• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak (Hidayat, 2011). Diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak (Hidayat, 2011). Diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali dalam"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Diare

Diare adalah pengeluaran tinja yang abnormal, lebih dari 3 x/hari dan pada neonatus lebih dari 4 x/hari, perubahan yang terjadi diantaranya adalah peningkatan volume, keenceran, frekuensi feses, disertai lendir darah atau tidak (Hidayat, 2011). Diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali dalam sehari, disertai atau tanpa darah atau lendir dalam feses (Sodikin, 2011). Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya, disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/lendir (Suraatmaja, 2005).

Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi buang air besar yang tidak normal, lebih dari tiga kali sehari untuk orang dewasa sedangkan neonatus bisa terjadi lebih dari empat kali sehari dengan konsistensi tinja cair dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir.

B. Diare Pada Anak

Sampai saat ini, penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan di negara-negara berkembang, khususnya Indonesia terutama terjadi pada anak-anak. Diare juga merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak. Dari penyebab utama kematian yang terjadi karena diare, yaitu adanya

(2)

dehidrasi sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit melalui feses (Sodikin,2011).

1. Etiologi

Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu;

a. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama kematian pada anak. Infeksi enteral itu meliputi:

1) Infeksi bakteri: Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella, Campy lobacter, Yerxina, Aeromonas dan sebagairrya.

2) Infeksi virus: Enteroovirus, Retavirus, Astrovjrus, dan lain- lain. 3) Infestasi parasit: Cacing (Askaris, Trichhiris, Oxyyuris, Strongy

Loides).

4) Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti otitis media akut (OMA), Tonsilofaringits, bronkopmumonia, Emefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terjadi pada snak dibawah usia 2 tahun.

b. Faktor malabsorbsi

1) Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi laktosa, fruktosa dan sukrosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah intoleransi laktrosa.

(3)

3) Faktor makanan: makanan basi, beracun dan alergi terhadap makanan.

4) Faktor psikologis: Rasa takut dan cemas (Hassan, dkk 2007). 2. Patofisiologi

Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi: a. Kehilangan air (dehidrasi)

Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak daripada pemasukan air (input).

b. Gangguan keseimbangan asam-basa

Asidosis metabolik ini terjadi karena, kebilangan Na-bikarbonat bersama tinja, adanya ketosis kelaparan, terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan, produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria), pemindahan ion Na dan cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler. Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pernafasan. Pernafasan bersifat cepat, teratur, dan dalam, yang disebut pernafasan kuzhmaull (Suraatmaja, 2005). 3. Gejala Klinis

Mula-muta bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair atau mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya

(4)

defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare (Hassan, dkk 2007),

4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan objektif utama pada pasien dengan diare adalah penentuan tingkat keparahan dehidrasi dan deptesi elektrolit. Adanya demam menunjukan infeksi species Salmonella, Shigella, atau Kompilobakter. Pemeriksaan colok dubur dan sigmoidoskopi harus dilakukan, Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui tingkat peradangan rektal, jika ada dan mendapatkan feses untuk dilakukan pemeriksaan (Sodikin, 2011),

5. Penatalaksanaan

Menurut Hidayat (2011), pada kejadian diare menyebabkan banyak terjadinya kehilangan cairan melalui feses, untuk penatalaksanaanya sendiri yaitu melalaikan rehidrasi pada pasien diare. Tindakan rehidrasi ini dilakukan berdasarkan tingkatan atau derajat dehidrasi, apabila terjadi dehidrasi ringan sampai sedang dapat dilakukan rehidrasi secara oral dengan memberikan pedialyte atau renalite kemudian meningkat ke makanan yang mudah dicerna, seperti pisang, nasi, dan ASI. Rehidrasi dibagi menjadi 2 tipe cairan, yaitu cairan formula lengkap yang mengandung NaC, NaHCO3KCL, dan glukosa. Yang dikenal dengan nama oralit- Kemudian adalah formula sederhana yang hanya mengandung NaCl dan sukrosa (garam dan gula) atau karbohidrat lainya. Pada dasarnya,

(5)

rehidrasi dilakukan berdasarkan derajat dehidrasinya dengan ketentuan pemberian sebagai berikut;

a. Dehidrasi ringan: 1 jam pertama 25-50 ml/kgBB selanjutnya 125 ml/kgBB/hari.

b. Dehidrasi sedang: 1 jam pertama 50-100 ml/kgBB selanjutnya 125 ml/kgBB/hari.

c. Dehidrasi berat: dapat ditihat pada rincian sebagai berikut; 1) Bayi Baru Lahir

Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml: 250 ml/kg BB/24 jam dengan pemberian cairan 4 : 1 (4 glukosa 5 % + 1 NaHCO3 1 ½

%) dengan cara pemberian: 4 jam pertama 25 ml/kk BB/ jam berikutnya 150 ml/kgBB/20jam.

