BAB III
METODE PENELITIAN
3.2. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Lampung Barat, pada kecamatan dengan potensi pengembangan kelapa dalam yang meliputi 6 Kecamatan yaitu: Bengkunat, Pesisir Selatan, Pesisir Tengah, Karya Penggawa, Pesisir Utara dan Lemong. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Februari 2008.
3.3. Kerangka Pemikiran
Sebagai Kabupaten dengan potensi wilayah berbasis sektor pertanian Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat menetapkan visi "Terwujudnya masyarakat Lampung Barat yang Madani berbasis pertanian, kehutanan, kelautan dan pariwisata"
Visi tersebut diatas, menggambarkan besarnya peranan sektor pertanian yang diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Seiring dengan perjalanan waktu sektor pertanian yang menjadi sumber penghasilan utama masyarakat belum mampu memberikan dampak yang berarti bagi kemakmuran wilayah. Hal ini tidak terlepas dari berbagai faktor seperti harga komoditas pertanian yang fluktuatif, harga sarana produksi yang terus meningkat, lemahnya peranan lembaga usaha petani dan kebijakan di bidang pertanian yang tidak fokus. Pengembangan komoditas perkebunan dilaksanakan lebih kepada produk yang berharga tinggi pada saat itu. Akibatnya komoditas yang telah diusahakan oleh masyarakat seringkali terabaikan karena faktor rendahnya harga jual. Kebijakan pembangunan komoditas kelapa di Kabupaten Lampung Barat pada 10 tahun terakhir sangat lemah. Selama ini komoditas perkebunan yang banyak dikembangkan adalah kopi, cengkeh, nilam dan kakao. Sedangkan komoditas kelapa relatif kurang diperhatikan. Kondisi ini membuat petani kelapa kurang bergairah untuk terus memelihara dan meningkatkan produktifitas tanaman kelapa mereka.
Dari subistem budidaya (produksi) permasalahan yang terjadi adalah: penggunaan bibit asalan, pemeliharaan kebun yang sangat kurang berakibat pada rendahnya produktifitas lahan. Berdasarkan data statistik Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Barat Tahun 2005 produktifitas tanaman kelapa rakyat baru mencapai 651 kg/ha/tahun. Menurut Supadi dan Nurmanaf (2006), potensi produktivitas kelapa dalam yang dimiliki Indonesia sebesar 2,50 ton kopra/ha/ tahun. Dengan demikian produktifitas kelapa petani Kabupaten Lampung Barat baru mencapai seperempat dari potensi produksi dan setengah dari rata-rata produksi nasional 1-1,2 ton/ha/tahun.
Sedangkan pada kegiatan non budidaya permasalahan kelapa di Kabupaten Lampung Barat antara lain: produk olahan baru sebatas kelapa butiran dan kopra
dengan kualitas asalan. Belum tersedianya fasilitas pengolahan produk kelapa dan hasil ikutannya menjadikan petani memiliki keterbatasan dalam membuat produk olahan kelapa. Tidak adanya insentif yang diberikan kepada petani kelapa untuk mendorong petani menghasilkan kopra bermutu baik atau menjual kelapa segar kepada pabrik terdekat.
Dari segi pemasaran, para petani kelapa dirugikan oleh praktek pasar monopsoni dari pabrik minyak kelapa dan pedagang kopra yang menentukan harga secara sepihak (Supadi dan Nurmanaf, 2006). Muara dari kondisi tersebut adalah rendahnya nilai tambah produk komoditas kelapa di Kabupaten Lampung Barat. Tanpa adanya perubahan mendasar dari cara pandang berbagai pelaku agribisnis kelapa termasuk pemerintah maka kondisi petani kelapa akan tetap terpuruk.
Pengembangan program KUAT adalah salah satu solusi alternatif dalam meningkatkan kesejahteraan petani kelapa. Selain itu, program KUAT diharapkan dapat menjadi motor penggerak perekonomian wilayah karena sifat keterpaduan dan pengembangannya meliputi suatu kawasan. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis agar pendekatan arahan program akan tepat pada sasaran.
Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan dengan cara membandingkan kualitas lahan masing-masing satuan peta lahan dengan persyaratan penggunaan lahan yang akan ditetapkan. Peta Kesesuaian lahan kelapa di wilayah Pesisir Kabupaten Lampung Barat, selanjutnya ditumpangsusun dengan peta desa. Hal ini berguna untuk memberikan gambaran spasial desa-desa pesisir sesuai dengan tingkat kesesuaian untuk tanaman kelapa.
Analisis Location Quotient (LQ) bertujuan untuk menggambarkan kondisi basis/pemusatan komoditas kelapa di setiap kecamatan lokasi penelitian. Analisis skalogram dilakukan untuk menentukan hirearki desa-desa di kawasan pesisir. Dalam metode skalogram, seluruh fasilitas umum yang dimiliki oleh setiap unit desa didata dan disusun dalam satu tabel. Analisis skalogram bertujuan untuk menggambarkan tipologi wilayah tempat penelitian untuk menunjukkan pusat-pusat pelayanan berdasarkan fasilitas yang dimiliki.
Penentuan produk kelapa akan dilaksanakan dengan metode proses hierarki analitik (AHP). Analisis AHP ditujukan untuk mendeskripsikan
pandangan para stakeholder mengenai produk kelapa yang layak untuk dikembangkan. Responden untuk analisis AHP merupakan para ahli yang terdiri dari unsur peneliti perkelapaan, pengusaha agroindustri kelapa, pihak Pemerintah Daerah Propinsi Lampung yang berasal dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan Kabupaten Lampung Barat terdiri dari Bappeda, unsur Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lampung Barat, Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Barat.
Untuk mendapatkan gambaran keragaan petani kelapa di Kabupaten Lampung Barat, maka dilakukan survai kepada petani. Pengumpulan data dilaksanakan melalui wawancara langsung kepada petani kelapa. Data yang dikumpulkan meliputi: luas areal kebun kelapa, usia tanaman kelapa, prosedur pemeliharaan, pola panen dan pasca panen. Keragaan ini bertujuan untuk memberikan gambaran sisi on farm dan off farm perkebunan kelapa rakyat.
Rantai tata niaga di Kabupaten Lampung Barat dianalisis dengan menggunakan analisis rantai tata niaga dan marjin pasar. Melalui hasil analisis ini dapat dilihat efektifitas dan efisiensi pemasaran produk kelapa dalam diantara para pelaku pemasaran seperti petani sebagai produsen, pedagang pengumpul tingkat kecamatan, dan eksportir (apabila komoditas diekspor).
Untuk mengetahui permintaan beberapa produk kelapa dilakukan survai pustaka yang meliputi data ekspor, impor dan konsumsi produk olahan kelapa. Data tersebut selanjutnya diolah untuk mendapatkan gambaran jumlah ekspor, impor dan konsumsi dalam negeri. Melalui data tersebut dibuat peramalan trend permintaan produk kelapa selama beberapa tahun ke depan.
Hasil analisis tersebut di atas disusun ke dalam matriks yang menggambarkan kelayakan arahan Program KUAT. Wilayah-wilayah yang secara fisik, ekonomi dan tipologinya mendukung diarahkan sebagai lokasi program. Produk-produk terpilih yang akan digambarkan melalui nilai efisiensi pasar, dan besarnya permintaan produk-produk tersebut juga ditampilkan dalam matriks hasil analisis. Pada akhirnya akan didapat arahan program KUAT berdasarkan gabungan hasil analisis fisik dan ekonomi wilayah. Pada diagram alir berikut ini disajikan kerangka pemikiran penelitian (Gambar 2).
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian Analisis Marjin Pasar Analisis Pohon Industri Analisis Demand Harga Rendah, ditentukan pedagang Produksi Persatuan Lahan Rendah Produk olahan Hanya Kopra Fasilitas Kurang Kebijakan Pembangu nan Kondisi Eksisting
Perkebunan Kelapa dan Wilayah Pesisir Kabupaten Lampung Barat
PROGRAM KAWASAN USAHA AGRO TERPADU
(KUAT)
Nilai Tambah Produk Kelapa Rendah Analisis Kesesuaian Lahan Analisis Skalogram Analisis Location Quotient PROSPEK PASAR LOKASI PREFERENSI MASYARAKAT Analytical Hierarchy Process ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN USAHA AGRO TERPADU
3.3. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan untuk penelitian berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan (responden) parapihak yang dianggap sebagai ahli dan berkompeten terkait program KUAT. Gambaran keragaan perkebunan kelapa di Kabupaten Lampung Barat didapat melalui wawancara langsung dengan petani kelapa.
