• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. pada seseorang, bahasa mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. pada seseorang, bahasa mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sebagai alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan dan perasaan pada seseorang, bahasa mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan manusia itu sendiri. Salah satu perkembangan yang memberi dampak signifikan terhadap bahasa adalah perkembangan kebudayaan. Hal ini ditandai dengan munculnya leksikon-leksikon baru pada sebuah bahasa karena terdesaknya kebuTuhan penamaan atau penyebutan terhadap sesuatu. Dengan kata lain setiap perkembangan yang dihasilkan oleh manusia akan ditandai dengan berkembangnya sebuah bahasa.

Manusia dengan peranti pemerolehan bahasanya (language acquisition device) diberi kemampuan untuk menguasai bahasa dari lingkungan yang membesarkannya. Kemampuan berbahasa dikuasai sejak dini, kebanyakan pengetahuan yang berhubungan dengan kemampuan berbahasa manusia bersifat tidak sadar dan implisit.

Eratnya hubungan manusia dengan bahasa ini kemudian menjadi ladang bagi para ahli untuk memahami manusia dengan memahami bahasanya. Para ahli percaya hal itu dapat membuat kita memahami budaya, prinsip hidup, maupun karakter manusia tersebut. Sapir dalam Chaer (2003:70) mengatakan bahwa bahasa merupakan petunjuk yang bersifat simbolis terhadap budaya yang berlaku. Dengan kata lain, apabila kita ingin mengetahui kebudayaan dari suatu masyarakat, maka kita dapat melakukannya dengan memahami penggunaan

(2)

bahasanya. Levi-Strauss dalam Ahimsa Putra (2006:25) memiliki pandangan bahwa bahasa yang digunakan oleh suatu masyarakat dianggap sebagai refleksi dari seluruh kebudayaan masyarakat yang bersangkutan.

Salah satu cara manusia berbahasa dalam komunikasi dengan sesamanya terkadang tidak hanya menggunakan ungkapan yang bermakna harfiyah (literal meaning) saja, melainkan juga menggunakan ungkapan kiasan yang bermakna figuratif (methaporical meaning). Ungkapan kiasan ini terdiri dari dua jenis yaitu apa yang disebut schemas dan tropes. Skema meliputi ungkapan-ungkapan yang berhubungan dengan pengulangan seperti ritme, aliterasi, dan asonasi. Sedangkan tropes adalah penyimpangan makna seperti metafora, ironi, personifikasi, simile dan sebagainya, dan metafora termasuk ke dalam ungkapan kiasan jenis tropes.

Metafora digunakan untuk mendeskripsikan sesuatu dengan sesuatu yang lain seperti yang dinyatakan oleh Black (2006 :102), “metaphor was defined as saying one thing and meaning another. Wahab (1990:65) berpendapat bahwa metafora adalah ungkapan kebahasaan yang tidak dapat diartikan langsung dari lambang yang dipakai, melainkan dari prediksi yang dapat dipakai baik oleh lambang maupun oleh makna yang dimaksudkan oleh ungkapan kebahasaan tersebut.

Metafora seringkali digunakan untuk menjelaskan sesuatu yang abstrak menjadi konkret. Hal ini membuat metafora memiliki dua buah domain yaitu domain yang abstrak dan domain yang konkret, yang mana dua domain tersebut saling berkorespondensi. Hal ini sejalan dengan pendapat Taylor (2003:134) yang mengatakan bahwa metafora dapat mengkonsepkan sesuatu yang abstrak menjadi

(3)

sesuatu yang konkret. penggunaan bahasa kiasan tidak bersifat semena-mena, tetapi berdasarkan atas kesamaan tertentu, seperti kesamaan sifat, bentuk, fungsi, tempat, atau kombinasi diantaranya (Wijana, 2000 :20).

Oleh karena itu dapat dipahami bahwa metafora adalah bentuk bahasa yang dengan sengaja digunakan untuk mendeskripsikan hal yang abstrak menjadi lebih konkret dengan lambang-lambang yang tidak dapat diartikan secara langsung akan tetapi memiliki kesamaan sifat, bentuk, fungsi, tempat, atau kombinasi diantaranya dengan apa yang dilambangkan. Dengan begitu lambang yang kemudian digunakan untuk mendeskripsikan sesuatu sewajarnya merupakan lambang yang sudah dipahami oleh banyak penuturnya baik sifat, fungsi, tempat, dan bentuknya, sehingga menghasilkan sesuatu yang konkret atau lebih mudah dipahami.

