• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk Lahan Vulkanik Pada Daerah Gunung Bromo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bentuk Lahan Vulkanik Pada Daerah Gunung Bromo"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Maksud

1.1.1 Mengetahui deliniasi bentuk lahan vulkanik pada peta kontur 1.1.2 Mengenal klasifikasi kelerengan berdasaarkan Tabel Van Zuidam

(1983)

1.1.3 Membahas perhitungan morfometri dalam menentukan klasifikasi relief menurut tabel klasifikasi Van Zuidam.

1.2. Tujuan

1.2.1 Untuk melatih praktikan mendeliniasi suatu peta kontur dengan baik berdasarkan renggang atau rapatnya suatu kontur.

1.2.2 Mengenalkan praktikan pada klasifikasi kelerengan dalam peta kontur berdasarkan tabel Van Zuidam(1983).

1.2.3 Melatih kemampuan praktikan dalam mengklasifikasi suatu daerah dalam peta kontur berdasarkan atas perhitungan morfometrinya. 1.3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

1.3.1 Hari , tanggal : Kamis, 16 Maret 2017 1.3.2 Pukul : 18.30 wib – selesai.

1.3.3 Tempat : Ruang 202 lantai II, Gedung Pertamina Sukowati.

BAB II

GEOLOGI REGIONAL

. Gunung Bromo terletak di teritorial 4 kabuten, Probolinggo, Malang, Pasuruan dan Lumajang. Nama Gunung Bromo diambil dari bahasa Sansekerta yaitu Brahma (salah seorang Dewa Utama Hindu).Obyek Wisata Gunung Bromo

(2)

letak geografisnya tepat di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Provinsi Jawa Timur, yaitu adalah salah satu di antara obyek wisata paling favorit didunia. Wisata Gunung Bromo, selain memiliki keunikan pesona alam yang indah dan mengagumkan berupa lautan pasir Bromo, asap putih yang keluar dari kawah Bromo, padang rumput savannah yang menghampar hijau, di Gunung Bromo juga terkandung budaya luhur dari Suku Tengger yang bermukim di kawasan sekitar Gunung Bromo.

Gunung Bromo mempunyai ketinggian 2.392 meter di atas permukaan laut, Gunung Bromo juga mempunyai sebuah kawah dengan garis tengah ± 800 meter (utara-selatan) dan ± 600 meter (timur-barat). Sedangkan daerah bahayanya berupa lingkaran dengan jari-jari 4 km dari pusat kawah Bromo

Bentuk tubuh Gunung Bromo bertautan antara lembah dan ngarai dengan kaldera atau lautan pasir seluas sekitar 10 kilometer persegi. Gunung Bromo berada dalam empat wilayah, yakni Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Kabupaten Malang.

Selama abad ke-20, gunung yang terkenal sebagai tempat wisata itu meletus sebanyak tiga kali, dengan interval waktu yang teratur, yaitu 30 tahun. Letusan terbesar terjadi pada 1974, sedangkan letusan terakhir yang masih dalam status awas sampai sekarang terjadi pada tahun 2010 ini.

Sejarah letusan Bromo terjadi pada 2010, 2004, 2001, 1995, 1984, 1983, 1980, 1972, 1956, 1955, 1950, 1948, 1040, 1939, 1935, 1930, 1929, 1928, 1922, 1921, 1915, 1916, 1910, 1909, 1907, 1908, 1907, 1906, 1907, 1896, 1893, 1890, 1888, 1886, 1887, 1886, 1885, 1886, 1885, 1877, 1867, 1868, 1866, 1865, 1865, 1860, 1859, 1858, 1858, 1857, 1856, 1844, 1843, 1843, 1835, 1830, 1830, 1829, 1825, 1822, 1823, 1820, 1815, 1804, 1775, dan 1767.

Bromo merupakan salah satu gunung berapi strato tipe A dan terletak di dalam Kaldera Tengger. Ini merupakan gunung berapi termuda dalam jajaran di kaldera Tengger, seperti Gunung Widodaren, Kursi, Segorowedi, dan Batok. Kaldera Tengger sendiri berukuran 9 x 10 kilometer, dikelilingi oleh tebing curam dengan ketinggian 50 sampai 500 meter. Jajaran gunung di dalam kaldera dikelilingi oleh batuan vulkanik gunung Tengger Purba. Lantai kaldera bagian utara tersusun oleh batuan pasir sementara bagian timur dan selatan kaldera didominasi oleh rerumputan.

Batuan vulkanik yang menyusun dasar kaldera Bromo –Tengger (pada lautan pasir) terdiri dari : pasir vulkanik yang berukuran butir pasir kasar – kerikil, bom vulkanik, dan juga batu apung. Komposisi pasir vulkanik dalam kaldera

(3)

sebagian besar terdiri dari : plagioklas, hornblende, piroksen, magnetit, dan sebagian kecil zirkon dan kyanit.

