• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI GOOD MANUFACTURING PRACTICES SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURES DAN PENENTUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "APLIKASI GOOD MANUFACTURING PRACTICES SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURES DAN PENENTUAN"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI GOOD MANUFACTURING PRACTICES,

SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURES

DAN PENENTUAN TITIK KENDALI KRITIS PADA

PRODUKSI SUSU PASTEURISASI KOPERASI

PETERNAK BANDUNG SELATAN

SKRIPSI DINNI RAHMI

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(2)

RINGKASAN

DINNI RAHMI. D14204036. 2008. Aplikasi Good Manufacturing Practices,

Sanitation Standard Operating Procedures dan Penentuan Titik Kendali Kritis pada Produksi Susu Pasteurisasi Koperasi Peternak Bandung Selatan. Skripsi.

Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing utama : Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA Pembimbing anggota : Ir. Lucia Cyrilla ENSD, M.Si

Susu merupakan produk yang bersifat mudah rusak dan tidak memiliki waktu penyimpanan yang cukup lama tanpa pengolahan lebih lanjut. Pasteurisasi merupakan salah satu proses pemanasan yang dilakukan pada susu segar sehingga menjadi produk yang memiliki masa simpan lebih lama. Pengolahan susu menjadi susu pasteurisasi merupakan salah satu cara untuk memperpanjang waktu simpannya.

Industri yang bergerak dalam bidang pangan senantiasa mengarahkan kegiatan usahanya untuk menghasilkan produk yang memenuhi standar keamanan pangan dan memberikan kepuasan bagi konsumen. Pemenuhan produk yang sesuai dengan standar keamanan pangan dapat dilakukan dengan menciptakan produk yang bernilai ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal). Nilai ASUH pada suatu produk dapat dipenuhi dengan menerapkan Good Manufacturing Pratices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) yang baik dan benar pada keseluruhan rangkaian proses produksi.

Tugas akhir dalam bentuk magang ini dilaksanakan selama 2 bulan, pada tanggal 24 Juli 2007 hingga 24 September 2007. Magang ini dilaksanakan di KPBS, Pangalengan.

Langkah penerapan untuk GMP dan SSOP di KPBS telah mulai dilakukan dengan cara keseluruhan proses produksi mengarah kepada SOP yang telah ditetapkan oleh pihak Koperasi. Aplikasi GMP dan SSOP dinilai belum maksimal karena masih terdapat berbagai kekurangan dalam penerapannya pada keseluruhan tahap proses produksi yang berlangsung, terutama proses sanitasi. Penerapan GMP dan SSOP yang tidak maksimal berpengaruh terhadap tahapan proses produksi yang beresiko menjadi titik kendali kritis.

Tiga tahap proses produksi susu pasteurisasi dinyatakan sebagai titik kendali kritis, yaitu proses penerimaan susu segar terutama pada pengujian kualitas susu dinyatakan sebagai titik kendali kritis karena tidak melakukan pengujian residu antibiotika sehingga meningkatkan resiko bahaya kimia, pasteurisasi beresiko meningkatkan bahaya secara kimia dan biologis karena tidak dilakukan akurasi waktu dan suhu yang digunakan secara berkala dan pengemasan beresiko meningkatkan bahaya secara kimia dan biologis akibat tingginya mobilitas karyawan di ruangan pengemasan serta kurang terjaganya higien karyawan. Penetapan tiga tahap proses tersebut sebagai titik kendali kritis karena memiliki kaitan erat dengan resiko bahaya yang mengancam keamanan pangan produk susu pasteurisasi yang dihasilkan. Aplikasi GMP dan SSOP yang dilakukan pada proses produksi susu pasteurisasi di KPBS, Pangalengan tidak maksimal.

Kata-kata kunci : GMP, SSOP, titik kendali kritis, susu pasteurisasi dan keamanan

(3)

ABSTRACT

Application of Good Manufacturing Practices, Standard Sanitation Operating Procedures and Determination of Critical Control Point on

Pasteurized Milk Production, at Koperasi Peternak Bandung Selatan

Rahmi, D., R. R. A. Maheswari, L. Cyrilla

Studies were carried out to evaluate the application of Good Manufacturing Practices (GMP), Standard Sanitation Operating Procedures (SSOP) and to determine the critical point on pasteurized milk processing at Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS), Pangalengan. Studies were done during two months at Milk Treatment-KPBS (MT-Treatment-KPBS). All production flow on MT-Treatment-KPBS has done based on the Standard Operation Procedures (SOP) standardized by the company, even tough the GMP and SSOP applications were not on optimum level yet, especially on the sanitary process. It’s caused to the critical control point on production process. There are three steps that defined as critical control point; milk reception step especially in fresh milk quality control because not doing a control antibiotic residue so increase risk of chemical hazard, pasteurized process have risk to increase biological and chemical hazard because not doing monitoring and recording acuration time and temperature that been used and packaging process have risk to increase biological and chemical hazard because minimum application of higienic personal. The three steps claimed as critical point because their influences on food safety that may harmful for MT-KPBS milk pasteurized product.

(4)

APLIKASI GOOD MANUFACTURING PRACTICES,

SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURES

DAN PENENTUAN TITIK KENDALI KRITIS PADA

PRODUKSI SUSU PASTEURISASI KOPERASI

PETERNAK BANDUNG SELATAN

DINNI RAHMI D14204036

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(5)

APLIKASI GOOD MANUFACTURING PRACTICES,

SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURES

DAN PENENTUAN TITIK KENDALI KRITIS PADA

PRODUKSI SUSU PASTEURISASI KOPERASI

PETERNAK BANDUNG SELATAN

Oleh DINNI RAHMI

D1402036

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan

Komisi Ujian Lisan pada tanggal 25 Maret 2008

Pembimbing Utama

Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA NIP. 131 671 595

Pembimbing Anggota

Ir. Lucia Cyrilla ENSD M.Si NIP. 131 760 916

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Agr.Sc NIP. 131 955 531

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 20 Desember 1986 Bogor, Jawa Barat. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Didin Wahidin, S.Pd. dan Ibu Tini Surtini.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SD Sindang Sari Bogor. Pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTPN 1 Bogor dan pendidikan menengah umum diselesaikan pada tahun 2004 di SMUN 3 Bogor. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2004.

Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi Ternak (HIMAPROTER) selama tahun 2006 – 2007 dan kegiatan-kegiatan lain di luar kampus.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan limpahan rahmat, hidayah dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Aplikasi Good Manufacturing Practices, Sanitation Standard

Operating Procedures dan Penentuan Titik Kendali Kritis pada Produksi Susu Pasteurisasi Koperasi Peternak Bandung Selatan”. Shalawat beriring salam

semoga senantiasa tercurah dan terlimpah kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabat dan kepada umatnya sampai akhir zaman.

Perhatian masyarakat dunia terhadap dunia pangan saat ini adalah pada peningkatan kualitas bahan pangan. Masyarakat menginginkan pangan yang tidak hanya mengenyangkan, namun juga memiliki nilai tambah dalam mencukupi kebutuhan gizi, menjaga kesehatan dan juga memiliki masa simpan yang relatif bertahan lebih lama.

Industri yang bergerak di bidang pangan mengarahkan setiap kegiatan usahanya untuk mengacu pada keamanan pangan dan kepuasan konsumen. Pemenuhan produk pangan yang memenuhi standar keamanan pangan dapat dilihat dari nilai ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) produk. Nilai ASUH dapat dipenuhi dengan menerapkan sistem Good Manufacturing Practises (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) yang baik pada keseluruhan proses produksi. Aplikasi GMP dan SSOP akan menjadi landasan untuk menentukan titik-titik yang dianggap kritis bahkan cenderung beresiko membahayakan keamanan produk yang dihasilkan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga karya yang sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan Indonesia.

Bogor, Maret 2008

(8)

DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ... ii ABSTRACT ... iii RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3 Susu ... 3 Susu Pasteurisasi ... 4 Pengolahan Susu ... 6 Pasteurisasi Susu ... 7 Pengemasan ... 8 Polyprophylene ... 9

Good Manufacturing Practises (GMP) ... 9

Sanitasi ... 12

Sanitasi Pekerja ... 13

Sanitasi Alat dan Wadah ... 13

Sanitasi Bangunan ... 13

Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) ... 14

Critical Control Point (CCP) ... 14

Diagram Ishikawa (Fish Bone Diagram) ... 15

METODE ... 16

Lokasi dan Waktu ... 16

Materi ... 16

Prosedur ... 16

Praktek Kerja Langsung... 16

Wawancara ... 17

Pengamatan Lapang dan Pengumpulan Data ... 17

Analisis Permasalahan ... 18

Studi pustaka ... 18

Pembuatan Diagram Ishikawa ... 18

Penetapan Signifikansi Bahaya pada Tahap Proses Pembuatan Susu Pasteurisasi ... 18

(9)

Penetapan Critical Control Point (CCP) terhadap Bahan

Utama Pembuatan Susu Pasteurisasi ... 19

Penetapan Critical Control Point ( CCP) Proses Produksi Susu Pasteurisasi... 19 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

Keadaan Umum Perusahaan ... 21

Sejarah Umum ... 21

Data Umum Perusahaan ... 22

Tenaga Kerja dan Keanggotaan ... 22

Jenis dan Kapasitas Produksi ... 23

Struktur Organisasi Perusahaan ... 24

Teknologi Proses Produksi ... 24

Bahan Baku ... 24

Pengemas ... 26

Proses Produksi ... 26

Proses Produksi Chilled Milk ... 26

Proses Produksi Susu Pasteurisasi tanpa Penambahan Cita Rasa... 27

Proses Produksi Susu Pasteurisasi dengan Penambahan Cita Rasa... 30

Sarana dan Prasarana MT-KPBS ... 31

Sarana... 31 Milkana ... 31 Bak penimbang ... 33 Bak Penyaring ... 33 Lempeng Pendingin ... 34 Tangki Penyimpanan ... 34 Balance Tank ... 36