Sedangkan data sekunder berupa peta administrasi, topografi, geologi, hidrologi, data PDRB dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) berasal dari Bappeda, Data Potensi Desa dari Badan Pusat Statistik dan Data Luas Areal dan Produksi Tanaman Kelapa dari Dinas Perkebunan. Tabel 2. menjelaskan jenis dan metode pengumpulan data. Sedangkan aspek, variabel yang diteliti, sumber dan teknik pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 2. Jenis data yang dikumpulkan
No Jenis Data Metode
Pengumpulan Data
Sumber
1 Data Primer :
a. Persepsi para pihak terkait Produk Program KUAT Wawancara dengan kuisioner Responden : - Peneliti/Pakar Perkelapaan - Pengusaha Agroindustri Kelapa - Dinas Perindag Prop. Lampung - Unsur Bapeda
- Unsur Dinas Perkebunan - Unsur Dinas Perindag b. Keragaan perkebunan
kelapa
- Petani Kelapa
c. Marjin pasar Wawancara Petani, Pedagang Pengumpul tingkat desa, pedagang pengumpul tingkat kecamatan dan Pengumpul Kabupaten.
2 Data Sekunder - Podes 2006 - (LBDA) - Data Susenas - Rencana Tata Ruang
Wilayah - Database Perkebunan - Peta Administrasi - Peta Tanah 1 : 250.000 - Peta Geologi - Peta Hidrologi - Peta Lereng Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka BPS BPS BPS
Bapeda Lampung Barat Dinas Perkebunan Bapeda Lampung Barat Bapeda Lampung Barat Puslittanah
Bapeda Lampung Barat Bapeda Lampung Barat Bapeda Lampung Barat Bapeda Lampung Barat
Tabel 3. Aspek, variabel yang diteliti, sumber dan teknik pengumpulan data
No Aspek Variabel Sumber Data Teknik
Pengumpul an Data
1 Penentuan lokasi
KUAT
Sumber Daya Fisik Wilayah (Kesesuai
an Lahan), luas
tanam dan produksi
Bapeda, Dinas Perkebunan Kab Lampung Barat, BPS Studi Pustaka, 2. Penentuan hierarki wilayah, pusat-pusat pelayanan Fasilitas pelayanan, BPS, Dinas/instansi terkait Kabupaten Studi pustaka 3. Potensi Kelapa di setiap kecamatan, untuk menentukan keunggulan komparatif komoditi
Sumber Daya Fisik Wilayah (Kesesuai an Lahan), luas areal tanaman kelapa. BPS, Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Barat Studi pustaka 4. Persepsi parapihak tentang produk program KUAT Pendapat para parapihak yang didapat dari wawancara Studi Pustaka, parapihak Studi Pustaka, Wawancara
5. Nilai Ekonomi Produk
Kelapa
Permintaan, Rantai Tata Niaga, dan Pohon Industri Bapeda, Dinas Perkebunan Kab Lampung Barat, BPS Studi pustaka 6. Keragaan Perkebunan Kelapa
Luas areal, produksi perawatan, panen,dll
Petani Wawancara
3.4. Analisis Data
Dalam Penelitian ini data dianalisis dengan metode Kesesuaian lahan melalui Sistem Informasi Geografis (SIG), Location Quotient (LQ), Analytical Hierarchy Process (AHP), Analisis Margin Pasar, Analisis Demand pasar (Trend Permintaan), dan Analisis Pohon Industri.
3.4.1. Penentuan Lokasi
3.4.1.1. Analisis Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa
Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001), menggambarkan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa berdasarkan karakteristik lingkungan fisik dan lahan seperti temperatur, ketersediaan air, media perakaran, retensi hara, kegaraman, toksisitas, hara tersedia, kemudahan pengolahan, dan terrain/potensi mekanisasi. Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta untuk tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan dengan sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan tersebut.
