IMPLEMENTASI PROGRAM PENJANGKAUAN DAN PENDAMPINGAN
KELOMPOK PEKERJA SEKS OLEH LEMBAGA H2O DALAM
PENCEGAHAN HIVAIDS DI KOTA MEDAN
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Universitas Sumatera Utara
Disusun Oleh:
NURHADI PRATAMA
08092008
080902008
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
NAMA
: Nurhadi Pratama
NIM
: 080902008
ABSTRAK
IMPLEMENTASI PROGRAM PENJANGKAUAN DAN
PENDAMPINGAN KELOMPOK PEKERJA SEKS OLEH LEMBAGA
H2O DALAM PENCEGAHAN HIV/AIDS DI KOTA MEDAN
Penelitian ini secara garis besar menjelaskan tentang implementasi program
LSM H2O (Human Health Organization) dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kota
Medan. Dengan mengambil
setting arena dan konteks sebagai tugas-tugas pokok
LSM H2O dalam pencegahan HIV/AIDS melalui transmisi seksual di kota Medan
khususnya wilayah Kecamatan Medan Selayang dan Medan Tuntungan. Studi ini
secara spesifik menjelaskan kinerja LSM H2O di Kota Medan dalam
mengimplementasikan program penjangkauan dan pendampingan kelompok pekerja
seks sebagai program penanggulangan HIVAIDS di Kota Medan. Sekaligus beserta
hambatan-hambatan yang terjadi di lapangan
Kajian studi ini berawal dari latar belakang bahwa permasalahan sosial yang
terjadi di Kota Medan kian merambah pada keseriusan. Permasalahan sosial semakin
diperparah dengan terus mewabahnya penyakit HIV & AIDS di Kota Medan.
Artinya jumlah penderita HIV/AIDS di Kota Medan cenderung meningkat. Apalagi
sebagian persentase jumlah penderita tersebut merupakan pelajar (usia produktif).
Sehingga masalah HIV/AIDS sudah menjadi ancaman yang serius bagi generasi
mendatang. Karena tingginya proporsi kelompok usia produktif terkena penyakit
yang membahayakan ini, dapat diperkirakan nantinya akan menurunkan angka
harapan hidup. Hal ini menjadi masalah yang penting semakin banyaknya orang
menggunakan beberapa pendekatan teori diantaranya teori tentang Organisasi,
Implementasi Kebijakan, dan Perihal HIV/AIDS. Adapun metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan
pendekatan deskriptif dengan teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui
teknik wawancara/interview maupun dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa implementasi program LSM H2O
(Human Health Organization) dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kota Medan
maupun pelaksanaan koordinasi penyusunan kebijakan, strategi dan langkah-langkah
yang diperlukan dalam penanggulangan HIV/AIDS oleh LSM H2O sudah berjalan
dengan baik. Adapun program yang dijalankan, pertama, Peningkatan Peran Positif
Pemangku Kepentingan,
kedua, Komunikasi Perubahan Perilaku (KPP),
ketiga,
Manajemen Pasokan Kondom dan Pelicin, keempat, Penatalaksanaan IMS
ABSTRACT
NAMA
: Nurhadi Pratama
NIM
: 080902008
IMPLEMENTATION AND ASSISTANCE GROUP outreach programs SEX
WORKERS IN THE INSTITUTION H2O HIV / AIDS PREVENTION IN THE
CITY FIELD
This study describes an outline of the program implementation NGO H2O (Human
Health Organization) in HIV / AIDS in the city of Medan. By taking the arena setting
and context of the main tasks of H2O NGOs in HIV / AIDS through sexual
transmission, especially in the city of Medan and the District of Medan Medan
Selayang Tuntungan. This study describes the performance of NGOs specifically
H2O in the city of Medan in implementing outreach programs and mentoring a group
of sex workers as HIVAIDS prevention programs in the city of Medan.
Simultaneously along with the obstacles that occur in the field
This study began with the study of the social background that the problems that
occurred in the city of Medan increasingly encroaching upon the seriousness. Social
problems are compounded by the continued spread of HIV & AIDS in the city of
Medan. This means that the number of people living with HIV / AIDS in the city of
Medan is likely to increase. Moreover, some percentage of those people are students
(working age). Thus the problem of HIV / AIDS has become a serious threat to
future generations. Because of the high proportion of productive age group affected
by this dangerous disease, it can be expected will be lower life expectancy. This
becomes an important issue and more people are expected to live in a shorter period
of time. This study uses multiple approaches including theories on organization
theory, policy implementation, and the Subject of HIV / AIDS. The research methods
used in this study is a qualitative research method with a descriptive approach to data
collection techniques obtained through interview techniques / interview and
documentation.
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat
rahmat, taufik dan hidayahnya,penyusun skripsi yang berjudul “IMPLEMENTASI
PROGRAM PENJANGKAUAN DAN PENDAMPINGAN KELOMPOK PEKERJA
SEKS OLEH LEMBAGA H2O DALAM PENCEGAHAN HIV AIDS DI KOTA
MEDAN ”
dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis juga menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada
keesempatan ini, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih,
diantaranya kepada:
1.
Bapak Prof. Dr. Drs. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik Universitas Sumatera Utara.
2.
Ibu Hairani Siregar, S.Sos., M.SP selaku Ketua Jurusan Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara.3.
Bapak Agus Suryadi, S.Sos,M.Si selaku pembimbing saya dan telah dengan sabar,tekun, tulus dan ikhlas meluangkan waktu , tenaga dan pikiran memberikan pikiran, motivasi, arahan, dan saran-saran yang sangat berharga kepada penulis selama menyusun skripsi.
4.
Seluruh staff edukatif dan administrasi Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara.
5.
Kedua orang tua saya yaitu Juliano dan Rubinem yang telah mendukung saya
selama bertahun-tahun hingga sampai saat ini dan seterusnya.
6.
Adik saya tercinta Dwi Rahmadani Murti yang juga sebagai semAngat saya
7.
Sahabat yang selalu ada di hati saya Budi Andana Marahimin orang yang
membimbing saya pada saat kuliah dan sampai ia meninggalkanku terlebih
dahulu.
8.
Kemudian buat yang spesial Nurmasniar Elvaradyna Insyaallah akan jadi
isteri nanti.
9.
Buat mami Herlina Darus, teman-teman FIM, Ukm Fotografi Usu, HMI Fisip
Usu, gerbong bang Mirza juga gerbong Ican,Irfan,Ferdian dan kawan-kawan
lainnya yang tidak dapat penulis sebut satu pesatu yang telah membantu
dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih banyak
kekurangan, sehingga penilis mengharapkan adanya saran dan kritik yang
bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Medan, Juli 2014
Penulis
(NURHADI PRATAMA)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
ABSTRAK
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ...
1
1.1. Latar Belakang Masalah ...
1
1.2. Perumusan Masalah ...
8
1.3. Tujuan Penelitian ...
8
1.4. Manfaat Penelitian ...
9
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ...
10
1.6. Sistematika Penelitian ...
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...
13
2.1. Menelaah Konsep Organisasi ...
13
2.1.1.Ruang Lingkup Organisasi ...
13
2.1.2.Tim Kerja Dalam Organisasi ...
16
2.2. Lembaga Sosial Dalam Dimensi Organisasi ...
20
2.2.1.Pengertian Lembaga Sosial ...
20
2.2.2. Ciri-ciri dan Tipe Lembaga Sosial ...
22
2.3. Konsep Implementasi Kebijakan ...
24
2.3.1.Pengertian Implementasi Kebijakan ...
24
2.3.2.Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan ...
28
2.3.3.Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan ...
32
2.4. Perihal HIV/AIDS ...
34
2.4.1.Potensi Penularan HIV/AIDS ...
35
2.4.2.Manifestasi Klinis HIV/AIDS ...
40
2.4.3.Implikasi HIV/AIDS ...
42
2.4.4. HIV/AIDS dan Pencegahannya ...
43
2.5. Kerangka Pemikiran ...
44
BAB III METODE PENELITIAN ...
46
3.3. Unit Analisis dan Informan ...
48
3.3.1.Unit Analisis ...
48
3.4. Jenis dan Sumber Data ...
49
3.5. Subjek Penelitian ...
50
3.6. Teknik Pengumpulan Data ...
50
3.7. Teknik Analisa Data ...
52
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ...