Bangsa Arab merupakan salah satu bangsa yang sangat menghargai dan mencintai bahasa dan sastranya. Mereka memiliki budaya kesusasteraan yang sangat panjang, kemampuan menciptakan keindahan dalam pemilihan dan penyusunan kata dalam syair adalah sebuah kebanggaan bagi orang Arab. Tidak ada satu pun bangsa di dunia ini yang menunjukkan apresiasi yang sedemikian besar terhadap ungkapan bernuansa puitis dan menyentuh selain bangsa Arab. Sulit menemukan bahasa yang mampu mempengaruhi pikiran para penggunanya sedemikian dalam selain bahasa Arab (Hitti, 2006: 112). Maka tidak salah kemudian dikatakan bahwa salah satu mukjizat Al Qur’an yang berbahasa Arab adalah keindahan setiap susunan katanya yang mampu menggetarkan hati dan membuat mereka masuk Islam.

(4)

Dalam beberapa bahasa, perempuan sering dideskripsikan begitu sempurna dan anggun sebagai salah satu makhluk Tuhan paling indah, dipuja dan diperebutkan oleh kaum lelaki. Tetapi di sisi lain perempuan secara historis selalu berada dibawah laki-laki. Kaum perempuan sering dianggap sebagai makhluk ‘the second sex’ sebagaimana dijelaskan oleh Simon de Beauvoir (Engineer,2003 :12). Bahkan setelah munculnya beberapa gerakan yang menuntut persamaan hak oleh kaum perempuan, di beberapa Negara Arab seperti Saudi Arabia perempuan tidak boleh mengendarai kendaraan kecuali ditemani suaminya dan di Kuwait perempuan belum memiliki hak suara dalam pemilihan umum (Engineer, 2003: 17). Karena sosok perempuan yang sering menjadi objek dalam sebuah ungkapan-ungkapan dalam berbagai bahasa, maka akan sangat menarik apabila dilakukan penelitian metafora yang digunakan oleh bangsa Arab dalam mendeskripsikan perempuan.

Salah satu ungkapan yang menggambarkan perempuan adalah,

تﺎﻨﺒﻟا ﺖﯿﺑ

باﺮﺧ

(1)

Baytul banāt khurāb

ʽRumah yang dipenuhi anak perempuan, sebuah kehancuranʽ

(http://ahlan.com.9Oktober2015)

Ungkapan tersebut memiliki bentuk metafora yakni khurāb yang termasuk dalam jenis ke-ada-an yaitu merupakan metafora yang meliputi hal-hal yang abstrak. Dan bentuk dari metaforanya adalah nomina (ism). Ungkapan tersebut mengemukakan konsep bahwa rumah yang memiliki banyak anak perempuan atau hanya dihuni oleh anak perempuan adalah sebuah kehancuran. Hal ini tentu tidak dapat dipahami, karena sebagaimana diketahui, cucu adalah sosok yang sangat

(5)

disayangi terlebih lagi oleh kakek maupun nenek. Menyertakan konteks dari munculnya sebuah ungkapan menjadi sebuah keharusan untuk memahami ungkapan tersebut secara menyeluruh, seperti dengan mengetahui bahwa Bangsa Arab memiliki kebanggaan yang lebih atas lahirnya bayi laki-laki daripada perempuan. Bahkan sebelum datang agama Islam, terdapat beberapa suku dari bangsa Arab tidak segan untuk mengubur bayi perempuannya (Q.S. An nahl: 58-59). Ada beberapa alasan kenapa hal tersebut dilakukan, pertama adalah faktor ekonomi, sejak bendungan ma’arib yang berada di sekitar yaman hancur penduduk di sekitar bendungan pindah mencari tempat yang aman dan salah satu tempat yang dituju adalah Makkah. Urbanisasi besar-besaran ini mempengaruhi kondisi ekonomi dengan serius, sehingga muncul gagasan membunuh anak suaya beban lebih ringan. Kedua adalah karena alasan gengsi dan malu, budaya perang antar suku bangsa Arab atau dikenal dengan ayyamul ‘arab sering menjadi perempuan sebagai korbannya. Suku yang kalah perang, istri dan anak perempuannya biasanya diperkosa bahkan di depan keluarganya(Karim,2009:51) Selain itu bangsa Arab juga memiliki kebanggaan terhadap nasab atau garis keturunan. Kelahiran anak perempuan dalam keluarga dapat mengakibatkan hilangnya garis keturunan sebuah keluarga. Sehingga dapat dipahami ketika anak perempuannya dianggap sebuah kehancuran adalah karena keberadaan perempuan hanya menambah beban ekonomi dan dapat menjadi aib dikemudian hari.