Tabel 4. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Kelapa
Kelas Kesesuaian Lahan Kualitas/Karakteristik Lahan S1 S2 S3 N1 N2 Temperatur (t) -Rata2 Tahunan (oC) 25-28 >28-32 >32-35 Td >35 Ketersediaan Air (w) - Bulan Kering (75 mm) <2 2-3 >3-4 Td <4
- Curah Hujan/ tahun (mm) 2000-3000 3000-4000 1300-<2000 4000-5000 1000-<1300 Td >5000 <1000 - LGP (hari) >330 >300 >240 >240 >240 Media Perakaran - Drainase Tanah (r) Baik Sedang, Agak cepat Cepat, Agak terhambat Terhambat Sgt Terhambat, Sgt cepat - Tekstur LS,SL,CL,SCL,S iL,Si,SiCL,L SC,SiC,C S,Str,C Td Kerikil Kedalaman Efektif (cm) >100 75-100 50-<75 <50 - Gambut
a. Kematangan - Saprik Hemik
Hemik-Fibrik
Fibrik b. Ketebalan (cm) - <100 100-150 >150-200 >200 Retensi Hara (f)
- KTK Tanah ≥ tinggi Sedang Rendah Sgt rendah -
- pH Tanah 5,5-7,0 >7,0-7,5 5,0-5,5 7,5-8,5 4,5-<5,0 4,0-<4,5 >8,5 <4 - C-organik (%) - - - Kegaraman (c) - Salinitas mmhos /cm <2 2-4 >4-8 >8 Toksisitas (x) - Kejenuhan Al (%) -Kedalaman Sulfidik (cm) >175 115-175 85-<115 65-<85 <65 Hara Tersedia (n)
- Total N ≥ Sedang Rendah Sgt Rendah - -
- P2O5 ≥ Sedang Rendah Sgt Rendah - -
- K2O ≥ Sedang Rendah Sgt Rendah - -
Kemudahan Pengolahan (p) - Konsistensi Besar Butir - - Sgt keras Sgt teguh , Sgt lekat - Berkerikil, berbatu- Terrain/potensi mekanisasi (s/m) - - - Lereng (%) <8 8-15 >15-25 >25-45 >45 - Batuan Pmukaan (%) <3 3-15 >15-40 Td >40 - Singkapan batuan (%) <2 2-10 >10-25 >25-40 >40
Tigkat bahaya erosi (e) SR R S B SB
Sumber:Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001) Keterangan :
Td : Tidak berlaku Si : Debu
S : Pasir L : Lempung
StrC : Liat berstruktur Liat Masif : Liat Tipe 2:1 (vertisol) Kedalaman tanah untuk penentuan tekstur, KTK, C-organik, Al, N, P2O5, K2O disesuaikan dengan zone perakaran tanaman yang dievaluasi.
Kriteria kualitas lahan yang dijadikan parameter dalam penelitian ini berdasarkan kriteria Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (2002) yang mencakup iklim, tanah, terrain (meliputi lereng dan topografi), batuan di permukaan dan di dalam tanah, singkapan batuan, hidrologi, dan persyaratan penggunaan lahan atau persyaratan tumbuh tanaman.
Langkah awal dalam menganalisis data adalah dengan menggambarkan lokasi yang memiliki kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa dalam di Kabupaten Lampung Barat. Kesesuaian lokasi tanaman kelapa dianalisis menggunakan pencocokan karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman kelapa. Gambaran lokasi kesesuaian lahan akan menjadi bagian dalam menentukan lokasi pengembangan program KUAT.
3.4.1.2. Analisis Location Quotient (LQ)
Analisis Location Quotient (LQ) dalam penelitian ini dilaksanakan pada desa-desa di 6 Kecamatan wilayah Pesisir Kabupaten Lampung Barat yang meliputi Kecamatan Bengkunat, Kecamatan pesisir Selatan Kecamatan Pesisir Tengah, Kecamatan Karya Penggawa, Kecamatan Pesisir Utara dan Kecamatan Lemong.
Untuk mengetahui peranan komoditas kelapa di desa-desa tersebut, maka perlu dilaksanakan analisis LQ. Analisis ini untuk mengetahui keunggulan wilayah saat ini dari komoditas kelapa terhadap peranannya kepada perekonomian wilayah desa, kecamatan maupun terhadap kabupaten. Secara operasional LQ dapat didefinisikan sebagai rasio persentase dari aktifitas pada sub wilayah ke-i terhadap aktifitas total wilayah yang diamati.
