

1. Pengertian Kepemimpinan ... 52

2. Tipologi Kepemimpinan ... 57

3. Kompetensi Kepemimpinan... 70

4. Ciri-ciri Kepemimpinan Pendidikan ... 81

5. Indikator Kepemimpinan Satuan Pend. Kecakapan Hidup... ... 85

E. Iklim Organisasi Satuan Pendidikan Kecakapan Hidup ... 87

1. Pengertian dan Aspek Iklim Organisasi Satuan Pendidikan Kecakapan Hidup ... 87

2. Indikator Iklim Organisasi Satuan Pend. Kecakapan Hidup ... 98

F. Kinerja Satuan Pendidikan Kecakapan Hidup ... 99

1. Pengertian Kinerja dan Manajemen Kinerja ... 99

2. Akuntabilitas Manajemen Kinerja Organisasi ... 109

3. Pengukuran Kinerja Organisasi ... 116

4. Indikator Kinerja Satuan Pendidikan Kecakapan Hidup ... 120

G. Penelitian Terdahulu ... 121

BAB I I I METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Tahapan Penelitian ... 128

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 128

C. Operasionalisasi Variabel Penelitian ... 131

1. Variabel Kinerja Satuan Pendidikan ... 132

2. Variabel Perencanaan Pendidikan ... 135

3. Variabel Kepemimpinan Pendidikan ... 137

(3)

xi

1. Uji Validitas ... 147

2. Uji Reliabilitas ... 148

E. Teknik Analisis Data ... 149

BAB I V HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN MODEL HIPOTETIK A. Hasil Penelitian ... 150

1. Pendidikan Kecakapan Hidup dalam Konteks Budaya Lokal dan Kebijakan Pembangunan Provisi Jambi ... 150

2. Profil Pendidikan Kecakapan Hidup…. ... 153

3. Perencaan Pendidikan pada Satuan Pend. Kecakapan Hidup ... 161

4. Kepemimpinan Pend. Pada Satuan Pend.Kecakapan Hidup .... 166

5. Iklim Organisasi Satuan Pendidikan Kecakapan Hidup ... 175

6. Kinerja Satuan Pendidikan Kecakapan Hidup ... 181

B. Analisis Data Penelitian ... 186

1. Persepsi Kepala .. ... 187

2. Persepsi Tutor... ... 189

3. Persepsi Tenaga Penunjang ... ... 192

4. Persepsi Warga...195

5. Secara Umum...197

C. Pembahasan ... 200

1. Aspek Perencanaan Pendidikan ... 202

2. Aspek Kepemimpinan Pendidikan ... 209

3. Aspek Iklim Organisasi Satuan Pendidikan ... 211

4. Aspek Akuntabilitas Manajemen Kinerja Satuan Pendidikan .. 212

D. Model Akuntabilitas Manajemen Kinerja Satuan Pendidikan ... 221

1. Asumsi Model ... 221

2. Faktor-faktor Model ... 222

(4)

xii

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan ... 233

B. Implikasi ... 234

C. Rekomendasi ... 236

DAFTAR PUSTAKA ... 238

(5)

xiii

DAFTAR TABEL

No Judul Hal

1. Tabel 2.1 Indikator Kinerja Satuan Pendidikan Kecakapan Hidup...52

2. Tabel 2.2. Indikator Perencanaan Satuan Pendidikan Kecakapan Hidup ... 120

3. Tabel 3.1. Kisi-kisi Kinerja Satuan Pendidikan .. ... 120

4. Tabel 3.2. Instrumen Kinerja Satuan Pendidikan ... ... 133

5. Tabel 3.3. Kisi-kisi Perencanaan Pendidikan Kecakapan Hidup ... ... 136

6. Tabel 3.4. Instrumen Perencanaan Pendidikan Kecakapan Hidup .. ... 137

7. Tabel 3.5. Kisi-kisi Kepemimpinan Satuan Kecakapan Hidup ... ... 139

8. Tabel 3.6. Instrumen Kepemimpinan Pendidikan Kecakapan Hidup .... ... 141

9. Tabel 3.7. Kisi-kisi Iklim Organisasi Satuan Pendidikan Kecakapan Hidup .. ... 145

10. Tabel 3.8. Instrumen Iklim Organisasi Satuan Pendidikan Kecakapan Hidup ... 146

11. Tabel 4.1. Luas Kabupaten/Kota dan Perincian Wilayah Administratif di Provinsi Jambi ... 150

12. Tabel 4.2. Jumlah dan Proyeksi Peningkatan Komponen Pendidikan Provinsi Jambi ... 1154

13. Tabel 4.3. Jumlah Lembaga Pendidikan Nonformal Penyelenggara pendidikan kecakapan Hidup di Provinsi Jambi ... 156

14. Tabel 4.4. Akumulasi Jawaban Responden mengenai Perencanaan Pendidikan ... 162

15. Tabel 4.5. Akumulasi Jawaban Responden Tentang Kepemimpinan Pendidikan ... 166

16. Tabel 4.6. Akumulasi Jawaban Responden Mengenai Iklim Organisasi Pendidikan ... 175

17. Tabel 4.7. Akumulasi Skor Kinerja Satuan Pendidikan ... 182

(6)

xiv

20. Tabel 4.10. Matrik korelasi antar variabel persepsi tutor .. ... 190

21. Tabel 4.11. Ringakasan Hasil Uji Hipotesis persepsi tutor ... 191

22. Tabel 4.12.Matrik korelasi antar variabel persepsi tenaga penunjang.. .... 192

23. Tabel 4.13 Ringkasan Hasil Uji Hipotesis persepsi tenaga penunjang ... 193

24. Tabel 4.14 Matrik korelasi antar variabel persepsi warga.. ... 195

25. Tabel 4.15. Ringkasan Hasil Uji Hipotesis persepsi warga ... 196

26. Tabel 4.16 Matrik korelasi antar variabel persepsi unun. ... 198

(7)

xv

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal

1. Gambar 1.1. Kerangka Fikir Penelitian ... 19

2. Gambar 1.2. Hubungan Hipotetik Antarvariabel Penelitian ... 22

3. Gambar 2.1. Kecenderungan 0rientasi Kepemimpinan ... 60

4. Gambar 3.1. Prosedur penentuan jumlah subjek responden.. ... 130

5. Gambar 4.1. Struktur Organisasi SKB Tingkat Kabupaten/Kota di provinsi Jambi ... 155

6. Gambar 4.2. Rentang Skor Persepsi Responden mengenai Perencanaan Pendidikan .. ... 165

7. Gambar 4.3. Rentang skor Persepsi Responden mengenai Kepemimpinan Pendidikan... 174

8. Gambar 4.4. Rentang Skor Persepsi Reponden mengenai Iklim Organisasi Pendidikan.. ... 180

9. Gambar 4.5. Rentang Skor Persepsi Responden Mengenai Kinerja Satuan Pendidkan ... 186

10. Gambar 4.6. Diagram jalur persepsi kepala .. ... 189

11. Gambar 4.7. Diagram jalur persepsi tutor ... 192

12. Gambar 4.8 Diagram jalur persepsi tenaga penunjang.. ... 194

13. Gambar 4.9 Diagram jalur persepsi warga... ... 197

14. Gambar 4.9 Diagram jalur persepsi umum. ... 200

(8)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Visi pendidikan nasional menghadapi era millenium ketiga terkait

dengan kesadaran kolektif bangsa terhadap karakteristik dunia pendidikan dan

keterbatasan kita sebagai bangsa untuk mewujudkan pendidikan yang

diidamkan. Karakteristik dan keterbatasan yang dimaksud, menurut

Djojonegoro (2000), meliputi empat aspek.

Pertama, bahwa bangsa Indonesia sedang memasuki sebuah

transformasi total yang diikuti oleh perubahan-perubahan mendasar yang

sangat cepat, dengan berbagai akibat pada tatanan maupun nilai kehidupan

serta persepsi masyarakat. Salah satu akibatnya ialah terjadinya pergeseran

nilai, yang berdampak besar terhadap kegiatan belajar mengajar. Oleh karena

itu, perencanaan pendidikan perlu memperhitungkan faktor perubahan tata

kehidupan tersebut, khususnya yang berkaitan dengan pergeseran nilai.

Kedua, bahwa pendidikan merupakan proses yang memakan waktu

yang lama. Tenggang waktu yang diperlukan bagi seseorang untuk mempunyai

kemampuan atau kepakaran di bidang tertentu memerlukan waktu yang cukup

panjang. Di sisi lain, lulusan pendidikan diharapkan mampu berkarya dalam

masyarakat sesuai dengan kebutuhan pada saat dan tempat mereka berada pada

waktu itu.

Dengan demikian, dikaitkan dengan kebutuhan bangsa di masa depan,

(9)

dalam berbagai bidang, sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional

menghadapi persaingan dunia.