Selain itu ada ungkapan lain yang menggambarkan sosok perempuan yaitu,

ءﺎﺴﻨﻟا

ﻦﯿﺣﺎﯾر

بﻮﯿﺠﻟا ﻦﯿطﺎﯿﺷو بﻮﻠﻘﻟا

(2)

(6)

‘Perempuan itu angin (penyejuk bagi) hati dan setan(bagi) kantong’ (http://ahlan.com.9Oktober2015)

Dalam ungkapan tersebut perempuan dimetaforakan sebagai sebuah angin yang menyejukkan dalam hati dan sosok setan bagi kantong. Ada dua bentuk metafora yang terdapat dalam ungkapan tersebut. Angin kalau dilihat dari jenisnya merupakan jenis metafora tenaga atau energy, memiliki bentuk nomina atau ism. Dan setan kantong merupakan jenis metafora ke-ada-an dengan bentuk metafora frasa nomina. Berbeda dengan data yang pertama, pada data yang kedua maksud dari metafora tersebut dapat dinalar, hal ini karena metafora tersebut merupakan metafora yang universal dalam kaitannya dengan sebuah budaya, yaitu yang metafora yang memiliki medan semantik yang sama di seluruh budaya baik lambang kias maupun makna yang dimaksudkan. Metafora universal yang dimaksud dalam data ini adalah kesamaan makna yang dimaksud, bahwa perempuan selain mampu membuat kita berbahagia juga merugikan di sisi lain karena kegemarannya menghabiskan uang untuk berbagai keperluannya.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti menganggap bahwa sebuah ungkapan metafora “perempuan” dalam bahasa Arab menarik untuk dikupas lebih dalam, dengan mengetahui bentuk secara kebahasaaan dan jenis metafora beradasarkan medan semantiknya. Hubungan yang erat antara budaya dan bahasa, memberi kesempatan untuk memahami sebuah budaya dengan melakukan analisa terhadap bahasanya. Hal ini dapat menyingkap tabir budaya yang mulai pudar maupun tersembunyi karena perkembangan jaman. Penelitian ini beranggapan bahwa metarfora adalah salah satu wujud bahasa yang dapat mewakili keberadaan budaya dan pola pikir masyarakatnya. Hal ini karena metafora berfungsi untuk

(7)

menjelaskan hal abstrak dengan yang konkret sehingga metafora dapat dengan jelas menjelaskan sesuatu sesuai dengan kebudayaan penuturnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya maka penelitian ini memaparkan beberapa rumusan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimana bentuk-bentuk kebahasaan dan pola metafora perempuan dalam bahasa Arab ?

2. Apa jenis-jenis metafora yang membangun ungkapan-ungkapan bahasa Arab tentang perempuan ?

3. Apa saja nilai-nilai budaya yang dikandung dari metafora ? 1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah sebelumnya, penelitian ini bertujuan sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan jenis-jenis dan pola metafora perempuan dalam bahasa Arab

2. Mendeskripsikan bentuk-bentuk metafora dalam ungkapan populer bahasa Arab tentang perempuan

3. Mendeskripsikan nilai-nilai budaya yang dikandung oleh metafora dalam bahasa Arab tentang perempuan

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai kajian metafora perempuan dalam bahasa Arab ini diharapkan dapat memberikan penjelasan mengenai bagaimana sosok perempuan digambarkan dan dipahami oleh bangsa Arab dalam metafora sehingga

(8)

menghasilkan penjelasan yang baik tentang perempuan di mata bangsa Arab. Hal tersebut akan diperoleh dengan mengetahui jenis-jenis metafora berdasarkan medan semantiknya dan juga bentuk-bentuk kebahasaan yang terdapat pada metafora. Nilai-nilai budaya yang dikandung akan menjadi puncak pemahaman terhadap pesan yang terdapat dalam metafora-metafora tersebut, dan tentu akan bermanfat juga bagi perkembangan khazanah penelitian metafora secara khusus.

1.5 Ruang Lingkup Masalah

Penelitian ini akan membahas metafora yang hanya berhubungan dengan perempuan. Dengan demikian metafora yang akan digunakan sebagai data yang dianalisa adalah metafora-metafora yang berkaitan dengan perempuan. Adapun sumber yang digunakan oleh peneliti untuk penelitian ini dibatasi dengan menggunakan lima jenis teks kebahasaan, yaitu kumpulan puisi Majnun Layla karya Abdurrahman al Mustawa. Prosa peneliti memilih kumpulan cerita pendek karya Taufik el Hakim dengan judul Arinillah. Sumber lainnya adalah al Qur’an dan Hadits kitab Muslim. Dan sumber yang terakhir adalah ungkapan berbahasa Arab tentang perempuan yang peneliti peroleh dari internet. Batasan sumber dipilih karena keterbatasan waktu yang dimiliki peneliti akan tetapi tidak mengacuhkan faktor kesempuranaan hasil penelitian.

