• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis Harga Saham

Saham merupakan surat berharga yang menunjukkan bukti kepemilikan terhadap suatu

perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas.

Perusahaan yang telah menerbitkan sahamnya disebut perusahaan terbuka atau go public. Terdapat dua jenis saham yaitu saham biasa dan saham preferen. Saham biasa merupakan jenis saham yang mempunyai hak suara, hak mendapatkan dividen, hak klaim terakhir atas aktiva perusahaan jika perusahaan dilikuidasi, dan hak memesan efek

terlebih dahulu sebelum ditawarkan kepada

masyarakat, sedangkan saham preferen merupakan jenis saham yang mempunyai hak istimewa seperti pembayaran dividen dalam jumlah yang tetap, hak klaim lebih dahulu dibanding saham biasa jika perusahaan dilikuidasi, dan saham preferen dapat dikonversikan menjadi saham biasa.

Harga saham adalah harga yang terjadi pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar dan oleh permintaan dan penawaran saham di pasar

(2)

modal. Perubahan harga saham dipengaruhi oleh kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar sekunder (Anisma, 2012). Semakin banyak investor yang ingin membeli atau menyimpan suatu saham, maka harganya akan semakin naik, dan sebaliknya jika banyak investor yang menjual sahamnya maka akan berdampak pada turunnya harga saham. Ketika ada informasi baru maka investor akan melakukan penyesuaian dengan membeli, menahan, atau menjual saham yang dimiliki, sehingga harga terbaru dari saham tersebut merepresentasikan perkembangan terbaru di pasar modal. Pasar yang memiliki kondisi tersebut disebut pasar modal yang efisien.

Menurut konsep pasar modal yang efisien, harga

sekuritas sepnuhnya mencerminkan semua

informasi yang tersedia dan tidak mungkin untuk memprediksi keuntungan masa mendatang yang didasarkan pada informasi keuangan dan kinerja masa lalu (Rehman dan Khidmat, 2013). Harga saham akan cepat merespon informasi terbaru yang tidak dapat diduga sehingga arah gerakannya tidak dapat ditentukan. Menurut (Fama, 1970) terdapat tiga bentuk efisiensi pasar berdasarkan tingkat penyerapan informasi, yaitu: 1) Efisiensi Pasar

(3)

Lemah, yaitu harga sekuritas sepenuhnya mencerminkan informasi di masa lalu (sudah terjadi). Sehingga informasi masa lalu tidak dapat digunakan lagi untuk memprediksi harga saham di masa mendatang; 2) Efisiensi Pasar Semi Kuat, yaitu harga sekuritas sepenuhnya mencerminkan informasi masa lalu dan informasi publik yang tersedia bagi seluruh investor. Sehingga investor yang memiliki informasi privat dapat memperoleh abnormal return; 3) Efisiensi Pasar Kuat, yaitu harga sekuritas sepenuhnya mencerminkan semua informasi yang ada di pasar, baik informasi historis, publik, maupun privat. Dalam pasar kuat ini tidak memungkinkan investor memperoleh abnormal return. Pasar modal bentuk ini merupakan pasar dengan kondisi paling ideal.

Meskipun hipotesis pasar yang efisien telah menjadi konsep yang diterima dibidang keuangan, tetapi pada kenyataannya beberapa penelitian

menunjukkan adanya anomali pasar yang

bertentangan dengan hipotesis pasar yang efisien, seperti yang ditunjukkan oleh penelitian DeBondt dan Thaler (1985); Fitriyan dan Sari (2013). Ketika anomalitas pasar terjadi, investor dapat berpotensi sangat signifikan untuk memperoleh tingkat abnormal return (Andreas dan Daswan, 2011).

