PERAN BIDAN DALAM PRAKTIK INISIASI MENYUSU DINI (IMD) DI PUSKESMAS HALMAHERA KOTA SEMARANG
Hana Nur Islami, Priyadi Nugraha Prabamurti, Anung Sugihantono ABSTRACT
Background: Supposedly dissemination and practice of early initiation of breastfeeding given to pregnant women and women giving birth by the midwife. The reality shows that the practice of early initiation of breastfeeding is still low. According to data Riskesdas in 2013, early initiation of breastfeeding is done in less than an hour after birth in Indonesia by 34.5%. These results are still far from the target SDGs that is equal to 50% implementation of early initiation of breastfeeding in Indonesia. This study aimed to analyze information about the midwife's role in socializing the early initiation of breastfeeding and analyzed information about the midwife's role in helping to practice early initiation of breastfeeding in Puskesmas Halmahera Semarang City.
Method: This study used a qualitative approach. Data were collected through in-depth interviews to 8 midwifes and interviews with questionnaires to 26 mothers. Data were analyzed using content analysis including data collection, reduction, presentation, and conclusions.
Result: The role of midwives in giving socialization of early initiation of breastfeeding in pregnant women and birth mothers are lacking. Midwives are still ignoring the socialization of the early initiation of breastfeeding on maternal and pregnant women. This could be a barrier in the implementation of the early initiation of breastfeeding caused because she refused to practice early initiation of breastfeeding after childbirth. The midwife's role in helping the practice of early initiation of breastfeeding after childbirth is good. But there are seven informants triangulation, that mothers who claimed not to practice of early initiation of breastfeeding. One of them due to the condition of affected infants asphyxia. Conclusion: The role of midwives in the practice of early initiation of breastfeeding is good enough. However need to improve the midwife's role in socialized the early initiation of breastfeeding to mothers and families.
PENDAHULUAN
Inisiasi menyusu dini (IMD) merupakan proses membiarkan bayi
dengan nalurinya sendiri untuk
menyusu sesegera mungkin dalam satu jam pertama setelah lahir, bersamaan dengan kontak kulit antara bayi dengan ibu.1Menyusui sejak dini memiliki dampak yang positif. Air susu yang pertama kali
dikeluarkan setelah melahirkan
mengandung protein yang lebih
tinggi (sebagian besar
immunoglobulin) serta kandungan
gula yang lebih rendah dibandingkan air susu yang diproduksi kemudian. Selain itu IIMD juga memiliki peran dalam merangsang produksi air susu ibu (ASI). Hal ini akan sangat
membantu dalam keberhasilan
pemberian ASI eksklusif (ASI saja)
dan lama menyusu.2
Menurut data Riskesdas tahun 2013, IMD yang dilakukan kurang dari satu jam setelah kelahiran di Indonesia meningkat dari 29,3%
(2010) menjadi 34,5% (2013).
Presentase praktik IMD tertinggi di Nusa Tenggara Barat, yaitu sebesar 52,9% dan terendah di Papua Barat (27,1%).3Hasil tersebut masih jauh dari target SDGs yang ditargetkan sebesar 50% pelaksanaan IMDdi seluruh Indonesia.
Banyak aspek yang
mempengaruhi pelaksanaan praktik IMDantara lain adalah informasi yang diperoleh ibu dari bidan saat memeriksakan kandungan mengenai IMD, dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga dalam praktik IMD, dan pengaruh dari norma dan
budaya yang berkembang
dikalangan anggota keluarga, rekan
dan masyarakat secara umum. Hal ini didukung pula oleh penelitian
Siregar tahun 2004, bahwa
keberhasilan menyusu dini banyak dipengaruhi oleh sikap dan perilaku petugas kesehatan (dokter, bidan dan perawat) yang pertama kali
membantu ibu selama proses
persalinan.4
Perilaku petugas kesehatan
khususnya bidan yang didasari dengan pengetahuan dan sikap tentang IMD, besar pengaruhnya terhadap keberhasilan praktik IMD. Petugas kesehatan juga mempunyai peranan penting dalam memberikan sosialisasi atau informasi mengenai IMD kepada ibu hamil dan keluarga.
Sosialisasi tersebut dapat
memberikan kepercayaan diri dan dukungan untuk melakukan IMD setelah persalinan dilaksanakan.
