• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Program Penjangkauan dan Pendampingan Kelompok Pekerja Seks oleh Lembaga H2O dalam pencegahan HIV Aids di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Implementasi Program Penjangkauan dan Pendampingan Kelompok Pekerja Seks oleh Lembaga H2O dalam pencegahan HIV Aids di Kota Medan"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PROGRAM PENJANGKAUAN DAN PENDAMPINGAN

KELOMPOK PEKERJA SEKS OLEH LEMBAGA H2O DALAM

PENCEGAHAN HIVAIDS DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Universitas Sumatera Utara

Disusun Oleh:

NURHADI PRATAMA

08092008

080902008

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

NAMA

: Nurhadi Pratama

NIM

: 080902008

ABSTRAK

IMPLEMENTASI PROGRAM PENJANGKAUAN DAN

PENDAMPINGAN KELOMPOK PEKERJA SEKS OLEH LEMBAGA

H2O DALAM PENCEGAHAN HIV/AIDS DI KOTA MEDAN

Penelitian ini secara garis besar menjelaskan tentang implementasi program

LSM H2O (Human Health Organization) dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kota

Medan. Dengan mengambil

setting arena dan konteks sebagai tugas-tugas pokok

LSM H2O dalam pencegahan HIV/AIDS melalui transmisi seksual di kota Medan

khususnya wilayah Kecamatan Medan Selayang dan Medan Tuntungan. Studi ini

secara spesifik menjelaskan kinerja LSM H2O di Kota Medan dalam

mengimplementasikan program penjangkauan dan pendampingan kelompok pekerja

seks sebagai program penanggulangan HIVAIDS di Kota Medan. Sekaligus beserta

hambatan-hambatan yang terjadi di lapangan

Kajian studi ini berawal dari latar belakang bahwa permasalahan sosial yang

terjadi di Kota Medan kian merambah pada keseriusan. Permasalahan sosial semakin

diperparah dengan terus mewabahnya penyakit HIV & AIDS di Kota Medan.

Artinya jumlah penderita HIV/AIDS di Kota Medan cenderung meningkat. Apalagi

sebagian persentase jumlah penderita tersebut merupakan pelajar (usia produktif).

Sehingga masalah HIV/AIDS sudah menjadi ancaman yang serius bagi generasi

mendatang. Karena tingginya proporsi kelompok usia produktif terkena penyakit

yang membahayakan ini, dapat diperkirakan nantinya akan menurunkan angka

harapan hidup. Hal ini menjadi masalah yang penting semakin banyaknya orang

(3)

menggunakan beberapa pendekatan teori diantaranya teori tentang Organisasi,

Implementasi Kebijakan, dan Perihal HIV/AIDS. Adapun metode penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan

pendekatan deskriptif dengan teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui

teknik wawancara/interview maupun dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa implementasi program LSM H2O

(Human Health Organization) dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kota Medan

maupun pelaksanaan koordinasi penyusunan kebijakan, strategi dan langkah-langkah

yang diperlukan dalam penanggulangan HIV/AIDS oleh LSM H2O sudah berjalan

dengan baik. Adapun program yang dijalankan, pertama, Peningkatan Peran Positif

Pemangku Kepentingan,

kedua, Komunikasi Perubahan Perilaku (KPP),

ketiga,

Manajemen Pasokan Kondom dan Pelicin, keempat, Penatalaksanaan IMS

(4)

ABSTRACT

NAMA

: Nurhadi Pratama

NIM

: 080902008

IMPLEMENTATION AND ASSISTANCE GROUP outreach programs SEX

WORKERS IN THE INSTITUTION H2O HIV / AIDS PREVENTION IN THE

CITY FIELD

This study describes an outline of the program implementation NGO H2O (Human

Health Organization) in HIV / AIDS in the city of Medan. By taking the arena setting

and context of the main tasks of H2O NGOs in HIV / AIDS through sexual

transmission, especially in the city of Medan and the District of Medan Medan

Selayang Tuntungan. This study describes the performance of NGOs specifically

H2O in the city of Medan in implementing outreach programs and mentoring a group

of sex workers as HIVAIDS prevention programs in the city of Medan.

Simultaneously along with the obstacles that occur in the field

This study began with the study of the social background that the problems that

occurred in the city of Medan increasingly encroaching upon the seriousness. Social

problems are compounded by the continued spread of HIV & AIDS in the city of

Medan. This means that the number of people living with HIV / AIDS in the city of

Medan is likely to increase. Moreover, some percentage of those people are students

(working age). Thus the problem of HIV / AIDS has become a serious threat to

future generations. Because of the high proportion of productive age group affected

by this dangerous disease, it can be expected will be lower life expectancy. This

becomes an important issue and more people are expected to live in a shorter period

of time. This study uses multiple approaches including theories on organization

theory, policy implementation, and the Subject of HIV / AIDS. The research methods

used in this study is a qualitative research method with a descriptive approach to data

collection techniques obtained through interview techniques / interview and

documentation.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat

rahmat, taufik dan hidayahnya,penyusun skripsi yang berjudul “IMPLEMENTASI

PROGRAM PENJANGKAUAN DAN PENDAMPINGAN KELOMPOK PEKERJA

SEKS OLEH LEMBAGA H2O DALAM PENCEGAHAN HIV AIDS DI KOTA

MEDAN ”

dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis juga menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini dapat

terselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada

keesempatan ini, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih,

diantaranya kepada:

1.

Bapak Prof. Dr. Drs. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Politik Universitas Sumatera Utara.

2.

Ibu Hairani Siregar, S.Sos., M.SP selaku Ketua Jurusan Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara.

3.

Bapak Agus Suryadi, S.Sos,M.Si selaku pembimbing saya dan telah dengan sabar,

tekun, tulus dan ikhlas meluangkan waktu , tenaga dan pikiran memberikan pikiran, motivasi, arahan, dan saran-saran yang sangat berharga kepada penulis selama menyusun skripsi.

4.

Seluruh staff edukatif dan administrasi Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara.

5.

Kedua orang tua saya yaitu Juliano dan Rubinem yang telah mendukung saya

selama bertahun-tahun hingga sampai saat ini dan seterusnya.

6.

Adik saya tercinta Dwi Rahmadani Murti yang juga sebagai semAngat saya

(6)

7.

Sahabat yang selalu ada di hati saya Budi Andana Marahimin orang yang

membimbing saya pada saat kuliah dan sampai ia meninggalkanku terlebih

dahulu.

8.

Kemudian buat yang spesial Nurmasniar Elvaradyna Insyaallah akan jadi

isteri nanti.

9.

Buat mami Herlina Darus, teman-teman FIM, Ukm Fotografi Usu, HMI Fisip

Usu, gerbong bang Mirza juga gerbong Ican,Irfan,Ferdian dan kawan-kawan

lainnya yang tidak dapat penulis sebut satu pesatu yang telah membantu

dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih banyak

kekurangan, sehingga penilis mengharapkan adanya saran dan kritik yang

bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, Juli 2014

Penulis

(NURHADI PRATAMA)

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

ABSTRAK

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ...

1

1.1. Latar Belakang Masalah ...

1

1.2. Perumusan Masalah ...

8

1.3. Tujuan Penelitian ...

8

1.4. Manfaat Penelitian ...

9

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ...

10

1.6. Sistematika Penelitian ...

10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...

13

2.1. Menelaah Konsep Organisasi ...

13

2.1.1.Ruang Lingkup Organisasi ...

13

2.1.2.Tim Kerja Dalam Organisasi ...

16

2.2. Lembaga Sosial Dalam Dimensi Organisasi ...

20

2.2.1.Pengertian Lembaga Sosial ...

20

2.2.2. Ciri-ciri dan Tipe Lembaga Sosial ...

22

2.3. Konsep Implementasi Kebijakan ...

24

2.3.1.Pengertian Implementasi Kebijakan ...

24

2.3.2.Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan ...

28

2.3.3.Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan ...

32

2.4. Perihal HIV/AIDS ...

34

2.4.1.Potensi Penularan HIV/AIDS ...

35

2.4.2.Manifestasi Klinis HIV/AIDS ...

40

2.4.3.Implikasi HIV/AIDS ...

42

2.4.4. HIV/AIDS dan Pencegahannya ...

43

2.5. Kerangka Pemikiran ...

44

BAB III METODE PENELITIAN ...

46

(8)

3.3. Unit Analisis dan Informan ...

48

3.3.1.Unit Analisis ...

48

3.4. Jenis dan Sumber Data ...

49

3.5. Subjek Penelitian ...

50

3.6. Teknik Pengumpulan Data ...

50

3.7. Teknik Analisa Data ...

52

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ...