(4)

Harga saham sering mengalami perubahan setiap harinya, oleh karena itu investor perlu

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

perubahan harga saham. Perubahan harga saham dipengaruhi oleh faktor internal (fundamental) dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang

berasal dari dalam perusahaan dan dapat

dikendalikan oleh manajemen perusahaan. Semua informasi yang dipublikasikan mengenai perusahaan dapat mempengaruhi harga saham perusahaan tersebut, seperti informasi laporan keuangan, investasi, struktur manajemen perusahaan, dan

merger/akuisisi, sedangkan faktor eksternal

merupakan faktor yang disebabkan oleh faktor di luar perusahaan seperti kondisi ekonomi yaitu suku bunga, inflasi, kurs rupiah; kebijakan pemerintah, dan berbagai isu di dalam maupun di luar negeri.

Penilaian atas saham merupakan suatu mekanisme untuk mengubah serangkaian variabel ekonomi atau variabel perusahaan yang diamati menjadi perkiraan tentang harga saham. Analisis harga saham dibutuhkan untuk meminimalkan resiko investasi yang dilakukan. Analisis tersebut dilakukan dengan dasar sejumlah informasi yang diterima oleh investor. Secara umum ada dua

(5)

analisis yang biasa digunakan dalam menganalisis harga saham yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal.

2.1.1 Analisis Fundamental

Menurut Pandansari (2012) analisis

fundamental merupakan estimasi nilai faktor-faktor internal emiten dan ekonomi pada saat ini untuk memperkirakan harga saham di masa yang akan datang dengan memproyeksikan data dan informasi aktual agar dapat mengestimasi nilai intrinsik dari harga saham saat ini, sehingga analis atau investor dapat mengetahui tindakan apa yang akan dilakukan di pasar dengan membandingkan nilai intrinsik dan nilai pasar saham. Analisis fundamental dapat dilakukan dengan menganalisis kondisi keuangan perusahaan yang ditunjukkan dalam laporan

keuangan perusahaan. Secara umum faktor

fundamental yang sering digunakan untuk

memprediksi harga saham adalah rasio keuangan dan rasio pasar. Rasio keuangan yang digunakan untuk memprediksi harga saham seperti ROA (Return On Assets), DER (Debt Equity Ratio), BVS (Book Value per Share), dan rasio pasar yang sering dikaitkan dengan harga saham yaitu PBV (Price Book Value)

(6)

(Yunanto dan Henny, 2009). Dengan analisis tersebut dapat diprediksi harga saham di masa yang akan datang dengan mengestimasi nilai dari faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham dan

menerapkan hubungan faktor-faktor tersebut

sehingga dapat diperoleh perkiraan harga saham.

2.1.2 Analisis Teknikal

Analisis teknikal pertama kali diperkenalkan oleh Charles H. Dow pada tahun 1884 yang dinamakan Dow Theory. Dow Theory bertujuan untuk mengidentifikasi harga pasar untuk jangka panjang berdasarkan data historis harga pasar di masa lalu. Teori ini pada dasarnya menjelaskan tren

(kecenderungan) pergerakan harga saham

berdasarkan kerangka waktu yang dikelompokkan menjadi: 1) Primary trend yaitu pergerakan harga saham dalam jangka waktu yang lama (tahunan); 2) Secondary trend yaitu pergerakan harga saham yang terjadi selama pergerakan dalam primary trend, biasanya antara dua minggu sampai tiga bulan; 3) Minor trend yaitu pergerakan harga saham harian.

Analisis teknikal adalah analisis terhadap pola pergerakan harga di masa lalu dengan tujuan untuk meramalkan pergerakan harga di masa yang akan

(7)

datang (Alwiyah dan Liyanto, 2012). Analisis teknikal merupakan analisis yang memperhatikan perubahan harga saham dari waktu ke waktu. Analisis ini pada dasarnya merupakan upaya untuk menentukan kapan akan membeli, menahan atau menjual saham dengan memanfaatkan indikator-indikator teknis ataupun mengunakan analisis grafis. Analisis teknikal bertentangan dengan hipotesis pasar yang efisien, karena dalam pengambilan keputusan investasinya didasari atas data harga dan volume perdagangan saham di masa lalu.

