214 SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
UJI POTENSI BERBAGAI FORMULA BAKTERI ENDOFITIK SEBAGAI
PUPUK HAYATI TIGA VARIETAS PADI (Oryza sativa)
DI LAHAN KERING
Ali Ikhwan1*), Sufianto1) dan Detaliya 2)
1) Agrotechnology Department, 2)Student of Agronomy Department,
Faculty of Agruculture and Animal Husbandry University of Muhammadiyah Malang,
Indonesia1[email protected]
Abstrak
Luas lahan kering di Indonesia lebih kurang 150 juta ha yang belum termanfaatkan secara optimal untuk menopang ketahanan pangan nasional. Upaya peningkatan produksi pangan di lahan kering, salah satunya adalah melalui inovasi teknologi dengan memanfaatkan bakteri endofitik sebagai pupuk hayati padi di lahan kering. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji aplikasi pemberian bakteri endofitik terhadap beberapa varietas tanaman padi di lahan kering. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) tersarang dengan 2 faktor. Faktor pertama varietas (V) trdiri dari tiga taraf yaitu varietas Cibogo, varietas Inpari 10, dan varietas Batu Tegi. Faktor kedua pemberian macam formula (M) terdiri dari empat taraf yaitu tanpa pemberian formula (kontrol), formula 1, formula 2 dan formula 3 masing-masing diulang 3 kali. Variabel yang diamati tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun, berat kering tajuk, berat kering akar, berat 1000 biji, berat gabah hampa, persentase gabah hampa, dan berat gabah kering panen.Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksi varietas padi dengan pemberian macam formula dan tidak berpengaruh nyata dengan tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun, berat kering tajuk, berat kering akar, jumlah gabah per malai, persentase gabah hampa, dan berat 1000 biji. Tetapi, pengaruh nyata dengan jumlah malai pada 14 MST dan berat gabah kering panen. Potensi pertumbuhan terbaik terdapat pada varietas Batu tegi sebesar 106,59 cm. Potensi produksi tertinggi dan dapat bertahan dalam cekaman kekeringan adalah formula 1 dengan hasil berat gabah kering panen 37,63 g per tanaman.
Kata Kunci : Lahan kering, Bakteri, Endofitik, Padi. I. PENDAHULUAN
Latar Belakang. Ketahanan pangan yang paling banyak dianut oleh negara-negara di dunia adalah definisi versi Organisasi Pangan Dunia (FAO). FAO menjamin ketersediaan dan harga pangan utama yang stabil, baik di tingkat internasional maupun nasional. Bertambahnya gizi buruk, kelaparan dan ketahanan pangan dunia harus bisa diatasi (Khudori, 2009). Di Indonesia persoalan pangan telah menjadi isu utama saat ini terletak pada sektor pertanahan dari tahun 2005, diperkirakan terjadi alih fungsi lahan sawah beririgasi 42,40%. Masalah bidang produksi pangan lainnya yakni sentral produksi pangan didaerah tertentu hampir 60% berasal dari Jawa yang 40% diantaranya di Jawa Timur. (Anonim, 2010).
Produksi pangan masih tergantung pada musim. Pada musim penghujan hasil panen akan tinggi atau meningkat sedangkan pada musim kemarau hasil panen menurun. Masalah yang sering dihadapi kelompok tani adalah dampak negatif dari kualitas lingkungan seperti pencemaran air, tanah dan udara akibat penggunaan pupuk kimia yang berlebihan.
Upaya peningkatan produksi padi salah satunya adalah melalui inovasi teknologi varietas unggul baru. Anonim (2014), peningkatan produktifitas usaha tani komoditi tanaman, 60-65 % ditentukan oleh penggunaan benih/bibit unggul. Usaha lainnya, memanfaatkan bakteri yang hidup di dalam jaringan tumbuhan sebagai pupuk hayati dikenal dengan nama bakteri endofitik.
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016 215 Bakteri endofitik adalah bakteri yang hidup di dalam jaringan tumbuhan tanpa menyebabkan gejala penyakit tetapi tidak bersifat parasit bahkan bermanfaat bagi inang yang ditempatinya (Sturz dan Nowak, 2000). Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan evaluasi tentang penggunaan varietas unggul serta pemanfaatan bakteri endofitik yang dapat meningkatkan produksi tanaman di lahan kering.
