• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRINSIP TEKNOLOGI PROSES BERSIH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRINSIP TEKNOLOGI PROSES BERSIH"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN 1978-0176

PRINSIP TEKNOLOGI PROSES BERSIH

Rochmadi

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika no. 2, Bulaksumur, Yogyakarta – 55284

Email untuk korespondensi: rochmadi@chemeng.ugm.ac.id

ABSTRAK

PRINSIP TEKNOLOGI PROSES BERSIH. Perlakuan limbah dari pabrik kimia yang bersifat end of pipe treatment memerlukan biaya yang tinggi, karena konsep ini didasarkan pada proses pabrik yang tidak berubah, sementara perlakuan limbah menyesuaikan proses pabriknya. Berdasarkan keselamatan lingkungan, konsep perlakuan limbah dari pabrik kimia jenis ini sudah tidak sesuai pada saat ini. Pabrik kimia yang ramah lingkungan mendasarkan konsepnya pada teknologi proses bersih, dimana penerapan prinsip minimalisasi limbah dimulai dari perancangan proses. Secara sistematis, limbah ditinjau dari unit penghasil limbahnya, yaitu limbah dari unit proses dan dari unit utilitas. Limbah dari unit proses berasal dari reaktor, unit operasi penyiapan dan pemisahan, serta limbah yang dihasilkan dari operasi proses spesifik (start up, shut down, pembersihan). Prinsip minimalisasi limbah diterapkan secara sistematis pada setiap unit, baik di proses maupun di utilitas, pada saat proses sedang dirancang.

Kata kunci: pabrik kimia, limbah, teknologi proses bersih, minimalisasi ABSTRACT

CLEAN PROCESS TECHNOLOGY PRINCIPLES. The end of pipe treatment for chemical plant waste needs large amount of cost, because the plant process is basically not changed, while waste treatment of the plant has to conform with the existing plant process. Based on the safety of the environments, this kind of chemical plant is not appropriate any longer. Environmentally friendly chemical plant always relies on the concept of clean process technology, where the principle of waste minimization is applied to the beginning of process design. Waste is classified based on its source, that is from process unit and utility unit. The waste of unit process comes from reactor unit, preparation and finishing units, as well as from specific process operation, such as start-up, shut down, cleaning and maintenance. The principle of waste minimization is systematically applied to each operation unit, both in the unit processes and unit operations, during process design.

Keywords: chemical plant, waste, clean process technology, minimization

PENDAHULUAN

Sebuah industri kimia tanpa menghasilkan limbah (zero waste) merupakan sebuah tuntutan untuk industri kimia pada jaman sekarang, karena keselamatan lingkungan merupakan salah satu prioritas utama. Hal ini juga berlaku untuk industri pengolahan bahan nuklir, dimana konsep proses pengolahan bahan-bahan nuklir sama dengan konsep proses industri kimia umumnya. Industri kimia dengan zero waste ini didasarkan pada konsep teknologi proses yang bersih. Sebelum kesadaran tentang teknologi proses bersih muncul, konsep pengolah limbah untuk industri kimia lebih

bersifat end of pipe treatment. Pada prinsip end of pipe treatment ini, pabrik merupakan suatu unit yang “tidak perlu” diubah prosesnya, sedangkan limbah yang dihasilkan oleh pabrik, berapapun jumlahnya, akan diolah dulu sebelum dibuang ke lingkungan. Pabrik kimia generasi lama didasarkan pada rancangan proses yang optimum, dengan pengertian optimum yang didasarkan pada aspek ekonomi saja. Akibatnya, agar limbah yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan, unit pengolah limbah yang diperlukan untuk pabrik ini umumnya berbiaya mahal, baik peralatannya maupun ongkos operasinya.