Puskesmas Halmahera
merupakan salah satu puskesmas PONED di Kota Semarang. PONED
merupakan kepanjangan dari
Pelayanan Obstetri Neonatus
Essensial Dasar. Dari hasil survey
pendahuluan didapatkan data
sebanyak 56 ibu yang bersalin di Puskemas Halmahera pada bulan
Juni-Desember 2016. Hasil
wawancara dengan bidan diketahui bahwa jumlah ibu yang bersalin di
puskesmas sudah mengalami
penurunan dikarenakan banyak ibu yang memiliki faktor risiko sehingga persalinan harus dirujuk ke rumah sakit.
Salah satu bidan yang
membantu persalinan di Puskesmas
Halmehara mengatakan bahwa
semua ibu yang bersalin melakukan IMD, hanya saja bagi bayi dan ibu
yang memiliki kondisi kegawatan
setelah persalinan seperti
pendarahan, asfiksia, dan hipotermi tidak akan dilakukan praktik IMD. Namun belum ada data sekunder yang mencatat terlaksananya praktik IMD di Puskesmas Halmahera.
Ketika peneliti mewawancarai
beberapa ibu yang melakukan
persalinan di Puskesmas
Halmahera, salah satu ibu
mengatakan bahwa setelah
persalinan tidak dilakukan praktik IMD. Padahal kondisi ibu dan bayi sehat dan memungkinkan untuk melakukan IMD. Bayi langsung
dibersihkan dan dibedong lalu
diberikan ke ibu untuk disusui tanpa diletakkan di perut ibu atau di antara dua payudara ibu. Selain itu masih banyak ibu yang tidak mengetahui apa itu IMD dan manfaat IMD, serta tahapan pelaksanaannya.
Berdasarkan latar belakang
tersebut masalah yang akan
diangkat dalam penelitian ini adalah peran bidan dalam praktik IMD baik pemberian informasi kepada ibu dan praktik IMD yang dilakukan bidan
saat menolong persalinan di
Puskesmas Halmahera Kota
Semarang.
Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis informasi
mengenaiperan bidan dalam
memberi sosialisasi mengenai IMD
dan menganalisis informasi
mengenaiperan bidan dalam
membantu melakukan praktik IMD di
Puskesmas Halmahera Kota
Semarang.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini yang
digunakan adalah penelitian kualitatif dan metode penelitiannya adalah analisis isi. Subyek dalam penelitian ini merupakan 8 bidan dari 11
populasi bidan di Puskesmas
Halmahera Kota Semarang.
Penelitian ini menggunakan
triangulasi sumber dan metode. Informan triangulasi adalah kepala
puskesmas dan 26 ibu yang
melakukan kunjungan ANC
(antenatal care) dan bersalin di
Puskesmas Halmahera Kota
Semarang.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan
wawancara mendalam untuk
informan utama dan informan
triangulasi, kepala puskesmas dan wawancara dengan kuesioner pada informan triangulasi lainnya, yaitu 26 ibu.
HASIL DAN PEMBAHASAN Praktik Bidan dalam IMD a. Praktik IMD
Dalam penelitian ini hampir
semua informan utama
mempraktikkan IMD pada ibu
bersalin. Namun ada 6 informan triangulasi, yaitu ibu bersalin yang mengaku tidak melakukan praktik IMD.
