• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINTERING MECHANISMS OF FLOOR TILE: MICROSTRUCTURAL EVOLUTION AND SHRINKAGE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SINTERING MECHANISMS OF FLOOR TILE: MICROSTRUCTURAL EVOLUTION AND SHRINKAGE"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

SINTERING MECHANISMS OF FLOOR TILE:

MICROSTRUCTURAL EVOLUTION AND SHRINKAGE

H. Notopuro, D. Hatmoko, R.Y. Saputra, M. Rachimoellah dan S. Winardi*

ABSTRAK

Sintering keramik adalah suatu proses yang sangat komplek melibatkan terjadinya penyusutan dan evolusi struktur mikro melalui beberapa mekanisme yang berbeda dan antara lain dipengaruhi oleh suhu, waktu dan ukuran butiran. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah mempelajari hubungan antara penyusutan dan evolusi struktur mikro pada berbagai ukuran butiran tepung dan waktu sintering.

Badan ubin keramik (green body) dengan ukuran partikel A0 (dp= 367 μm), A3 (dp= 304 μm) dan A6 (dp=248 μm)

dari formulasi campuran felspar 65 %, clay 37 % dan talk 3 % berat dibakar dalam tungku laboratorium sampai suhu 1200oC kemudian dipertahankan selama t=10 - 40 menit. Analisis perubahan struktur mikro dan penyusutan setelah proses sintering masing-masing dilakukan secara mikroskopis dengan foto SEM (Scanning Electron Microscope) dan dilatometer.

Badan ubin keramik dengan ukuran butiran lebih kecil akan mengalami penyusutan lebih besar pada awal sintering (t<20 menit), kemudian akan terjadi sebaliknya bila sintering dilanjutkan sampai t=40 menit. Morfologi badan ubin keramik dengan ukuran butiran lebih kecil akan mengalami evolusi struktur mikro lebih cepat kearah pembentukan mulit, densifikasi, vitrifikasi dan transformasi fasa pada waktu awal sintering. Penyusutan, kuat lentur dan penyerapan air badan ubin keramik yang optimum diperoleh butiran A3 (dp=304 μm) dengan struktur

mikro yang dicirikan dengan terbentuknya mulit, terjadinya densifikasi dan penutupan pori sebelum vitrifikasi dan transformasi fasa terjadi.

Kata kunci:ubin keramik, ukuran butiran, sintering, struktur mikro, penyusutan.

ABSTRACT

Sintering of ceramics is a complicated process that involves shrinkage and microstructural evolution through the action of several different mechanisms, and is affected by temperature, time dan powder size distribution. Therefore, the objective of this research is to study the relationship between shrinkage and microstructure evolution in varied sintering time with particle size distribution.

Green body of several grain size A0 (dp=367 μm), A3 (dp=308 μm) dan A6 (dp=248 μm) with a formulation of 65

% feldspar, 32 % clay and 3 % talc were fired isothermally in kiln lab at 1200 oC temperature during sintering times t=10-40 minutes. Microstructural evolution and shrinkage of sintered green body were microscopically observed with Scanning Electron Microscope (SEM) and macroscopically measured with dilatometer, respectively.

Higher shrinkage of the green body with smaller powder size occurred at initial period (t<20 minutes), and then it occurred oppositely when sintering to be continued until t=40 minutes. Morphology of compact body with smaller powder size has underwent microstructural evolution faster to build mullite, densification, vitrification and phase transformation at initial sintering period. Optimum shrinkage, bending strength, and water absorption were demonstrated by the compact body of powder size A3 (dp=304 μm) with microstructural morphology

characterized by mullite formation, densification and pores reduction before vitrification and phase transformation occurred.

Keywords: floor tile, grain size, sintering, microstructure, shrinkage.

1. PENDAHULUAN

Laju pertumbuhan produksi dunia untuk komoditi ubin keramik seperti floor tile meningkat pesat dibandingkan dengan produk keramik yang lain. Ubin keramik adalah termasuk jenis bodi porcelain stoneware yang mempunyai penampilan teknis yang sangat baik ditinjau dari sifat-sifat ketahanan terhadap aspek mekanis, pemakaian, bahan kimia dan sebagainya. Lagi pula sifat-sifat teknis tersebut biasanya digabung dengan peningkatan penampilan estetika untuk memberikan peranan penting dalam pemasaran. Badan ubin keramik terutama terdiri dari campuran felspar = 45-50 %, clay = 30-40 %, pasir kuarsa = 10-15 % dan beberapa zat aditif. Ubin keramik dapat diproses melalui tahapan wet milling, spray drying, dry pressing dan kemudian

dibakar pada suhu tinggi (sintering) sampai titik lelehnya.