Gambar 2.1 Batuan yang ditemukan di gunung bromo

2.1 Geomorfologi

Secara regional, Jawa Timur dibagi menjadi beberapa zona fisiografis. Komplek Tengger terletak di Sub-zona Solo, bagian dari Zona Depresi Jawa Timur. Subzona Solo terbentuk oleh barisan gunung api berumur kuarter, mulai dari Plestosen hingga Holosen. Diantara gunung api-gunung api tersebut didapatkan dataran-dataran yang disebut dataran intramontana. Gunung api-gunung api yang dijumpai di sub-zona ini membentuk kelurusan api-gunung api dari barat berturut-turut Lawu, Wilis, Kelud, Arjuno-Welirang, Argopuro, Bromo-Tengger, Semeru, Ijen, dan Raung. Gunung api Bromo-Tengger kearah utara – selatan membentuk kelurusanTengger–Semeru Kompleks. Bromo- Tengger dapat di kelompokkan menjadi beberapa satuan geomorfologi yaitu :

Satuan geomorfologi lereng gunung api terdendusi. Terdendusi menempati tubuh kompleks Tengger. Dibangun oleh material lava dan piroklastika hasil erupsi vulkan – vulkan Tengger. Sudut lereng satuan ini berkisar antara 250 – 600 derajad, dalam bentuk lembah – lembah berpola radier dan igir – igir sisa kaldera Tengger tua. Yang temasuk dalam satuan geomorfologi ini misalnya bukit – bukit Argawulan, Ider – Ider, Pandak Lembu, Jantur, Gentong, dan Penanjakkan. Bromo – Tengger merupakan kompleks gunung api dengan morfologi sangat bervariasi, pada bagian puncak terdapat kaldera cukup luas dengan bentuk menyerupai belah ketupat dengan ukuran diagonal terpanjang sekitar 10 km. Dari dasar kaldera kira – kira terdapat tujuh pusat erupsi, dengan kelurusan menyilang barat – timur dan timur laut – barat daya, masing – masing erupsi tersebut antara lain : Widodaren, Watanggan, Kursi, Segarawedi Lor dan Segarawedi Kidul, Batok dan Bromo.

(4)

Satuan geomorfologi sisa kerucut gunung api. Menempati bagian puncak kompleks Bromo – Tengger. Satuan ini merupakan sisa erosi dan denudasi kerucut gunung api yang tersusun oleh lava, endapan piroklastika dan endapan lahar. Pada satuan ini berkembang pola pengaliran semi radier dengan lembah lembah lurus dan relative landai dengan bentuk huruf “V”. Termasuk dalam satuan ini antara lain tubuh bukit Widodaren – Watangan, Kursi, Segarawedi, Cemara, dan Wonotoro.

Morfologi kaldera Bromo Tengger, secara umum berada pada ketinggian 750 – 2.581m dpl dengan luas 5.250 ha. Dalam kaldera Bromo Tengger yang berdiameter 8000 m (utara – selatan) dan 10.000 m (barat – timur) tersebut, muncul kerucut vulkanik dari Gunung Bromo (2.392 m dpl), Gunung Batok (2.440 m dpl), Gunung Widodaren (2.614 m dpl), Gunung Watangan (2.601 m dpl) dan Gunung Kursi (2.581 m dpl). Dinding kaldera yang mengelilingi lautan pasir sangat terjal dan kemiringan lereng 60 – 800 dan tingginya berkisar 120 – 130 m dari dasar kaldera Tengger. Pada kawah Bromo (yang aktif) nampak kurang berkembang endapan belereng, namun demikian asap yang keluar dari kawah aktif tersebut mengandung gas sulfur dengan konsentrasi relatif tinggi (asap tersebut nampak sangat pekat dan sangat menyengat). Kenampakan pada tepian kawah Bromo, menunjukkan endapan warna kuning dari endapan gas sulfur secara tidak merata.

Pada dasar kaldera bagian timur laut, setempat dijumpai basalt vesikuler yang berujud bom-bom vulkanik. Sementara pada dinding luar dari kerucut vulkanik Bromo (yang aktif) dan Gunung Batok, dijumpai batuan piroklastik, dan endapan abu gunungapi. Pada dinding kaldera Tengger, yang dijumpai pada jalur Cemoro lawang maupun jalur Penanjakan, sangat didominasi oleh endapan freatomagmatik, fragmen lava andesit basaltik, selang-seling piroklastik jatuhan dan piroklastik aliran, juga sisipan endapan abu vulkanik. Endapan piroklastik di jalur Penanjakan maupun jalur Cemorolawang ini, menunjukkan fragmen tersusun oleh klastika dari bom-bom vulkanik, lapili, dengan matrik yang sangat pekat dari pasir-pasir vulkanik yang relatif berukuran butir kasar, dan bentuk butir runcing – agak runcing.

Gunung Bromo merupakan Tipe letusan Vulkano dengan jenis lava cair kental. Tekanan gas sedang hingga tinggi, kedalaman dapur magma dangkal sampai dalam. Letusannya terdiri atas hembusan gas magmatik disertai bom, lapili dan abu, vukanik letusan berbebtuk awan. Bunga kol leleran lava dari lubang kepundan.

(5)

Gambar 2.2 Kenampakan kawah Bromo, pada tepian mulut kawahnya nampak endapan tipis gas sulfur.

Menurut Zaennudin (1990), endapan vulkanik di sekitar kaldera Bromo Tengger yang terdiri dari stratifikasi dari aliran lava andesit, endapan freatomagmatik, lava basalt andesit berselang-seling dengan endapan piroklastik jatuhan maupun piroklastik aliran, telah terbentuk pada 2 kali periode letusan yaitu 130.000 – 144.000 tahun yang lalu pada kelompok endapan vulkanik bagian bawah dan 33.000 – 100.000 tahun yang lalu pada kelompok endapan vulkanik bagian atas. Susunan vertikal endapan vulkanik di kaldera Bromo Tengger tersebut merupakan fenomena kegunungapian yang sangat menarik, eksotik, dan spesifik pada suatu tipe gunungapi yang membentuk kerucut silinder dalam kaldera. Susunan vertikal endapan vulkanik Tengger tersebut nampak berupa lapisan pasir endapan freatomagmatik dan juga endapan piroklastik dari letusan Gunung Tengger Tua. Hubungan tipe berbagai endapan letusan Gunung Tengger Tua tersebut berada di sepanjang jalur wisata yang selama ini sudah berkembang antara dasar kaldera Tengger hingga ke Penanjakan. Jalan tersebut sering dilewati wisatawan yang melakukan perjalanan dengan kendaraan jeep.