1.6 Tinjauan Pustaka

Dari tinjauan pustaka yang telah dilakukan, ditemukan beberapa penelitian mengenai metafora diantaranya oleh Rosdiana Puspita Sari (2011) mengenai “Metafora pada Lagu-lagu Spiritual Negro”. Penelitian yang dilakukan oleh Rosdiana pada Tahun 2011 ini berupa tesis pada program pascasarjana

(9)

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Penelitian yang dilakukan adalah analisis metafora yang ada pada lagu-lagu spiritual Negro dengan metode analisis deskriptif. Penelitian tersebut berhasil mendeskripsikan pebanding dan pembanding dalam metafora yang terdapat di dalam lagu-lagu spiritual negro. Penelitian menjelasakan jenis-jenis metafora berdasarkan medan semantiknya, adapun jenis-jenis metafora yang ditemukan di dalam lagu-lagu spiritual negro berdasarkan medan semantik adalah metafora ke-ada-an, kosmos, tenaga, permukaan bumi, benda mati, tumbuhan, binatang, dan manusia; dan berhasil juga mendeskripsikan fungsi metafora pada lagu-lagu spiritual negro yang terdiri dari metafora yang menunjukkan kesedihan, ketaatan terhadap Tuhan, kemarahan, keputusan, dan harapan.

Penelitian lain tentang metafora dilakukan oleh Ishak Bagea pada tahun 2009, penelitian tersebut juga berupa Tesis. Penelitian tersebut dilakukan berkenaan dengan analisis metafora yang terdapat pada bidang pertanian masyarakat Dayak Buket Kabupaten Kutai Barat Kalimantan Timur. Dalam penelitian tersebut digunakan metaode deskriptif kualitatif. dideskripsikan tentang bentuk metafora dalam bidang pertanian padi yang mengacu pada satuan-satuan sintaksis di dalam metafora dan maknanya. Satuan-satuan sintaksis yang terdapat dalam metafora bidang pertanian berupa kata yang terdiri dari kata benda, kata kerja, dan kata sifat. Selain itu juga terdapat satuan sintaksis berupa frase yang terdiri dari frase kata benda, kata kerja, dan kata sifat. Jenis metafora dalam bidang pertanian padi terdiri dari metafora berdasarkan medan semantik binatang, tumbuhan, kosmos, benda mati, tenaga, manusia, dan ke-ada-an. Semua itu dideskripsikan tentang budaya lokal masyarakat Dayak Buket Kabupaten Kutai

(10)

Barat yang tercermin dalam metafora bidang pertanian seperti sistem mata pencaharian, organisasi sosial, sistem pemerintahan, serta keagamaan dan kepercayaan.

Penelitian tentang metafora juga pernah dilakukan oleh Yuli Indarti pada tahun 2008 dalam bentuk tesis. Analisisnya berkaitan dengan metafora pada Kidung Ludruk. Ludruk merupakan sandiwara khas Jawa Timur yang berfungsi sebagai sarana kesenian untuk menampung permasalahan masyarakat kelas bawah yang tidak dapat ditampilkan oleh wayang. Penelitian yang dilakukan menghasilkan sebuah deskrisi mengenai bentuk-bentuk kebahasaan Kidung Ludruk yang terdiri dari tataran fonologi dan tataran sintaksis terdiri dari kata, frasa, kalimat, dan wacana. Selain itu, dideskripsikan pula jenis-jenis metafora berdasarkan medan semantik yang terdiri dari medan semantik fauna, pengalaman sosial, pengalaman moral, dan pengalaman kepercayaan.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Lawe Kerans pada tahun 2005, berupa tesis pada program studi linguistik pascasarjana Univesitas Gadjah Mada Yogyakarta. Penelitian yang dilakukan berkenaan dengan analisis metafora yang terjadi pada Tutu’ Ukut. Tutu’ Ukut merupakan salah satu bentuk dari penyampaian sejarah atau riwayat dalam masyarakat Lamalohot Kabupaten Flores Timur dan Lembata Nusa Tenggara Timur. Dalam penelitian tersebut dideskripsikan kata, frase, kalimat, dan paragraf manakah dalam teks lisan Ukut Raran yang tergantung pada metafora metafora. Selain itu juga dideskripsikan tentang jenis-jenis metafora yang dibedakan menjadi metafora tentang wujud tertinggi, jagat, kampung dan wilayahnya, manusia, barang-barang pusaka dan yang dianggap pusaka, serta angka. Konsep pikiran masyarakat Lamalohot

(11)

berdasarkan metafora dalam tradisi Tutu’ Ukut juga dideskripsikan dalam penelitian tersebut.

Berdasarkan dari tinjauan pustaka yang telah dilakukan tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa penelitian metafora telah banyak dilakukan, akan tetapi sejauh yang diketahui melalui penelusuran pustaka tidak ada yang menjadikan ungkapan bahasa Arab sebagai objek penelitiannya. Sehingga apabila penelitian ini dilakukan maka akan menjadi penelitian yang mampu memberi khazanah baru dalam keilmuan kebahasaan khususnya metafora.