Plate Heat Exchanger ... 36

Homogenizer ... 37

Tangki Pencampur ... 37

Mesin Pengemas Cup ... 38

Mesin Pengemas Prepack ... 39

Prasarana ... 39

Penerapan Good Manufacturing Practises (GMP) ... 40

Lokasi dan Lingkungan Pabrik ... 40

Bangunan dan Ruangan Pengolahan ... 40

Desain dan Tata Ruang ... 40

Konstruksi ... 40

Ventilasi dan Sirkulasi Udara ... 41

Penerangan ... 41

Produk akhir ... 42

Peralatan Produksi ... 42

Bahan Produksi ... 42

Higiene Personal ... 43

Pengendalian Proses Pengolahan ... 44

Fasilitas Sanitasi ... 44 ix

(10)

Label ... 45

Keterangan Produk ... 45

Penyimpanan ... 45

Pemeliharaan Sarana Pengolahan dan sanitasi ... 46

Laboratorium ... 46

Wadah Kemasan ... 46

Transportasi ... 47

Penerapan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) .... 48

Keamanan Air Proses Produksi ... 48

Kondisi dan Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Bahan Pangan... 48

Pencegahan Kontaminasi Silang dari Objek yang Tidak Saniter ... 49

Kebersihan Pekerja... 50

Proteksi dari Bahan-Bahan yang Digunakan ... 51

Pelabelan dan Penyimpanan yang Tepat ... 51

Pengendalian Kesehatan Karyawan ... 52

Pemberantasan Hama ... 52

Diagram Ishikawa ... 53

Penentuan Critical Control Point (CCP) ... 56

Penetapan Signifikansi Bahaya pada Tahap Proses Pembuatan Susu Pasteurisasi ... 56

Penetapan Critical Control Point (CCP) Bahan Utama Pembuatan Susu Pasteurisasi ... 65

Penetapan Critical Control Point (CCP) Proses Pembuatan Susu Pasteurisasi ... 69

Decission Tree Bahan Mentah ... 75

Decission Tree Proses Pengolahan... 76

Analisis Permasalahan ... 77

KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

Kesimpulan ... 79

Saran ... 79

UCAPAN TERIMA KASIH ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81

LAMPIRAN ... 84

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kandungan Gizi dan Vitamin Susu tiap 100 g ... 3

2. Syarat Mutu Susu Pasteurisasi... 5

3. Syarat Mutu Botol Plastik... 6

4. Daftar TPK dan Jumlah Peternak yang Dimilikinya ... 23

5. Penetapan Signifikansi Bahaya pada Tahap Proses Pembuatan Susu Pasteurisasi ... 56

6. Penetapan Critical Control Point (CCP) Bahan Utama Pembuatan Susu Pasteurisasi ... 65

7. Penetapan Critical Control Point (CCP) Proses Pembuatan Susu Pasteurisasi ... 69

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Bagan Struktur Organisasi KPBS ... 25

2. Bagan Proses produksi Chilled Milk ... 28

3. Bagan Proses Produksi Susu Pasteurisasi Tanpa Rasa ... 29

4. Bagan Proses Produksi Susu Pasteurisasi Rasa ... 32

5. Gambar Peralatan Produksi MT KPBS ... 35

6. Diagram Ishikawa GMP ... 53

7. Diagram Ishikawa SSOP ... 54

8. Diagram Ishikawa Kualitas Produk Susu Pasteurisasi ... 55

9. Dessicion Tree untuk Bahan Mentah ... 75

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Perincian Jam Kerja Karyawan MT KPBS... 85

2. Check List GMP ... 85

3. Check List SSOP ... 90

4. Gambar Milkana ... 94

5. Spesifikasi Milkana ... 94

6. Parameter Pengukuran Milkana ... 94

8. Spesifikasi Milk Reception Scale ... 94

9. Spesifikasi Milk Reception Vat ... 95

10. Spesifikasi Plate Cooler... 95

11. Spesifikasi Storage Tank... 95

12. Spesifikasi Balance Tank ... 96

13. Spesifikasi Plate Heat Exchanger (PHE) ... 96

14. Spesifikasi Homogenizer... 96

(14)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Perusahaan yang bergerak dalam bidang pangan senantiasa mengarahkan kegiatan usahanya untuk menghasilkan produk yang memenuhi standar keamanan pangan serta memberikan kepuasan bagi konsumen. Masalah keamanan pangan pada saat ini sedang mendapatkan perhatian penuh dari pemerintah, serta menjadi sebuah tuntutan yang harus dipenuhi oleh setiap perusahaan yang bergerak dalam bidang pangan. Hal ini disebabkan oleh semakin meningkatnya minat konsumen terhadap produk yang bernilai Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH). Pemenuhan produk yang bernilai ASUH dapat dilakukan dengan menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) pada keseluruhan rangkaian proses produksi yang berlangsung.

GMP merupakan pedoman tata cara memproduksi bahan pangan dengan baik dan benar pada seluruh rantai produksi, dimulai dari tahap produksi primer hingga konsumen akhir dan menekankan higien pada setiap tahapan. Pedoman GMP mencakup tentang lokasi pabrik, bangunan, produk akhir, peralatan produksi, bahan baku, higien karyawan, pengendalian proses pengolahan, fasilitas sanitasi, label, keterangan produk, penyimpanan, pemeliharaan sarana pengolahan, kegiatan sanitasi, laboratorium, wadah atau kemasan serta transportasi.

SSOP merupakan suatu prosedur untuk memelihara kondisi sanitasi yang umumnya berhubungan dengan seluruh fasilitas produksi atau area dan tidak terbatas pada tahapan tertentu atau titik kendali kritis. Sanitasi merupakan cara pencegahan penyakit dengan mengatur atau menghilangkan faktor-faktor lingkungan yang saling terkait dalam rantai perpindahan penyakit tersebut. Prosedur SSOP merupakan alat bantu dalam penerapan GMP, yang berisi tentang perencanaan tertulis cara menjalankan GMP, syarat agar penerapan GMP dapat dimonitor dengan pembuatan catatan atau recording serta terdapat tindakan koreksi jika terdapat saran dan kritik, verifikasi dan dokumentasi.

(15)

Tujuan

Tujuan dari kegiatan magang ini adalah:

1. mengkaji penerapan GMP dan SSOP pada proses produksi susu pasteurisasi di KPBS, Jawa Barat;

2. menetapkan titik kritis pada proses produksi susu pasteurisasi di KPBS, Jawa Barat; dan

3. memberikan solusi bagi masalah yang terjadi dalam proses produksi susu pasteurisasi yang berlangsung.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA Susu

Badan Standardisasi Nasional (1998) dalam SNI No. 01-3141-1998 mendefinisikan susu segar sebagai cairan yang berasal dari ambing sapi sehat, diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, tidak mengalami penambahan atau pengurangan suatu komponen apapun dan tidak mengalami pemanasan. Komposisi gizi pada susu secara umum terdiri atas protein (30%), karbohidrat (40%) dan lemak (40%) (Supardi dan Sukamto, 1999). Kandungan gizi serta vitamin secara lengkap yang terdapat dalam susu ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin Susu

Sumber : Tamime dan Robinson (1985)

Dwidjoseputro (1987) menjelaskan bahwa susu memiliki fungsi sebagai media terbaik untuk hidup mikroorganisme yang terkandung di dalamnya, sehingga pertumbuhan bakteri dalam susu sangat cepat, yaitu setiap 20 hingga 30 menit akan berlipat ganda. Hal ini menjadi alasan utama bahwa susu merupakan produk yang sangat mudah mengalami kerusakan serta tidak memiliki waktu penyimpanan lama tanpa pengolahan lebih lanjut.

Rataan total kandungan bakteri awal dalam susu adalah sebesar 1x103 cfu/ml hingga 1x106 cfu/ml. Jenis bakteri yang terkandung dalam susu sangat bervariasi, dengan jenis yang terbanyak adalah bakteri Streptococcus sp. (0-55%) dan

Kandungan (Unit/100 gr) Kandungan Gizi

Kalori 67,5 Protein (g) 3,5 Lemak (g) 4,25 Karbohidrat (g) 4,75 Calcium (mg) 119 Sodium (mg) 50 Potasium (mg) 152 Vitamin A (IU) 148 Thiamin B1 (µg) 37 Riboflavin B2 (µg) 160 Pyridoxine B6 (µg) 46 Cyanocobalamine B12 (μg) 0,39 Vitamin C (mg) 1,5

(17)

Micrococcus sp. (30-39%), sedangkan untuk bakteri Gram positif, Bacillus dan bakteri lainnya memiliki kisaran sebesar 10% (Cousins dan Bramley, 1981). Umumnya mikroorganisme hidup dan berkembang biak secara optimal pada suhu 37oC, sedangkan pada suhu 20-30oC pertumbuhan mikroorganisme menjadi sedikit terhambat dan menjadi tidak aktif pada suhu kurang dari 10oC (Ressang dan Nasution, 1982).