54
4.1. Gambaran Umum Lembaga Human Health Organization (H2O) ...
54
4.2. Visi dan Misi ...
57
4.3. Program H2O ...
58
4.4. Tahun Berdiri ...
58
4.5. Bentuk Kelembagaan ...
58
4.6. Struktur Organisasi ...
58
BAB V ANALISIS DATA ...
62
5.1. Kerangka Kerja Program
.
...
62
5.1.1.Komponen Program ...
62
5.2. Jejaring Kerja ...
71
5.3. Pelaksanaan Lapangan ...
71
5.4. Wilayah Kerja ...
74
5.4.1.Penetapan Kecamatan ...
74
5.4.2.Penetapan Lokasi ...
75
5.5. Pencegahan HIV Melalui Transmisi Seksual (PMTS) dan
Kegiatan Aksi ...
75
5.6. Pelaksanaan Komponen 1: Peningkatan Peran Positif
Pemangku Kepentingan ...
88
5.7. Pelaksanaan Komponen 2: Komunikasi Perubahan Perilaku
(KPP) ...
92
5.8. Pelaksanaan Komponen 3: Manajemen Pasokan Kondom Dan
Pelicin ...
74
BAB VI PENUTUP ...
103
3.1. Kesimpulan ...
103
3.2. Saran ...
105
NAMA
: Nurhadi Pratama
NIM
: 080902008
ABSTRAK
IMPLEMENTASI PROGRAM PENJANGKAUAN DAN
PENDAMPINGAN KELOMPOK PEKERJA SEKS OLEH LEMBAGA
H2O DALAM PENCEGAHAN HIV/AIDS DI KOTA MEDAN
Penelitian ini secara garis besar menjelaskan tentang implementasi program
LSM H2O (Human Health Organization) dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kota
Medan. Dengan mengambil
setting arena dan konteks sebagai tugas-tugas pokok
LSM H2O dalam pencegahan HIV/AIDS melalui transmisi seksual di kota Medan
khususnya wilayah Kecamatan Medan Selayang dan Medan Tuntungan. Studi ini
secara spesifik menjelaskan kinerja LSM H2O di Kota Medan dalam
mengimplementasikan program penjangkauan dan pendampingan kelompok pekerja
seks sebagai program penanggulangan HIVAIDS di Kota Medan. Sekaligus beserta
hambatan-hambatan yang terjadi di lapangan
Kajian studi ini berawal dari latar belakang bahwa permasalahan sosial yang
terjadi di Kota Medan kian merambah pada keseriusan. Permasalahan sosial semakin
diperparah dengan terus mewabahnya penyakit HIV & AIDS di Kota Medan.
Artinya jumlah penderita HIV/AIDS di Kota Medan cenderung meningkat. Apalagi
sebagian persentase jumlah penderita tersebut merupakan pelajar (usia produktif).
Sehingga masalah HIV/AIDS sudah menjadi ancaman yang serius bagi generasi
mendatang. Karena tingginya proporsi kelompok usia produktif terkena penyakit
yang membahayakan ini, dapat diperkirakan nantinya akan menurunkan angka
harapan hidup. Hal ini menjadi masalah yang penting semakin banyaknya orang
menggunakan beberapa pendekatan teori diantaranya teori tentang Organisasi,
Implementasi Kebijakan, dan Perihal HIV/AIDS. Adapun metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan
pendekatan deskriptif dengan teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui
teknik wawancara/interview maupun dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa implementasi program LSM H2O
(Human Health Organization) dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kota Medan
maupun pelaksanaan koordinasi penyusunan kebijakan, strategi dan langkah-langkah
yang diperlukan dalam penanggulangan HIV/AIDS oleh LSM H2O sudah berjalan
dengan baik. Adapun program yang dijalankan, pertama, Peningkatan Peran Positif
Pemangku Kepentingan,
kedua, Komunikasi Perubahan Perilaku (KPP),
ketiga,
Manajemen Pasokan Kondom dan Pelicin, keempat, Penatalaksanaan IMS
ABSTRACT
NAMA
: Nurhadi Pratama
NIM
: 080902008
IMPLEMENTATION AND ASSISTANCE GROUP outreach programs SEX
WORKERS IN THE INSTITUTION H2O HIV / AIDS PREVENTION IN THE
CITY FIELD
This study describes an outline of the program implementation NGO H2O (Human
Health Organization) in HIV / AIDS in the city of Medan. By taking the arena setting
and context of the main tasks of H2O NGOs in HIV / AIDS through sexual
transmission, especially in the city of Medan and the District of Medan Medan
Selayang Tuntungan. This study describes the performance of NGOs specifically
H2O in the city of Medan in implementing outreach programs and mentoring a group
of sex workers as HIVAIDS prevention programs in the city of Medan.
Simultaneously along with the obstacles that occur in the field
This study began with the study of the social background that the problems that
occurred in the city of Medan increasingly encroaching upon the seriousness. Social
problems are compounded by the continued spread of HIV & AIDS in the city of
Medan. This means that the number of people living with HIV / AIDS in the city of
Medan is likely to increase. Moreover, some percentage of those people are students
(working age). Thus the problem of HIV / AIDS has become a serious threat to
future generations. Because of the high proportion of productive age group affected
by this dangerous disease, it can be expected will be lower life expectancy. This
becomes an important issue and more people are expected to live in a shorter period
of time. This study uses multiple approaches including theories on organization
theory, policy implementation, and the Subject of HIV / AIDS. The research methods
used in this study is a qualitative research method with a descriptive approach to data
collection techniques obtained through interview techniques / interview and
documentation.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG MASALAH
STUDI ini secara garis besar memotret implementasi program LSM H2O (Human
Health Organization) dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kota Medan. Dengan
mengambil setting arena dan konteks sebagai tugas-tugas pokok LSM H2O dalam
pencegahan HIV/AIDS melalui transmisi seksual di kota Medan khususnya wilayah
Kecamatan Medan Selayang dan Medan Tuntungan. Studi inisecara spesifik
menjelaskan kinerja LSM H2O di Kota Medan dalam mengimplementasikan
program penjangkauan dan pendampingan kelompok pekerja seks sebagai program
penanggulangan HIVAIDS di Kota Medan. Sekaligus beserta hambatan-hambatan
yang terjadi di lapangan.
Kajian studi ini berawal dari latar belakang bahwa permasalahan sosial yang
terjadi di Kota Medan kian merambah pada keseriusan. Permasalahan sosial semakin
diperparah dengan terus mewabahnya penyakit HIV &AIDS di Kota Medan. Artinya
jumlah penderita HIV/AIDS di Kota Medan cenderung meningkat. Berdasarkan data
Dinas Kesehatan Kota Medan dari Januari 2006 sampai Mei 2012, jumlah orang
penderita HIV/AIDS (ODHA) telah mencapai 3.175
orang
Jika kita telusur lebih jauh lagi, menurut data UNAIDS (United National
Joint Program on HIV/AIDS), jumlah orang yang terinfeksi HIV tercatat 39,5 juta
Negara berkembang merupakan tempat yang paling banyak terjadi masalah
HIV/AIDS. Ini terlihat bahwa dari seluruh kasus HIV, 90% terjadi pada negara
berkembang seperti Thailand, India, Myanmar, China bagian Selatan, Indonesia.
Adapun negara-negara industri yang lebih maju telah menekan laju infeksi HIV di
negaranya (Depkes RI, diakses pada 2 Januari 2014).
Di negara Indonesia sendiri, berdasarkan Data Kementerian Kesehatan RI
pada Desembr 2013 kasus AIDS kelihatannya terus saja meningkat. Menurut jenis
kelamin diketahui berjumlah 52.348 kasus, dan jumlah ini sebanyak 28.846 kasus
dialami oleh laki – laki, sementara 15.565 kasus sisanya dialami oleh perempuan.
Menurut golongan umur, diketahui kasus AIDS paling banyak terjadi pada usia 20 –
29 tahun, yakni total sebanyak 17.892 kasus, lalu pada kelompok umur 30 – 39 tahun
terjadi 15.204 kasus. Kemudian dari 33 Provinsi di Indonesia, Provinsi DKI Jakarta
menempati posisi pertama untuk kasus HIV dan AIDS terbanyak yakni 28.790 kasus
HIV dan 7794 kasus AIDS dengan pravelensi 77 kasus per 100 ribu orang. Wilayah
Jawa Timur menempati posisi kedua, yakni 16.253 kasus HIV dan 8.752 kasus AIDS
dengan pravelensi 22 kasus per 100 ribu orang. Berdasarkan jumlah kasus baru HIV
dan AIDS dan jumlah kematian, diketahui pada 2012 terdapat 21.511 kasus HIV dan
8.610 kasus AIDS baru dengan jumah kematian sebanyak 1.489 orang. Sementara
pada tahun 2013 lalu, jumlah kasus HIV baru cenderung naik menjadi 29.037 kasus.