1.7 Landasan Teori

1. Konsep Metafora

Kata metafora berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘meta’ yang berarti lebih dan ‘phereon’ yang berarti memindahkan. Konsep tentang metafora telah ada sejak zaman kuno. Aristoteles mengungkapkan bahwa metafora merupakan ungkapan kebahasaan untuk menyatakan hal yang umum bagi hal yang khusus, hal yang khusus bagi yang khusus, dan hal yang khusus untuk hal yang umum, atau dengan analogi (Wahab,1991:65). Quintilian menyatakan bahwa metafora adalah ungkapan kebahasaan untuk menyatakan sesuatu yang hidup bagi sesuatu yang hidup lainnya, sesuatu yang hidup bagi sesuatu yang mati, sesuatu yang mati untuk sesuatu yang hidup dan sesuatu yang mati untuk sesuatu yang mati lainnya ( Levin,1977:79), agar tidak terjebak dalam dikotomi umum-khusus dan hidup-mati, Wahab (1991:65) menyatakan bahwa metafora meruapakan ungkapan kebahasaan yang tidak dapat diartikan secara langsung dari lambang yang dipakai,

(12)

melainkan dari prediksi yang dapat dipakai baik oleh lambang maupun oleh makna yang dimaksudkan oleh ungkapan kebahasaan tersebut.

Selain itu terdapat beberapa pandangan tentang konsep metafora. Kridalaksana (2008:152) menyatakan bahwa metafora merupakan pemakaian kata atau ungkapan lain untuk objek atau konsep lain berdasarkan kias atau persamaan. Keraf (2007: 139) berpendapat bahwa metafora termasuk dalam gaya bahasa kiasan. Menurut keraf, metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Sejalan dengan Keraf dan Kridalaksana, Black (2006:102) menyatakan bahwa metafora digunakan untuk mendeskripsikan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Metafora sering kali digunakan untuk menjelaskan sesuatu yang abstrak agar lebih bersifat konkret sehingga di dalam metafora terdapat dua buah bidang yaitu bidang yang abstrak dan bidang yang konkret, yang mana kedua bidang tersebut berkorespodensi satu dengan yang lain. Korespodensi tersebut disusun agar tercipta sebuah pemahaman akan bidang atau ranah yang abstrak menjadi lebih konkret (Kovecses, 2003:8). Sejalan dengan Kovecses, Taylor (2003:314) menyatakan bahwa “metaphor in seen as a means where by more abstract and intangible areas of experience can be conceptualized in terms of the familiar and concrete”. Jadi metafora dapat mengkonsepkan sesuatu yang abstrak menjadi sesuatu yang konkret.

Sementara itu, Ogden dan Richard (1972:123) menyatakan bahwa “methaphor, in the most generale sense is the use of one refrence to agroup of things between which a given relation holds for the purpose of facilitating the discrimination of an analogous relation in another group”. Dalam metafora harus terdapat referen yang dibicarakan dan ada sesuatu pembandingnya serta kedua hal

(13)

yang dibandingkan mempunyai sifat yang sama. Sejalan dengan Ogden dan Richard, Knowless dan Moon (2006: 2) menyatakan bahwa “when we talk about metaphore, we mean the use of language to refer to something other than what is was originally applied to, or what it ‘literally’ means, in order to suggest some resemblance or make a connetion between the two things”. Metafora dapat didefinisikan sebagai penggunaan bahasa yang merujuk kepada sesuatu yang lain di mana kedua hal tersebut memiliki persamaan. Persamaan di dalam kedua hal yang dibandingkan disebut sebagi ground. Persamaan ini dapat berupa persamaan bentuk, sifat, konsep, maupun emosi.

Konsep ground sebagai bagian dari metafora merupakan pemikiran dari teori metafora linguistik. Teori metafora dibagi menjadi dua yaitu metafora linguistik dan metafora konseptual (Kovecses, 2010:4). Kedua teori ini memiliki pandangan yang berbeda dalam melihat sebuah metafora. Metafora linguistik memandang bahwa suatu metafora terdiri dari tiga elemen yaitu tenor, vehicle, dan ground. Tenor merupakan elemen yang dibagaikan atau dilambangkan. Vehicle merupakan elemen yang melambangkan atau menjadi lambang. Sedangkan ground merupakan persamaan sifat maupun konsep antara tenor dan vehicle. Metafora memiliki tiga elemen pokok di dalamnya (Taylor,2003: 135). Yaitu :

1. Tenor ‘pebanding’ yaitu konsep, objek yang dideskripsikan, dibicarakan, dikiaskan, dilambangkan, atau dibandingkan. Tenor juga disebut reseptor.