Data masa lalu dipercaya berisi informasi penting mengenai pergerakan harga saham di masa yang akan datang. Asumsi yang mendasarinya adalah nilai pasar barang dan jasa ditentukan oleh interaksi permintaan dan penawaran. Ketika return saham dapat diprediksi, analisis teknikal dapat sebagai nilai tambah dalam berinvestasi dengan proporsi tetap. Penggunaan analisis teknikal akan

lebih optimal dan dapat menambah nilai

kepercayaan atas ketidakpastian hasil prediksi (Zhu dan Zhou, 2009). Dalam prakteknya, semua perusahaan pialang mempublikasikan komentar tekniks dan memberikan layanan konsultasi yang didasarkan pada analisis teknikal.

(8)

Analisis teknikal akan tepat digunakan apabila kondisi pasar modal tidak efisien dalam bentuk lemah, sehingga sesuai dengan salah satu asumsi analisis teknikal yaitu history tends to repeat it self, maka analisis teknikal akan bermanfaat bagi investor. Beberapa indikator analisis teknikal yang berasal dari data time series harga saham yaitu indikator filter, indikator momentum, analisis garis tren, teori siklus, indikator volume, analisis gelombang, dan analisis pola (Lawrence, 1997). Indikator-indikator tersebut dapat memberikan informasi dalam melakukan investasi jangka pendek atau jangka panjang, membantu mengidentifikasi tren atau siklus dalam pasar modal, serta menunjukkan kekuatan harga saham.

2.2 Peramalan (Forecasting)

Secara umum pengertian peramalan adalah perkiraan atau dugaan mengenai sesuatu di masa yang akan datang, namun dengan menggunakan teknik-teknik tertentu maka peramalan bukan hanya sekedar perkiraan atau dugaan. Peramalan dapat dilakukan menggunakan teknik-teknik statistik

untuk mendapatkan gambaran masa depan

(9)

tidak dapat memberi jawaban pasti akan apa yang terjadi di masa mendatang, tetapi memberi jawaban sedekat mungkin akan apa yang akan terjadi. Pola peramalan bersifat stabil sehingga tidak akan bertahan dalam jangka waktu yang lama, dan akan merugikan ketika diterapkan pada kondisi pasar yang tidak normal (Timmermann dan Granger, 2004). Tingkat kepercayaan pada hasil peramalan tidak hanya ditentukan oleh teknik yang digunakan tetapi juga ditentukan oleh data atau informasi yang digunakan.

Berdasarkan waktu pengumpulannya, data dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: (1) Data time series, adalah jenis data yang dikumpulkan menurut urutan waktu dalam suatu periode waktu tertentu, misalnya data harian, mingguan, dan tahunan; (2) Data cross section, adalah jenis data yang dikumpulkan pada suatu waktu tertentu yang dapat menggambarkan keadaan atau kegiatan pada waktu tersebut; (3) Data panel, adalah gabungan data time series dan cross section. Berdasarkan jangka waktunya, peramalan dibagi menjadi tiga periode, yaitu: (1) Peramalan jangka panjang (long-term forecasting) yaitu peramalan yang jangka waktunya beberapa tahun ke depan; (2) Peramalan jangka

(10)

menengah (mid-term forecasting) yaitu peramalan dalam jangka waktu bulanan atau mingguan; (3) Peramalan jangka pendek (short-term forecasting) yaitu peramalan dalam jangka waktu harian.

