• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tanaman mahkota dewa (Winarto 2009).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tanaman mahkota dewa (Winarto 2009)."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Mahkota Dewa

Di daerah Sumatera (Melayu), mahkota dewa dikenal dengan nama buah simalakama sedangkan di pulau Jawa mahkota dewa dikenal dengan nama makuto dewo (Habsari 2010). Sistematika tanaman mahkota dewa yaitu:

divisi : Spermatophyta subdivisi : Angiospermae kelas : Dicotyledoneae bangsa : Thymelecales suku : Thymelaceae marga : Phaleria

jenis : Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl

Gambar 1 Tanaman mahkota dewa (Winarto 2009).

Gambar 1 merupakan morfologi tanaman mahkota dewa. Mahkota dewa merupakan tanaman perdu yang berkembang dan tumbuh sepanjang tahun, tanaman ini dapat mencapai tinggi 1-2,5 meter. Bunga mahkota dewa berwarna putih dan berbau harum. Mahkota dewa berbunga sepanjang tahun, tidak

(2)

mengenal musim, dan biasanya banyak muncul saat musim penghujan. Buah mahkota dewa terdiri dari kulit, daging, cangkang, dan biji (Winarto 2009).

Daun mahkota dewa termasuk daun tunggal dengan tangkai daun berbentuk bulat yang panjangnya sekitar 3-5 mm. Daun mahkota dewa berwarna hijau yang permukaannya licin, tidak berbulu, dan pertulangan daunnya menyirip. Helaian daun ini berbentuk oval, ujung dan pangkal daun runcing dengan tepi rata. Panjang daun sekitar 7-10 cm dan lebar 3-5 cm. Daun yang sudah tua berwarna lebih gelap dibandingkan daun yang masih muda. Daun mahkota dewa termasuk bagian tanaman yang sering dimanfaatkan untuk obat disentri dan alergi. Sebagai obat, daun tersebut harus direbus terlebih dahulu. Penggunaan mahkota dewa yang melebihi dosis dan mengonsumsinya dalam keadaan mentah dapat menimbulkan gejala keracunan seperti bibir menjadi bengkak dan pecah-pecah, timbul luka di rongga mulut, pusing, mual, dan muntah (Winarto 2009).

Menurut Wijayakusuma (2005), mahkota dewa memiliki kandungan kimia alkaloid, terpenoid, saponin, resin, senyawa lignan (polifenol), dan flavanoid. Alkaloid merupakan senyawa organik yang berfungsi sebagai detoksikan yang menetralisir racun-racun di dalam tubuh. Saponin merupakan senyawa yang bersifat antibakteri dan antivirus, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, mengurangi kadar gula darah, dan mengurangi penggumpalan darah. Flavanoid adalah suatu antioksidan alam yang mempunyai aktivitas biologis, antara lain sebagai antioksidan yang dapat menghambat berbagai reaksi oksidasi, serta mampu bertindak sebagai pereduksi radikal hidroksil, superoksida, dan radikal peroksil. Flavanoid dapat mencegah pertumbuhan kanker dan antiperadangan (Anonim 2011).Menurut Pawiroharsono (2001) flavanoid bermanfaat untuk antiinflamasi, antikanker, antivirus, antialergi, dan antikolesterol.

Berdasarkan laporan mengenai manfaat mahkota dewa bagi kesehatan, beberapa ilmuwan telah mencoba meneliti khasiat dan manfaat ekstrak daun mahkota dewa bagi kesehatan. Sumastuti (2002a) meneliti ekstrak daun mahkota dewa terhadap efek antiinflamasi dan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ekstrak daun mahkota dewa memiliki efek antiinflamasi. Sumastuti (2002b) juga melakukan penelitian mengenai manfaat ekstrak daun mahkota dewa bagi kanker servik dan dari hasil penelitiannya ekstrak daun mahkota dewa dapat menghambat

(3)

pertumbuhan sel kanker servik, penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Kintoko & Pihie (2007). Efek antiploriferasi dan proapoptosis ekstrak daun mahkota dewa terhadap sel kanker payudara telah dibuktikan oleh penelitian Tjandrawinata et al. (2010).

Otak Besar (Cerebrum)

Otak terbagi menjadi 3 daerah utama yaitu forebrain (otak depan), midbrain (otak tengah), dan hindbrain (otak belakang). Otak depan terdiri dari cerebrum, thalamus, dan hipothalamus. Cerebrum (otak besar) adalah bagian terbesar dari otak depan dan mengandung hampir 90% sel saraf yang ada di sistem saraf pusat (Colville & Bassert 2002; Aspinall & O’Reilly 2004). Cerebrum merupakan bagian dari otak yang memberikan respon terhadap kebiasaan, belajar, inteligen, dan kesadaran (Colville & Bassert 2002).