2) Bayi Berat badan Lahir Rendah (Barat Badan < 2 kg)

Kebutuhan cairan: 250 ml/kg BB/24 jam, pemberian cairan adalah 4 glukosa 10 % + NallCO3 1 ½ %, dengan pemberian 4 jam

pertama 25 ml/kk BB/jam, 20 jam berikutnya 150 ml/kk BB/20 jam.

3) Usia 1 Bulan-2 Tahun (Berat Badan 3-10 kg)

Cara pemberiannya adalah 1 jam pertania 40 ml/kg BB/jam kemudian dilanjutkan 7 jam berikutnya 12 ml/kg BB/menit dan 16 jam kemudian 125 ml/kgBB.

(6)

Cara pemberiannya adalah 1 jam pertama 30 ml/kg BB/jam kemudiaan dilanjutkan 7 jam berikutnya 10 ml/kg BB/menit dan 16 jam kemudian 125 ml/kg BB/kgBB.

5) Usia 5-10 Tahun (Berat Badan 1 -25 kg)

Cara pemberianya adalah 1 jam pertama 30 ml/kg BB/jam kemudian dilanjutkan 7 jam berjkutnya 10 ml/kg BB/menit dan 16 jam kemudian 125 ml/kg BB.

a) Melakukan pemantauan atau observasi terhadap jumlah cairan yang masuk dan keluar (mengukur status hidrasi), seperti turgor kulit, muntahan, membran mukosa, berat badan, mata, dan ubun-ubun besar,

b) Memantau adanya renjatan hipovolemik, seperti denyut jantung atau nadi cepat tapi kecil, tekanan darah menurun dan kesadaran menurun.

c) Pantau adanya tanda asidosis metabolite

d) Memberikan penjelasan kepada keluarga mengenai hal-hal yang menyebabkan kurangnya volume cairan dan faktor yang menyebabkan terjadinya diare.

e) Antibiotik hanya diberikan apabila ada penyebabnya yang jelas, seperti kolera maka diberikan tetrasiklin 25-50 mg/ kg BB/hari atau antibiotik lainya sesuai dengan jenis penyebabnya.

(7)

g) Memberikan nutrisi (makanan) setelah dehidrasi teratasi yang mengandung cukup kalori, protein, mineral, dan vitamin atau selama diare perlu ditambahkan jumlah kalori sebanyak 30 % protein 3-5/kg BB/hari yang pada uraumnya adalah 2,5 g/kg BB/hari.

h) Pada bayi, pertahankan pemberian ASI atau Iakukan pemberian pengganti air susu (bagi yang tidak minura ASI), tetapi lakukan pengenceran, seperti pada pemberian pengganti air susu ibu (PASI) pada hari pertama diencerkan 1/3, hari kedua 2/3. Apabila defekasi membaik, maka berikanlah secara penuh sesuai dengan ketentuan PASI. Adapun yang dianjurkan adalah susu dengan kadar laktosa rendah.

i) Memberikan makanan dengan mempertimbangkan usia, berat badan, dan kemampuan menerima pada anak, seperti pada anak usia 1 tahun dan sudah makan bisa dianjurkan makan bubur tanpa sayuran dan hidrasi atau kurangi makanan yang mengandung banyak lemak dengan ketentuan pemberian: Pada hari ke 3 setelah rehidrasi berikan makanan per oral dengan bergantian dengan oralit, pada hari ke 2-4 diberikan susu formula rendah laktosa penuh. Apabiala defekasi membaik, makanan bisa dapat diberikan sesuai dengan usia.

