MEMBANGUN SISTEM
AGRIBISNIS BERBASIS
AYAM RAS BERDAYA
SAING
Agribisnis ayam ras di Indonesia merupakan salah satu agribisnis yang paling cepat perkembangannya. Dimulai dengan usaha keluarga pada tahun 1950-an, dengan cepat berkembang menjadi suatu agribisnis moderen yang ditandai dengan
berkembangnya industri hulu ayam ras (up-stream agribusiness)
dan industri hilir (down-stream agribusiness).
Namun demikian, akibat krisis ekonomi yang melanda perekonomian Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 yang lalu, agribisnis ayam ras Indonesia mengalami penyusutan yang cukup besar. Menu rut data Ditjen Peternakan (1994) produksi DOC fi nal stok broiler tahun 1998 merosot sekitar 50 persen dari produksi tahun 1997. Demikian juga produksi DOC fi nal stok layer turun sebesar 35 persen. Akibatnya produksi daging broiler turun sekitar 20 persen tahun 1998. Dipihak lain akibat merosotnya pendapatan nasional, telah menurunkan konsumsi daging broiler sekitar 18 persen pada tahun 1998.
Penyusutan agribisnis ayam ras akibat krisis ekonomi mengindikasikan bahwa agribisnis ayam ras Indonesia belum memiliki kemampuan penyesuaian diri terhadap
perubahan lingkungan ekonomi, yang antara Iain disebabkan pada ketergantungan impor bahan baku pakan utama dan ketergantungan industri pernbibitan pada impor. Dengan perkataan lain, agribisnis ayam ras yang moderen di Indonesia belum memiliki basis yang kuat di dalam negeri, sehingga bila terjadi perubahan lingkungan ekonomi eksternal, seperti perubahan kurs ticiak mampu menyesuaikan diri.
Meskipun agribisnis ayam ras mengalaini guncangan selama krisis ekonomi berlangsung, prospek pengembangan agribisnis ayam ras di Indonesia masih sangat prospektif terutama setelah Indonesia berhasil keluar dari krisis ekonomi. Jumlah penduduk yang besar, konsumsi daging broiler Indonesia yang masih tergoiong rendah di dunia bila Indonesia berhasil keluar dari krisis dan mampu mencapai pertumbuhan ekonomi 5 persen saja, maka agribisnis ayam ras akan menjadi bisnis yang besar di Indonesia, Bahkan Indonesia secara potensial dapat mengekspor di kawasan Asia tenggara dan Asia Timur mengingat sebagian besar negara-negara di kawasan tersebut adalah net importir broiler.
Untuk mampu memanfaatkan peluang pasar tersebut khususnya dalam era perdagangan bebas ke depan dan dengan belajar dari dampak krisis terhadap agribisnis ayam ras Indonesia, kita perlu membenahi dan membangun daya saing agribisnis ayam ras.
Agribisnis Ayam Ras Berdaya Saing
Secara operasional, kemampuan dari suatu perusahaan agribisnis diartikan sebagai “the ability of firm or industry segment to offer product and services that meet or exceed the customer value currently or potentially offered by product and service of rival, subsitutes and posible market entrants (Kenedy, et.aL 1997, Cook and Bredhal, 1991; Sharpies and Miihan, 1990).
Dari pengertian operasional kemampuan bersaing tersebut ada dua hal pokok yang harus dimiliki perusahaan agribisnis ayam ras agar memiliki kemampuan bersaing yaitu : Pertama, memiliki kemampuan menghasilkan produk dengan atribut
yang dikehendaki konsumen (consumer value perception) yang
tinggi. Hal ini tidak selalu berarti harga produk yang ditawarkan murah. Suatu produk yang sesuai dengan selera konsumen meskipun harga absolutnya mahal dapat dipersepsikan konsumen relatif murah. Sebaliknya suatu produk yang meskipun harga absolutnya nnurah bila atribut produk tidak sesuai dengan selera konsumen dapat dipersepsikan sebagai produk mahal. Oleh karena itu, pengenalan preferensi konsumen pada setiap segmen pasar menjadi hal yang mendasar untuk diketahui.
Kedua, perusahaan agribisnis ayam ras harus memiliki kemampuan merespons perubahan pasar yang cepat dan efisien
(efficient consumer response), Salah satu karakteristik ekonomi moderen adalah perubahan pasar yang terus menerus baik akibat perubahan preferensi konsumen maupun perubahan teknologi. Makin meningkatnya tingkat pendidikan/pengetahuan, pendapatan dan intensitas interaksi lintas budaya dari masyarakat (konsumen) makin mempercepat perubahan preferensi konsumen terhadap suatu produk. Dipihak lain dengan makin cepatnya perubahan teknologi telah mempermudah menghasilkan substitusi suatu produk. Kedua hal ini ditunjukkan oleh siklus
suatu produk {product life cycle) yang makin pendek. Untuk
menghadapi perubahan pasar yang demikian cepat, perusahaan agribinis harus memiliki kemampuan merespon perubahan
secara cepat dan efisien agar dapat tetap survive. Bahkan banyak
fakta menunjukkan bahwa suatu perusahaan agribisnis pangan yang mampu bertumbuh adalah perusahaan yang bukan saja mampu merespon perubahan tapi juga mampu memimpin atau membuat perubahan.