Menurut Rahman et al. (1992) pertumbuhan mikroba pada susu dapat menimbulkan berbagai perubahan karakteristik. Pembentukan asam, gas, pelendiran, produk alkali serta perubahan cita rasa dan warna merupakan perubahan karakteristik yang sering dijumpai pada susu akibat adanya mikroorganisme. Lampert (1970) menjelaskan bahwa mikroorganisme dalam susu dapat berasal dari peralatan yang kurang bersih, sumber air dan kandang dengan mikroorganisme yang umum didapatkan adalah bakteri psikotrofik, seperti Enterobacter, Bacillus dan Flavobacterium.

Susu Pasteurisasi

Menurut Badan Standardisasi Nasional (1995) dalam SNI No. 01-3951-1995 susu pasteurisasi merupakan susu segar, susu rekonstitusi, susu rekombinasi yang telah mengalami proses pemanasan pada temperatur 63oC-66oC selama minimum 30 menit atau pada pemanasan 72oC selama minimum 15 detik, kemudian segera didinginkan hingga 10oC, selanjutnya diperlakukan secara aseptis dan disimpan pada suhu maksimum 4,4oC. International Dairy Federation (1983) menyatakan bahwa susu pasteurisasi merupakan produk susu yang telah mengalami proses pasteurisasi, yang bila dijual ke retail atau pengecer mengalami pendinginan terlebih dahulu tanpa adanya suatu penundaan dan dikemas dengan kondisi penundaan minimum untuk meminimalkan kontaminasi. Produk tersebut harus memiliki nilai uji fosfatase negatif segera setelah dilakukan perlakuan pemanasan. Susu pasteurisasi harus disimpan dalam suhu rendah selama proses distribusi hingga penjualan (Robinson et al., 1981). Proses distribusi dalam suhu rendah bertujuan agar pertumbuhan bakteri menjadi terhambat, namun tidak membunuh keseluruhan bakteri (Winarno et al., 1980). Kandungan standar bakteri dalam susu pasteurisasi dengan grade “A” sebesar 20.000 bakteri/mL dan kurang dari sepuluh bakteri /mL untuk bakteri koliform (FDA, 2001).

(18)

Susu pasteurisasi menurut Early (1998) memiliki kandungan nilai gizi yang tidak jauh berbeda dengan susu segar, karena sebagian besar nutrisi seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin tidak terpengaruh oleh perlakuan pasteurisasi. Kehilangan nyata yang terjadi adalah sekitar setengah (50%) kandungan vitamin C serta sekitar 10% tiamin dan vitamin B12 yang terdapat secara alami akan hilang. Renner (1986) menyatakan hampir keseluruhan kandungan vitamin C yang hilang pada susu terjadi selama proses penanganan atau handling, pasteurisasi dan pengemasan. Jenis susu pasteurisasi terdiri atas dua macam, yaitu susu pasteurisasi tanpa penambahan cita rasa dan susu pasteurisasi dengan penambahan cita rasa yang masing-masing digolongkan ke dalam satu jenis mutu tertentu (BSN, 1995). Syarat mutu susu pasteurisasi diperlihatkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Syarat Mutu Susu Pasteurisasi (SNI No. 01-3951-1995)

Karakteristik Tanpa Penambahan Cita Rasa Dengan Penambahan Cita Rasa

Bau Khas khas

Rasa Khas khas

Warna Khas khas

Kadar lemak (% min) 2,80 1,50

Kadar SNF (% min) 7,7 7,5

Uji Reduktase (MB) 0 0

Kadar protein (% min) 2,5 2,5

Uji fosfatase 0 0 TPC (maks) 3x104 3x104 Coliform presumptive (maks) 10 10 Logam berbahaya : As (ppm, maks) 1 1 Pb (ppm, maks) 1 1 Cu (ppm, maks) 2 2 Zn (ppm, maks) 5 5 Bahan Pengawet Pemantap

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 235/Men. Kes/Per/VI/79

Zat warna Cita rasa

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 235/Men. Kes/Per/VI/79

Sumber : BSN (1995)

Cara pengemasan susu pasteurisasi yang benar menurut Badan Standardisasi Nasional (1995) adalah sebagai berikut : susu pasteurisasi disajikan dalam bentuk cairan yang dikemas secara aseptis dalam botol, karton yang dilapisi dengan

(19)

polyethylene atau aluminium foil serta kantong plastik atau bahan lain yang tidak mempengaruhi isi. Syarat mutu botol plastik diperlihatkan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Syarat Mutu Botol Plastik (SNI No. 19-4370-2004)

Jenis uji Satuan Persyaratan

Visual dan sifat tampak

-

Bersih, tidak ada benda asing menempel, tidak ada kerusakan berupa penyok, goresan dan retak

Bau dan rasa - Tidak boleh menyebabkan perubahan terhadap bau dan rasa pada produk Kapasitas penuh (terhadap

kapasitas nominal) %

Maksimum: 101 Minimum: 60

Kompresi (top load) Kgf Tidak boleh ada bocor

Kebocoran (Leak test) - Tidak boleh ada bocor, pecah maupun retak

Jatuh (drop test) - -

Identifikasi PP, PE dan PET PVC

Residu VCM (maks) ppm - 1

Global Migrasi (maks) ppm 30 30

Total Logam berat(Pb, Cd)

yang termigrasi (maks) ppm 1 1

Reduksi KMnO4 (maks) ppm 10 10

Sumber : BSN (2004)

Pengolahan Susu

Upaya memperpanjang umur simpan dan meningkatkan nilai guna susu dapat dilakukan melalui berbagai cara pengolahan seperti pembuatan susu menjadi produk susu kental manis, susu bubuk, es krim, permen susu, kerupuk susu, dodol susu, noga susu dan masih banyak lagi produk lainnya. Usaha untuk memperpanjang masa simpan telah banyak dilakukan, baik dalam hal penanganan maupun pengawetan (Wong et al., 1988). Pengolahan susu bertujuan untuk mengolah susu menjadi bahan pangan yang memiliki tingkat akseptibilitas serta palatabilitas lebih tinggi serta mampu meningkatkan daya simpannya.

Hasil olahan susu merupakan suatu produk yang terbuat dari susu atau produk yang merupakan hasil suatu perlakuan terhadap susu (Buckle et al., 1987). Pengolahan susu dengan pemanasan terlebih dahulu merupakan titik kendali kritis untuk menjamin mikroorganisme patogen telah musnah. Hal itu juga menjamin bakteri berspora telah dimusnahkan atau setidaknya berkurang jumlahnya untuk menjaga kualitas produk secara optimum (Elmagli dan Abtisam, 2006).

(20)

International Dairy Federation (IDF) yang dikutip atau disampaikan Lewis (1999) mendefinisikan pasteurisasi sebagai salah satu proses pemanasan yang diaplikasikan pada susu dengan tujuan untuk menghindari bahaya kesehatan pada produk susu yang mungkin terjadi karena hadirnya mikroorganisme patogen dan sekaligus meminimalisir perubahan pada susu secara kimiawi, fisik dan organoleptik. Buckle et al., (1987) menjelaskan bahwa pasteurisasi merupakan perlakuan pemanasan pada susu yang bertujuan untuk mencegah penularan penyakit dan kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme dan enzim. Hal ini dilakukan untuk memberikan perlindungan maksimum pada konsumen terhadap penyakit yang mungkin dapat ditularkan melalui susu.

Prinsip pasteurisasi susu adalah memanaskan susu di bawah titik didihnya yaitu 102,8oC. Penggunaan panas pada proses pasteurisasi susu tidak menimbulkan perubahan pada komposisi, rasa, warna dan bau secara nyata sehingga susu pasteurisasi masih memiliki komposisi, rasa, warna dan bau seperti susu segar (Babe, 2002). Proses pasteurisasi terbagi menjadi dua jenis, yaitu (1) Low Temperature Long Time (LTLT), yang menggunakan suhu pemanasan 65oC (145oF) selama 30 menit, (2) High Temperature Short Time (HTST), yang menggunakan suhu pemanasan 80-90oC (160oF) selama 15 detik (Babe, 2002).

Tujuan utama proses pasteurisasi adalah mencegah penularan penyakit dan kerusakan akibat jasad renik dan enzim sehingga kualitas susu tetap baik selama masa simpan serta memusnahkan seluruh sel vegetatif dari bakteri patogen dan sebagian besar mikroorganisme pembusuk yang terdapat dalam susu (Potter dan Hotchkiss, 1995; Ray, 2001). Proses pasteurisasi akan membunuh sebagian besar sel bakteri, kapang dan khamir di dalam susu. Proses pasteurisasi dengan menggunakan metode HTST akan menghancurkan 90-99% bakteri yang terdapat dalam susu, namun bakteri termodurik dan laktik akan tetap bertahan selama proses pasteurisasi berlangsung. Umumnya proses pasteurisasi dengan menggunakan metode HTST lebih banyak digunakan dikarenakan efisiennya waktu proses yang dibutuhkan (Early, 1998). Jumlah kandungan bakteri koliform yang tinggi dalam produk susu pasteurisasi mayoritas disebabkan oleh proses penanganan, proses sanitasi yang buruk serta peralatan yang digunakan dalam proses penyimpanan yang tidak higienis (Hayes et al., 2001). Bakteri koliform umumnya mengkontaminasi susu segar dan

(21)

tidak tahan terhadap proses pasteurisasi dan secara berkala bakteri ini dipergunakan sebagai indikator proses yang berjalan tidak sempurna atau sebagai kontaminasi setelah proses produksi (Manie et al., 1999).