Tujuan Penelitian. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji aplikasi pemberian bakteri endofitik terhadap beberapa varietas tanaman padi di lahan kering.
2. METODE PENELITIAN
Alat. Peralatan yang digunakan adalah cangkul, timbangan, sprayer, keranjang, karung, alat tulis, sabit, oven, wadah plastik, martil.
Bahan. Bahan-bahan yang diperlukan adalah pupuk hayati cair yaitu bakteri endofitik, media tanam padi adalah tanah kering, air, bibit tanaman padi (Oryza sativa.), label, plastik ultraviolet (UV), pupuk kandang, paku, bambu. jaring-jaring burung, kertas oven, plastik.
Pelaksanaan Penelitian. Pelaksanaan penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Tersarang dengan 2 faktor. Masing-masing diulang 3 kali. Faktor pertama Varietas (V) terdiri dari; V1: Varietas Cibogo; V2: Varietas Inpari 10 dan V3: Varietas Batu Tegi. Faktor kedua macam formula (M) bakteri endofitik yaitu M0: kontrol; M1: Formula I (isolat 1 IM-5, IM-25 dan IM-32), M2: Formula II (isolat IM-10; IM-13, IM-224 dan IM-25) dan M3: Formula III (isolat isolat IM-1 IM-13, IM-24 dan IM-25). Masing-masing formula diberikan 2 kali pada saat pemberian pupuk dasar dan saat umur padi 2 MST (minggu setelah tanam), pemberian sebanyak 5 liter bakteri diencerkan ke dalam 10 liter air. Pemberian masing-masing bedengan 1 liter.
Pengamatan dan Analisis Data
Parameter pengamatan pada tanaman padi dilakukan pada saat umur 3 Minggu Setelah Tanam (MST). Adapun jumlah pengamatan sebanyak 12 kali dengan interval 7 hari sekali. Parameter yang diamati meliputi : tinggi Tanaman (cm); jumlah anakan; jumlah daun; jumlah malai; berat kering tajuk dan akar (g); jumlah gabah per-malai (g); persentase gabah hampa; berat 1000 biji (g) dan berat gabah kering panen (g/tanaman)
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji F, dan dilanjutkan dengan menggunakan uji banding BNT taraf 0.05%.
3. HASIL DAN PEMBAHSAN Tinggi Tanaman Padi
Berdasarkan analisis ragam pada semua umur pengamatan tinggi tanaman padi menunjukkan tidak ada interaksi. Pengaruh nyata ada pada perlakuan macam varietas tanaman. Sedangkan, pada perlakuan bakteri tidak pengaruh nyata (lihat lampiran 2). Rata-rata tinggi tanaman perlakuan varietas tanaman pada macam pemberian mikrobia disajikan pada Tabel 1.
Tabel tersebut menunjukkan bahwa varietas Batu tegi memiliki tinggi tanaman tertinggi dan berbeda nyata yaitu (106,59 cm) dibandingkan varietas lainnya, hal tersebut mengindikasikan varietas Batu tegi mampu hidup secara optimal pada lahan kering. Pada perlakuan mikrobia 2 umur 16 MST menunjukkan tinggi tanaman yang lebih rendah bila dibandingkan perlakuan mikrobia lainnya.
Tabel 1. Rata-rata Tinggi Tanaman Perlakuan Varietas Tanaman pada Macam Pemberian Mikrobia Berbagai Umur Tanaman
Perlakuan Tinggi Tanaman Tinggi Tanaman Tinggi Tanaman Tinggi Tanaman Tinggi Tanaman Tinggi Tanaman Tinggi Tanaman 10 MST 11 MST 12 MST 13 MST 14 MST 15 MST 16 MST (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
216 SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk Varietas
Cibogo 56,83a 62,14a 65,03a 66,50a 69,07a 69,11a 72,25a Inpari10 59,63a 63,44a 64,89a 68,89a 70,82a 71,81a 75,94a Batu tegi 77,66b 83,52b 86,88b 94,28b 101,29b 104,60b 106,59b BNT α 5 % 5,84 7,12 7,50 7,52 8,07 8,76 9,22
Bakteri
Tanpa
Mikrobia 63,69a 70,98a 73,16a 76,67a 80,11a 79,06a 83,41a Mikrobia 1 68,59a 73,30a 75,25a 82,13a 86,44a 89,24a 92,43a Mikrobia 2 61,33a 65,00a 68,18a 70,44a 73,98a 75,64a 77,65a Mikrobia 3 65,33a 69,53a 72,48a 76,98a 81,04a 83,41a 86,26a BNT α 5 % 10,11 12,34 12,99 13,02 13,98 15,18 15,97 Keterangan : Angka – angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT 5%.
