• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Verapamil Terhadap Profil Farmakokinetika Rivaroxaban

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Pemberian Verapamil Terhadap Profil Farmakokinetika Rivaroxaban"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Pharmascience, Vol 1, No. 2, Oktober 2014, hal: 54 - 60 ISSN : 2355 – 5386

Research Article

Pengaruh Pemberian Verapamil

Terhadap Profil Farmakokinetika Rivaroxaban

Novita Dewi Lestari*, Destria Indah Sari, Nani Kartinah Prodi Farmasi FMIPA Universitas Lambung Mangkurat

*Email: novita.dhewie06@gmail.com

Abstrak

Perkembangan polifarmasi dalam pengobatan saat ini dapat menyebabkan risiko interaksi obat. Penggunaan rivaroxaban dan verapamil secara bersamaan dalam terapi pencegahan stroke akibat fibrilasi atrium dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya interaksi farmakokinetika. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian verapamil terhadap nilai Cmaks, t1/2 dan AUC rivaroxaban. Penelitian ini menggunakan dua

kelompok tikus, yaitu kelompok kontrol (rivaroxaban 10 mg/kgBB) dan kelompok perlakuan (rivaroxaban dan verapamil diberikan bersamaan; dosis masing-masing 10 mg/kgBB). Cuplikan darah diambil melalui vena lateralis ekor tikus pada waktu 0,25; 0,50; 0,75; 1,00; 1,50; 2,00; 3,00; 4,00; 5,00; 6,00 dan 7,00 jam. Kadar rivaroxaban ditentukan menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis derivatif pertama yang telah divalidasi. Profil farmakokinetika dianalisis menggunakan SPSS dengan metode t-test tidak berpasangan dan Mann-whitney dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai Cmaks rivaroxaban meningkat tidak signifikan (p>0,05) dari 10,373 µg.mL-1 menjadi 11,317

µg.mL-1. Nilai t1/2 meningkat secara signifikan (p<0,05) dari 3,89 jam menjadi 4,46 jam. Nilai

AUC meningkat secara signifikan (p<0,05) dari 36,821 µg.jam.mL-1 menjadi 52,032 µg.jam.mL-1. Kesimpulan dari penelitian adalah pemberian verapamil bersamaan dengan rivaroxaban dapat mempengaruhi profil farmakokinetika (Cmaks, t1/2 dan AUC) rivaroxaban.

Kata kunci : Interaksi Farmakokinetika, Rivaroxaban, Verapamil

Abstract

The development of polypharmacy in medical treatment can lead to the risk of drug interactions. Using rivaroxaban and verapamil simultaneously as therapy to prevent stroke due to atrial fibrillation can lead to the possibility of pharmacokinetic interactions. The aims of this study was to investigate the effect of verapamil on the value of Cmax, t1/2 and AUC of rivaroxaban.

The study was conducted on two groups of rats, the control group (rivaroxaban 10 mg.kg-1) and treatment group (rivaroxaban and verapamil was given simultaneously; 10 mg.kg-1 for each group). Blood sample were from the vein of rat’s tail at 0,25; 0,50; 0,75; 1,00; 1,50; 2,00; 3,00; 4,00; 5,00; 6,00 and 7,00 hours. The concentration of rivaroxaban was determined using derivatives UV-Vis spectrophotometry that has been validated. The pharmacokinetic profiles were analyzed using SPSS ith a t-test and Mann-whitney method. The statistical results using 95% of confidence interval showed that verapamil increases the Cmax of rivaroxaban from 10.373 µg.mL -1

to 11.317 µg.mL-1 (p>0,05), the t1/2 of rivaroxaban increased from 3.89 hour to 4.46 hour

(p<0,05). The AUC of rivaroxaban was significantly increased from 36.821 µg.hour.mL-1 to 52.032 µg.hour.mL-1 (p<0,05). The conclusion of this study was verapamil and rivaroxaban given simultaneously can affect the pharmacokinetic profiles (Cmax, t1/2 and AUC) of rivaroxaban.

(2)

I. PENDAHULUAN

Perkembangan polifarmasi dalam pengobatan saat ini dapat menyebabkan risiko interaksi obat. Salah satu interaksi obat yang terjadi yaitu interaksi farmakokinetika obat. Penelitian di Rumah Sakit dr. Sardjito Yogyakarta menunjukkan bahwa interaksi obat-obat dengan pola interaksi farmakokinetika terjadi pada pasien rawat inap sebesar 36% dan pasien rawat jalan sebesar 72% (Rahmawati et

al., 2006). Interaksi farmakokinetika yang

terjadi di RSUD Tugurejo Semarang tahun 2008 pada pasien gagal jantung rawat inap sebesar 29,05% (Windriyati et al., 2008). Interaksi farmakokinetika yang terjadi di RSUP Persahabatan pada pasien rawat inap diruang melati sebesar 50% (Primasanti et al., 2010).