Sedangkan untuk jumlah kasus AIDS dan kematian pada tahun itu menurun yakni
5.608 kasus AIDS dengan jumlah kematian 726
orang
Bagaimana dengan kondisi terkini kasus HIV AIDS di Kota Medan?
memprihatinkan. Alasannya, pertama
faktor resiko yang semula dari kalangan
penasun beralih ke heteroseksual. Berdasarkan data KPAD Kota Medan mengatakan
bahwa total penderita HIV/AIDS yang tertinggi (sejak tahun 2006 hingga 2012)
diakibatkan oleh faktor resiko heteroseksual sebanyak 2.146 penderita (data KPAD
Kota Medan 2014).
Kedua, Penularan juga mulai memasuki populasi umum (resiko rendah). Hal
tersebut terlihat bahwa bayi yang terinfeksi saat ini juga semakin meningkat
sebanyak 50 orang dan Ibu Rumah Tangga sebanyak 434 orang (sejak Tahun 2006
sampai Oktober 2012). Ketiga Rata-rata usia penderita terbesar 25 s/d 34 tahun
(1.901orang). Dan berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa total penderita
HIV AIDS (sejak 2006 sampai oktober 2012) adalah 3.346 orang.
Tentu saja masalah di atas sangat memprihatinkan. Apalagi sebagian
persentase jumlah penderita tersebut merupakan pelajar (usia produktif). Sehingga
masalah HIV/AIDS sudah menjadi ancaman yang serius bagi generasi mendatang.
Karena tingginya proporsi kelompok usia produktif terkena penyakit yang
membahayakan ini, dapat diperkirakan nantinya akan menurunkan angka harapan
hidup. Tentu ini akan menjadi salah satu barometer kemakmuran suatu negara.
Karena semakin banyaknya orang yang diperkirakan hidup dalam jangka waktu yang
lebih pendek, kontribusi yang diharapkan dari mereka pada ekonomi nasional dan
perkembangan sosial pun menjadi semakin kecil dan kurang dapat diandalkan. Hal
ini menjadi masalah yang penting karena hilangnya individu yang terlatih dalam
jumlah besar tidak akan mudah dapat digantikan.
Bisa dikatakan dengan melihat kondisi di atas, Indonesia belum menemukan
meluasnya kasus HIV/AIDS ke seluruh wilayah Indonesia. Anggapan bahwa
permasalahan penderita HIV/AIDS dari tahun ketahun terus mengalami kenaikan
juga ternyata bukan sekedar informasi tanpa bukti.
Untuk mengatasi HIV/AIDS, hingga saat ini belum ditemukan obat yang
efektif, sehingga upaya pencegahan terhadap resiko penularan merupakan hal yang
sangat penting. Strategi pencegahan melalui kegiatan pendidikan kesehatan dan
peningkatan pengetahuan yang benar mengenai HIV dan cara penularannya menjadi
sangat penting untuk diketahui oleh setiap orang. Terutama mengenai fakta
penyebaran penyakit pada kelompok resiko rendah dan perilaku yang dapat
membantu mencegah penyebaran virus penyebab AIDS.
Pemerintah pusat maupun daerah pun terus giat berbenah untuk memutus
mata rantai penyebaran HIV/AIDS tersebut. Keseriusan pemerintah dalam hal
penanggulangan HIV/AIDS tersebut dapat dilihat dari Peraturan Presiden RI Nomor
75 Tahun 2006 yang mengamanatkanpembentukan Komisi Penanggulangan AIDS
(KPA) Nasional, Propinsi, danKabupaten beserta Sekretariatnya dalam rangka
meningkatkan upayapencegahan dan penanggulangan AIDS yang lebih intensif,
menyeluruh,terpadu, dan bertanggung jawab kepada kepala wilayah.
Pemerintahtelah menugaskan Komisi Penanggulangan AIDS di semua tingkat
administrasi untuk memimpin dan mengkoordinasikan upaya penanggulangan AIDS
di tanah air dengan mengeluarkan berbagai peraturan yang melandasi kerja Komisi.
Pembentukan KPA di setiap Provinsi maupun Kabupaten Kota dan Sekretariat yang
berfungsi penuh waktu dan dikelola oleh tenaga penuh waktu agar upaya
penanggulangan HIV/AIDS di daerah semakin terarah dan terkoordinir dalam
kerja mereka kepada pemerintah pusat maupun daerah sekurang – kurangnya setiap
triwulan.
Berbagai langkah-langkah strategis penanggulangan terus dilakukan begitu
juga Kota Medan dengan mengeluarkan Peraturan Daerah kota Medan No.1 Tahun
2012 tentang penanggulangan HIV AIDS. Pada tataran teknis, implementasi
kebijakan penanggulangan HIV/AIDS tidak hanya melibatkan instansi yang
bertanggungjawab untuk pelaksanaan kebijakan tersebut, namun juga menyangkut
jaringan kekuatan politik, ekonomi, dan sosial. Selain mengeluarkan regulasi
pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS, pemerintah juga menjalin hubungan
sinergis dengan masyarakat (LSM) dalam memecahkan permasalahan yang ada.
Sebab HIV/AIDS bukan hanya masalah yang harus ditangani oleh pemerintah,
sehingga tidak bisa hanya mengandalkan pada pihak pemerintah saja.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan suatu organisasi
kemasyarakatan yang memberikan kepedulian terhadap pembangunan baik di tingkat
nasional, kawasan internasional maupun pada tingkat lokal. LSM merupakan mitra
pemerintah yang kegiatannya dapat bergerak dalam bidang keagamaan, politik,
ekonomi, sosial budaya dan lain-lain. Fenomena LSM memang pada awalnya
dipandang negatif oleh pemerintah yang dianggap mencampuri secara “usil” terkait
kebijakan-kebijakan pemerintah serta senantiasa melakukan kritik tanpa solusi.
Namun hal tersebut sudah mulai ditepis dengan terlibatnya LSM dalam menangani
berbagai persoalan yang timbul di tengah masyarakat. Begitu juga dengan LSM
H2O.
Kolaborasi antara pemerintah dan juga berbagai LSM seperti LSM H2O
memiliki peran yang penting dalam memerangi virus HIV/AIDS. Melalui kolaborasi
yang terjalin diharapkan dapat mengatasi atau setidaknya meminimalisir masalah
tersebut.
Membaca fenomena sosial yang dipaparkan di atas, dengan mengambil
setting di wilayah Kota Medan, khususnya Kecamatan Selayang dan Tuntungan studi
ini menjadi penting dan menarik untuk diteliti. Alasannya, pertama, bahwa
HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang mematikan dan menjadi tanggung
jawab bersama dalam penanggulangannya namun sosialisasi terhadap masyarakat
masih sangat kurang dan terkesan booming sesaat yakni pada Hari AIDS sedunia,
kedua, dalam konteks era otonomi daerah, kebijakan pemerintah pusat sangat
mempengaruhi keterlibatan pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat. Namun
pemahaman pemerintah daerah tentang bahaya akan penyebaran HIV AIDS belum
optimal, sehingga kerjasama dengan berbagai elemen masyarakat cukup diperlukan
mengingat kurang tersosialisasikannya KPA sebagai perpanjangan tangan
pemerintah dalam usaha penanggulangan HIV/AIDS baik tingkat Nasional atau
Propinsi dan Kabupaten/ Kota.
Permasalahan penderita HIV/AIDS dari tahun ketahun terus mengalami
kenaikan. Sehingga masalah HIV/AIDS sudah menjadi ancaman yang serius bagi
generasi mendatang. Faktor resiko yang semula dari kalangan penasun beralih ke
heteroseksual. Artinya kelompok pekerja seks juga turut andil dalam penyebaran
HIV/AIDS. Sehingga penularan juga mulai memasuki populasi umum (resiko
rendah). Hal ini juga termasuk alasan yang ketigapenting dan ketertarikan penulis
1.2.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah yang
diajukan dalam penelitian ini adalah:
Bagaimanakah implementasi program penjangkauan dan pendampingan
kelompok pekerja seks oleh lembaga H2O dalam pencegahan HIV/AIDS di Kota
Medan?