Cerebrum bertugas menerima dan menginterpretasikan informasi sensoris; menginisiasi rangsangan secara sadar pada otot rangka; dan mengintegrasikan aktivitas neuron yang secara normal berhubungan dengan komunikasi, ekspresi respon emosional, belajar, memori dan daya ingat, dan kebiasaan lainnya yang dilakukan secara sadar (Colville & Bassert 2002).

Bagian luar dari cerebrum tersusun oleh gray matter yang menyelubungi

white matter di bagian dalamnya. Permukaan cerebrum berbentuk berlekuk-lekuk

karena ada gyri (tonjolan) dan sulci (lekukan) (Messonnier 2000). Cerebrum terdiri dari dua bagian yang disebut hemisphere. Hemisphere terdiri dari hemisphere kanan dan hemisphere kiri, masing-masing hemisphere tersebut terdapat satu hippocampus. Hippocampus merupakan bagian dari otak yang berfungsi membentuk memori, mengorganisir memori, dan menyimpan memori. Hippocampus bekerja sebagai memory indexer yaitu mengirimkan memori ke bagian hemisphere dari otak besar untuk disimpan dalam waktu yang lama dan dapat mengeluarkan memori apabila dibutuhkan (Bailey 2011). Jika bagian ini mengalami kerusakan dan tidak berfungsi karena kekurangan oksigen, keracunan, atau blood clots (stroke), hewan akan dapat mengalami kegagalan untuk menyimpan ataupun mengingat suatu informasi (Colville & Bassert 2002). Allen

(4)

berkorelasi dengan tingkat memory deficits (amnesia). Berdasarkan fungsi otak besar yang berperan dalam memori, maka pada penelitian ini digunakan otak besar sebagai bahan coba untuk melihat efek ekstrak daun mahkota dewa terhadap sel-sel otak besar yang nantinya berpengaruh terhadap memori.

Sel Saraf

Sel saraf adalah unit dasar dari sistem saraf (Ribchester 1986). Sel saraf terdiri dari 3 bagian penting yaitu badan sel, dendrit, dan akson (Colville & Bassert 2002). Dendrit merupakan bagian yang menerima rangsangan dari sel saraf yang lain dan meneruskan rangsangan menuju badan sel saraf. Akson adalah bagian yang bertugas meneruskan rangsangan dari badan sel saraf menuju dendrit dari sel saraf lain, badan sel otot, atau badan sel glandular (Messonnier 2000; Colville & Bassert 2002).

Gambar 2 Sel saraf unipolar, bipolar, dan multipolar (Sriwulan 2005).

Berdasarkan posisi badan sel dengan dendrit dan akson, sel saraf diklasifikasikan menjadi 3, yaitu: bipolar, unipolar, dan multipolar. Morfologi ketiga tipe sel saraf ini dapat dilihat pada Gambar 2. Sel saraf bipolar adalah sel saraf yang badan selnya memiliki 2 penjuluran, satu penjuluran sebagai dendrit dan penjuluran yang lain sebagai akson. Berbeda dengan sel saraf bipolar, sel saraf unipolar hanya memiliki satu penjuluran pada badan selnya. Penjuluran tersebut selanjutnya bercabang dan setiap cabang dapat menuju ke target yang berbeda. Sel saraf multipolar memiliki lebih dari dua penjuluran pada badan

(5)

selnya dan setiap penjuluran dapat bercabang secara ekstensif (Ribchester 1986). Sel saraf unipolar dan multipolar dalam perkembangannya mula-mula terekspresi dari sel saraf bipolar(Ribchester 1986). Morfologi sel saraf multipolar dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Sel saraf multipolar dilihat dengan mikroskop elektron (BMC 2010).

Jumlah sel glia di jaringan saraf lebih banyak daripada jumlah sel saraf (Colville & Bassert 2002). Menurut Kuntarti (2007) sel glia mendukung dan merawat sel saraf, selain itu sel glia merupakan setengah dari bagian sistem saraf pusat, kecil, dan dapat memperbanyak diri. Sel glia pada sistem saraf pusat terdiri dari empat macam yaitu astrosit, oligodendrosit, mikroglia, dan sel ependimal. Astrosit merupakan sel glia terbesar dan terbanyak, berbentuk seperti bintang. Fungsi astrosit adalah untuk mempertahankan sirkulasi darah di otak yang memisahkan otak dari sirkulasi umum, membentuk struktur sistem saraf pusat, mengatur kadar ion dan nutrien, memperbaiki dan mencegah jaringan saraf dari kerusakan. Oligodendrosit melapisi akson dengan membentuk lapisan myelin. Mikroglia melindungi sistem saraf pusat dari debris, zat sisa dan patogen dengan mekanisme fagosit. Sel ependimal adalah sel epitel yang melapisi dinding ventrikel. Sel ependimal membentuk, memonitor, dan membantu sirkulasi cairan cerebrospinal (Kuntarti 2007).