4.1.2 Jumlah Anakan
Berdasarkan analisis ragam pada semua umur pengamatan jumlah anakan menunjukkan tidak ada interaksi. Pengaruh nyata ada pada perlakuan macam varietas tanaman, sedangkan pada perlakuan pemberian mikrobia tidak berpengaruh nyata. Rata-rata jumlah anakan perlakuan varietas tanaman pada macam pemberian mikrobia disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 menunjukkan bahwa varietas Inpari 10 memberikan jumlah anakan cenderung lebih tinggi dibandingkan varietas lainnya, hal tersebut mengindikasikan varietas Inpari 10 mampu beradaptasi dan mampu memperbanyak anakan pada lahan kering. Menurut Fitri, 2009 yang menyatakan temperatur yang tinggi di lahan kering pada fase pertumbuhan vegetatif menaikkan jumlah anakan, karena naiknya aktifitas tanaman dengan mengambil zat makanan. Pada perlakuan mikrobia 1 umur 16 MST menunjukkan jumlah anakan yang cenderung lebih rendah bila dibandingkan perlakuan mikrobia lainnya, hal tersebut disebabkan kombinasi isolat pada mikrobia 1 memiliki kemampuan sintesis IAA yang terendah.
Tabel 2. Rata-rata Jumlah Anakan Perlakuan Varietas Tanaman pada Macam Pemberian Mikrobia Berbagai Umur Tanaman
Perlakuan
Jumlah
Anakan
Jumlah
Anakan
Jumlah
Anakan
Jumlah
Anakan
Jumlah
Anakan
Jumlah
Anakan
Jumlah
Anakan
10 MST 11 MST 12 MST 13 MST 14 MST 15 MST 16 MST
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
Varietas
Cibogo
22,11b 28,67b 27,75b
29,11a
29,17b 30,17b 29,42b
Inpari10
24,33b 28,56b 31,39b
31,89a 35,57ab 32,22b 30,36ab
Batu tegi
13,03a
15,92a 16,47a
34,31a
17,22a 17,44a 17,14a
BNT α 5 % 5,41
6,5
5,81
12,55
6,68
5,92
5,53
Bakteri
Tanpa
Mikrobia
18,89a
25,30a 24,59a
25,59a
25,56a 26,63a 25,59a
Mikrobia 1
19,37a
23,07a 26,33a
34,11a
25,44a 26,22a 24,56a
Mikrobia 2
22,11a
25,33a 25,85a
35,81a
31,65a 26,78a 26,70a
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016 217
BNT α 5 % 9,37 11,25 10,07
21,73
11,57
10,25
9,59
Keterangan : Angka – angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT 5%.
A.1.3 Jumlah Daun
Berdasarkan analisis ragam parameter pengamatan jumlah daun menunjukkan tidak ada interaksi. Pengaruh nyata ada pada perlakuan macam varietas tanaman, sedangkan pada perlakuan pemberian mikrobia tidak berpengaruh nyata. Rata-rata jumlah daun perlakuan varietas tanaman pada macam pemberian mikrobia disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 menunjukkan bahwa varietas Inpari 10 memberikan jumlah daun cenderung lebih tinggi dibandingkan varietas lainnya, hal tersebut mengindikasikan varietas Inpari 10 mampu beradaptasi dan mampu memperbanyak jumlah daun pada lahan kering. Pada perlakuan mikrobia 1 umur 16 MST menunjukkan jumlah daun yang lebih rendah bila dibandingkan perlakuan mikrobia lainnya, hal tersebut disebabkan kombinasi isolat pada mikrobia 1 memiliki kemampuan sintesis IAA yang terendah.