54

4.1. Gambaran Umum Lembaga Human Health Organization (H2O) ...

54

4.2. Visi dan Misi ...

57

4.3. Program H2O ...

58

4.4. Tahun Berdiri ...

58

4.5. Bentuk Kelembagaan ...

58

4.6. Struktur Organisasi ...

58

BAB V ANALISIS DATA ...

62

5.1. Kerangka Kerja Program

.

...

62

5.1.1.Komponen Program ...

62

5.2. Jejaring Kerja ...

71

5.3. Pelaksanaan Lapangan ...

71

5.4. Wilayah Kerja ...

74

5.4.1.Penetapan Kecamatan ...

74

5.4.2.Penetapan Lokasi ...

75

5.5. Pencegahan HIV Melalui Transmisi Seksual (PMTS) dan

Kegiatan Aksi ...

75

5.6. Pelaksanaan Komponen 1: Peningkatan Peran Positif

Pemangku Kepentingan ...

88

5.7. Pelaksanaan Komponen 2: Komunikasi Perubahan Perilaku

(KPP) ...

92

5.8. Pelaksanaan Komponen 3: Manajemen Pasokan Kondom Dan

Pelicin ...

74

(9)

BAB VI PENUTUP ...

103

3.1. Kesimpulan ...

103

3.2. Saran ...

105

(10)

NAMA

: Nurhadi Pratama

NIM

: 080902008

ABSTRAK

IMPLEMENTASI PROGRAM PENJANGKAUAN DAN

PENDAMPINGAN KELOMPOK PEKERJA SEKS OLEH LEMBAGA

H2O DALAM PENCEGAHAN HIV/AIDS DI KOTA MEDAN

Penelitian ini secara garis besar menjelaskan tentang implementasi program

LSM H2O (Human Health Organization) dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kota

Medan. Dengan mengambil

setting arena dan konteks sebagai tugas-tugas pokok

LSM H2O dalam pencegahan HIV/AIDS melalui transmisi seksual di kota Medan

khususnya wilayah Kecamatan Medan Selayang dan Medan Tuntungan. Studi ini

secara spesifik menjelaskan kinerja LSM H2O di Kota Medan dalam

mengimplementasikan program penjangkauan dan pendampingan kelompok pekerja

seks sebagai program penanggulangan HIVAIDS di Kota Medan. Sekaligus beserta

hambatan-hambatan yang terjadi di lapangan

Kajian studi ini berawal dari latar belakang bahwa permasalahan sosial yang

terjadi di Kota Medan kian merambah pada keseriusan. Permasalahan sosial semakin

diperparah dengan terus mewabahnya penyakit HIV & AIDS di Kota Medan.

Artinya jumlah penderita HIV/AIDS di Kota Medan cenderung meningkat. Apalagi

sebagian persentase jumlah penderita tersebut merupakan pelajar (usia produktif).

Sehingga masalah HIV/AIDS sudah menjadi ancaman yang serius bagi generasi

mendatang. Karena tingginya proporsi kelompok usia produktif terkena penyakit

yang membahayakan ini, dapat diperkirakan nantinya akan menurunkan angka

harapan hidup. Hal ini menjadi masalah yang penting semakin banyaknya orang

(11)

menggunakan beberapa pendekatan teori diantaranya teori tentang Organisasi,

Implementasi Kebijakan, dan Perihal HIV/AIDS. Adapun metode penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan

pendekatan deskriptif dengan teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui

teknik wawancara/interview maupun dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa implementasi program LSM H2O

(Human Health Organization) dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kota Medan

maupun pelaksanaan koordinasi penyusunan kebijakan, strategi dan langkah-langkah

yang diperlukan dalam penanggulangan HIV/AIDS oleh LSM H2O sudah berjalan

dengan baik. Adapun program yang dijalankan, pertama, Peningkatan Peran Positif

Pemangku Kepentingan,

kedua, Komunikasi Perubahan Perilaku (KPP),

ketiga,

Manajemen Pasokan Kondom dan Pelicin, keempat, Penatalaksanaan IMS

(12)

ABSTRACT

NAMA

: Nurhadi Pratama

NIM

: 080902008

IMPLEMENTATION AND ASSISTANCE GROUP outreach programs SEX

WORKERS IN THE INSTITUTION H2O HIV / AIDS PREVENTION IN THE

CITY FIELD

This study describes an outline of the program implementation NGO H2O (Human

Health Organization) in HIV / AIDS in the city of Medan. By taking the arena setting

and context of the main tasks of H2O NGOs in HIV / AIDS through sexual

transmission, especially in the city of Medan and the District of Medan Medan

Selayang Tuntungan. This study describes the performance of NGOs specifically

H2O in the city of Medan in implementing outreach programs and mentoring a group

of sex workers as HIVAIDS prevention programs in the city of Medan.

Simultaneously along with the obstacles that occur in the field

This study began with the study of the social background that the problems that

occurred in the city of Medan increasingly encroaching upon the seriousness. Social

problems are compounded by the continued spread of HIV & AIDS in the city of

Medan. This means that the number of people living with HIV / AIDS in the city of

Medan is likely to increase. Moreover, some percentage of those people are students

(working age). Thus the problem of HIV / AIDS has become a serious threat to

future generations. Because of the high proportion of productive age group affected

by this dangerous disease, it can be expected will be lower life expectancy. This

becomes an important issue and more people are expected to live in a shorter period

of time. This study uses multiple approaches including theories on organization

theory, policy implementation, and the Subject of HIV / AIDS. The research methods

used in this study is a qualitative research method with a descriptive approach to data

collection techniques obtained through interview techniques / interview and

documentation.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

LATAR BELAKANG MASALAH

STUDI ini secara garis besar memotret implementasi program LSM H2O (Human

Health Organization) dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kota Medan. Dengan

mengambil setting arena dan konteks sebagai tugas-tugas pokok LSM H2O dalam

pencegahan HIV/AIDS melalui transmisi seksual di kota Medan khususnya wilayah

Kecamatan Medan Selayang dan Medan Tuntungan. Studi inisecara spesifik

menjelaskan kinerja LSM H2O di Kota Medan dalam mengimplementasikan

program penjangkauan dan pendampingan kelompok pekerja seks sebagai program

penanggulangan HIVAIDS di Kota Medan. Sekaligus beserta hambatan-hambatan

yang terjadi di lapangan.

Kajian studi ini berawal dari latar belakang bahwa permasalahan sosial yang

terjadi di Kota Medan kian merambah pada keseriusan. Permasalahan sosial semakin

diperparah dengan terus mewabahnya penyakit HIV &AIDS di Kota Medan. Artinya

jumlah penderita HIV/AIDS di Kota Medan cenderung meningkat. Berdasarkan data

Dinas Kesehatan Kota Medan dari Januari 2006 sampai Mei 2012, jumlah orang

penderita HIV/AIDS (ODHA) telah mencapai 3.175

orang

Jika kita telusur lebih jauh lagi, menurut data UNAIDS (United National

Joint Program on HIV/AIDS), jumlah orang yang terinfeksi HIV tercatat 39,5 juta

(14)

Negara berkembang merupakan tempat yang paling banyak terjadi masalah

HIV/AIDS. Ini terlihat bahwa dari seluruh kasus HIV, 90% terjadi pada negara

berkembang seperti Thailand, India, Myanmar, China bagian Selatan, Indonesia.

Adapun negara-negara industri yang lebih maju telah menekan laju infeksi HIV di

negaranya (Depkes RI, diakses pada 2 Januari 2014).

Di negara Indonesia sendiri, berdasarkan Data Kementerian Kesehatan RI

pada Desembr 2013 kasus AIDS kelihatannya terus saja meningkat. Menurut jenis

kelamin diketahui berjumlah 52.348 kasus, dan jumlah ini sebanyak 28.846 kasus

dialami oleh laki – laki, sementara 15.565 kasus sisanya dialami oleh perempuan.

Menurut golongan umur, diketahui kasus AIDS paling banyak terjadi pada usia 20 –

29 tahun, yakni total sebanyak 17.892 kasus, lalu pada kelompok umur 30 – 39 tahun

terjadi 15.204 kasus. Kemudian dari 33 Provinsi di Indonesia, Provinsi DKI Jakarta

menempati posisi pertama untuk kasus HIV dan AIDS terbanyak yakni 28.790 kasus

HIV dan 7794 kasus AIDS dengan pravelensi 77 kasus per 100 ribu orang. Wilayah

Jawa Timur menempati posisi kedua, yakni 16.253 kasus HIV dan 8.752 kasus AIDS

dengan pravelensi 22 kasus per 100 ribu orang. Berdasarkan jumlah kasus baru HIV

dan AIDS dan jumlah kematian, diketahui pada 2012 terdapat 21.511 kasus HIV dan

8.610 kasus AIDS baru dengan jumah kematian sebanyak 1.489 orang. Sementara

pada tahun 2013 lalu, jumlah kasus HIV baru cenderung naik menjadi 29.037 kasus.

