• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prospek Implementasi ACFTA Bagi Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prospek Implementasi ACFTA Bagi Indonesia"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Prospek Implementasi ACFTA Bagi Indonesia

Ferry Prasetyia

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

Di tengah perkembangan dunia yang semakin dinamis, perdagangan bebas merupakan suatu tuntutan bagi suatu negara untuk mengimplementasikannya. Sejalan dengan isu perdagangan bebas tersebut, perkembangan terakhir adalah pelaksanaan perjanjian ACFTA (ASEAN China

Free Trade Area). ACFTA merupakan perjanjian perdagangan bebas antara

negara-negara ASEAN dan negara China yang merupakan salah satu bentuk kerja sama liberalisasi ekonomi antar negara. Pada awal Januari 2010 di mulai pemberlakuan ASEAN China Free Trade Area. ACFTA berkaitan juga dengan indikasinya adanya perang mutu, harga, kuantitas akan suatu pelayanan barang dan jasa serta industri pasar global China dan ASEAN.

Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa pelaksanaan ACFTA bagi Indonesia memberikan berbagai dampak bagi Indonesia baik positif maupun negatif. Dari dampak positif diketahui bahwa dengan adanya ACFTA, Indonesia berpeluang dan mempunyai kesempatan dalam meningkatkan ekspor serta produk dan industri Indonesia bisa bersaing dengan produk luar. Ibrahim et al. (2010) menyebutkan bahwa komoditas ekspor dari Indonesia berpeluang meningkat 2,1% terutama bersumber dari peningkatan ekspor ke China. Sementara dari sisi yang merugikan, dengan penduduk di Indonesia yang kebanyakan konsumtif ini menurunkan tingkat simpanan penduduk di negara berkembang tersebut sehingga meningkatkan kemiskinan. Wirapati dan Kusumawardhani (2010) membuktikan bahwa impor dari ASEAN dan China berdampak pada menurunnya simpanan negara-negara ASEAN, penyebabnya adalah kemudahan akses terhadap barang sehingga mendorong perilaku konsumtif. Namun hal ini dapat dihindari dengan meningkatkan pendapatan perkapita melalui promosi ekspor dan investasi asing. Banyak pendapat yang pro maupun kontra terhadap pelaksanaan ACFTA sebab kerjasama ini bisa

(2)

menimbulkan dampak yang positif maupun negatif bagi Indonesia, yang mana dapat dilihat dari segi perdagangan internasinoal, upaya penuntasan kemiskinan serta dampaknya bagi kelestarian lingkungan.

Permasalahan dan Tantangan ACFTA bagi Indonesia

ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) merupakan perjanjian

perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN dengan negara China. Setelah pembentukannya ini ia menjadi kawasan perdagangan bebas terbesar sedunia dalam ukuran jumlah penduduk dan ketiga terbesar dalam ukuran volume perdagangan, setelah Kawasan Perekonomian Eropa dan NAFTA (Wkipedia, 2010). China adalah pasar yang besar dan telah tumbuh dengan cepat. Perdagangan bebas dengan China memberikan peluang kepada Indonesia untuk mengakses salah satu pasar terbesar di dunia. Perdagangan bebas tersebut akan memberikan keuntungan dan kerugian. Sebagian kalangan berpendapat kesepakatan perdagangan bebas dengan China harus dilihat secara positif bisa menguntungakan industri dan perdagangan Indonesia, namun sebagian yang lain memandang dengan pesimis sebab Indonesia dianggap belum siap menghadapi perdagangan bebas. Dimana di dalam penelitian Ibrahim et al. (2010), Daniri mengungkapkan bahwa ACFTA mulai belaku tanggal 1 Januari 2010 antara China dengan enam negara ASEAN, yaitu Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina dan Brunei Darussalam. Sementara Vietnam, Laos, Myanmar dan Kamboja baru berlaku pada tahun 2015.

Perjanjian ACFTA banyak menimbulkan pro dan kontra dari berbagai kalangan masyarakat, masing-masing memiliki pendapat atau argumen sendiri-sendiri tentang ACFTA. Disini kita akan menganalisis dan mengkaji antara pendapat yang pro dan yang kontra tentang pelaksanaan ACFTA terhadap Indonesia, dilihat dari sektor perdangangan internasional, upaya penuntasan kemiskinan serta pengaruhnya terhadap kelestarian lingkungan, dimana akan menimbulkan keuntungan dan kerugian dari masing-masing sektor tersebut.

