1
BAB I
PENGANTAR GAS TURBINE GE MS-9001E
Gas turbine MODEL SERIES (MS) 9001E buatan General Electric adalah jenis poros tunggal (single shaft turbine), siklus sederhana (simple cycle), dual fuel system (sistem- bahan bakar ganda). Single shaft turbine artinya kompresor dan turbin disambung sehingga terbentuk satu poros yang didukung oleh tiga bantalan (bearing), sedangkan simple cycle adalah siklus dimana udara biasa di hisap, dikompresikan oleh kompresor, kemudian digunakan untuk udara pembakaran pada ruang bakar. Gas panas hasil pembakaran selanjutnya untuk memutar turbin. Jadi lebih sederhana bila dibandingkan dengan proses kerja dari instalasi tenaga uap. Gas turbine dapat beroperasi menggunakan dua jenis bahan bakar (dual fuel system) yaitu natural gas dan minyak, juga dapat dioperasikan dengan mode Mix (campuran gas dan minyak). Untuk bahan bakar minyak menggunakan distillate oil (solar) atau biasa disebut HSD (high speed diesel). Putaran operasi (putaran nominal) turbin sama dengan putaran generator yaitu 3000 rpm karena poros turbin dikopel langsung dengan poros generator. Kapasitas gas turbine pada kondisi Base Load adalah 107,86 MW dengan bahan bakar natural gas, dan 105,76 MW dengan bahan bakar minyak (solar). Pendingin stator dan rotor generator menggunakan gas hydrogen. Sistem kontrol gas turbine menggunakan Speedtronic Mark IV, yaitu berbasis microprocessor dan electro-hydraulic control system. Kompresor dari unit gas turbine ini adalah jenis Axial Flow, yang terdiri dari 17 tingkat, sedang turbine terdiri dari 3 tingkat, dengan 14 ruang bakar. Untuk alat start mula dari gas turbine adalah menggunakan motor listrik (Cranking motor).
2
BAB II
PENGERTIAN DASAR GAS TURBINE
2.1. BAGIAN-BAGIAN GAS TURBINE
Secara garis besar komponen-komponen Gas Turbine terdiri dari : Compressor, Combustion Chamber (Ruang bakar) dan Turbine. Compressor dan Turbine disambung satu poros yang didukung oleh tiga bantalan (bearing). Ujung poros pada sisi udara masuk disambung dengan Accessory gear, yang dipakai untuk memutar Main Liquid Fuel Pump, Main Lube Oil Pump, Main Hydraulic Oil Supply Pump, Main Atomizing Air Compressor. Ujung poros pada sisi Exhaust dikopel dengan poros Generator yang didukung oleh dua bantalan generator (bearing). Jadi generator,turbin, kompresor,dan motor untuk start mula (cranking motor) semuanya berada dalam satu poros.
Compressor :
Compressor dari unit gas turbine ini adalah jenis Axial Flow, yang terdiri dari 17 tingkat dengan pressure ratio 10:1.Sudu-sudu putar compressor umumnya disebut Blades. Udara sebelum masuk sisi hisap compressor melalui Air Inlet Filter, dan
Inlet Guide Vane (IGV). Fungsi dari IGV atau ada yang menyebut CSGV (Compressor Source Guide Vane) adalah untuk mengarahkan dan mengatur
aliran udara ke first stage compressor. Posisi Vanes akan mempengaruhi jumlah
aliran udara kompresor. Pada compressor tingkat 11 terdapat 4 buah valve ekstraksi atau biasa disebut compressor blade valve, sebelah kiri 2 buah
atas-3 bawah, sebelah kanan 2 buah atas-bawah juga. Ke-empat buah compressor blade valves tersebut kerjanya serempak karena dikomando dari satu solenoid valve yang diparallel. Pada saat startup dan shutdown (accelerating dan decelerating cycle) ke-empat compressor blade valve tersebut membuka sehingga udara extraction compressor tingkat 11 dibuang ke exhaust plenum, dan pada saat full speed no load akan menutup. Compressor blade valve digunakan untuk proteksi denyutan atau getaran (pulsation protection) compressor selama turbine startup dan shutdown. Jika pada saat startup dan shutdown semua valve ektraksi (compressor bleed valve) tidak membuka maka dapat menimbulkan kerusakan yang serius pada gas turbine. Untuk itu semua compressor blade valve dilengkapi dengan limit switch 33CB-1,-2,-3,-4 yang berfungsi sebagai indikasi posisi valve. Untuk startup , variable inlet guide vanes posisinya close 34 DGA (degree angle) membatasi aliran udara ke compreesor agar tidak terjadi denyutan atau getaran (pulsation) selama startup. Fungsi compressor adalah menghisap udara dari luar, kemudian udara tersebut ditekan (dikompresikan) sehingga menjadi udara bertekanan tinggi yang digunakan untuk udara pembakaran pada ruang bakar. Udara bertekanan tinggi tersebut juga digunakan untuk udara pendingin turbine nozzles, turbine wheels, transition pieces, first stage dan second stage bucket turbine dll.