Ketiga, bahwa proses pendidikan seseorang bersifat irreversible sekali

dilakukan tidak dapat diulang. Apabila hasilnya tidak sesuai, maka ilmu yang

diperoleh tidak dapat diganti begitu saja. Kenyataan ini menghajatkan suatu

perencanaan yang benar-benar sahih (valid) terhadap kebutuhan nyata di masa

mendatang, karena panjangnya tenggang waktu pendidikan. Kesahihan tersebut

menyangkut aspek kualitas dan kompetensi lulusan, maupun relevansinya

dengan dunia kerja dalam jenis maupun jumlahnya.

Keempat, bahwa tanggung jawab terselenggaranya pendidikan nasional

yang baik tidak mungkin diserahkan pada satu pihak saja, yakni pemerintah.

Keterlibatan semua pihak (pemerintah, keluarga dan masyarakat) merupakan

prasyarat bagi terselenggaranya pendidikan yang baik. Perkecualian dalam hal

ini adalah pendidikan dasar sembilan tahun, yang secara moral dan legal

merupakan tanggung jawab sepenuhnya pemerintah.

Aspek-aspek tersebut di atas menimbulkan beberapa konsekuensi yang

perlu dilakukan. Pertama, diperlukan visi pendidikan yang sahih dan jelas

untuk digunakan sebagai acuan dalam mengantisipasi berbagai perubahan dan

tantangan pendidikan di masa depan.

Kedua, diperlukan suatu perencanaan yang tepat dalam rangka

mewujudkan visi tersebut, baik yang berkaitan dengan kurikulum, kesiapan

tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, serta pengembangan

(10)

lentur (flexible), karena perubahan-perubahan yang terjadi sering tak

teramalkan (unpredictable).

Ketiga, diperlukan langkah-langkah penyesuaian atau perbaikan dan

pengembangan yang cepat dan tepat, tanpa harus menunda-nunda, oleh karena

kita didesak oleh waktu. Sebaliknya kita tidak dapat melaksanakan perubahan

secara total, mengingat besarnya organisasi pendidikan di Indonesia.

Dalam hubungan dengan lingkungan dan kehidupan masyarakat,

pendidikan mengemban tiga sifat penting. Ketiga sifat tersebut, oleh

Sukmadinata (1997:30) diperinci berikut ini. Pertama, pendidikan

mengandung dan memberikan pertimbangan nilai, yang diarahkan pada

pengembangan pribadi anak, agar sesuai dengan nilai-nilai yang ada dan

diharapkan masyarakat. Kedua, pendidikan diarahkan pada kehidupan dalam

masyarakat, menyiapkan anak untuk kehidupan dalam masyarakat. Ketiga,

pelaksanaan pendidikan dipengaruhi dan didukung oleh lingkungan masyarakat

tempat pendidikan berlangsung.

Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, tetapi

kesejahteraan rakyatnya masih jauh tertinggal. Hal ini dikarenakan daya

saingnya masih rendah. Hasil survei Growth Competitivenenss Index yang

dilansir oleh World Economic Forum (WEF), melaporkan bahwa pada tahun

2007-2008 Indonesia berada di peringkat ke-54 dari sekitar 131 negara yang

disurvei. Di tingkat ASEAN, Indonesia hanya lebih baik dari Filipina,

Vietnam, dan Kamboja. Adapun Singapura dan Malaysia melesat di peringkat

(11)

Daya saing bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya

manusianya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia sangat ditentukan oleh

sistem pendidikan, baik jalur formal, informal maupun nonformal pada semua

jenjang pendidikan. Sementara itu, pendidikan nasional Indonesia masih

menghadapi tiga tantangan besar yang kompleks.

Pertama, sebagai akibat krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut

untuk dapat mempertahankan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai.

Kedua, untuk mengantisipasi tantangan era global, pendidikan dituntut untuk

mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten agar mampu bersaing

dalam pasar global. Ketiga, sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah,

perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian sistem pendidikan nasional

sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis,

memperhatikan keberagaman kebutuhan/keadaan daerah dan peserta didik,

serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat.

Kritik berbagai pihak terhadap pendidikan nasional pun menyiratkan

permasalahan: (1) masih rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan; (2)

masih rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan; dan (3) masih lemahnya

manajemen pendidikan, di samping belum terwujudnya kemandirian dan

keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi di kalangan akademisi.

Sejalan dengan tantangan dan kritik tehadap pendidikan itu, kondisi

pendidikan angkatan kerja kita pun memprihatinkan. Sekitar 53% angkatan

kerja tidak berpendidikan dan tidak memiliki kecakapan serta keahlian

(12)

menunjukkan mismatch antara pendidikan dengan dunia kerja, dan rendahnya

kecakapan hidup serta daya saing angkatan kerja baik di tingkat nasional

maupun global.

UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU

Sisdiknas) menandaskan bahwa:

Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3).

Sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan

kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, relevansi dan efisiensi manajemen

pendidikan untuk menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional

dan global. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara

terencana, terarah dan berkesinambungan.

Untuk kurun waktu 2005-2009, kebijakan pendidikan nasional

difokuskan kepada upaya mewujudkan pendidikan yang berkeadilan, bermutu

dan relevan dengan kebutuhan masyarakat lokal dan global sehingga mampu

membangun insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif. Hal tersebut

dituangkan dalam rencana strategik Depdiknas, yang meliputi peningkatan

pemerataan dan perluasan akses; peningkatan mutu, relevansi dan daya saing;

peningkatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik.

Pasal 13 UU Sisdiknas menggariskan pula bahwa jalur pendidikan

(13)

melengkapi dan memperkaya. Maksud yang terkandung dalam kalimat “saling

melengkapi dan memperkaya“ adalah menyatukan manfaat antara tiga jalur

pendidikan yang berbeda dan berlainan fungsi namun tujuannya adalah

memperkaya individu pembelajar dengan ilmu dan keterampilan yang lengkap

untuk mampu bersaing pada tataran lokal maupun global.

Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan

berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan

pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar

pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik

dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional

serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26; ayat 2). Salah

satu bidang garapan pendidikan nonformal adalah pendidikan kecakapan hidup

(life skills).

Brolin (dalam Anuar, 2004:20) menjelaskan bahwa “Life skills

constitute a continuum of knowledge and uptitude that a necessary for a person

to function effektivety and to avoild interruption of employment experience”.

Life skills dapat dinyatakan sebagai kecakapan untuk hidup. Program

pendidikan life skills adalah pendidikan yang dapat memberikan bekal

keterampilan yang praktis terpakai, terkait dengan kebutuhan pasar kerja,

(14)

Pendidikan life skills sebagai salah satu program unggulan dari

pendidikan nonformal memainkan peran strategik dalam rangka membekali

warga belajar dengan kecakapan hidup yang sesuai dengan kebutuhan pasar

agar mereka dapat hidup bersaing sejajar dengan bangsa lain.

Menurut Ditjen PLS Depdiknas (2007: 2), program pendidikan

kecakapan hidup secara khusus bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada

peserta didik agar mereka memiliki:

(1) pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dibutuhkan dalam memasuki dunia kerja baik bekerja secara mandiri (wirausaha) dan/atau bekerja pada suatu perusahaan produksi/jasa dengan penghasilan yang semakin layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

(2) motivasi dan etos kerja yang tinggi serta dapat menghasilkan karya-karya yang unggul dan mampu bersaing di pasar global.

(3) kesadaran yang tinggi tentang pentingnya pendidikan untuk dirinya sendiri maupun untuk anggota keluarganya.

(4) kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan dalam rangka mewujudkan keadilan pendidikan di setiap lapisan masyarakat.

Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan, Direktorat Jenderal

Pendidikan Nonformal dan Informal, Depdiknas, mengembangkan program

pendidikan kecakapan hidup ke dalam tiga spektrum, yaitu: (1) nasional dan

internasional; (2) perkotaan; dan (3) pedesaan. Di antara program-program

tersebut terdapat dua jenis program yang pelaksanaan kegiatannya

diselenggarakan oleh dinas pendidikan provinsi dalam wilayah kesatuan

Republik Indonesia. Kedua jenis program yang dimaksud adalah Kursus

Wirausaha Orientasi Perkotaan (KWK) dan Kursus Wirausaha Orientasi

(15)

Salah satu provinsi yang saat ini sedang giat-giatnya mengembangkan

program tersebut adalah Provinsi Jambi. Berdasarkan Surat Keputusan Kepala

Dinas Pendidikan Provinsi Jambi Nomor 800/3633.a/BTU/2008 tanggal 17

September 2008 tentang Penerima Bantuan Kursus dan Magang pada Lembaga

Pendidikan dan Lembaga Kursus serta Pusat Kegiatan Belajar Mengajar

(PKBM), telah disalurkan jenis-jenis bantuan kepada: (1) lembaga kursus dan

latihan; (2) penyelenggaraan PKBM; (3) pendidikan kecakapan hidup kerja

sama dengan SMK/Politeknik; (4) pendidikan kecakapan hidup orientasi

pedesaan; (5) pendidikan kecakapan hidup orientasi perkotaan.