Banyak studi yang berkesimpulan bahwa perdagangan bebas berdampak positif bagi negara-negara yang terlibat. Menurut pendapat Kindleberger dan Lindert dalam penelitian Ibrahim et al. (2010) menyatakan bahwa dengan perdagangan bebas dapat meningkatkan kesejahteraan, serta didalam penelitian Ibrahim et al. (2010) tersebut didukung dengan pendapat dari Hadi dan

(3)

Stephenson, yaitu dengan adanya perdagangan bebas dapat meningkatkan kuantitas perdagangan dunia dan efisiensi. Urata dan Kiyota menemukan bahwa FTA di Asia Timur memberi pengaruh positif pada ekonomi. Ekspor dengan daya saing tinggi akan meningkat. Apakah hasil penelitian mereka juga akan berlaku untuk negara Indonesia dalam kaitannya dengan ACFTA? Mungkin inilah yang diharapkan, namun hasilnya nanti belum tentu seperti yang diharapkan. Selain dampak positif, ternyata ada juga studi yang memberikan kesimpulan sebaliknya, yaitu menurut Haryadi di dalam penelitian Ibrahim et al. (2010) menyatakan bahwa liberalisasi perdagangan dengan cara menghapus semua hambatan perdagangan berdampak pada penurunan PDB Indonesia dan Australia-Selandia Baru. Hal ini bisa membuat menjadi pertanyaan tersendiri, apakah kesepakatan ACFTA akan memberikan dampak yang positif atau sebaliknya, seperti yang telah dialami Indonesia dalam dan Australia-Selandia Baru.

Adanya kesepakatan ACFTA bisa membuat pemerintah Indonesia lebih mudah mengontrol peredaran produk-produk China. Selama ini, sebelum ACFTA ditandatangani, produk-produk China telah membanjiri pasar Indonesia secara ilegal. Produk-produk ilegal ini tentu telah merugikan Indonesia, selain kehilangan pendapatan ada juga dampak negatif lainnya. Tidak sedikit produk-produk dari China (diantaranya makanan dan minuman, serta mainan anak-anak) mengandung zat kimia yang bisa membahayakan kesehatan. Pada September 2008 Balai POM menarik 12 merek produk makanan dan minuman asal China yang mengandung melamine.  Berdasarkan pengujian yang dilakukan oleh YLKI pada Maret 2011, beberapa macam mainan asal China dinyatakan mengandung zat kimia berbahaya.

Kesepakatan ACFTA berpeluang untuk meningkatkan ekspor bagi negara-negara anggotanya. Ibrahim et al. (2010) menyebutkan bahwa komoditas ekspor dari Indonesia berpeluang meningkat 2,1% terutama bersumber dari peningkatan ekspor ke China. Peluang perluasan pasar ke China didukung oleh karakteristik komoditas ekspor Indonesia dan negara ASEAN lainnya yang mempunyai derajat persaingan yang relatif rendah. Sehingga barang-barang ekspor dari Indonesia dan ASEAN pada umumnya lebih mudah melakukan ekspansi. Namun, penerapan perdagangan bebas ACFTA dikhawatirkan akan menurunkan surplus perdagangan Indonesia. Sedikitnya ada tujuh sektor industri yang diperkirakan mengalami opportunity loss dari pasar domestik hingga Rp 35

(4)

triliun per tahun jika kesepakatan harmonisasi tarif dalam kerangka pasar bebas ACFTA berlaku efektif pada 2010 (Primiana, 2009). Beberapa pengamat juga melihat ACFTA hanya akan merugikan Indonesia karena membuat defisit perdagangan dengan China semakin membesar.

Kesepakatan ACFTA akan memacu industri dalam negeri dalam meningkatkan daya saing. Selama ini proses produksi barang di Indonesia masih belum efisien. Mulai pengadaan bahan baku, proses produksi di pabrik, maupun distribusi yang tidak efisien membuat harga barang menjadi tinggi namun kualitasnya rendah. Untuk mengalahkan produk China, mau tak mau, industri dalam negeri harus menghasilkan produk yang bukan hanya berkualitas namun juga harganya murah. Namun pada kenyatannya pemerintah Indonesia belum cukup membenahi daya saing industri Indonesia. Terdapat sejumlah masalah dalam menjalankan bisnis di Indonesia yang belum dibenahi diantaranya infrastruktur buruk, ketidakefisienan birokrasi, keterbatasan akses pendanaan, kebijakan tidak stabil / inkonsistensi kebijakan dan peraturan tenaga kerja yang restriktif. Sebuah kenyataan bahwa industri dalam negeri belum siap dalam menghadapi serbuan produk-produk China. Jika dipaksakan masuk pasar bebas, bisa-bisa para pelaku ekonomi dalam negeri, terutama pengusaha kecil dan menengah, gulung tikar karena tidak mampu menghadapi persaingan dengan China. Selain itu banyak perusahaan yang akan tutup dan terjadi pemutusan hubungan kerja.