1.3.
TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian ini adalah;
1.3.1.
Tujuan Umum;
Menjelaskan implementasi program penjangkauan dan pendampingan
kelompok pekerja seks oleh lembaga H2O dalam pencegahan HIV/AIDS di kota
Medan.
1.3.2.
Tujuan Khusus;
1.
Menjelaskan pelaksanaan koordinasi penyusunan kebijakan, strategi dan
langkah-langkah yang diperlukan dalam penanggulangan HIV/AIDS oleh
LSM H2O.
2.
Mengetahui sosialisasi program pencegahan dan penanggulangan, HIV-AIDS
oleh lembaga H2O
3.
Menjelaskan pelaksanaan pembentukan kelompok kerja (Pokja) bagi
pemangku kepentingan dengan lembaga H2O dalam mendukung
1.4.
MANFAAT PENELITIAN
1.4.1.
Manfaat Teoritis
Untuk mencari khasanah ilmiah dalam kaitan kesejahteraan sosial dan
kesehatan serta untuk melihat relevansi teori-teori yang telah dipelajari dengan
kenyataan yang ada di lapangan.
1.4.2.
Manfaat Praktis
1.
Sebagai masukan bagi penulis dalam usaha mengetahui produk kegiatan ilmu
kesejahteraan sosial, khususnya kesejahteraan dalam bidang kesehatan.
2.
Sebagai masukan baru dan sumbangan untuk pemerintah pusat dan daerah,
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pemangku kepentingan lainnya yang
berkaitan secara langsung ataupun tidak dengan pengembangan studi tentang
kesejahteraan sosial dan kesehatan di Indonesia.
1.4.3.
Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaatkhususnya bagi mereka yang
tertarik dengan kajian kesejahteraan sosialdan kesehatan dalam konteks
pengimplementasian kebijakan kesehatan. Dan juga penelitian ini diharapkan
dapat menjadi tambahan referensi tentang kesejahteraan sosial dan kesehatan
bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara
khususnya Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial.
1.5.
RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini dibatasi hanya pada kajian tentang implementasi program
ataupun pelaksanaan tugas-tugas pokok H2O dalam penanggulangan
HIV/AIDS.
1.5.2.
Lingkup Lokasi
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kotamadya Medan Provinsi Sumatera
Utara
1.5.3.
Lingkup Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan April 2014.
1.6.
SISTEMATIKA PENELITIAN
BAB I PENDAHULUAN
Pada pendahuluan peneliti menyajikan
Latar Belakang
yang berisikan
alasan penulis dalam pemilihan judul penelitian;
Perumusan Masalah
yang
berisikan kalimat yang merupakan titik tolak bagi peneliti untuk menjawab dari
pertanyaan penelitian, dirumuskan dalam bentuk pertanyaan;
Tujuan Penelitian
,
dalam bagian tujuan penelitian disebutkan secara tegas apa saja yang hendak dijawab
atau diperoleh dari penelitian ini;
Manfaat Penelitian
, dalam manfaat penelitian
diuraikan tentang kegunaan skripsi dan operasionalisasi hasilnya bagi pemerintah
pusat dan daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Institusi lainnya yang
berkaitan secara langsung ataupun tidak dengan pengembangan studi tentang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka
merupakan penjabaran dari pemikiran peneliti dengan
melihat dari sudut mana peneliti menggambarkan permasalahan dalam penelitian.
Artinya peneliti perpedoman pada kerangka teori yang dipakai, sehingga dapat
digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian.
BAB III METODE PENELITIAN
Metodologi Penelitian
, berisi tentang jenis penelitian yang digunakan
peneliti yakni analisis pendekatan deskriptif kualitatif;
Lokasi Penelitian
, di
lembaga swadaya masyarakat (LSM) Human Health Organization (H2O) yang
bertempat di jalan Kertas No. 64 A Kelurahan Sei Putih Barat, Kecamatan Medan
Petisah, Kota Medan Sumatera Utara.
Teknik Pengumpulan Data,
merupakan
merupakan langkah-langkah yang diperlukan untuk menemukan data dan informasi
yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Analisa Data
, dimaksud
adalah untuk mengatur, mengurutkan, mengelompokkan dan memberi kode serta
mengkategorikannya. Data-data yang sudah masuk dan terkumpul akan
diterjemahkan secara deskriptif. Pengorganisasian data-data ini bertujuan untuk
menemukan dan menghubungkan setiap gejala (fenomena) yang ada dengan cara
pemaparan dan penginterpretasian gejala-gejala yang bersangkutan.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
Hasil dan Pembahasan
penelitian berisi tentang Gambaran Umum H2O
sebagai deskripsi lokasi penelitian, selain itu ditambah pula deskripsi tentang
implementasi tugas–tugas pokok H2O dilanjutkan pada analisis dan pembahasan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menyusun sebuah tulisan ilmiah, maka kerangka dasar pemikiran yang
bertitik tolak dari teori merupakan bagian yang sangat penting. Sebab, dalam
kerangka teori membantu ketajaman analisis akan masalah yang akan diteliti dan
memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah
penelitian akan disoroti (NawawiHadari,1995:39)
Kerangka teori kemudian akan digunakan sebagai landasan berfikir dalam
penelitian. Teori dalam penelitian merupakan seperangkat preposisi yang terintegrasi
secara sintaksis (yaitu yang mengikuti aturan-aturan-aturan tertentu yang akan
dihubungkan secara logis dengan data yang lain untuk diamati) dan berfungsi sebagai
wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati(Boleong,L,
2002:34-35
).Kerangka teori yang menjadi landasan berpikir dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
2.1. MENELAAH KONSEP ORGANISASI
2.1.1. Ruang Lingkup Organisasi
Kita sadari atau tidak apa yang terjadi pada diri kita adalah sama dengan yang
dikatakan oleh Etzioni (1975): dari lahir sampai mati kita “dikuasai” oleh organisasi
(Gudono, 2009:1).
Saat kita lahir kita dilahirkan dalam organisasi yang disebut rumah sakit. Kita
atau yayasan penguburan). Perhatikan bahwa organisasi telah menjadi elemen yang
dominan dalam kehidupan masyarakat. Sehingga ini merupakan salah satu alasan
mengapa kita perlu mengetahui lebih dekat “sesuatu” yang mendominasi kehidupan
kita tersebut apalagi pada konteks penelitian ini: aturan main di dalamnya,
perilakunya, dan dampak yang ditimbulkannya.
Hubungan antar individu yang terorganisasi merupakan sebuah sistem yang
kompleks dimana kegiatan-kegiatan diarahkan untuk mencapai sesuatu. Terlihat
dalam pemikiran tersebut bahwa organisasi tidak lain merupakan penerapan dari
instrumental rationality(Gudono, 2009:5).
Parson (1960) mendefenisikan “organisasi” sebagai unit sosial yang dibentuk
semata-mata untuk mencapai tujuan yang spesifik. Agar pencapaian tujuan bisa
dilakukan secara efisien, koordinasi kegiatan membutuhkan struktur yang rasional
dimana ada pihak yang diberi otoritas sebagai penguasa (command) dan ada yang
menjadi yang dikuasai (menjalankan perintah). Dalam hal ini staff administrasi
berfungsi menjalankan kepentingan dan menjadi penghubung antara the ruler dan the
ruled. Jelas di sini ada hubungan kekuasaan, ada aspek dominasi dan secara implisit
ada pengakuan terhadap hak dan kewajiban.
Suatu organsasi memiliki ciri-ciri (Etzioni,1969)
a.
Adanya pembagian tugas, kekuasaan dan tanggung jawabberkomunikasi,
pembagian yang direncanakan untuk mempertinggirealisasi tujuan khusus.
b.
Adanya satu atau lebih pusat kekuasaan yang mengawasipenyelenggaraan
usaha-usaha bersama dalam organisasi danpengawasan usaha tersebut untuk
c.
Pengaturan personil sesuai dengan bidangnya.
Kelangsungan hidup organisasi dan kinerjanya sangat tergantungpada
keselarasan antara organisasi dan lingkungan. Ada 2 (dua) halpenting yang harus
dipertahankan oleh suatu organisasi agar dapatbertahan hidup dan memiliki kinerja
yang baik dalam lingkungannya, yaituadanya struktur organisasi dan strategi yang
dijalankan oleh organisasi.