Gruetzmacher dan Bradley (1999) menyatakan faktor penting yang mempengaruhi batas masa simpan susu pasterurisasi dalam suhu refrigerator (4-7oC) adalah kualitas mikrobiologi dari susu segar, suhu dan waktu pasteurisasi, keberadaan dan aktivitas kontaminasi setelah proses pasteurisasi, jenis dan aktivitas mikroorganisme yang resinsten terhadap proses pasteurisasi serta suhu penyimpanan susu setelah proses pasteurisasi. Kontaminasi yang terjadi setelah proses pasteurisasi menjadi faktor paling utama dalam menentukan masa simpan produk susu pasteurisasi.

Pengemasan

Pengemasan merupakan suatu cara dalam memberikan kondisi sekeliling bagi bahan pangan (Buckle et al., 1987). Bahan pengemas digunakan untuk membatasi antara bahan pangan dan keadaan normal sekeliling untuk menunda proses kerusakan dalam jangka waktu yang diinginkan. Menurut Griffin dan Sacharrow (1972), pengemasan bertujuan untuk melindungi atau mengawetkan produk yang dikemas, penunjang transportasi dan distribusi serta merupakan bagian penting dalam mengatasi persaingan dalam pemasaran, hal ini dikarenakan apabila suatu produk memiliki pengemasan yang baik dan menarik maka konsumen akan lebih mengenal produk tersebut.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu kemasan antara lain : tidak toksik, cocok dengan bahan yang dikemas, mudah dibuka dan ditutup, mudah dan aman dalam mengeluarkan isi dan biaya murah (Hanlon, 1971). Adanya wadah atau pembungkus dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan pangan yang ada di dalamnya, melindungi bahan pangan dari pencemaran mikroorganisme serta gangguan fisik seperti gesekan, getaran dan benturan (Syarief et al., 1989).

Pengemasan pada produk pangan akan memperlambat proses deteriorasi atau penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya, yaitu dengan mempertahankan stabilitas, kesegaran dan penerimaan konsumen dari produk atau memperpanjang umur simpan. Stabilitas produk pangan dihubungkan dengan mudah tidaknya produk

(22)

mengalami perubahan kimia. Kesegaran utamanya dihubungkan dengan rasa, bau dan aroma produk termasuk pula bentuk, tekstur dan harga. Tingkat deteriorasi produk dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan, sedangkan laju deteriorasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanan dan jenis-jenis kemasan yang biasa digunakan untuk produk pangan (Arpah, 2001).

Polyprophylene

Syarief et al. (1989) menyatakan bahwa kemasan plastik poliprophylene merupakan salah satu kemasan yang dapat digunakan untuk produk minuman. Poliprophylene termasuk jenis plastik olefin dan merupakan polimer dari prophylen. Plastik jenis ini cukup mudah diperoleh di pasaran dan memiliki kekuatan yang cukup baik terhadap perlindungan keluar masuknya gas dan uap air. Beberapa sifat utama dari poliprophylene adalah :

1) ringan (densitas 0,9 g/cm3), mudah dibentuk, tembus pandang dalam bentuk film dan tidak transparan dalam bentuk kemasan kaku;

2) memiliki kekuatan tarik yang lebih besar dari pada plastik poliethylen; 3) lebih kaku dibandingkan dengan plastik poliethylen dan tidak mudah sobek; 4) memiliki permeabilitas uap air yang rendah, permeabilitas gas sedang dan

tidak baik digunakan untuk makanan yang peka akan oksigen; dan 5) tahan terhadap suhu tinggi hingga mencapai suhu 100o C.

Good Manufacturing Practices (GMP)

Good Manufacturing Practices (GMP) merupakan pedoman cara memproduksi makanan yang baik pada seluruh rantai makanan, mulai dari produksi primer sampai konsumen akhir dan menekankan higiene pada setiap tahap pengolahan. Thaheer (2005) menyebutkan bahwa GMP merupakan suatu pedoman cara memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan yang bermutu dan sesuai dengan keamanan pangan dan tuntutan konsumen. Pedoman GMP atau Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) menurut Menteri Kesehatan No.23/MEN.KES/SK/1978 mencakup lokasi pabrik, bangunan, produk akhir, peralatan pengolahan, bahan produksi, higien personal, pengendalian proses pengolahan, fasilitas sanitasi, label, keterangan produk, penyimpanan, pemeliharaan sarana pengolahan dan kegiatan sanitasi, laboratorium, kemasan dan transportasi.

(23)

1) Lokasi pabrik

Berada pada lokasi yang memiliki kemudahan akses jalan masuk, prasarana jalan yang memadai, jauh dari pemukiman penduduk, terbebas dari pencemaran serta memiliki pintu masuk dan keluar yang terpisah. Cemaran yang dimaksud dapat berasal dari polusi, hama, pengolahan limbah serta sistem pembuangan yang tidak berfungsi dengan baik.

2) Bangunan

Konstruksi, desain, tata ruang dan bahan baku dibuat berdasarkan syarat mutu dan teknik perencanaan pembuatan bangunan yang berlaku sesuai dengan jenis produknya. Bahan baku berasal dari bahan yang mudah dibersihkan, dipelihara dan disanitasi serta tidak bersifat toksik.

3) Produk akhir

Produk akhir mengalami uji-uji secara kimia, fisik dan mikrobiologi sebelum dipasarkan.

4) Peralatan pengolahan

Bahan baku peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan harus dibuat memenuhi standar baik teknik, mutu dan higiene, seperti bersifat tidak toksik, tahan karat, kuat, tidak menyerap air, tidak mengelupas, mudah dipelihara, dibersihkan dan disanitasi.

5) Bahan produksi

Bahan baku serta bahan tambahan yang digunakan untuk memproduksi produk harus sesuai dengan standar mutu yang berlaku serta tidak membahayakan ataupun merugikan kesehatan konsumen. Masing-masing bahan mengalami pengujian secara organoleptik, fisik, kimia, biologi dan mikrobiologis sebelum diproses.

6) Higiene personal

Seluruh karyawan yang berhubungan dengan proses produksi menjalani pemeriksaan rutin (minimal enam bulan satu kali), tidak diperbolehkan melakukan kebiasaan yang beresiko meningkatkan kontaminasi terhadap produk seperti : bersandar pada peralatan, mengusap muka, meludah sembarangan serta memakai arloji dan perhiasan selama proses produksi berlangsung.

(24)

7) Pengendalian proses pengolahan

Pengendalian terhadap proses pengolahan dilakukan dengan cara : pengecekan alur proses secara berkala, penerapan SSOP dalam setiap langkah serta pemeriksaan raw material secara berkala yang dilakukan dengan melakukan pengujian secara organoleptik, fisik, kimia dan biologis. 8) Fasilitas sanitasi

Fasilitas sanitasi yang digunakan harus memenuhi syarat mutu yang berlaku, seperti : memiliki sarana air bersih yang mencukupi, saluran yang berbeda untuk proses sanitasi dan produksi, air yang digunakan untuk proses produksi sesuai dengan syarat mutu air minum dan dilakukan pengecekan berkala terhadap fasilitas sanitasi.

9) Label

Label yang tertera pada kemasan harus sesuai dengan syarat yang telah disebutkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan tentang tata cara pelabelan makanan kemasan.

10) Keterangan produk

Keterangan produk yang tertera dalam kemasan produk harus lengkap serta dapat menjelaskan tentang tata cara penyimpanan, kandungan nutrisi, produsen dan tanggal kadaluarsa.

11) Penyimpanan

Proses penyimpanan bahan baku dan produk dilakukan secara terpisah dengan tujuan untuk meniadakan proses kontaminasi silang antara kedua bahan tersebut, selain itu proses penyimpanan terpisah pun dilakukan pada bahan yang bersifat toksik (bahan kimia) dan bahan pangan serta bahan yang dikemas dengan bahan tidak dikemas.

12) Pemeliharaan sarana pengolahan dan kegiatan sanitasi

Aplikasi pemeliharaan sarana pengolahan dilakukan dengan selalu menerapkan proses sanitasi peralatan pengolahan pada saat sebelum dan setelah proses produksi berlangsung, sedangkan untuk kegiatan sanitasi dilakukan dengan cara mencegah masuknya binatang yang dianggap hama (tikus, serangga, burung dan kecoa) ke dalam ruang produksi, penempatan

(25)

pest control pada titik yang dianggap kritis serta melakukan monitoring secara berkala dan recording terhadap proses sanitasi yang berlangsung. 13) Laboratorium

Perusahaan yang bergerak dalam bidang pangan diharuskan untuk memiliki laboratorium untuk melakukan uji secara fisik, kimia, biologis dan mikrobiologis terhadap bahan yang digunakan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan.

14) Kemasan

Bahan baku kemasan yang digunakan untuk produk pangan umumnya bersifat tidak toksik dan mencemari atau mengkontaminasi produk sehingga aman untuk kesehatan konsumen.

15) Transportasi

Sarana transportasi yang digunakan untuk bahan pangan harus memiliki sifat atau fungsi untuk menjaga bahan pangan agar tidak terkontaminasi dan terlindung dari kerusakan. Penjagaan bahan baku atau produk dilakukan dengan melengkapi sarana transportasi dengan fasilitas yang dibutuhkan seperti alat pendingin.

Sanitasi

Sanitasi berasal dari kata Latin, yaitu sanitas yang memiliki arti sehat (Marriot dan Norman, 1992). Sanitasi merupakan cara pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dalam rantai perpindahan penyakit tersebut. Sumber kontaminasi dalam industri pangan adalah pekerja, hewan dan lingkungan (Jenie, 1998). Sanitasi harus dilakukan pada semua jalur industri dari bahan mentah hingga produk akhir (Soekarto, 1990).