4
Combustion Chamber (Ruang Bakar) :
Sistem pembakaran adalah Reverse Flow Multiple Combustion System, dengan
jumlah ruang bakar ada 14 buah dan susunan ruang bakar melingkar disekeliling compressor discharge casing. Semua 14 ruang bakar saling berhubungan melalui cross fire tubes, agar api dari ruang bakar yang ada apinya dapat merambat atau menyebar keruang bakar lainnya yang tidak ada apinya. Busi (spark plug) ada 2 buah dipasang pada ruang bakar nomor 12 dan 13. Didalam piston busi ada spring (pegas) yang gunanya mendorong busi masuk kedalam ruang bakar, sehingga loncatan api (busur api) pada electroda busi berada dalam ruang bakar. Bila putaran turbine naik maka tekanan ruang bakar akan mendorong spring piston busi naik sehingga electroda busi keluar dari ruang bakar. Pada saat startup gas turbine, bila salah satu busi tidak berfungsi maka masih bisa ada penyalaan dari busi yang satunya. Api akan merambat ke-ruang bakar lainnya melalui cross fire tube. Untuk
mendeteksi api dalam ruang bakar digunakan flame detector, jumlahnya ada 4
buah, dipasang pada ruang bakar nomor 4,5,10,11. Ruang bakar tidak
menggunakan water injection system, dan tidak dipasang combustion pressure
fluctuation monitor ( CPFM ) dan Casing Acceleration Sensor untuk memonitor dan proteksi terhadap tekanan ruang bakar yang fluktuasi ( turun naik ) seperti yang ada pada gas turbine Mitsubishi model M701F.
5
Turbine :
Sudu putar turbin disebut Buckets, jumlahnya ada 3 tingkat yaitu First, Second, dan Third-Stage Turbine Buckets. Ukurannya bertambah besar dari
sudu tingkat pertama sampai ketiga, karena tekanan gas panas berkurang setelah melewati setiap tingkat sudu turbin. Nozzles turbin ada 3 tingkat (three stages of stationary nozzles) yaitu First,Second, dan Third-Stage Turbine Nozzles. Nozzles turbine gunanya untuk mengarahkan aliran gas panas kecepatan tinggi terhadap sudu putar turbin, sehingga rotor turbin berputar.Sudu putar turbin tingkat 1 dan 2 didinginkan dengan udara yang diambilkan dari compressor tingkat 16, disalurkan kedalam lobang rotor turbin dan keluar melalui lobang-lobang kecil pada pangkal-pangkal buckets turbin tingkat 1 dan 2. Untuk sudu putar turbin tingkat 3 tidak didinginkan dengan udara.
Untuk lebih jelasnya lihat gambar 1,2,3,4 dan 5.
.
Tempat pengambilan udara pendingin 1st and 2nd stage bucket turbine pada sudu compressor antara tingkat 16 dan 17.
6
Lobang rotor turbine tempat masuknya udara pendingin dari sudu compressor antara tingkat 16 dan 17 menuju 1st and 2nd stage bucket turbine.
Gambar 2 Rotor Turbine
First Stage Bucket Cooling Holes
Gambar 3 lobang pendingin sudu turbine tingkat 1
7
Gambar 4 lobang pendingin sudu turbine tingkat 2
Second Stage Bucket Cooling holes
8
2.2. PRINSIP KERJA GAS TURBINE
Udara sebelum masuk kedalam kompresor melalui Air Inlet Filter, yang
berfungsi untuk menyaring kotoran, debu atau partikel yang terbawa dalam udara sebelum masuk ke kompresor. Ada 1152 buah filter elements pada air inlet filter. Metode pembersihan filternya adalah Self Cleaning Air Filter System artinya element filternya dibersihkan secara otomatis dan berurutan menggunakan udara dari compressor discharge pressure selama turbin operasi. Pada air inlet filter dipasang pressure switch untuk mengetahui kekotoran filternya, alarm pada 6 inchH2O vacuum, dan Shutdown pada 8 inch H2O vacuum. Udara dari air inlet filter selanjutnya melewati inlet guide vane yang fungsinya mengatur besarnya aliran udara yang masuk ke kompresor. Pada saat startup atau shutdown , posisi inlet guide vane (IGV) harus pada posisi tertutup
Fuel Cranking Motor Torque Converter Accessory
Gear Compressor Generator
Combustor
Inlet Air
Exhaust Gas
Turbine
9 (minimum position) yaitu 34 DGA, dan compressor bleed valve harus membuka untuk mencegah compressor surge (pulsation). Udara kemudian dimampatkan oleh kompresor sehingga tekanannya naik. Didalam ruang bakar dilakukan proses pembakaran dengan cara mencampurkan udara bertekanan dan bahan bakar.Proses pembakaran tersebut berlangsung dalam keadaan tekanan konstan sehingga dapat dikatakan ruang bakar hanya untuk menaikkan temperature. Gas hasil pembakaran tersebut dialirkan ke turbin melalui nozzle yang berfungsi untuk mengarahkan aliran gas panas ke sudu-sudu putar turbin. Daya yang dihasilkan turbin sebagian digunakan untuk menggerakkan kompresor, dan sebagian lagi untuk menggerakkan generator. Berbeda dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), turbinnya hanya menggerakkan generator sehingga daya yang dihasilkan turbin adalah sama besarnya dengan daya generator. Setelah melewati sudu turbin tingkat 3, gas panas tersebut dibuang keluar melalui saluran buang (exhaust). Untuk startup awal gas turbine, diperlukan alat penggerak awal untuk memutar kompresor dan turbine, yaitu menggunakan motor listrik (cranking motor). Data cranking motornya adalah : 2975 rpm, 6000Volt AC. Dari cranking motor dihubungkan ke toque converter dan selanjutnya ke Accesory gear. Setelah putaran turbin mencapai 60% speed, cranking motor akan lepas koplingnya, ditandai dengan solenoid 20TU-1 pada torque converter (Voith) de-enerqize, dan gas turbine sudah mampu memutar dirinya sendiri (self sustaining speed). Kemudian bahan bakar sedikit demi sedikit ditambah untuk menaikkan putaran hingga mencapai 100% speed, dan generator siap sinkron kejaringan.