Dari observasi awal yang penulis lakukan, diperoleh data empirik

sebagaimana diringkaskan berikut ini. Pertama, program keterampilan

otomotif bekerja sama dengan SMK Satria Kota Jambi, 25 orang warga

belajar; keterampilan penggemukan sapi potong (agrobisnis) bekerja sama

dengan SMK I Kayu Aro Kabupaten Kerinci, 25 orang warga belajar;

keterampilan mekanik otomotif bekerja sama dengan SMK 2 Sungai Penuh

Kabupaten Kerinci, 25 orang warga belajar.

Kedua, program kecakapan hidup orientasi pedesaan yang

dilaksanakan pada lembaga kursus, PKBM, SKB dan sekolah kejuruan di

setiap kabupaten dalam Provinsi Jambi dengan jumlah warga belajar sebanyak

405 orang. Keterampilan yang dikembangkan adalah bordir dan menjahit

pakaian, pembibitan karet dan okulasi, pembibitan sawit, budidaya ikan kolam,

budi daya nilam, sirup buah pidada, pertanian, dan pembuatan genteng pres

(16)

Ketiga, program kecakapan hidup yang berorientasi perkotaan

dilaksanakan pada lembaga kursus di setiap kota dalam Provinsi Jambi dengan

jumlah warga belajar sebanyak 234 orang. Keterampilan yang dikembangkan

adalah komputer dan maintenence, wisata terpadu, tata rias dan kecantikan,

bordir dan menjahit, bengkel las, dan pembuatan paving block.

Jenis dan muatan program-progam pengembangan kecakapan hidup

yang diberikan kepada warga belajar tersebut, tampaknya masih lebih

berorientasi kepada penguasaan keterampilan umum yang selama ini telah

dimiliki oleh masyarakat setempat, bahkan untuk sebagian tergolong

keterampilan yang bersifat memelihara nilai sejarah, bukan bernilai ekonomi

dan bukan berorientasi nilai potensi budaya setempat.

Selain itu, program-program tersebut tidak ditindaklanjuti, misalnya

dengan pemberdayaan tenaga-tenaga terampil melalui pemberian subsidi dana

usaha atau bimbingan manajemen usaha yang sejalan dengan perkembangan

dunia usaha dan industri.

Apabila dikaitkan dengan isu program unggulan yang bernilai jual

tinggi dan berorientasi pasar, dapat dikatakan bahwa program-program belum

memenuhi akuntabilitas, terutama dilihat dari perspektif strategiknya.

Sedangkan dari sudut pandang administrasi pendidikan, kondisi tersebut

termasuk ke dalam wilayah permasalahan akuntabilitas kinerja kelembagaan

atau kinerja satuan pendidikan yang diberi mandat untuk mengembangkan

(17)

UU Sisdiknas pasal 26 menandaskan bahwa: “pendidikan nonformal

berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada

penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan

sikap dan kepribadian profesional” (ayat 1); dan “pendidikan kecakapan hidup

merupakan bagian dari pendidikan nonformal” (ayat 3).

Secara teoretik dan berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu,

ditemukan banyak faktor determinan yang dapat menjelaskan permasalahan

kinerja satuan pendidikan, termasuk pendidikan nonformal. Dalam pandangan

penulis, terdapat tiga faktor determinan yang cukup penting, yaitu perencanaan

pendidikan, kepemimpinan pendidikan, dan iklim organisasi pada

satuan-satuan pendidikan pengembangan kecakapan hidup.

B. RUMUSAN MASALAH DAN PERTANYAAN PENELITIAN

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana dipaparkan di atas,

penulis merasa tertarik untuk menelaah kebermaknaan pengaruh faktor-faktor

perencanaan pendidikan, kepemimpinan pendidikan, dan iklim organisasi

terhadap kinerja satuan-satuan pendidikan pengembangan kecakapan hidup.

Pokok masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut: bagaimanakah

makna dan sumbangan pengaruh perencanaan pendidikan, kepemimpinan

pendidikan, dan iklim organisasi terhadap kinerja satuan-satuan pendidikan

pengembangan kecakapan hidup?

(18)

Pada tingkat pengujian hipotesis, pokok masalah tersebut penulis

jabarkan ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

a. Apakah terdapat pengaruh langsung perencanaan pendidikan terhadap

kinerja satuan-satuan pendidikan kecakapan hidup di Provinsi Jambi?

b. Apakah terdapat pengaruh langsung kepemimpinan pendidikan

terhadap kinerja satuan-satuan pendidikan kecakapan hidup di Provinsi

Jambi?

c. Apakah terdapat pengaruh langsung iklim organisasi terhadap kinerja

satuan-satuan pendidikan kecakapan hidup di Provinsi Jambi?

d. Apakah terdapat pengaruh gabungan ketiga faktor tersebut terhadap

kinerja satuan-satuan pendidikan kecakapan hidup di Provinsi Jambi?

e. Berapa besarkah pengaruh kausal langsung, kausal tidak langsung,

kausal total maupun simultan ketiga variabel terhadap kinerja satuan

pendidikan kecakapan hidup?

f. Bagaimanakah model hipotetik manajemen kinerja satuan-satuan

pendidikan kecakapan hidup yang mendukung peningkatan

kewirausahaan angkatan kerja di Provinsi Jambi?

C. TUJUAN PENELITIAN

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk memahami kondisi aktual

faktor-faktor strategik dalam manajemen satuan-satuan pendidikan pelaksana

pengembangan kecakapan hidup. Faktor-faktor strategik tersebut, penulis

(19)

organisasi. Sehubungan dengan tujuan umum tersebut, penelitian ini hendak

mencapai tujuan-tujuan khusus untuk:

1. Mengukur koefisien dan makna pengaruh perencanaan pendidikan

terhadap kinerja satuan-satuan pendidikan pelaksana program

pengembangan kecakapan hidup di Provinsi Jambi.

2. Mengukur koefisien dan makna pengaruh kepemimpinan pendidikan

terhadap kinerja satuan-satuan pendidikan pelaksana program

pengembangan kecakapan hidup di Provinsi Jambi.

3. Mengukur koefisien dan makna pengaruh iklim organisasi terhadap

kinerja satuan-satuan pendidikan pelaksana program pengembangan

kecakapan hidup di Provinsi Jambi.

4. Mengukur koefisien dan makna pengaruh gabungan ketiga faktor

tersebut terhadap kinerja satuan-satuan pendidikan pelaksana program

pengembangan kecakapan hidup di Provinsi Jambi.

5. Mengajukan model hipotetik akuntabilitas manajemen kinerja

satuan-satuan pendidikan pelaksana program pengembangan kecakapan hidup

yang bernilai budaya lokal dan mendukung peningkatan kewirausahaan

angkatan kerja di Provinsi Jambi.

D. KEGUNAAN HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat teoretik berupa

pengayaan khasanah penelitian empirik bidang administrasi pendidikan,

(20)

Dari segi praktik, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai

umpan balik bagi para pengambil kebijakan dan penyelenggara pendidikan,

terutama dalam kerangka perbaikan kinerja dan manajemen satuan-satuan

pendidikan pengembangan kecakapan hidup di daerah penelitian. Model

hipotetik yang ditawarkan dalam penelitian ini diharapkan pula dapat

menginspirasi peneliti lain, untuk memperdalam fokus dan memvalidasinya

melalui uji coba yang intensif dalam manajemen pendidikan nonformal.

E. ASUMSI

Penelitian ini didasari oleh beberapa asumsi mengenai pengembangan

kecakapan hidup dan pendidikan nonformal, urgensi perencanaan pendidikan,

kepemimpinan pendidikan, iklim organisasi, dan kinerja satuan pendidikan.

1. Pengembangan Kecakapan Hidup dan Pendidikan Nonformal

Pengembangan kecakapan hidup merupakan salah satu bidang garapan

pendidikan nonformal. Sasaran pendidikan nonformal adalah warga

masyarakat yang tidak pernah sekolah, putus sekolah, anak usia dini, pencari

kerja yang memerlukan bekal keterampilan dan mereka yang ingin

meningkatkan keterampilannya. Di dalam dokumen Rencana Strategis

Pendidikan Nasional 2005-2009 (Depdiknas, 2005) dinyatakan bahwa program

pendidikan nonformal bertujuan untuk:

(21)

kecakapan hidup serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional, sehingga pendidikan nonformal dapat pula berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mewujudkan masyarakat pembelajar sepanjang hayat, sehingga dapat menjadi pendidikan alternatif yang dapat memenuhi standar nasional maupun internasional.

Program pendidikan kecakapan hidup adalah pendidikan yang dapat

memberikan bekal keterampilan yang praktis terpakai, terkait dengan

kebutuhan pasar kerja, peluang usaha dan potensi ekonomi atau industri yang

ada di masyarakat. Konsep kecakapan hidup mencakup. Konsep kecakapan

hidup merujuk kepada dimensi-dimensi kecakapan diri (personal skill);

kecakapan sosial (social skill); kecakapan akademik (akademic skill); dan

kecakapan bekerja (vocational skill).