Struktur organisasi berkualitas bila memiliki 5 aspek pokok, yaitu; (1) Aspek
Spesialisasi, yakni adanya divisi tenaga kerja dalam organisasidan distribusi
tugas-tugas antar sejumlah posisi. (2) Aspek Standardisasi, yakni adanya prosedur untuk
suatu kejadian yangsecara reguler muncul dan dilegimitasi oleh organisasi. (3) Aspek
Formalisasi, yakni tersedianya dokumen yang berisi peran, prosedur, instruksi, dan
komunikasi tertulis. (4) Aspek Sentralisasi, yakni adanya lokus otoritas untuk
membuat keputusan yang mempengaruhi aktivitas organisasi. (5) Aspek Konfigurasi,
yakni adanya bentuk struktur peran yang berupa data komprehensif dan rinci
mengenai setiap peran dalam organisasi(A.B. Susanto, dkk, 2006).
2.1.2. Tim Kerja Dalam Organisasi
Menurut Askar Yunianto (2004), suatu organisasi agar berjalan lancar dan
produktif perlu melakukan terobosan dengan pembentukan ”Tim Kerja”. Perubahan
suatu organisasi yang ditunjukkan dengan penggunaan tim kerja sering disebut
transformasi. Tim kerja yang dibentuk dalam organisasi didefinisikan sebagai
kelompok kecil dari orang-orang yang melakukan pekerjaan yang sama, bertemu
secara sukarela berdasarkan aturan untuk mengidentifikasi dan menganalisa
penyebab masalah, merekomendasi penyelesaian kepada manajemen dan jika
kolekif dari kemampuan yang dihasilkan dari pengambilalihan tanggung jawab
kualitas dan produktivitas, mengelola pekerjaan sendiri, mengembangkan
pengetahuan dan, keahlian mengenai organisasi dan mereka sendiri (A.B. Susanto,
dkk, 2006).
Greenberg and Baron mendefinisikan tim sebagai kolompok dimana
anggotanya mempunyai berbagai keahlian yang saling melengkapi dan mempunyai
komitmen untuk tujuan bersama atau mempunyai kesamaan dalam tujuan kinerja
yang mereka hadapi, sebagai suatu tanggung jawab (A.B. Susanto, dkk, 2006)
Untuk membangun tim kerja dengan kinerja tinggi harus memiliki
karakteristik sebagai berikut :
1.
Kepemimpinan Partisipatif.
Untuk menumbuhkan partisipatif karyawan dalam tim maka peran
manajemen harus dapat membangun kesuksesan implementasi keterlibatan
karyawan, manajer harus memahami ”work force”, mengetahui kebutuhan
anggota tim, dan mulai bertindak sebagai ”role model”. Manajemen harus
menunjukkan bahwa pemberdayaan karyawan akan mengantarkan kepada
perasaan yang lebih besar atas pembagian tanggung jawab dan juga
produktivitas yang tinggi.
2.
Pembagian Tanggung Jawab
Upaya mengembangkan perasaan bahwa karyawan harusmemiliki
tanggung jawab yang sama sebagaimana manajer. Hal inidiupayakan dengan
mungkin dalam implementasi program.Setiap aspek dari program harus
merupakan usah tim.
3.
Definisi Tujuan
Anggota tim butuh memahami mengapa mereka harusmembentuk
tim. Anggota tim harus mengerti bahwa tujuan dari timtidak hanya untuk
menyelesaikan masalah, akan tetapi juga membuatmasing-masing individu
sebagai tim yang bertanggung jawab terhadapapa yang mereka lakukan.
4.
Komunikasi Yang Tinggi
Arena kunci lain dalam pengembangan tim (team building)adalah
komunikasi. Komunikasi ini seharusnya dari atas ke bawah (topdown) dari
bawah ke atas (bottom up) dan mendatar (horizontal).
5.
Fokus Masa Depan
Agar suatu tim menjadi sukses, maka harus dapat
melihatperubahan-perubahan yang mereka inginkan sebagai sebuah peluanguntuk pertumbuhan.
Suatu tim harus tahu dimana mereka pada saatini dan dimana mereka menuju
di masa depan. Aspek penting dalamdari pengembangan tim adalah bahwa
tim harus melihat suatu masadepan dalam pekerjaan mereka.
6.
Fokus Tugas-Tugas
Idealnya tim-tim yang melibatkan pekerja dibentuk dari 5(lima)
sampai 15 (lima belas) anggota yang mewakili suatu lintas seksi(cross
section)
di dalam organisasi yang akan menjadi tugasnya.Untuk
seharusnya secara langsung berhubungan ke pekerjapekerjaanggota tim.
Tiap-tiap anggota tim harus punya suatu patokandalam hasil atau keluaran
yang dihasilkan dari upaya-upaya tim.Organisasi memfokuskan pada
interaksi-interaksi yang berorientasitujuan pencapaian tugas.
7.
Sikap Kreatif
Pembuktian sikap kreatif yang dimiliki oleh tim merupakantuntutan
organisasi dalam rangka menumbuhkan inovasi baru.Organisasi yang penuh
kreatif akan dapat menanggapi perubahanlingkungan, sebaliknya tanpa
adanya kreativitas dari para anggota timorganisasi akhirnya mati.
8.
Tanggapan Yang Cepat
Dengan adanya tim, peluang-peluang dapat ditindaklanjutilebih cepat
daripada jika tim tersebut harus berjalan melalui channelbirokratik yang
normal. Dengan hanya anggota tim dan penasehattim untuk konsultasi , maka
tindakan dapat cepat diambil
Organisasi bukanlah sistem yang tertutup, melainkanorganisasi tersebut akan
selalu dipaksa untuk memberi tanggapanatas rangsangan yang berasal dari
lingkungan sekitarnya. Organisasidalam menjalankan kegiatan-kegiatan program
atau kebijakan yangtelah ditetapkan sangat dipengaruhi pula oleh faktor
lingkunganekternal, yaitu faktor-faktor luar organisasi yang terdiri dari :
a.
Faktor politik, yaitu hal-hal yang berhubungan dengankeseimbangan
kekuasaan negara yang berpengaruh padakeamanan dan ketertiban yang akan
b.
Faktor ekonomi, yaitu tingginya perkembangan ekonomi yangberpengaruh
pada tingkat pendapatan masyarakat.
c.
Faktor sosial, yaitu orientasi nilai yang berkembang di tengahmasyarakat
yang mempengaruhi pandangan mereka terhadap kerja program
organisasi(Atmosaputro, 2005)
2.2.
LEMBAGA SOSIAL DALAM DIMENSI ORGANISASI
Lembaga kemasyarakatan sering juga disebut sebagai lembagasosial
merupakan terjemahan dari social institution dalam bahasa Inggris. Istilah social
institution dalam bahasa Indonesia belum ada kesepakan, ada yang memakai kata
lembaga sosial, lembaga kemasyarakatan, pranata sosial, dan bangunan sosial.
Merujuk dari berbagai pustaka istilah social institution dalam tulisan ini adalah
lembaga sosial atau lembaga kemasyarakatan.
Dalam pemahaman lembaga sosial atau lembaga kemasyarakatan menunjuk
pada suatu bentuk juga mengandung pengertian yang abstrak tentang adanya
norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi ciri suatu lembaga.
2.2.1.
Pengertian Lembaga Sosial
Lembaga sosial adalah sebagai wadah pelaksana usaha-usaha kesejahteraan
social yang memiliki tujuan, sasaran, dan misi yang sesuai dengan bidang
kegiatannya (Nurdin, 1990). Alfin L. Bertrand menjelaskan bahwa lembaga social
pada hakikatnya adalah kumpulan dari norma-norma social (struktur-struktur) yang
diciptakan untuk dapat melaksanakan fungsi masyarakat. Lebih jauh Roucek dan
Werren menyatakan lembaga sosial adalah pola-pola (patterns) yang telah
manusia, yang muncul dari kebiasaan-kebiasaan dan telah mendapatkan persetujuan
dari cara-cara yang sudah mapan untuk memenuhi kesejahteraan masyarakat dan
menghasilkan suatu instruktur.
Batasan pengertian lembaga sosial cukup banyak. Menurut Soerjono
(2003:34) lembaga sosial (kemasyarakatan) merupakan himpunan daripada
norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam
kehidupan masyarakat.