10
BAB III
PENGENALAN SPEEDTRONIC MARK IV
Sistem kontrol gas turbine menggunakan Speedtronic Mark IV , yaitu berbasis microprocessor dan electro-hydraulic control system. Speedtronic Mark IV ini pada dasarnya adalah merupakan Programmable Logic Controller ( PLC ) dimana
pemrograman untuk sequencing instruction atau logic instructions nya menggunakan
instruksi-instruksi bahasa level rendah (Mnemonic), seperti LD,AN,OR,ORS,STO,
dan lain sebagainya. Microprocessor melakukan perhitungan control digital berdasarkan signal input dari sensor turbine dan control program. Sistem control Speedtronic Mark IV merupakan pengembangan dari Mark I dan Mark II yang
dilakukan oleh laboratorium pengembangan Electronic Gas Turbine Department,
General Electric Company, dan hingga saat ini terus berkembang ke Speedtronic Mark V, dan terakhir Mark VI. Untuk Gas Turbine PLTGU Muara Karang Blok I system kontrolnya sekarang sedang dalam proses akan di Retrofit dari Mark IV menjadi Mark VIe.
3.1. Controller <RST>
Speedtronic Mark IV menggunakan 3 buah modul Controller, yaitu Controller <R>, Controller <S>, dan Controller <T>, dan 1 buah modul Communicator <C>. Masing-masing Controller <RST> adalah identik yang fungsinya melakukan “critical” turbine control, proteksi, proses sekuensial, terhadap operasi gas turbine, dan melakukan
11 pertukaran data dengan Communicator <C>. Jika terjadi salah satu Controller <RST>
ada yang rusak atau ada perbaikan (penggantian card modul misalnya, maka 2 Controllers yang lain akan mengambil alih dan gas turbine tetap dapat beroperasi ( fault tolerance ), jadi tingkat keandalannya lebih tinggi. Apabila kerusakan Controller telah selesai diperbaiki maka controller dapat diaktifkan kembali tanpa shutdown turbine. Jadi dengan menggunakan hanya 2 dari 3 Controller yang beroperasi system masih aman dan masih dapat mengontrol. Konfigurasi Controller semacam ini disebut triple redundant and two-out-of-three voting (2dari3 ). Controller <RST> menggunakan Mikroprosesor Intel 8086 CPU 16 bit pada modul card HMPJ, hardware dan software setiap Controller adalah sama. Masing-masing Controller memiliki sensor sendiri-sendiri sehingga apabila salah satu sensor rusak, maka 2 sensor yang lain yang akan mengontrol gas turbine. Sebagai contoh speed sensor turbine yang dipasang jumlahnya ada 3 buah, speed signal dari sensor pertama masuk ke Controller <R>, signal dari sensor kedua ke Controller <S>, dan dari ketiga ke Controller<T>. Demikian juga pada exhaust turbine dipasang 24 buah thermocouple, 8 buah signal output thermocouple ke Controller <R>, 8 ke Controller <S>, 8 ke Controller <T>. Untuk critical analog outputs, setiap Controller menggerakkan satu coil dari tiga coil yang terpisah pada servo valve. Jadi “critical” input dimasukkan ke masing-masing Controller dan untuk “non critical” input dimasukkan ke Communicator <C>. Setiap Controller <RST> mempunyai power supply sendiri sendiri yaitu power supply <R>, <S>,dan <T>. Tegangan input power supply <RST> adalah 125 VDC yang diambilkan dari tegangan battery, sedangkan tegangan outputnya adalah : +5 VDC, +15 VDC, -15 VDC.
12
3.2. Communicator <C>
Speedtronic Mark IV mempunyai satu buah modul Communicator <C>, yang fungsi utamanya adalah:
- Melakukan “non-critical” turbine control, proteksi, dan proses sekuensial
(sequencing functions).
- Memonitor kondisi dari Controller <RST>.
- Menghubungkan ke- monitor ( CRT display ) dan printer.
- Melakukan Diagnostic Test
- Menyediakan serial data link RS422 dan RS232 untuk remote interface.
Power Supply Controller <R> Power Supply Controller <S> Power Supply Controller <T> Controller <R> Controller <S> Controller <T>
13
Communicator <C> menggunakan Mikroprosesor Intel 80286 CPU 16 bit pada
modul card HMPK. Gas turbine tidak akan bisa start up bila Communicator <C>
rusak (fault) karena monitor dan membrane switches yang merupakan operator
interface module tidak berfungsi. Tetapi apabila gas turbine sudah normal operasi, maka jika Communicator <C> gangguan maka gas turbine tetap beroperasi normal karena system kontrol dikendalikan oleh Controller <RST> . Dalam kondisi operasi darurat tersebut layar monitor gelap dan printer tidak berfungsi, operator hanya dibimbing dari Auxiliary Display yang tampilannya sangat terbatas ( seven digit, hexadecimal display). Maintenance instrument harus segera memperbaiki atau mengganti Communicator <C> yang rusak tersebut, tetapi jika tidak bisa diatasi dan operator ingin men shut down gas turbine dapat dilakukan dari membrane switches “STOP” dan jangan dilakukan dari “Emergency Stop”. Menu membrane switches
yang masih berfungsi apabila Communicator <C> rusak adalah : “STOP”, “ALARM RESET”, “ALARM SILENCE” karena dihubungkan dari software controller <RST>.