2. Venicle ‘pembanding’ yaitu konsep yang mendeskripsikan, mengkiaskan, melambangkan tenor. Venicle juga disebut sebagai

(14)

pendonor. Dalam arti venicle merupakan lambang atau kiasan itu sendiri.

3. Ground ‘persamaan’ yaitu relasi persamaan antara tenor dan venicle. Relasi persamaan ini dapat berupa persamaan objektif seperti bentuk,tempat, sifat, atau kombinasi di antaranya, persamaan emotif, persamaan konsep, persamaan fungsi, dan persamaan sosial dan budaya.

Teori metafora konseptual sering disebut sebagai teori metafora kognitif yang dikembangkan oleh para linguis kognitif. Teori metafora konseptual semakin dikenal dengan terbitnya buku “metaphor we live by” oleh Lakoff dan Jonshon. Lakoff dan Jonshon (1980: 5-7) menamakan konsep abstrak sebagai matafora konseptual. Menurut mereka, metafora konseptual adalah formula metaforis yang bersifat umum yang mengkarakterisasi yang dibandingkan. Selain itu Lakoff (1980) menyatakan bahwa metafora peta kognitif dari suatu ranah pebanding kepada suatu ranah pembanding sehingga menyebabkan pembanding terikat dalam pengalaman fisik spasial melalui ranah pebanding. Hasilnya adalah skema-skema yang menengahi di antara tingkat konseptual dan inderawi dalam ranah pebanding menjadi aktif, dan begitu juga dalam ranah pembanding. Satu skema metafora merupakan satu representasi mental yang mengikat struktur konseptual dari ranah abstrak ke ranah inderawi yang lebih fisikal. Metafora juga berada pada sistem kognitif manusia karena metafora menunjukkan bagaimana pikiran mempersepsi atau membentuk kenyataan. Data dari metafora kenyataan adalah Time is money.

(15)

Dalam Keraf (2007:242) disebutkan bahwa metafora adalah gaya bahasa perbandingan yang implisit-jadi tanpa kata seperti atau sebagai di antara dua hal yang berbeda. Hal ini senada dengan pendapat Dale yang menyebutkan bahwa metafora membuat perbandingan antara dua hal atau benda untuk menciptakan suatu kesan mental yang hidup walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit dengan penggunaan kata-kata seperti, ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana, serupa dalam perumpamaan.

Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat diambil garis besar bahwa metafora adalah gaya bahasa yang menjelaskan sesuatu yang abstrak menjadi lebih konkret dengan perbandingan secara implisit tanpa kata seperti atau bagai. Dan dua hal yang dibandingkan tersebut harus berkorespodensi agar diperoleh pemahaman menyeluruh dan jelas antara hal yang abstrak tersebut dengan sesuatu yang konkret.

Korespodensi itu kemudian juga menuntut terhadap sesuatu yang sudah dipahami, atau dengan kata lain pemilihan hal yang konkret untuk hal yang abtrak seharusnya tidak menambah kebingungan dalam menjelaskan hal yang abstrak, Dengan tidak melupakan salah satu unsur pembentuk metafora yaitu tenor, venicle dan ground. Sehubungan dengan tuntutan ini tentu metafora yang digunakan akan dekat dengan kebudayaan atau keseharian dari masyarakat untuk menghasilkan metafora yang konkret dan dapat menjelaskan yang abstrak.

2. Jenis Metafora

Haley (1980: 139-154) dan Lunsford (1980: 155) membedakan jenis metafora berdasarkan medan semantiknya. Medan semantik merupkan bagian

(16)

tertentu dari leksikon yang didefinisikan dengan istilah atau konsep umum. Haley dan Lunsford membedakan metafora berdasarkan medan semantik menjadi Sembilan kelompok yaitu :

1. Metafora ke-ada-an (being)

Metafora ke-ada-an (being) merupakan metafora ynag meliputi hal-hal yang abstrak, seperti kebenaran dan kasih sayang.

2. Metafora kosmos (cosmos)

Metafora kosmos merupakan metafora yang meliputi benda-benda kosmos, seperti matahari dan bulan.

3. Metafora tenaga (energy)

Metafora tenaga adalah metafora dengan medan semantik hal-hal yang memiliki kekuatan, seperti angin, cahaya, api, dengan prediksi dapat bergerak.

4. Metafora substansi (substance)

Metafora substansi merupakan metafora yang meliputi macam gas dengan prediksi dapat memberi kelembaban, bau, tekanan, dan sebagainya.

5. Metafora permukaan bumi (terrestrial)

Metafora permukaan bumi merupakan metafora yang meliputi hal-hal yang terikat atau terbentang di permukaan bumi seperti sungai, laut, gunung, dan sebagainya. Selain itu juga meliputi hal-hal yang berhubungan dengan gravitasi yaitu metafora yang berhubungan dengan segala hal yang jatuh karena gravitasi bumi.