Sanitasi untuk bahan pangan merupakan suatu proses untuk menciptakan keadaan bebas dari bahan yang dapat menyebabkan penyakit dari bagian atau sentuhan serangga (Stewart dan Amerine, 1973). Sanitasi pangan merupakan suatu upaya pencegahan terhadap kemungkinan tumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan pathogen dalam makanan, minuman dan bangunan yang dapat merusak kualitas pangan dan membahayakan kesehatan manusia (Marriot dan Norman, 1992).

(26)

Sanitasi Pekerja

Sanitasi pekerja merupakan suatu kebiasaan seseorang yang bekerja dalam industri pangan untuk menjaga kebersihan diri atau kebersihan orang lain (Triller, 1983). Sanitai pekerja penting untuk dilaksanakan karena bagian-bagian tubuh seperti tangan, rambut, hidung dan mulut merupakan jalan masuk mikroba yang dapat meningkatkan kontaminasi pada bahan pangan selama proses persiapan pengolahan hingga penyajian yang dapat dilakukan melalui sentuhan, pernafasan, batuk dan bersin (Marriot dan Norman, 1985). Penerapan sanitasi pekerja yang baik dapat memutus rantai infeksi terhadap bahan pangan. Sanitasi pekerja umumnya dapat diterapkan secara optimal jika penerapan disiplin dalam suatu industri telah dilakukan dengan baik (Hobbs, 1989).

Sanitasi Alat dan Wadah

Pengolahan pangan pada umumnya beresiko akan kontaminasi karena penggunaan alat pengolahan yang kotor dan mengandung mikroba dalam jumlah yang tinggi. Peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan bahan pangan diharuskan mengalami proses sanitasi terlebih dahulu sebelum dan setelah proses produksi berlangsung (Jenie, 1998). Sanitasi alat dan wadah umumnya menggunakan bahan-bahan kimia untuk menimimalisir kandungan mikroba yang terdapat dalam peralatan produksi. Bahan kimia yang umum digunakan sebagai bahan sanitasi peralatan terdiri atas soda kaustik, asam serta alkohol (Marriot dan Norman, 1985).

Sanitasi Bangunan

Sanitasi bangunan merupakan suatu aturan yang diberlakukan oleh suatu industri pangan berkaitan dengan kondisi lingkungan ataupun area yang digunakan sebagai area tempat kegiatan produksi berlangsung yang mencakup keseluruhan ruangan yang terdapat dalam bangunan suatu industri. Keadaan lingkungan ataupun area yang dimaksud adalah suatu kondisi higienis yang tercipta untuk menjalankan proses produksi secara keseluruhan (Hobbs, 1989).

Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP)

Undang-Undang Pangan RI No. 7 tahun 1996 menjelaskan bahwa sanitasi pangan merupakan upaya pencegahan terhadap berbagai kemungkinan tumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan, minuman,

(27)

peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan kesehatan manusia. SSOP merupakan alat bantu dalam penerapan GMP, yang berisikan tentang perencanaan tertulis untuk menjalankan GMP, syarat agar penerapan GMP dapat dimonitor dan adanya tindakan koreksi jika terdapat komplain, verifikasi dan dokumentasi (FDA, 1995). SSOP menurut FDA (1995) terdiri atas delapan aspek kunci yaitu :

1) keamanan air proses produksi;

2) kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan; 3) pencegahan kontaminasi silang dari objek yang tidak saniter; 4) kebersihan pekerja;

5) pencegahan atau perlindungan dari adulterasi; 6) pelabelan dan penyimpanan yang tepat; 7) pengendalian kesehatan karyawan; dan 8) pemberantasan hama.

Critical Control Point (CCP)

Critical Control Point (CCP) atau titik kendali kritis merupakan seluruh titik di dalam sistem keamanan pangan yang spesifik, hilangnya kendali akan menyebabkan resiko kesehatan yang besar (Pierson dan Corlett, 1992). Menurut SNI (1998) CCP merupakan langkah pengendalian suatu titik, tahapan atau prosedur dari suatu proses yang dapat dilakukan dan perlu sekali diterapkan untuk mencegah atau meniadakan bahaya keamanan pangan atau mengurainya sampai pada tingkat yang dapat diterima. CCP ini berlaku untuk keseluruhan tahapan proses produksi yang berlangsung dalam suatu industri. Menentukan dan memantau CCP merupakan metode yang lebih efektif dan ekonomis dibandingkan dengan pengawasan tradisional atau dengan pengujian yang dilakukan pada produk akhir (ILSI Eropa, 1993). Penentuan CCP terdapat dalam prinsip Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) yang merupakan hasil adopsi dari SNI 01-4852-1998 yang telah disesuaikan dengan Codex dan terdiri atas tujuh tahapan, yaitu:

1) analisis bahaya dan penetapan kategori bahaya; 2) penetapan titik kendali kritis (CCP);

3) penetapan batas kritis yang harus dipenuhi bagi setiap CCP yang ditentukan;

(28)

4) dokumentasi prosedur untuk memantau batas kritis CCP;

5) penetapan tindakan koreksi yang harus dilakukan bila terjadi penyimpangan selama pemantauan CCP;

6) penetapan prosedur verifikasi untuk membuktikan bahwa sistem HACCP telah berhasil; dan

7) penetapan dokumentasi mengenai seluruh prosedur catatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip dan penerapannya.

Diagram Ishikawa (Fish Bone Diagram)

Ishikawa (1985) menyatakan bahwa diagram Ishikawa merupakan grafik alat bantu manajemen (mutu) yang memaparkan dan menggambarkan sumber-sumber penyebab variasi suatu proses, yang umumnya disebut juga dengan sebutan diagram sebab-akibat atau diagram tulang ikan. Penyusunan diagram Ishikawa bertujuan untuk mencari dan menenmukan beberapa sumber masalah yang menjadi kunci penyebab suatu masalah, sumber-sumber masalah yang teridentifikasi kemudian dijadikan target perbaikan. Diagram ini juga mengungkapkan hubungan hirarki antara faktor penyebab masalah menuju akibat yang ditimbulkannya.

Arpah (2006) menjelaskan bahwa diagram Ishikawa bertujuan untuk menelusuri akar permasalahan dari suatu proses, mengidentifikasi daerah-daerah yang beresiko besar terhadap timbulnya masalah serius, serta berguna untuk membandingkan kepentingan relatif berbagai penyebab masalah tersebut. Faktor-faktor utama yang umumnya digunakan dalam menyusun diagram Ishikawa terbagi kedalam dua tipe yaitu tipe analisis manufacturing (proses produksi) biasanya menggunakan faktor sumber daya manusia (SDM), material, metode dan fasilitas serta sarana sedangkan untuk tipe kedua yaitu tipe sistem sosial (administrasi dan jasa) biasanya menggunakan faktor peralatan, kebijakan, prosedur dan manusia.

(29)

METODE Lokasi dan Waktu

Kegiatan magang dilaksanakan di Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, Bandung. Magang dilaksanakan selama dua bulan, mulai tanggal 24 Juli hingga 24 September 2007. Jadwal harian aktivitas magang di KPBS disesuaikan dengan jam kerja karyawan yang terdapat dalam Lampiran 1.

Materi

Materi yang dikaji adalah aspek-aspek kunci yang berkaitan dengan GMP dan SSOP. Materi GMP terdiri atas 15 aspek dan materi SSOP terdiri atas delapan aspek. Keadaan pabrik, produk serta ketenagakerjaan merupakan materi penunjang yang digunakan. Materi GMP dan SSOP terdapat dalam Lampiran 2 dan 3.

Prosedur

Aspek yang dikaji pada kegiatan magang ini terdiri atas aspek umum dan khusus. Aspek umum meliputi keadaan umum perusahaan yang mencakup sejarah singkat perusahaan, lokasi dan tata letak pabrik, proses produksi, sarana pengolahan, struktur organisasi perusahaan, ketenagakerjaan dan pemasaran produk. Aspek khusus mencakup pengkajian tata cara pelaksaan GMP, SSOP dan CCP yang terdapat dalam proses produksi susu pasteurisasi.

Metode-metode yang digunakan untuk mengkaji aspek khusus KPBS adalah pengamatan lapang, praktek kerja langsung, wawancara, pengambilan dan pengumpulan data, analisis permasalahan, studi pustaka serta perumusan dan penulisan laporan.

Praktek Kerja Langsung

Praktek kerja langsung di lapangan dilaksanakan dengan mengamati proses pemerahan yang berlangsung di peternak yang berada dalam wilayah kerja koperasi, ikut serta dalam pengambilan bahan baku (susu segar) di beberapa Tempat Pelayanan Kelompok (TPK), ikut serta membantu proses pengujian susu segar baik secara fisik maupun mikrobiologis dan mengamati alur proses produksi susu pasteurisasi. Jadwal praktek kerja langsung yang dilakukan, diberikan oleh pihak koperasi yang dimulai dengan mengamati proses pemerahan yang berlangsung di peternak selama tiga hingga empat hari, kemudian dilanjutkan dengan ikut serta dalam pengambilan bahan

(30)

baku di TPK selama enam hari. Praktek untuk proses pengujian secara fisik dan mikrobiologis berlangsung selama 15 hari, sedangkan untuk pengamatan alur proses berlangsung selama 25 hari.

Wawancara

Data tambahan mengenai GMP, SSOP dan tahap-tahap yang diangggap titik kritis diperoleh melalui wawancara dengan karyawan proses produksi. Wawancara dilakukan tidak mengikuti waktu kerja koperasi, karena bersifat lebih personal.