Berikutnya menurut Koentjaraningrat (2000:70:74) pranata sosial adalah
suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat pada serangkaian
aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan
masyarakat. Dari batasan-batasan tersebut, dapat dikatakan bahwa dalam memahami
lembaga sosial perlu diperhatikan tentang kebutuhan pokok manusia dan sistem
perilaku yang terorganisasi.
Tujuan dari lembaga sosial adalah untuk memenuhi kebutuhan pokok
manusia. Adapun fungsi dari lembaga sosial menurut Soerjono (2003:34-35) adalah:
(1) Memberikan pedoman pada para anggotanya, bagaimana mereka harus
bertingkah laku atau bersikap dalam menghadapi masalah dalam masyarakat,
terutama dalam rangka memenuhi kebutuhankebutuhan pokok mereka. (2) Menjaga
keutuhan masyarakat (3) Memberikan pegangan pada masyarakat untuk mengadakan
sistem pengendalian sosial (social control), artinya sistem pengawasan masyarakat
terhadap tingkah laku anggotanya.
2.2.2.
Ciri-ciri dan Tipe Lembaga Sosial
Gillin and Gillin (dalam Soerjono,2003) mengatakan ciri-ciri umum lembaga sosial
1.
Lembaga sosial merupakan pola-pola pemikiran dan perilaku yang terwujud
melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasilnya.
2.
Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri semua lembaga sosial.
3.
Lembaga sosial mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu.
4.
Lembaga sosial mempunyai alat-alat kelengkapan yang dipergunakanuntuk
mencapai tujuan.
5.
Lambang biasanya juga merupakan ciri khas lembaga sosial.
6.
Suatu lembaga sosial mempunyai suatu tradisi tertulis atau yang tak tertulis.
Dari kedua pendapat di atas mengenai ciri-ciri umum dari lembaga sosial
berkaitan dengan pola perilaku, adat istiadat, tujuan, yang terwujud dalam aktivitas
manusia yang sudah dianggap mantap dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok
manusia itu sendiri.
Sedangkan tipe-tipe lembaga sosial dalam setiap masyarakat akan dijumpai
berbagai macam lembagasosial, dimana lembaga sosial tersebut mempunyai sistem
nilai yang dapat menentukan lembaga sosial mana yang dijadikan pusat dan
kemudian dianggap berada di atas lembaga sosial lainnya. Menurut Soerjono (2003)
tipe-tipe lembaga Sosial dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1.
Dari sudut perkembangan.
Cresicive Institutions, yaitu merupakan lembaga yang primer, tumbuh dari
adat istiadat masyarakat seperti agama, perkawinan, dan sebagainya. Evated
Institutions, sengaja dibentuk untuk memenuhi kebutuhan seperti lembaga
2.
Dari sudut sistem nilai yang diterima masyarakat.
Basic Institutions, dianggap sanggat penting untuk memelihara dan
mempertahankan tata tertib dalam masyarakat seperti negara, keluarga,
sekolah, dan sebagainya. Subsidiary institutions, dianggap kurang penting
seperti untuk rekreasi.
3.
Dari sudut penerimaan masyarakat.
Socially santioned institutions, lembaga yang dapat diterima masyarakat
seperti sekolah, perusahaan dan sebagainya. Socially unsactioned institution,
lembaga yang ditolak masyarakat seperti preman
4.
Dari sudut penyebarannya.
General institutions, dikenal hampir semua masyarakat di dunia seperti religi
atau agama. Restricted institutions, dianut oleh masyarakat tertentu di dunia
seperti agama kristen, agama islam, dan sebagainya.
2.3.
KONSEP ”IMPLEMENTASI” KEBIJAKAN
2.3.1.
Pengertian Implementasi Kebijakan
Melaksanakan kebijakan merupakan proses yang rumit dan kompleks.
Namun, di balik kerumitan dan kompleksitasnya tersebut, implementasi kebijakan
memegang peran yang cukup vital dalam proses sebuah kebijakan. Tanpa adanya
tahap implementasi kebijakan, program-program kebijakan yang telah disusun hanya
akan menjadi catatan-catatan resmi di meja para pembuat kebijakan.
Kebijakan yang telah disyahkan tidak akan bermanfaat apabila tidak
untuk mewujudkan kebijakan publik yang masih bersifat abstrak ke dalam realita
nyata. Bisa dikatakan bahwa rencana adalah 20% keberhasilan, implementasi adalah
60% sisanya, 20% adalah bagaimana kita mengendalikan implementasi.
Kebijakan sendiri oleh Nugrohomenyatakan bahwa kebijakan adalah segala
sesautu yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan oleh pemerintah(Nugroho, Riant.
2006:23). Sementara implementasi merupakan salah satu tahap dalam proses
kebijakan. Biasanya implementasi dilaksanakan setelah sebuah kebijakandirumuskan
dengan tujuan yang jelas. Implementasi bisa dikatan suaturangkaian aktifitas dalam
rangka menghantarkan kebijakan kepadamasyarakat sehingga kebijakan tersebut
dapat membawa hasilsebagaimana yang diharapkan.
Rangkaiankegiatan tersebut mencakup persiapan seperangkat peraturan
lanjutan yangmerupakan interpretasi dari kebijakan tersebut. Misalnya dari
sebuahundang-undang muncul sejumlah Peraturan Pemerintah, KeputusanPresiden,
maupun Peraturan Daerah, menyiapkan sumber daya gunamenggerakkan
implementasi termasuk di dalamnya sarana dan prasarana,sumber daya keuangan,
dan tentu saja siapa yang bertanggungjawabmelaksanakan kebijakan tersebut, dan
bagaimana mengantarkan kebijakansecara konkrit ke masyarakat.
Implementasi yang merupakan terjemahan dari kata “implementation”,
berasal dari kata kerja “to implement”. Menurut Webster's Dictionary (kamus) kata to
implement berasal dari bahasa Latin “implementum” dari asal kata “impere” dan
“plere”. Kata “implere” dimaksudkan “to fill up”; “to fill in”, yang artinya mengisi
penuh; melengkapi, sedangkan “plere” maksudnya “to fill”, yaitu
effect; to fulfill; accomplish. (2) to provide with the means for carrying out into effect
or fulfilling; to give practical effect to. (3) to provide or equip with implements”.
Pertama,
to implement dimaksudkan “membawa ke suatu hasil (akibat);
melengkapi dan menyelesaikan”. Kedua, to implement dimaksudkan “menyediakan
sarana (alat) untukmelaksanakan sesuatu; memberikan hasil yang bersifat praktis
terhadap sesuatu”. Ketiga, to implement dimaksudkanmenyediakan atau melengkapi
dengan alat”.
Sehubungan dengan kata implementasi di atas, Pressman dan Wildavsky
(1978)mengemukakan bahwa,“implementation as to carry out, accomplish, fulfill,
produce, complete”. Maksudnya : membawa, menyelesaikan, mengisi,
menghasilkan,melengkapi.Jadi secara etimologis implementasi itu dapat
dimaksudkan sebagai suatu aktivitas yang bertalian dengan penyelesaian suatu
pekerjaan dengan penggunaan sarana (alat) untuk memperoleh hasil.
Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan
alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang
bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan
yang diinginkan(James P.Lester dan Joseph Stewart dalam Budi Winarno, 2002:
104)
Sementara itu, Horn dan Meter membatasi implementasi kebijakan sebagai
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok, pemerintahatau
swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkandalam keputusan
kebijakan. Implementasi suatu kebijakan tidak akandimulai sebelum tujuan dan
Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah
keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu
maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai
perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan.
Dengan demikian, tahap implementasi terjadi hanya setelah undang-undangatau
program aksi telah dirancang dan ditetapkan serta dana atausumber daya lain tersedia
untuk membiayai dan mengimplementasikankebijakan tersebut (Budi Winarno,
2005:102)
Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang
merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin akan mengalami
kegagalan sekalipun kebijakan itu diimplementasikan dengan sangat baik. Sementara
itu,suatu kebijakan yang baik mungkin juga akan mengalami kegagalan jika
kebijakan tersebut kurang diimplementasikan dengan baik oleh para pelaksana
kebijakan.