(2)

Kesadaran akan keselamatan lingkungan dan mahalnya biaya pengelolaan limbah telah mendorong kita untuk untuk menerapkan prinsip

zero waste. Oleh karena itu, saat ini prinsip minimalisasi limbah diperlukan, tidak hanya untuk menekan biaya pengolahan limbah, tetapi juga untuk keselamatan lingkungan. Konsep minimalisasi limbah yang mendasari teknologi proses bersih paling tepat diterapkan dengan baik pada saat langkah perancangan proses, dimana sebuah pabrik kimia sedang dirancang. Tulisan ini menguraikan secara singkat tentang prinsip minimalisasi limbah dalam kerangka merancang proses.

Perancangan Pabrik Dan Proses

Sebuah persoalan atau permasalahan di bidang teknik kimia sudah diselesaikan dengan cukup, apabila penyelesaiannya sudah mencakup semua aspek dalam chemical engineering tools, yaitu: neraca massa, neraca energi (panas), kesetimbangan (equilibrium), laju/kecepatan proses (rate processes), ekonomi, dan humanity. Prinsip ini menunjukkan bahwa aspek humanitas, yang menyangkut dengan manusia, tetap dipertimbangkan dengan baik, tidak hanya aspek teknis dan ekonomi saja. Aspek humanitas mencakup cukup luas, dan keselamatan lingkungan merupakan salah satunya.

Sebuah pabrik kimia didasarkan pada sebuah rancangan pabrik yang sudah memenuhi semua aspek dalam chemical engineering tools. Dalam perkembangannya, perancangan pabrik kimia mempunyai beberapa tingkatan, yaitu dari tingkat perancangan cepat (quick design), prarancangan (preliminary design), sampai perancangan detail atau detailed design [Harper, 1954]. Tetapi meskipun ada beberapa tingkatan, pekerjaan merancang pabrik kimia untuk semua tingkat selalu mencakup: perancangan proses (process design), perancangan peralatan (equipment design) yang digunakan di dalam proses yang dipilih, perancangan utilitas yang digunakan oleh proses (air, kukus, listrik, udara tekan, dan yang lain), serta evaluasi ekonomi untuk meninjau kelayakan pabrik tersebut. Sebagaimana bidang teknik yang lain,

pabrik yang dirancang masih dalam angan-angan atau belum diujudkan, sehingga seorang perancang pabrik perlu mempunyai kemampuan abstraksi atau imaginasi, serta inovasi. Dalam merancang peralatan dan pabrik, perancang selalu melakukan optimasi proses dan peralatan, sehingga teknik-teknik optimasi maupun perancangan alat perlu dikuasai dengan baik [Edgar dkk., 2001], termasuk metode scale-up [Zlokarnik, 2002].

Merancang pabrik kimia selalu dimulai dengan merancang proses, dimana seorang ahli teknik proses merancang urutan langkah operasi, dengan memilih peralatan yang sesuai dan merangkai peralatan tersebut menjadi urutan proses yang layak (feasible). Seperti yang telah disebutkan di atas, perancangan proses selalu memperhitungkan faktor-faktor ekonomi dan humanitas (keselamatan, kesehatan dan lingkungan). Untuk merancang proses yang sama sekali baru (yang belum pernah ada sebelumnya), seorang ahli teknik proses perlu kreatif, imajinatif, serta mempunyai kemampuan untuk inovasi dan analisis-sintesis [Resnick, 1981; Seider dkk. 2010; Turton dkk. 2009].

Merancang proses didasarkan pada tiga titik atau posisi, yaitu bahan baku, tempat reaksi (síntesis) dan produk/hasil utama. Sebelum memulai merancang proses, data atau informasi detail dari bahan baku, produk yang diinginkan, dan kondisi reaksi yang telah terbukti dapat dijalankan (meskipun skala laboratorium) perlu diketahui. Berdasarkan data/informasi awal ini, sebuah proses dirancang dengan memilih peralatan yang dapat menyesuaikan kondisi bahan baku (raw material) menjadi kondisi reaksi (synthesis), dan peralatan yang dapat menyesuaikan kondisi arus hasil keluar reaktor dengan spesifikasi produk yang diinginkan. Gambar 1 menunjukkan, langkah penyiapan (preparation) menghubungkan kondisi bahan baku dengan kondisi síntesis, sementara langkah

finishing menghubungkan kondisi síntesis dengan kondisi produk, yang biasanya berupa proses pemisahan dan pemurnian. Perancangan proses ini bersifat open ended problem, sehingga jawabannya umumnya lebih dari satu alternatif proses. Dari beberapa alternatif jawaban tersebut, akan dipilih proses yang paling optimum.