2. Urgensi Perencanaan Pendidikan

Pendidikan, baik formal maupun nonformal, dalam konteks mikro

harus mampu memberikan layanan belajar mengajar kepada para peserta didik

sesuai dengan kebutuhannya. Dalam konteks makro, pendidikan harus mampu

merealisasikan relevansi antara hasil-hasil pendidikan dengan kebutuhan

masyarakat.

Kedua tuntutan tersebut mengharuskan dimilikinya dua aspek

kemampuan para penyelenggara pendidikan. Pertama, kemampuan

memadukan berbagai komponen sumber daya potensial pendidikan sebagai

kekuatan bagi terselenggaranya pendidikan. Kedua, kemampuan

mengupayakan pendidikan yang relevan, sebagai manifestasi konsep

(22)

Dalam hubungan itulah perencanaan pendidikan berperan penting.

Perencanaan pendidikan sebagai sistem, memuat langkah-langkah: (1)

identifikasi dan dokumentasi berbagai kebutuhan; (2) pemilihan

kebutuhan-kebutuhan yang mempunyai prioritas untuk pelaksanaan; (3) perincian hasil

yang harus dicapai untuk setiap kebutuhan yang telah dipilih; (4) identifikasi

syarat-syarat untuk memenuhi setiap kebutuhan dengan cara problem solving;

(5) urutan hasil-hasil yang diinginkan untuk memenuhi kebutuhan yang telah

diidentifikasi; dan (6) identifikasi alternatif-alternatif metode dan alat yang

diperlukan dalam memenuhi kebutuhan, termasuk menentukan kebaikan dan

keburukan dari setiap set metode dan alatnya.

Pertanyaan kritis mengenai perencanaan pendidikan untuk

pengembangan satuan pendidikan adalah: sudahkah mengakomodasi

pendekatan demand drive? Pendekatan perencanaan tersebut menurut

Djojonegoro (2001) menuntut agar sekolah: (1) memiliki sense of quality; (2)

memahami kebutuhan pasar; (3) menerapkan wawasan mutu dan wawasan

keunggulan; dan (4) mengubah pola pengajarannya dari pengajaran mata

pelajaran ke program berbasis kompetensi.

3. Kepemimpinan Pendidikan

Kepemimpinan adalah inti manajemen, dan merupakan kemampuan

yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi orang-orang lain agar bekerja

mencapai tujuan dan sasaran. Kepemimpinan mengandung arti pola

(23)

kewenangan pemimpin diimplementasi dalam bentuk pembimbingan dan

pengarahan terhadap bawahan.

Kepemimpinan pada satuan pendidikan akan tampak pada cara

pemimpin menentukan kebijakan, dasar pertimbangan pengambilan keputusan,

cara dan pihak yang menerima delegasi, acuan sikap dalam bekerja, dan acuan

pengawasan. Oleh karena itu, setiap institusi, tak terkecuali satuan pendidikan,

memerlukan pemimpin yang memiliki visi dan misi, dekat pada pelanggan,

memiliki gagasan inovatif yang luas, bersahabat, dan mempunyai semangat

kerja yang tinggi (Peters dan Austin, 1992).

4. Iklim Organisasi Satuan Pendidikan

Iklim organisasi merupakan konsep sistem yang mencerminkan

keseluruhan gaya hidup organisasi. Dalam hal ini seorang pegawai akan

merasakan bahwa iklim tempat mereka bekerja menyenangkan apabila dapat

melakukan suatu yang bermanfaat dan menimbulkan perasaan yang berharga

yang akan memberikan kepuasan bagi mereka yang mampu mengerjakannya

dengan baik. Mereka menginginkan tanggung jawab dan mempunyai

kesempatan yang sama untuk berhasil, ingin didengarkan, dipandang dan

diperlakukan sebagai orang yang bernilai, sebagai bagian dari organisasi.

Secara operasional dan fungsional penyelenggaraan pendidikan

kecakapan hidup masih sangat memerlukan upaya-upaya perbaikan. Urgensi

iklim organisasi nonformal terkait dengan kenyataan bahwa di tengah

pergulatan masyarakat informasional, keluaran program pendidikan nonformal

(24)

5. Kinerja Satuan Pendidikan

Kinerja merupakan prestasi atau penampilan perilaku bekerja yang

dicapai oleh perorangan maupun kelompok atau lembaga. Kinerja berkenaan

dengan penyelesaian tugas pokok yang mendatangkan hasil dalam bentuk

prestasi. Produk pekerjaan merupakan hasil yang diperoleh dari aktivitas

dinamik dalam mencapai tujuan tahap demi tahap secara berkesinambungan.

Kinerja satuan pendidikan adalah konsep yang merujuk kepada

keefektifan organisasinya, yaitu kesesuaian antara hasil yang dicapai dengan

harapan atau kemampuan mencapai hasil yang diharapkan. Berdasarkan

perspektif tersebut, terdapat dua hal penting yang berkenaan dengan kinerja

organisasi. Pertama, saling berfungsinya kelompok-kelompok informal,

kebutuhan-kebutuhan individu, dan tujuan-tujuan birokrasi secara optimal satu

sama lain, yang didukung oleh teknologi, perkembangan lingkungan,

peluang-peluang yang baik, kecakapan perorangan, dan motivasi yang kuat. Kedua,

mencakup elemen-elemen capaian jangka pendek seperti produksi, efisiensi,

dan kepuasan; jangka menengah yaitu penyesuaian diri terhadap lingkungan,

pengembangan, dan pertumbuhan; jangka panjang yaitu kebertahanan hidup

(survive) organisasi.

F. KERANGKA FIKIR PENELITIAN

Kerangka fikir yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gambaran

mengenai sudut pandang peneliti terhadap objek penelitian, prosedur

(25)

kerangka fikir merupakan dukungan teoretik dan pendekatan dalam rangka

pemecahan masalah dengan bukti dari pakar terdahulu. Sugiyono (2007:95)

mengemukakan bahwa kerangka fikir perlu dinyatakan dalam bentuk diagram

(paradigma penelitian) selanjutnya pihak lain dapat memahami kerangka fikir

yang dikemuka dalam penelitian.

Berdasarkan pengertian tersebut, kerangka fikir penelitian ini memuat

proses identifikasi pokok masalah penelitian. Selanjutnya, pokok masalah

penelitian tersebut diberi penjelasan teoretik dan dikomparasikan dengan

beberapa hasil penelitian terdahulu.

Setelah mendapatkan penjelasan teoretik, kemudian dilakukan

konfirmasi pada wilayah empirik yang dibatasi pada

kemungkinan-kemungkinan pengaruh perencanaan pendidikan, kepemimpinan pendidikan,

dan iklim organisasi terhadap kinerja satuan-satuan pendidikan pengembangan

kecakapan hidup di daerah penelitian. Dalam hal ini penulis melakukan

pengukuran kosefisien dan pengujian kebermaknaan determinasi antara

variabel-variabel bebas dengan variabel terikat yang dihipotesiskan.

Hasil pengujian tersebut dimaknai sebagai excisting model

faktor-faktor determinan kinerja satuan pendidikan. Selanjutnya, excisting model

tersebut ditelaah dan dibandingkan dengan kajian teoretik, hasil-hasil

penelitian terdahulu, dan tantangan faktual pendidikan pengembangan

kecakapan hidup, sehingga dapat diajukan sebuah model hipotetik manajemen

(26)

strategik dilihat dari kebutuhan warga belajarnya. Ringkasan kerangka fikir

tersebut disajikan secara skematik dalam gambar 1.1.

NILAI-NILAI BUDAYA

LOKAL

MODEL HIPOTETIK AKUNTANBILITAS MANAJEMEN SATUAN PENDIDIKAN PENGEMBANGAN KECAKAPAN HIDUP

KONDISI EMPIRIK

PERENCANAAN PENDIDIKAN

(X1)

KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN

(X2)

IKLIM ORGANISASI PENDIDIKAN

(X3)

KINERJA SATUAN PENDIDIKAN (Y) (Xn) MASALAH PENELITIAN: AKUNTABILITAS KINERJA SATUAN PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP KAJIAN TEORETIK

ADMINISTRASI PENDIDIKAN; PERENCANAAN PENDIDIKAN; KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN; IKLIM ORGANISASI;

KINERJA SATUAN PENDIDIKAN

ANALISIS

Gambar 1.1

KERANGKA FIKIR PENELITIAN

G. METODE PENELITIAN

1. Pendekatan dan Objek Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan descriptive survey dan

explanatory survey yang menurut Singarimbun dan Effendi (1989), bertujuan

menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian

(27)

untuk menggambarkan kondisi ciri-ciri objek atau variabel-variabel penelitian

sebagaimana adanya, dan kemudian menguji hipotesis.