Angka kejadian interaksi farmakokinetika obat yang besar menyebabkan perlu adanya perhatian khusus. Interaksi farmakokinetika perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi bioavailabilitas suatu obat yang akan berefek pada tujuan terapi yang diinginkan. Interaksi farmakokinetika dapat dilihat dengan menentukan parameter farmakokinetika seperti kadar maksimal obat di dalam darah (Cmaks),

waktu yang diperlukan sejumlah obat untuk berkurang menjadi separuhnya (t1/2) dan luas

area di bawah kurva (AUC). Penelitian interaksi farmakokinetika yang dilakukan oleh Randinitis

et al (2001) diperoleh bahwa kafein dan fenitoin

dapat meningkatkan nilai Cmaks, t1/2 dan AUC

dari klinafloksasin.

Penelitian interaksi farmakokinetika dapat dilakukan pada obat baru yang masih

memerlukan banyak informasi tentang keamanannya jika digunakan bersamaan dengan obat lain. Salah satu contoh obat baru yang disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) yaitu rivaroxaban. Rivaroxaban adalah obat antikoagulan terbaru dengan mekanisme kerja menghambat langsung faktor Xa. Indikasi rivaroxaban yaitu untuk mengurangi risiko terjadinya sroke dan emboli sistemik pada pasien dengan fibrilasi atrium (Manzano, 2012). Pasien yang didiagnosa fibrilasi atrium akan mendapatkan terapi antikoagulan seperti rivaroxaban untuk mencegah terjadinya penggumpalan darah. Selain itu, pasien juga akan dipertimbangkan untuk diberikan verapamil sebagai pengontrol detak jantung selama fibrilasi atrium. Penggunaan verapamil secara bersamaan dengan rivaroxaban tidak menutup kemungkinan akan terjadi interaksi farmakokinetika.

Rivaroxaban berinteraksi dengan inhibitor dan inducer kuat enzim sitokrom P450 pada 3A4 (CYP3A4) (Jenssen, 2011). Oleh sebab itu, penggunaan rivaroxaban harus dilakukan secara hati-hati dan masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai interaksi obat rivaroxaban. Salah satu cara untuk mengetahui interaksi obat rivaroxaban yaitu dengan mengetahui pengaruh verapamil terhadap profil farmakokinetika (Cmaks, t1/2 dan AUC) rivaroxaban. Untuk

menggali informasi yang ingin didapat maka digunakan rivaroxaban sebagai obat yang dipengaruhi dan verapamil sebagai inhibitor enzim CYP3A4 yang dapat mempengaruhi profil farmakokinetika (Cmaks, t1/2 dan AUC)

(3)

rivaroxaban. Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang diangkat yaitu bagaimana pengaruh pemberian verapamil terhadap nilai Cmaks, t1/2 dan AUC rivaroxaban?.

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh pemberian verapamil terhadap nilai Cmaks, t1/2 dan AUC rivaroxaban.

II. METODEPENELITIAN

1. Bahan

Bahan yang digunakan adalah aquadest, asetonitril p.a (Merck®), EDTA (Merck®), metanol p.a (Merck®), PEG 400 (Brataco®), rivaroxaban (Joye®) dan verapamil (Swapnroop®).

2. Prosedur Penelitian

a. Penentuan Panjang Gelombang

Sebanyak 0,5 mL larutan rivaroxaban 12 μg/mL, verapamil 200 μg/mL, dan campuran

(rivaroxaban dan verapamil) ditambahkan dalam 0,5 mL darah. Masing-masing larutan dilakukan preparasi sampel darah. Supernatan yang didapat kemudian dibaca serapannya pada panjang gelombang 200-300 nm. Setelah itu, dibuat kurva serapan derivat pertama dari masing-masing larutan zat tunggal dan dari campuran zat. Panjang gelombang yang memiliki nilai amplitudo nol dari larutan verapamil merupakan panjang gelombang analisis rivaroxaban.