(6)

Gunung Bromo adalah bentuk lahan vulkanis, pada bagian tebingnya yang melingkar mengelilingi gunung-gunung pola alirannya adalah radial sentripetal yaitu dari banyak titik menuju satu titik yang lebih rendah. Pada gunung-gunungnya seperti gunung bromo dan gunung batok pola alirannya adalah radial sentrifugal yaitu dari satu titik yang lebih tinggi mengalir ke banyak titik yang lebih rendah.

Dari hasil pengendapan materialnya dapat diketahui bahwa letusan bromo memang terjadi berkali-kali. Dibuktikan dengan adanya sortasi pasir yang tidak teratur.

Gambar 2.4 Lokasi pengendapan terlihat jelas

2.2 Hidrologi

Di kaki gunung bromo terdapat sungai yang hanya terisi air ketika mendapat debit ait yang cukup untuk dialirkan, fungsinya selain itu adalah untuk menampung lava ketika terjadi letusan gunung bromo.

Gambar 2.5 Lokasi sungai musiman sekaligus tempat aliran lava

Seperti kebanyakan daerah vulkanik, wilayah Desa Ngadisari yang berdekatan dengan Gunung Bromo memiliki tatanan air yang radikal, sehingga

(7)

pada musim kemarau, persediaan air hampir tidak tersedia atau bahkan benar-benar kering. Hal ini dikarenakan air telah menggenangi semua permukaan tanah selama musim hujan menghilang dengan cepat dengan menembus lapisan bawah tanah. Persediaan air dalam tanah hanya di dapat dari air hujan, yang juga mengalir di antara gunung-gunung batu. Meskipun pada musim hujan, sungai di daerah batu vulkanik penuh, tapi begitu musim kemarau tiba, semuanya akan mengering.

Sumber air dari Desa Ngadisari adalah dari sungai dan kanal. Terdapat lebih dari 50 sungai dan 4 danau di dalam kawasan Taman Nasional Bromo-Tengger_Semeru (TN-BTS). Danau-danau tersebut diantaranya adalah Ranu Darungan, Ranu Pane, Ranu Regulo dan Ranu Kumbolo. Dalam hal ini menunjukkan bahwa TN-BTS memiliki peran yang sangat penting bagi daerah sekitarnya. Keberadaan mata air TN-BTS dapat memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat di desa-desa, dapat memenuhi kebutuhan air untuk pertanian dan menghasilkan energi / tenaga listrik.

2.3 Iklim / Cuaca

Gunung Bromo termasuk ke dalam daerah yang beriklim tropis seperti di daerah Tengger dan daerah-daerah yang ada di Indonesia, dengan curah hujan 2000 m/tahun dan suhu rata-rata harian 10°C-20°C. Iklim di situ memiliki kondisi yang berbeda antara musim penghujan dengan musim kemarau. Pada musim penghujan yang terdapat antara bulan Nopember sampai dengan bulan Maret , terjadi kelembapan udara rata-rata 80 % sehingga terasa sangat dingin, Suhu udara berubah-ubah, tergantung ketinggian, antara 3° – 18° Celsius. Sebaliknya pada musim kemarau yang terjadi antara bulan April sampai bulan Oktober cuaca agak bersih dari kabut, tetapi keadaan sering diganggu oleh debu yang bertebaran karena ditiup angin kencang. Pada musim ini biasanya pada malam hari temperatur terasa lebih dingin dibandingkan musim hujan. Mengenai kabut ini bisa berubah setiap saat, siang hari pun dapat terjadi kabut yang tebal dan suasana seperti malam hari.

Curah hujan berkembang didaerah tipe iklim Afa, Cfa dan Cw (Koppen), tipe hujan A, B, C (Schmidt dan Ferguson) dengan curah hujan tinggi antara 2500-7000 mm/tahun tanpa atau sampai dua bulan kering.

2.4 Penggunaan Lahan

Tanahnya berupa campuran tanah liat dan tanah padas yang termasuk jenis andosol. Terdapat di lereng-lereng gunung api. Tekstur batuan geluh berdebu. Struktur remah kelapisan bawah agak gumpal.Warna agak coklat kekelabuan hingga hitam. Bahan induknya abu atautuff vulkan. Konsistensi

(8)

gembur dan bersifat licin berminyak (smeary), kadang-kadang berpadas lunak, agak asam, kejenuhan basa tinggi dan daya absorpsi sedang, kelembabannyapun tinggi. Porositas tanah sedang sampai tinggi. Permeabilitas sedang dan peka terhadap erosi.. Kandunganbahan organik horison A adalah tinggi antara 10-30%. Solum agak tebal(1-2 m). Reaksi tanah masam sampai netral (pH 5,0-7,0). Keadaan tanah jenis tanah dan suhu udara sangat menentukan keberadaan jenis tumbuhan yang dapat tumbuh subur secara alami. Tumbuh-tumbuhan yang hidup didaerah ini sangat beragam, mulai dari tanaman keras dan besar sampai ke tanaman lunak dan tergolong kecil. Tanaman keras, seperti akasia, cemara gunung, sedangkan tanaman lunak termasuk jenis sayuran seperti kentang, kubis, wortel, jagung, ubi ketela, bawang putih, bawang prei, sawi dan tomat.