Pengamatan Lapang dan Pengumpulan Data

Pengamatan lapang dilaksanakan dengan cara mengamati dan mencatat

hal-hal penting yang berhubungan dengan GMP dan SSOP yang diterapkan di KPBS. Pengambilan dan pengumpulan data dilaksanakan pada proses yang terkait dengan pengendalian keamanan pangan di seluruh rantai proses produksi susu pasteurisasi seperti GMP, SSOP dan penentuan titik-titik kritis. Standar yang digunakan untuk pedoman GMP mencakup:

1) lokasi pabrik; 2) bangunan; 3) produk akhir; 4) peralatan produksi;

5) bahan (bahan baku dan tambahan serta bahan penolong); 6) higien karyawan;

7) pengendalian proses pengolahan; 8) fasilitas sanitasi;

9) label;

10) keterangan produk; 11) penyimpanan;

12) pemeliharaan sarana pengolahan dan kegiatan sanitasi; 13) laboratorium;

14) kemasan; dan 15) transportasi.

Standar pedoman SSOP yang digunakan mencakup: 1) keamanan air;

(31)

3) pencegahan kontaminasi silang;

4) kebersihan pekerja;

5) pencegahan atau pelindungan dari adulterasi; 6) pelabelan dan penyimpanan yang tepat; 7) pengendalian kesehatan karyawan; dan 8) pemberantasan hama.

Penentuan titik kritis dilakukan dengan menentukan signifikansi bahaya yang mungkin terjadi pada tiap tahapan dari keseluruhan proses yang berlangsung serta bahan yang digunakan, setelah itu seluruh tahapan proses produksi maupun bahan yang digunakan diuji menggunakan diagram analisa bahaya.

Analisis Permasalahan

Dilakukan dengan cara menilai seluruh tahapan proses yang berlangsung. Penentuan signifikansi bahaya pada suatu tahapan berdasarkan diagram analisa bahaya.

Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan dengan cara mencari dan membandingkan literatur yang mendukung dan berhubungan dengan GMP, SSOP dan titik kritis pada proses susu pasteurisasi. Studi pustaka mengacu pada berbagai macam buku maupun jurnal ilmiah yang berhubungan serta mengarah terhadap pokok permasalahan.

Pembuatan Diagram Ishikawa

Nyatakan problem yang akan ditelusuri penyebabnya setelah itu tuliskan akibat utama (masalah utama) tersebut dalam segi empat pada posisi kepala ikan dilanjutkan dengan penulisan ke empat faktor berdasarkan tipe yang digunakan (manufacturing atau sosial) pada cabang tulang ikan. Kembangkan tiap faktor primer kedalam faktor penyebab sekunder yang dituliskan sebagai ranting pada cabang tulang ikan. Ulangi hal yang sama terhadap masing-masing ranting, yaitu dengan cara kembangkan kemungkinan penyebab tersier dan susunlah ke dalam grafik berupa anak ranting dan seterusnya. Pertimbangkan untuk melakukan pemecahan ranting apabila anak ranting yang terbentuk terlalu bertumpuk. Periksa kembali semua penyebab yang telah dituliskan, hilangkan hal-hal yang merupakan suatu akibat atau merupakan suatu gejala. Ulangi pemeriksaan terhadap grafik yang

(32)

diperoleh, eliminasi penyebab yang tidak dapat atau belum dapat diukur dan dikontrol, lakukan penggantian istilah apabila ada istilah yang kurang tepat atau kurang spesifik. Usahakan agar penyebab-penyebab teridentifikasi yang tersisa juga merupakan proses variabel.

Penetapan Signifikansi Bahaya pada Tahap Proses Pembuatan Susu Pasteurisasi

Urutkan tahapan-tahapan proses dari awal langkah hingga akhir, kemudian tentukan bahaya yang mungkin terjadi baik secara biologi, kimia dan fisik pada tiap tahapan tersebut. Nyatakan sumber utama penyebab bahaya yang terjadi, setelah itu lakukan klasifikasi terhadap peluang terjadinya bahaya, tingkat keparahan bahaya tersebut ke dalam proses serta signifikansinya pada tahap tersebut. Tentukan tindakan pencegahan yang paling efektif yang dapat meminimalisir terjadinya bahaya tersebut. Klasifikasi tingkatan nilai peluang, keparahan dan signifikansi dinyatakan dalam tiga jenis, yaitu:

1) Tinggi (T).

Nilai ini diberikan jika frekuensi terjadinya diatas 75% dari total jumlah pengamatan;

2) Sedang (S).

Nilai ini diberikan jika frekuensi terjadinya diantara 50% hingga 75% dari total jumlah pengamatan; dan

3) Rendah (R).

Nilai ini diberikan jika frekuensi terjadinya dibawah 50% dari total jumlah pengamatan.

Lakukan pengulangan untuk tiap tahapan yang terjadi seperti petunjuk diatas kemudian tentukan tingkat peluang, keparahan serta signifikansinya.

Penetapan Critical Control Point (CCP) terhadap Bahan Utama Pembuatan Susu Pasteurisasi

Tentukan bahan-bahan utama yang digunakan dalam proses ini. Lakukan penentuan bahaya yang mungkin terjadip baik secara biologi, kimia dan fisik, tentukan pula faktor penyebab terjadinya hingga dapat disimpulkan menjadi suatu bahaya. Berikan contoh tindakan pencegahan atau pengendalian yang dapat dilakukan untuk menghilangkan atau meminimalisir resiko bahaya tersebut.

(33)

Kemudian lihat decission tree untuk bahan mentah yang digunakan, ikuti langkah-langkah yang terdapat pada diagram tersebut lalu nyatakan nilai tahapan tersebut sesuai urutan (P1, P2 dan P3) apakah ya (Y) atau tidak (T). Nyatakan nilai bahan baku yang diuji apakah masuk ke dalam CCP atau tidak, disertai dengan alasan mengapa bahan mentah tersebut mendapatkan kategori CCP atau tidak. Ulangi keseluruhan tahapan tersebut untuk seluruh bahan baku yang digunakan pada proses produksi.

Penetapan Critical Control Point (CCP) Proses Produksi Susu Pasteurisasi

Urutkan tahapan-tahapan yang berlangsung dari awal hingga akhir proses produksi berlangsung. Lakukan penentuan bahaya yang mungkin terjadi baik secara biologi, kimia dan fisik, tentukan pula faktor penyebab terjadinya hingga dapat disimpulkan menjadi suatu bahaya. Berikan contoh tindakan pencegahan atau pengendalian yang dapat dilakukan untuk menghilangkan atau meminimalisir resiko bahaya tersebut. Kemudian lihat decission tree untuk proses pengolahan yang berlangsung, ikuti langkah-langkah yang terdapat pada diagram tersebut lalu nyatakan nilai tahapan tersebut sesuai urutan (P1, P2, P3, P4 dan P5) apakah ya (Y) atau tidak (T). Nyatakan nilai tahapan proses yang diuji apakah masuk ke dalam CCP atau tidak, disertai dengan alasan mengapa bahan mentah tersebut mendapatkan kategori CCP atau tidak. Ulangi keseluruhan tahapan tersebut untuk seluruh tahapan yang terjadi pada proses yang berlangsung.

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Perusahaan Sejarah Umum

Sejak zaman penjajahan Belanda, wilayah Jawa Barat terkenal sebagai daerah usaha peternakan sapi perah yang dikelola oleh empat perusahaan besar, yaitu De Friesche Trep, Almanak, Van Der Els serta Bigman yang bekerja sama dengan Bandungsche Milk Center (BMC) untuk pemasarannya. Perusahaan tersebut mengalami kehancuran saat penjajahan beralih ke Jepang, sehingga sisa-sisa peternakan kemudian dikelola oleh masyarakat sekitar dalam skala rumah tangga.

Pada November 1949, pemerintah mencanangkan penambahan populasi sapi perah untuk meningkatkan kesejahteraan para peternak, melalui sebuah koperasi. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sekitar tahun 1961 menyebabkan koperasi mengalami kemunduran sehingga tata niaga susu di Jawa Barat diambil alih oleh para tengkulak. Pada tanggal 1 April 1969 dibentuk sebuah koperasi oleh pemerintah dan UNICEF yang diberi nama KPBS, untuk mengambil alih tata niaga susu dari para tengkulak.

Tahun 1969-1979 merupakan periode yang berat bagi KPBS dalam menghadapi berbagai tantangan yang erat kaitannya dengan bidang pemasaran produksi susu, hal ini dikarenakan :

1) Penerimaan susu oleh Industri Pengolahan Susu (IPS) hanya dilakukan pada hari-hari kerja dan hanya berupa susu yang telah mengalami perlakuan pasteurisasi dan pendinginan; dan

2) Sulitnya melakukan pemasaran langsung ke konsumen, hal ini disebabkan oleh tidak terjaminnya kualitas susu serta tingginya tingkat pemalsuan susu yang dilakukan oleh pengecer.

tahun 1976 KPBS mengadakan kerja sama dengan pihak industri pengolahan susu untuk mendirikan Milk Treatment (MT). Pembangunan MT dilaksanakan pada bulan Januari hingga Juli 1979. Kemitraan yang terbentuk antara industri pengolahan susu dengan KPBS dalam pembangunan MT memiliki jangka waktu pembayaran selama lima tahun dengan angsuran saham anggota sebesar Rp 25/liter. Peralihan manajemen dari industri pengolahan susu ke KPBS dapat dilakukan pada tanggal 24

(35)

November 1982 dengan disaksikan Menteri Muda Urusan Koperasi dan Gubernur Jawa Barat.