Sintering adalah suatu proses yang sangat komplek yang melibatkan evolusi struktur mikro melalui beberapa mekanisme yang berbeda. Hal ini tidak mungkin untuk diprediksi secara kuantitatif kelakuan sintering pada keadaan padat (solid state sintering) maupun pada keadaan cair (liquid state sintering). Kinetika sintering keramik telah dipelajari secara luas dalam beberapa literatur dan diketahui akan berhubungan langsung dengan struktur mikro.

Sintering secara tradisional dipandang dalam tiga tahap proses yang berbeda, yaitu : sintering awal, sintering pertengahan, dan sintering akhir. Tetapi kebanyakan model yang dikembangkan mempunyai tujuan yang berhubungan hanya

* Jurusan Teknik Kimia, FMIPA ITS, Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya (60111) E-mail:

(2)

dengan salah satu tahap tertentu saja. Selain itu penelitian proses sintering pada keadaan padat ubin keramik masih sangat sedikit dilaporkan (Maity dan Sarkar 1995; Dondi dkk. 2003; Notopuro dkk. 2005). Hansen dkk. (1992) telah mengusulkan suatu model umum dengan satu

persamaan laju penyusutan yang

mengkuantifikasi sintering sebagai proses kontinyu dari awal sampai akhir bila hanya ada satu mekanisme diffusi dominan selama proses sintering. Kemudian model tersebut telah disederhanakan dalam bentuk laju densifikasi oleh Su dan Johnson (1996). Valdivieso dan Goeuriot (2003) menyatakan bahwa untuk sintering dari submicron alumina pertumbuhan butiran disertai suatu peningkatan pemisahan pori (pore separation), dan selanjutnya terjadi suatu kenaikan dalam panjang lintasan diffusi yang disertai penurunan laju densifikasi dengan densitas. Pengaruh temperatur sintering terhadap sifat fisik dan sifat mekanik konvensional keramik dilaporkan oleh Maity dan Sarkar (1995). Mereka menyatakan bahwa kekuatan keramik akan tergantung pada rasio kuarsa dan mulit dalam kisaran temperatur vitrifikasi, dan morfologi mulit. Notopuro dkk (2005) telah mempelajari pengaruh ukuran butiran terhadap laju penyusutan ubin keramik. Penyusutan badan ubin keramik yang besar terjadi pada sintering untuk ukuran partikel butiran (grain size) yang besar. Meskipun untuk perbedaan ukuran partikel tertentu pengaruh tersebut menjadi kurang signifikan. Lagi pula perubahan ukuran butiran felspar dan clay juga mempengaruhi komposisi kimia tepung badan ubin keramik (Notopuro dkk. 2004). Mereka telah mengusulkan model teoritis yang dapat memprediksi laju penyusutan untuk ukuran butiran yang bervariasi. Kesesuaian antara data eksperimen dan model teoritis diperoleh pada kondisi sintering awal dan sintering pertengahan, tetapi penyimpangan mulai terjadi pada waktu sintering yang lebih lama yaitu ketika memasuki tahap sintering akhir.

Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah mempelajari hubungan penyusutan ubin keramik dan evolusi struktur mikro selama proses sintering pada berbagai ukuran butiran tepung badan ubin keramik.

2. METODOLOGI

Semua tepung badan ubin keramik yang digunakan dalam penelitian ini (felspar dan clay) diperoleh dari pabrik ubin keramik PT. Kwali Mas, Sidoarjo, Jawa Timur. Felspar berasal dari daerah Trenggalek dan Pacitan, dan clay berasal dari daerah Rembang dan Tuban. Dalam

penelitian ini komposisi masing-masing bahan baku mengacu pada komposisi yang biasa digunakan di pabrik ubin keramik seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Tepung badan ubin keramik diambil langsung dari unit spray dryer. Ukuran butiran tepung badan ubin keramik diklasifikasikan dengan menggunakan vibration sieve kemudian dicampur sebagai tepung badan ubin keramik dengan klasifikasi : A0 (dp=367

μm), A3 (dp=304 μm) dan A6 (dp=248 μm).