Edward menjelaskan, agar implementasi kebijakan publik dapatmencapai
tujuannya, kebijakan tersebut harus dipersiapkan dengan baik,karena implementasi
merupakan studi yang sangat krusial. Hal yang perludipersiapkan adalah
sumber-sumber yang terpenting, antara lain meliputidana, tenaga yang memadai dan
mempunyai keahlian untukmelaksanakan tugas, informasi, wewenang dan fasilitas
yang diperlukanuntuk pelayanan public (Subarsono, A.G, 2006)
Hood dalam buku Limits to Administration (1976) menerangkan dalam
tataran hasil, kondisi dan syarat yang harus dijalankan untuk mendapatkan
implementasi kebijakan yang sempurna, harus memiliki lima karakteristik kondisi
organisasi yang padu seperti militer, dengan garis otoritas yang tegas; kedua, bahwa
norma-norma akan ditegakkan dan tujuan ditentukan; ketiga, bahwa orang akan
melaksanakan apa yang diminta dan diperintahkan; keempat, bahwa harus ada
komunikasi yang sempurna di dalam dan di antara organisasi; kelima, bahwa tidak
ada tekanan waktu(Wayne Parsons, 2005: 467)
2.3.2.
Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan
Jones dalam Budiman (1991) menjelaskan ada tiga komponen penting dalam
implementasi suatu kebijakan yang harus selalu ada yaitu:
1.
Adanya program atau kebijakan yang akan dilaksanakan
2.
Target group, yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran yang
diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut, perubahan atau
peningkatan.
3.
Unsur pelaksana (implementatora), baik organisasi maupun perorangan
yang bertanggung jawab dalam pengolahan, pelaksanaan dan pengawasan
dari proses implementasi tersebut.
Menurut Teori Implementasi Kebijakan George Edward III) yangdikutip oleh
Winarno faktor-faktor yang mendukung implementasikebijakan, yaitu :
1)
Komunikasi.
Ada tiga hal penting yang dibahas dalam proses komunikasi kebijakan, yakni
transmisi, konsistensi, dan kejelasan (clarity). Faktor pertama yang mendukung
implementasi kebijakan adalah transmisi. Seorang pejabat yang mengimlementasikan
keputusan harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah
untuk pelaksanaanya telah dikeluarkan. Faktor kedua yang mendukung implementasi
kebijakan adalah kejelasan, yaitu bahwa petunjuk-petunjuk pelaksanaan kebijakan
harus jelas. Faktor ketiga yang mendukung implementasi kebijakan adalah
konsistensi, yaitu jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka
perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas.
2)
Sumber-Sumber
Sumber-sumber penting yang mendukung implementasi kebijakan meliputi :
staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan
tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang dapat menunjang pelaksanaan
kebijakan.
3)
Kecenderungan-kecenderungan atau tingkah laku-tingkah laku.
4)
Kecenderungan dari para pelaksana mempunyai konsekuensikonsekuensi
penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana
bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu yang dalam hal ini berarti
adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan
sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal.
5)
Struktur birokrasi.
Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan secara
keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan, baik itu struktur pemerintah dan juga
organisasi-organisasi swasta (Winarno, 2005: 126:151).
Banyak faktor yang mempengaruhi suatu kebijakan dalamimplementasinya
sulit diterapkan. Van Meter dan van Horn dalam A.G.Subarsonomenetapkan ada
empat kelompok variabel yang dapatmempengaruhi kinerja dan dampak suatu
program, terutamaimplementasi program-program pemerintah yang bersifat
sumberdaya organisasi, dan 4) karakteristik dan kemampuan agen pelaksana
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut. Teori tersebut dapat
dipahami melalui gambar di bawah ini;
Hubungan antar organisasi :
1. Kejelasan dan konsistensi sasaran
program
2. Pembagian fungsi antar instansi
3. Standarisasi prosedur perencanaan,
anggaran, implementasi dan evaluasi
4. Efektifitas jejaring untuk mendukung
program
Kondisi Lingkungan
1.Tipe sistem politik
2.Struktur pembuat
kebijakan
3. Karakter struktur
politik lokal.
4. Kendala sumberdaya
5. Sosio cultural
6. Derajat keterlibatan
penerima program
7. Infrastruktur fisik
yang cukup.
Karakteristik dan Kapabilitas
Instansi Pelaksana
1.Keterampila teknis dan
manajerial petugas
2. Kemampuan mengontrol,
koordinasi dan
mengintegrasikan keputusan.
3. Dukungan dan sumberdaya
politik instansi
4. Hubungan baik antara instansi
dan sasaran.
5. Hubungan baik antaran
instansi dengan fihak di luar
pemerintah
6. Kualitas pemimpin instansi
7. Komitmen petugas terhadap
program
8. Kedudukan instansi dalam
hirarkhi administrasi
Kinerja dan
dampak
1. Sejauh mana
program
mencapai sasaran
2. Berbagai
keluaran dan
hasil lainnya.
Sumber daya organisasi
;
1. Sumber dana
2. Keseimbangan
pembagian Aggaran dan
kegiatan.
3. Ketepatan alokasi dana
4. Pendapatan yang cukup
untuk pengeluaran.
5. Dukungan politik pusat
dan lokal
2.3.3
Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan
Menurut Sunggono, implementasi kebijakan mempunyaibeberapa faktor
penghambat, yaitu:
a.
Isi Kebijakan
Pertama, implementasi kebijakan gagal karena masih samarnya isikebijakan,
maksudnya apa yang menjadi tujuan tidak cukup terperinci,sarana-sarana dan
penerapan prioritas, atau program-programkebijakan terlalu umum atau sama sekali
tidak ada. Kedua, karenakurangnya ketetapan intern maupun ekstern dari kebijakan
yang akandilaksanakan. Ketiga, kebijakan yang akan diimplementasikan dapatjuga
menunjukkan adanya kekurangan-kekurangan yang sangatberarti. Keempat,
penyebab lain dari timbulnya kegagalanimplementasi suatu kebijakandapat terjadi
karena kekurangankekurangan yang menyangkut sumber daya-sumber daya
pembantu,misalnya yang menyangkut waktu, biaya/dana dan tenaga manusia.
b.
Informasi
Implementasi kebijakanmengasumsikan bahwa parapemegang peran yang
terlibat langsung mempunyai informasi yangperlu atau sangat berkaitan untuk dapat
memainkan perannya denganbaik. Informasi ini justru tidak ada, misalnya akibat
adanya gangguankomunikasi.
c.
Dukungan
Pelaksanaan suatu kebijakanakan sangat sulit apabila
padapengimlementasiannya tidak cukup dukungan untuk pelaksanaankebijakan
d.
Pembagian Potensi
Sebab musabab yang berkaitan dengan gagalnya implementasi suatu
kebijakanjugaditentukan aspek pembagian potensi diantarapara pelaku yang terlibat
dalam implementasi. Dalam hal ini berkaitandengan diferensiasi tugas dan
wewenang organisasi pelaksana.Struktur organisasi pelaksanaan dapat menimbulkan
masalah-masalahapabila pembagian wewenang dan tanggung jawab kurang
disesuaikan dengan pembagian tugas atau ditandai oleh adanya
pembatasanpembatasan yang kurang jelas (Sunggono, Bambang, 1994:149-153)
Maka, implementasi kebijakan akan selalu berkaitan dengan perencanaan
penetapan waktu dan pengawasan, oleh Sabatier dalam Wahab mengatakan bahwa
mempelajari masalah implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami apa
yang senyatanya terjadi sesudah suatu program diberlakukan atau
dirumuskan(Abdullah, M, Wahab, 1993).
Maka sebuah keputusan kebijakan yang disusun haruslah merupakan
pernyataan ringkas dan jelas tentang suatu keputusan kebijakan tersebut. Yang
terpenting kelompok yang menjalankan suatu kebijakan juga harus saling bersinergis
satu sama lain. Yang dimaksud dengan implementasi kebijakan disini merupakan
membuat ketentuan-ketentuan untuk menampung apa yang diatur di dalam kebijakan
lembaga yang telah dibuat. Untuk itu, dalam mengimplementasikan komitmen
pencegahan penularan HIV/AIDS, KPAD Kota Medan beserta LSM H2O membuat
program, salah satunya program penjangkauan dan pendampingan kelompok pekerja
2.4.
PERIHAL HIV/AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) atau biasa disebut virus pelemah
kekebalan tubuh manusia. HIV adalah sebuah organisme kecil yang menyerang
makhluk hidup dengan berkembang biak (Reuben, Granich, 2003:6).