(17)

Metafora benda mati merupakan metafora yang meliputi benda-benda yang tidak bernyawa seperti meja, buku, kursi, gelas, dan sebagainya. 7. Metafora kehidupan (living)

Metafora kehidupan memiliki prediksi dapat tumbuh. Pada umumnya, metafora kehidupan merupakan metafora yang berhubungan dengan seluruh jenis tumbuh-tumbuhan atau flora seperti daun, sagu, bunga, dan lain sebagainya.

8. Metafora binatang (animate)

Metafora binatang merupakan metafora yang berhubungan dengan makhluk organisme yang dapat berjalan, berlari, terbang, dan lain sebagainya seperti kuda, kucing, burung, dan harimau.

9. Metafora manusia (human)

Metafora manusia merupakan metafora yang berhubungan dengan makhluk yang dapat berfikir dan mempunya akal.

3. Metafora dan Budaya

Metafora erat kaitannya dengan budaya yang melingkupinya. Pada dasarnya, metafora terbentuk karena adanya interaksi antara pengalaman manusia dan budaya. Metafora yang terdapat dalam suatu daerah dengan daerah lain berbeda-beda. Hal ini tergantung pada konsep pemikiran setiap masyarakatnya. Berdasarkan hal tersebut, untuk mengetahui makna sebenarnya dari suatu metafora, seseorang harus mengetahui konteks budaya di mana metafora tersebut muncul. Hal tersebut sejalan dengan Lyons (1996: 280-281) yang berpendapat bahwa untuk mngetahui apakah suatu ungkapan hanya bermakna harfiyah saja atau bermakna metaforis dibutuhkan konteks dan situasi pembicaraan.

(18)

Wahab (1991:85) membedakan metafora menjadi dua jenis yaitu metafora universal dan metafora kultural. Metafora universal memiliki medan semantik yang sama di seluruh budaya baik lambang kias maupun makna yang dimaksudkan. Sedangkan metafora kultural adalah metafora yang memiliki medan semantik untuk lambang dan makananya terbatas pada satu budaya saja. Pola-pola konseptual masyarakat di dalam berfikir pun tercermin dari metafora-metafora kultural yang tercipta pada masyarkat tersebut. Oleh sebab itu, daerah dan kebudayaan yang berbeda akan memiliki metafora yang berbeda pula yang disebabkan konsep-konsep yang dihasilkan terbentuk dari budaya yang berbeda. Metafora kultural ini pada setiap budaya yang berbeda akan memiliki medan semantik yang berbeda pula.

1.8 Metode Penelitian

.Penelitian yang digunakan merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif berarti penelitian ini akan memberikan deskripsi dan eksplanasi atas gejala-gejala kebahasaan yang muncul (Mahsun, 2007:257). Penelitian kualitatif merujuk pada penelitian yang temuan-temuannya tidak didapat berdasarkan prosedur statistik atau alat kuantifikasi lain. Penelitian kualitatif dapat meneliti kehidupan, cerita, perilaku, atau hubungan interaksional seseorang. Datanya dapat diubah dalam bentuk kuantitatif seperti halnya sensus, tetapi analisis dan interpretasinya kualitatif. Data kualitatif lazim diperoleh lewat berbagai teknik seperti observasi, wawancara, buku-buku, dan video (Alwasilah, 2005: 51-52). Berdasarkan teori tersebut peneliti menggunakan teks bahasa yang didapat dengan observasi dari buku-buku dan juga internet

(19)

tentang metafora “perempuan” dalam bahasa Arab. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan yaitu pengumpulan data, analisis data, dan penyajian data.

1.8.1 Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data penelitian yang digunakan adalah teknik simak bebas cakap. Data penelitian diperoleh dengan menyimak penggunaan bahasa tanpa ikut berpartisipasi dalam proses penggunaan bahasa. Jadi dalam teknik ini peneliti tidak melibatkan diri dalam menentukan pembentukan dan pemunculan calon data kecuali hanya sebagai pemerhati (Sudaryanto via Kesuma, 2007: 44).

Pengumupulan data dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa secara tertulis. Dan teknik dasar yang digunakan peneliti adalah teknik catat, yaitu mencatat, mengkategorisasikan, dan mengklasifikasikan data yang diperoleh (Mahsun,2005: 133). Peneliti hanya ingin mencari data yang lengkap secara tipikal. Jadi data yang akan dimasukkan adalah data bahasa berupa teks bahasa Arab yang hanya membicarakan perempuan dalam bentuk metafora.