Menurut Setyowati bahwa
penolong persalinan adalah kunci utama keberhasilan IMD karena
dalam waktu tersebut peran
penolong persalinan masih sangat
dominan. Apabila penolong
persalinan memfasilitasi ibu untuk segera memeluk bayinya maka
interaksi ibu dan bayi diharapkan segera terjadi.5
Bayi yang baru lahir umumnya mempunyai kemampuan yang tinggi untuk menghisap ASI dari payudara ibunya, akan tetapi pada beberapa
jam berikutnya kemampuan
menghisap tersebut akan menurun.6 Maka setelah bayi lahir segera mungkin diletakkan di dada ibunya dan membiarkannya selama 30 menit sampai 1 jam. Bayi bisa
mendapatkan kolostrum untuk
kekebalan tubuhnya.7
b. Sosialisasi mengenai IMD
Selain mempraktikan IMD pada ibu, bidan juga bertugas dalam mensosialisasi IMD pada ibu hamil. Informan utama mengaku bahwa
informan sering lupa untuk
sosialisasi IMD karena banyaknya jumlah pasien dalam pelayanan KIA. Dalam buku JNPK-KR pada tahun 2008, salah satu peran bidan dalam pelaksanaan IMD adalah memberi informasi manfaat IMD dan ASI Eksklusif pada ibu hamil.8
Petugas kesehatan hanya
memfokuskan pada pemeriksaan fisik dari ibu itu sendiri, padahal dalam situasi seperti ini petugas kesehatan mempunyai kesempatan untuk memberikan informasi tentang
manfaat IMD dan pentingnya
pelaksanaan IMD bagi ibu dan bayi
sehingga ibu termotivasi untuk
melakukan IMD pada saat
persalinan.9
c. Tempat dan waktu praktik IMD
IMD berlangsung di ruang
bersalin dan dilakukan setelah
proses persalinan selama 1 jam
pertama kelahiran. Menurut Roesli, bila inisiasi dini belum terjadi di kamar bersalin; bayi tetap diletakkan didada ibu waktu dipindahkan ke
kamar perawatan dan usaha
menyusu dini dilanjutkan didalam kamar perawatan. Pada saat IMD
berlangsung, bidan
memperbolehkan ibu ditemani oleh salah satu anggota keluarganya, diutamakan suami. Menurut Roesli,
dalam 11 tatalaksana IMD
dianjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat persalinan.10
d. Hambatan praktik IMD
Hasil penelitian mengenai
hambatan dalam praktik IMD
menunjukkan bahwa ada hambatan dalam praktik IMD. Yang pertama apabila ada kondisi gawat pada ibu dan bayi. Yang kedua bila ibu tidak mau melakukan IMD karena ibu belum disosialisasikan sehingga ibu tidak mengerti mengenai IMD dan pengaruh keluarga ibu untuk tidak melakukan IMD.
Menurut UNICEF (2006), banyak
sekali masalah yang dapat
menghambat pelaksanaan IMD,
yaitu kurangnya konseling oleh tenaga kesehatan dan kurangnya praktik IMD.11
e. Pengaruh IMD dengan keberhasilan ASI Eksklusif
Hasil wawancara terhadap
infroman utama pada penelitian ini menunjukkan bahwa IMD tidak
mempengaruhi keberhasilan
program ASI Eksklusif. Keberhasilan
ASI Eksklusif dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu pengetahuan, pekerjaan dan dukungan keluarga,
serta pengaruh tetangga atau teman kerja dari ibu.
ASI Eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi bayi hanya diberi ASI selama 6 bulan, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, papaya, bubur susu, biscuit, bubur nasi dan tim.12 Salah
satu dari sepuluh langka
keberhasilan ASI Ekskusif adalah
ibu dibantu oleh bidan untuk
menyusui 30 menit setelah
melahirkan, ibu dibantu agar mulai kontak dengan bayi serta menyusui bayi.11 Menurut Yesie Aprilia di Indonesia pemberian ASI secara dini mempunyai 8 kali lebih besar kemungkinan dalam memberikan ASI Eksklusif.12
Karakteristik Subyek
Rata-rata usia informan utama adalah 39 tahun. Lebih dari separuh
informan utama memiliki latar
belakang pendidikan D-3 Kebidanan dan sebagian kecil informan utama
lainnya memiliki latar belakang
pendidikan D-4 Kebidanan. Lama bekerja informan sebagai bidan yang membantu proses kelahiran antara 1 sampai 23 tahun.
Pada faktor jabatan bidan di puskesmas, diketahui bahwa lebih
dari separuh informan utama
merupakan bidan pegawai negeri
sipi (PNS) atau bidan tetap,
sedangkan sebagian kecil informan utama lainnya merupakan bidan
magang. Setelah peneliti
membandingkan hasil wawancara mendalam dengan informan utama,
wawancara kuesioner dengan
informan traingulasi dan catatan persalinan di puskesmas didapatkan hasil bahwa ada bidan yang tidak mempraktikkan IMD pada ibu dan bayi. Padahal kondisi ibu dan bayi tidak dalam situasi gawat. Dari catatan persalinan di ruang bersalin diketahui bahwa yang membantu persalinan ibu tersebut adalah bidan magang.