(8)

Melakukan pemantauan dan pengukuran status gizi atau tanda kecukupan nutrisi, seperti berat badan, turgor kulit, bising usus, kemampuan menelan, dan jumlah asupan.

j) Memberikan penjelasan kepada keluarga tentang bagaimana mencegah rnakanan yang dapat menyebabkan diare, cara mensteril botol susu dan hygiene lingkungan,

k) Melakukan penggantian popok dan mengkajinya setiap saat setelah buang air besar atau kecil.

l) Memberikan salep pelumas pada daerah rektum dan perinium. m) Mengajarkan kepada keluarga untuk menjaga kebersihan atau

hygiene pada daerah sekitar rektum dan perinium serta cara mengganti popok atau memberikan salep pelumas.

(9)

Pathway Keperawatan

(10)

C. Kosep Tumbuh Kembang Usia Todller Dan Efek Hospitalisasi Pada Anak

Menurut Wong, et al dan Schwartz (2009), membagi perkembangan anak menjadi 5 tahap yang secara berurutan dilewati oleh setiap individu dalam perkembangan menuju kedewasaan yaitu, fase bayi, fase todler, anak prasekolah, anak usia sekolah, dan remaja.

Dibwah ini akan dijelaskan konsep tumbuh kembang anak dan efek hospitalisasi yang sesaui dengan pasien kelolaan penulis yaitu An. C, dimana pasien berdasarkan pengkajian yang dilakukan, berusia 7 bulan. Dengan demikian pasien An. C masuk dalam kriteria fase tumbuh kembang todller, adapun penjelasanya adalah sebagai berikut.

a. Fase todller

Menurut Wong et al (2009), todller sudah berusaha mendapatkan autonominya, dan tujuan ini sudah terlihat dalam sebagaian besar prilaku mereka, seperti ketrampilan motorik, bermain, hubungan interpersonal, aktifitas harian dan komunikasi. Pada saat kesenangan egosentrik mereka mengalami hambatan, maka todller akan bereaksi secara negativisme, terutama temper tantrum. Adanya pembatasan gerak, seperti tindakan sederhana membuat todller berbaring, dapat menyebabkan resistensi yang kuat dan ketidakpatuhan.

Pengalaman hospitalisasi atau sakit sangat membatasi harapan dan daya prediksi mereka, karena secara praktis setiap detail lingkungan rumah sakit sangat berbeda dengan yang ada di rumah. Area utama todller dalam

(11)

hal ritual mencakup makan, mandi, toileting dan bermain. Jika rutinitas mereka terganggu maka dapat terjadi kesulitan di salah satu atau semua area tersebut. Ketergantungan yang harus dipatuhi merupakan ciri utama dari peran sakit dan berperan pada berbagai contoh negatifisme todler. Sebagai contoh, jadwal yang kaku, pakaian yang berbeda, perubahan aktifitas pengasuhan, lingkungan yang tidak dikenal, perpisahan dengan orang tua, dan prosedur medis mengambil kendali todler terhadap dunianya

b. Efek hospitalisasi pada anak

Menurut Wong et al (2009), penyakit dan hospitalisasi sering kali menjadi krisis pertama yang harus dihadapi anak. Anak-anak, terutama pada tahun-tahun awal sangat rentan terhadap krisis penyakit dan hospitalisasi, yang disebabkan karena stres akibat perubahan dari keadaan sehat biasa dan rutinitas lingkungan, dan anak juga memiliki jumlah mekanisme koping yang terbatas untuk menyelesaikan adanya stresor (kejadian-kejadian yang menimbulkan stres). Stresor yang utama dari hospitalisasi ialah perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh dan nyeri. Reaksi anak dari krisis-krisis tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya adalah usia, pengalaman mereka dan sebelumnya dengan penyakit, keparahan diagnosis, dan sistem pendukung yang ada.

(12)

D. Kebutuhan Cairan Tubuh

“ Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah satu bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh" (Siswanto, 2006).

Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya, jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainya. Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu: cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang berada di dalam sel di seluruh tubuh, sedangkan cairan ekstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel (Siswanto. 2006).