Persamaan dari LQ ini adalah :
Dimana :
Xij : Luas Areal Kelapa (Ha) di Desa-i
X.j : Total Luas Areal Kelapa (Ha) di Kecamatan – j
Xi. : Total Luas Areal Tanaman Perkebunan (Ha) di Desa ke-i
X.. : Total Luas Areal Tanaman Perkebunan (Ha) di Kecamatan pesisir (j) Tabel 5. Struktur data aktifitas
Sektor Desa Lokasi Studi (j) Jumlah Xi. (Kecamatan) i Nama Komoditas 1 2 ... n ... X1j X2j ... Xnj X1. X2. ... Xn. Jumlah X.j X..
Tabel 6. Struktur tabel LQ
Sektor Desa Lokasi Studi (j) i Nama Komoditas 1 2 ... n ... LQij LQ2j ... LQnj .. .
/
.
/
X
Xi
X
X
LQ
ij=
ij jUntuk dapat menginterpretasikan hasil analisis LQ, digunakan batasan sebagai berikut :
- Jika nilai LQij > 1, maka hal ini menunjukkan terjadinya konsentrasi suatu aktivitas di desa-i secara relatif dibandingkan dengan total kecamatan pesisir atau terjadi pemusatan aktifitas di desa ke-i.
- Jika nilai LQij = 1, maka desa ke-i tersebut mempunyai pangsa aktifitas setara dengan pangsa total atau konsentrasi aktifitas di desa-i sama dengan rata-rata total kecamatan di daerah pesisir.
- Jika nilai LQij < 1, maka desa ke-i tersebut mempunyai pangsa relatif lebih kecil dengan aktifitas secara umum ditemukan diseluruh kecamatan pesisir. Data yang digunakan dalam LQ adalah luas areal tanaman kelapa dan tanaman perkebunan lainnya di wilayah pesisir Kabupaten Lampung Barat. Seluruh data bersumber dari Data Statistik Perkebunan Kabupaten Lampung Barat Tahun 2005. Untuk mendukung analisis LQ ini dapat digunakan analisis Location Index (LI) dengan persamaan :α =
∑
(Xij/X.j)−Xi./X..). Setelah diperoleh hasil perhitungan, maka hasil perhitungan yang bernilai positif saja yang digunakan untuk komoditas yang diselidiki, nilai α yang mendekati 1 artinya pengusahaan komoditas tersebut terkonsentrasi di suatu daerah (Saefulhakim, 2006.)3.4.1.3. Analisis Skalogram
Salah satu cara untuk mengukur tingkat perkembangan suatu kawasan secara cepat dan mudah adalah menggunakan metode skalogram. Pada prinsipnya suatu wilayah berkembang secara ekonomi dicirikan oleh tingkat aksesibilitas masyarakat di dalam pemanfaatan sumberdaya-sumberdaya ekonomi yang dapat digambarkan baik secara fisik maupun non fisik.
Melalui analisis skalogram pemetaan desa-desa pesisir yang menjadi lokasi penelitian dapat digambarkan berdasarkan tipologi wilayah masing-masing. Tipologi wilayah disusun berdasarkan jenis fasilitas yang dimiliki oleh desa-desa tersebut. Asumsi yang digunakan adalah bahwa wilayah yang memiliki ranking tertinggi adalah lokasi yang dapat menjadi pusat pelayanan. Berdasarkan analisis ini dapat ditentukan indikator yang digunakan dalam analisis skalogram adalah
jumlah penduduk, jumlah jenis, jumlah unit serta kualitas fasilitas pelayanan yang dimiliki masing-masing desa. Hasil analisis ini nantinya akan menjadi pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk menentukan lokasi KUAT sesuai dengan tipologi wilayah.
Tahapan penyusunan skalogram adalah sebagai berikut :
1. Menyusun fasilitas sesuai dengan penyebaran dan jumlah fasilitas di dalam unit-unit desa. Fasilitas yang tersebar merata di seluruh desa diletakkan dalam urutan paling kiri dan seterusnya sampai fasilitas yang terdapat paling jarang penyebarannya di seluruh unit desa yang ada diletakkan di kolom tabel paling kanan.