Penelitian ini berlokasi di wilayah Provinsi Jambi, dengan objek

penelitian berupa satuan-satuan pendidikan pelaksana pendidikan kecakapan

hidup. Satuan-satuan pendidikan tersebut terdiri atas Lembaga Kursus dan

Pelatihan, Pendidikan Kecakapan Hidup Kerjasama SMK/Politeknik,

Pendidikan kecakapan Hidup Orientasi Pedesaan, dan Pendidikan Kecakapan

Hidup Orientasi Perkotaan.

Fokus kajian dibatasi pada satu variabel terikat, yaitu kinerja satuan

pendidikan kecakapan hidup; dan tiga variabel bebas yang terdiri atas

perencanaan pendidikan, kepemimpinan pendidikan, iklim organisasi satuan

pendidikan kecakapan hidup.

2. Instrumen Penelitian

Data primer yang dikumpulkan dan dianalisis dalam pengujian

hipotesis merupakan persepsi para responden mengenai kondisi empirik

variabel-variabel penelitian tersebut. Responden meliputi unsur-unsur

pimpinan satuan pelaksana program, Guru/Tutor, tenaga penunjang, dan warga

belajar. Data primer dikumpulkan dengan instrumen berupa angket, yang

terlebih dahulu diuji validitas dan relibilitasnya.

Uji validitas dimaksudkan untuk memastikan ketepatan atau

kecermatan instrumen dalam mengukur apa yang ingin diukur. Uji reliabilitas

(28)

apakah alat ukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika

pengukuran tersebut diulang.

3. Hipotesis dan Analisis Data

Hipotesis kerja yang akan diuji dalam penelitian ini penulis rumuskan

sebagai berikut:

a. Semakin efektif perencanaan dilaksanakan sebagaimana dipersepsikan

kepala, tutor/guru, tenaga penunjang, dan warga belajar semakin tinggi

kinerja satuan-satuan pendidikan kecakapan hidup di Provinsi Jambi.

b. Semakin efektif kepemimpinan pendidikan dilaksanakan sebagaimana

dipersepsikan kepala, tutor/guru, tenaga penunjang, dan warga belajar,

semakin tinggi kinerja satuan-satuan pendidikan kecakapan hidup di

Provinsi Jambi.

c. Semakin kondusif iklim organisasi pendidikan kecakapan yang

dipersepsikan kepala, tutor/guru, tenaga penunjang, dan warga belajar,

semakin tinggi kinerja satuan-satuan pendidikan kecakapan hidup di

Provinsi Jambi.

Untuk kepentingan analisis statistika, diajukan model hubungan hipotetik

(29)

PEREN CANAAN PENDI DI KAN

( X1)

KEPEMI MPI N AN PENDI DI KAN

( X2)

I KLI M ORGANI SASI PENDI DI KAN ( X3)

KI NERJA SATUAN PENDI DI KAN

( Y) RX1X3

RX1X2

RX2X3

ÞYX1 ÞYX2 ÞYX3 ε Gambar 1.2.

Hubungan Hipotetik Antarvariabel Penelitian

Keterangan:

rx1x2 = Koefisien korelasi variabel X

1 dengan X2, menggambarkan intensitas keeratan hubungan antara variabel X1 dengan X2.

rx1x3 = Koefisien korelasi variabel X

1 dengan X3, menggambarkan intensitas keeratan hubungan antara variabel X1 dengan X3.

r x2x3 = Koefisien korelasi variabel X2 dengan X3, menggambarkan

intensitas keeratan hubungan antara variabel X2 dengan X3.

pyx1 = Koefisien jalur variabel X

1 terhadap Y, menggambarkan besarnya pengaruh langsung variabel X1 terhadap Y.

pyx2 = Koefisien jalur variabel X2 terhadap Y, menggambarkan besarnya

pengaruh langsung variabel X2 terhadap Y.

pyx3 = Koefisien jalur variabel X3 terhadap Y, menggambarkan besarnya

pengaruh langsung variabel X3 terhadap Y.

ε = Variabel residu ε (variabel yang mempengaruhi variabel endogenous di luar variabel exogenous)

Untuk menganalis data data dan menguji hipotesis penelitian ini,

penulis menggunakan teknik analisis statistika Path Analysis. Teknik statistika

tersebut berguna untuk menganalisis pola hubungan antarvariabel dengan

(30)

variabel perencanaan Pendidikan (X1), kepemimpinan pendidikan (X2), dan

iklim organisasi satuan pendidikan (X3) sebagai variabel eksogen, terhadap

(31)

128 BAB III

METODE PENELITIAN

A. PENDEKATAN DAN TAHAPAN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan descriptive survey dan

explanatory survey yang bertujuan menjelaskan hubungan kausal antara

variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. Untuk dipilih rancangan

deskriptif-verifikatif, yang dimaksudkan untuk menggambarkan kondisi

ciri-ciri objek atau variabel-variabel penelitian sebagaimana adanya, dan kemudian

menguji hipotesis.

Penelitian ini dilakukan melalui tahapan definisi konstruk, definisi

operasional, dimensi, kisi-kisi, dan kuesioner. Studi pendahuluan yang dilakukan

adalah studi pustaka, yang bertujuan untuk mendapatkan informasi-informasi

tentang permasalahan yang diteliti, dan untuk mendapatkan informasi yang

digunakan sebagai landasan atau kerangka berfikir. Teori-teori yang dijadikan

rujukan meliputi teori perencanaan pendidikan, teori kepemimpinan pendidikan,

teori iklim organisasi pendidikan, teori tentang manajemen kinerja, dan nilai-nilai

budaya.

B. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

Objek penelitian ini adalah satuan-satuan pendidikan pelaksana

pendidikan kecakapan hidup, yang terdiri atas PKBM, SKB, lembaga kursus

yang ditunjuk, dan sekolah kejuruan yang ditunjuk sebagai pelaksana atau

(32)

Kursus Wirausaha Orientasi Perkotaan (KWP) dan Kursus Wirausaha Orientasi

Pedesaan (KWD).

Adapun data primer yang dikumpulkan dan dianalisis dalam penentuan

parameter, lebih bersifat persepsional para responden mengenai kondisi

empirik dari variabel-variabel penelitian, yaitu: perencanaan pendidikan,

kepemimpinan pendidikan, iklim organisasi, dan kinerja satuan pendidikan

kecakapan hidup.

Sehubungan dengan sifat data primer tersebut maka populasi penelitian

ini meliputi unsur-unsur pengelola dan warga belajar satuan pendidikan

kecakapan hidup di Provinsi Jambi. Prosedur responden untuk penelitian ini

dapat diringkaskan dalam gambar 3.1.

AREA RANDOM SAMPLING RANDOM SAMPLING PROPORSIONAL BERTAHAP KONSTANTA BERDASARKAN RUMUS INTERASI (1) Sampel Daerah (2) Sampel Satuan Pendidikan Kecakapan Hidup (KWP dan KWD) di Kota/Kabupaten (3) Sampel Manusia di Satuan Pendidikan (4) Profil Manajemen Pendidikan Kecakapan Hidup Kabupaten/Kota˘ PKBM˘ Kepala Proporsi Sampel Manusia ˘ JUMLAH DAN SUBJEK SAMPEL MANUSIA YANG DIJADIKAN RESPONDEN Tutor Tenaga Penunjang Warga Belajar SKB˘

Kepala Proporsi Sampel Manusia Tutor

(33)

Penunjang ˘ Warga Belajar

Lembaga Kursus˘

Kepala Proporsi Sampel Manusia

˘ Tutor

Tenaga Penunjang Warga Belajar

SMK˘

Kepala

Proporsi Sampel Manusia

˘ Tutor

Tenaga Penunjang Warga Belajar

Gambar 3.1.

PROSEDUR MENENTUKAN JUMLAH DAN SUBJEK RESPONDEN

Unit analisis penelitian berjumlah 41 lembaga pelaksana program

satuan pendidikan kecakapan hidup yang tersebar di kabupaten kota dalam

propinsi jambi. Kategori populasi meliputi pimpinan satuan pelaksana

program; guru/tutor, tenaga penunjang, dan warga belajar denga karakteristik

yang dilihat di daerah kabupaten/ kota yang mengembangkan program

pembelajaran kecakapan hidup pola enterpreneurship yang berbasis budaya

lokal.

Pengembangan pendidikan kecakapan hidup Propinsi Jambi

dilimpahkan pada 11(sebelas) Kabupaten Kota, yang jadi leding sektor

palaksana kegiatan tersebut adalah PKBM, SKB, lembaga kursus, dan SMK.