Communicator <C> mempunyai power supply sendiri seperti pada Controller <RST>. Power supply <RST> dan <C> adalah sama, tegangan inputnya adalah 125 VDC, dan tegangan outputnya adalah : +5 VDC, +15 VDC, -15 VDC.
14
3.3. Block Diagram Mark IV
Controller <R> Controller <S> Controller <T> Communicator <C> Three Coil Servos Relay Output Modules CRT Operator Interface Redundant Sensor Inputs Sensor Inputs Remote Commands Fuel & IGV Control Voted Contact Outputs To Remote Control And/Or Data Logging
Gambar 8. Block Diagram Mark IV
Three Redundant Controllers for Control & Protection
PS PS PS PS PS PS PS = Power Supply
15 Pada gambar 8 menunjukkan sebuah block diagram Speedtronic Mark IV. Ada 3 Controller <R>, <S>, <T> masing memiliki input dan output, dan masing-masing memiliki power supply sendiri. Bagian keempat disebut Communicator <C>, yang memiliki power supply sendiri juga. Communicator <C> berkomunikasi dengan Controller <RST> melalui RS232 serial data link. Communicator <C> juga dihubungkan dengan CRT display, dan operator interface melalui membrane switches. Dalam hal sistem kontrol menggunakan atau dihubungkan dengan remote control ( DCS misalnya ), maka <C> dapat melakukan komunikasi dengan remote komputer atau DCS (Distributed control system). Relay output modules memiliki power supply dua buah yaitu Power Supply Relay 1 <PS.Rel1> dan Power Supply Relay 2 <PS.REL2>. Power supply ini inputnya adalah 125 VDC, dan outputnya 28 VDC, yang digunakan untuk meng-energize relay 28 VDC. Apabila salah satu “Power supply relay” tersebut rusak pada saat gas turbine sedang operasi maka unit tetap aman
karena Power supply relay yang satu masih berfungsi (redundant power supply). “Critical sensor” dimasukkan kesetiap Controller <RST>, sehingga setiap controller
memiliki penilaian independen terhadap kondisi turbine. Sebagai contoh, 3 sensor speed signals dikirim ke masing-masing Controller <RST>, dan output dari Controller <RST> menggerakkan servo valve untuk mengatur aliran bahan bakar yang masuk ke turbine. Contoh yang lain, pada exhaust turbine dipasang 24 buah thermocouple untuk memonitor temperature exhaust yang digunakan untuk feedback Temperature Control, 8 buah thermocouple exhaust ke Controller <R>, 8 ke Controller <S>, dan 8 ke Controller <T>. Setiap Controller <RST> selanjutnya mengirimkan nilainya ke Communicator <C>, dan akan dihitung nilai mediannya (median value) dan
16 mengirimkan bias koreksi kembali ke Controller <RST>. Apabila salah satu sensor speed atau salah satu Controller <RST> ada yang rusak misalnya, maka system control tetap aman karena 2 Controller masih aktif. Pada servo valve terdapat 3 buah coil yang digunakan untuk menggerakkan mekanisme servo valve. Masing-masing coil servo valve dihubungkan ke Controller <RST>, sehingga apabila salah satu Controller <RST> tidak mengirim signal output ke salah satu coil, servo valve masih tetap berfungsi karena 2 coil servo valve masih aktif (coil servo valvenya juga redundant).
3.4. Menghubungkan Komputer atau Laptop dengan Mark IV
Kita dapat menghubungkan komputer atau laptop dengan Mark IV untuk keperluan modifikasi <C> dan <RST> Sequencing Function (Ladder Diagram) dengan cara, Port Parallel DB-25 pada card HMPK kita hubungkan ke Laptop, melalui USB to
Port USB Controller <R> Controller <S> Controller <T> Communicator <C>
Gambar 9. Cara menghubungkan Laptop ke Mark IV Port Parallel DB-25 pada card HMPK USB to Serial Converter Kabel UTP
17 Serial Converter, bisa dilihat pada gambar 9. Untuk software Laptop bisa menggunakan operating system Microsoft Windows 2000 atau Windows XP, dengan cara sebagai berikut : Click Start; Programs; Accessories; Communications; Hyper Terminal. Selanjutnya kita bisa melakukan komunikasi data dengan Communicator <C>. Sequencing data dan Control Constants data pada Mark IV disimpan pada 2 set memori EEPROM (Electrically Erasable Programmable Read Only Memory) yaitu Primary EEPROM dan Backup EEPROM. Control Constants data adalah parameter yang diperlukan bila kita ingin “fine-tune” turbine control, protection, dan sequencing functions, dan dapat dirubah nilainya secara langsung dari Mark IV tanpa menggunakan Laptop. Untuk modifikasi atau menambah Sequencing Function kita perlu menggunakan komputer atau laptop, Sebagai contoh pada gambar 10, kita akan membuat Sequencing Function sebagai berikut :
L14HSX L63QA2L
L1Z L14HSZ
L52QA1A L4QA
18 Kita tulis Sequencing Instructions nya pada Laptop sebagai berikut :
LD L14HSX LD = Load Logic Variable
ANF L63QA2L ANF= AND Logic Variable False
OR L1Z OR = OR Logic Variable
LDF L52QA1A LDF = Load Logic Variable False
ORF L14HSZ ORF = OR Logic Variable False
ANS ANS = AND Stack Variable
STO L4QA STO = Store Logic Variable
Setelah kita buat Sequencing Instructionnya pada Laptop, dan kita download ke Primary EEPROM pada Communicator <C> maka sequencing function yang kita buat telah tersimpan di Primary EEPROM <C>. Selanjutnya kita lakukan download sequencing function dari Communicator <C> ke Controller <RST>, dengan cara mematikan, kemudian menghidupkan Controller <R><S><T>. Setelah selesai melakukan modifikasi atau penambahan sequencing function, maka akan muncul alarm : “Primary EEPROM changed, not Backed up”, artinya kita perlu meng-update
perubahan sequencing function pada Primary EEPROM agar sama dengan pada Backup EEPROM melalui Mark IV panel pada menu : EEPROM Maintenance Display.