2.5 Potensi Bencana

Potensi bencana pastinya adalah letusan gunung bromo karena gunung bromo adalah gunung aktif, selain itu bau belerang yang sangat menyengat di sekitar kawah berdampak pada pernafasan pengunjung.

Potensi bencana longsor di area gunung bromo sangat mungkin terjadi karena material utama gunung bromo adalah pasir, apalagi banyak aktivitas manusia di atasnya yang memungkinkan terjadi erosi.

(9)

BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat :

a. Alat tulis lengkap b. Penggaris

c. Pensil Warna d. Kalkulator

(10)

3.2.2 Bahan

a. Dua buah Kalkir ukuran A3

b. Peta Topografi regional Gunung Bromo c. Milimeter block A3

d. Kertas HVS 3.2 Diagram Alir

MULAI

SIAPKAN PERALATAN DAN BAHAN

DELINEASI KONTUR PADA MEDIA KALKIR

BERI KETERANGAN WARNA MERAH PADA KONTUR RAPAT DAN MERAH

MUDA PADA KONTUR RENGGANG DELINEASI SUNGAI DAN JALAN PADA

MEDIA KALKIR

BERI KETERANGAN WARNA MERAH UNTUK JALAN, BIRU TUA UNTUK

SUNGAI BESAR DAN BIRU MUDA UNTUK SUNGAI KECIL HITUNG DAN KLASIFIKASIKAN

MORFOMETRINYA

BUAT PROFIL SAYATAN EKSAGRASI

(11)

BAB IV

PERHITUNGAN MORFOMETRI

Skala pada peta adalah 1: 50000. Artinya Peta memiliki perbedaan jarak pada setiap kontur. Jarak ini disebut indeks kontur yang dapat dihitung dengan rumus:

IK= 1

2000x50000=25

Diambil 5 hasil pengukuran dari tiap jenis kontur. Setelah itu ditentukan berapa panjang sebenarnya dari n cm di lapangan dengan rumus

(12)

d=n x skala Peta

Setelah itu dapat ditentukan berapa persentase kemiringan lereng pada peta, dengan rumus:

Persentase Kemiringan( )=Δh(5x IK) d x100

Jenis morfometrinya dapat ditentukan dengan mencocokkan hasil perhitungan dengan Klasifikasi Morfometri van Zuidam yang disertai dengan perbedaan ketinggian pada tiap kontur.

4.1Perhitungan Nilai Rapat

IK= 20001 ×50000=25

. ∆ H=5× IK=5×25=125 5 nilai kontur rapat

a= 0,2 c= 0,3 e= 0,3 b= 0,2 d= 0,2  da = 0,2 . 50000= 10000 cm = 100 m. %lereng a ¿125100×100=125  db = 0,2 . 50000= 10000 cm = 100 m. %lereng b ¿125100×100=125  dc = 0,3 . 50000= 15000 cm = 150 m.

(13)

%lereng c ¿125150×100=83,3  dd = 0,2 . 50000= 10000 cm = 100 m. %lereng d ¿125100×100=125  de = 0,3 . 50000= 15000 cm = 150 m. %lereng e ¿125150×100=83,3 % Lereng rata-rata ¿125+125+83,35 +125+83,3=108,33

Beda ketinggian terbesar pada kontur rapat = 2575-1150 = 1425 m

Berdasarkan atas nilai %lereng dan beda tingginya maka dapat disimpulkan penamaan klasifikasi reliefnya pada kontur rapat menurut Tabel Klasifkasi Morfometri Van Zuidam (1983) ialah pegunungan terjal hingga pegunungan curaam.

Tabel 4.1 Klasifikasi Morfometri van Zuidam (1983) Klasifikasi Relief Persentase lereng (%) Beda Tinggi (m)

Datar/Hampir datar 0-2 < 5

Bergelombang landai 3-7 5-25

Bergelombang miring 8-13 50-75

Berbukt Bergelombang 14-20 75-200

Berbukit terjal 21-55 200-500

Pegunungan sangat terjal 56-140 500-1000

Pegunungan Curam >140 >1000

(14)

IK= 20001 ×50000=¿ 25 . ∆ H=5× IK=5×25=100 5 nilai kontur renggang

f=0,7 i=1 g=1,7 j=1,1 h=1,1  df = 0,7 . 50000= 35000 cm = 350 m. %lereng f ¿125350×100=35,7  dg = 1,7 . 50000= 85000 cm = 850 m. %lereng g ¿125850×100=14,7  dh = 1,1 . 50000= 55000 cm = 550 m. %lereng h ¿125550×100=22,7  di = 1 . 50000= 50000 cm = 500 m. %lereng i ¿125500×100=25  dj = 1,1 . 50000= 30000 cm = 300 m. %lereng j ¿62,5300 ×100=22,7

(15)

% Lereng rata-rata ¿35,7+14,7+22,75 +25+22,7 =24,16

Beda ketinggian terbesar pd kontur renggang = 2300 m – 1500 = 800 m Berdasarkan atas nilai %lereng dan beda tingginya maka dapat disimpulkan penamaan klasifikasi reliefnya pada Tabel Klasifkasi Morfometri Van Zuidam (1983) ialah berbukit terjal hingga pegunungan terjal.