Pengetahuan Bidan Mengenai IMD
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan informan utama mengenai pengertian dan manfaat IMD sudah baik. Bidan dengan
pengetahuan yang baik akan
menimbulkan kesadaran mereka
dan akhirnya menyebabkan bidan
berperilaku sesuai dengan
pengetahuan bidan bahwa IMD mempunyai manfaat yang sangat besar bagi keberhasilan pencapaian ASI Eksklusif.13
Tingginya pengetahuan bidan disebabkan bidan sudah banyak yang mengetahui tentang IMD dan manfaat IMD yang baik dan benar, disamping itu bidan mengetahui bahwa ASI sebaiknya diperkenalkan segera setelah bayi lahir, IMD harus dilakukan langsung saat lahir, tanpa boleh ditunda dengan kegiatan menimbang atau mengukur bayi. Disamping itu semua bidan saat
mengikuti pendidikan sudah
mendapat pelatihan APN dan IMD,
hal inilah yang membuat
pengetahuan bidan bertambah dan mengakibatkan kesadaran dalam
praktik IMD juga semakin
Sikap Bidan terhadap IMD
Sesuai dengan teori yang
mengatakan bahwa sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi
(melandasi/ mempermudah)
tindakan atau perilaku.14 Jika sikap
baik maka seseorang akan
berperilaku baik dalam kehidupan terutama yang berhubungan dengan praktik IMD.
Informan utama sebagai bidan sudah tahu bagaimana harusnya mereka bersikap dalam praktik IMD jika bayi atau ibu mengalami kondisi gawat. Sikap bidan sudah baik dalam penelitian ini. Namun masih ada bidan yang tidak mendukung praktik IMD saat terjadi kegawatan pada ibu atau bayi. Seharusnya setelah ibu atau bayi sudah dalam kondisi baik atau normal, bidan bisa mempraktikan IMD. Karena kontak kulit antara ibu dan bayinya dapat meningkatkan kewaspadaan alami bayi serta memupuk ikatan antara ibu dan bayinya. Sentuhan seperti ini juga mengurangi perdarahan ibu serta menstabilkan suhu, pernafasan dan tingkat gula darah bayi.12
Sikap bidan terhadap ibu yang tidak mau di IMD juga sudah baik. Bidan akan mensosialisasikan IMD
pada ibu agar ibu mau
mempraktikkan IMD. Menurut buku JNPK-KR, salah satu peran bidan dalam pelaksanaan IMD adalah
memberi informasi mengenai
manfaat IMD dan ASI Eksklusif pada ibu hamil sehingga dapat membantu meningkatkan rasa percaya diri ibu untuk mempraktikkan IMD dan ASI Eksklusif.8
Waktu Praktik Bidan
Waktu praktik bidan di
puskesmas sudah terbagi menjadi 3 shift, yaitu: pagi, siang, dan malam.
Bidan bekerja selama 7 jam
perharinya. Semua bidan
menyatakan bahwa waktu praktik atau jam kerja bidan tidak menjadi penghambat bidan dalam praktik IMD pada ibu bersalin.
Hal tersebut juga didukung oleh penelitian Berger et.al pada tahun 2006 dalam Maurits dan Widodo yang menyatakan bahwa tambahan durasi pada suatu shift kerja, akan meningkatkan tingkat kesalahan. Lima kali tambahan durasi shift
perbulan akan meningkatkan
kelelahan 30% dan berakibat fatal.15
Jumlah Personalia (Jumlah Bidan)
Jumlah personalia atau bidan dalam penelitian ini sudah cukup untuk memberikan pelayanan yang baik dan kondusif kepada pasien. Karena sudah terdapat 11 bidan, yang terdiri dari 6 bidan tetap atau bidan PNS dan 5 bidan magang. Selain itu, terdapat 2 bidan jaga di ruang bersalin dan 2 bidan yang memberikan pelayanan di ruang KIA setiap shiftnya (pagi, siang, sore).
Ketersediaan Sarana
Pada variable sarana dan
prasarana dalam mendukung praktik langsung IMD sudah baik, sudah terdapat selimut atau kain bersih, baju kangguru, dan ruangan yang hangat dan bersih. Namun, bidan
jarang menggunakan selimut
maupun topi yang disediakan di
puskesmas. Bidan biasanya
yang sudah dibawa oleh ibu dan keluarga.
Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa belum ada
sarana dan prasaran yang
menunjang untuk dilakukannya
sosialisasi mengenai IMD, seperti: pamflet, vcd, video, film, MMT, brosur, dan lembar ceklist untuk mencatat hasil kegiatan IMD.