1.8.2 Metode Analisis Data

Analisis data dilaksanakan sesudah data yang terjaring diklarifikasi, yaitu dengan membatasi data sesuai dengan tipikal yang diinginkan. Analisis data merupakan upaya peneliti menangani masalah yang terkandung dalam data (Sudaryanto via Kesuma, 2007:47). Penanganannya tampak dari adanya tindakan mengamati, membedah, dan mengurai, dan memorakkan masalah yang bersangkutan dengan cara tertentu.

(20)

Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode agih atau metode distribusional. Metode agih adalah metode analisi data yang alat penentunya didalam dan merupakan bagian dari bahasa yang diteliti (Sudaryanto, 2009 : 21). Jadi kalau yang diteliti adalah satuan lingual dalam bahasa Indonesia maka alat penentunya adalah satuan lingual yang ada dalam bahasa Indonesia. Dan dalam penelitian ini data satuan lingual yang diteliti dan alat penentunya adalah metafora “perempuan” dalam Bahasa Arab

Dengan metode agih, peneliti kemudian akan menggunakan teknik bagi unsur langsung sebagai teknik dasarnya. Teknik analisis data dengan cara membagi sutau konstruksi menjadi beberapa bagian dan bagian-bagian itu dipandang sebagai bagian yang langsung membentuk konstruksi yang dimaksud. Jadi dengan teknik ini, segala data yang nanti diperoleh akan dibagi dalam beberapa bagian untuk menemukan unsur yang membentuk konstruksi yaitu bagian yang membentuk metafora.

Di penelitian ini data yang telah kami peroleh akan kami bagi menjadi beberapa bagian untuk menemukan unsur penting yang membentuk konstruksi, karena objek kajiannya adalah metafora. Maka segala bentuk metafora akan kami kelompokan beradasarkan jenisnya. Kata-kata yang sudah dikelompokkan kemudian dianalis unsur pebanding (tenor), pembanding (vehicle), dan persamaannya (ground). Selanjutnya data ini akan kami telusuri kaitannya dengan budaya masyarakat. Penelitian ini akan menentukan apakan metafora yang ada merupakan metafora universal atau metafora kultural. Dan apabila kultural peneliti akan mengkomparasikannya dengan budaya setempat sehingga dapat

(21)

menjelaskan dengan detail makna yang dimaksud oleh metafora-metafora yang membentuk ungkapan populer tentang perempuan tersebut.

1.8.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Tahap akhir penelitian ini dalah tahap penyajian hasil analisis data. Dalam tahapan ini, akan disajikan hasil analisis data yang menunjukkan penggunaan metafora dalam ungkapan populer bahasa Arab tetang perempuan. Penyajian data akan disajikan dalam bentuk informal yaitu perumusan hasil analisis akan dirumuskan dengan kata-kata tanpa adanya perumusan berbentuk tanda atau simbol.

1.9 Sistematika Penelitian

Penelitian ini akan disajikan dalam lima bab. Bab I berjudul “pendahuluan” berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian,dan sitematika penyajian. Pada Bab II peneliti menyajikan hasil analisis mengenai bentuk dari data metafora “perempuan” yang diperoleh berdasarkan bentuk kebahasaannya. Pada Bab III berisi deskripsi jenis-jenis metafora yang ditemukan berdasarkan medan maknanya. Dan dalam Bab IV berisikan penjelasan terhadap nilai-nilai yang dikandung oleh metafora-metafora tersebut dalam sebuah kategori-kategori garis besar pesan yang terkandung pada metafora tersebut. Dan Bab V penutup yang berisikan kesimpulan dan saran peneliti.

Referensi

Dokumen terkait

mengembangan video tutorial lalu di validasi oleh ahli materi dan ahli media , implementasi (implementation) media pembelajaran video tutorial pembuatan aksesoris di uji cobakan ke

Menurut mereka, peluang kerja sebagai pengrajin Batik Tulis ini dianggap strategis karena ada beberapa alasan, yaitu mampu memberikan tambahan penghasilan suami/keluarga;

Uji Efek Antiulcer Perasan Umbi Ganyong (Canna edulis ker) pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar, Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.. Gangguan Lambung

Bunyi sila ke empat “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksaan Dalam Permusyawatan/Perwakilan. Contoh sikap yang sesuai dengan sila keempat, antara lain

Untuk mengetahui kinerja keuangan koperasi yang telah diperoleh melalui analisis rasio keuangan terhadap laporan keuangan berdasarkan latar belakang yang telah di

In vitro inhibition of candida albicans caused by antifungal properties of miswak (salvadora persica linn.) ethanolic extract and commercial mouthwash.. Ekstraksi

Dari Gambar IV.3 dan Gambar IV.4 dapat dilihat bahwa penurunan dan efisiensi penurunan parameter BOD paling besar terjadi pada saat ketebalan zeolit 10 cm, dengan

beberapa kali untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data. yang sama (Sugiyono, 2015 :