Pemerintah hingga tahun 1988 memberikan perhatian dan bantuan kredit sapi perah yang diimpor dari New Zealand, Australia dan Amerika. Peningkatan mutu genetik dan skala kepemilikan secara mandiri dilakukan oleh KPBS dengan mendatangkan sapi dara dari New Zealand sebanyak 2.400 ekor dan satu ekor pejantan unggul. Pada tahun 1997 KPBS mencoba merintis pemasaran ke konsumen secara langsung dengan menjual susu pasteurisasi dalam kemasan cup dan bantal dengan nama dagang KPBS. KPBS saat ini telah mendapat pengesahan sebagai badan hukum dengan nomor A/BH/DK-10/20 tertanggal 31 Desember 1979 dan kemudian diubah menjadi nomor 4353 B/BH/KWK-10/20 tertanggal 30 November 1988.

Data Umum Perusahaan

Wilayah kerja KPBS berada di dataran tinggi dengan ketinggian 1000- 1420m diatas permukaan laut, memiliki suhu antara 12- 28˚C, kelembaban (RH) 60-70%. Koperasi berlokasi di Jawa Barat yang memiliki luas area dan bangunan masing-masing sebesar 3600 m2 dan 686,65 m2. Wilayah kerja koperasi meliputi tiga kecamatan yang terbagi menjadi 26 komisaris daerah dengan 170 kelompok peternak sapi perah dan 35 buah tempat pelayanan koperasi (TPK). Daftar TPK dan jumlah kelompok peternak yang dilayani masing-masing TPK dapat dilihat pada Tabel 4.

Tenaga Kerja dan Keanggotaan

Karyawan koperasi berjumlah 87 orang yang bekerja selama tujuh hari kerja dalam satu minggu, sedangkan untuk karyawan bagian administrasi koperasi hanya bekerja selama enam hari kerja. Rataan jam kerja karyawan adalah delapan jam sehari.

Anggota koperasi Pangalengan hingga Agustus 2007 berjumlah 7.100 orang. Sebanyak 4.701 orang berperan sebagai anggota aktif (anggota koperasi yang juga menyalurkan susu segar kepada koperasi) dan sebanyak 2.399 orang merupakan anggota tidak aktif (hanya sebagai penanam modal). Rata-rata kepemilikan sapi perah yang dipelihara oleh setiap peternak, anggota KPBS sebanyak empat ekor sapi dewasa dengan rata-rata produksi 12 liter/ekor/hari.

(36)

Tabel 4. Daftar TPK dan Jumlah Kelompok Masing-Masing TPK

TPK Jumlah

Kelompok TPK

Jumlah Kelompok

Lebak Saat 6 Ciawi 3

Norogtog 3 Cipanas 8

Pangalengan 3 Pangkalan 3

Bojong Waru 4 Los Cimaung 7

Kebon Jambu 3 Cisabuk 6

Pulosari 7 Citawa 6

Warnasari 9 Kertasari 8

Cipangisikan 4 Goha 6

Wates 9 Lembang sari 4

Gunung Cupu 10 Cikembang I 4

Pintu 4 Cikembang II 4

Barussalam 4 Cibeureum I 5

Citere 6 Cibeureum II 4

Babakan Kiara 5 Cirawa 5

Cinangsi 4 Sukapura 5

Cisangkuy 4 Cihawuk 5

Sukamenak 8 Wanasuka 6

Dangdang 3

Sumber : KPBS

Jenis dan Kapasitas Produksi

Kapasitas produksi KPBS mencapai kisaran 220.000 liter/tahun. Persentase susu segar yang didistribusikan ke Industri Pengolahan Susu (IPS) dalam produk chilled milk sebanyak 93,36% dan yang diolah menjadi susu pasteurisasi masing-masing dan 6,64%. Persentase antara susu pasteurisasi dengan penambahan cita rasa dan tidak ditambah dengan cita rasa adalah sebanyak 3,04% dan 3,1%. Komoditi usaha yang ada di MT terdiri atas dua macam, yaitu :

1) susu dingin atau chilled milk, yaitu susu sapi yang telah mengalami proses pendinginan hingga suhu 2-4oC, untuk dipasarkan ke IPS; dan

2) susu pasteurisasi, yaitu susu yang telah mengalami proses pasteurisasi pada suhu 82oC selama 15 detik, kemudian didinginkan hingga mencapai suhu 2-4oC. Susu pasteurisasi ini dipasarkan dengan kemasan yang berbeda yaitu :

a) susu prepack yaitu susu tanpa penambahan rasa, mempunyai cita rasa seperti susu segar bentuk kemasannya mirip dengan kemasan “bantal” , memiliki volume sebesar 500 ml/kemasan prepack; dan

(37)

b) susu cup yaitu susu dengan penambahan gula, flavor dan dengan formulasi

perusahaan, terdiri atas empat macam rasa yaitu strawberi, moka, coklat dan melon, dengan volume 160 ml/cup.

Struktur Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi KPBS sesuai dengan Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang perkoperasian terdiri atas rapat anggota, pengurus dan pengawas. Pengurus koperasi berjumlah tujuh orang sedangkan pengawas berjumlah tiga orang dengan masa bakti tiga tahun. Koperasi hingga saat ini mempekerjakan 305 orang karyawan yang tersebar di wilayah kerja KPBS. Bagan struktur organisasi koperasi dapat dilihat pada Gambar 1.

Struktur kepengurusan MT dilaksanakan oleh asisten manajer yang mengepalai kepala-kepala seksi, antara lain :

1) seksi administrasi, menangani administrasi kantor, membawahi bagian pembukuan, gudang dan rumah tangga;

2) seksi produksi, mengawasi proses pengolahan, pengemasan produk serta penerimaan;

3) seksi laboratorium, bertanggung jawab pada kualitas susu, membawahi bagian fisik, kimia dan biologi; dan

4) seksi teknik, membawahi bagian transportasi.

Teknologi Proses Produksi

Bahan Baku. Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi di MT adalah susu

segar yang berasal dari sapi perah para anggota koperasi. Bahan penunjang untuk memproduksi susu pasteurisasi rasa menggunakan antara lain:

1) Pemanis, berupa gula pasir dari jenis refined sugar yang diproduksi di Cilegon-Banten;

2) Stabilizer, yang digunakan adalah Carboxy Methyl Cellulose (CMC) yang berupa serbuk putih. Stabilizer tersebut diproduksi di Cilegon-Banten; dan

3) Flavor, berbentuk cair dengan kepekatan yang sangat tinggi hingga menyerupai gel.

(38)

Gambar 1. Bagan Struktur Organisasi KPBS

Rapat anggota TAHUNAN

Pengurus Pengawas

Pembina

Tim konsultasi

Sekretariat dan humas Litbang

Penyuluhan Administrasi dan keuangan

Unit pembibitan dan hijauan Unit produksi dan pengolahan Unit angkutan dan pemasaran Unit BPR Bandung kidul Koordinator TPK Unit barang dan pakan ternak Unit pabrik makanan ternak Unit pelayanan keswan dan anggota Unit pariwisata

(39)

Masing-masing rasa diperoleh dari produsen yang berbeda, yaitu :

a) susu rasa coklat dan moka menggunakan bubuk coklat dan moka sebagai flavornya. Produsen bubuk coklat dan moka berada di Bandung.

b) susu rasa strawberi dan melon masing-masing menggunakan flavour yang dikenal dengan nama dagang strawberry flavor liquid dan green melon flavor liquid yang keduanya diproduksi di Depok.

Pengemas

Bahan pengemas yang digunakan untuk produk susu pasteurisasi dengan ataupun tanpa penambahan cita rasa adalah plastik. Kemasan prepack berbahan dasar plastik High Density PolyEthylene (HDPE), untuk kemasan cup berbahan dasar plastik PolyProphylene (PP) dan untuk penutup cupnya adalah plastik PolyEthylene (PE).

Bahan pengemas yang digunakan untuk mengemas susu pasteurisasi dengan ataupun tanpa penambahan cita rasa sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam SNI No. 01-3951-1995 yang menyatakan bahwa susu pasteurisasi disajikan dalam bentuk cairan yang dikemas secara asptis dalam botol, karton yang dilapisi PE atau aluminium foil, kantong plastik atau bahan lain yang tidak mempengaruhi isi. Plastik umumnya cocok digunakan sebagai bahan pengemas susu yang diproduksi dengan menggunakan cold filling process sehingga tidak menyebabkan terjadinya migrasi ion dari kemasan.

Proses Produksi

Proses produksi yang dilakukan di KPBS terbagi menjadi 2 bagian yaitu proses produksi untuk susu dingin atau chilled milk dan proses produksi untuk susu pasteurisasi (dengan atau tanpa penambahan cita rasa).

Proses Produksi Chilled Milk. Tahapan produksi chilled milk diawali dengan proses

pengujian kualitas yang berlangsung di TPK, yang meliputi pengujian secara organoleptik (rasa, warna dan bau) dan fisik (BJ dan alkohol tes). Susu segar kemudian diuji kembali oleh pihak laboratorium internal KPBS, pengujian meliputi uji mikrobiologis (TPC dan resazurin) dan kimia (komponen-komponen susu dan uji pemalsuan). Proses selanjutnya adalah proses penerimaan, yang bertujuan untuk mengecek hasil uji susu yang diterima dari keseluruhan TPK, susu kemudian

(40)

mengalami proses penimbangan untuk mencatat jumlah susu secara keseluruhan yang diserahkan oleh peternak, lalu dilanjutkan dengan proses penyaringan dan penampungan, bertujuan untuk menampung susu sementara sebelum dialirkan ke lempeng pendingin agar mencapai kapasitas optimal dari alat tersebut, yaitu 490 kg. Suhu susu diturunkan hingga mencapai suhu 4°C saat dialirkan ke dalam lempeng pendingin,, sistem yang digunakan adalah Plate Cold Exchanger (PCE), dengan suhu akhir 4°C. Susu disimpan sementara hingga truk tangki siap untuk mengangkut. Bagan proses produksi chilled milk dapat dilihat pada Gambar 2.