Analisa distribusi ukuran butiran A0, A3 dan A6

ditunjukkan pada Gambar 1. Karakterisasi sifat fisik (yaitu: analisa distribusi ukuran butiran, uji mineralogi) dan sifat kimia (yaitu: komposisi kimia) tepung badan ubin keramik telah dilakukan oleh Notopuro dkk. (2004).

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1 10 100 1000 Diameter partikel (m) K u m ul at if ba w ah ( % b er a t) A6 A3 A0

Gambar 1. Distribusi ukuran tepung badan ubin keramik ukuran butiran tepung A0 (dp=367 μm),

A3 (dp=304 μm) dan A6 (dp=248 μm).

Badan ubin keramik (green body) dari masing-masing ukuran butiran tersebut dibuat dengan ukuran 85x85 mm dan dikeringkan dalam dryer sehingga kadar air menjadi 1%. Kemudian badan ubin keramik dibakar dalam tungku laboratorium sampai suhu 1200oC kemudian dipertahankan

selama 10, 15, 20, 25, 30, 35 dan 40 menit. Analisis perubahan struktur mikro setelah proses sintering dilakukan secara mikroskopis dengan foto SEM (Scanning Electron Microscope). Ubin keramik yang telah dibakar diukur penyusutannya dengan alat dilatometer dan diuji juga sifat mekanik dan sifat fisiknya.

Tabel 1. Komposisi bahan baku tepung badan keramik.

Bahan Baku % berat

Felspar Trenggalek Felspar Pacitan Clay Rembang Clay Tuban Talk 35 30 20 12 3

(3)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Pengaruh Waktu Sintering terhadap Penyusutan dan Sifat Mekanik

Penyusutan badan ubin keramik yang dibakar secara isotermal pada berbagai waktu sintering ditunjukkan pada Gambar 2. Terlihat pada gambar bahwa badan ubin keramik (green body) dengan ukuran butiran tepung yang lebih kecil (A6) akan mengalami penyusutan lebih cepat

pada waktu sintering t=10 menit dan 15 menit. Tetapi penyusutan yang lebih besar terjadi sebaliknya untuk badan ubin keramik dengan ukuran butiran yang lebih besar (A0) pada waktu

sintering t=20 menit dan seterusnya. Hal ini disebabkan ukuran butiran yang lebih kecil akan lebih cepat menerima panas dan kemudian mencapai titik lelehnya pada waktu sintering yang relatif kecil dibanding dengan ukuran butiran yang lebih besar, sehingga penyusutan akan konstan yang disertai evolusi struktur mikronya dalam waktu sintering yang lebih lama. Hubungan penyusutan dan perubahan struktur mikro selama proses sintering akan didiskusikan pada bagian berikut ini.

Gambar 2. Hubungan penyusutan dan waktu sintering untuk badan keramik dengan ukuran butiran A0 (dp=367 μm), A3 (dp=304 μm) dan A6

(dp=248 μm).

3.2 Evolusi Struktur Mikro Selama Sintering Seperti dinyatakan diatas bahwa ukuran butiran tepung badan ubin keramik mempengaruhi karakteristik penyusutan terhadap variasi waktu sintering. Penyusutan yang lebih kecil ditunjukkan oleh badan ubin keramik dengan ukuran butiran besar A0 (dp=367 μm)

dengan suhu sintering 1200oC dalam waktu

sintering t =10 - 15 menit. Ditinjau dari struktur mikro pada foto SEM (dengan pembesaran 1000 kali) seperti ditunjukkan pada Gambar 3, untuk t=10 menit tampak bahwa badan ubin keramik dengan butiran A0 sebagian besar belum meleleh

(sebagai kuarsa yang belum bereaksi), badan ubin keramik dengan sampel ukuran butiran A3

(dp=304 μm) mulai meleleh. Sedangkan badan

ubin keramik dengan butiran A6 (dp=248 μm)

sebagian sudah mulai meleleh yang diindikasikan dengan jumlah pori menjadi lebih sedikit, dan mulit primer mulai terbentuk.

(a) A0, 10 menit (c) A6, 10 menit (b) A3, 10 menit

Gambar 3. Morfologi badan ubin keramik yang dibakar pada suhu 1200oC dan t=10 menit.

Pada waktu sintering t=15 menit, badan ubin keramik dengan butiran A3 dan A6 sebagian

(4)

besar sudah mencapai titik lelehnya, menutup pori yang ada karena terjadinya aglomerasi butiran dan densifikasi seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Lelehan felspar mulai terikat dengan senyawa alumina dari clay membentuk mulit (SiO2.Al2O3) primer sebagai kerangka keramik.