Tabel 4.2 Klasifikasi Morfometri van Zuidam (1983) Klasifikasi Relief Persentase lereng (%) Beda Tinggi (m)

Datar/Hampir datar 0-2 < 5

Bergelombang landai 3-7 5-25

Bergelombang miring 8-13 50-75

Berbukt Bergelombang 14-20 75-200

Berbukit terjal 21-55 200-500

Pegunungan sangat terjal 56-140 500-1000

Pegunungan Curam >140 >1000

BAB V

PEMBAHASAN

(16)

Praktikum Geomorfologi dan Geologi Foto acara. Bentuklahan Vulkanik yang berlangsung di ruangan GS 202 Gedung Pertamina Sukowati dilaksanakan pada hari Kamis,16 Maret 2017. Pada praktikum ini praktikan diberi materi mengenai bentuk lahan Vulkanik. Selain itu para praktikan juga diajari cara melihat indeks stuktur pada peta kontur yang telah disediakan. Berdasarkan atas materi yang telah diberikan para praktikan kemudian belajar untuk membuat deliniasi kontur rapat dan renggang dan mendeliniasi jalan serta sungai dengan warna yang berbeda. Setelah itu praktikan diajarkan cara menghitung morfometri dan beda tinggi pada setiap kontur renggang dan rapat berdasarkan atas rumus yang telah tersedia. Hasil dari perhitungan tersebut menjadi acuan untuk mengenali jenis lereng berdasarkan atas Klasifikasi Morfometri van Zuidam. Dan yang terakhir para praktikan diminta untuk membuat profil sayatan normal maupun eksagerasi dari Peta Topografi daerah Karangsambung, Kabupaten Kebumen.

5.1 Satuan Kontur Rapat

Kontur Rapar

Gambar 5.1 Kontur Rapat Pada Peta Topografi Daerah Gunung Bromo

Pada peta topogrtafi daerah G. Bromo ini ditemukan dua jenis satuan kontur, yakni rapat dan renggang. Suatu kontur dikatakan rapat jika memiliki perbedaan ketinggian yang cukup tegas pada peta. Pada kenampakan sebenarnya di lapangan, kontur ini menggambarkan kenampakan lereng yang curam pada suatu bukit. Kontur rapat pada peta memiliki jarak kurang dari 0,5 cm. Kontur

(17)

rapat pada peta menandakan bahwa pada peta tersebut tingkat kecuraman yang tinggi seperti kenampakan lereng bukit yang semakin keatas semakin terjal dan tinggi. Daerah yang meliputi kontur rapat pada peta topografi daerah G.Bromo ialah pada daerah Desa Kandangan, K,Jarak, G. Pananjakan, Kabupaaten Probolinggo, Kabupaten Lumajang, Desa Sariwani hingga desa Ngadibejo, Kecamatan Senduro, K. Juranggedong hingga Gedong dan daerah sekitaran Desa Ngadas hingga K.Babes.

Pada peta Topografi daerah G.Bromo tersebut ditarik lima garis kontur rapat yang masing-masing memiliki satuan panjang dalam cm. Kelima garis itu ialah 0,2 cm, 0,2 cm, 0,3 cm, 0,2 cm dan 0,3 cm. Berdasarkan atas nilai-nilai tersebut dapat ditentukan nilai % lereng masing-masing adalah 125%,125%,83,3%,125% dan 83,3%. Dari nilai-nilai tersebut didapatlah rata-rata berupa 108,33%. Beda tinggi antar kontur dapat dicari dengan mencari selisih antar titik kontur tertinggi dengan titik kontur terendah. Berdasarkan atas cara tersebut diperoleh beda tinggi nya ialah 2575-1150 = 1425 m. Berdasarkan atas nilai % lereng dan beda tinggi nya dapat diperoleh klasifikasi relief nya berdasarkan tabel Van Zuidam adalah pegunungan sangat terjal hingga Pegunungan Curam.

Tabel 5.1 Klasifikasi Morfometri van Zuidam (1983) Klasifikasi Relief Persentase lereng (%) Beda Tinggi (m)

Datar/Hampir datar 0-2 < 5

Bergelombang landai 3-7 5-25

Bergelombang miring 8-13 50-75

Berbukt Bergelombang 14-20 75-200

Berbukit terjal 21-55 200-500

Pegunungan sangat terjal 56-140 500-1000

Pegunungan Curam >140 >1000

Pada kontur rapat dalam peta topografi ini ditemukan morfologi berupa kubah, kerucut, kubah dan parasitic cone dengan litologi batuan disekitaran kontur

(18)

rapat berupa batuan beku nonfragmental. Pada peta kontur rapat ini terdapat kenampakan sungai besar dan sungai kecil dengan pola pengaliran radial sentrifugal, yakni pola aliran sungai yang arah alirannya menyebar secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu, yang seperti pada peta melalui puncak Gunung Bromo. Pola aliran radial juga dijumpai pada bentuk-bentuk bentangalam kubah (domes).

Kontur rapat pada peta ini biasanya menandakan suatu daerah dengan ketinggian yang curam seperti lereng suatu gunung. Oleh karena itu kontur ini juga memiliki potensi positif dan negatif. Potensi positif pada kontur ini ialah daerah perkebunan dan pengamatan geologi, sedangkan potensi negatifnya ialah tanah longsor karena elevasi tingginya yang cukup terjal. Kontur rapat ini juga diinterpretasikan memiliki tata guna lahan yang berupa pertambangan seperti pertambangan batu gamping ataupun untuk mencari mata air alami.