Sedangkan untuk jumlah kasus AIDS dan kematian pada tahun itu menurun yakni

5.608 kasus AIDS dengan jumlah kematian 726

orang

Bagaimana dengan kondisi terkini kasus HIV AIDS di Kota Medan?

(15)

memprihatinkan. Alasannya, pertama

faktor resiko yang semula dari kalangan

penasun beralih ke heteroseksual. Berdasarkan data KPAD Kota Medan mengatakan

bahwa total penderita HIV/AIDS yang tertinggi (sejak tahun 2006 hingga 2012)

diakibatkan oleh faktor resiko heteroseksual sebanyak 2.146 penderita (data KPAD

Kota Medan 2014).

Kedua, Penularan juga mulai memasuki populasi umum (resiko rendah). Hal

tersebut terlihat bahwa bayi yang terinfeksi saat ini juga semakin meningkat

sebanyak 50 orang dan Ibu Rumah Tangga sebanyak 434 orang (sejak Tahun 2006

sampai Oktober 2012). Ketiga Rata-rata usia penderita terbesar 25 s/d 34 tahun

(1.901orang). Dan berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa total penderita

HIV AIDS (sejak 2006 sampai oktober 2012) adalah 3.346 orang.

Tentu saja masalah di atas sangat memprihatinkan. Apalagi sebagian

persentase jumlah penderita tersebut merupakan pelajar (usia produktif). Sehingga

masalah HIV/AIDS sudah menjadi ancaman yang serius bagi generasi mendatang.

Karena tingginya proporsi kelompok usia produktif terkena penyakit yang

membahayakan ini, dapat diperkirakan nantinya akan menurunkan angka harapan

hidup. Tentu ini akan menjadi salah satu barometer kemakmuran suatu negara.

Karena semakin banyaknya orang yang diperkirakan hidup dalam jangka waktu yang

lebih pendek, kontribusi yang diharapkan dari mereka pada ekonomi nasional dan

perkembangan sosial pun menjadi semakin kecil dan kurang dapat diandalkan. Hal

ini menjadi masalah yang penting karena hilangnya individu yang terlatih dalam

jumlah besar tidak akan mudah dapat digantikan.

Bisa dikatakan dengan melihat kondisi di atas, Indonesia belum menemukan

(16)

meluasnya kasus HIV/AIDS ke seluruh wilayah Indonesia. Anggapan bahwa

permasalahan penderita HIV/AIDS dari tahun ketahun terus mengalami kenaikan

juga ternyata bukan sekedar informasi tanpa bukti.

Untuk mengatasi HIV/AIDS, hingga saat ini belum ditemukan obat yang

efektif, sehingga upaya pencegahan terhadap resiko penularan merupakan hal yang

sangat penting. Strategi pencegahan melalui kegiatan pendidikan kesehatan dan

peningkatan pengetahuan yang benar mengenai HIV dan cara penularannya menjadi

sangat penting untuk diketahui oleh setiap orang. Terutama mengenai fakta

penyebaran penyakit pada kelompok resiko rendah dan perilaku yang dapat

membantu mencegah penyebaran virus penyebab AIDS.

Pemerintah pusat maupun daerah pun terus giat berbenah untuk memutus

mata rantai penyebaran HIV/AIDS tersebut. Keseriusan pemerintah dalam hal

penanggulangan HIV/AIDS tersebut dapat dilihat dari Peraturan Presiden RI Nomor

75 Tahun 2006 yang mengamanatkanpembentukan Komisi Penanggulangan AIDS

(KPA) Nasional, Propinsi, danKabupaten beserta Sekretariatnya dalam rangka

meningkatkan upayapencegahan dan penanggulangan AIDS yang lebih intensif,

menyeluruh,terpadu, dan bertanggung jawab kepada kepala wilayah.

Pemerintahtelah menugaskan Komisi Penanggulangan AIDS di semua tingkat

administrasi untuk memimpin dan mengkoordinasikan upaya penanggulangan AIDS

di tanah air dengan mengeluarkan berbagai peraturan yang melandasi kerja Komisi.

Pembentukan KPA di setiap Provinsi maupun Kabupaten Kota dan Sekretariat yang

berfungsi penuh waktu dan dikelola oleh tenaga penuh waktu agar upaya

penanggulangan HIV/AIDS di daerah semakin terarah dan terkoordinir dalam

(17)

kerja mereka kepada pemerintah pusat maupun daerah sekurang – kurangnya setiap

triwulan.

Berbagai langkah-langkah strategis penanggulangan terus dilakukan begitu

juga Kota Medan dengan mengeluarkan Peraturan Daerah kota Medan No.1 Tahun

2012 tentang penanggulangan HIV AIDS. Pada tataran teknis, implementasi

kebijakan penanggulangan HIV/AIDS tidak hanya melibatkan instansi yang

bertanggungjawab untuk pelaksanaan kebijakan tersebut, namun juga menyangkut

jaringan kekuatan politik, ekonomi, dan sosial. Selain mengeluarkan regulasi

pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS, pemerintah juga menjalin hubungan

sinergis dengan masyarakat (LSM) dalam memecahkan permasalahan yang ada.

Sebab HIV/AIDS bukan hanya masalah yang harus ditangani oleh pemerintah,

sehingga tidak bisa hanya mengandalkan pada pihak pemerintah saja.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan suatu organisasi

kemasyarakatan yang memberikan kepedulian terhadap pembangunan baik di tingkat

nasional, kawasan internasional maupun pada tingkat lokal. LSM merupakan mitra

pemerintah yang kegiatannya dapat bergerak dalam bidang keagamaan, politik,

ekonomi, sosial budaya dan lain-lain. Fenomena LSM memang pada awalnya

dipandang negatif oleh pemerintah yang dianggap mencampuri secara “usil” terkait

kebijakan-kebijakan pemerintah serta senantiasa melakukan kritik tanpa solusi.

Namun hal tersebut sudah mulai ditepis dengan terlibatnya LSM dalam menangani

berbagai persoalan yang timbul di tengah masyarakat. Begitu juga dengan LSM

H2O.

Kolaborasi antara pemerintah dan juga berbagai LSM seperti LSM H2O

(18)

memiliki peran yang penting dalam memerangi virus HIV/AIDS. Melalui kolaborasi

yang terjalin diharapkan dapat mengatasi atau setidaknya meminimalisir masalah

tersebut.

Membaca fenomena sosial yang dipaparkan di atas, dengan mengambil

setting di wilayah Kota Medan, khususnya Kecamatan Selayang dan Tuntungan studi

ini menjadi penting dan menarik untuk diteliti. Alasannya, pertama, bahwa

HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang mematikan dan menjadi tanggung

jawab bersama dalam penanggulangannya namun sosialisasi terhadap masyarakat

masih sangat kurang dan terkesan booming sesaat yakni pada Hari AIDS sedunia,

kedua, dalam konteks era otonomi daerah, kebijakan pemerintah pusat sangat

mempengaruhi keterlibatan pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat. Namun

pemahaman pemerintah daerah tentang bahaya akan penyebaran HIV AIDS belum

optimal, sehingga kerjasama dengan berbagai elemen masyarakat cukup diperlukan

mengingat kurang tersosialisasikannya KPA sebagai perpanjangan tangan

pemerintah dalam usaha penanggulangan HIV/AIDS baik tingkat Nasional atau

Propinsi dan Kabupaten/ Kota.

Permasalahan penderita HIV/AIDS dari tahun ketahun terus mengalami

kenaikan. Sehingga masalah HIV/AIDS sudah menjadi ancaman yang serius bagi

generasi mendatang. Faktor resiko yang semula dari kalangan penasun beralih ke

heteroseksual. Artinya kelompok pekerja seks juga turut andil dalam penyebaran

HIV/AIDS. Sehingga penularan juga mulai memasuki populasi umum (resiko

rendah). Hal ini juga termasuk alasan yang ketigapenting dan ketertarikan penulis

(19)

1.2.

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah yang

diajukan dalam penelitian ini adalah:

Bagaimanakah implementasi program penjangkauan dan pendampingan

kelompok pekerja seks oleh lembaga H2O dalam pencegahan HIV/AIDS di Kota

Medan?

1.3.

TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penelitian ini adalah;

1.3.1.