b. Preparasi Sampel Darah

Sebanyak 0,5 mL darah ditambah dengan 0,5 mL EDTA 0,1%, divortex dan disentrifugasi

dengan kecepatan 2000 rpm selama 20 menit. Supernatan yang terbentuk diambil dan ditambahkan asetonitril dengan perbandingan 1:2. Setelah itu, divortex dan disentrifugasi kembali. Supernatan yang terbentuk diambil untuk pembacaan serapan.

c. Pembuatan Kurva Baku

Sebanyak 0,5 mL larutan rivaroxaban 0,5, 1, 3, 6, 9 dan 12 μg/mL ditambahkan dalam 0,5 mL darah. Masing-masing larutan dilakukan preparasi sampel darah. Supernatan yang terbentuk dibaca serapannya pada panjang gelombang analisis yang telah ditentukan dan dibuat hubungan antara konsentrasi dengan amplitudo, sehingga didapat persamaan regresi linear y = bx + a.

d. Pembuatan Suspensi Rivaroxaban 0,5%

Suspensi rivaroxaban dibuat dengan cara dibuat terlebih dahulu larutan PEG 400 dan aquadest sebanyak 50 mL dengan perbandingan 60:40 (Wienz et al., 2009). Setelah itu, ditambahkan 0,25 gram rivaroxaban dalam 50 mL larutan tersebut.

e. Pembuatan Larutan Verapamil 0,5%

Larutan verapamil dibuat dengan cara dicampurkan 0,25 gram verapamil dalam 50 mL aquadest.

f. Perlakuan dan Pengambilan Sampel Darah

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap pola searah dengan 2 kelompok dan

(4)

masing-masing terdiri dari 5 ekor tikus jantan. Hewan uji diadaptasi terlebih dahulu selama satu minggu dan dipuasakan selama 14 jam sebelum dilakukan pengujian. Hewan uji pada kelompok kontrol diberi larutan rivaroxaban secara oral dengan dosis 10 mg/kgBB (Wienz et

al., 2009). Hewan uji pada kelompok perlakuan

diberi larutan rivaroxaban dan verapamil secara bersamaan dengan dosis masing-masing 10 mg/kgBB secara oral (Chen et al., 2009). Setelah diberi perlakuan, darah diambil sebanyak 0,5 mL melalui vena lateralis ekor tikus pada waktu 0,25; 0,5; 0,75; 1; 1,5; 2; 3; 4; 5; 6 dan 7 jam. Masing-masing darah yang telah didapatkan diberi perlakuan yang sama seperti preparasi sampel darah.

g. Pembacaan Serapan Rivaroxaban

Supernatan jernih yang didapat digunakan untuk pembacaan serapan rivaroxaban dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang analisis yang telah ditentukan. Amplitudo yang didapat akan digunakan untuk menghitung kadar dan profil farmakokinetika (Cmaks, t1/2 dan AUC)

rivaroxaban.

h. Penentuan Profil Farmakokinetika

Penentuan profil farmakokinetika dapat ditentukan dengan cara membuat grafik antara kadar obat rivaroxaban terhadap waktu, dari grafik tersebut akan terlihat Cmaks rivaroxaban,

sedangkan untuk menentukan nilai t1/2 dan AUC

harus menggunakan rumus.

3. Analisis Data

Hasil perhitungan profil farmakokinetika (Cmaks, t1/2 dan AUC) rivaroxaban dari kelompok

kontrol dan perlakuan dianalisis secara statistika dengan taraf kepercayaan 95%. Analisis dilakukan dengan menggunakan piranti lunak SPSS.

III. HASILDANPEMBAHASAN

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian verapamil terhadap profil farmakokinetika rivaroxaban. Profil farmakokinetika yang diamati yaitu kadar maksimal obat di dalam darah (Cmaks), waktu

paruh (t1/2) dan Area under curve (AUC).

Panjang gelombang rivaroxaban yang diperoleh dengan metode zerro crossing yaitu 215 nm. Kadar rivaroxaban ditentukan menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis derivatif pertama yang telah divalidasi. Persamaan kurva baku yang didapat yaitu y = -0,003622x + 0,001350 dengan nilai r = -0,999. Grafik persamaan kuva baku rivaroxaban dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Grafik persamaan kurva baku rivaroxaban

Profil farmakokinetika yang ditentukan yaitu Cmaks, t1/2 dan AUC. Langkah pertama dalam