Gambar 1. Konsep process design

Smith [2005] membuat sistematika urutan perancangan proses, yang dimulai dari perancangan reaktor sampai dengan perancangan penanganan limbah (waste treatment). Dalam setiap langkah ini,

optimasi peralatan maupun proses selalu dilakukan, termasuk optimasi untuk minimalisasi limbah yang mungkin dihasilkan. Urutan langkah ini, oleh Smith, digambarkan seperti lapisan onion, seperti

(3)

ISSN 1978-0176

yang ditunjukkan pada Gambar 2. Mengikuti konsep yang dibuat oleh Smith, tulisan ini menguraikan prinsip-prinsip minimalisasi limbah

yang dapat digunakan saat sebuah proses dirancang, agar pabrik yang dirancang ini berupa teknologi proses bersih.

Gambar 2. Urutan perhitungan dalam perancangan proses [Smith, 2005]

KONSEP MINIMALISASI LIMBAH

Penekanan jumlah limbah yang dihasilkan oleh pabrik atau minimalisasi limbah perlu cara yang sistematis dan cerdas. Prinsipnya tidak hanya mengolah limbah yang keluar atau dihasilkan oleh pabrik agar jumlah limbah yang akan “dibuang” ke lingkungan sedikit, tetapi konsepnya lebih menekankan pada cara dimana jumlah limbah yang dihasilkan atau dikeluarkan dari sumbernya diminimalisasi.

Ditinjau dari sumber penghasilnya, limbah diklasifikasikan ke dalam [Smith dan Petela, 1991a]:

(a) limbah dari unit proses, dan (b) limbah dari unit utilitas. Limbah yang berasal dari unit proses dihasilkan oleh:

 Unit reaktor,

 Unit operasi pemisah maupun penyesuai, termasuk sistem daur ulang (recycle system),

 Operasi proses spesifik, seperti start up, shut down, perubahan kondisi proses, pemeliharaan (maintenance), pembersihan alat-alat, dan lain-lain.

Adapun limbah yang berasal dari unit utilitas bisa berupa: blow down dari boiler, cooling tower, senyawa hasil pembakaran bahan bakar (gas hasil pembakaran, abu, debu).

Minimalisasi Limbah Dari Reaktor

Reaktor sebagai tempat untuk reaksi sintesis dapat menghasilkan produk samping yang tidak diharapkan, dan bisa menjadi limbah. Beberapa peristiwa di unit reaktor yang dapat menghasilkan

limbah adalah sebagai berikut [Smith dan Petela, 1991b].

1. Bila pendaurulangan reaktan sisa tidak bisa dilakukan karena sifat prosesnya, maka reaktan sisa berpotensi menjadi limbah.

2. Prosesnya mempunyai reaksi utama yang menghasilkan produk limbah:

A + B → hasil utama + produk limbah (1),

dengan A dan B adalah reaktan.

3. prosesnya mempunyai reaksi utama dan reaksi samping. Limbah dihasilkan oleh reaksi samping:

A + B → hasil utama + E (2),

Hasil utama → produk limbah (3).

4. Zat pengotor (impurities) di dalam umpan reaktor bereaksi menghasilkan limbah.

5. Bila reaksinya menggunakan katalisator, degradasi dan kerusakan katalisator dapat menghasilkan limbah.

Beberapa cara untuk meminimalisasi limbah dari operasi reaktor yang digambarkan di atas adalah sebagai berikut.

Pengurangan reaktan sisa bila tidak bisa didaurulang (recycle)

1. Bila reaksinya searah (irreversible), konversi reaksi di reaktor dinaikkan setinggi mungkin. Ini dilakukan dengan membuat waktu reaksi lebih lama, meninggikan suhu dan tekanan reaksi, menggunakan katalisator yang lebih efektif.