Peramalan merupakan suatu teknik yang digunakan untuk memprediksi suatu nilai di masa mendatang dengan menggunakan informasi periode sekarang dan sebelumnya. Berdasarkan sifatnya, peramalan dibagi atas dua kategori, yaitu: (1) Peramalan Kualitatif. Teknik peramalan ini tidak bergantung pada perhitungan matematika tetapi pada orang yang menyusunnya, karena hasil peramalan didasarkan pada penilaian, pendapat, intuisi, emosi, dan pengalaman pribadi. Peramalan kualitatif yang biasa digunakan adalah pendapat manajemen eksekutif dan hasil survei lapangan; (2) Peramalan Kuantitatif. Teknik peramalan ini didasarkan atas data kuantitatif masa lalu. Hasil peramalan yang dibuat tergantung pada teknik yang digunakan dalam melakukan peramalan. Peramalan kuantitatif yang biasa digunakan dibagi atas dua bagian yaitu:

(11)

a) Metode Deret Waktu (Time Series Method)

Time series merupakan teknik yang melakukan peramalan berdasarkan pola masa

lalu dari data yang digunakan. Teknik

peramalan time series dibagi menjadi dua bagian. Pertama, model peramalan yang didasarkan pada model matematika statistik seperti moving average, exponential smoothing, regresi, ARIMA (Box-Jenkins). Kedua, model peramalan yang didasarkan pada kecerdasan buatan seperti neural network, algorima

genetika, simulated annealing, genetic

programming, klasifikasi, dan hybrid (Wiyanti et al. 2012), dengan demikian peramalan dengan

time series tidak hanya dilakukan

menggunakan ilmu statistik tetapi juga dengan jaringan saraf.

Makridakis et al. (1983) mengungkapkan bahwa langkah penting dalam menggunakan time series adalah dengan mempertimbangkan jenis pola datanya, sehingga dapat ditentukan teknik yang paling tepat sesuai dengan pola

datanya. Pola data dalam peramalan

menggunakan time series terbagi atas empat pola yang dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(12)

Gambar 2.1 Pola Pergerakan Data

- Pola Tren (trend), yaitu ketika pergerakan data naik atau turun secara bertahap dalam waktu yang lama.

- Pola Musiman (seasonality), yaitu ketika pergerakan data bergerak bebas dan muncul secara periodik dalam jangka pendek serta berulang. Pola ini dipengaruhi oleh faktor musiman seperti cuaca dan liburan.

- Pola Siklus (cycles), yaitu ketika pergerakan

data menunjukkan adanya fluktuasi

bergelombang (naik dan turun) yang berulang dan terjadi dalam waktu yang lama.

- Pola Horizontal, yaitu ketika pergerakan data berfluktuasi di sekitar nilai mean secara acak

(13)

tanpa membentuk pola yang jelas seperti pola tren, musiman ataupun siklus.

b) Metode Sebab Akibat (Causal Method)

Metode Sebab Akibat merupakan metode yang melakukan peramalan berdasarkan pola

hubungan antara variabel yang akan

diprediksikan (variabel dependen) dengan variabel lain yang mempengaruhinya (variabel independen). Metode peramalan yang biasa digunakan dalam analisis sebab akibat adalah: Simple Regression, dan Multiple Regression (Arch/Garch).

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham

Kemampuan investor dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro di masa mendatang akan sangat berguna dalam pengambilan keputusan investasi yang menguntungkan. Untuk itu, seorang investor sebaiknya mempertimbangkan beberapa indikator ekonomi makro yang dapat membatu dalam membuat keputusan investasi.

Indikator ekonomi makro yang seringkali

dihubungkan dengan pasar modal adalah inflasi, kurs, dan BI rate. Inflasi dapat diartikan sebagai

(14)

peningkatan harga secara umum dan terus menerus. Inflasi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi suatu Negara, inflasi yang terlalu tinggi akan menyebabkan penurunan daya beli dan dapat mengurangi tingkat pendapatan investor.