Tabel 3. Rata-rata Jumlah Daun Perlakuan Varietas Tanaman pada Macam Pemberian Mikrobia Berbagai Umur Tanaman
Perlakuan
Jumlah
Daun
Jumlah
Daun
Jumlah
Daun
Jumlah
Daun
Jumlah
Daun
Jumlah
Daun
Jumlah
Daun
10 MST 11 MST 12 MST 13 MST 14 MST 15 MST 16 MST
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
Varietas
Cibogo
77,83b 82,86a 88,53b
91,97a 372,11b 92,36a 99,33b
Inpari10
89,31ab 95,78a 99,44ab 99,00a 419,89b 100,69a 104,28ab
Batu tegi
54,53a 59,72a 63,67a
66,22a 268,22a 64,56a 67,58a
BNT α 5 % 18,44
19,87 18,04
17,85
20,20 18,94
20,47
Bakteri
Tanpa
Mikrobia
69,63a 75,22a 82,37a
84,04a 87,85a
91,70a 91,19a
Mikrobia 1
74,33a 82,04a 89,15a
84,37a 89,41a
75,07a 86,52a
Mikrobia 2
81,74a 83,56a 82,81a
89,04a 85,14a
86,74a 89,41a
Mikrobia 3
69,85a 77,00a 81,19a
85,48a 90,96a
89,96a 94,48a
BNT α 5 % 31,94
34,42
31,24
30,91 34,98 32,80
35,45
Keterangan : Angka – angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT 5%.
A.1.4 Berat Kering Tajuk dan Berat Kering Akar
Berdasarkan analisis ragam berat kering tajuk dan berat kering akar tidak ada interaksi. Pada macam varietas dan perlakuan mikrobia tidak berpengaruh nyata. Rata-rata berat kering tajuk dan berat kering akar pada perlakuan varietas tanaman dan macam pemberian mikrobia disajikan di Tabel 4.
218 SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
Tabel 4. Rata-rata Berat Kering Padi Perlakuan Varietas Tanaman pada Macam Pemberian Mikrobia
Perlakuan
Berat Kering Tajuk (g)
Berat
Kering
Akar (g)
Varietas
Cibogo
49,38a
62,27a
Inpari10
51,54a
80,06a
Batu tegi
53,06a
71,49a
BNT α 5 %
9,52
19,21
Bakteri
Tanpa Mikrobia
56,91a
99,84a
Mikrobia 1
53,89a
53,89a
Mikrobia 2
46,56a
46,56a
Mikrobia 3
47,94a
71,44a
BNT α 5 %
16,49
33,27
Keterangan : Angka – angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada uji BNT 5%.
Perlakuan tanpa mikrobia pada berat kering akar menunjukkan berat yang cenderung lebih tinggi bila dibandingkan perlakuan mikrobia lainnya, hal tersebut mengindikasikan bahwa bakteri endofitik tidak kompatibel sehingga tidak memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan tanaman. Sedangkan pada berat kering tajuk tidak berbeda nyata dengan varietas tanaman dan macam pemberian tanaman.
4.1.5 Jumlah Malai
Berdasarkan analisis ragam umur 13 dan 14 MST menunjukkan ada pengaruh nyata pada perlakuan macam varietas tanaman. Diikuti pada perlakuan mikrobia menunjukkan pengaruh nyata pada umur 14 MST. Rata-rata jumlah malai perlakuan varietas tanaman pada macam pemberian mikrobia disajikan pada Tabel 4.
Tabel 5 menunjukkan bahwa varietas Inpari 10 memberikan jumlah malai cenderung lebih tinggi dibandingkan varietas lainnya, hal tersebut mengindikasikan varietas Inpari 10 mampu beradaptasi dan mampu memperbanyak jumlah malai pada lahan kering. Pada perlakuan tanpa mikrobia umur 16 MST menunjukkan jumlah malai yang lebih rendah bila dibandingkan perlakuan mikrobia lainnya, hal tersebut mengindikasikan pemberian mikrobia mampu meningkatkan jumlah malai.
Tabel 5. Rata-rata Jumlah Malai Perlakuan Varietas Tanaman pada Macam Pemberian Mikrobia Berbagai Umur Tanaman
Perlakuan
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Malai
Malai
Malai
Malai
13 MST
14 MST
15 MST
16 MST
(malai)
(malai)
(malai)
(malai)
Varietas
Cibogo
1,47a
11,22a
4,53a
9,31a
Inpari10
2,83b
18,56b
6,19a
11,56a
Batu tegi
0,86a
11,78a
5,92a
9,47a
BNT α 5 %
1,27
1,52
2,39
2,58
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016 219
Tanpa Mikrobia
1,00a
2,41a
3,59a
8,81a
Mikrobia 1
2,33a
4,89a
6,67a
10,96a
Mikrobia 2
2,22a
4,56a
6,67a
10,44a
Mikrobia 3
1,33a
2,00a
5,26a
10,22a
BNT α 5 %
2,20
2,63
4,14
4,47
Keterangan : Angka – angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT 5%.