(4)

2. Menaikkan konversi untuk reaksi yang bolak-balik (reversible)

Reaksi bolak-balik tergantung pada besar dan sifatnya konstante kesetimbangan reaksi, apakah reaksinya endotermis atau eksotermis. Prinsip termodinamika diterapkan pada reaksi jenis ini, dimana konversi reaksi untuk hasil utama dipengaruhi oleh:

a. reaktan berlebih (excess reactant)

b. penarikan produk dari campuran reaksi (product removal)

c. penggunaan senyawa inert untuk menggeser reaksi

d. suhu dan tekanan reaksi

Pembahasan detail hal ini dapat ditemukan pada buku termodinamika dan kinetika reaksi.

Pengurangan produk limbah dari reaksi utama

Seperti yang ditunjukkan oleh persamaan reaksi (1), jumlah limbah sebanding dengan jumlah produk utama. Untuk reaksi jenis ini, satu-satunya cara untuk meminimalisasi limabh yang dihasilkan adalah mencari rute reaksi yang lain, agar produk limbah tidak dihasilkan oleh reaksi utama.

Pengurangan produk limbah dari reaksi samping

Konsep minimalisasi limbah dari jenis reaksi ini adalah memaksimumkan hasil utama, meminimumkan hasil samping (yang berupa limbah). Karena reaksinya lebih dari satu jenis (bisa paralel, seri atau gabungan keduanya), selektivitas produk merupakan faktor yang penting. Yang diinginkan adalah selektivitas (hasil

samping/produk utama) sekecil mungkin. Faktor yang berpengaruh terhadap selektivitas hasil adalah:

1. Jenis reaksi: parallel, seri, dan gabungannya, 2. Jenis reaktor: plug flow, mixed flow,

3. Konsentrasi reaktan di dalam reaktor, 4. Suhu dan tekanan reaksi,

5. Katalisator.

Pembahasan detail tentang optimasi selektivitas ini dapat ditemukan di kinetika reaksi [Smith, 2005].

Upgrade produk limbah menjadi produk yang bernilai lebih

Pada beberapa proses, senyawa limbah dapat direaksikan lanjut menjadi senyawa yang berguna. Contoh untuk kasus ini adalah reaksi klorinasi benzene, dimana hasil sampingnya adalah HCl (sebagai limbah). Dengan penambahan unit oksidasi HCl menjadi Cl2, limbah proses menjadi bahan

yang bernilai lebih, yaitu menjadi reaktan lagi. 2 HCl + 0.5 O2→ Cl2 + H2O (4) Pemurnian umpan reaktor

Bila zat pengotor dalam umpan reaktor merupakan salah satu sumber limbah, maka pemurnian umpan reaktor akan mengurangi beban unit pemisahan setelah reaktor maupun beban

purging. Akan tetapi, pemurnian umpan reaktor akan menambah ongkos proses pemisahan. Hal ini dapat dioptimasikan antara biaya berkurangnya umpan dan jumlah limbah yang dihasilkan terhadap kenaikan ongkos pemisahan/pemurnian. Prinsip ini diilustrasikan pada Gambar 3.

(5)

ISSN 1978-0176 Pengurangan limbah dari katalisator

Bila dimungkinkan, penggunaan katalisator heterogen lebih menguntungkan, karena katalisator heterogen lebih mudah dipisahkan dan didaurulang. Akan tetapi, katalisator padat bisa terdegradasi, dan perlu penggantian (replacement) bila umur pakainya sudah habis. Selain itu, kontaminan dan racun terhadap katalisator perlu ditekan sekecil mungkin di dalam reaktan. Katalisator untuk proses fluidisasi bisa berpotensi menghasilkan debu katalisator. Hal ini bisa dicegah dengan menggunakan separator partikel dan menggunakan katalisator yang kekuatan mekaniknya tinggi (tidak mudah pecah).