5.2 Satuan Kontur Renggang

Kontur Renggang

Gambar 5.2 Kontur Renggang Pada Peta Topografi Daerah Gunung Brom

Suatu kontur dikatakan renggang jika memiliki perbedaan ketinggian yang tidak terlalu tegas pada peta. Pada kenampakan sebenarnya di lapangan, kontur ini menggambarkan kenampakan daerah yang datar atau landai. Kontur renggang pada peta memiliki kisaran jarak antara 1-3,5 cm. Kontur renggang pada peta menandakan bahwa pada peta tersebut datar/landai. Daerah yang meliputi kontur renggang pada peta topografi daerah Gunung Bromo ialah daerah Desa Pudoyoko, K.Ngadas, Desa Argosari, daerah Sepanjang Desa Ngadas dan daerah Punjul hingga Tambak.

(19)

Pada peta Topografi daerah Karangsambung tersebut ditarik lima garis kontur renggang yang masing-masing memiliki satuan panjang dalam cm. Kelima garis itu ialah 0,7 cm, 1,7 cm, 1,1 cm, 1 cm dan 1,1 cm.Berdasarkan atas nilai-nilai tersebut dapat ditentukan nilai-nilai % lereng masing-masing adalah 35,7%,14,7%,22,7%,25% dan 22,7%. Dari nilai-nilai tersebut didapatlah rata-rata berupa 24,16 %. Beda tinggi antar kontur dapat dicari dengan mencari selisih antar titik kontur tertinggi dengan titik kontur terendah. Berdasarkan atas cara tersebut diperoleh beda tinggi nya ialah 2300 m – 800 m = 1500 m. Berdasarkan atas nilai % lereng dan beda tinggi nya dapat diperoleh klasifikasi relief nya berdasarkan tabel Van Zuidam adalah berbukit terjal hingga pegunungan sangat terjal.

Tabel 5.2 Klasifikasi Morfometri van Zuidam (1983) Klasifikasi Relief Persentase lereng (%) Beda Tinggi (m)

Datar/Hampir datar 0-2 < 5

Bergelombang landai 3-7 5-25

Bergelombang miring 8-13 50-75

Berbukt Bergelombang 14-20 75-200

Berbukit terjal 21-55 200-500

Pegunungan sangat terjal 56-140 500-1000

Pegunungan Curam >140 >1000

Pada kontur renggang dalam peta topografi ini ditemukan morfologi berupa dataran vulkanik dengan litologi berupa batuan beku nonfragmental. Pada peta kontur renggang ini terdapat kenampakan sungai dengan pola pengaliran radial sentripetal, yakni pola Radier yang arah-arah pengalirannya memusat dari segala arah, dapat dilihat dari aliran sungai di Kabupaten Lumajang yang semakin keatas semakin memusat ke satu titik hingga daerah Kabupaten Probolinggo.

Kontur renggang pada peta ini biasanya menandakan suatu daerah dengan ketinggian yang landai dan datar. Oleh karena itu kontur ini juga memiliki potensi positif dan negatif. Potensi positif pada kontur ini ialah lahan perumahan warga dan pertanian, karena kualitas tanah yang subur akibat factor dari aliran lahar ketikaa Gunung api meletus, sedangkan potensi negatifnya dapat menjadi daerah

(20)

yang waspada ketika akan terjadi letusan gunung api dan dapat terkena debu hasil erupsi gunung api yang aktif. Kontur rapat ini juga diinterpretasikan memiliki tata guna lahan yang berupa geowisata dan daerah pertanian.

5.3 Korelasi Satuan Kontur Rapat dan Satuan Kontur Renggang

Pada peta topografi yang digunakan ini terdiri atas 2 satuan kontur yang berbeda-beda dimana antara satuan kontur rapat dan satuan kontur renggang. Satuan kontur rapat pada peta topografi daerah Gunung Bromo ini dilihat berdasarkan morfologi dan perhitungan morfometrinya ialah pegunungan sangat terjal hingga pegunungan curam berdasarkan tabel klasifikasi Van Zuidam (1983). Untuk satuan kontur renggang berdasarkan kenampakan morfologi dan perhitungan morfometrinya yang diklasifikasikan ke dalam klasifikasi Van zuidam(1983) disimpulkan merupakan daerah dengan morfologi berbukit terjal sampai pegunungan terjal. Sehingga dapat diinterpretasikan bahwa satuan kontur rapat merupakan daerah yang menggambarkan puncak gunung Bromo dan satuan kontur renggang menggambarkan kelanjutannya atau atau dapat dijadikan sebagai kaki gunung Bromo. Daerah ini umumnya dipengaruhi oleh kegiatan vulkanisme yang dikontrol oleh magma yang ada dalam permukaan bumi sehingga material yang dihasilkan berupa batuan beku andesit,dan material proklastik sebagai hasil letusan beberapa tahun tahun yang dulu.

Pada satuan kontur rapat dan renggang ini dialiri oleh air permukaan yang mengalir dan menyebar ke seluruh daerah baik pada kontur rapat maupun pada kontur renggang dimana pola pengaliran sungainya ialah pola pengaliran dengan arah-arah pengalirannya menyebar ke segala arah dari suatu pusat atau dapat diinterpretasikan sebagai pola pengaliran radial. Dimana pusatnya berada pada Gunung Bromo, Kabupaten Probolinggo.

Umunya pada satuan kontur rapat dijadikan sebagai perkebunan dan pada satuan kontur renggang dijadikan sebagai lahan perumahan warga. Selain itu banyak objek-objek wisata yang dapat digunakan sebagai objek wisata untuk warga setempat, seperti tempat untuk berkemah dan mendaki puncak gunung Bromo.