19
BAB IV
PRINSIP KERJA SISTEM KONTROL MARK IV
Gas Turbine dikendalikan atau dikontrol dengan cara mengatur aliran bahan bakar ke ruang bakar turbine (combustion chambers). Sebuah signal control, yang dinamakan “Fuel Stroke Reference” atau disingkat FSR, menentukan aliran bahan bakar.
FSR yang rangenya 0 sampai 100 % adalah signal perintah untuk pembukaan valve bahan bakar. FSR secara independen dihitung di masing masing 3 Controllers <R>, <S>, <T>. 3 FSR dari masing masing Controllers ini adalah “hardware-voted”,
artinya setiap FSR menggerakkan 1 coil dari 3 coil servo valve. Jumlah arus dari 3 coils menginduksi medan magnet di torque motor servo valve. Posisi servo valve akan menentukan pembukaan valve bahan bakar yang akan mengontrol aliran bahan bakar keruang pembakaran. Dua arus dalam coil servo akan mengkompensasi arus ketiga
yang rusak (fault). Ini adalah konsep sistem kontrol Mark IV two-out-of-three
“voting”. Untuk lebih jelasnya mengenai servo valve dapat dilihat pada gambar 11 dan gambar 12.
20 3-Coil Torque Motor
masing-masing ke Controller <R>,<S>,<T>
21 Keterangan gambar 12.
LVDT = Linear Variable Differential Transformer, adalah sensor posisi pembukaan untuk control valve bahan bakar, atau untuk Inlet Guide Vane dan sebagainya. Signal output LVDT adalah tegangan AC, yang sebanding dengan posisi pembukaan valvenya. Aktual yang terpasang LVDT nya hanya ada 2 buah, sedangkan Controllernya ada 3 yaitu <R>,<S>,<T>. LVDT nya dihubungkan ke Card HSAA
22 pada Controller <RST> seperti terlihat pada gambar, sehingga apabila 1 buah LVDT rusak tidak akan men shutdown gas turbine. Akan lebih handal kalau sensor LVDT nya ada 3 buah sehingga masing masing masuk ke Controller <R>,<S>,<T>.
REF = adalah Reference atau signal perintah aliran bahan bakar ( FSR )
4.1. FSR Minimum Value Gate
Sistem kontrol gas turbine dibagi menjadi beberapa fungsi yaitu : Start Up Control, Acceleration Control, Speed Control, Temperature Control, Shut down Control, dan Manual Control. Tetapi control loop utamanya hanya 3 yaitu : Start UP Control, Speed Control, dan Temperature Control. Gas turbine GE mengendalikan atau
mengontrol aliran bahan bakar ke ruang bakar menggunakan metode “FSR
Minimum Value Gate”. Input dari FSR Minimum Value Gate adalah signal FSR dari
masing-masing fungsi kontrol yaitu : FSRSU, FSRACC, FSRN, FSRST, FSRSD, FSRMAN, seperti terlihat pada gambar 13, dan gambar 14.
23
5
Speedtronic Control loops
FSRSU FSR MINIMUM GATE FUEL SYSTEM FSRACC FSRN FSRT FSRSD FSRMAN To Turbine Fuel FSR
FSRSU = FSR Startup Control
FSRACC = FSR Acceleration Control
FSRN = FSR Speed Control
FSRT = FSR Temperature Control
FSRSD = Shutdown FSR Signal
FSRMAN = FSR Manual Control
Output dari Minimum Value Gate adalah harga FSR dari 6 loop control yang terendah, yang digunakan untuk mengatur jumlah aliran bahan bakar.
24 Gambar 14. Control Algorithm “FSR”
25 Sebagai contoh dapat kami tampilkan data dari Gas Turbine GT1.2 yang kami ambil pada tgl 16 Februari 2010 : Unit beroperasi pada mode Base Load Combined Cycle dengan bahan bakar 100% Oil, IGV Full Open 85 DGA. Harga FSRSU=100%, FSRACC=75,2%, FSRMAN=100%, FSRSD=100%, FSRN=74,6%, FSRT=68,4%, maka output Minimum Value Gate yang terendah adalah FSRT =68,4%. Jadi sistem
kontrol gas turbine pada saat Base Load dikendalikan oleh FSRT
(FSR=FSRT=68,4%). Hanya satu fungsi kontrol yang dapat mengontrol aliran bahan bakar ke gas turbine pada suatu waktu.