Minimalisasi Limbah Dari Unit Operasi

Peralatan pada unit operasi sebelum dan sesudah reaktor (penyiapan, pemisahan, sistem daur ulang) dapat menghasilkan limbah. Prinsip untuk menekan hasil limbah yang ada di unit operasi adalah sebagai berikut [Smith dan Petela, 1991c].

1. Daurulang limbah secara langsung,

2. Pengurangan zat pengotor (impurities) umpan reaktor,

3. Tanpa pemakaian senyawa tambahan untuk proses pemisahan,

4. Pemisahan tambahan untuk limbah untuk menaikkan pemungutan (recovery), 5. Reaksi lanjut untuk hasil limbah.

Daurulang limbah secara langsung

Sebagai contoh untuk kasus ini adalah pembuatan isopropil alkohol dari reaksi hidrasi propilen. Reaksi dijalankan pada fase gas.

C3H6 + H2O → (CH3)2CHOH (5)

Umpan segar propilen mengandung sedikit propan. Hasil yang keluar reaktor diembunkan dan cairannya dipisahkan. Untuk mengurangi penumpukan propan (yang dianggap inert), sebagian arus daurulang dibuang (purging). Propilen sisa didaurulang, tetapi air sisa yang keluar dari reaktor dibuang sebagai limbah. Untuk mencegah agar limbah air ini tidak dibuang, air justru didaurulang dan digunakan sebagai umpan reaktor lagi. Secara umum, pendaurulangan limbah bisa dilakukan secara langsung (tidak perlu pemisahan) maupun tidak langsung (limbah dimurnikan dulu).

Pengurangan zat pengotor dalam umpan reaktor

Prinsip ini sama dengan apa yang diuraikan pada Bab I.5, yaitu Pemurnian umpan reaktor.

Tanpa pemakaian senyawa tambahan untuk pemisahan

Umumnya, pelarut (sebagai senyawa dari luar sistem yang ditambahkan dalam proses) diperlukan untuk proses pemisahan dalam absorbsi dan ekstraksi. Karena pelarut yang digunakan biasanya terikut keluar dari unit pemisahan , maka pelarut berpotensi menjadi limbah. Untuk mengurangi limbah yang berasal dari pelarut ini, proses yang dirancang tidak menggunakan senyawa yang digunakan sebagai pelarut, sehingga mencegah terbuangnya pelarut sebagai limbah.

Pemisahan tambahan untuk limbah

Pada pabrik NH3 dari N2 + H2, sebagian besar

reaktan (N2 + H2) didaurulang kembali. Tetapi

umpan reaktor mengandung zat pengotor (gas Argon, metan) yang bersifat inert. Sebagian arus daurulang harus dibuang (purging), agar akumulasi zat pengotor tidak meningkat. Akan tetapi, arus

purging ini masih mengandung banyak (N2 + H2)

maupun NH3, sehingga bila dibuang ke lingkungan,

kerugian dari hilangnya umpan tidak terhindari. Proses pada pabrik amoniak yang baru sekarang memungut lagi (N2 + H2) dari arus buang, dengan

tambahan unit proses membrane maupun adsorpsi.

Reaksi lanjut untuk hasil limbah

Tujuannya adalah pemanfaatan kembali limbah dengan mengubahnya menjadi senyawa yang berguna. Prinsip ini sudah dibahas pada bab I.4 (Upgrade produk limbah menjadi produk yang bernilai lebih), dimana contoh reaksinya adalah:

2HCl + 0.5 O2→ Cl2 + H2O

Minimalisasi Limbah Dari Hasil Operasi Proses Spesifik

Selain beroperasi pada kondisi normal, pabrik juga mengalami operasi yang sifatnya spesifik, misalnya pabrik berhenti mendadak karena ada gangguan, pabrik mulai dioperasikan setelah berhenti (start-up). Semua jenis operasi spesifik tersebut menghasilkan limbah, yang skenarionya digambarkan pada uraian berikut [Smith dan Petela, 1992a].