(5)

menentukan profil farmakokinetika (Cmaks, t1/2

dan AUC) rivaroxaban yaitu menghitung kadar rata-rata rivaroxaban pada kelompok kontrol dan perlakuan. Dari perhitungan terebut dibuat kurva kadar rata-rata rivaroxaban yang dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Kurva kadar rata-rata rivaroxaban dalam

plasma pada waktu tertentu untuk kelompok kontrol dan perlakuan

Hasil pada gambar 2 menunjukkan adanya peningkatan kadar rivaroxaban antara kelompok kontrol dan perlakuan. Peningkatan kadar rivaroxaban karena adanya pengaruh pemberian verapamil yang diberikan secara bersamaan dengan rivaroxaban. Untuk melihat seberapa besar verapamil mempengaruhi rivaroxaban, maka perlu dilakukan perhitungan profil farmakokinetika rivaroxaban. Hasil perhitungan profil farmakokinetika rivaroxaban dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel I. Hasil perhitungan profil farmakokinetika rivaroxaban

Hasil pada tabel 1 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai Cmaks, t1/2 dan AUC

rivaroxaban antara kelompok kontrol dan perlakuan. Peningkatan Cmaks rivaroxaban

diduga karena adanya penghambatan enzim sitokrom P450 pada 3A4 (CYP3A4) oleh verapamil. Nilai signifikansi Cmaks yang

diperoleh dari uji t tidak berpasangan (p 0,105>0,05) menunjukkan peningkatan yang tidak signifikan antara kelompok kontrol dan perlakuan. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Choi & Li (2005), dimana pemberian verapamil secara signifikan dapat meningkatkan nilai Cmaks

paklitaksel. Perbedaan hasil ini diakibatkan karena paklitaksel dimetabolisme oleh enzim CYP3A4 dan CYP2C8 (Burton, et al., 2006), sedangkan rivaroxaban dimetabolisme oleh enzim CYP3A4 dan CYP2J2 (Jenssen, 2011). Verapamil hanya bisa menghambat enzim CYP3A4 dan CYP2C8 (Burton, et al., 2006), sehingga pada paklitaksel enzim yang dihambat adalah enzim CYP3A4 dan CYP2C8, sedangkan pada rivaroxaban enzim yang dihambat hanya enzim CYP3A4. Hal ini menunjukkan bahwa sifat penghambatan verapamil dengan paklitaksel lebih kuat dibandingkan dengan rivaroxaban.

Nilai signifikansi t1/2 yang diperoleh dari uji

t tidak berpasangan (p 0,016<0,05) dan nilai signifikansi AUC yang diperoleh dari uji Mann-whitney (p 0,000<0,05) menunjukkan peningkatan yang signifikan antara kelompok kontrol dan perlakuan. Peningkatan nilai t1/2 dan

AUC terjadi karena interaksi obat pada proses metabolisme, akibat penghambatan enzim CYP3A4 oleh verapamil. Penghambatan

(6)

tersebut menyebabkan rivaroxaban yang termetabolisme menjadi lebih sedikit (Sutanti & Wahyuningsih, 2013), sehingga rivaroxaban lebih lama berada di sirkulasi sistemik yang menyebabkan nilai t1/2 dan AUC meningkat.

Namun, mekanisme dari penghambatan enzim CYP3A4 oleh verapamil belum dapat diketahui secara pasti. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Choi & Li (2005), dimana pemberian verapamil secara signifikan dapat meningkatkan nilai t1/2 dan AUC dari paklitaksel. Rivaroxaban

dan paklitaksel sama-sama dimetabolisme oleh enzim CYP3A4. Peningkatan nilai t1/2 dan AUC

paklitaksel ini disebabkan karena penghambatan enzim CYP3A4 oleh verapamil (Choi & Li, 2005).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian verapamil bersamaan dengan rivaroxaban dapat mempengaruhi Cmaks, t1/2 dan

AUC rivaroxaban. Hal ini menyebabkan efek rivaroxaban semakin lama dan konsentrasi rivaroxaban dalam sirkulasi sistemik meningkat.

IV. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah Pemberian verapamil bersamaan dengan rivaroxaban dapat meningkatkan nilai Cmaks rivaroxaban dari

10,373 µg/mL menjadi 11,317 µg/mL; dapat memperlama t1/2 rivaroxaban dari 3,89 jam

menjadi 4,46 jam dan dapat meningkatkan jumlah AUC rivaroxaban dari 36,821 µg.jam/mL menjadi 52,032 µg.jam/mL.