Perjanjian ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) menurunkan tarif untuk barang impor menjadi nol. Negara-negara ASEAN, terutama yang sedang berkembang (Singapura dianggap sebagai negara maju), akan dibanjiri dengan laju barang-barang impor dibawah ACFTA. Peningkatan akses terhadap barang murah, dalam konteks pengeluaran, akan sangat menguntungkan bagi masyarakat miskin, sebab mereka akan bisa membeli barang-barang dengan harga yang murah. Hal ini meningkatkan pemenuhan kebutuhan primer dan sekunder dari masyarakat miskin. Sehingga dari sudut pandang pengeluaran, jumlah penduduk miskin akan menurun dikarenakan meningkatnya kemampuan masyarakat miskin untuk mengakses barang dibawah perjanjian perdagangan bebas. Di sisi lain, masyarakat miskin memiliki kecenderungan marjinal yang lebih besar untuk menjadi konsumtif dibandingkan anggota masyarakat yang berpunya, sehingga mereka akan cenderung untuk mengkonsumsi lebih banyak,

(5)

dan akibatnya akan mengurangi proporsi tabungan dari pendapatan mereka. Mereka cenderung untuk meningkatkan konsumsi dibandingkan menabung sebagai penyangga ke depan disaat terjadi ketidakstabilan atau guncangan ekonomi. Perilaku ini akan mendorong mereka pada tingkat ketahanan yang lebih rendah bilamana terjadi krisis ekonomi. Sehingga, memperkenalkan Regional Free Trade Area, dikasus ini ACFTA, untuk meningkatkan ketersediaan barang murah dipercaya sebagai langkah tidak tepat untuk penuntasan kemiskinan yang berkelanjutan, terutama dalam jangka panjang. Hal ini didukung oleh pendapat Todaro dan Smith dalam penelitian Wirapati dan Kusumawardhani (2010) dengan membantah pernyataan bahwa meningkatnya akses masyarakat miskin pada barang dan jasa merupakan salah satu bukti berhasilnya usaha pengurangan kemiskinan. Kebanyakan barang-barang yang akan dibeli oleh masyarakat miskin adalah barang sekunder, bukan barang primer.

Upaya untuk meng-upgrade undang-undang lingkungan dan penegakan hukum serta penguatan birokrasi lingkungan telah terjadi di China dan beberapa negara-negara ASEAN, seperti Vietnam, Indonesia dan Thailand. ASEAN dan China telah melakukan upaya-upaya untuk melestarikan lingkungan, diantaranya perjanjian ASEAN tentang polusi asap akibat lalu lintas perdagangan. Upaya pelestarian lingkungan didukung juga oleh pemerintah negara anggota dan kelompok-kelompok masyarakat. Menurut Wakil Sekretaris Jenderal ASEAN Karmain (2011), wajar bahwa ASEAN dan China menaruh perhatian besar dan kerjasama untuk mempromosikan kelestarian lingkungan dan menyeimbangkan pembangunan ekonomi. Menurut Perdana Menteri China Jiabao dalam penelitian Dosch (2011) menyatakan dengan mengambil penilaian dalam China-ASEAN

Summit ke-13 pada Oktober 2010, diusulkan untuk "mengambil langkah-langkah

yang solid untuk mendorong pertukaran antara China dan ASEAN dan kerjasama dalam lingkaran ekonomi, ekonomi hijau, konservasi energi dan perlindungan lingkungan". Sementara, kelestarian lingkungan merupakan domain penting dalam strategi Uni Eropa di Asia pada umumnya dan Asia Tenggara pada khususnya. Menyelaraskan investasi, liberalisasi perdagangan dan perlindungan lingkungan adalah salah satu tantangan utama yang dihadapi China dan ASEAN. Walaupun telah banyak upaya-upaya untuk melindungi kelestarian lingkungan, namun efektivitas dan implementasinya masih kurang. Produk undang-undang tentang lingkungan lebih berpihak pada para investor

(6)

dan pelaku perdagangan. Penegakan hukum yang berkaitan dengan lingkungan juga dianggap masih lemah.