Tidak semua lembaga pendiikan kecakapan hidup di kabupaten mendapat

bantuan dana subsidi sebagai pelaksana Kursus Wirausaha Orientasi Perkotaan

(KWK) dan Kursus Wirausaha Orientasi Pedesaan (KWD). untuk itu dalam

data awal hanya terdeteksi tiga kabupaten kota yang semua lembaga

[image:33.595.118.521.109.373.2]
(34)

Sampel terdiri atas sejumlah satuan analisis yang merupakan bagian

dari keseluruhan anggota populasi. (Furqon, 2001 ; 135), dengan demikian

sampel diambil dari tiga kabupaten kota yang didalamnya adalah lembaga yang

mendapatkan bantuan dana subsidi kecakapan hidup melalui program KWK

dan KWD. Lembaga tersebut adalah PKBM, SKB, Lembaga Kursus, dan SMK

yang kesemuanya mendapatkan dana subsidi dari program KWK dan KWD

tersebut. Data awal yang diperoleh terdapat tiga kabupaten yang semua

lembaga mendapatkan dana subsidi, diantaranya adalah Kabupaten Kerinci,

Kabupaten Muaro Jambi, dan Kota madya Jambi. Dari tiga kabupaten kota

tersebut terdapat 48 subjek yang dapat dijadikan sumber informasi yang

berkenaan dengan satuan pendidikan kecakapan hidup yang memenuhi

kriteria dalam penelitian ini.

!

C. OPERASIONALISASI VARIABEL PENELITIAN

Variabel penelitian merupakan objek penelitian (Arikunto, (2002:96).

Menurut Sugiyono (2007:61) variabel merupakan suatu atribut atau sifat atau

nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya

Adapun variabel-variabel yang akan diuji dalam penelitian ini adalah

kinerja satuan pendidikan kecakapan hidup sebagai satu-satunya variabel terikat,

yang dihipotesiskan dipengaruhi oleh tiga variabel bebas, yaitu (1) perencanaan

pendidikan; (2) kepemimpinan pendidikan; dan (3) iklim organisasi pendidikan.

(35)

a. Definisi Konseptual

Kinerja adalah hasil yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang

dalam organisasi dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam

rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar

hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Kinerja juga dapat diartikan sebagai

suatu kemampuan kerja, prestasi yang diperlihatkan atau yang dicapai dalam

melaksanakan suatu fungsi pekerjaan dalam suatu fungsi pekerjaan dalam suatu

periode tertentu ( Handoko, 2000)

b. Definisi Operasional

Secara operasional kinerja satuan pendidikan kecakapan hidup dapat

ditelusuri dengan empat perspektif, keempat perspektif dimaksud adalah: (1)

perspektif pelanggan, yaitu layanan pendidikan dapa memuaskan pelangan, di

mana warga belajar yang mendaftar jadi meningkat, lulusan dapat bersaing,

sehingga dapat mengangkat penilain publik terhadap produk layanan tersebut; (2)

persfektif finansial, yaitu bagaimana memuaskan pemegang saham dengan

melihat tertib neraca keuangan,laporan rugi laba, laporan arus kas, pembuatan

anggaran, tingkat pelaksanaan anggaran dan pelaksanaan pemeriksaan anggaran;

(3) persfektif proses internal, yaitu bagaimana melihat kinerja para pelaksana,

pencapaian sasaran, utilisasi sarana dan fasilitas, pencarian pekerjaan, kesempatan

rekrutmen, fasilitas untuk alumni, dan jaringan alumni; (4) persfektif

pertumbuhan, yang berkenaan dengan sisi kepuasan para penyelenggara,

produktivitas para pelaksana, kompetensi para pelaksana, suasana kerja, imbal jasa

(36)

c. Kisi-kisi dan Instrumen

Kisi-kisi dan instrumen penelitian untuk variabel kinerja satuan pendidikan

kecakapan hidup, dirancang sesuai dengan definisi konseptual dan definisi

[image:36.595.119.522.223.706.2]

operasional di atas.

Tabel 3.1

KISI-KISI KINERJA SATUAN PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP

No. Dimensi Indikator

Nomor butir

soal

Jumlah butir

soal 1 Pelanggan Jumlah warga belajar yang mendaftar 1 1

Jumlah warga belajar per bidang 2 1 Jumlah seluruh warga belajar 3 1 Rata-rata biaya per warga belajar 4 1

Rata-rata kelulusan 5 1

Kepuasan warga belajar 6 1

Kepuasan alumni 7 1

Kepuasan pengguna lulusan 8 1

2 Finansial Tertib pembuatan neraca keuangan 9 1 Pembuatan laporan rugi laba 10 1 Pembuatan laporan arus kas 11 1

Pembuatan anggaran 12 1

Tingkat pelaksanaan anggaran 13 1 Pelaksanaan pemeriksaan keuangan 14 1 3 Proses Internal Kinerja para pelaksana 15 1

Pencapaian sasaran 16 1

Utilisasi sarana dan fasilitas 17 1

Pencarian pekerjaan 18 1

Kesempatan rekrutmen 19 1

Fasilitas untuk alumni 20 1

Jaringan alumni 21 1

4 Pertumbuhan Kepuasan para pelaksana 22 1 Produktivitas para pelaksana 23 1 Kompetensi para pelaksana 24 1

Suasana kerja 25 1

Imbal jasa 26 1

(37)

Tabel 3.2

INSTRUMEN KINERJA SATUAN PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP

Perspektif Indikator

Ukuran Kinerja

4 3 2 1

Pelanggan Jumlah warga belajar yang mendaftar

tinggi cukup rendah Kurang

Jumlah warga belajar per bidang

tinggi cukup rendah Kurang

Jumlah seluruh warga belajar

tinggi cukup rendah Kurang

Rata-rata biaya per warga belajar

murah wajar mahal Sangat mahal Rata-rata kelulusan tinggi cukup rendah Kurang Kepuasan warga belajar tinggi cukup rendah Kurang Kepuasan alumni tinggi cukup rendah Kurang Kepuasan pengguna

lulusan

tinggi cukup rendah Kurang

Finansial Tertib pembuatan neraca keuangan

Tertib cukup kurang Tidak tertib Pembuatan laporan rugi

laba

Tertib cukup kurang Tidak tertib Pembuatan laporan arus

kas

Tertib cukup kurang Tidak tertib Pembuatan anggaran tertib cukup kurang Tidak

tertib Tingkat pelaksanaan

anggaran

Tertib cukup kurang Tidak tertib Pelaksanaan pemeriksaan

keuangan

Tertib cukup kurang Tidak tertib

Proses Internal

Kinerja para pelaksana tinggi cukup rendah kurang Pencapaian sasaran tinggi cukup rendah kurang Utilisasi sarana dan

fasilitas

tinggi cukup rendah kurang

Pencarian pekerjaan tinggi cukup rendah kurang Kesempatan rekrutmen tinggi cukup rendah kurang Fasilitas untuk alumni tinggi cukup rendah kurang Jaringan alumni tinggi cukup rendah kurang

Pertumbuha n

Kepuasan para pelaksana tinggi cukup rendah kurang Produktivitas para

pelaksana

tinggi cukup rendah kurang

(38)

pelaksana

Suasana kerja tinggi cukup rendah kurang

Imbal jasa tinggi cukup rendah kurang Pengembangan karir tinggi cukup rendah kurang

2. Variabel Perencanaan Pendidikan

a. Definisi Konseptual

Perencanaan pendidikan sebagai sistem, memuat langkah-langkah

prosedural dan seperangkat komponen yang diperlukan selama proses

perencanaan. Langkah-langkah perencanaan yang dimaksud, diperinci oleh

Hardjodipuro (1979: 17) sebagai berikut: (1) identifikasi dan dokumentasi

berbagai kebutuhan; (2) pemilihan kebutuhan-kebutuhan yang mempunyai

prioritas untuk pelaksanaan; (3) perincian hasil yang harus dicapai untuk setiap

kebutuhan yang telah dipilih; (4) identifikasi syarat-syarat untuk memenuhi setiap

kebutuhan termasuk perincian untuk memenuhi kebutuhan dengan cara problem

solving; (5) suatu urutan hasil-hasil yang dinginkan untuk memenuhi kebutuhan

yang telah diidentifikasi; dan (6) identifikasi alternatif-alternatif metode dan alat

yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan, termasuk menentukan kebaikan dan

keburukan dari setiap set metode dan alatnya.

b. Definisi Operasional

Variabel perencanaan pendidikan secara operasional ditelusuri melalui tiga

dimensi, yaitu: (1) langkah-langkah perencanaan; (2) komponen proses

(39)

masing-masing dimensi tersebut merupakan indikator yang melekat pada dimensi yang

akan ditelusuri.

[image:39.595.110.529.200.754.2]

c. Kisi-kisi dan Instrumen

Tabel 3.3

KISI-KISI PERENCANAAN SATUAN PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP

No Dimensi Indikator

Nomor butir soal Jumlah butir soal 1.