HIV menyebabkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). AIDS
adalah sekumpulan gejala yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh
manusia yang didapat (bukan keturunan) dan disebabkan oleh virus HIV. Seseorang
baru disebut terkena AIDS apabila sudah menampakkan berbagai gejala penyakit
yang menyerang tubuh karena hilangnya daya tahan tubuh (Clara, Ajisuksmo dkk,
2004: 84).
Pada dasarnya HIV adalah jenis parasitobligate yaitu virus yang hanya dapat
hidup dalam sel atau mediahidup. Virus ini ”senang” hidup dan berkembang biak
pada sel darahputih manusia. HIV akan ada pada cairan tubuh yang mengandung
seldarah putih, seperti darah, cairan plasenta, air mani atau cairan sperma,cairan
sumsum tulang, cairan vagina, air susu ibu dan cairan otak. HIVmenyerang salah
satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugasmenangkal infeksi. Sel darah putih
tersebut termasuk limfosit yang disebut”sel T – 4” atau disebut pula ”sel CD-4.
2.4.1.
Potensi Penularan HIV/AIDS
Cara penyebaran HIV sangat bervariasi. Menurut Dep Kes RI (2006), sejak
ditemukannya kasus AIDS pertama kali di Indonesia pada tahun 1987(Pusat Data
dan Informasi Departemen Kesehatan RI. 1987-2006)berdasarkan analisis situasi di
Indonesia terdapat beberapakondisi potensial yang dapat memicu penyebaran
Pertama, Distribusi penyakit HIV/AIDS mengena pada Laki-laki dan
Perempuan. Dari kasus AIDS yang dilaporkan perempuan lebih rentan tertular dan
lebih menderita akibat infeksi ini. Beberapa studi menunjukkan bahwa penularan
HIV pada laki-laki ke perempuan melalui hubungan seks dua kali lipat dibandingkan
dari perempuan kepada laki-laki. Penularan pada perempuan dapat berlanjut dengan
penularan pada bayi jika terjadi kehamilan. Resiko penularan HIV dari ibu pengidap
HIV ke bayinya berkisar 15 – 40%. Bayi yang lahir dari seorang ibu pengidap HIV
mungkin akan terinfeksi HIV sebelum, selama , atau sesudah proses kelahirannya.
Penularan juga dapat terjadi melalui Air Susu Ibu (ASI).
Kedua,
Penular AIDS tergolong usia produktif.
Menurut umur, proporsi
kasus AIDS terbanyak dilaporkanpada kelompok umur 20 – 29 tahun (54,76%)
disusul kelompokumur 30 - 39 tahun (27,17%) dan kelompok umur 40 – 49
tahun(7,9%). Ketiga kelompok tersebut termasuk dalam kelompok usiaproduktif.
Diserangnya kelompok usia produktif ini merupakan satuhal yang perlu diperhatikan
mengingat kelompok penduduk inimerupakan aset pembangunan bangsa.
Ketiga, Kasus AIDS pada bayi dan anakDijumpainya kasus HIV/AIDS pada
bayi dan anak kurangdari 15 tahun disebabkan oleh karena tertular dari ibunya
saatkehamilan, persalinan maupun ASI, transfusi darah/komponendarah atau
penularan seksual oleh orang-orang yang tidakbertanggung jawab. Anak-anak juga
mempunyai resiko besarterinfeksi HIV karena pengetahuan mereka tentang cara
penularandan melindungi diri dari penularan HIV sangat terbatas. Disampingitu
mereka juba bisa menjadi yatim piatu karena orangtuanyameninggal akibat AIDS
dan membutuhkan perhatian khusus darikeluarga dan masyarakat.termasuk
Keempat,
Penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik dan kontak
seks.Penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik dan kontak seks.Dari kasus AIDS
yang dilaporkan ternyata penularan dapat terjadi melalui penggunaan jarum
suntikbersama/tercemar virus HIV pada penyalah guna NAPZA suntik(IDU). Cara
penularan lain yang dilaporkan adalahmelalui hubungan homoseksual, tranfusi
darah/komponendarah termasuk pada hemophilia, melalui perinatal juga dapat
menularkan HIV/AIDS kepada siapa saja dan kapanpun.
Penjelasan tersebut dapat dipersempit bahwa ada empat penyebab utama
terjadinya infeksi virus HIV/AIDS. Penyebab pertama adalah hubungan seksual
secara langsung antara penderita dan yang tertular. Penyebab kedua adalah melalui
transfuse darah yang berasal dari orang yang terinfeksi virus HIV sehingga HIV
dapat masuk ke dalam tubuh. Penyebab ketiga adalah melalui pemakaian jarum
suntik tidak steril secara bergantian yang digunakan oleh penderita infeksi virus HIV
dengan rekannya sesama pengguna narkoba. Penyebab keempat adalah melalui ibu
hamil dan menyusui yang terinfeksi virus HIV/AIDS, kemudian menularkannya pada
anak yang masih ada di dalam kandungan (Rusmiyati, 2007:76).Transmisi
HIV/AIDS tersebut dapat kita bagi menjadi sebagai berikut:
a.
Transmisi melalui kontak seksual
Kontak seksual merupakan salah satu cara utama transmisi HIV di berbagai
negara. Hubungan seksual secaravagina, anal, dan oral dengan penderita HIV tanpa
perlindunganbisa menularkan HIV. Virus HIV dapat ditemukan dalam cairansemen,
cairan vagina dan cairan serviks (Nursalam, 2009).Virus akan terkonsentrasi dalam
cairan semen, terutama bila terjadipeningkatan jumlah limfosit dalam cairan, seperti
yang berkaitan dengan penyakit menular seksual (Nasronudin, 2007). Selama
hubungan seksual berlangsung,cairan semen, cairan vagina dan darah dapat
mengenai selaputlendir vagina, penis, dubur atau mulut sehingga HIV yang terdapat
dalam cairan tersebut masuk ke dalam darah (Nasronudin, 2007).
b.
Transmisi melalui darah atau produk darah
HIV dapat ditransmisikan melalui darah dan produk darah. Terutama pada
individu pengguna narkotika intravena dengan pemakaian jarum suntik secara
bersama dalam satukelompok (Nasronudin, 2007). Dapat juga pada individu
yangmenerima transfusi darah atau produk darah yang mengabaikan tes penapisan
HIV.
c.
Transmisi secara vertical
Transmisi secara vertikal dapat terjadi dari ibu yangterinfeksi HIV kepada
janinnya sewaktu hamil, sewaktupersalinan, dan setelah melahirkan melalui
pemberian Air SusuIbu (ASI) (Nasronudin, 2007). Angka penularan
selamakehamilan sekitar 5-10%, melalui persalinan 10-20%, dan saatpemberian ASI
10-20% (Nasronudin, 2007). Penularan selamapersalinan terjadi melalui transfusi
fetomaternal atau kontakantara kulit atau membran mukosa bayi dengan darah
atausekresi maternal saat melahirkan (Lily V, 2004 dalam Nursalam, 2009).
d.
Transmisi melalui alat kesehatan yang tidak steril.
Alat pemeriksaan kandungan seperti spekulum,tenakulum, dan alat-alat lain
yang menyentuh darah, cairanvagina atau cairan semen yang terinfeksi HIV dan
langsungdigunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi bias menularkan HIV
e.
Transmisi pada petugas kesehatan dan petugas laboratorium.
Risiko penularan HIV terdapat pada kelompok pekerjayang terpapar HIV
seperti petugas kesehatan, petugas laboratorium, dan orang yang bekerja dengan
spesimen ataubahan yang terinfeksi HIV, terutama bila menggunakan bendatajam
(Nasronudin, 2007). Berbagai penelitian multi institusimenyatakan bahwa risiko
penularan HIV setelah kulit tertusukjarum atau benda tajam lainnya yang tercemar
oleh darahseseorang yang terinfeksi HIV adalah sekitar 0,3% sedangkanrisiko
penularan HIV akibat paparan bahan yang tercemar HIVke membran mukosa atau
kulit yang mengalami luka adalahsekitar 0,09% (Nasronudin, 2007).
Dari kasus AIDS yang dilaporkan ternyata penularanterbanyak terjadi melalui
penggunaan jarum suntikbersama/tercemar virus HIV pada penyalah guna NAPZA
suntik(IDU) yaitu sebesar 50,3% dan penularan melalui hubunga