Baik Indonesia dan Vietnam sebagai anggota ASEAN, telah menegosiasikan perjanjian perdagangan bebas dengan China (ACFTA). Negara Anggota ASEAN secara independen dapat menegosiasikan pengurangan tarif mereka. Kedua negara umumnya menyadari peluang akses ke pasar Cina bisa menjadi peluang yang baik terhadap kegiatan ekspor-impor berbagai macam produk, termasuk pertanian. Vietnam dengan lokasi yang lebih dekat dengan China tampaknya lebih menerima prospek, sedangkan Indonesia menyatakan keinginannya menegosiasi ulang mengenai pengurangan tarif untuk melindungi sektor sensitif, termasuk sektor pertanian. Di dalam penelitian Vanzetti et al (2011) menyatakan bahwa Vietnam memiliki 150 produk dalam daftar sensitif sedangkan Indonesia memiliki hanya 47, tetapi China dengan ekonomi yang lebih luas dan lebih besar memiliki 101. Ternyata Vietnam mempunyai lebih banyak daftar produk sensitif bila dibandingkan dengan Indonesia. Meskipun demikian produktivitas pertanian Indonesia masih harus terus ditingkatkan. Indonesia bisa meningkatkan keuntungan dengan mengekspor tidak hanya produk pertanian saja tapi juga produk-produk olahan hasil pertanian sehingga mempunyai nilai yang lebih tinggi.

Dari pembahasan diatas dampak yang akan diterima Indonesia dari adanya ACFTA ada yang bersifat negatif dan positif, maka menurut penulis pemerintah harus lebih jeli dalam mengambil sikap dan mencari solusi yang terbaik. Dengan adanya perdagangan bebas ini pemerintah lebih mudah dalam mengontrol masuknya produk China secara legal, sehingga mempermudah pemerintah dalam menangani produk-produk tersebut. Penanganan ini harus benar-benar dilaksanakan pemerintah dengan sungguh-sungguh. Pemerintah harus lebih teliti terhadap produk-produk yang masuk, apabila terbukti membahayakan kesehatan maka pemerintah harus tegas menolak produk tersebut masuk ke Indonesia. Penduduk Indonesia juga harus lebih pintar dalam memilih, tidak hanya melihat harga dan tampilan yang menarik, juga harus memperhatikan segi keamanannya. Namun hal tersebut juga membuat Indonesia mengalami defisit perdagangan yang besar, kondisi ini tentu tidak bisa terus-menerus dibiarkan saja, kita juga harus dapat mengambil peluang dari perjanjian ACFTA. Selain sebagai produsen besar, China juga merupakan salah satu pasar

(7)

terbesar di dunia. Hal ini bisa dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk meningkatkan penetrasi pasar ke China. Pemerintah perlu menyusun strategi yang jitu agar neraca perdagangan Indonesia dengan negara-negara anggota ACFTA menjadi surplus.

Kemudian untuk dapat bersaing dengan produk China, pemerintah harus lebih tanggap dalam peningkatan sarana dan prasarana, infrastruktur yang buruk harus segera diperbaiki, pendanaan bagi UKM harus dipermudah, birokrasi harus direformasi, dan perencanaan harus matang sebab gagal dalam merencanakan berarti berencana untuk gagal. Serta untuk mencegah penduduk yang memiliki sifat konsumtif, salah satu solusi yang dapat dilakukan pemerintah adalah meningkatkan pendapatan perkapita dengan cara mempromosikan ekspor dan investasi asing. Selain itu, penduduk Indonesia, khususnya golongan menengah kebawah seharusnya bisa mengontrol pengeluarannya dengan cara yang bijak. Membelanjakan uangnya untuk memenuhi kebutuhan, bukan menuruti keinginan. Kelebihan pendapatan sebaiknya digunakan untuk investasi yang produktif atau ditabung untuk berjaga-jaga. Terakhir dalam ACFTA ini masing-masing negara anggota harus lebih gigih lagi dalam pelaksanaan upaya pelestarian lingkungan, hal ini di sebabkan oleh pemanasan global yang ekarang sudah terjadi dan akan semakin parah di masa yang akan datang apabila tidak mengantisipasinya dengan baik.