Hasil penelitian Martini
menyatakan bahwa pekerjaan
seseorang dalam menjalankan
tugasnya hasilnya sangat ditentukan oleh sarana dan prasarana, yang
disertai oleh pedoman banyak
berpengaruh terhadap produktifitas kerja dan kualitas kerja yang baik. Tersedianya fasilitas atau sarana merupakan sumber daya untuk menunjang perilaku.16
Dukungan Tenaga Kesehatan Lainnnya
Dukungan tenaga kesehatan
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah motivasi dan bantuan yang diberikan tenaga kesehatan lainnya (dokter dan perawat) dalam praktik IMD. Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada dukungan tenaga kesehatan lain dalam praktik IMD. Bidan hanya melakukan konsultasi pada dokter ketika terjadi kegawatan pada ibu atau bayi saat proses persalinan. Tidak ada motivasi yang diberikan dokter ataupun tenaga
kesehatan lainnya untuk
melaksanakan IMD.
Motivasi merupakan faktor
penggerak maupun dorongan yang
dapat memicu timbulnya rasa
semangat dan juga mampu merubah tingkah laku manusia atau individu
untuk menuju pada hal yang lebih baik untuk dirinya sendiri. Menurut Vroom dalam Ngalim Purwanto, motivasi mengacu kepada suatu proses mempengaruhi pilihan-pilihan individu terhadap bermacam-macam bentuk kegiatan yang dikehendaki.17
Dukungan dari Pimpinan
Dukungan dari pimpinan dalam penelitian ini cukup baik. Hanya saja belum ada teguran bagi bidan yang tidak mempraktikkan IMD dan belum
ada reward bagi bidan yang
melakukan IMD.
Dukungan dari pimpinan
sangatlah penting dalam
pelaksanaan IMD. Karena pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang atau orang lain melalui komunikasi baik langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk menggerakkan orang-orang
tersebut agar dengan penuh
pengertian dan senang hati bersedia
mengikuti kehendak-kehendak
pemimpin tersebut.18
Workshop IMD
Hasil penelitian Hanevi
menyebutkan bahwa untuk
meningkatkan kualitas pelayanan harus menyusun rencana dalam
meningkatkan kompetensi,
pengetahuan dan pengalaman staf, melalui pendidikan dan pelatihan.
Peningkatan mutu pendidikan
kesehatan dan pelatihan
berdasarkan kompetensi profesi
akan menghasilkan tenaga
kesehatan yang memiliki kinerja sesuai dengan kebutuhan pelayanan
kesehatan dan dapat memuaskan pasien atau masyarakat.19
Pada penelitian ini sebagian besar informan menyatakan bahwa belum ada dan tidak ada pelatihan atau seminar yang diberikan, baik dari dinas kesehatan maupun dari IBI. Pelatihan mengenai IMD hanya diberikan saat bidan duduk di bangku sekolah, yaitu pelatihan
pada APN. APN adalah
kepanjangan dari asuhan persalinan normal. 20
SIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Peran bidan dalam memberi sosialisasi mengenai IMD pada ibu hamil maupun ibu bersalin masih kurang. Lebih dari separuh informan utama tidak memberikan sosialisasi mengenai IMD kepada ibu maupun keluarga pada kunjungan terakhir
ANC dan sebelum proses
persalinan.
Peran bidan dalam membantu melakukan praktik IMD setelah
persalinan sudah cukup baik.
Hampir semua informan utama sudah memberikan praktik IMD kepada ibu bersalin. Namun 7 informan triangulasi (ibu bersalin) mengaku tidak melakukan praktik IMD. Salah satunya dikarenakan kondisi bayi yang terkena asfiksia (gagal nafas). Dalam penelitian ini,
semua informan utama sudah
memahami tatalaksana IMD, akan tetapi ada beberapa informan utama
yang melaksanakan IMD tidak
sesuai dengan standar operasional
prosedur IMD. Sebagian kecil
informan utama tidak mengelap atau mengeringkan bayi sebelum proses
IMD berlangsung. Adapun informan utama yang langsung membersihkan bayi dari lender maupun darah sebelum proses IMD berlangsung.
SARAN
1. Bagi kepala puskesmas,
diperlukan kegiatan supervisi
terhadap bidan ketika melakukan IMD dan kepala puskesmas lebih
mengingatkan kepada semua
bidan untuk aktif dalam mencatat kegiatan IMD di dalam buku catatan persalinan agar dapat
dilakukan evaluasi dan
monitoring.