Kedua kemampuan tersebut yakni consumer value perception
(CVP) dan efficient consumer response (ECR) haruslah built-in
dalam perusahaan agribisnis ayam ras. Mengingat karakteristik agribisnis ayam ras yang pada dasarnya adalah industri biologis
dimana ketergantungan (bukan sekadar keterkaitan) hulu-hilir yang sangat tinggi, maka perusahaan agribisnis ayam ras yang
menjamin CVP dan ECR built-in, memerlukan kelengkapan
mata rantai hulu-hilir dan dikelola secara terintegrasi vertikal.
Maksudnya adalah sub-sistem agribisnis hulu ayam ras
(up-stream agribusiness) yakni produksi bahan baku pakan, industri
pakan, industri pembibitan mulai dari pure line sampai ke final
stock, industri farmasi ternak ; sub-sistem budidaya (on-farm agribusiness) dan sub-sistem agribisnis hilir ayam ras (dozvn-stream agribusiness) yakni industri pemotongan ayam, industri
pengolahan daging ayam, sampai pada food service industry dan
perdagangan produk akhir, haruslah berada pada satu kontrol manajemen.
Suatu agribisnis ayam ras yang tersekat-sekat dimana terjadi pemisahan manajemen antar sub-sistem, akan menimbulkan apa yang disebut dengan masalah transmisi (pass through problem)
dan masalah margin ganda (double margina liza tiori).
Masalah transmisi yang dimaksud adalah transmisi perubahan pasar yang asimetris dan tidak sempurna. Bila terjadi kenaikan harga produk akhir, ditransmisikan secara lambat dan tidak sempurna dari perusahaan yang berada pada sub-sistem agribisnis hilir kepada sub-sistem agribisnis yang lebih hulu. Sebaliknya bila harga produk akhir turun, biasanya perusahaan yang berada pada sub-sistem agribisnis hilir dengan cepat dan sempurna ditransmisikan ke sub-sistem agribisnis yang lebih hulu. Bahkan bila terjadi perubahan preferensi konsumen, perusahaan yang menguasai sub-sistem agribisnis hilir cenderung menahan informasi pasar tersebut untuk memperkuat kekuatan monopoli, sehingga agribisnis ayam ras secara keseluruhan tidak mampu merespon perubahan tersebut. Sedangkan masalah margin ganda dalam agribisnis ayam ras yang tersekat-sekat
adalah metalui praktek margin trading pada setiap pasar produk
antara dari hulu sampai ke hilir. Masalah margin ganda makin besar, bila agribisnis ayam ras makin tersekat-sekat dan bila terdapat kekuatan monopolistik danmonopsonistik pada pasar
produk antara. Margin ganda ini melalui mekanisme profit maximization hehainour pada setiap tahapan proses produksi mulai dari hulu sampai ke hilir, akan berakibat pada tingginya biaya produksi rata-rata produk akhir dan dengan kuantitas yang lebih rendah.
Adanya masalah transmisi dan margin ganda pada agribsinis yang tersekat-sekat, akan melumpuhkan kemampuan CVP dan ECR dari agribisnis ayam ras, sehingga tidak sesuai dengan upaya membangun daya saing agribisnis ayam ras.
Berbeda dengan agribisnis yang tersekat-sekat, pada agribisnis ayam ras yang dikelola terintegrasi vertikal masalah transmisi dan margin ganda sangat minimal sehingga kondusif untuk membangun dan membaharui kemampuan bersaing.
Pengelolaan agribisnis ayam ras yang tergintegrasi vertikal tidak selalu berarti bahwa seluruh mata rantai agribisnis ayam ras mulai dari hulu sampai ke hilir dimiliki satu perusahaan, Pada kenyataannya, perusahaan agribisnis lebih cenderung memiliki pengembangan jaringan bisnis dengan pola usaha
patungan (joint venture) untuk meminimumkan resiko sekaligus
memaksimumkan hibridisasi manajemen/teknologi dan mempermudah/ memperluas pasar.
Dukungan Team Work dan R & D
Pengelolaan agribisnis ayam ras yang terintegrasi secara vertikal belum serta merta akan menjamin agribisnis ayam ras memiliki daya saing, Pengelolaan integrasi vertikal perlu
didukung oleh team work yang harmonis dari sumberdaya
manusia (SDM) yang terlibat mulai dari hulu sampai ke hilir. Pengalaman perusahaan agribisnis di U.S.A dan Kanada (Koontz
et.al 1995) mengungkapkan bahwa salah satu sumber inefisiensi
perusahaan agribisnis adalah ketidak harmonisan team work
Membangun suatu team work yang harmonis pada suatu perusahaan agribisnis tidaklah mudah. Keragaman latar belakang (etnis, pendidikan, pengalaman) SDM memerlukan waktu dan
upaya pembinaan untuk membangun suatu team work yang
harmonis. Penyelenggaraan on-job training yang umumnya
dilakukan oleh perusahaan agribisnis ternyata tidak cukup untuk
membangun suatu team work yang harmonis.Untuk membangun
suatu team work yang harmonis, selain on-job training, diperlukan
pembinaan wawasan secara cros-job secara terus menerus (Koontz
et at 1995; Hill etal 1996), Wawasan cross-job yang dimaksud adalah meningkatkan pemahaman keterkaitan suatu pekerjaan dengan pekerjaan yang lain dalam suatu perusahaan (cross-job behaviour), pemahaman tentang perusahaan yang bersangkutan
secara keseluruhan (rnicro-beJwzriour), kaitan perilaku-perilaku
perekonomian makro dengan perusahaan (macro-behaviour)
dan kaitan perilaku ekonomi global dengan perusahaan (global
behaviour), melalui program pengembangan SDM yang bersifat
cross-job training.