Operasi start-up dan shut down pabrik

 Pada saat start-up, proses masih dalam keadaan transient, reaktor masih menghasilkan produk dengan konversi rendah (lebih rendah daripada konversi design), sehingga reaktan yang belum bereaksi masih banyak. Hal ini berpotensi menghasilkan banyak limbah. Pada kondisi ini pula, reaksi yang tidak diinginkan (reaksi samping) bisa terjadi, yang

(6)

menghasilkan produk samping yang tidak diinginkan.

 Proses pemisahan hasil setelah keluar reaktor pada saat start-up dan shut down bekerja dalam keadaan unsteady, yang dapat menghasilkan senyawa intermediate dengan komposisi yang tidak diperbolehkan untuk didaurulang. Senyawa intermediate ini juga mungkin tidak bisa diproses lanjut, karena peralatan yang sudah ada tidak dirancang untuk memproses senyawa intermediate yang tidak diinginkan ini.

 Unit proses pemisah yang bekerja saat

unsteady-state biasanya menghasilkan produk yang tidak memenuhi syarat (off-spec product).

Perubahan produk (dalam proses unsteady-state)  Seperti halnya pada operasi start-up dan shut

down, kondisi operasi pada saat pergantian produksi dari satu produk ke produk yang lain juga melewati kondisi unsteady-state. Hal ini selalu menghasilkan limbah.

 Pada proses batch, operasi pembersihan peralatan saat pergantian produksi produk yang satu ke produk yang lain juga menghasilkan limbah.

Aktivitas pemeliharaan rutin (maintenance)  Pembersihan peralatan saat pemeliharaan

selalu menghasilkan limbah.

 Sisa bahan dari tangki penyimpan, baik cairan maupun uap, merupakan limbah. Uap dalam tangki bisa terlepas ke atmosfir saat pembersihan.

 Bahan/senyawa yang ada di jaringan pipa, kran (valve), pompa, kompresor, dan alat-alat transportasi lain perlu dikeluarkan saat pembersihan, yang berarti menghasilkan limbah.

Cara-cara minimalisasi limbah pada operasi proses spesifik

Langkah-langkah yang bisa ditempuh untuk meminimalisasi limbah yang dihasilkan saat operasi spesifik ini adalah sebagai berikut.

 Merancang proses agar jumlah shutdown

sesedikit mungkin. Hal ini menyangkut perancangan proses yang robust.

 Bila prosesnya kontinyu, proses dirancang agar dapat beroperasi lebih fleksibel.  Memasang tangki intermediate yang cukup

untuk menampung saat terjadi proses

unsteady atau kondisi gawat darurat (emergency). Hal ini juga menyangkut optimasi penjadwalan proses saat

transient.

 Sistem pengumpulan limbah selama proses pembersihan peralatan perlu dibangun.  Emisi limbah yang keluar dari pipa-pipa,

kran (valve), pompa, kompresor, dan alat-alat transportasi lain perlu ditekan sekecil mungkin.

Minimalisasi Limbah Dari Unit Utilitas

Bila pabrik membuat energi panas dan listrik sendiri di unit utilitas, maka pabrik akan menghasilkan limbah yang berupa gas hasil pembakaran bahan bakar (CO2, SO2, NOx,

hidrokarbon tak terbakar) dan abu bila menggunakan bahan bakar padat. Demikian juga bila pabrik mengolah air sendiri, unit utilitas akan menghasilkan limbah dari sistem pengolahan air, seperti endapan koagulan, larutan asam dan basa dari regenerasi penukar ion, senyawa desinfektan, pencegah korosi, dan lain-lain. Dibandingkan dengan limbah yang dihasilkan oleh unit proses, karakter limbah dari unit utilitas ini lebih lunak terhadap lingkungan [Smith dan Petela, 1992b]. Akan tetapi, jumlah limbah yang dihasilkan oleh unit utilitas umumnya lebih banyak daripada jumlah limbah yang berasal dari unit proses. Sumber limbah dari unit utilitas dapat digolongkan menjadi: 1. Utilitas panas (hot utilities): furnace, steam

boiler, turbin gas, mesin diesel. Limbahnya berupa hasil pembakaran, yaitu gas (CO2, SO2,

NOx) dan abu (ash), serta blowdown air dari

boiler.