(6)

Kultur In Vitro

Kultur primer yaitu menumbuhkan sel dari sel yang berasal dari jaringan hewan secara langsung (Paul 1972; Butler 2004). Sel kultur primer adalah sel yang diperoleh dari suspensi sel yang pertama kali dikultur. Jika sel-sel tersebut bermultiplikasi berulang kali maka sel-sel tersebut dapat dipasase, yaitu dipisahkan kembali kemudian dikultur ulang (Paul 1972). Kultur sel membutuhkan sel untuk dapat ditumbuhkan, sel didapatkan dari jaringan yang diisolasi kemudian dilakukan pemisahan jaringan untuk mendapatkan sel yang terpisah-pisah (Paul 1972; Freshney 2006). Biasanya pemisahan jaringan untuk mendapatkan sel menggunakan enzim tripsin atau kolagenase (Paul 1972; Freshney 2006).Kelangsungan hidup sel dapat ditingkatkan dengan melakukan

coating substratuntuk meningkatkan daya lekat sel ke substrat menggunakan

gelatin, kolagen, laminin, atau fibronectin (Butler 2004; Freshney 2005). Kultur sel yang melekat pada substrat disebut kultur monolayer (Jakoby & Pastan 1979).

Eagle’s Minimal Essential Medium (MEM) dan Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium (DMEM) merupakan pengembangan dari Eagle’s Basal Medium

(BME) dengan meningkatkan konsentrasi bahan penyusunnya. DMEM mengandung konsentrasi asam amino 2 kali lipat dan vitamin 4 kali lipat lebih banyak daripada MEM(Freshney 2005). Kandungan unsur pokok yang lebih baik ini menyebabkan DMEM menjadi medium yang biasa dipakai untuk kultur sel. Medium DMEM sangat cocok digunakan dalam berbagai kultur sel termasuk sel-sel yang berasal dari manusia, monyet, hamster, tikus, mencit, ayam, dan ikan (Pombinho et al. 2004, diacu dalam Riyacumala 2010).

Lingkungan yang terbaik untuk pertumbuhan sel adalah lingkungan yang kondisinya mendekati keadaan in vivo (Paul 1972; Malole 1990). PH yang baik untuk pertumbuhan sel adalah sekitar 7,4 (Paul 1972; Freshney 2005). Phenol red dapat digunakan sebagai indikator pH dalam medium yaitu berwarna merah pada pH 7,4, orange pada pH 7,0, kuning pada pH 6,5, kuning lemon pada pH 6,5, pink pada pH 7,6, dan ungu pada pH 7,8 (Fresheny 2005). Pengaturan pH medium dapat dilakukan dengan sistem buffer karbondioksida-karbonat sehingga pada medium dilakukan penambahan NaHCO3 dan inkubasi pada CO2 (Malole 1990; Freshney 2005). Untuk mengatur kadar O2 dalam medium, dapat ditambahkan

(7)

gluthathione, 2-mercaptoethanol atau dithiothreitol sebagai antioksidan ke dalam medium (Freshney 2005).

Suhu yang direkomendasikan untuk kultur sel hewan mamalia adalah 37oC atau disesuaikan dengan suhu tubuh sel hewan (Paul 1972; Pollard & Walker 1990; Freshney 2005). Medium untuk kultur sebaiknya dihindarkan dari pembentukan busa. Pembentukan busa pada medium dapat menyebabkan denaturasi protein dan meningkatkan resiko kontaminasi apabila busa medium mencapai bagian atas dari petri dish (Freshney 2005).

Istilah complete medium merupakan medium yang mengandung semua unsur pokok dan telah ditambahkan suplemen yang cukup sesuai standar yang ditetapkan seperti glutamin, serum, growth factors, danhormon (Freshney 2005). Serum mengandung growth factor yang meningkatkan proliferasi sel dan juga faktor adhesi dan aktivitas antitripsin yang mendukung perlekatan sel. Serum juga mengandung mineral, lipid, hormon. Calf serum (CS) dan fetal bovine

serum (FBS) merupakan serum yang paling banyak digunakan akhir-akhir ini,

terutama untuk cell line dan kloning (Freshney 2005). Antibiotik daoat ditambahkan pada medium kultur untuk mencegah kontaminasi.

Media untuk perkembangan sel mengandung nutrisi yang tinggi tidak hanya bagi sel hewan tetapi bakteri dan fungi. Kebanyakan mikroorganisme ini memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan sel kultur dan terkadang menghasilkan toksin yang dapat mematikan sel. Cara terbaik untuk mencegah kontaminasi pada media kultur adalah dengan menerapkan teknik aseptis (Paul 1972). Untuk mencegah kontaminasi maka peralatan untuk kultur, operator, ruangan kultur, dan bahan-bahan untuk kultur harus steril. Reagen liquid untuk kultur sel disterilisasi dengan teknik filtrasi untuk meyaring bakteri menggunakan membran filter berukuran 0,22 µm (Jakoby & Pastan 1979).