4.1.6 Analisa Produksi Tanaman
Berdasarkan analisis ragam produksi tanaman menunjukkan tidak ada interaksi. Pengaruh nyata terdapat pada berat gabah kering panen terhadap varietas tanaman. Tetapi, jumlah gabah per malai, persentase gabah hampa, berat 1000 biji tidak berpengaruh nyata. Pada perlakuan macam pemberian mikrobia tidak berbeda nyata terhadap jumlah gabah per malai, persentase gabah hampa, berat 1000 biji, dan berat gabah kering panen. Rata-rata analisa produksi 3 varietas tanaman padi pada macam pemberian mikrobia disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 menunjukkan bahwa varietas Batu tegi memberikan berat gabah kering panen tertinggi dibandingkan varietas lainnya, hal tersebut mengindikasikan varietas Batu tegi mampu memberikan produksi maksimal pada lahan kering.
Tabel 6. Analisa Produksi 3 Varietas Tanaman Padi pada Macam Pemberian Mikrobia
Perlakuan
Jumlah
Gabah
PerMalai
Persentase
Gabah
Hampa (%)
Berat
1000
Biji (g)
Berat
Gabah
Kering Panen (g)
Varietas
Cibogo
94,51a
42,96a
21,03a
21,68a
Inpari10
103,72a
50,88a
20,92a
20,09a
Batu tegi
122,08a
39,19a
19,95a
40,09b
BNT α 5 %
58,08
14,41
1,24
13,19
Bakteri
Tanpa Mikrobia
133,70a
52,51a
20,68a
24,56a
Mikrobia 1
67,83a
32,68a
21,21a
37,63a
Mikrobia 2
137,63a
53,61a
20,81a
22,65a
Mikrobia 3
87,93a
38,57a
19,83a
24,21a
BNT α 5 %
100,59
24,96
2,14
22,84
Keterangan : Angka – angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT 5%.
Pembahasan
Tinggi Tanaman. Berdasarkan analisis uji ragam pada tinggi tanaman padi menunjukkan tidak ada interaksi. Pengaruh nyata ada pada varietas tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa varietas Batu tegi mampu tumbuh optimal pada lahan kering dengan tinggi tanaman (106,59 cm). Diikuti dengan varietas inpari 10 yaitu (75,94 cm) dan yang terendah adalah varietas cibogo dengan tinggi tanaman (72,25 cm). Batu tegi memiliki daya adaptasi lingkungan yang luas, hal ini sejalan dengan hasil penelitian Toha, (2007) yang melaporkan bahwa varietas Batu tegi lebih adaptif (stabil) dibandingkan dengan varietas lainnya pada kondisi lahan kering. Berdasarkan pengamatan perlakuan tinggi tanaman tidak berbeda nyata
220 SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
dengan perlakuan macam bakteri, hal tersebut mengindikasikan bahwa bakteri endofitik yang diberikan kurang mampu beradaptasi dengan kondisi dan macam varietas padi di lahan kering, sehingga potensi bakteri tidak optimal. Meeting (1993) menyatakan bahwa kondisi lingkungan rhizosfer yang optimal sangat menentukan pertumbuhan rhizobakteri dan assosiasinya terhadap tanaman inang.
Jumlah Anakan. Berdasarkan analisis uji ragam pada jumlah anakan padi menunjukkan tidak ada interaksi dan tidak berpengaruh nyata pada varietas tanaman maupun pada perlakuan macam bakteri. Hal ini diduga karena pengaplikasian bakteri di lahan kering yang menyebabkan ketersediaan air berkurang untuk tanaman padi sehingga jumlah anakan padi menjadi tidak berpengaruh nyata terhadap varietas maupun macam pemberian mikrobia. Mahulette (2013), menyatakan bahwa bila air menjadi terbatas maka pertumbuhan akan berkurang termasuk jumlah anakan dan berkurang pula hasil yang diperoleh. Zinniel et all. ( 2012) mengemukakan bahwa tingkat ketersediaan air yang cukup mengakibatkan aktifitas sel meningkat dan tanaman aktif membentuk organ baru.