Berikut adalah kebutuhan intake cairan yang diperlukan berdasarkan umur, dan berat badan, perhatikan tabel di bawah ini:

(13)

Tabel 2,1 Kebutuhan cairan pada bayi dan anak

Umur Berat Badan Air per kg BB dalam 24 jam (ml)

3 hari 10 hari 3 bulan 6 bulan 9 bulan 1 tahun 2 tahun 4 tahun 6 tahun 3,0 3,2 5,4 7,3 8,6 9,5 11,8 16,2 20,0 800-100 125-150 140-160 130-155 125-145 120-135 115-125 100-100 90-100 (Sumber: Behrman et al, 1996, dalam Hidayat, 2005).

E. Kekurangan Volume Cairan Akibat Diare

Menurut Wilkinson (2007), “kekurangan volume cairan adalah keadaan individu yang mengalami penurunan cairan intravaskuler, interstisial, dan atau intrasel”. Dampak dari kurangnya volume cairan pada anak yang disebabkan karena diare yaitu: Terjadinya tanda-tanda dehidrasi; Berat badan mulai turun, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering (Hassan, dkk 2007). Gejala klinis menyesuaikan dengan derajat atau banyaknya kehilangan cairan, Apabila dilihat dari banyaknya cairan yang hilang derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan kehilangan berat badan (Noerrasid et al 1988, dalam Sodikin, 2011). Berdasarkan kehilangan berat badan, dehidrasi terbagi menjadi empat katagori yaitu, tidak ada dehidrasi bila terjdi penurunan berat badan 2,5 %, dehidrasi ringan, bila terjadi penurunan berat badan 2,5-5 %, dehidrasi sedang terjadi bila penurunan berat badan 5-10

(14)

%. sedangkan dehidrasi berat terjadi bila penurunan berat badan 10 % (Sodikin, 2011).

Untuk menilai derajat dehidrasi dan rencana pengobatan karena diare, berikut ini dapat dilihat dari tabel penilaian derajat dehidrasi di bawah ini:

Tabel 2.2. Penilaian drajat dehidarasi dan rencana pengobatan

Kolom A Kolom B Kolom C Kolom D

1 Anamnesis Frekuensi Muntah Haus Kencing < 4x Sehari

Tidak ada atau sedikit tidak ada Tidak ada Normal 4-10x sehari Kadang-kadang haus Haus Sedikit pekat >10x sehari Sering sekali

Sangat haus atau tidak bisa minum

Tidak kencing selama 6 jam Lebih dari 3 minggu (diare kronik) 2 Insppeksi keadaan umum Air mata Mata Mulut, lidah Nafas Baik Ada Normal Basah Normal Jelek, menagntuk atau gelisah Tidak ada Cekung Kering Lebih cepat

Tidak sadar atau gelisah

Tidak ada

Sangat cekung dan kering

Sangat kering

Sangat cepat dan dalam 3 Palpasi kulit Turgor Nadi Ubun-ubun Cepat kembali Normal Normal Kembali pelan Normal/cepat Cekung Sangat pelan

Sangat, cepat lemah Sangat cekung

4 Suhu badan Panas tinggi >

38oC 5 Berat badan Kehilangan

<2,5% Kehilangan 2,5-10 % Kehilangan >10% 6 Kesimpulan Dehidrasi (-) Rencana A

2 tanda atau lebih Dehidrasi

ringan/sedang Rencana B

2 tanda atau lebih dehidrasi berat Rencana C Tinja darah/lendir + panas Antibiotika (Sumber: Suraatmaja, 2005).

(15)

Berdasarkan teori-teori dari para ahli yang ada dan menggabungkan dengan tanda dan gejala yang ada pada pasien kelolaan, yaitu An. C. Penulis menyimpulkan bahwa pasien An. C termasuk dalam kriteria dehidrasi sedang karena kehilangan cairan secara aktif akibat diare. Penyebab dari kekurangan volume cairan dapat disebabkan karena kehilangan cairan aktif, kegagalan mekanisme regulasi (NANDA, 2012). Selain itu kekurangan volume cairan juga bisa disebabkan oleh asupan cairan yang tidak adekuat (Wilkinson, 2007). Setelah tubuh mengalami kekurangan volume cairan maka akan terjadi tanda dan gejala sebagai berikut:

Menurut NANDA (2012), batasan karekteristik masalah keperawatan kekurangan volume cairan adalah Perubahan pada status mental, penurunan turgor kulit, penurunan turgor lidah, penurunan haluaran urin, penurunan pengisian vena, membran mukosa kering, kulit kering, peningkatan suhu tubuh, peningkatan frekuensi nadi, dan penurunan berat badan tiba-tiba. Dari tanda-gejala atau bafasan karakteristik kekurangan volume cairan seperti yang di sebutkan di atas, untuk penatalaksanaan keperawatan kekurangan volume cairan adalah: Pantau warna. jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan, Observasi khususnya terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit (misalnya diare), pantau status rehidrasi (misalnya, kelembaban membran mukosa, keadekuatan nadi), identifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap bertambah buruknya dehidrasi (misalnya, obat-obatan, demam, stres, dan program pengobatan), berikan terapi intravena, sesuai dengan anjuran (tindakan kolaboratif) (Wilkinson, 2007)

(16)

F. Fokus Intervensi Keperawatan

1. Pengkajian

a. Keluhan utama: BAB cair , lemas, gelisah, mual muntah, anoreksia, badan panas.

b. Frekuensi BAB cair dalam sehari lebih dari 3x

c. Adanya riwayat reaksi alergi terhadap suatu zat, makanan/minuman, atau lingkungan.

d. Kebiasaan dan pola makan anak seperti makan makanan terbuka, suka makan makanan pedas.

e. Pemeriksaan Fisik

1) Mulut: mukosa kering, bibir pecah-pecah, lidah kering, bibir sianosis.

2) Abdomen: kadang simetris, terlihat pembesaran pada perut kanan bawah, kembung, umumnya ada nyeri tekan bagian perut bawah yaitu bagian usus dan dapat terjadi kejang perut, bising usus >30x/menit

3) Anus: terjadi iritasi, kemerahan pada daerah sekitarnya

4) Kulit: Kekenyalan kulit sedikit kurang dan elastisitas kembali setelah 1-2 detik

2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif Menurut Wilkinson (2007), kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan aktif karena diare, tujuan dilakukanya

(17)

tindakan keperawatan diharapkan volume cairan akan teratasi, dibuktikan dengan rehidrasi yang adekuat, memiliki asupan cairan oral dan/atau intrvena yang adekuat. Dengan kriteria hasil tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, tidak ada rasa haus yang berlebihan.

Indikator skala: 1. keluhan extrim, 2, Keluhan berat, 3, Keluhan sedang, 4. Keluhan ringan, 5. Tidak ada keluhan,

Intervensi: Timbang popok jika diperlukan, pertahankan catatan intake dan output yang akurat, monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik) jika diperlukan, monitor vital sign, monitor masukan makanan atau cairan, dorong masukan oral

Menurut Wong (2004), diagnosa keperawatan kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan GI berlebihan melalui feses atau emesis.

Sasaran pasien 1: Pasien menunjukan tanda-tanda rehidrasi dan rnempertahankan hidrasi adekuat. Hasil yang diharapkan: Anak menunjukan tanda-tanda hidrasi yang adekuat

Intervensi keperawatan/rasional: Beri rehidrasi larutan oral (LRO) untuk rehidrasi sebagai pengganti kehilangan cairan melalui feses, berikan dan pantau cairan IV sesuai ketentuan untuk dehidrasi hebat dan muntah, beri agen antimikroba sesuai ketentuan untuk mengobati patogen khusus yang menyebabkan kehilangan cairan yang berlebihan,

(18)

setelah rehidrasi berikan diet regular pada anak sesuai toleransi, karena penelitian menunjukan pemberian diet normal secara dini bersifat menguntungkan untuk menurunkan jumlah defekasl dan penurunan berat badan serta pemendekan durasi penyakit, pertahankan pencatatan yang ketat terhadap masukan dan keluaran (urin, feses, dan emesis) untuk mengevaluasi keefektifan intervensi, timbang berat badan anak untuk menkaji dehidrasi, kaji tanda-tanda vital, turgor kulit, membran mukosa, dan status mental setiap 4 jam atau sesuai indikasi untuk mengkaji dehidrasi.

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien, ketidakmampuan menelan makanan, ketidakmampuan mencerna makanan

Menurut Wilkinson (2007), ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien, ketidakmampuan menelan makanan, ketidakmampuan mencerna makanan, tujuan dilakukany tindakan keperawatan adalah klien dapat terpenuhi kebutuhan nutrisinya.