Selain dukungan team work SDM yang harmonis, dukungan
research and development (R & D) sangat penting. Kenyataan
menunjukkan bahwa perusahaan agribisnis yang mampu survive
adalah perusahaan yang didukung oleh R “& D yang kuat atau
perusahaan yang digerakkan oleh inovasi (inovation-driven). Hal
ini dapat dipahami mengingat peranan R & D dimana selain
meningkatkan adaptability perusahaan juga memperbesar nilai
tambah produk yang dihasilkan.
Dalam perusahaan agribisnis ayam ras, paling sedikit terdapat tiga ranah R & D yang harus dimiliki perusahaan agribisnis ayam ras.
Pertama, R & D dibidang teknologi pakan, Komponen Maya terbesar dalam agribisnis ayam ras adalah pakan. Oleh karena itu siapa yang menguasai atau mampu menghasilkan pakan yang paling murah dialah yang menguasai ayam ras.
Sasaran R & D pakan diutamakan untuk dua hal pokok yakni membag basis industri pakan yang kuat di dalam negeri dan memperluas fleksibilitas formula ransum, Selama ini agribisnis ayam ras kita sangat tergantung pad a bahan baku impor sehingga perubahan ekonomi eksternal seperti kurs langsung mengguncang agribisnis ayam ras Indonesia. Selain tergantung pada impor, juga sangat tergantung pada bahan baku tertentu seperti jagung dan kedelai sehingga sangat tergantung pada pasar jagung dan kedelaL Pada hal Indonesia memiliki keragaman bahan pakan yang mampu mensubstitusi jagung dan kedele hingga taraf tertentu. Oleh karena itu perusahaan agribisnis ayam ras perlu mengembangkan basis bahan baku pakan di dalam negeri dan mengembangkan fleksibilitas formula ransum sedemikian rupa, sehingga bila harga jagung dan kedele naik dapat disubsidi oleh bahan baku pakan lain.
Kedua, R & D dibidang industri pembibitan ayam ras merupakan cetak biru (blue print) utama dari agribisnis ayam ras. Oleh karena itu industri pembibitan ayam ini merupakan mata rantai penting dalam menentukan CVP dan ECR agribisnis ayam ras. Selama ini agribisnis ayam ras kita sangat tergantung
pada impor. Meskipun industri parent stock telah berkembang di
Indonesia, namun bibit grand parent stock masih diimpor.
Untuk membangun industri pembibitan ayam ras di Indonesia ke depan, periu digiatkan R & D secara terencana, sehingga Indonesia memiliki strain baru ayam ras. Kemampuan hali-ahli genetik dan penguasaan tehnologi rekombinasi DNA yang dimiliki oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian Iebih dari cukup untuk mengembangkan R & D pembibitan. Kita berharap Indonesia dapat menghasilkan strain baru ayam yang merupakan kombinasi keunggulan ayam ras dengan keunggulan ayam buras yakni aroma dan cita rasa daging ayam buras.
Ketiga, R & D dibidang pemasaran, Indonesia memiliki keaneka ragaman sosial budaya yang tentunya juga menampilkan keragaman dalam preferensi terhadap produk akhir ayam
ras. Demikian juga bila agribisnis ayam ras memasuki pasar internasional. Pemahaman keragaman preferensi masyarakat internasional terhadap produk akhir ayam ras periu dipahami
dan dijadikan value dalam agribisnis ayam ras mulai dari hulu
ke hilir.
Keragaman preferensi konsumen tersebut periu digali untuk
dijadikan value melalui suatu kegiatan R & D yang terencana.
Selain itu R & D untuk menggali dan memodernisasi budaya pangan berbasis ayam yang cukup kaya dan beragam pada setiap etnis di Indonesia periu dilakukan. Pengalaman panjang KFC
yang semula merupakan local food namun berhasil menjadi
internasional food dewasa ini, dapat dijadikan pelajaran untuk
mengangkat local food berbasis daging ayam Indonesia.
Untuk membangun suatu R & D yang tanggung jelas memerlukan investasi yang cukup besar. Oleh karena itu
perusahaan agribisnis periu mengembangkan jaringan
(net-working) dalam R & D dengan Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian. Dengan demikian perusahaan agribisnis ayam ras tidak periu mengeluarkan biaya yang terlalu besar.