Tetapi untuk badan ubin keramik dengan butiran A6 sudah terjadi transformasi ke fasa vitrifikasi

dan untuk butiran A3 mulai terjadi densifikasi

karena lelehan silika dari clay mengisi pori-pori. Bila dihubungkan dengan terjadinya penyusutan seperti ditunjukkan pada Gambar 1, laju penyusutan akan menurun secara signifikan bila waktu sinteringt >15 menit. Demikian juga untuk badan ubin keramik dengan butiran A0 meskipun

pelelehan butiran sudah terjadi sebagian (terutama untuk ukuran butiran yang relatif lebih kecil), masih menyisakan fasa kuarsa yang belum bereaksi, sehingga mulit belum terbentuk. Gambar 5 menunjukkan struktur mikro badan ubin keramik yang dibakar selama t=20 menit. Terlihat bahwa struktur mikro badan ubin keramik dengan ukuran butiran A6 sudah mulai

berubah ke fasa kristobalit, untuk ukuran butiran A3 dikarakterisasi oleh terbentuknya mulit yang

disertai terjadinya densifikasi serta pengurangan pori. Sedangkan mulit pada badan ubin keramik dengan butiran A0 semakin terbentuk yang

disertai aglomerasi dan densifikasi, sehingga penyusutan menjadi lebih besar dibandingkan dengan butiran A3 dan A6 seperti ditunjukkan

pada Gambar 1.

Seperti ditunjukkan pada Gambar 6, untuk waktu sintering t=25 menit struktur mikro badan ubin keramik dengan butiran A6 sebagian besar

silika bebas mengalami tranformasi ke fasa kristobalit, untuk badan ubin keramik dengan butiran A3 dikarakterisasi oleh terbentuknya fasa

vitrifikasiyang disertai terjadinya densifikasi serta pengurangan pori. Sedangkan mulit pada badan ubin keramik dengan butiran A0 semakin banyak

terbentuk.

Untuk waktu sintering t=30 menit permukaan spesifik badan ubin keramik dengan butiran A6

mengalami tranformasi ke fasa vitrifikasi lanjut (over firing), untuk badan ubin keramik dengan butiran A3 fasa kristobalit telah terbentuk di

sebagian permukaan. Sedangkan pada permukaan badan ubin keramik dengan butiran A0, pori semakin berkurang, dan terjadi

densifikasi karena lelehan silika yang mengisi pori-pori yang ada.

Dengan evolusi struktur mikro untuk ubin keramik yang lama waktu sintering t>20 menit seperti ditunjukkan pada Gambar 5 dan 6, penyusutan hampir konstan untuk semua ukuran butiran seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Hal

ini disebabkan oleh terbentuknya mulit sebagai kerangka dapat menahan laju penyusutan meskipun terjadi transformasi fasa yang meliputi juga persipitasi mulit, serta dekomposisi mineral clay, pembentukan fasa amorf, pelelehan feldspar dan kuarsa secara parsial pada komposisi eutetis, vitrifikasi dan sebagainya seperti yang dinyatakan Zanelli dkk. (2003).

(b) (a)

(c)

Gambar 4. Morfologi badan ubin keramik yang dibakar pada suhu 1200oC dan t=15 menit.

(5)

(a)

(b)

(c)

Gambar 5. Morfologi badan ubin keramik yang dibakar pada suhu 1200oC dan t=20 menit.

3.3 Kuat Lentur dan Penyerapan Air

Uji sifat fisik dan mekanik terhadap sampel tersebut juga dilakukan untuk mempelajari pengaruh ukuran butiran dan waktu sintering terhadap kuat lentur (bending strength) dan penyerapan air (water absorption) serta hubungannya dengan evolusi struktur mikro. Seperti ditunjukkan pada Tabel 2, kuat lentur dan penyerapan air badan ubin keramik

(a)

(b)

(c)

Gambar 6. Morfologi badan ubin keramik yang dibakar pada suhu 1200oC dan t=25 menit.

dipengaruhi oleh ukuran butiran dan waktu sintering. Badan ubin keramik dengan ukuran butiran A3 pada waktu sintering t=20 menit

mempunyai kuat lentur terbesar dan penyerapan air terkecil. Hal ini disebabkan oleh pembentukan mulit yang lebih sempurna pada badan ubin keramik dengan ukuran butiran A3