4.2. Speed Signal & Speed Relay
Bagian penting dari proses start-up / shutdown sequence control gas turbine adalah penggunaan Speed Relay, dimana speed relay tersebut bukan berbentuk hardware melainkan speed relay software. Speed sensor atau magnetic pickup yang dipasang pada gas turbine jumlahnya ada 3 buah, masing masing masuk ke Controller <R>, <S>, dan <T>. Signal output dari speed sensor adalah frequency (Hertz) yang identik dengan putaran turbine (rpm) , selanjutnya oleh Controller <RST> dirubah menjadi signal speed yang dinamakan TNH, yang digunakan sebagai “signal feedback” untuk
Speed Control selama turbine normal operasi, dan mengetrip turbine pada keadaan
overspeed. Signal speed TNH juga dirubah melalui software comparator pada
Controller <RST> menjadi Speed Relay, yang akan digunakan untuk proses start-up / shutdown sequence gas turbine. Ada 7 Speed Relay yang digunakan untuk proses start-up / shutdown sequence gas turbine. Sebagai contoh dapat dilihat pada gambar 15, software comparator untuk Speed Relay 14 HM, untuk Speed Relay yang
26
lain prinsip kerjanya sama, hanya harga Control Constantnya yang berbeda. TNK14HM1 dan TNK14HM2 adalah harga Control Constant yang telah di SET di
Mark IV.
<R><S><T> SOFTWARE
SAMPLING RATE : 0,25 SEC SPEED LEVEL DETECTORS
A>B B A<B A B A TNH SET AND LATCH RESET L14HM LOGIC “1” ABOVE SETPOINT 10% SPEED 9,5% SPEED TNK14HM1 TNK14HM2
27 Daftar setting Speed Relay ( Speed Level Detectors )
L14HR HP Zero Speed Signal 0,06 % 0,31 %
L14HT Cooldown Slow Roll Start Speed Relay 8,4 % 2,8 %
L14HM Minimum Speed Signal 10 % 9,5%
L14HA Accelerating Full Speed Signal 50 % 40 %
L14HC Auxiliary Cranking Speed Relay 60 % 50 %
L14HF Field Flashing Speed Relay 85 % 84,5 %
L14HS HP Operating Speed Signal 95 % 94,5 %
4.3. Start Up Control - FSRSU
Start Up control fungsinya memutar gas turbine dari putaran nol sampai putaran operasi dengan aman dan membatasi jumlah aliran bahan bakar yang dibutuhkan agar diperoleh penyalaan atau pengapian yang optimal dan untuk mencegah “Excessive Thermal Shock” atau “Low Cycle Fatique” pada komponen Hot Gas Path Turbine. System controlnya adalah “open loop control”, artinya tidak membutuhkan signal
feed back, hanya berdasarkan sequence dan harga batasan FSR yang telah di-SET atau yang telah ditetapkan. Harga batasan FSR yang telah di SET untuk startup adalah untuk : “FIRE”, “WARM-UP”, dan “ACCELERATE LIMIT”. Harga batasan FSR
tersebut disimpan pada Control Constant dan kita tidak diijinkan untuk merubah Pickup (ON) Dropout(OFF)
28 karena akan berpengaruh pada karakteristik start-up / shutdown gas turbine. Jadi pada waktu Fire FSR di-SET = 21%, WARM-UP di-SET = 12%, ACCELERATE LIMIT di-SET = 25,2%. Signal FSR startup control (FSRSU) beroperasi melalui Minimum Value Gate (lihat gambar 13 dan 14), untuk memastikan bahwa Speed Control dan Temperature Control dapat membatasi FSR jika diperlukan. Selama proses startup, tingkat kenaikan putaran turbine dan temperature exhaust dibatasi untuk melindungi bagian-bagian turbine dari “excessive mechanical” dan “thermal stresses”. Untuk proses start-upnya dimulai dengan Cranking motor running, 2 second kemudian starting clutch engaged (solenoid 20TU-1 Torque converter energize), putaran turbine 0 rpm naik sampai 20TU-10% speed ditandai dengan L14HM on, dan akan mengaktifkan system purging. Purging digunakan untuk membersihkan ruang bakar dan exhaust duct agar tidak ada campuran gas yang
mudah terbakar. Setting Purge Timer atau Turbine Vent Timer L2TV adalah 60
second. Setelah purge timer selesai, putaran turbine menjadi ± 24% Speed, starting clutch disengaged (solenoid 20TU-1 Torque converter de-energize) dan putaran
menuju turun (coasting down). Pada putaran 9,5% Speed L14HM off, starting clutch
engaged kembali, putaran menuju naik, dan pada 10% Speed L14HM on, dimulai firing dengan menetapkan FSR Firing = 21% (Control Constant FSKSU_FI=21%). Apabila dalam 60 second tidak terjadi penyalaan dalam ruang bakar (Flame detector tidak mendeteksi api) maka gas turbine akan trip, dan muncul alarm Failure to Ignite (Firing timer L2F=60 second). Tetapi jika terjadi penyalaan dalam ruang bakar maka akan dilanjutkan dengan proses “Warm-UP” selama 60 second ( warm-up timer L2W di set = 60 second ). Pada proses “Warm-UP” aliran bahan bakar FSR diturunkan dari
29 21% menjadi 12% (Control Constant FSKSU_WU Warm-up FSR di SET= 12%). Dilakukan proses “warm-up time” atau waktu pemanasan untuk meminimalkan
thermal stresses selama proses awal start-up. Setelah menyelesaikan periode pemanasan (warm-up periode), torque converter akan keposisi maksimum torsi dan startup control akan menaikkan harga FSR, untuk dimulai fase “Acceleration” dari proses startup. Speed Relay L14HA akan on dan menunjukkan turbine sedang proses akselerasi atau percepatan.Setelah putaran naik menjadi 60% speed, Speed Relay L14HC akan on, yang mengakibatkan solenoid 20TU-1 deenegize ( starting clutch disengaged ), dan pada posisi ini turbine sudah dianggap mampu memutar dirinya sendiri dan tidak dibantu lagi dari Cranking motor (self sustaining speed). Setelah putaran naik sampai 95%, Speed Relay L14HS on, fase startup berakhir, dan FSR dikendalikan oleh SPEED CONTROL. Pada fase ini semua peralatan bantu telah di-shutdown. Misalnya Auxiliary lube oil Pump akan shutdown dan diambil alih oleh Main lube oil Pump, Auxiliary Hydraulic oil Pump akan shutdown dan diambil alih Main Hydraulic Oil Pump dan lain sebagainya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 16, Mark IV Start-up Curve. Dari pengamatan dilapangan, proses dari start-up sampai Full speed no load ( 3000 rpm ) gas turbine membutuhkan waktu ± 15 menit.