Langkah-langkah perencanaan

1. identifikasi dan dokumentasi berbagai

kebutuhan; 1 1

2. pemilihan kebutuhan-kebutuhan yang mempunyai prioritas untuk

pelaksanaan;

2 1

3. perincian hasil yang harus dicapai untuk

setiap kebutuhan yang telah dipilih; 3 1 4. identifikasi syarat-syarat untuk

memenuhi setiap kebutuhan termasuk perincian untuk memenuhi kebutuhan dengan cara problem solving;

4 1

5. suatu urutan hasil-hasil yang diinginkan untuk memenuhi kebutuhan yang telah diidentifikasi; dan

5 1

6. identifikasi alternatif-alternatif metode dan alat yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan, termasuk menentukan kebaikan dan keburukan dari setiap set metode dan alatnya.

6 1

2. Komponen proses perencanaan

1. sistem nilai, yaitu harapan, kebutuhan dan tata nilai yang berkembang di masyarakat di mana pendidikan tersebut diselenggarakan;

7 1

2. tujuan yang berfungsi untuk memahami maksud dan sasaran lembaga

pendidikan yang bersangkutan;

8 1

3. data dan informasi yang mendukung pengetahuan tentang keberadaan lembaga pendidikan;

9 1

4. proses perencanaan yang terdiri atas

beberapa tahap; 10 1

(40)

terwujud selaras dengan tujuan lembaga pendidikan;

6. kriteria yaitu berupa standar mutu yang dapat menjamin keberhasilan

pelaksanaan suatu rencana;

12 1

7. pembatas yang merupakan batasan wilayah perencanaan maupun

keterbatasan sumber bagi perencanaan.

13 1

3. Prinsip perencanaan pendidikan

1. kontribusi terhadap tujuan dan sasaran

pendidikan. 14 1

2. aspek primer dari perencanaan dan

pendidikan. 15 1

3. daya serap perencanaan pendidikan. 16 1

4. efisiensi rencana. 17 1

Tabel 3.4

INSTRUMEN PERENCANAAN PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP Pernyataan Persepsi Responden Sangat Setuju (4) Setuju (3) Tidak Setuju (2) Sangat Tidak Setuju (1) Menurut pendapat Anda, perencanaan pendidikan kecakapan hidup

Di satuan pendidikan ini telah memenuhi unsur-unsur: 1. identifikasi dan dokumentasi berbagai

kebutuhan;

2. pemilihan kebutuhan-kebutuhan yang mempunyai prioritas untuk pelaksanaan; 3. perincian hasil yang harus dicapai untuk setiap

kebutuhan yang telah dipilih;

4. identifikasi syarat-syarat untuk memenuhi setiap kebutuhan termasuk perincian untuk memenuhi kebutuhan dengan cara problem solving; 5. suatu urutan hasil-hasil yang diinginkan untuk

memenuhi kebutuhan yang telah diidentifikasi; 6. identifikasi alternatif-alternatif metode dan alat

yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan, termasuk menentukan kebaikan dan keburukan dari setiap set metode dan alatnya.

(41)

8. tujuan yang berfungsi untuk memahami maksud dan sasaran lembaga pendidikan yang

bersangkutan;

9. data dan informasi yang mendukung pengetahuan tentang keberadaan lembaga pendidikan;

10. proses perencanaan yang terdiri atas beberapa tahap;

11. output yaitu hasil yang diharapkan terwujud selaras dengan tujuan lembaga pendidikan; 12. kriteria yaitu berupa standar mutu yang dapat

menjamin keberhasilan pelaksanaan suatu rencana;

13. pembatas yang merupakan batasan wilayah perencanaan maupun keterbatasan sumber bagi perencanaan.

14. kontribusi terhadap tujuan dan sasaran pendidikan.

15. aspek primer dari perencanaan dan pendidikan. 16. daya serap perencanaan pendidikan.

17. efisiensi rencana.

3. Variabel Kepemimpinan Pendidikan

a. Definisi Konseptual

Kepemimpinan sebagai seni atau proses mempengaruhi orang-orang

sehingga bekerja secara sukarela dan penuh antusias ke arah pencapaian tujuan

kelompok. Konsep tersebut dapat diperluas, yang mengimplisitkan tidak hanya

sekedar mau bekerja, tetapi juga mempunyai kemampuan yang disertai dengan

perasaan penuh semangat dan kepercayan (Koontz dan Donnel, 1998:62).

Kepemimpinan sebagai kemampuan dan kesiapan yang dimiliki seseorang

untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan dan

(42)

berbuat sesuatu yang dapat membantu pencapaian suatu maksud atau tujuan

tertentu (Wayong dan Soemanto, 1988: 1).

b. Definisi Operasional

Variabel perencanaan pendidikan secara operasional ditelusuri dari lima

dimensi, yaitu: (1) pengetahuan tentang kepemimpinan; (2) keterampilan

memotivasi anggota organisasi; (3) pengalaman memimpin organisasi; (4)

visioner; dan (5) kewirausahaan. Jabaran masing-masing dimensi tersebut

berjumlah 27 indikator.

[image:42.595.130.532.272.743.2]

c. Kisi-kisi dan Instrumen

Tabel 3.5

KISI-KISI KEPEMIMPINAN SATUAN PENDIDIKAN KECAKAPAN

No Dimensi Indikator

Nomor butir soal Jumlah butir soal 1. Pengetahuan

tentang

kepemimpinan

1. mengimplikasikan perlunya kualitas pemimpin yang ditandai oleh sifat-sifat kepribadian yang kuat;

1, 2, 2

2. mampu mengunakan perilaku dan gaya kepemimpinan dengan tepat dalam mempengaruhi orang lain.

3, 1

3. seorang pemimpin mempunyai jiwa dan kemampuan

kepemimipinan sehingga mampu menjalankan fungsi dan tugasnya;

4, 1

2. Keterampilan memotivasi anggota organisasi

1. keterampilan meyakinkan organisasi

5, 6, 2

2. keterampilan menggerakkan dan memotivasi dalam mencapai tujuan.

(43)

3. Pengalaman memimpin organisasi

1.

emauan untuk berorganisasi; 9, 10,

11, 3

2. pola kerja sama; 12, 13, 2 3. pembagian tugas 14, 15, 2 4. Visioner 1. kemampuan melihat kedepan

dari organisasi, 16, 1

2. keterampilan merencanakan kegiatan jangka panjang.

17, 18,

19, 20, 4 5. kewirausahaan 1. keterampilan mensosialisasikan

organisasi, 21, 22,

23, 24 4

2. keterampilan mempublikasikan organisasi;

25, 26,

27, 3

3. keterampilan melihat peluang dari organisasi;

28, 29,

30, 3

4. keterampilan antisipasi

(44)
[image:44.595.131.510.114.758.2]

Tabel 3.6

INSTRUMEN KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP Pernyataan Persepsi Responden Sangat Setuju (4) Setuju (3) Tidak Setuju (2) Sangat Tidak Setuju (1) Menurut pendapat Anda, kepemimpinan pendidikan kecakapan hidup di satuan pendidikan ini telah memenuhi unsur-unsur;

1. Kepala Satuan pendidikan mampu merumuskan misi dan tujuan

satuan pendidikan secara jelas; 2. Kepala Satuan pendidikan mampu

menentukan sasaran satuan pendidikan secara realistis, dengan menggunakan kriteria yang dapat diukur;

3. Kepala Satuan pendidikan mampu menentukan langkah-langkah strategis untuk mencapai misi dan tujuan satuan pendidikan;

4. Kepala Satuan pendidikan mampu memilih metode dan alat yang sebaiknya digunakan untuk

mencapai misi, tujuan dan sasaran satuan pendidikan;

5. Kepala Satuan pendidikan mampu melakukan negosiasi dengan berbagai pihak yang

berkepentingan dengan

pendidikan di satuan pendidikan ini;

6. Kepala Satuan pendidikan mampu menganalisis faktor -faktor

kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi satuan pendidikan;

7. Kepala Satuan pendidikan mampu memperkirakan

kebutuhan-kebutuhan satuan pendidikan pada masa yang akan datang secara tepat;

(45)

membuat struktur organisasi satuan pendidikan yang efektif dan efisien;

9. Kepala Satuan pendidikan mampu mengangkat para pembantu kepala satuan pendidikan atau wakil kepala satuan pendidikan sesuai dengan kepatuhan dan kelayakan yang dimilikinya;

10. Kepala Satuan pendidikan mampu memberikan penghargaan yang layak kepada personil satuan pendidikan yang berprestasi; 11. Kepala Satuan pendidikan mampu

memberikan sanksi atau hukuman yang tegas kepada personil satuan pendidikan yang melanggar aturan;

12. Kepala Satuan pendidikan mampu membangun team work yang kompak dan berdedikasi tinggi; 13. Kepala Satuan pendidikan mampu

memberikan bimbingan dan arahan secara baik kepada seluruh personil satuan pendidikan;

14. Kepala Satuan pendidikan mampu memberikan tugas mengajar kepada guru sesuai dengan latar belakang pendidikan yang dimilikinya;

15. Kepala Satuan pendidikan mampu menyusun rincian tugas setiap personil satuan pendidikan secara jelas;Kepala Satuan pendidikan mampu memberikan sanksi atau hukuman yang tegas kepada personil satuan pendidikan yang melanggar aturan;