Jumlah Daun. Berdasarkan analisis uji ragam pada jumlah daun padi menunjukkan tidak ada interaksi. Pengaruh nyata ada pada varietas tanaman yaitu varietas inpari 10 dan varietas cibogo pada 4 MST. Hal ini disebabkan karena varietas inpari 10 dan varietas cibogo mampu menghasilkan jumlah daun lebih banyak apabila dibandingkan dengan varietas Batu tegi. Pada umur 4 MST merupakan fase vegetatif tanaman dimana, tanaman memiliki laju fotosintesis yang tinggi sehingga mendorong tanaman untuk memunculkan organ baru seperti daun. Berdasarkan analisis uji ragam jumlah daun tidak berpengaruh nyata terhadap macam pemberian bakteri. Hal ini diduga, bakteri yang diberikan telah masuk ke dalam jaringan floem pada tubuh tanaman sehingga mendorong tanaman untuk dapat bertahan dalam cekaman kekeringan. Stoltfus et all. (1997), menyatakan bahwa bakteri endofitik yang ada pada jaringan floem pada kondisi kecukupan hara tidak berpengaruh nyata dalam pembentukan organ daun.
Berat Kering Tajuk dan Berat Kering Akar. Hasil uji analisis ragam menunjukkan bahwa bakteri endofitik pada masing-masing perlakuan tidak ada interaksi dan tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering tajuk. Diduga pada perlakuan ini bakteri yang dikonsorsiumkan tidak mempunyai hubungan sinergisme sehingga tidak dapat saling bekerja sama dalam menyediakan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman padi dan pembentukan jaringan tanaman. Hasil uji analisis ragam pada berat kering akar, menunjukkan bahwa perlakuan tanpa mikrobia memiliki berat yang cenderung lebih tinggi dibandingkan perlakuan mikroba lainnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa bakteri endofitik tidak kompatibel sehingga tidak memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan tanaman. Boddey et all. (1995), menyatakan bahwa kondisi lingkungan rhizosfer yang optimal sangat menentukan pertumbuhan rhizobakteri dan assosiasinya terhadap tanaman inang.
Jumlah Malai. Berdasarkan analisis uji ragam pada jumlah malai padi menunjukkan tidak ada interaksi. Ada pengaruh nyata pada varietas tanaman yaitu inpari 10 pada umur 13 MST dan 14 MST. Diduga hal ini disebabkan, pada umur 13 MST dan 14 MST merupakan akhir dari pertumbuhan vegetatif menuju pertumbuhan generatif. Dari hasil analisis uji ragam tidak berpengaruh nyata pada macam pemberian bakteri. Hal ini diduga adanya bawaan genetik asal mikrobia yang berbeda dengan varietas yang ditanam sehingga tidak kompatibel menyebabkan tidak adanya interaksi dengan varietas masing-masing mikrobia.
Analisa Produksi Tanaman. Berdasarkan analisis ragam produksi tanaman menunjukkan tidak ada interaksi. Ada pengaruh nyata pada varietas tanaman. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian menurut Lestari dkk. (2007) menyatakan bahwa unsur hara N membuat gabah menjadi lebih besar sehingga bobot gabah yang dihasilkan lebih meningkat. Selain itu, unsur hara N pada tanaman padi membuat malai lebih panjang dan jumlah butiran gabah lebih banyak. Sedangkan, jumlah gabah per malai, persentase gabah hampa, berat 1000 biji tidak berbeda nyata dengan varietas tanaman. Hal ini disebabkan oleh keadaan lingkungan seperti saat penelitian yang sangat panas dan kering serta suhu udara yang tinggi. Suhu udara yang tinggi berpengaruh pada saat pembungaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Fitri, 2009
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016 221 yang menyatakan persentase kehampaan ditentukan oleh suhu udara yang kritis, yaitu saat terjadinya meiosis (9-12 hari sebelum pembungaan) dan pada saat pembungaan.