DAFTARPUSTAKA

Burton, M.E., L.M. Shaw., J.J. Schentag & W.E. Evans. 2006. Applied Pharmacokinetics &

Pharmacodynamics Principles Of

Therapeutic Drug Monitoring. Lippincott

Williams & Wilkins, Amerika.

Chen, K., Z. Wang & K. Lan. 2009. Effect Of Verapamil, A P-Gp Inhibitor, On The Intestinal Absorption Of Isorhamnetin, A Herabl Constituent, In Rats. Asian Journal

of Pharmaceutical Sciences. 4: 357-362.

Choi, J.S. & X. Li. 2005. The Effect Of Verapamil On The Pharmacokinetics Of Paclitaxel In Rats. European Journal Of

Pharmaceutical Sciences. 1: 95-100.

Food and Drug Administration. 2001. Guidance

for Industry: Bioanalytical Method Validation. Food and Drug Administration:

U.S. Department Of Healt and Human Services.

Jenssen, O. 2011. Highlights Of Prescribing

Information for Xarelto®. Bayer Healthcare,

Germany.

Manzano, E. 2012. FDA Approves New

Indication For Rivaroxaban. Medical Tribune. 20.

Primasanti, F.T., A. Purwanggana & S. Sulistyati. 2010. Potensi Interaksi Obat

Pada Pasien Rawat Inap Bersama Di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan. Fakultas Farmasi Universitas

Pancasila, Jakarta.

Rahmawati, F., R. Handayani & V. Gosal. 2006. Kajian Retrospektif Interaksi Obat di Rumah Sakit Pendidikan Dr. Sardjito Yogyakarta.

Majalah Farmasi Indonesia. 17: 177-183.

Randinitis, E.D., C.W. Alvey., J.R. Koup., G. Rausch., R. Abel., N.J. Bron., N.J. Hounslow., A.B. Vassos & A. J. Sedman. 2001. Drug Interactions with Clinafloxacin.

American Society for Microbiology. 45:

2543–2552.

Sutanti, D.W. & I. Wahyuningsih. Bioavailabilitas Tablet Ibuprofen Pada Pemberian Bersamaan Dengan Ekstrak Air Herba Pegagan (Centella Asiatica (L) Urban) Pada Kelinci Jantan. Jurnal Ilmiah Kefarmasian. 3: 49-60.

Weinz, C., U. Buetehorn, H.P. Daehler, C. Kohlsdorfer, U. Pleiss, S. Sandmann, K.H. Schlemmer, T. Schwarz & W. Steinke. 2005.

(7)

Pharmacokinetic of BAY 59-7939 an Oral, Direct Factor Xa Inhibitor in Rat and Dogs.

Xenobiotica. 35: 891-910.

Windriyati, Y.N., E.Tukuru & I. Arifin. 2008. Kajian Interaksi Obat Pada Pasien Penyakit Gagal Jantung Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang Tahun 2008. Skripsi, Universitas Wahid Hasyim, Semarang.

Gambar

Gambar  2.    Kurva  kadar  rata-rata  rivaroxaban  dalam  plasma  pada  waktu  tertentu  untuk  kelompok kontrol dan perlakuan

Referensi

Dokumen terkait

Kompartemen sentral didefinisikan sebagai jumlah seluruh bagian badan (organ atau jaringan) dimana kadar obat didalamnya segera berada dalam kesetimbangan dengan kadar obat

Molekul obat mula-mula berikatan dengan mukosa lambung atau usus, kemudian obat mencapai lapisan yang lebih dalam dari membran sel tapi belum sampai ke pembuluh darah..

Tujuan Penelitian: Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian curcuma emulsi yang mengandung kurkumin terhadap parameter farmakokinetika

Kesimpulan: Jus jambu biji yang diberikan satu jam sebelum dan bersamaan dengan tetrasiklin tidak mempengaruhi parameter farmakokinetika tetrasiklin dosis 63 mg/kg

Hasil penelitian menunjukkan praperlakuan 1 jam sebelum pemberian tetrasiklin dan bersamaan pemberian 2 ml jus jambu biji tidak mempengaruhi parameter

Harga parameter farmakokinetika asetosal tanpa dan dengan jus asam jawa diperoleh harga dengan perhitungan kadar asam salisilat dalam

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil pengelolaan obat lansia di UPTD Griya Werdha Surabaya meliputi cara mendapatkan obat lansia, cara menyimpan obat lansia,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil pengelolaan obat lansia di UPTD Griya Werdha Surabaya meliputi cara mendapatkan obat lansia, cara menyimpan obat lansia,