16. Keberanian untuk melakukan perubahan-perubahan dalam organisasi menuju ke arah yang lebih baik;

(46)

masyarakat luas;

18. Kepala Satuan pendidikan mampu merumuskan kriteria-kriteria keberhasilan program satuan pendidikan;

19. Kepala Satuan pendidikan mampu menentukan metode dan langkah-langkah untuk mengukur

keberhasilan program satuan pendidikan;

20. Kepala Satuan pendidikan mampu merumuskan indikator-indikator untuk mengukur keberhasilan program satuan pendidikan;

21. Kepala Satuan pendidikan mampu memberdayakan peran OSIS untuk melaksanakan berbagai kegiatan kesiswaan;

22. Kepala Satuan pendidikan mampu mengembang -kan

program-program ekstrakurikuler yang berwawasan keunggulan;

23. Kepala Satuan pendidikan mampu mengembangkan program

pembelajaran yang berpusat pada siswa;

24. Kepala Satuan pendidikan mampu menganalisis dan menindaklanjuti hasil-hasil evaluasi;

25. Kepala Satuan pendidikan mampu mengembangkan program

pengajaran perbaikan (remedial teaching) bagi para siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar;

26. Kepala Satuan pendidikan mampu melaksanakan kegiatan

pemeliharaan dan perbaikan sarana satuan pendidikan dengan baik; 27. Kepala Satuan pendidikan mampu

menyelenggarakan proyek-proyek pembangunan di satuan

(47)

mengatur penyimpanan peralatan dan barang-barang satuan

pendidikan secara baik, sehingga tidak mudah rusak atau hilang; 29. Kepala Satuan pendidikan mampu

mengendalikan setiap pemasukan dan pengeluaran keuangan satuan pendidikan, sehingga tidak terjadi defisit atau kebocoran anggaran; 30. Kepala Satuan pendidikan mampu

melaksanakan pendataan siswa secara lengkap dan menyeluruh; 31. Kepala Satuan pendidikan mampu

menggali sumber-sumber dana yang diperlukan untuk membiayai kegiatan rutin maupun pembangunan satuan pendidikan; 32. Kepala Satuan pendidikan mampu

merencanakan kebutuhan personil satuan pendidikan dengan baik, sehingga tidak terjadi kelebihan atau kekurangan personil;

33. Kepala Satuan pendidikan mampu mengembangkan Kepala Satuan pendidikan mampu profesional personil satuan pendidikan, misalnya dengan mengirimkan guru-guru untuk mengikuti berbagai pelatihan dan seminar; 34. Kepala Satuan pendidikan mampu

melaksanakan penilaian kinerja personil satuan pendidikan secara baik, sehingga mendorong setiap personil untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya.

4. Variabel Iklim Organisasi Satuan Pendidikan

a. Definisi Konseptual

Iklim organisasi merupakan lingkungan internal yang mewakili

faktor-faktor dalam organisasi yang menciptakan kultur dan lingkungan sosial dimana

(48)

pandangan Gibson (1985;15), iklim organisasi adalah prioritas lingkungan kerja,

yang dipersepsikan pegawai secara langsung atau tidak langsung, yang dianggap

sebagai faktor utama dalam mempengaruhi perilaku pegawai.

b. Definisi Operasional

Variabel iklim organisasi pendidikan dalam penelitian ini,

dioperasionalkan menjadi tujuh dimensi, yaitu: (1) struktur; (2) responsibility; (3)

reward; (4) warmt; (5) support; (6) organisational; (7) risk. Masing-masing

dimensi tersebut dperinci lagi ke dalam sejumlah indikator yang secara

keseluruhan mengungkapkan kontribusi iklim organisasi pendidikan terhadap

kinerja satuan-satuan pendidikan kecakapan hidup.

[image:48.595.131.517.366.747.2]

c. Kisi-kisi dan Instrumen

Tabel 3.7

KISI-KISI IKLIM ORGANISASI SATUAN PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP

No. Dimensi Indiktor Nomor

butir soal

Jumlah butir soal 1. Stuktur 1. urutan kontrol organisasi, 1, 2, 2

2. pisik (urutan pembagian

tugas) 3, 1

2. Responsibility 1. pengawasan, 4, 5, 2

2. evaluasi 6, 1

3. Reward 1. tingkat penghargaan, 7, 8, 2

2. finansial 9, 1

3. promosi 10, 1

4. Warmt 1. kepuasan pegawai, 11, 1

2. harapan kedepan. 12, 1

5. Support 1. delegasi 13, 1

2. dukungan 14, 15, 2

6. Organizational 1. pengetahuan tentang

organisasi, 16, 1

2. keterampilan tentang

(49)

3. pengalaman menjalankan

komitmen organisasi. 18, 1

7. Risk 1. tantangan, 19, 1

2. kemampuan melihat

ancaman dari tantangan, 20, 1 3. kemampuan melihat

[image:49.595.123.520.157.725.2]

peluang dari tantangan. 21, 1

Tabel 3.8

INSTRUMEN IKLIM ORGANSASI SATUAN PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP Pernyataan Persepsi Responden Sangat Setuju (4) Setuju (3) Tidak Setuju (2) Sangat Tidak Setuju (1) Menurut pendapat Anda, iklim organisasi pendidikan kecakapan hidup Di satuan pendidikan ini telah memenuhi unsur-unsur:

1. Anda merasa terbebani bekerja;

2. Sistem kerja yang ditetapkan nampaknya kurang adanya inovasi (perubahan) ; 3. Anda selalu bekerja sama dengan rekan

kerja;

4. Anda dalam bekerja mengacu terhadap peraturan yang berlaku di instansi anda; 5. Sistem kerja yang diterapkan nampaknya

kurang otonom (penyerahan wewenang); 6. Nampaknya ada keserasian kerja antara

atasan dan bawahan di instansi anda; 7. Kerja sama yang diciptakan selalu

mengharapkan imbalan;

8. Anda dalam bekerja selalu mengalami konflik peranan;

9. Pemuasan kerja Anda dirasa cukup jika bekerja di instansi anda;

10. Tugas atasan lebih berat daripada bawahannya;

(50)

D. UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN 1. Uji Validitas

Validitas adalah menunjukkan kemampuan instrumen penelitian

mengukur dengan tepat atau benar apa yang hendak diukur. Sedangkan reliabelitas

menunjukkan keajegan, kemantapan atau kekonsistenan suatu instrumen

penelitian mengukur apa yang diukur. Kusnendi (2008; 94).

Valid tidaknya item instrumen dari setiap variabel yang akan diteliti

merupakan persoalan yang penting dalam suatu penelitian. Tujuan dilakukan

pengujian validitas adalah agar data yang diambil benar-benar valid.

Sekaran (2000); Hair, Anderson, Tatham & Black, 1998, dalam

kusnendi(2008;94) mengatakan pada umumnya para peneliti biasa menggunakan

korelasi Item total(item-total correlation) dan atau korelasi item-total dikoreksi

sebagai statistik uji validitas, sedangkan pengujian reliabelitas biasa menggunakan

koefisien Alfa Cronbach.

Item pertanyaan atau pernyataan diindikasikan memiliki validitas apabila

item tersebut memiliki kesesuaian dengan fungsi kuesioner secara keseluruhan,

yaitu mengukur konstruk atau variabel yang diukur. Diterjemahkan menurut

koefisien korelasi item total, suatu item dikatakan memiliki validitas yang

memadai apabila

Gambar

Gambar 1.1  KERANGKA FIKIR PENELITIAN
Gambar 1.2. Hubungan Hipotetik Antarvariabel Penelitian
Gambar 3.1. PROSEDUR   MENENTUKAN JUMLAH DAN SUBJEK RESPONDEN
Tabel 3.1 KISI-KISI  KINERJA  SATUAN PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dengan kata lain, energi detektor mendeteksi throughput di suatu kanal dengan inputan uncertain noise lebih lambat dikarenakan tidak tahannya energy detektor dengan noise

– Packet-packet yang berbeda untuk external virtual circuit yang sama bisa mengambil internal route

Sedangkan 6 (enam) kelompok lainnya mengalami kenaikan indeks, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 0,36 persen, kelompok perumahan, air, listrik,

Dampak positif yang dihasilkan dari konversi hutan mangrove menjadi pertambakan di Delta Mahakam adalah dampak ekonomi yang dirasakan petani tambak dan sumbangan devisa yang besar

Berdasarkan hasil analisis, dengan mempertimbangkan karateristik dari penataan interior, bahan yang digunakan baik pada furnitur maupun elemen interior, yakni dinding, lantai,

Kemiskinan juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari atau bisa dikatakan dengan suatu

iv Esrayanti, 201310225126, Fakultas Teknik Informatika Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, dengan Judul skripsi “ Pengembangan Sistem Informasi Rute Bus Transjakarta