(21)

5.4 Profil Sayatan A-B B

A

Gambar 5.3 Sayatan A-B Pada Peta Topografi Daerah Gunung Bromo

Sayatan pada peta dibuat dengan ukuran panjang 25 cm dengan menggunakan penggaris. Sayatan yang dibuat ialah sayatan eksagrasi. Dimana perbedaan nya hanya terletak pada skala vertikalnya. Jika pada sayatan normal skala vertikalnya memiliki nilai 1:50000 sedangkan pada sayatan eksagrasi skala vertikalnya ialah 1:25000, tetapi skala horizontal kedua sayatan ialah sama yakni 1 : 50000.

Sayatan A-B ditarik dari daerah Kabupaten Lumajang (2500 mdpl)-Kabupaten Pasuruan(1825 mdpl). Daerah yang dilewati Sayatan A-B ialah mulai dari daerah Lumajang kemudian memasuki kabupaten Probolinggo yang melewati dua gunung dengan ketinggian yang masing-masing berbeda, yakni gunung Bromo dan gunung Batok, setelah itu sayatan ini melewati daerah Pasuruan yang berakhir disekitaran daerah K. Sedaeng. Penarikan sayatan ini ditujukan untuk menggambarkan kenampakan morfologi struktural, khususnya jka diamati secara vertikal.

Diinterpretasikan dari posisi awalnya, sayatan melewati perbukitan yang terbentuk dari perlipatan menunjam. Kemudian juga melewati anakan sungai yang memiliki pola pengaliran radial yang memusat kesatu arah. Setelah itu sayatan menembus dua gunung diketinggian kurang lebih 2250 mdpl, yakni gunung

(22)

Bromo dan gunung Batok. Di akhir posisi sayatan juga dianggap membelah jajaran perbukitan yang terbentuk akibat adanya tenaga endogen .

5.5 Interpretasi dari Morfogenesa Indikasi

Awalnya Gunung Bromo purba dapat diinterpretasikan memiliki bentuk strato Karena merupakan hasil subduksi lempeng indo-australia dengan lempeng Eurasia. Dimana magma yang dihasilkan akan bersifat intermediet karena terjadi asimilasi magma asam dari lempeng benua dengan magma basa lempeng samudera. Terdapatnya dapur magma yang bersifat intermediet ini akan menghasilkan daya ledak yang cukup eksplosif dan diselingi oleh lelehan magma yang keluar dari lereng-lereng gunung api. Dapat diinterpretasikan cekungan yang luas pada fasies sentral Gunung Bromo sekarang merupakan hasil letusan yang cukup eksplosif oleh Gunung Bromo purba pada zaman dahulu seehingga ketika gunung erupsi iya turut menghacurkan badannya dan membentuk cekungan yang menyerupai kaldera sekarang ini.

Daerah berkontur rapat diinterpretasikan merupakan zona sentral hingga zona proksimal, biasanya dapat ditemukan aktivitas geothermal berupa semburan air panas dan ekshalasi berupa solfatar yang menjadi penciri bahwa daerah ini merupakan lingkungan vulkanik.

Melalui penggambaran peta topografi, gunungapi strato memiliki kontur-kontur yang rapat. Kemudian daerah vulkanik juga memiliki daerah yang mulai memiliki kontur-kontur yang agak renggang. Daerah tersebut merupakan daerah gunung yang juga dibentuk dari aktivitas magma namun karena proses destruktif berupa pelapukan, menjadikan daerah vulkanik tersebut menjadi lebih landai. Pada penggolongan fasies gunungapi, daerah berkontur renggang termasuk dalam zona proksimal. Batuan yang ditemukan pada daerah berkontur rapat didominasi oleh batuan beku dan batuan beku piroklastik, sedangkan pada daerah yang mulai berkontur renggang batuan yang menyusun daerah tersebut hanya batuan beku piroklastik

Berdasarkan atas pola pengaliran sungainya, daerah berkontur rapat menjadi hulu aliran sungai yang kemudian mengalir menuju daerah berkontur renggang, karena air mengalir dari daerah yang lebih tinggi ke daerah yang lebih

(23)

rendah, serta mulai terbentuk anak sungai di daerah berkontur renggang. Dari pengamatan jalan, pada daerah yang berkontur renggang/tidak curam, lebih banyak ditemui jalan daripada di daerah berkontur rapat, karena daerah yang landai mudah diakses penduduk dalam melakukan aktivitasnya, sedangkan pada daerah berkontur rapat yang jarang ditemui jalan, masih didominasi oleh hutan.

Gunung api Bromo ini memiliki daerah yang tinggi sebagai daerah yang diinterpretasikan sebagai daerah pusat erupsi (sentral) dimana lava keluar dan seiring dengan pembekuannya, akan terjadi proses konstruktif saat pembekuan lava membentuk batuan yang menjadi badan gunung yang memiliki bentuk kerucut, puncak kerucut merupakan pusat keluarnya lava dan leleran-leleran lava yang meluas membangun badan gunung yang lebih rendah dibandingkan daerah pusat keluarnya lava. Daerah sekitar pusat erupsi gunung yang berjenis vulkanisme letusan atau campuran biasanya curam dan bertipe gunungapi strato..

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

6.1.1. Satuan Kontur Rapat

Daerah yang meliputi kontur rapat pada peta topografi daerah G.Bromo ialah pada daerah Desa Kandangan, K,Jarak, G. Pananjakan, Kabupaaten Probolinggo, Kabupaten Lumajang, Desa Sariwani hingga desa Ngadibejo, Kecamatan Senduro, K. Juranggedong hingga Gedong dan daerah sekitaran Desa Ngadas hingga K.Babes. Berdasarkan atas nilai %lereng yakni 108,33% dan beda tingginya sebesar 1425 m, maka dapat disimpulkan penamaan klasifikasi reliefnya pada kontur rapat menurut Tabel

(24)

Klasifkasi Morfometri Van Zuidam (1983) ialah pegunungan terjal hingga pegunungan curaam.