Kurs merupakan variabel makroekonomi yang turut mempengaruhi harga saham. Kurs atau nilai tukar valuta asing adalah harga suatu mata uang yang dinyatakan dalam harga mata uang lain, yang berarti jika nilai rupiah semakin kuat (USD terdepresiasi) maka harga saham akan naik, dan begitu pula sebaliknya. Demikian pula halnya dengan tingkat BI rate yang merupakan suku bunga acuan yang mencerminkan kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik dapat mempengaruhi pergerakan harga saham. Tingkat pengembalian yang diharapkan investor pada investasi saham seringkali dipengaruhi oleh pendapatan yang diperoleh investor pada alternatif investasi lain. Weston dan Brigham (1990) berpendapat bahwa tingkat bunga mempengaruhi harga saham dengan dua cara yaitu: 1) Tingkat bunga mempengaruhi laba perusahaan karena tingkat bunga merupakan biaya; 2) Tingkat bunga yang tinggi akan menyebabkan investor menarik

(15)

investasi sahamnya dan memindahkannya pada investasi lain yang menawarkan tingkat bunga yang lebih tinggi. Indikator makro ekonomi yang dapat mempengaruhi harga saham seperti inflasi, kurs, dan BI rate dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Silaban (2010), Kurnia (2010), Azwir dan Achmad (2011).

2.4 Analisis Time Series 2.4.1 Uji Stasioneritas

Dalam analisis time series, kestasioneran merupakan hal yang penting, begitu juga dalam analisis menggunakan Arima dan Arch/Garch yang mensyaratkan setiap variabel yang disertakan dalam model harus stasioner. Deret data dikatakan stasioner jika data series tidak memiliki tren dan unsur musiman atau dengan kata lain mean dan variansnya tetap. Jika data tidak stasioner terhadap mean maka dilakukan differencing, tetapi jika tidak

stasioner terhadap varians maka dilakukan

transformasi log.

Differencing adalah perubahan atau selisih nilai data pada suatu periode dengan nilai data periode sebelumnya. Hasil data setelah differencing diuji lagi apakah sudah stasioner atau belum. Jika belum

(16)

stasioner maka dilakukan differencing lagi. Suatu series non-stasioner yang diubah menjadi stasioner yang melalui proses differencing disebut series non-stasioner yang homogen.

2.4.2 Model AR (Autoregressive)

Persamaan Autoregressive:

𝑌𝑡 = 𝑏0 + 𝑏1 𝑌𝑡−1 + 𝑏2 𝑌𝑡−2 + … + 𝑏𝑛 𝑌𝑡−𝑛+ 𝑒𝑡 ... (2.1)

Model autoregressive adalah model yang

menggambarkan bahwa variabel dependen

dipengaruhi oleh variabel dependen itu sendiri pada periode dan waktu sebelumnya. Suatu model regresi dikatakan model regresi yang bersifat autoregressive jika mengandung satu atau lebih lag dependent variables. Banyaknya lag (nilai lampau) yang digunakan menunjukkan tingkat dari model ini. Jumlah observasi masa lampau yang digunakan dalam AR dikenal dengan orde p, apabila hanya digunakan satu lag dependen maka model ini dinamakan autoregressive tingkat satu (first-order autoregressive) atau AR(1), sedangkan bila nilai yang digunakan sebanyak p lag dependen, maka model ini dinamakan model autoregressive tingkat p atau AR(p).

(17)

2.4.3 Model MA (Moving Average)

Persamaan Moving Average :

𝑌𝑡 = 𝑎0 - 𝑎1 𝑒𝑡−1 - 𝑎2 𝑒𝑡−2 - … - 𝑎𝑛 𝑒𝑡−𝑛+ 𝑒𝑡 ... (2.2)

Perbedaan model moving average dengan model

autoregressive terletak pada jenis variabel

independennya. Variabel independen pada model autoregressive adalah nilai sebelumnya (lag) dari variabel dependen (𝑌𝑡), sedangkan variabel independen model moving average adalah nilai residual pada periode sebelumnya. Orde dari nilai MA (diberi notasi q) ditentukan oleh jumlah periode variabel independen yang masuk dalam model.

Banyaknya residual yang digunakan pada model ini menandai tingkat dari model moving average, jika pada model digunakan dua residual masa lalu (lag), maka dinamakan model moving average tingkat 2 dan dilambangkan sebagai MA (2).