Penutup

Perjanjian ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) merupakan salah satu bentuk dari perdagangan bebas yang diikuti oleh Indonesia. Perjanjian ini juga membawa dampak yang positif dan negatif bagi Indonesia. Beberapa keuntungan yang bisa diperoleh Indonesia diantaranya, kesepakatan ACFTA berpeluang untuk meningkatkan ekspor bagi negara-negara anggotanya. Komoditas ekspor dari Indonesia berpeluang meningkat terutama bersumber dari peningkatan ekspor ke China. Adanya kesepakatan ACFTA bisa membuat pemerintah Indonesia lebih mudah mengontrol peredaran produk-produk China. Kesepakatan ACFTA juga akan memacu industri dalam negeri dalam meningkatkan daya saing. Sedangkan kerugian yang akan diperoleh diantaranya, penerapan perdagangan bebas ACFTA dikhawatirkan akan menurunkan surplus perdagangan Indonesia, walaupun terjadi peluang

(8)

peningkatan ekspor, namun banyak sektor industri yang diperkirakan mengalami

opportunity loss dari pasar domestik. Pengusaha kecil dan menengah terancam

gulung tikar karena tidak mampu menghadapi persaingan dengan China. Banyak perusahaan yang akan tutup dan terjadi pemutusan hubungan kerja. Masyarakat miskin akan memiliki kecenderungan untuk menjadi konsumtif karena kemudahan akses terhadap barang murah. Hal ini akan menyulitkan pemerintah dalam upaya penuntasan kemiskinan. Selain itu, peningkatan volume perdagangan juga akan mempengaruhi kondisi lingkungan.

Dari banyaknya kerugian yang akan dialami oleh Indonesia, maka pemerintah harus mengambil langkah konkret dalam upaya peningkatan daya saing global dan pelestarian lingkungan, misalnya dengan membentuk tim khusus yang bertugas untuk memantau, mengkaji dan memberikan saran kepada pemerintah berkaitan dengan perkembangan pelaksanaan ACFTA. Masyarakat juga diharapkan mampu mengontrol pengeluaran sehingga tidak konsumtif.

Daftar Bacaan

Ibrahim, Meily Ika Permata, Wahyu Ari Wibowo, 2010, Dampak Pelaksanaan

ACFTA terhadap Perdagangan Internasional Indonesia, www.bi.go.id

diakses tanggal 11 April 2010

Bagus Arya Wirapati dan Niken Astria Sakina Kusumawardhani, 2010, Apakah

ACFTA Merupakan Strategi yang Tepat untuk Penuntasan Kemiskinan yang Berkesinambungan? Bukti dari Penurunan Tingkat Simpanan, www.bi.go.id diakses tanggal 11 April 2012

Dosch, Jorn, 2011, Reconciling Trade and Environmental Protection in

ASEAN-China Relations:More than Political Window Dressing?, kms1.isn.ethz.ch

diakses tanggal 12 April 2012

David Vanzetti, Nur Rakhman Setyoko, Nguyen Ngoc Que, Ray Trewin, 2011, A

comparison of Indonesian and Vietnamese approaches to agriculture in the ASEAN-China FTA, ageconsearch.umn.edu diakses 12 April 2012

(9)

Emile Kok-Kheng Yeoh, Im-Soo Yoo, Lionel Wei-Li Liong, 2010, China and East

Asian Regional Integration: Inception of ACFTA and APEC at 20,

Referensi

Dokumen terkait

pembakaran. Udara yang masuk ke dalam silinder tidak diatur seperti halnya motor bensin. Masuknya udara hanya berdasarkan isapan dari piston. Jadi pada mesin Diesel,

Beranjak dari hal tersebut diatas yang terpenting adalah di madarsah nizhamiyah ini telah melahirkan ahli dan sarjana-sarjana yang terkenal dengan sistem

Penulis menyebut kepemimpinan di dalam islam adalah kepemimpinan dakwah dimana setiap individu berkewajiban mengajak (dakwah) mempengaruhi orang lain untuk berada pada

Upaya reporter mendapatkan data dan fakta berita dari sumber berita yang relevan dengan berita dalam menghasilkan akurasi informasi berita pada stasiun Banten

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif TipeNumbered Heads Together (NHT) Terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII di MTs Negeri Karangrejo

[r]

1.128.347.000 (Satu Milyard Seratus Dua Puluh Delapan Juta Tiga Ratus Empat Puluh Tujuh Ribu Rupiah). Sanggahan ditujukan kepada Panitia Pengadaan Badan Usaha Dalam Rangka

rimpang kunyit membunuh maksimal pada 3 jam Hasil uji statistik dengan menggunakan uji regresi pertama dengan rata kematian 3-4 larva dan menunjukkan ada