6.1.2. Satuan Kontur Renggang

Daerah yang meliputi kontur renggang pada peta topografi daerah Gunung Bromo ialah daerah Desa Pudoyoko, K.Ngadas, Desa Argosari, daerah Sepanjang Desa Ngadas dan daerah Punjul hingga Tambak. Berdasarkan atas nilai %lereng yakni 224,16% dan beda tingginya sebesar 1500 m, maka dapat disimpulkan penamaan klasifikasi reliefnya pada kontur rapat menurut Tabel Klasifkasi Morfometri Van Zuidam (1983) ialah pegunungan terjal hingga pegunungan curam.

6.1.3 Korelasi Antar Kontur Rapat dan Kontur Renggang

. Dapat diinterpretasikan bahwa satuan kontur rapat merupakan daerah yang menggambarkan puncak gunung Bromo dan satuan kontur renggang menggambarkan kelanjutannya atau atau dapat dijadikan sebagai kaki gunung Bromo. Daerah ini umumnya dipengaruhi oleh kegiatan vulkanisme yang dikontrol oleh magma yang ada dalam permukaan bumi sehingga material yang dihasilkan berupa batuan beku andesit,dan material proklastik sebagai hasil letusan beberapat tahun tahun yang dulu

6.1.4 Profil Sayatan

Sayatan A-B ditarik dari daerah Kabupaten Lumajang (2500 mdpl)-Kabupaten Pasuruan(1825 mdpl). Daerah yang dilewati Sayatan A-B ialah mulai dari daerah Lumajang kemudian memasuki kabupaten Probolinggo yang melewati dua gunung dengan ketinggian yang masing-masing berbeda, yakni gunung Bromo dan gunung Batok, setelah itu sayatan ini melewati daerah Pasuruan yang berakhir disekitaran daerah K. Sedaeng.. Penarikan sayatan

(25)

ini ditujukan untuk menggambarkan kenampakan morfologi struktural, khususnya jka diamati secara vertical.

6.1.5 Interpretasi Dari Morfogenesa Indikasi

Gunung Bromo purba dapat diinterpretasikan memiliki bentuk strato Karena merupakan hasil subduksi lempeng indo-australia dengan lempeng Eurasia. Dimana magma yang dihasilkan akan bersifat intermediet karena terjadi asimilasi magma asam dari lempeng benua dengan magma basa lempeng samudera. Gunung Bromo sekarang merupakan hasil letusan yang cukup eksplosif oleh Gunung Bromo purba pada zaman dahulu seehingga ketika gunung erupsi iya turut menghacurkan badannya dan membentuk cekungan yang menyerupai kaldera sekarang ini.

6.2 Saran

 Praktikan diharapkan lebih memahami tentang materi bentuk lahan vulkanik sebelum memulai praktikum.

 Diharapkan praktikan mampu menggunakan waktu sebaik mungkin selama praktikum berlangsung.

 Diharapkan praktikan mempelajari tentang perhitungan morfometri sebelum memulai praktikum

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Tim Asisten. 2015. Buku Panduan Praktikum Geomorfologi dan Geologi Foto. Semarang : Universitas Diponegoro

Tim Asisten. 2016. Buku Panduan Praktikum Geomorfologi dan Geologi Foto. Semarang : Universitas Diponegoro

http://shofisblog.blogspot.co.id/2014/08/gunung-bromo.html (diakses tanggal 19 Maret 2017 jam 20.55 WIB)

http://geografi-geografi.blogspot.co.id/2012/03/pola-pengaliran-sungai.html (diakses tanggal 20 Maret 2017 jam 22.15 WIB)

(27)

Gambar

Gambar 2.1 Batuan yang ditemukan di gunung bromo
Gambar 2.2 Kenampakan kawah Bromo, pada tepian mulut kawahnya nampak endapan tipis gas sulfur.
Gambar 2.4 Lokasi pengendapan terlihat jelas
Tabel 4.1 Klasifikasi Morfometri van Zuidam (1983) Klasifikasi Relief Persentase lereng (%) Beda Tinggi (m)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dan yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang terdahulu adalah penelitian ini titik permasalahannya Peran Religiusitas dalam menanggulangi Depresi

Syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Representasi Cinta dan Kasih dalam Kumpulan

Dalam kegiatanini ZPD menjadi pertimbangan guru dalam melaksanakan pembelajaran karena memiliki beberapa keuntungan bagi siswa seperti yang dikemukakan oleh Angela Lui (2012)

Guru dapat mengembangkan skor tersebut jika ditemui kriteria penilaian lain berdasarkan bentuk perilaku peserta didik pada situasi dan kondisi yang berkembang, terkait

Dari 17 sampel tanah yang diperiksa, diperoleh 15 isolat positif Bacillus thuringiensis yaitu 4 isolat berasal dari Desa No50 Konga (sawahltanah &amp; hutanhawah

Integrasi yang dimiliki oleh sekolah dan yayasan perihal keuangan dikoordinasikan baik pencatatan atas transaksi hingga pengakuan, pengukuran, penilaian (pengukuran

Handijani, J., Supartinah, Al, dan Budiningsari, D., 2005, Hubungan Asupan Protein dan Lemak dengan Status Kesehatan Mulut Anak Usia Prasekolah di Kecamatan Jetis

Pati si Kapitan Tiyago ay magiging excomulgado kung hindi niya sisirain ang kasunduan ng kasal nina Maria Clara at Ibara.. Ni hindi na maaaring kausapin ng binata si Maria