2.4.4 Model ARMA (Autoregressive Moving Average)

Persamaan Autoregressive Moving Average

𝑌𝑡 = 𝑏0 + 𝑏1 𝑌𝑡−1 + … + 𝑏𝑛 𝑌𝑡−𝑛−𝑎1 𝑒𝑡−1+ ⋯ − 𝑎𝑛 𝑒𝑡−𝑛 + 𝑒𝑡 ... (2.3)

Proses random stasioner seringkali tidak dapat dengan baik dijelaskan oleh model moving average

(18)

atau autoregressive saja, karena proses itu mengandung keduanya, oleh karena itu gabungan kedua model yang dinamakan autoregressive moving average dapat lebih efektif, sehingga pada model ini data periode sekarang dipengaruhi oleh data periode sebelumnya dan nilai residual pada periode sebelumnya (Mulyono, 2000). Model ARMA yang berorde p dan q ditulis ARMA (p,q) atau ARIMA (p,0,q). Jika model menggunakan dua lag dependen dan tiga lag residual maka model dilambangkan dengan ARMA (2,3).

2.4.5 ARIMA (Autoregressive Integrated Moving

Average)

Persamaan Autoregressive Integrated Moving Average:

𝑌𝑡 = 𝑏0 + 𝑏1 𝑌𝑡−1 + … + 𝑏𝑛 𝑌𝑡−𝑛 - 𝑎1 𝜀𝑡−1 - … - 𝑎𝑛 𝜀𝑡−𝑛 + 𝜀𝑡 ...(2.4)

Arima atau yang juga dikenal dengan Box-Jenkins merupakan teknik yang dikembangkan oleh George Box dan Gwilym Jenkins pada tahun 1970.

Arima merupakan model univariate yang

mengabaikan variabel independen dalam membuat peramalan dan menggunakan nilai masa lalu dan

sekarang dari variabel dependen untuk

menghasilkan peramalan jangka pendek yang akurat (Wang, 2008). Sebagian besar data series bersifat

(19)

non-stasioner sedangkan Arima hanya dapat digunakan pada data series yang stasioner. Karena series stasioner tidak mempunyai unsur trend, maka yang dijelaskan dengan teknik ini adalah unsur sisanya yaitu residual/ error.

Arima non-seasonal biasanya dilambangkan dengan notasi ARIMA (p,d,q), p menunjukkan orde/derajat autoregressive (AR), d menunjukkan orde/derajat differencing (I), dan q menunjukkan orde/derajat moving average (MA). Orde d (I) menunjukkan bahwa data time series telah ditransformasikan menjadi data yang stasioner. Teknik ini akan lebih akurat jika digunakan untuk peramalan jangka pendek kurang dari 1 tahun (Stellwagen dan Tashman, 2013).

Beberapa penelitian yang melakukan peramalan harga saham menggunakan teknik time series Arima telah banyak dilakukan, seperti penelitian Mulyaono (2000) yang melakukan peramalan jangka pendek di BEJ dengan periode data harian selama tiga bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Arima cocok digunakan untuk peramalan jangka pendek. Didukung oleh penelitian Yani (2004) yang melakukan peramalan di IHSG di BEJ dengan periode data harian selama 1 tahun juga

(20)

menunjukkan bahwa Arima cocok digunakan untuk peramalan dengan tingkat kesalahan sebesar 1.61%. Sadeq (2008) melakukan penelitian mengenai prediksi IHSG menggunakan Arima dengan periode harian 2 Januari 2006 sampai 28 Desember 2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peramalan IHSG dengan metode Arima terbukti akurat dengan tingkat kesalahan peramalan rata-rata sebesar 4,14%.