30
FSR Firing 21% FSR Warm up 12%
Gambar 16. Mark IV Start-up Curve
Starting Clutch Disengaged L14HC on = 60% Speed
31
BAB V
SPEED CONTROL
Speed Control atau Speed Governors digunakan untuk mengatur putaran dan beban (load) gas turbine generator agar frekuensi generator tetap stabil terhadap adanya variasi beban atau gangguan pada system. Penyimpangan frekuensi dari nilai nominal harus selalu dalam batas toleransi yang diperbolehkan. Speed Control merupakan system control closed loop, dimana signal feedback aktual putaran turbine (TNH) dibandingkan dengan set point putaran (TNR). Selisih antara TNR dan TNH ini, menghasilkan sebuah error, yang digunakan untuk mengontrol putaran turbine. TNH singkatan dari Turbine Speed High Pressure, sedangkan TNR adalah Turbine Speed Reference. TNR pada display Mark IV dinamakan “TNH SET”. Ada dua jenis sistem Speed Control turbine yaitu, Droop Speed Control dan Isochronous Control.
V.1 Droop Speed Control
Untuk menerangkan mengenai Droop speed Control dan Isochronous Control di banyak buku-buku referensi speed control memang masih agak membingungkan, untuk itu akan kami coba menerangkan dari gas turbine generator sebelum dan sesudah masuk jaringan. Dimisalkan turbine sudah mencapai rated speed (3000 rpm) dan generator breaker masih open, putaran turbine (TNH) dapat diubah naik atau turun dengan mengubah set point putaran (TNR). Menaikkan TNR dapat dilakukan dari “Governor Control Switch Raise/Lower” pada panel generator. Apabila TNR kita
32
set = 104% (3120 rpm), maka putaran turbine (TNH) akan menyamakan 104% (3120 rpm). Jadi Set point putaran turbine (TNR) mengatur putaran turbine
bila unit belum parallel dengan jaringan. Ketika generator breaker closed, berarti
generator sudah terhubung ke jaringan maka akan terjadi Load Sharing (berbagi
beban) dengan generator lain, sehingga putaran turbine generator ditentukan oleh frekuensi system (frekuensi jaringan). Putaran turbine (TNH) tidak dapat lagi diubah dengan mengubah set point putaran turbine (TNR), karena mereka semua terhubung bersama dalam jaringan dan rotor generator mereka terkunci (terikat) pada sinkronisme atau synchronous speed. Sekarang frekuensi generator ditentukan oleh frekuensi jaringan, sehingga tidak ada generator dapat berputar lebih cepat atau lebih
lambat dibandingkan dengan generator lainnya. Jadi TNR berfungsi untuk mengatur
beban bila unit sudah paralel ( masuk jaringan ), dan Speed Control loop berpindah sebagai Load Control loop. TNR bisa dinaikkan atau diturunkan secara manual menggunakan Governor Switch Raise / Lower pada Generator control panel, atau secara Auto melalui Speedtronic Mark IV. Pada kondisi ideal (ambient temperature sesuai desain ) rated load (base load) gas turbine MS9001E adalah 107,86 MW bila beroperasi menggunakan natural gas, dan 105,76 MW bila menggunakan Distillate oil. Ketika mode operasi Base Load tersebut, TNR akan berada pada = 104%, dan TNH akan tetap pada 100% bila frekuensi jaringan stabil. Jadi pada kondisi generator sudah masuk jaringan atau sudah berbeban, TNH tidak bisa menyamakan dengan TNR. Error signal yang merupakan selisih antara TNR dikurangi TNH pada rated load (base load), itulah yang dinamakan “Droop Speed Control” atau biasa disebut
33 Load =104%, TNH = 100%, jadi Speed Droopnya = 104% - 100% = 4%. Jika Speed Droop diSet 4%, maka perubahan 1% Speed akan menghasilkan perubahan dalam aliran bahan bakar yang setara dengan 25% rated load. Gas turbine dengan speed droop lebih kecil akan merespon perubahan beban lebih cepat dibandingkan dengann speed droop yang lebih besar, tetapi bila speed droopnya terlalu kecil bisa mengakibatkan frekuensi generator berosilasi. Speed Droop adalah Proportional Control, yang tidak memiliki integral control, outputnya adalah proportional / sebanding dengan besarnya error yang terjadi. Berikut definisi Speed Droop yang kami himpun dari berbagai sumber :
Speed Droop adalah karakteristik governor yaitu besarnya perubahan putaran
turbin terhadap putaran nominal untuk perubahan beban 100%. Speed Droop 4% artinya putaran turbine akan turun 4% dari putaran nominal, bila turbine dari beban 0% langsung dibebani 100%, atau sebaliknya putaran turbine akan naik 4% jika beban turbine dilepas (dihilangkan dari 100% menjadi 0%).