(yaitu mulit sekunder) dan hilangnya kuarsa bebas. Sedangkan turunnya tingkat penyerapan air badan ubin keramik dengan ukuran A3 karena

(6)

(a)

(b)

Gambar 7. Morfologi badan ubin keramik yang dibakar pada suhu 1200oC dan t=30 menit.

distribusi ukuran butiran memberikan kerapatan tumpukan (packing density) yang lebih besar dibanding badan ubin dengan ukuran butiran A0

dan A6. Sedangkan untuk badan ubin keramik

dengan ukuran butiran A0 dan A6, kuat lentur

maksimum dan penyerapan air minimum dicapai pada waktu sinteringt=30 menit dan t=20 menit. Hal ini dapat dilihat bahwa pada kondisi sintering tersebut, pada umumnya mulit sudah terbentuk yang disertai pengurangan pori badan ubin keramik seperti struktur mikro permukaan yang ditunjukkan pada Gambar 3 - 7..

Seperti ditunjukkan pada Tabel 2, pada t=20 menit badan ubin keramik dengan ukuran butiran A3 dan A6 mempunyai harga kuat lentur

tinggi dan penyerapan air rendah. Tetapi kuat lentur badan ubin keramik dengan ukuran butiran A3 dan A6 turun disertai kenaikan

penyerapan air bila waktu sintering diperpanjang menjadi 25 dan 30 menit. Dengan waktu sintering lebih lama akan menyebabkan terjadinya pembakaran lanjut (over firing) yang dapat mendorong terbentuknya kristobalit. Waktu sintering yang lebih lama akan menyebabkan terbentuknya gas hasil reaksi yang selanjutnya akan lepas dari ikatan dan keluar membentuk pori baru di badan ubin keramik sehingga penyerapan air menjadi meningkat.

4. SIMPULAN

1. Badan ubin keramik dengan ukuran butiran lebih kecil akan mengalami penyusutan lebih besar pada sintering awal (t<20 menit), kemudian akan terjadi sebaliknya bila sintering dilanjutkan sampai t=40 menit. 2. Struktur mikro badan ubin keramik dengan

ukuran butiran lebih kecil akan mengalami evolusi lebih cepat kearah pembentukan mulit, densifikasi, vitrifikasi dan transformasi fasa pada sintering awal.

3. Kuat lentur badan ubin keramik yang besar disebabkan oleh struktur mikro yang dicirikan dengan terbentuknya mulit, terjadinya densifikasi dan penutupan pori yang optimum sebelum vitrifikasi dan transformasi fasa terjadi.

4. Penyerapan air badan ubin keramik yang rendah disebabkan oleh struktur mikro yang dicirikan dengan terbentuknya mulit, terjadinya densifikasi dan penutupan pori yang optimum sebelum vitrifikasi dan transformasi fasa terjadi.

Tabel 2. Hasil uji kuat lentur dan penyerapan air.

Sampel Kuat lentur (kg/cm

2) Penyerapan air (%)

t=10

menit menit t=15 menit t=20 menit t=25 menit t=30 menit t=10 menit t=15 menit t=20 menit t=25 menit t=30 A0 135,7 176,3 259,1 352,1 401,2 20,8 17,3 12,06 9,01 7,57 A3 198,5 350,2 440,2 408,1 325,8 16,4 10,60 6,39 7,66 8,45 A6 220,6 307,1 423,4 260,4 163,4 14,2 9,10 6,24 8,17 8,87

(7)

5. Badan ubin lantai keramik dengan ukuran partikel A3, selama proses sinteringmembentuk

kerangka mulit secara optimal dari partikel berbentuk lancip dan bulat.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih disampaikan kepada pabrik ubin keramik PT. Kuali Mas Sidoarjo atas bantuan material dan fasilitas penelitian yang telah diberikan. Terima kasih pula disampaikan kepada saudara Romanus Krisantus mahasiswa S2 Program Studi Pascasarjana Teknik Kimia FTI-ITS dan semua anggota Laboratorium Mekanika Fluida dan Pencampuran atas kerjasama yang baik selama ini.

DAFTAR NOTASI

dp diameter partikel rata-rata (um)

t waktu sintering (menit) DAFTAR ACUAN

Barsoum, M. W. (1997), Fundamental of Ceramic, Int. Ed., McGraw-Hill Co. Inc, New York.

Coble, R. L. (1958), ‘Effect of Microstructure on the Mechanical Properties of Ceramic Materials’, Ceramic Fabrication Process, W. D. Kingery, editor, John Wiley & Sons, New York, pp. 213-218.