2.4.6 ARCH/GARCH

Persamaan dari model Arch :

𝜎𝑡2 = 𝛼0 + 𝛼1 𝜀𝑡−12 ……...……….……. (2.5) Persamaan dari model Garch :

𝜎𝑡2 = 𝛼 0 + 𝛼1 𝜀𝑡−12 + … + 𝛼𝑝 𝜀𝑡−𝑝2 + 𝜆1 𝜎𝑡−12 + … + 𝜆𝑞 𝜎𝑡−𝑞2 ……...…... (2.6) Dimana, 𝜎𝑡2 = varian residual 𝜀𝑡 = residual 𝛼1 𝜀𝑡−12 = komponen Arch

Pada umumnya, pemodelan time series

dilakukan dengan asumsi residual 𝜀𝑡 konstan (homokedastisitas) yaitu sebesar 𝜎𝑡2. Tetapi pada

kenyataannya banyak data time series khususnya dibidang keuangan mempunyai variance residual

(21)

yang tidak konstan (heterokedastisitas) yang

menyebabkan pemodelan dan peramalan

menggunakan Arima Box Jenkins tidak lagi valid. Salah satu asumsi yang mendasari estimasi dengan OLS adalah residual harus terbebas dari autokorelasi dan bersifat konstan dari waktu ke waktu. Apabila residual tidak bersifat konstan maka data tersebut mengandung heterokedastisitas. Arch pertama kali diperkenalkan oleh Engle (1982) untuk menganalisis

time series yang memperbolehkan adanya

heterokedastisitas.

Arch mengasumsikan bahwa conditional

variance hari ini dipengaruhi oleh waktu sebelumnya, akan tetapi pada data finansial dengan tingkat volatilitas yang lebih besar Arch memerlukan orde yang besar pula dalam memodelkan variance-nya. Hal tersebut mempersulit proses identifikasi dan pendugaan model, sehingga Bollerslev (1986) mengembangkan Arch menjadi Generalized Arch (Garch) untuk mengatasi orde yang terlalu besar pada model Arch. Pada Garch, perubahan variance bersyaratnya dipengaruhi oleh nilai pada periode sebelumnya dan variance bersyarat dari periode sebelumnya. Garch lebih tepat digunakan untuk

(22)

memodelkan data dengan tingkat volatilitas yang tinggi.

Arch/Garch digunakan untuk memprediksi volatilitas yang akan memberikan hasil yang akurat yang dapat digunakan sebagai acuan dalam menganalisis return dan resiko, serta menyeleksi portofolio (Engle, 2001). Varian residual Garch memiliki dua komponen yaitu konstanta dan residual periode sebelumnya. Hal ini yang menyebabkan teknik ini disebut sebagai teknik bersyarat (conditional), karena varian residual periode sekarang (t) dipengaruhi oleh periode-periode sebelumnya (t-1, t-2, dan seterusnya). Persamaan yang pertama disebut conditional mean (persamaan rata-rata bersyarat), dan persamaan kedua disebut conditional variance (persamaan varian bersyarat). Selain menganalisis harga saham, Garch juga dapat digunakan untuk meramalkan berbagai pilihan investasi lain yang ada di pasar keuangan seperti kurs, harga minyak, risk premium dan tingkat pendanaan pemerintah (Villalba dan Flores, 2013).

Volatilitas pasar terjadi akibat masuknya informasi baru ke dalam pasar, akibatnya para pelaku pasar melakukan penilaian kembali terhadap aset yang mereka perdagangkan. Volatilitas harga

(23)

saham yang bervariasi menyebabkan return dan resiko yang diterima oleh investor menjadi tidak pasti, sehingga banyak analis yang mencoba untuk meramal harga saham di masa mendatang.

Volatilitas pasar saham di negara-negara

berkembang umumnya jauh lebih tinggi daripada negara-negara maju (Bekaert dan Harvey, 1997; Wang, 2007). Beberapa faktor yang menyebabkan volatilitas harga saham yaitu inflasi, BI rate, nilai tukar rupiah, volume perdagangan, harga minyak, dan jumlah uang beredar (Hugida, 2011; Kewal, 2012; Lawrence, 2013). Engle (2001) menyebutkan

bahwa ketika suatu data mengandung

heterokedastisitas maka keakuratan hasil peramalan akan sulit untuk dipercaya.