Kultur Sel Otak

Sel saraf yang membentuk sistem saraf pada mamalia merupakan sel yang sulit untuk dikultur. Sel ini sangat khusus dan pemilih mengenai lingkungan tempat mereka tumbuh dan biasanya mereka hanya bertahan dan berkembang ketika ada lapisan non-saraf yaitu sel-sel glia yang memberikan dukungan seluler.

(8)

Terkadang jumlah sel-sel glia lebih banyak dibandingkan sel saraf sehingga menyulitkan untuk menggambarkan sel-sel saraf dan mengukur aktivitas mereka terhadap sel-sel glia (Baum 2006). Kunci utama melakukan kultur sel saraf adalah melakukan kontrol yang ketat terhadap lingkungan sel saraf (Malin et al. 2007). Sel yang berasal dari embrionik dan neonatal membutuhkan faktor pertumbuhan terutama nerve growth factor (NGF) yang ditambahkan ke dalam media kultur standar untuk bertahan hidup. Sel yang berasal dari hewan dewasa dapat ditumbuhkan tanpa diberikan faktor pertumbuhan pada media kultur yang mengandung suplemen vitamin (Malin et al. 2007).

Medium kultur yang umum digunakan untuk menumbuhkan sel saraf adalah

Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium (DMEM) yang ditambahkan serum 10%.

Kultur sel saraf akan tumbuh dengan baik ketika hidup pada pH fisiologis yaitu sekitar 7,3 dan akan mati pada pH lebih dari 8,5. Untuk mendapatkan pertumbuhan yang lebih optimal, maka dibuat sistem buffer yang mirip dengan sistem buffer di dalam darah (karbondioksida-karbonat) dengan cara mengatur keseimbangan antara CO2 dari inkubator (5%) dengan ion bicarbonat (NaHCO3) yang ditambahkan dari medium (Potter & DeMarse 2001).

Sel saraf biasanya menempel pada substrat, tetapi akson dapat bermigrasi keluar dari badan saraf (Paul 1972). Sel saraf dapat bertahan pada kultur sel sampai beberapa bulan (Paul 1972). Kultur in vitro sel saraf menghasilkan jaringan saraf yang menggambarkan prinsip dasar aktifitas otak yang dapat digunakan untuk menganalisis perkembangan elektrofisiologi dan kualitas hubungan antar sel saraf yang berasal dari sumber sel yang berbeda serta reaksi sel-sel tersebut terhadap reaksi farmakologi oleh senyawa aktif (Illes et al. 2009).

Menurut Woehrling et al. (2010), astrosit merupakan sel glia utama yang memberikan perlindungan untuk sel saraf. Perbandingan astrosit dengan sel saraf adalah sekitar 10:1 pada kondisi in vivo, sedangkan pada kondisi in vitro, astrosit menunjang fungsi sel saraf dengan perbandingan 1:4 (Woehrling et al. 2010).

Gambar

Gambar 1 Tanaman mahkota dewa (Winarto 2009).
Gambar 2 Sel saraf unipolar, bipolar, dan multipolar (Sriwulan 2005).

Referensi

Dokumen terkait

Ruangan VVIP merupakan ruangan yang menyediakan semua fasilitas yang ada di One Stop Woman Beauty Care di dalam satu ruangan seperti beauty bar yang menyediakan

Asal/ Cara Peroleha n Tahu n Perol ehan Ukuran Barang/ Konstru ksi (P,S,D) Satu an Keadaa n Barang (B/KB/ RB) JUMLAH Keterang an No. Urut Kode Barang Regist er

Penelitian tindakan kelas dalam pembelajaran menyimak cerita anak melalui media animasi audio visual ini terdiri atas dua siklus, yaitu siklus I dan siklus II,

Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat dalam suatu pekerjaan yang memiliki risiko kontaminasi

Mengkaji kembali struktur teks berita yang ada dalam tulisan laporan utama (Rubrik Maung) dalam majalah online Maung Magz berjudul “Cerita Dibali Jersey Persib

• Aliran vena : vena superfisial  vena perforantes  vena profunda, bila katup perforantes rusak setiap otot kontraksi  insufisiensi  beban tekanan hidrostatik ke

The difference (∆) of PASI score, Trozak score, and K6 expression of psoriasis patients in Cipto Mangunkusumo Hospital before and after 1% C. xanthorrhiza ointment and

Informasi ketiga profil penyelengga- raan praktikum fisika sekolah tersebut, selanjutnya menjadi masukan untuk melatih calon guru fisika di LPTK; yang terkait dengan