2. Bagi kepala bagian KIA Dinkes Kota Semarang, berikan pelatihan kepada bidan-bidan mengenai IMD dan ASI Eksklusif di wilayah
kerja Dinas Kesehatan Kota
Semarang, baik bagi bidan PNS maupun bidan magang minimal satu tahun sekali dan lakukan monitoring dan evaluasi dalam program IMD minimal satu tahun
sekali, khususnya pada
puskesmas yang memiliki rawat bersalin.
3. Bagi Ikatan Bidan Indonesia
cabang Kota Semarang,
membantu menyukseskan
program IMD dan ASI Eksklusif melalui motivasi ASI secara terus menerus disetiap pertemuan rutin IBI.
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI. Buku Acuan Pelatihan
Klinik Asuhan Persalinan Normal. Asuhan Esensial, Pencegahan dan Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru Lahir.
2. Fadhillawatie, Linda, dan Maria.
Gambaran Pengetahuan dan Sikap Bidan di RSU Prof. DR. R. D. Kandou Manado tentang Inisiasi Menyusu Dini. Jurnal e-Clinic (eCI),
Vol 3: hal 61. 2015.
3. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas).
Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan
Kementerian RI Tahun 2013.
Jakarta: Balitbang Kemenkes RI. 2013.
4. Arifin, Siregar. Pemberian ASI
Eksklusif dan Faktor–faktor yang Mempengaruhinya. Sumatra Utara:
Universitas Sumatra Utara. 2004. 5. Rahardjo, Setyawati. Faktor-faktor
yang Berhubungan dengan
Pemberian ASI Satu Jam Pertama
Setelah Melahirkan. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol 1, Hal 11-17. 2006.
6. Elvayani, Nur & Sri Sumami. Faktor
Karakteristik Ibu yang Berhubungan dengan Pola Inisiasi ASI dan Pemberian ASI EKsklusif. Surabaya:
Universitas Airlangga. 2013.
7. Hestari Mahardika, Ardhani.
Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) pada Ibu Bersalin Secara Normal dalam Rawat Gabung di Bangsal Rumah Bersalin Nanda di Desa Ketileng Wetan Kabupaten Pati Tahun 2010. Semarang: Universitas
Diponegoro. 2010.
8. Depkes RI. Jaringan Nasional
Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal & Inisiasi Menyusu Dini Edisi 3. Jakarta: Depkes RI. 2008.
9. Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi
Kesehatan dan Ilmu Perilaku.
Jakarta: Rineka Cipta. 2003.
10. Roesli, Utami. Inisiasi Menyusu Dini
plus ASI Eksklusif. Jakarta: Pustaka
Bunda. 2005.
11. Roesli, Utami. Inisiasi Menyusu Dini. Jakarta: Pustaka Bunda. 2008. 12. Aprillia, Yesie. Analisis Sosialisasi
Program Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif kepada Bidan di Kabupaten Klaten. Tesis. Tidak
dipublikasikan. Semarang:
Universitas Diponegoro. 2009.
13. Yani, Ahmad. Hubungan
Kompensasi dengan Kinerja Bidan dalam Upaya Pencapaian Program KIA di Kota Tanjung Pinang.
Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada. 2008.
14. Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi
Kesehatan dan Ilmu Perilaku.
Jakarta: Rineka Cipta. 2003.
15. Maurits, L.S. & Widodo, I.D. Faktor
dan Penjadualan Shift Kerja. Jurnal
Teknoin Vol 13, No 2. 2008.
16. Frisda Berutu, Varida. Faktor-faktor
pada Bidan yang Mempengaruhi Praktik Inisiasi Menyusu Dini di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2010. Semarang: Universitas Diponegoro. 2010.
17. Purwanto, Ngalim. 2006. Ilmu
Pendidikan Teoritis dan Praktis.
Bandung: Remaja Rosda Karya. 18. Wexley, Kenneth. N & Yuki Gary A.
Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia. Jakarta: PT Rineka
CIpta. 2003
19. Siregar, Hamida. Evaluasi Program
Inisiasi Menyusu Dini oleh Bidan di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang. Semarang: Universitas
Diponegoro. 2014.
20. JNPK-KR. 2008. Pelatihan Klinik
Nasional Pelatihan Klinik a-kesehatan Reproduksi. Jakarta: JNPK-KR.