BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
2.1.1 Sistematika tumbuhan
Sistematika tumbuhan kencur adalah sebagai berikut (MEDA, 2013). Kingdom/kerajaan : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbunga) Kelas : Monocotyledoneae (biji berkeping tunggal)
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae Genus : Kaempferia
Spesies : Kaempferia galangal L
2.1.2 Morfologi tumbuhan
Tanaman kencur memiliki batang semu yang sangat pendek. Batang tersebut terbentuk dari pelepah-pelepah daun yang saling menutupi. Daun-daunnya tumbuh tunggal, melebar dan mendatar atau menurun mendekati permukaan tanah. Bentuk daun elip melebar lebar 3 - 6 cm, dan panjangnya 7 - 12 cm. Bunga tanaman kencur berwarna putih, bibir bunga bewarna ungu, dan baunya wangi. Bunga-bunga ini tumbuh diantara helaian daun. Setiap tangkai bunga berjumlah 4 - 12 kuntum bunga. Buah kencur termasuk buah kotak beruang 3, dengan bakal buah yang letaknya tenggelam. Tapi buah kencur ini amat sulit menghasilkan biji. Akar kencur merupakan akar tinggal, yang bercabang halus dan menempel pada umbi akar, yang biasanya disebut rimpang. Rimpang ini tumbuh memanjang kebawah, berdiamater sampai 1,5 cm, dan tidak berserat. Bila rimpang tersebut dipotong melintang, tampak bewarna putih dan pinggir nya bewarna coklat kekuningan, aroma rimpang kencur sangat khas dan lembut (Santoso, 2013).
tekur, keciwer (karo), kopuk, cakuwe, cokur, atau kencur (sumatra). Tanaman kencur bisa juga dijadikan sebagai tanaman hias atau tumpang sari (Utami, 2013).
2.1.3 Kandungan Kimia
Kandungan senyawa kimia dalam kencur antara lain minyak atsiri yang tersusun atas etil ester asam sinamat, etil aster asam parametoksi sinamat, borneol, campfen, p-metoksitiren, karen, n-pentadekan, dan golongan senyawa flavanoid (Utami, 2013).
Berdasarkan hasil riset di laboratorium tananam kencur mengandung lebih dari 23 senyawa dan tujuh diantaranya mengandung senyawa monoterpena, senyawa aromatik, serta senyawa seskuiterpena. Komposisi kimianya adalah:
- Pati (4,14%) - Mineral (13,73%)
- Minyak atsiri (0,02% berupa sineol, asam metil kanil dan penta dekaan, asam cinamic, etil ester, kamphen, paraeumarin, asam anisic, alkaloid dan gom)
Ekstrak metanol dari tanaman kencur menunjukkan aktivitas melawan toxocaracanis (sejenis cacing parasit yang menyebabkan penyakit toxocariasis) dan efektif melawan 3 spesies yang menyebabkan granulomatous amoebic encephalitis (penyakit sistem syarat pusat) dan amoebic keratitis (bakteri yang menyebabkan infeksi dikornea mata). Ekstrak rimpang nya juga menghalangi aktivitas virus epstein-barr bahkan riset lebih lanjut menunjukkan bahwa ekstrak rimpang secara efektif dapat membunuh larva nyamuk culex dan aedes aegypti (Sina, 2012).
2.1.4 Khasiat tumbuhan
influenza, astma, reumatik, tetanus dan menghilangkan jerawat. Kencur termasuk tanaman obat yang tidak mengandung efek samping yang bahaya dibanding obat-obatan kimia. Berikut ini ramuan-ramuan berbahan kencur yang patut dicoba untuk menyembuhkan berbagai penyakit (Sina, 2012).
- Kencur bersifat stimulan sehingga bisa digunakan sebagai penambah tenaga.
- Kencur bersifat karminatif atau meluruhkan angin sehingga mampu menghilangkan kembung diperut, ia bahkan mampu mengobati radang lambung, radang anak telingga, influenza pada anak bayi, masuk angin, sakit kepala, batuk, diare, menghilangkan darah kotor, memperlancar haid, mata pegel, dan keseleo.
2.2 Natrium Diklofenak
Rumus Struktur
Gambar 2.1 Rumus struktur Natrium diklofenak
Rumus molekul : C14H10Cl2NO2Na
Nama Kimia : (2- (2,6-diklorophenyl) amino benzeneacetic acid) Berat Molekul : 318,13
Pemerian : Serbuk hablur, berwarna putih, tidak berasa (USP 30, 2007).
2.3 Farmakokinetika
Farmakokinetika dapat didefenisikan sebagai setiap proses yang dilakukan tubuh terhadap obat, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Dalam arti sempit farmakokinetika khususnya mempelajari perubahan-perubahan konsentrasi dari obat dan metabolitnya di dalam darah dan jaringan sebagai fungsi dari waktu (Tan, 2002).