2. Menyusun sedemikian rupa dimana unit desa yang mempunyai ketersedian fasilitas paling lengkap terletak di susunan paling atas, sedangkan unit desa dengan ketersediaan fasilitas paling tidak lengkap terletak disusunan paling bawah
3. Menjumlahkan seluruh fasilitas secara horizontal baik jumlah jenis fasilitas maupun jumlah unit fasilitas di setiap unit desa.
4. Menjumlahkan masing-masing unit fasilitas secara vertikal sehingga diperoleh jumlah unit fasilitas yang tersebar diseluruh unit desa.
5. Dari hasil penjumlahan ini diharapkan diperoleh urutan, posisi teratas merupakan desa yang mempunyai fasilitas umum terlengkap, sedangkan posisi terbawah merupakan desa dengan ketersediaan fasilitas umum paling tidak lengkap.
6. Jika dari hasil penjumlahan dan pengurutan ini diperoleh dua desa dengan jumlah jenis dan jumlah unit fasilitas yang sama, maka pertimbangan ketiga adalah jumlah penduduk. Desa dengan jumlah penduduk lebih tinggi diletakkan pada posisi di atas.
7. Disamping cara sebagaimana telah disebutkan diatas terdapat cara lain yang merupakan modifikasi dari metode skalogram yaitu dengan penentuan indeks perkembangan desa dengan berdasarkan jumlah penduduk dan jenis fasilitas pelayanan.
Model untuk menentukan nilai indeks perkembangan desa (IPj) suatu wilayah atau pusat pelayanan adalah sebagai berikut :
∑
= n i ij j I IP ' i ij ij SD I I I' = − imin Dimana :IPj = Indeks Perkembangan desa ke-j
Iij = Nilai indikator perkembangan ke-i desa ke-j I’ij = Nilai indikator perkembangan ke-i
terkoreksi/terstandarisasi desa ke-j Ii min = Nilai indikator perkembangan ke-i terkecil SDi = Standar deviasi indikator perkembangan ke-i
Nilai-nilai tersebut akan digunakan untuk mengelompokkan unit desa dalam kelas-kelas yang dibutuhkan atau hirearki desa. Diasumsikan bahwa kelompok yang diperoleh berjumlah 3, yaitu kelompok I dengan tingkat perkembangan tinggi, kelompok II dengan tingkat perkembangan sedang dan kelompok III dengan tingkat perkembangan rendah. Selanjutnya ditetapkan suatu konsensus misalnya jika nilainya adalah lebih besar atau sama dengan (2 x standar deviasi + nilai rata-rata) maka dikategorikan tingkat perkembangan tinggi, kemudian jika antara nilai rata-rata sampai ( 2 x standar deviasi + nilai rata-rata) maka termasuk tingkat perkembangan sedang, dan jika nilai kurang dari nilai rata-rata maka termasuk dalam tingkat perkembangan rendah (Saefulhakim, 2006) Secara matematis kelompok tersebut adalah :
Xi > X rata-rata + 2Stdev (tinggi) Xrata-rata < Xi < + 2 Stdev (sedang)
Xi < Xrata-rata (rendah)
Analisis skalogram dalam penelitian ini menggunakan data PODES 2006
3.4.2. Preferensi Masyarakat 3.4.2.1. Analisis AHP
Analisa AHP digunakan untuk menarik kesimpulan tentang pandangan para stakeholder mengenai komoditas yang dianggap menguntungkan untuk dikembangkan pada program KUAT Kabupaten Lampung Barat. Hasil kuesioner setiap responden dianalisa untuk dilihat tingkat konsistensinya dalam menjawab setiap pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner.
Menurut Azis (1994), asumsi-asumsi yang dipakai oleh AHP adalah sebagai berikut: pertama-tama harus terdapat sedikit (jumlah yang terbatas) kemungkinan tindakan, yakni, 1,2,....,n yang adalah tindakan positif, n adalah bilangan yang terbatas. Responden diharapkan akan memberikan nilai dalam angka yang terbatas untuk memberi tingkat urutan (skala) pentingnya atribut-atribut. Skala yang dipergunakan dapat apa saja, tergantung dari pandangan responden dan situasi yang relevan. Tabel 8 berikut menggambarkan tingkat urutan dan definisinya.