Hal ini yang menyebabkan keakuratan hasil peramalan menggunakan Arima tidak lagi valid dan uji OLS tidak efektif lagi digunakan untuk data

tersebut. Sehingga Engla dan Bollerslev

mengembangkan Arch danGarch yang mampu

menganalisis data yang mengandung

heterokedastisitas dengan cara memodelkan

variansnya. Kemampuan Arch/Garch dalam

meramalkan harga saham dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Marvillia (2013)

(24)

mengenai pemodelan dan peramalan penutupan harga saham PT. Telkom dengan Arch/Garch, yang menunjukkan bahwa peramalan dengan Arch/Garch untuk periode mingguan sejak September 2008 hinga Desember 2012 terbukti akurat dengan tingkat kesalahan sebesar 0.223%.

Beberapa penelitian yang menunjukkan tingkat akurasi Arima dan Arch/Garch dalam meramalkan harga saham yaitu, penelitian yang dilakukan oleh Nachrowi (2007) tentang prediksi gerakan IHSG dengan model Arima di BEJ dengan periode estimasi 1 tahun dan kemudian membandingkan daya prediksinya, didapatkan bahwa Arima memiliki kesalahan yang lebih kecil dibandingkan Garch. Didukung oleh penelitian Grestandhi (2012) yang melakukan perbandingan Arima dan Ols-Arch/Garch dalam meramalkan IHSG pada periode 4 Januari 2010 – 13 September 2011 dengan menambah variabel nilai tukar rupiah juga menunjukkan hasil penelitian bahwa analisis Arima lebih baik dibandingkan Garch dengan kesalahan peramalan sebesar 2.08% dan kesalahan Garch sebesar 4.1%.

Murwaningsari (2008) juga mendukung

penelitian sebelumnya bahwa Arima lebih baik dibandingkan Garch, dengan periode data bulanan

(25)

selama 20 tahun dan menggunakan variabel volume perdagangan harga saham, deposito, dan nilai tukar

rupiah. Hasil prediksi 1 bulan berikutnya

menunjukkan model Arima memiliki kesalahan yang lebih kecil sebesar 2.69% dibandingkan Garch sebesar 14.7%. Penelitian lainnya dilakukan oleh Nugroho (2012) yang membandingan Arima dan Garch untuk memprediksi IHSG periode data harian sejak 1991 – 2011 didapatkan hasil yang sama bahwa Arima memiliki akurasi prediksi lebih baik dari Garch. Hasil peneltian yang berbeda ditemukan oleh Sparks dan Yurova (2006) yang melakukan penelitian dengan membandingkan performa Arima dan Arch/Garch pada perusahaan besar di Amerika dengan periode 10 tahun. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa performa Arch/Garch lebih baik dibandingkan Arima.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pada perlakuan tanpa N, asam humat meningkatkan indeks kehijauan daun, tetapi bila diberi N hubungannya tidak nyata terhadap indeks

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk dan pemakaian kata sapaan kekerabatan dan nonkekerabatan di Kenagarian Gunuang Padang Alai Kecamatan V Koto

SKRIPSI METODE SIX SIGMA SEBAGAI SARANA BAGI .... YUNIASIH

Pemilihan fosfin sebagai fumigan dalam pelaksanaan fumigasi sebagai salah satu alternatif bagi komoditas yang tidak direkomendasikan di fumigasi dengan menggunakan metil

d) Memberikan penjelasan kepada keluarga mengenai hal-hal yang menyebabkan kurangnya volume cairan dan faktor yang menyebabkan terjadinya diare. e) Antibiotik hanya diberikan

berpartisipasi sebagai responden penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Kebidanan Komunitas Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia yang berjudul “ Faktor-faktor

Daya tenggelam yang dimaksud adalah daya tenggelam yang ditimbulkan baik itu dari alat tangkap itu sendiri maupun daya tenggelam yang ditimbulkan dari beberapa jenis pemberat

Namun dilihat dari perbedaan nilai mean yang paling tinggi adalah kelompok media audiovisual sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan bermakna pada