Proses pengujian pada tingkat TPK masih memiliki banyak masalah seperti kondisi TPK yang tidak bersih dan higienis, tidak seluruh TPK memiliki fasilitas yang memadai untuk pengujian secara maksimal serta belum meratanya keterampilan penguji kualitas susu yang terdapat di koperasi. Proses pengujian yang dilakukan oleh laboratorium internal koperasi telah memenuhi persyaratan pengujian yang terdapat dalam SNI No. 01-3141-1998, namun tidak terdapat kesesuaian antara sampel dan hasil uji. Prosedur penimbangan seharusnya dilakukan dengan menggunakan Milk Reception Scale yang tertutup rapat, namun dalam penerapannya bagian atas alat tersebut tidak tertutup sehingga dapat meningkatkan resiko kontaminasi.

Proses Produksi Susu Pasteurisasi. Produk susu pasteurisasi terdiri atas dua jenis

yaitu susu pasteurisasi tanpa penambahan cita rasa dan susu pasteurisasi dengan penambahan cita rasa.

1) Proses produksi susu pasteurisasi tanpa penambahan cita rasa.

Susu pasteurisasi berbahan dasar susu dingin yang mengalami proses pasteurisasi. Proses pasteurisasi terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap pertama, proses pemanasan susu hingga bersuhu 60-70oC selama 15 detik dengan menggunakan Plate Heat Exchanger (PHE) yang memiliki sistem pemanasan tidak langsung. Selanjutnya dilakukan proses homogenisasi pada tekanan 100-1500 lbs, yang bertujuan untuk menyeragamkan globula-globula lemak susu. Susu mengalami pemanasan kembali hingga mencapai suhu 82oC selama 15 detik, pada PHE terdapat flow diversion valve yang berfungsi untuk menjaga akurasi suhu susu. Alat ini berupa katup yang akan mengembalikan susu ke awal pemanasan tahap ke dua jika suhu belum mencapai 82oC, proses dilanjutkan

(41)

dengan pendinginan awal hingga susu bersuhu 60oC selama 15 detik, setelah itu pendinginan akhir selama 15 detik dilakukan hingga susu bersuhu 4oC dengan menggunakan sistem PCE. Proses terakhir adalah pengemasan, yang dilakukan pada saat susu bersuhu 4oC bertujuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Bagan proses produksi susu pasteurisasi tanpa penambahan cita rasa dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Bagan Proses Produksi Chilled Milk Pengujian kualitas

Penerimaan

Penimbanga

Penyaringan dan P

Pendinginan hingga suhu 4o Pendinginan

menggunakan sistem Plate Cold Exchanger

Susu Dingin atau Chilled Susu

S

Penyimpanan sementara pada suhu

(42)

Susu Dingin

(Chilled Milk)

Pemanasan awal pada suhu 60-70oC selama 15 detik

Homogenisasi pada tekanan 100-1500 lbs

Pasteurisasi hingga suhu 82o C selama 15 detik

Flow Diversion Valve

pada suhu 82o C

Pendinginan awal hingga suhu 60oC selama 15 detik

Pendinginan akhir hingga suhu 4o C selama 15 detik

Penyimpanan sementara pada suhu 4oC

Pengemasan pada suhu 4o C

Susu pasteurisasi tanpa penambahan cita rasa dalam

Pemanasan menggunakan sistem Plate Heat

Exchanger (PHE)

Pemanasan menggunakan sistem Plate Heat

Exchanger (PHE)

Pendinginan menggunakan sistem Plate Cold

Exchanger (PCE)

Pendinginan menggunakan sistem Plate Cold

Exchanger (PCE)

(43)

2) Poses produksi susu pasteurisasi dengan penambahan cita rasa.

Susu pasteurisasi berbahan dasar susu dingin yang mengalami proses pasteurisasi. Proses pasteurisasi terbagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pertama proses pemanasan susu hingga bersuhu 60-70oC selama 15 detik dengan menggunakan Plate Heat Exchanger (PHE) yang memiliki sistem pemanasan tidak langsung, kemudian susu mengalami proses mixing dengan bahan penolong yaitu gula pasir yang dicampur pada suhu 50oC, setelah itu dilakukan pencampuran dengan stabilizer dan flavor. Susu mengalami proses pemanasan kembali hingga bersuhu 60-70oC selama 15 detik, selanjutnya dilakukan proses homogenisasi pada tekanan 100-1500 lbs. Homogenisasi bertujuan untuk menyeragamkan globula-globula lemak susu. Susu mengalami pemanasan kembali hingga mencapai suhu 82oC selama 15 detik. Dalam PHE terdapat flow diversion valve yang berfungsi untuk menjaga akurasi suhu susu, alat ini berupa katup yang akan mengembalikan susu pada awal pemanasan tahap dua jika suhu susu belum mencapai 82oC. Proses dilanjutkan dengan pendinginan awal hingga susu bersuhu 60oC selama 15 detik dan pendinginan akhir hingga susu bersuhu 4oC selama 15 detik dengan menggunakan sistem PCE. Proses terakhir adalah pengemasan, yang dilakukan pada saat susu bersuhu 4oC. Bagan proses produksi susu pasteurisasi dengan penambahan cita rasa dapat dilihat pada Gambar 4. Faktor-faktor yang berperan penting pada kualitas akhir produk susu pasteurisasi adalah peralatan, sumber daya manusia (SDM) serta prosedur yang berlangsung. Pada proses produksi susu pasteurisasi peralatan yang sangat berperan adalah PHE, mixing tank dan filling machine, namun tidak dilakukannya pengecekan kinerja peralatan, akurasi waktu dan suhu selama proses berlangsung dan kalibrasi peralatan secara berkala dapat mempengaruhi tingkat akurasi suhu dan waktu yang dibutuhkan serta kualitas akhir produk. Proses yang sangat mempengaruhi kualitas akhir produk adalah prosedur mixing, karena pada proses ini terdapat berbagai masalah yang terjadi seperti proses masih dilakukan secara manual serta tidak dilakukannya pengecekan secara berkala terhadap suhu yang dibutuhkan. Pada proses pasteurisasi tidak dilakukan pengecekan secara berkala terhadap akurasi suhu dan waktu yang dibutuhkan selama proses berlangsung, selain itu proses yang berperan terhadap kualitas akhir produk terdapat pada proses sanitasi secara keseluruhan terutama

(44)

untuk sanitasi pekerja yang tidak optimal terlihat dari masih banyaknya pekerja yang tidak menggunakan seragam dan kelengkapan kerja selama proses mixing berlangsung dan tidak terdapatnya kebiasaan untuk mencuci tangan sebelum melakukan proses.

Sarana dan Prasarana MT KPBS

Sarana. Sarana yang terdapat di MT KPBS Pangalengan terdiri atas sarana

laboratorium, pabrik dan transportasi. Sarana pengujian laboratorium terdiri dari peralatan untuk pengujian kimia (lactoscan dan metode Gerber), fisik (BJ dan pemalsuan susu) dan mikrobiologi susu (TPC dan resazurin). Sarana pabrik terdiri dari peralatan pengolahan (produksi), peralatan pengemasan dan peralatan sanitasi. Sarana transportasi terdiri dari truk-truk tangki yang kapasitasnya mencapai 2000 liter. penunjang yang digunakan seperti sumber energi (listrik) dan sumber air. Peralatan yang digunakan dalam proses pengujian laboratorium, adalah :

1) Milkana

Alat ini berfungsi untuk menganalisa komponen-komponen yang terdapat dalam susu, seperti lemak, SNF (Solid Non Fat), protein, berat jenis, persentase penambahan air secara tepat dan efektif. Hasil uji milkana akan akurat jika susu bersuhu 15-30˚C, dan memiliki kelembaban relatif 30-80%. Sampel hanya dipergunakan untuk satu kali pemakaian. Apabila susu membentuk lapisan pada permukaannya maka dilakukan pemanasan, pengadukan dan pendinginan hingga susu mencapai suhu 29-30˚C, karena pada saat susu bersuhu 29-30˚C milkana akan mampu menguji secara optimal dikarenakan pada suhu 15-30˚C hasil uji akurat, tidak terjadi penggumpalan yang akan menghalangi masuknya susu. Gambar alat milkana, spesifikasi dan parameter yang dihasilkan oleh pengukuran milkana dapat dilihat pada Lampiran 5, 6 dan 7.

Aplikasi persyaratan pemakaian milkana yang dilakukan pihak koperasi dalam pengujian komponen susu belum terlaksana dengan baik. Hal ini terlihat dari setiap sampel susu segar yang diuji tidak diukur suhunya terlebih dahulu yang akan mengakibatkan perolehan hasil uji yang tidak akurat. Suhu susu segar yang diuji kurang dari 15oC karena sampel susu dipisahkan oleh petugas TPK ke dalam cool box yang berisi es, perlakuan ini diterapkan guna meminimalisir

Gambar

Tabel 1.  Kandungan Gizi dan Vitamin Susu
Tabel 2. Syarat Mutu Susu Pasteurisasi (SNI No. 01-3951-1995)  Karakteristik  Tanpa Penambahan Cita
Tabel 3. Syarat Mutu Botol Plastik (SNI No. 19-4370-2004)
Gambar 1.  Bagan Struktur Organisasi KPBS Rapat anggota
+6

Referensi

Dokumen terkait