2. Utilitas dingin (cold utilities): unit pengolahan air (endapan hasil sedimentasi, regenerasi penukar ion, proses biologi anaerobik dan aerobik), sistem pendingin air tersirkulasi (blowdown dari

cooling tower).

Karena unit utilitas berfungsi menyediakan energi (panas, listrik) dan materi fluida utilitas (air pendingin, air proses) untuk unit proses, maka prinsip minimalisasi limbah di utilitas juga menyangkut minimalisasi konsumsi energi dan materi fluida di unit proses.

Efisiensi energi proses

Pada dasarnya, konsumsi energi yang berlebihan di unit proses juga akan menghasilkan limbah yang banyak dari utilitas, karen pembangkitan energi berasal dari proses pembakaran. Misalnya pada steam boiler, bila

steam yang diproduksi banyak, maka gas hasil pembakaran dan abu juga banyak. Oleh karena itu, untuk menekan limbah yang dihasilkan oleh unit utilitas, pemanfaatan panas (heat recovery) yang maksimum di unit proses harus ditingkatkan (dengan prinsip integrasi panas).

(7)

ISSN 1978-0176

Bila unit utilitas membangkitkan energi panas (steam boiler, furnace) terpisah dengan pembangkit listrik (turbin gas, mesin diesel), emisi gas hasil pembakaran berasal dari dua sumber. Sebagai contoh, sebuah furnace menghasilkan panas 1MW + 300 kg CO2/jam per MW panas. Sebuah unit

pembangkit listrik menghasilkan 400 kW + 450 kg CO2/jam per MW. Dengan menggunakan turbin gas cogeneration, energi yang dihasilkan berupa panas 1MW + listrik 400 kW, dengan emisi 500 kg CO2/jam per MW panas. Oleh karena itu,

penggunaan pembangkit energi cogeneration akan meningkatkan efisiensi.

Penggantian jenis bahan bakar

Bahan bakar padat sudah dikenal dengan emisi yang tinggi dari SO2 dan NOx serta abu terbang.

Oleh karena itu, penggantian bahan bakar padat dengan bahan bakar gas bisa mengurangi itu semua, hanya saja harga bahan bakar gas lebih mahal, sehingga hal ini perlu dioptimasi (trade-off).

Pengurangan limbah dari sistem pemanas dengan steam

Selain emisi gas hasil pembakaran dari steam poiler, limbah juga berasal dari unit pengolah air umpan boiler (regenerasi penukar ion, pencucian filter), blowdown dari boiler, dan kondensat yang dibuang karena tidak memenuhi syarat untuk didaurulang lagi. Limbah dari sistem ini dapat dikurangi dengan pengurangan konsumsi steam di unit proses (integrasi panas di unit proses), perbaikan sistem daurulang kondensat (agar kondensat tidak banyak dibuang) dan integrasi panas di sistem boiler (sistem cogeneration).

Pengurangan limbah dari sistem pendingin air tersirkulasi

Selain kehilangan air karena penguapan,

cooling tower selalu membuang (blowdown)

sebagian air pendingin yang mengandung bahan

corrosion inhibitor, anti scale agent, biocides, agar kadar padatan terlarutnya tidak meningkat. Untuk mengurangi jumlah air blowdown ini, kecepatan sirkulasi air pendingin harus dikurangi (pembuangan panas di unit proses dikurangi). Artinya, pemanfaatan panas (heat recovery) di unit proses juga perlu ditingkatkan. Alternatif lain untuk mengurangi limbah air dari sistem pendingin ini adalah mengganti sistem pendingin air dengan sistem pendingin udara.