Tujuan Umum;

Menjelaskan implementasi program penjangkauan dan pendampingan

kelompok pekerja seks oleh lembaga H2O dalam pencegahan HIV/AIDS di kota

Medan.

1.3.2.

Tujuan Khusus;

1.

Menjelaskan pelaksanaan koordinasi penyusunan kebijakan, strategi dan

langkah-langkah yang diperlukan dalam penanggulangan HIV/AIDS oleh

LSM H2O.

2.

Mengetahui sosialisasi program pencegahan dan penanggulangan, HIV-AIDS

oleh lembaga H2O

3.

Menjelaskan pelaksanaan pembentukan kelompok kerja (Pokja) bagi

pemangku kepentingan dengan lembaga H2O dalam mendukung

(20)

1.4.

MANFAAT PENELITIAN

1.4.1.

Manfaat Teoritis

Untuk mencari khasanah ilmiah dalam kaitan kesejahteraan sosial dan

kesehatan serta untuk melihat relevansi teori-teori yang telah dipelajari dengan

kenyataan yang ada di lapangan.

1.4.2.

Manfaat Praktis

1.

Sebagai masukan bagi penulis dalam usaha mengetahui produk kegiatan ilmu

kesejahteraan sosial, khususnya kesejahteraan dalam bidang kesehatan.

2.

Sebagai masukan baru dan sumbangan untuk pemerintah pusat dan daerah,

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pemangku kepentingan lainnya yang

berkaitan secara langsung ataupun tidak dengan pengembangan studi tentang

kesejahteraan sosial dan kesehatan di Indonesia.

1.4.3.

Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaatkhususnya bagi mereka yang

tertarik dengan kajian kesejahteraan sosialdan kesehatan dalam konteks

pengimplementasian kebijakan kesehatan. Dan juga penelitian ini diharapkan

dapat menjadi tambahan referensi tentang kesejahteraan sosial dan kesehatan

bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara

khususnya Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial.

1.5.

RUANG LINGKUP PENELITIAN

(21)

Penelitian ini dibatasi hanya pada kajian tentang implementasi program

ataupun pelaksanaan tugas-tugas pokok H2O dalam penanggulangan

HIV/AIDS.

1.5.2.

Lingkup Lokasi

Penelitian ini dilakukan di wilayah Kotamadya Medan Provinsi Sumatera

Utara

1.5.3.

Lingkup Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan April 2014.

1.6.

SISTEMATIKA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN

Pada pendahuluan peneliti menyajikan

Latar Belakang

yang berisikan

alasan penulis dalam pemilihan judul penelitian;

Perumusan Masalah

yang

berisikan kalimat yang merupakan titik tolak bagi peneliti untuk menjawab dari

pertanyaan penelitian, dirumuskan dalam bentuk pertanyaan;

Tujuan Penelitian

,

dalam bagian tujuan penelitian disebutkan secara tegas apa saja yang hendak dijawab

atau diperoleh dari penelitian ini;

Manfaat Penelitian

, dalam manfaat penelitian

diuraikan tentang kegunaan skripsi dan operasionalisasi hasilnya bagi pemerintah

pusat dan daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Institusi lainnya yang

berkaitan secara langsung ataupun tidak dengan pengembangan studi tentang

(22)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka

merupakan penjabaran dari pemikiran peneliti dengan

melihat dari sudut mana peneliti menggambarkan permasalahan dalam penelitian.

Artinya peneliti perpedoman pada kerangka teori yang dipakai, sehingga dapat

digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

Metodologi Penelitian

, berisi tentang jenis penelitian yang digunakan

peneliti yakni analisis pendekatan deskriptif kualitatif;

Lokasi Penelitian

, di

lembaga swadaya masyarakat (LSM) Human Health Organization (H2O) yang

bertempat di jalan Kertas No. 64 A Kelurahan Sei Putih Barat, Kecamatan Medan

Petisah, Kota Medan Sumatera Utara.

Teknik Pengumpulan Data,

merupakan

merupakan langkah-langkah yang diperlukan untuk menemukan data dan informasi

yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Analisa Data

, dimaksud

adalah untuk mengatur, mengurutkan, mengelompokkan dan memberi kode serta

mengkategorikannya. Data-data yang sudah masuk dan terkumpul akan

diterjemahkan secara deskriptif. Pengorganisasian data-data ini bertujuan untuk

menemukan dan menghubungkan setiap gejala (fenomena) yang ada dengan cara

pemaparan dan penginterpretasian gejala-gejala yang bersangkutan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Hasil dan Pembahasan

penelitian berisi tentang Gambaran Umum H2O

sebagai deskripsi lokasi penelitian, selain itu ditambah pula deskripsi tentang

implementasi tugas–tugas pokok H2O dilanjutkan pada analisis dan pembahasan.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Menyusun sebuah tulisan ilmiah, maka kerangka dasar pemikiran yang

bertitik tolak dari teori merupakan bagian yang sangat penting. Sebab, dalam

kerangka teori membantu ketajaman analisis akan masalah yang akan diteliti dan

memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah

penelitian akan disoroti (NawawiHadari,1995:39)

Kerangka teori kemudian akan digunakan sebagai landasan berfikir dalam

penelitian. Teori dalam penelitian merupakan seperangkat preposisi yang terintegrasi

secara sintaksis (yaitu yang mengikuti aturan-aturan-aturan tertentu yang akan

dihubungkan secara logis dengan data yang lain untuk diamati) dan berfungsi sebagai

wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati(Boleong,L,

2002:34-35

).

Kerangka teori yang menjadi landasan berpikir dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

2.1. MENELAAH KONSEP ORGANISASI

2.1.1. Ruang Lingkup Organisasi

Kita sadari atau tidak apa yang terjadi pada diri kita adalah sama dengan yang

dikatakan oleh Etzioni (1975): dari lahir sampai mati kita “dikuasai” oleh organisasi

(Gudono, 2009:1).

Saat kita lahir kita dilahirkan dalam organisasi yang disebut rumah sakit. Kita

(24)

atau yayasan penguburan). Perhatikan bahwa organisasi telah menjadi elemen yang

dominan dalam kehidupan masyarakat. Sehingga ini merupakan salah satu alasan

mengapa kita perlu mengetahui lebih dekat “sesuatu” yang mendominasi kehidupan

kita tersebut apalagi pada konteks penelitian ini: aturan main di dalamnya,

perilakunya, dan dampak yang ditimbulkannya.

Hubungan antar individu yang terorganisasi merupakan sebuah sistem yang

kompleks dimana kegiatan-kegiatan diarahkan untuk mencapai sesuatu. Terlihat

dalam pemikiran tersebut bahwa organisasi tidak lain merupakan penerapan dari

instrumental rationality(Gudono, 2009:5).

Parson (1960) mendefenisikan “organisasi” sebagai unit sosial yang dibentuk

semata-mata untuk mencapai tujuan yang spesifik. Agar pencapaian tujuan bisa

dilakukan secara efisien, koordinasi kegiatan membutuhkan struktur yang rasional

dimana ada pihak yang diberi otoritas sebagai penguasa (command) dan ada yang

menjadi yang dikuasai (menjalankan perintah). Dalam hal ini staff administrasi

berfungsi menjalankan kepentingan dan menjadi penghubung antara the ruler dan the

ruled. Jelas di sini ada hubungan kekuasaan, ada aspek dominasi dan secara implisit

ada pengakuan terhadap hak dan kewajiban.

Suatu organsasi memiliki ciri-ciri (Etzioni,1969)

a.

Adanya pembagian tugas, kekuasaan dan tanggung jawabberkomunikasi,

pembagian yang direncanakan untuk mempertinggirealisasi tujuan khusus.

b.

Adanya satu atau lebih pusat kekuasaan yang mengawasipenyelenggaraan

usaha-usaha bersama dalam organisasi danpengawasan usaha tersebut untuk

(25)

c.

Pengaturan personil sesuai dengan bidangnya.

Kelangsungan hidup organisasi dan kinerjanya sangat tergantungpada

keselarasan antara organisasi dan lingkungan. Ada 2 (dua) halpenting yang harus

dipertahankan oleh suatu organisasi agar dapatbertahan hidup dan memiliki kinerja

yang baik dalam lingkungannya, yaituadanya struktur organisasi dan strategi yang

dijalankan oleh organisasi.