2.3.1 Absorpsi
Obat-obat yang diberikan peroral akan diabsorpsi bila molekul obat berada dalam bentuk terlarut. Molekul obat mula-mula berikatan dengan mukosa lambung atau usus, kemudian obat mencapai lapisan yang lebih dalam dari membran sel tapi belum sampai ke pembuluh darah. Penyerapan obat dapat terjadi di lambung atau usus halus. Penyerapan obat dilambung tergantung pada keadaan lambung yang penuh atau kosong. Saat saluran pencernaan berada dalam keadaan istirahat, spincter pylorus agak membuka dan obat yang diberikan peroral dapat melintas dengan mudah dan akan diserap di usus halus. Selanjutnya obat akan menembus dinding pembuluh darah dan masuk kedalam sirkulasi darah (Aiache, 1993).
2.3.2 Distribusi
Setelah obat diserap dari dalam usus menuju ke aliran darah, obat akan diikat oleh protein darah dan akan dilepaskan sedikit demi sedikit ke plasma dalam bentuk bebas menuju target kerja (target sel) (Tan, 2002).
penyebaran ini sangat peka terhadap berbagai pengaruh yang terkait dengan tahap penyerapan dan tahap yang terjadi sesudahnya yaitu peniadaan, serta terkait pula dengan komposisi biokimia serta keadaan fisiopatologi subyeknya, disamping itu perlu diingat kemungkinan adanya interaksi dengan molekul lainnya (Aiache, 1993).
2.3.3 Metabolisme
Metabolisme obat terbesar adalah pada hati, juga terjadi di ginjal, jaringan otot, dinding usus dan saluran darah. Obat yang mengalami metabolisme pada epitel saluran pencernaan dan hati sebelum mencapai sirkulasi sistemik dikenal dengan metabolisme lintas pertama. Obat-obat dapat mengalami metabolisme sebagian sebelum diekskresi (Ritschel, 1980).
2.3.4 Ekskresi
Pengeluaran obat atau metabolitnya dari tubuh terutama dilakukan oleh ginjal melalui air seni disebut ekskresi. Lazimnya tiap obat diekskresi berupa metabolitnya dan hanya sebagian kecil dalam keadaan asli yang utuh. Tapi ada pula beberapa cara lain yaitu melalui kulit bersama keringat, paru-paru melalui pernafasan dan melalui hati dengan empedu (Tan, 2002).
Obat dapat diekskresikan melalui berbagai rute (Aiache, 1993) yaitu:
a. Ginjal, organ utama untuk mengeliminasi obat dari tubuh melalui urine. b. Fases, khususnya untuk obat-obat yang sukar diabsorpsi dan tinggal dalam
saluran lambung-usus.
c. Empedu, bila reabsorpsi obat dari saluran lambung-usus kecil.
d. Paru-paru, tempat keluar obat-obat yang mudah menguap melalui ekspirasi pernapasan.
2.4 Parameter Farmakokinetika Ekskresi Urin Kumulatif Obat
Dalam farmakokinetik, urin dapat digunakan sebagai salah satu objek pemeriksaan selain plasma darah, untuk penentuan beberapa parameter farmakokinetik.Data eksresi obat lewat urin dapat dipakai untuk memperkirakan bioavailabilitas. Agar dapat diperkirakan yang sahih, obat harus dieksresi dengan jumlah yang bermakna di dalam urin dan cuplikan urin harus dikumpulkan secara lengkap. Jumlah kumulatif obat yang dieksresi dalam urin secara langsung berhubungan dengan jumlah total obat yang terabsorbsi (Shargel, 2005).
Jumlah obat yang diekskresikan tiap sampel urin yaitu “Aei”, ditentukan dengan
mengalikan nilai Cu dan V, sebagaimana terlihat pada persamaan 2. 1
Aei = Cu x V ... (2.1)
Jumlah kumulatif obat yang diekskresikan sampai dengan waktu tak terhingga “Ae∞”, ditentukan dengan menjumlahkan nilai Ae hasil penentuan dari persamaan
2.1, dapat dilihat pada persamaan 2.2
Ae∞= ∑∞�=1��� ... (2.2)
K
el=
��(��∞−��3)−��(��∞−��5)
�5−�3
... (2.3)
Laju ekskresi obat dari sampel yang diambil dilambangkan dengan “Ku“, dapat
ditentukan yaitu dengan persamaan 2.4
�
�=
��∞�� ��
� ... (2.4)
Nilai konstanta laju metabolisme “ Km” dapat ditentukan yaitu dengan
persamaan 2.5
K
m= K
el+ K
uNilai fraksi obat yang dieliminasi “ Fel ” dapat ditentukan yaitu dengan persamaan
2.6
F
el = ��∞� ... (2.6)
sampai separuhnya.. Obat dengan metabolisme cepat half life-nya juga pendek. Sebaliknya zat yang tidak mengalami biotransformasi atau yang resorpsi kembali oleh tubuli ginjal, dengan sendirinya t1/2-nya panjang (Waldon, 2008).
Waktu paruh eliminasi “t1/2 eliminasi ” dapat ditentukan dengan persamaan 2.7
t1/2 eliminasi = 0,693
��� ... (2.7)