RINGKASAN

Konsep pengelolaan limbah pabrik perlu bergeser, dari pengolahan limbah yang dihasilkan oleh pabrik menjadi minimalisasi limbah yang

dihasilkan oleh pabrik, yang didasari oleh teknologi proses bersih. Prinsip teknologi proses bersih diterapkan sejak perancangan proses pabrik, bukan setelah pabrik didirikan. Teknologi proses bersih mendasarkan pada minimalisasi limbah dari tiap sumbernya, yaitu dari unit proses (reaktor, unit operasi, proses operasi spesifik) dan unit utilitas, dimana kedua unit ini saling berpengaruh.

DAFTAR PUSTAKA

1. Edgar, T.F., Himmelblau, D.M., and Lasdon, L.S., (2001), Optimization of Chemical

Processes, McGraw-Hill, Inc., New York.

2. Harper, J.I., (1954), Chemical Engineering in Practice, Reinhold Publishing Corp., New York.

3. Resnick, W., (1981), Process Analysis and

Design for Chemical Engineers, McGraw-Hill,

Inc., New York.

4. Seider, W.D., Seader, J.D., Lewin, D.R. and Widagdo, S., (2010), Product and Process Design Principles: Synthesis, Analysis and Evaluation, 3rd ed., John Wiley and Sons, Inc., New York.

5. Smith, R., (2005), Chemical Process Design and Integration, John Wiley and Sons, Inc., New York.

6. Smith, R. and Petela, E.A., (1991a), Waste minimization in the process industries, Part 1: The problem. Chem. Eng., 506: 31.

7. Smith, R. and Petela, E.A., (1991b), Waste minimization in the process industries, Part 2: Reactors. Chem. Eng., 509/510: 12.

8. Smith, R. and Petela, E.A., (1991c), Waste minimization in the process industries, Part 3: Separation and recycle system. Chem. Eng., 513: 24.

9. Smith, R. and Petela, E.A., (1992a), Waste minimization in the process industries, Part 4: Process operations. Chem. Eng., 517: 9. 10. Smith, R. and Petela, E.A., (1992b), Waste

minimization in the process industries, Part 5: Utility waste. Chem. Eng., 523: 16.

11. Turton, R., Bailie, R.C., Whiting, W.B. and Shaeiwitz, J.A., (2009), Analysis, Synthesis,

and Design of Chemical Processes, Pearson

Education, Inc., Boston.

12. Zlokarnik, M., (2002), Scale-up in Chemical

Engineering, Wiley-VCH Verlag GmbH,

Gambar

Gambar 2. Urutan perhitungan dalam perancangan proses [Smith, 2005]
Gambar 3. Trade off antara biaya pemurnian dengan pengurangan jumlah limbah [Smith, 2005]

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2004: 73).Dan untuk keakuratan sampel ini maka peneliti

Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa nilai perbedaan antara mean proactive coping kelompok subyek yang dibagi berdasarkan kepemilikan dukungan sosial menunjukkan

KPUD juga membuat penyusunan Daftar Pemilih Tetap, dimana dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum harus membuat penyusunan Daftar Pemilih Tetap itu dengan baik, sehingga seluruh

Motivasi dibagi menjadi dua jenis yaitu motivasi intrinsik (dari dalam diri peserta didk) dan motivasi ekstrinsik (dari luar siswa) [9]. Ada tidaknya

Usul-usul dari para Pemegang Saham Perseroan dapat dimasukkan dalam Agenda resmi Rapat, apabila memenuhi persyaratan dalam Pasal 10 Ayat 6 Anggaran Dasar Perseroan,

satu aplikasi semisal FTP untuk mengakses secara remote maka satu aplikasi semisal FTP untuk mengakses secara remote, maka gateway akan meminta user memasukkan alamat

STRATEGI UTAMA: Merancang sebuah buku fotografi esai Upacara Adat Kebo-keboan yang di rangkai sesuai dengan alur dari kegiatan tersebut, sebagai ilmu pengetahuan

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, dampak dari penggunaan smartphone pada remaja di Mukim Jruek, dengan keseluruhan sampel sebanyak 20 orang antara lain: sebanyak