Struktur organisasi berkualitas bila memiliki 5 aspek pokok, yaitu; (1) Aspek

Spesialisasi, yakni adanya divisi tenaga kerja dalam organisasidan distribusi

tugas-tugas antar sejumlah posisi. (2) Aspek Standardisasi, yakni adanya prosedur untuk

suatu kejadian yangsecara reguler muncul dan dilegimitasi oleh organisasi. (3) Aspek

Formalisasi, yakni tersedianya dokumen yang berisi peran, prosedur, instruksi, dan

komunikasi tertulis. (4) Aspek Sentralisasi, yakni adanya lokus otoritas untuk

membuat keputusan yang mempengaruhi aktivitas organisasi. (5) Aspek Konfigurasi,

yakni adanya bentuk struktur peran yang berupa data komprehensif dan rinci

mengenai setiap peran dalam organisasi(A.B. Susanto, dkk, 2006).

2.1.2. Tim Kerja Dalam Organisasi

Menurut Askar Yunianto (2004), suatu organisasi agar berjalan lancar dan

produktif perlu melakukan terobosan dengan pembentukan ”Tim Kerja”. Perubahan

suatu organisasi yang ditunjukkan dengan penggunaan tim kerja sering disebut

transformasi. Tim kerja yang dibentuk dalam organisasi didefinisikan sebagai

kelompok kecil dari orang-orang yang melakukan pekerjaan yang sama, bertemu

secara sukarela berdasarkan aturan untuk mengidentifikasi dan menganalisa

penyebab masalah, merekomendasi penyelesaian kepada manajemen dan jika

(26)

kolekif dari kemampuan yang dihasilkan dari pengambilalihan tanggung jawab

kualitas dan produktivitas, mengelola pekerjaan sendiri, mengembangkan

pengetahuan dan, keahlian mengenai organisasi dan mereka sendiri (A.B. Susanto,

dkk, 2006).

Greenberg and Baron mendefinisikan tim sebagai kolompok dimana

anggotanya mempunyai berbagai keahlian yang saling melengkapi dan mempunyai

komitmen untuk tujuan bersama atau mempunyai kesamaan dalam tujuan kinerja

yang mereka hadapi, sebagai suatu tanggung jawab (A.B. Susanto, dkk, 2006)

Untuk membangun tim kerja dengan kinerja tinggi harus memiliki

karakteristik sebagai berikut :

1.

Kepemimpinan Partisipatif.

Untuk menumbuhkan partisipatif karyawan dalam tim maka peran

manajemen harus dapat membangun kesuksesan implementasi keterlibatan

karyawan, manajer harus memahami ”work force”, mengetahui kebutuhan

anggota tim, dan mulai bertindak sebagai ”role model”. Manajemen harus

menunjukkan bahwa pemberdayaan karyawan akan mengantarkan kepada

perasaan yang lebih besar atas pembagian tanggung jawab dan juga

produktivitas yang tinggi.

2.

Pembagian Tanggung Jawab

Upaya mengembangkan perasaan bahwa karyawan harusmemiliki

tanggung jawab yang sama sebagaimana manajer. Hal inidiupayakan dengan

(27)

mungkin dalam implementasi program.Setiap aspek dari program harus

merupakan usah tim.

3.

Definisi Tujuan

Anggota tim butuh memahami mengapa mereka harusmembentuk

tim. Anggota tim harus mengerti bahwa tujuan dari timtidak hanya untuk

menyelesaikan masalah, akan tetapi juga membuatmasing-masing individu

sebagai tim yang bertanggung jawab terhadapapa yang mereka lakukan.

4.

Komunikasi Yang Tinggi

Arena kunci lain dalam pengembangan tim (team building)adalah

komunikasi. Komunikasi ini seharusnya dari atas ke bawah (topdown) dari

bawah ke atas (bottom up) dan mendatar (horizontal).

5.

Fokus Masa Depan

Agar suatu tim menjadi sukses, maka harus dapat

melihatperubahan-perubahan yang mereka inginkan sebagai sebuah peluanguntuk pertumbuhan.

Suatu tim harus tahu dimana mereka pada saatini dan dimana mereka menuju

di masa depan. Aspek penting dalamdari pengembangan tim adalah bahwa

tim harus melihat suatu masadepan dalam pekerjaan mereka.

6.

Fokus Tugas-Tugas

Idealnya tim-tim yang melibatkan pekerja dibentuk dari 5(lima)

sampai 15 (lima belas) anggota yang mewakili suatu lintas seksi(cross

section)

di dalam organisasi yang akan menjadi tugasnya.Untuk

(28)

seharusnya secara langsung berhubungan ke pekerjapekerjaanggota tim.

Tiap-tiap anggota tim harus punya suatu patokandalam hasil atau keluaran

yang dihasilkan dari upaya-upaya tim.Organisasi memfokuskan pada

interaksi-interaksi yang berorientasitujuan pencapaian tugas.

7.

Sikap Kreatif

Pembuktian sikap kreatif yang dimiliki oleh tim merupakantuntutan

organisasi dalam rangka menumbuhkan inovasi baru.Organisasi yang penuh

kreatif akan dapat menanggapi perubahanlingkungan, sebaliknya tanpa

adanya kreativitas dari para anggota timorganisasi akhirnya mati.

8.

Tanggapan Yang Cepat

Dengan adanya tim, peluang-peluang dapat ditindaklanjutilebih cepat

daripada jika tim tersebut harus berjalan melalui channelbirokratik yang

normal. Dengan hanya anggota tim dan penasehattim untuk konsultasi , maka

tindakan dapat cepat diambil

Organisasi bukanlah sistem yang tertutup, melainkanorganisasi tersebut akan

selalu dipaksa untuk memberi tanggapanatas rangsangan yang berasal dari

lingkungan sekitarnya. Organisasidalam menjalankan kegiatan-kegiatan program

atau kebijakan yangtelah ditetapkan sangat dipengaruhi pula oleh faktor

lingkunganekternal, yaitu faktor-faktor luar organisasi yang terdiri dari :

a.

Faktor politik, yaitu hal-hal yang berhubungan dengankeseimbangan

kekuasaan negara yang berpengaruh padakeamanan dan ketertiban yang akan

(29)

b.

Faktor ekonomi, yaitu tingginya perkembangan ekonomi yangberpengaruh

pada tingkat pendapatan masyarakat.

c.

Faktor sosial, yaitu orientasi nilai yang berkembang di tengahmasyarakat

yang mempengaruhi pandangan mereka terhadap kerja program

organisasi(Atmosaputro, 2005)

2.2.

LEMBAGA SOSIAL DALAM DIMENSI ORGANISASI

Lembaga kemasyarakatan sering juga disebut sebagai lembagasosial

merupakan terjemahan dari social institution dalam bahasa Inggris. Istilah social

institution dalam bahasa Indonesia belum ada kesepakan, ada yang memakai kata

lembaga sosial, lembaga kemasyarakatan, pranata sosial, dan bangunan sosial.

Merujuk dari berbagai pustaka istilah social institution dalam tulisan ini adalah

lembaga sosial atau lembaga kemasyarakatan.

Dalam pemahaman lembaga sosial atau lembaga kemasyarakatan menunjuk

pada suatu bentuk juga mengandung pengertian yang abstrak tentang adanya

norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi ciri suatu lembaga.

2.2.1.

Pengertian Lembaga Sosial

Lembaga sosial adalah sebagai wadah pelaksana usaha-usaha kesejahteraan

social yang memiliki tujuan, sasaran, dan misi yang sesuai dengan bidang

kegiatannya (Nurdin, 1990). Alfin L. Bertrand menjelaskan bahwa lembaga social

pada hakikatnya adalah kumpulan dari norma-norma social (struktur-struktur) yang

diciptakan untuk dapat melaksanakan fungsi masyarakat. Lebih jauh Roucek dan

Werren menyatakan lembaga sosial adalah pola-pola (patterns) yang telah

(30)

manusia, yang muncul dari kebiasaan-kebiasaan dan telah mendapatkan persetujuan

dari cara-cara yang sudah mapan untuk memenuhi kesejahteraan masyarakat dan

menghasilkan suatu instruktur.

Batasan pengertian lembaga sosial cukup banyak. Menurut Soerjono

(2003:34) lembaga sosial (kemasyarakatan) merupakan himpunan daripada

norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam

kehidupan masyarakat.

Berikutnya menurut Koentjaraningrat (2000:70:74) pranata sosial adalah

suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat pada serangkaian

aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan

masyarakat. Dari batasan-batasan tersebut, dapat dikatakan bahwa dalam memahami

lembaga sosial perlu diperhatikan tentang kebutuhan pokok manusia dan sistem

perilaku yang terorganisasi.