Kriteria hasil; Adanya peningkatan BB, BB ideal sesuai TB, tidak ada tanda-tanda malnutrisi, tidak terjadi penurunan BB yang berarti, mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.

Indikator skala: 1. Keluhan extrim, 2. keluhan berat, 3, keluhan sedang, 4. keluhan ringan, 5, keluhan tidak ada.

(19)

Intervensi: Kaji adanya alergi makanan, kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien, Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe, anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin c, berikan subtansi gula, berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi), berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi, kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.

Menurut Wong (2004), diagnosa keperawatan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehitangan cairan melalui diare, masukan yang tidak adekuat. Sasaran pasien (orang lain) 1: Pasien mengkonsumsi nutrisi yang adekuat untuk mempertahankan berat badan yang sesuai dengan usia, Hasil yang diharapkan: Anak mengkonsumsi nutrisi yang ditentukan dan menunjukan penambahan berat badan yang memuaskan.

Intervensi keperawatan/rasional: Setelah rehidrasi, instruksikan ibu menyusui untuk melanjutkan pemberian AST Karena hal ini cenderung mengurangi kehebatan dan durasi penyakit, observasi dan catat respon terhadap pemberian makanan untuk mengkaji toleransi pemberian makanan, instruksikan keluarga dalam pemberian diet yang tepat untuk meningkatkan kepatuhan terhadap program terapeutik.

c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lembab karena diare Menurut Wilkinson (2007), kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lembab karena diare, setelah dilakukan tindakan keperawatan

(20)

diharapkan tidak terjadi warna kemarahan pada kulit sekitar anus. Dengan kriteria hasil; Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi), tidak ada luka lesi, perfusi jaringan baik.

Indikator skala: 1. Keluhan ekstrim, 2, ketuhan berat, 3. keluhan sedang, 4. keluhan ringan, 5. tidak ada keluhan.

Intervensi: Anjurkan pasien dan keluarga untuk menggunakan pakaian yang longgar, hindari kerutan pada tempat tidur, jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering, monitor kulit akan adanya kemerahan, oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang kemerahan, memandikan pasien dengan sabun dan air hangat. d. Resiko infeksi berhubungan dengan proses inflamasi

Menurut Wilkinson (2007), resiko infeksi berhubungan dengan proses inflamasi, tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan resiko infeksi tidak terjadi, dengan kriteria hasil: Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi, jumlah leukosit dalam batas normal. Indikator skala: 1. Tidak pernah menunjukan, 2. jarang menunjukan, 3. kadang-kadang menunjukan, 4. sering menunjukan, 5. selalu menunjukan.

Intervensi: Bersihkan lingkungan setelah dipakai orang lain, gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan, cuci tangan setiap sebelum dan setelah tindakan keperawatan, lakukan perawatan

(21)

antiseptik pada semua jalur intra vena, tingkatkan intake nutrisi, berikan terapi antibiotik bila diperlukan.

Referensi

Dokumen terkait

(3) Apabila dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terlampaui dan Kepala Dinas tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah

'ebagai contoh, intervensi untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi yang adekuat atau aktivitas intervensi untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang

Belum adanya data ataupun penelitian mengenai kontaminasi E.coli serotipe O157 pada produk minuman jamu, sehingga membuat peneliti merasa perlu untuk untuk

terbuka Input Prosed ur penguj ian Hasil yang diharapk an Hasil yang didapat kesimpu lan - Pilih baris yang akan diedit System menampil kan data yang barisnya

- Memastikan peserta didik menghargai semua informasi tentang pasien yang didapat pada saat sesi bedside. - Tanyakan kesan pasien mengenai keterampilan komunikasi dan

Nilai dari sebutir mutiara didasarkan pada : warna, kilau, translusensi, tekstur, bentuk dan ukuran. Mutiara yang terbaik akan memiliki warna asli dari mutiara, overtone yang

Jenis penelitian yang penulis pergunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah jenis penelitian yang bersifat deskriptif, karena dalam penelitian ini bermaksud untuk

Sehingga diharapkan siswa dapat menemukan minat dan juga termotifasi dalam pembelajaran menulis poster, sehingga dalam pelaksanaanya yaitu dengan menggunakan media