Tabel 7. Sistem urutan (Ranking) Saaty (Azis, 1994)
Intensitas/ Pentingnya
Definisi Penjelasan
1 Sama Pentingnya Dua aktifitas memberikan kon
tribusi yang sama kepada tujuan
3 Perbedaan penting yang lemah
antara satu dengan yang lain
Pengalaman dan selera sedikit menyebabkan yang satu sedikit lebih disukai daripada yang lain
5 Sifat lebih pentingnya kuat Pengalaman dan selera yang
menyebabkan penilaian yang satu lebih daripada yang lain. Yang satu sangat lebih disukai daripada yang lain
7 Menunjukkan sifat sangat
penting yang menonjol
Aktifitas yang satu sangat disukai
dibandingkan yang
lain;dominasinya tampak nyata
9 Penting absolut Bukti bahwa antara yang satu lebih
disukai daripada yang lain
menunjukkan kepastian tingkat
tertinggi yang dapat dicapai.
2,4,6,8 Nilai tengah diantara nilai
diatas/dibawahnya
Diperlukan kompromi
Kebalikan angka bukan nol di atas
Jika aktifitas i, dibandingkan dengan j, mendapat nilai bukan nol seperti tertera di kolom 1, maka j-bila di bandingkan dengan i-mem punyai nilai kebalikannya
Asumsi yang masuk akal
Rasional Rasio yang timbul dari skala Jika konsistensi perlu dipaksanakan
dengan mendapatkan sebanyak n nilai angka untuk melengkapi matriks.
Walaupun demikian, mengikuti perkembangan baku AHP dipergunakan metode skala Saaty mulai dari 1 yang menggambarkan ”sama penting” (jadi untuk atribut yang sama, skalanya selalu 1) sampai dengan 9 yang menggambarkan kasus atribut yang paling absolut dibandingkan dengan yang lain (urutan pemastian tertinggi yang mungkin).
Langkah-langkah yang dilakukan dalam metode AHP adalah : 1. Mengidentifikasi/menetapkan masalah yang muncul; 2. Menetapkan tujuan, kriteria dan hasil yang ingin dicapai;
3. Mengidentifikasi kriteria-kriteria yang mempunyai pengaruh terhadap masalah yang ditetapkan;
4. Menetapkan struktur hierarki
Hirearki adalah suatu sistem yang tersusun dari beberapa level/tingkatan, dimana masing-masing tingkat mengandung beberapa unsur atau faktor. Hal yang dilakukan dalam suatu hierarki adalah mengukur pengaruh berbagai kriteria yang terdapat pada hirarki. Pada umumnya, masalah dasar yang muncul dalam penyusunan hierarki adalah menentukan level tertinggi dari berbagai interaksi yang terdapat pada berbagai level.
5. Menentukan hubungan antara masalah dengan tujuan, hasil yang diharapkan, pelaku/objek yang berkaitan dengan masalah, dan nilai masing-masing faktor. 6. Membandingkan alternatif (comparative judgement)
7. Menentukan faktor-faktor yang menjadi prioritas (synthesis of priority) 8. Menentukan urutan alternatif dengan memperhatikan logical consistency)
Sarana yang digunakan dalam AHP adalah dengan memberikan kuisioner kepada responden terpilih yang mengetahui dan memahami dengan baik masalah kelapa dan agroindustri kelapa. Responden dipilih dengan metode pupossive sampling. Analisis AHP dilakukan dengan program aplikasi Expert Choice 2000
3.4.2.2 Persepsi Masyarakat
Program KUAT merupakan upaya pemerintah daerah untuk melaksanakan pembangunan berbasis komoditas. Keberhasilan program dipengaruhi oleh persepsi masyarakat tentang program tersebut. Penggalian
persepsi masyarakat dilakukan dengan survei terhadap petani dan pedagang yang terlibat dalam usaha tani kelapa di seluruh wilayah kecamatan lokasi penelitian. Pertanyaan disusun menyangkut pemahaman masyarakat tentang program terutama lokasi dan produk yang akan dikembangkan. Seluruh data (petani dan pedagang) dihitung secara persentatif berdasarkan lokasi pengamatan.