Tujuan dari lembaga sosial adalah untuk memenuhi kebutuhan pokok

manusia. Adapun fungsi dari lembaga sosial menurut Soerjono (2003:34-35) adalah:

(1) Memberikan pedoman pada para anggotanya, bagaimana mereka harus

bertingkah laku atau bersikap dalam menghadapi masalah dalam masyarakat,

terutama dalam rangka memenuhi kebutuhankebutuhan pokok mereka. (2) Menjaga

keutuhan masyarakat (3) Memberikan pegangan pada masyarakat untuk mengadakan

sistem pengendalian sosial (social control), artinya sistem pengawasan masyarakat

terhadap tingkah laku anggotanya.

2.2.2.

Ciri-ciri dan Tipe Lembaga Sosial

Gillin and Gillin (dalam Soerjono,2003) mengatakan ciri-ciri umum lembaga sosial

(31)

1.

Lembaga sosial merupakan pola-pola pemikiran dan perilaku yang terwujud

melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasilnya.

2.

Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri semua lembaga sosial.

3.

Lembaga sosial mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu.

4.

Lembaga sosial mempunyai alat-alat kelengkapan yang dipergunakanuntuk

mencapai tujuan.

5.

Lambang biasanya juga merupakan ciri khas lembaga sosial.

6.

Suatu lembaga sosial mempunyai suatu tradisi tertulis atau yang tak tertulis.

Dari kedua pendapat di atas mengenai ciri-ciri umum dari lembaga sosial

berkaitan dengan pola perilaku, adat istiadat, tujuan, yang terwujud dalam aktivitas

manusia yang sudah dianggap mantap dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok

manusia itu sendiri.

Sedangkan tipe-tipe lembaga sosial dalam setiap masyarakat akan dijumpai

berbagai macam lembagasosial, dimana lembaga sosial tersebut mempunyai sistem

nilai yang dapat menentukan lembaga sosial mana yang dijadikan pusat dan

kemudian dianggap berada di atas lembaga sosial lainnya. Menurut Soerjono (2003)

tipe-tipe lembaga Sosial dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1.

Dari sudut perkembangan.

Cresicive Institutions, yaitu merupakan lembaga yang primer, tumbuh dari

adat istiadat masyarakat seperti agama, perkawinan, dan sebagainya. Evated

Institutions, sengaja dibentuk untuk memenuhi kebutuhan seperti lembaga

(32)

2.

Dari sudut sistem nilai yang diterima masyarakat.

Basic Institutions, dianggap sanggat penting untuk memelihara dan

mempertahankan tata tertib dalam masyarakat seperti negara, keluarga,

sekolah, dan sebagainya. Subsidiary institutions, dianggap kurang penting

seperti untuk rekreasi.

3.

Dari sudut penerimaan masyarakat.

Socially santioned institutions, lembaga yang dapat diterima masyarakat

seperti sekolah, perusahaan dan sebagainya. Socially unsactioned institution,

lembaga yang ditolak masyarakat seperti preman

4.

Dari sudut penyebarannya.

General institutions, dikenal hampir semua masyarakat di dunia seperti religi

atau agama. Restricted institutions, dianut oleh masyarakat tertentu di dunia

seperti agama kristen, agama islam, dan sebagainya.

2.3.

KONSEP ”IMPLEMENTASI” KEBIJAKAN

2.3.1.

Pengertian Implementasi Kebijakan

Melaksanakan kebijakan merupakan proses yang rumit dan kompleks.

Namun, di balik kerumitan dan kompleksitasnya tersebut, implementasi kebijakan

memegang peran yang cukup vital dalam proses sebuah kebijakan. Tanpa adanya

tahap implementasi kebijakan, program-program kebijakan yang telah disusun hanya

akan menjadi catatan-catatan resmi di meja para pembuat kebijakan.

Kebijakan yang telah disyahkan tidak akan bermanfaat apabila tidak

(33)

untuk mewujudkan kebijakan publik yang masih bersifat abstrak ke dalam realita

nyata. Bisa dikatakan bahwa rencana adalah 20% keberhasilan, implementasi adalah

60% sisanya, 20% adalah bagaimana kita mengendalikan implementasi.

Kebijakan sendiri oleh Nugrohomenyatakan bahwa kebijakan adalah segala

sesautu yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan oleh pemerintah(Nugroho, Riant.

2006:23). Sementara implementasi merupakan salah satu tahap dalam proses

kebijakan. Biasanya implementasi dilaksanakan setelah sebuah kebijakandirumuskan

dengan tujuan yang jelas. Implementasi bisa dikatan suaturangkaian aktifitas dalam

rangka menghantarkan kebijakan kepadamasyarakat sehingga kebijakan tersebut

dapat membawa hasilsebagaimana yang diharapkan.

Rangkaiankegiatan tersebut mencakup persiapan seperangkat peraturan

lanjutan yangmerupakan interpretasi dari kebijakan tersebut. Misalnya dari

sebuahundang-undang muncul sejumlah Peraturan Pemerintah, KeputusanPresiden,

maupun Peraturan Daerah, menyiapkan sumber daya gunamenggerakkan

implementasi termasuk di dalamnya sarana dan prasarana,sumber daya keuangan,

dan tentu saja siapa yang bertanggungjawabmelaksanakan kebijakan tersebut, dan

bagaimana mengantarkan kebijakansecara konkrit ke masyarakat.

Implementasi yang merupakan terjemahan dari kata “implementation”,

berasal dari kata kerja “to implement”. Menurut Webster's Dictionary (kamus) kata to

implement berasal dari bahasa Latin “implementum” dari asal kata “impere” dan

“plere”. Kata “implere” dimaksudkan “to fill up”; “to fill in”, yang artinya mengisi

penuh; melengkapi, sedangkan “plere” maksudnya “to fill”, yaitu

(34)

effect; to fulfill; accomplish. (2) to provide with the means for carrying out into effect

or fulfilling; to give practical effect to. (3) to provide or equip with implements”.

Pertama,

to implement dimaksudkan “membawa ke suatu hasil (akibat);

melengkapi dan menyelesaikan”. Kedua, to implement dimaksudkan “menyediakan

sarana (alat) untukmelaksanakan sesuatu; memberikan hasil yang bersifat praktis

terhadap sesuatu”. Ketiga, to implement dimaksudkanmenyediakan atau melengkapi

dengan alat”.

Sehubungan dengan kata implementasi di atas, Pressman dan Wildavsky

(1978)mengemukakan bahwa,“implementation as to carry out, accomplish, fulfill,

produce, complete”. Maksudnya : membawa, menyelesaikan, mengisi,

menghasilkan,melengkapi.Jadi secara etimologis implementasi itu dapat

dimaksudkan sebagai suatu aktivitas yang bertalian dengan penyelesaian suatu

pekerjaan dengan penggunaan sarana (alat) untuk memperoleh hasil.

Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan

alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang

bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan

yang diinginkan(James P.Lester dan Joseph Stewart dalam Budi Winarno, 2002:

104)

Sementara itu, Horn dan Meter membatasi implementasi kebijakan sebagai

tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok, pemerintahatau

swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkandalam keputusan

kebijakan. Implementasi suatu kebijakan tidak akandimulai sebelum tujuan dan

(35)

Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah

keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu

maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai

perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan.

Dengan demikian, tahap implementasi terjadi hanya setelah undang-undangatau

program aksi telah dirancang dan ditetapkan serta dana atausumber daya lain tersedia

untuk membiayai dan mengimplementasikankebijakan tersebut (Budi Winarno,

2005:102)

Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang

merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin akan mengalami

kegagalan sekalipun kebijakan itu diimplementasikan dengan sangat baik. Sementara

itu,suatu kebijakan yang baik mungkin juga akan mengalami kegagalan jika

kebijakan tersebut kurang diimplementasikan dengan baik oleh para pelaksana

kebijakan.

Edward menjelaskan, agar implementasi kebijakan publik dapatmencapai

tujuannya, kebijakan tersebut harus dipersiapkan dengan baik,karena implementasi

merupakan studi yang sangat krusial. Hal yang perludipersiapkan adalah

sumber-sumber yang terpenting, antara lain meliputidana, tenaga yang memadai dan

mempunyai keahlian untukmelaksanakan tugas, informasi, wewenang dan fasilitas

yang diperlukanuntuk pelayanan public (Subarsono, A.G, 2006)

Hood dalam buku Limits to Administration (1976) menerangkan dalam

tataran hasil, kondisi dan syarat yang harus dijalankan untuk mendapatkan

implementasi kebijakan yang sempurna, harus memiliki lima karakteristik kondisi

(36)

organisasi yang padu seperti militer, dengan garis otoritas yang tegas; kedua, bahwa

norma-norma akan ditegakkan dan tujuan ditentukan; ketiga, bahwa orang akan

melaksanakan apa yang diminta dan diperintahkan; keempat, bahwa harus ada

komunikasi yang sempurna di dalam dan di antara organisasi; kelima, bahwa tidak

ada tekanan waktu(Wayne Parsons, 2005: 467)

2.3.2.

Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan

Jones dalam Budiman (1991) menjelaskan ada tiga komponen penting dalam

implementasi suatu kebijakan yang harus selalu ada yaitu:

1.

Adanya program atau kebijakan yang akan dilaksanakan

2.

Target group, yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran yang

diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut, perubahan atau

peningkatan.

3.

Unsur pelaksana (implementatora), baik organisasi maupun perorangan

yang bertanggung jawab dalam pengolahan, pelaksanaan dan pengawasan

dari proses implementasi tersebut.

Menurut Teori Implementasi Kebijakan George Edward III) yangdikutip oleh

Winarno faktor-faktor yang mendukung implementasikebijakan, yaitu :

1)

Komunikasi.

Ada tiga hal penting yang dibahas dalam proses komunikasi kebijakan, yakni

transmisi, konsistensi, dan kejelasan (clarity). Faktor pertama yang mendukung

implementasi kebijakan adalah transmisi. Seorang pejabat yang mengimlementasikan

keputusan harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah

untuk pelaksanaanya telah dikeluarkan. Faktor kedua yang mendukung implementasi

kebijakan adalah kejelasan, yaitu bahwa petunjuk-petunjuk pelaksanaan kebijakan

(37)

harus jelas. Faktor ketiga yang mendukung implementasi kebijakan adalah

konsistensi, yaitu jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka

perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas.

2)

Sumber-Sumber

Sumber-sumber penting yang mendukung implementasi kebijakan meliputi :

staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan

tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang dapat menunjang pelaksanaan

kebijakan.

3)

Kecenderungan-kecenderungan atau tingkah laku-tingkah laku.

4)

Kecenderungan dari para pelaksana mempunyai konsekuensikonsekuensi

penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana

bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu yang dalam hal ini berarti

adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan

sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal.

5)

Struktur birokrasi.

Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan secara

keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan, baik itu struktur pemerintah dan juga

organisasi-organisasi swasta (Winarno, 2005: 126:151).

Banyak faktor yang mempengaruhi suatu kebijakan dalamimplementasinya

sulit diterapkan. Van Meter dan van Horn dalam A.G.Subarsonomenetapkan ada

empat kelompok variabel yang dapatmempengaruhi kinerja dan dampak suatu

program, terutamaimplementasi program-program pemerintah yang bersifat

(38)

sumberdaya organisasi, dan 4) karakteristik dan kemampuan agen pelaksana

(39)

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut. Teori tersebut dapat

dipahami melalui gambar di bawah ini;

Hubungan antar organisasi :

1. Kejelasan dan konsistensi sasaran

program

2. Pembagian fungsi antar instansi

3. Standarisasi prosedur perencanaan,

anggaran, implementasi dan evaluasi

4. Efektifitas jejaring untuk mendukung

program

Kondisi Lingkungan

1.Tipe sistem politik

2.Struktur pembuat

kebijakan

3. Karakter struktur

politik lokal.

4. Kendala sumberdaya

5. Sosio cultural

6. Derajat keterlibatan

penerima program

7. Infrastruktur fisik

yang cukup.

Karakteristik dan Kapabilitas

Instansi Pelaksana

1.Keterampila teknis dan

manajerial petugas

2. Kemampuan mengontrol,

koordinasi dan

mengintegrasikan keputusan.

3. Dukungan dan sumberdaya

politik instansi

4. Hubungan baik antara instansi

dan sasaran.

5. Hubungan baik antaran

instansi dengan fihak di luar

pemerintah

6. Kualitas pemimpin instansi

7. Komitmen petugas terhadap

program

8. Kedudukan instansi dalam

hirarkhi administrasi

Kinerja dan

dampak

1. Sejauh mana

program

mencapai sasaran

2. Berbagai

keluaran dan

hasil lainnya.

Sumber daya organisasi

;

1. Sumber dana

2. Keseimbangan

pembagian Aggaran dan

kegiatan.

3. Ketepatan alokasi dana

4. Pendapatan yang cukup

untuk pengeluaran.

5. Dukungan politik pusat

dan lokal

(40)

2.3.3

Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan

Menurut Sunggono, implementasi kebijakan mempunyaibeberapa faktor

penghambat, yaitu:

a.

Isi Kebijakan

Pertama, implementasi kebijakan gagal karena masih samarnya isikebijakan,

maksudnya apa yang menjadi tujuan tidak cukup terperinci,sarana-sarana dan

penerapan prioritas, atau program-programkebijakan terlalu umum atau sama sekali

tidak ada. Kedua, karenakurangnya ketetapan intern maupun ekstern dari kebijakan

yang akandilaksanakan. Ketiga, kebijakan yang akan diimplementasikan dapatjuga

menunjukkan adanya kekurangan-kekurangan yang sangatberarti. Keempat,

penyebab lain dari timbulnya kegagalanimplementasi suatu kebijakandapat terjadi

karena kekurangankekurangan yang menyangkut sumber daya-sumber daya

pembantu,misalnya yang menyangkut waktu, biaya/dana dan tenaga manusia.

b.

Informasi

Implementasi kebijakanmengasumsikan bahwa parapemegang peran yang

terlibat langsung mempunyai informasi yangperlu atau sangat berkaitan untuk dapat

memainkan perannya denganbaik. Informasi ini justru tidak ada, misalnya akibat

adanya gangguankomunikasi.

c.

Dukungan

Pelaksanaan suatu kebijakanakan sangat sulit apabila

padapengimlementasiannya tidak cukup dukungan untuk pelaksanaankebijakan

(41)

d.

Pembagian Potensi

Sebab musabab yang berkaitan dengan gagalnya implementasi suatu

kebijakanjugaditentukan aspek pembagian potensi diantarapara pelaku yang terlibat

dalam implementasi. Dalam hal ini berkaitandengan diferensiasi tugas dan

wewenang organisasi pelaksana.Struktur organisasi pelaksanaan dapat menimbulkan

masalah-masalahapabila pembagian wewenang dan tanggung jawab kurang

disesuaikan dengan pembagian tugas atau ditandai oleh adanya

pembatasanpembatasan yang kurang jelas (Sunggono, Bambang, 1994:149-153)

Maka, implementasi kebijakan akan selalu berkaitan dengan perencanaan

penetapan waktu dan pengawasan, oleh Sabatier dalam Wahab mengatakan bahwa

mempelajari masalah implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami apa

yang senyatanya terjadi sesudah suatu program diberlakukan atau

dirumuskan(Abdullah, M, Wahab, 1993).

Maka sebuah keputusan kebijakan yang disusun haruslah merupakan

pernyataan ringkas dan jelas tentang suatu keputusan kebijakan tersebut. Yang

terpenting kelompok yang menjalankan suatu kebijakan juga harus saling bersinergis

satu sama lain. Yang dimaksud dengan implementasi kebijakan disini merupakan

membuat ketentuan-ketentuan untuk menampung apa yang diatur di dalam kebijakan

lembaga yang telah dibuat. Untuk itu, dalam mengimplementasikan komitmen

pencegahan penularan HIV/AIDS, KPAD Kota Medan beserta LSM H2O membuat

program, salah satunya program penjangkauan dan pendampingan kelompok pekerja

(42)

2.4.

PERIHAL HIV/AIDS

HIV (Human Immunodeficiency Virus) atau biasa disebut virus pelemah

kekebalan tubuh manusia. HIV adalah sebuah organisme kecil yang menyerang

makhluk hidup dengan berkembang biak (Reuben, Granich, 2003:6).

HIV menyebabkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). AIDS

adalah sekumpulan gejala yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh

manusia yang didapat (bukan keturunan) dan disebabkan oleh virus HIV. Seseorang

baru disebut terkena AIDS apabila sudah menampakkan berbagai gejala penyakit

yang menyerang tubuh karena hilangnya daya tahan tubuh (Clara, Ajisuksmo dkk,

2004: 84).

Pada dasarnya HIV adalah jenis parasitobligate yaitu virus yang hanya dapat

hidup dalam sel atau mediahidup. Virus ini ”senang” hidup dan berkembang biak

pada sel darahputih manusia. HIV akan ada pada cairan tubuh yang mengandung

seldarah putih, seperti darah, cairan plasenta, air mani atau cairan sperma,cairan

sumsum tulang, cairan vagina, air susu ibu dan cairan otak. HIVmenyerang salah

satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugasmenangkal infeksi. Sel darah putih

tersebut termasuk limfosit yang disebut”sel T – 4” atau disebut pula ”sel CD-4.