Dondi, M., Raimondo, M. dan Zanelli, C. (2003), ‘Sintering Mechanisms of Porcelain Stoneware Tiles’, Proc. Int. Conference on the Science Technology and Applications of Sintering, September 15 - 17, Pennsylvania, USA. Comer, J. J. (1959), The Electron Microscope

in the Study of Minerals and Ceramics, Microscopy, STP 257, American Society of Testing and Materials, pp. 99-120, Philadelphia, USA.

German, R. M. (1996), Sintering Theory and Practice, John Willey & Sons, Inc., New York.

Maity, S. dan Sarkar, B.K. (1995), ‘Effect of Temperature on the Strength and Physical Propertie of Conventional Porcelain’, J. Interceram, 44, pp. 318-324.

Notopuro, H., Muit, A., Hidayat, D., Rachimoellah, M., Altway, A., dan Winardi, S. (2005), ‘Diffusion Model Approach for The Evaluation of The Effect of Grain Size on Sintering Process of Tile Ceramics’, Majalah IPTEK, LPPM ITS, Vol. 16, pp. 7-11.

Notopuro, H., Nugroho, A., Rachimoellah, M. dan Winardi, S. (2004), ‘Karakterisasi Powder Bahan Baku Ubin Keramik’, Prosiding SRKP2004. 21-22 Juli, p. C17.

Rahaman, M. N. (2003), Ceramic Processing and Sintering, 2nd , Marcel Dekker, Inc,

New York-Basel.

Hansen, J. D., Rusin, R.P., Teng, M.-H., dan Johnson, D. L. (1992), ‘Combined-stage sintering model’, J. American Ceramic Soc., 75, pp. 1129-1135.

Su, H. dan Johson, D. L. (1996), ‘Master Sintering Curve: a Practical Approach to Sintering, J. American Ceramic Soc., 79, pp. 3211-3217.

Zanelli, C., Dondi, M. dan Raimondo, M. (2003), ‘Phase Transformation During Liquid Phase Sintering of Porcelain Stoneware Tiles: Petrological Approach’, Proc. Int. Conference on the Science Technology and Applications of Sintering, September 15 - 17, Pennsylvania, USA. Diterima: 15 Februari 2006

Gambar

Gambar 1.  Distribusi ukuran tepung badan ubin  keramik ukuran butiran tepung A 0  (d p =367 μm),  A 3  (d p =304 μm) dan A 6  (d p =248 μm)
Gambar 2. Hubungan penyusutan dan waktu  sintering untuk badan keramik dengan ukuran  butiran A 0  (d p =367 μm), A 3  (d p =304 μm) dan A 6
Gambar  5  menunjukkan  struktur  mikro  badan  ubin  keramik  yang  dibakar    selama  t=20  menit
Gambar  5.  Morfologi  badan  ubin  keramik  yang  dibakar pada suhu 1200 o C dan t=20 menit
+2

Referensi

Dokumen terkait

Data spesifikasi cukup penting dalam menentukan apakah amplifier dapat memenuhi kebutuhan sistem audio mobil Anda atau tidak, jadi sebelum menentukan amplifier yang akan digunakan,

• Kemampuan / daya beli konsumen dalam negeri terhadap batubara dan gas rendah dan belum adanya insentif ekonomi baik fiskal maupun non fiskal bagi energi fosil untuk pemakaian

dikenal  sebagai  citra  digital,  citra  digital  merupakan  suatu  larik  dua  dimensi  atau  suatu  matriks  yang  elemen­elemennya  menyatakan  tingkat 

Berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa pada variabel pelayanan administrasi pajak hiburan memiliki ttabel sebesar 7,314 lebih besar dari 1,66216 dengan

Apabila Pertandingan terhenti sebelum berakhirnya durasi normal Pertandingan karena alasan force majeure atau alasan lain termasuk tetapi tidak terbatas pada

Komplikasi pemeriksaan ERCP dapat dibagi menjadi komplikasi jangka pendek yang meliputi perdarahan, infeksi, perforasi, dan kejadian kardiopulmonal, serta komplikasi

Martha Ervina, S.Si., M.Si., Apt dan Sumi Wijaya, S.Si., Ph.D., Apt selaku dekan dan ketua prodi S1 Fakultas Farmasi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, yang

Berdasarkan hasil pengolahan data dalam penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa peningkatan pengetahuan konseptual siswa pada kelas eksperimen dengan menggunakan