Perlakuan macam pemberian mikrobia tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah gabah per malai, persentase gabah hampa, berat 1000 biji, dan berat gabah kering panen. Berdasarkan hasil produksi didapatkan potensi mikrobia 1 menjadi yang terbaik diantara mikrobia lainnya. Hal ini ditunjukkan pada hasil berat gabah kering panen per tanaman sebesar 37,63 cm. Sedangkan dari varietas tanaman produksi terbaik dan berpengaruh nyata terdapat pada varietas Batu tegi yaitu 40,09. Hal ini diduga akibat varietas Batu tegi merupakan varietas padi yang cocok untuk ditanam di lahan kering.
5. KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksi varietas padi dengan pemberian macam formula dan tidak berpengaruh nyata dengan tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun, berat kering tajuk, berat kering akar, jumlah gabah per malai, persentase gabah hampa, dan berat 1000 biji, tetapi berpengaruh nyata dengan jumlah malai pada 14 MST dan berat gabah kering panen. Potensi pertumbuhan terbaik terdapat pada varietas Batu tegi sebesar 106,59 cm. Potensi produksi tertinggi dan dapat bertahan dalam cekaman kekeringan adalah formula 1 dengan hasil berat gabah kering panen 37,63 g per tanaman.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih kami sampaikan pada DP2M DIKTI, yang telah berkenan membiayai Penelitian ini dengan SK No. 0056/E3.2/LT/2016.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Anonim, 2010., Analisis Sawah Irigasi di Indonesia. Departemen Pertanian, Jakarta [2] Aanonim, 2014. Deskripsi Tanaman Padi. Balai Besar Tanaman Padi, Badan Penelitian
dan Pengembangan Tanaman Padi. Jakarta.
[3] Boddey. R.M., D.C. de Olievera, S. Urguiarga, V.M. Reis, F.L. de Olivares, V.L.D Baldani, and J. Dobereiner. 1995. Biological Nitrogen Fixation Asspciated with
Sugarcane and Rice, Contributions and Prospect for Improvment. Plant Soil 174 :
195-209.
[4] Fitri, 2009. Uji Adaptasi pada Beberapa Varietas Padi Ladang (Oryza sativa L.). Skripsi Universitas Sumatera Utara
[5] Guritno. B , T, Adi , dan E. Legowo. 1997. Teknologi Tepat Guna Lahon Kering di
Kawasan Timur Indonesia Bagian Selatan. Dalam Prosiding Simposium Nasional dan
Kongres PERAGI 25-27 Juli 1996. Perhimpunan Agronomi Indonesia.
[6] Khudori. 2009. Political Will Pernerintah Dalam Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Diversifikasi Pangan. Makalah disampaikan dalam Seminar Mewujudkan Kedaulatan Pangan Indonesia Melalui Diversifikasi Pangan, 21 Maret 2009 oleh Gama Cendekia UGM Yogyakarta
[7] Lestari, P., DN Susilowati, dan E.I. Riyanti. 2007. Pengaruh Hormon AIA yang
Dihasilkan oleh Azospirillum Sp. terhadap Perkembangan Akar Padi. J. Agro Biogen
3(2) : 66-71
[8] Mahulette, A.S. 2013. Growth and Production of Rice (Oryza sativa L.) at Time
Intervals Providing Water and Organic Fertilizer Dosages. Jurnal Budidaya Pertanian 9
: 39-42
[9] Meting, F.B. 1993. Soil Microbial Ecology : Application in Agricultural and
222 SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
[10] Stoltfus JR, So R. Malarvithi PP, Ladha JK, de Brujn FJ, 1997. Isolation of Endhophytic
Bacteria from Rice and Assessment of Their Potential for Supplying Rice Biologically Fixed Nitrogen. Plant Soil 194 : 25-36.
[11] Sturz, A.V., and Norwak, 2000. Endophitic Communities of Rhizobacteria and Strategis
Required to Create Yield to Enhanching Associations to Crops. Applied Social ecology,
15 : 183-190.
[12] Toha, H.M., 2007. Peningkatan Produktifitas Padi Gogo Melalui Penerapan
Pengelolaan Tanaman Terpadu dengan Introduksi Varietas Unggul, dalam Penelitian
Pertanian Tanaman Pangan Vol 26. 2007.
[13] Zinniel DK, P. Lambrecht, NB Harris, Z Feng, D Kuczmarski, P. Highley, CA Ishimaru, A Arunajumari, RG Barletta, and AK Vidaver. 2012. Isolation and
Characterization of Endhophytic Colonizing Bacteria from Agronomic Crops and Praire Plants. Appl Environ Microbol 63 (5) : 2198-2208