2.4.1.

Potensi Penularan HIV/AIDS

Cara penyebaran HIV sangat bervariasi. Menurut Dep Kes RI (2006), sejak

ditemukannya kasus AIDS pertama kali di Indonesia pada tahun 1987(Pusat Data

dan Informasi Departemen Kesehatan RI. 1987-2006)berdasarkan analisis situasi di

Indonesia terdapat beberapakondisi potensial yang dapat memicu penyebaran

(43)

Pertama, Distribusi penyakit HIV/AIDS mengena pada Laki-laki dan

Perempuan. Dari kasus AIDS yang dilaporkan perempuan lebih rentan tertular dan

lebih menderita akibat infeksi ini. Beberapa studi menunjukkan bahwa penularan

HIV pada laki-laki ke perempuan melalui hubungan seks dua kali lipat dibandingkan

dari perempuan kepada laki-laki. Penularan pada perempuan dapat berlanjut dengan

penularan pada bayi jika terjadi kehamilan. Resiko penularan HIV dari ibu pengidap

HIV ke bayinya berkisar 15 – 40%. Bayi yang lahir dari seorang ibu pengidap HIV

mungkin akan terinfeksi HIV sebelum, selama , atau sesudah proses kelahirannya.

Penularan juga dapat terjadi melalui Air Susu Ibu (ASI).

Kedua,

Penular AIDS tergolong usia produktif.

Menurut umur, proporsi

kasus AIDS terbanyak dilaporkanpada kelompok umur 20 – 29 tahun (54,76%)

disusul kelompokumur 30 - 39 tahun (27,17%) dan kelompok umur 40 – 49

tahun(7,9%). Ketiga kelompok tersebut termasuk dalam kelompok usiaproduktif.

Diserangnya kelompok usia produktif ini merupakan satuhal yang perlu diperhatikan

mengingat kelompok penduduk inimerupakan aset pembangunan bangsa.

Ketiga, Kasus AIDS pada bayi dan anakDijumpainya kasus HIV/AIDS pada

bayi dan anak kurangdari 15 tahun disebabkan oleh karena tertular dari ibunya

saatkehamilan, persalinan maupun ASI, transfusi darah/komponendarah atau

penularan seksual oleh orang-orang yang tidakbertanggung jawab. Anak-anak juga

mempunyai resiko besarterinfeksi HIV karena pengetahuan mereka tentang cara

penularandan melindungi diri dari penularan HIV sangat terbatas. Disampingitu

mereka juba bisa menjadi yatim piatu karena orangtuanyameninggal akibat AIDS

dan membutuhkan perhatian khusus darikeluarga dan masyarakat.termasuk

(44)

Keempat,

Penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik dan kontak

seks.Penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik dan kontak seks.Dari kasus AIDS

yang dilaporkan ternyata penularan dapat terjadi melalui penggunaan jarum

suntikbersama/tercemar virus HIV pada penyalah guna NAPZA suntik(IDU). Cara

penularan lain yang dilaporkan adalahmelalui hubungan homoseksual, tranfusi

darah/komponendarah termasuk pada hemophilia, melalui perinatal juga dapat

menularkan HIV/AIDS kepada siapa saja dan kapanpun.

Penjelasan tersebut dapat dipersempit bahwa ada empat penyebab utama

terjadinya infeksi virus HIV/AIDS. Penyebab pertama adalah hubungan seksual

secara langsung antara penderita dan yang tertular. Penyebab kedua adalah melalui

transfuse darah yang berasal dari orang yang terinfeksi virus HIV sehingga HIV

dapat masuk ke dalam tubuh. Penyebab ketiga adalah melalui pemakaian jarum

suntik tidak steril secara bergantian yang digunakan oleh penderita infeksi virus HIV

dengan rekannya sesama pengguna narkoba. Penyebab keempat adalah melalui ibu

hamil dan menyusui yang terinfeksi virus HIV/AIDS, kemudian menularkannya pada

anak yang masih ada di dalam kandungan (Rusmiyati, 2007:76).Transmisi

HIV/AIDS tersebut dapat kita bagi menjadi sebagai berikut:

a.

Transmisi melalui kontak seksual

Kontak seksual merupakan salah satu cara utama transmisi HIV di berbagai

negara. Hubungan seksual secaravagina, anal, dan oral dengan penderita HIV tanpa

perlindunganbisa menularkan HIV. Virus HIV dapat ditemukan dalam cairansemen,

cairan vagina dan cairan serviks (Nursalam, 2009).Virus akan terkonsentrasi dalam

cairan semen, terutama bila terjadipeningkatan jumlah limfosit dalam cairan, seperti

(45)

yang berkaitan dengan penyakit menular seksual (Nasronudin, 2007). Selama

hubungan seksual berlangsung,cairan semen, cairan vagina dan darah dapat

mengenai selaputlendir vagina, penis, dubur atau mulut sehingga HIV yang terdapat

dalam cairan tersebut masuk ke dalam darah (Nasronudin, 2007).

b.

Transmisi melalui darah atau produk darah

HIV dapat ditransmisikan melalui darah dan produk darah. Terutama pada

individu pengguna narkotika intravena dengan pemakaian jarum suntik secara

bersama dalam satukelompok (Nasronudin, 2007). Dapat juga pada individu

yangmenerima transfusi darah atau produk darah yang mengabaikan tes penapisan

HIV.

c.

Transmisi secara vertical

Transmisi secara vertikal dapat terjadi dari ibu yangterinfeksi HIV kepada

janinnya sewaktu hamil, sewaktupersalinan, dan setelah melahirkan melalui

pemberian Air SusuIbu (ASI) (Nasronudin, 2007). Angka penularan

selamakehamilan sekitar 5-10%, melalui persalinan 10-20%, dan saatpemberian ASI

10-20% (Nasronudin, 2007). Penularan selamapersalinan terjadi melalui transfusi

fetomaternal atau kontakantara kulit atau membran mukosa bayi dengan darah

atausekresi maternal saat melahirkan (Lily V, 2004 dalam Nursalam, 2009).

d.

Transmisi melalui alat kesehatan yang tidak steril.

Alat pemeriksaan kandungan seperti spekulum,tenakulum, dan alat-alat lain

yang menyentuh darah, cairanvagina atau cairan semen yang terinfeksi HIV dan

langsungdigunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi bias menularkan HIV

(46)

e.

Transmisi pada petugas kesehatan dan petugas laboratorium.

Risiko penularan HIV terdapat pada kelompok pekerjayang terpapar HIV

seperti petugas kesehatan, petugas laboratorium, dan orang yang bekerja dengan

spesimen ataubahan yang terinfeksi HIV, terutama bila menggunakan bendatajam

(Nasronudin, 2007). Berbagai penelitian multi institusimenyatakan bahwa risiko

penularan HIV setelah kulit tertusukjarum atau benda tajam lainnya yang tercemar

oleh darahseseorang yang terinfeksi HIV adalah sekitar 0,3% sedangkanrisiko

penularan HIV akibat paparan bahan yang tercemar HIVke membran mukosa atau

kulit yang mengalami luka adalahsekitar 0,09% (Nasronudin, 2007).

Dari kasus AIDS yang dilaporkan ternyata penularanterbanyak terjadi melalui

penggunaan jarum suntikbersama/tercemar virus HIV pada penyalah guna NAPZA

suntik(IDU) yaitu sebesar 50,3% dan penularan melalui hubunga

Referensi

Dokumen terkait

Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa tingkat kebersihan saat ini, naik pada peralatan, mesin ataupun lingkungan masih kurang baik sehingga perlu diperhatikan lagi untuk masalah

Implementasi Prinsip Kerja 5s Pada Bagian Pabrikasi I Untuk Meningkatkan Efisiensi Waktu Produksi.. Penerbit Lembaga PPM Dengan Yayasan

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian diolah dengan menggunakan program SPSS, dapat dijadikan dasar untuk menjawab hipotesis yang diajukan

Penambahan glutation di dalam pengencer mampu menghasilkan semen beku dengan kualitas baik karena glutation berfungsi sebagai senyawa antioksidan yang mencegah terjadinya reaksi

Bahwa sebagaimana pelaksanaan ketentuan Pasal 6 Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2009 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun

Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini, Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.36/MEN/2007 tentang Kurikulum Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Edisi

Hendro Gunawan, MA Pembina Utama Muda

Internal / Eksternal Kekuatan ( Strenght – S ) Kelemahan ( Weaknes – W ) - Tersedianya fasilitas teknologi informasi yang mendukung berjalannya sistem informasi