3.4.3. Prospek Pasar Produk Kelapa 3.4.3.1. Analisis Marjin Pasar.
Marjin pemasaran mempunyai dua pengertian (Tomek dan Robinson, 1990), yaitu: (1) Perbedaan harga antara dua lembaga pemasaran (seperti petani, pedagang, pengolah dan eksportir); dan (2) Biaya yang dikeluarkan untuk membayar jasa-jasa sepanjang saluran pemasaran. Hal ini terkait dengan peran pemasaran berupa waktu, tempat dan transformasi kepemilikan produk (Malian et al., 2004).
Produk-produk yang merupakan bagian dari komoditas kelapa dalam akan dianalisis dengan menggunakan analisis marjin pasar. Jenis produk yang dianalisis didasarkan pada pandangan para ahli tentang produk kelapa yang menguntungkan. Melalui hasil analisis ini dapat dilihat efektifitas dan efisiensi pemasaran produk kelapa dalam diantara para pelaku pemasaran seperti petani sebagai produsen, pedagang pengumpul, pedagang sementara, eksportir (apabila komoditas diekspor).
Menurut Damanik dan Sientje (1992) formulasi yang digunakan untuk mengetahui marjin pemasaran produk kelapa digunakan pendekatan berikut ini. Misal harga kelapa/produk kelapa masing-masing lembaga tata niaga adalah:
1. Petani : Rp. A
2. Pedagang Pengumpul/perantara : Rp. B 3. Eksportir/Pedagang Besar : Rp. C
Maka marjin pemasaran menjadi: A a. Petani = x 100 % = % B B b. Pedagang Perantara/Pengumpul x 100 % = % C
3.4.3.2. Analisis Permintaan (Demand)
Definisi dasar dari permintaan konsumen adalah kuantitas suatu komoditas yang mampu dan ingin dibeli oleh konsumen pada suatu tempat dan waktu tertentu pada berbagai tingkat harga ketika faktor lain tidak berubah. Permintaan pasar adalah agregat dari permintaan individu konsumen.
Untuk mengetahui permintaan beberapa produk kelapa akan dilakukan survai pustaka ke pihak-pihak yang berwenang menangani pemasaran produk kelapa antara lain: Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lampung Barat, Dinas Perdagangan dan industri Propinsi Lampung, Departemen Perdagangan, Departemen Perindustrian, eksportir, Asia and Pacific Coconut Community (APCC), dan pengusaha minyak goreng di Bandar Lampung, pedagang pengumpul tingkat Kecamatan dan Kabupaten.
Analisis permintaan dilaksanakan dengan membuat proyeksi permintaan produk-produk kelapa yang prospektif berdasarkan kecenderungan data, dengan asumsi bahwa pola konsumsi pada tahun-tahun mendatang sama seperti tahun sebelumnya. Asumsi lain yang dipergunakan adalah bahwa variabel selain waktu, kondisi perekonomian, kondisi pesaing, perubahan teknologi di anggap stabil. Proyeksi permintaan ini menggunakan metode peramalan time series.
3.4.3.3. Analisis Pohon Industri
Dalam analisis pohon industri, produk-produk turunan yang berbahan baku kelapa akan diuraikan secara satu persatu kemudian dianalisis produk kelapa yang memiliki nilai ekonomi. Produk-produk olahan kelapa yang telah berkembang saat ini akan diuraikan satu persatu tentang rangkaian proses dan manfaat masing-masing. Seluruh produk olahan kelapa mulai dari daun, buah,
sampai dengan batang akan digambarkan satu persatu melalui diagram pohon industri. Analisis ini diperlukan untuk menunjukkan keragaman produk yang dapat dihasilkan dari tanaman kelapa.
Melalui deskripsi pohon industri dapat diketahui bahwa, pemanfaatan kelapa untuk menghasilkan aneka ragam produk olahan dapat dilakukan dari bagian-bagian kelapa seperti daging buah, air kelapa, tempurung, sabut, sampai dengan tandan bunga. Analisis ini akan menggunakan model pohon industri yang dipakai oleh Direktorat Jenderal Tanaman Perkebunan Departemen Pertanian. Gambaran produk kelapa dan turunannya digambarkan pada Gambar 3 berikut ini:
Gambar 3. Pohon industri kelapa Sumber: Ditjenbun (2007)