Speed Droop adalah sensifitas unit terhadap perubahan frekuensi jaringan,
yang memiliki speed droop kecil akan menanggung prosentase perubahan beban lebih banyak.
Speed Droop = ( frekuensi beban kosong ) – ( frekuensi beban penuh )
34 11
DROOP SPEED CONTROL CURVE
95 100 102 104 107 TNR MIN FSNL TNR MAX S P E E D RE F E RE NCE % ( T NR) MI N IMU M F S R ( 1 0 ,6 %) F S N L F S R ( 1 9 ,1 % )
HIGH SPEED STOP
LOW SPEED STOP
FSR ( LOAD ) M A X F S R ( 1 0 0 % ) R A T E D F S R ( 7 3 ,8 %) 115 MW 57,5MW TNR = TNH + MW
Pada gambar 17, Droop Speed Control Curve dapat dilihat bahwa pada garis tegak lurus menunjukkan harga TNR yang rangenya dari 95% sampai 107%. TNR ini berfungsi sebagai load changer, karena bila TNR berubah naik atau turun maka beban (load) generator juga berubah naik / turun juga. Garis mendatar menunjukan harga FSR yang identik dengan beban (load) generator. Pada gambar tertulis rated
35 FSR = 73,8%, FSNL FSR = 19,1% , FSR Min = 10,6% adalah data dari gas turbine control specification.
TNR = TNH + MW
100% TNH = 3000 RPM
104% TNR = 100% TNH + 115 MW ( dimisalkan Base Loadnya = 115 MW )
103% TNR = 100% TNH + 86,25 MW
102% TNR = 100% TNH + 57,5 MW
101% TNR = 100% TNH +28,75 MW
1% Droop = 25% Base Load
V.2 Isochronous Control
Ketika gas turbine digunakan dalam system dimana putaran atau frekuensi generator tidak ditentukan oleh System, maka digunakan Isochronous Speed Control. Dalam mode operasi ini, speed signal dibandingkan dengan speed reference dan errornya dimasukkan melalui integrator. System control ini akan merubah FSR bila diperlukan, untuk menyamakan actual turbine speed signal dengan set point signal pada summing junction. Selama perbedaan antara signal TNR dan TNH ada, integrator akan terus menaikkan atau menurunkan FSR sampai tidak ada error signal. Ini adalah system yang bekerja cepat yang akan mempertahankan putaran turbine
36 stabil atau konstan meskipun terjadi perubahan beban. Isochronous control adalah Proportional Integral Control. Untuk gas turbine MS9001E di Muara Karang tidak menggunakan Isochronous Control.
V.3 Daerah kerja Speed Control
Speed Control mulai bekerja setelah putaran turbine mencapai rated speed atau Full Speed No Load (3000 rpm), sampai mendekati Base Load atau beban maximum.
Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada gambar dibawah :
Base Load = Exhaust Temp Control
Part Load = Speed Control Daerah kerja Speed Control
Zero Load / FSNL = --- ( Full Speed No Load)
Dengan Zero Load atau Full Speed no Load pada bagian bawah dan Base Load pada bagian atas, Part Load (partial load) adalah beban diantara Zero Load dan Base Load (mendekati Base Load). Jika Gas Turbine beroperasi pada Part Load maka system
37 control yang bekerja adalah Speed Control. Ketika unit beroperasi pada Base Load
maka system control yang bekerja adalah Exhaust Temperature Control. Pre-Selected Load adalah pembebanan unit dengan beban yang besarnya sesuai
dengan harga setpoint yang telah ditentukan pada Speedtronic turbine control system . Untuk Gas Turbine Generator Muara Karang, di set pada harga 25 MW (Control Constant LK90PSEL). Pre-Select Load Control secara otomatis mengatur turbine speed reference (TNR) untuk mempertahankan load setpoint. Spinning
Reserve adalah pembebanan unit pada saat generator baru masuk jaringan ( Generator Breaker Close ) dengan beban yang besarnya sesuai dengan harga setpoint yang telah ditentukan pada Speedtronic turbine control system.Untuk Gas Turbine
38
V.4. Software Speed Control
FSR Max = Fuel Stroke Reference Maximum, settingnya = 100%
FSR Min = Fuel Stroke Reference minimum
FSKRN1 = Full Speed No Load FSR Constant, settingnya = 17% Full Speed No Load
Error Signal L83ISOK L83ISOK FSRNI X FSKRN2 MEDIAN SELECT FSR Max FSKRN1 Max Limit Min Limit FSR Min Droop Gain FSRN Speed FSR 100% 17% 15.05% / %N Reference Feed Back TNR TNH - + + + +
39 FSKRN2 = Droop Speed Control Proportional Gain,settingnya = 15.05% / %N
TNR = Turbine Speed Reference ( Set Point putaran turbine ) %
TNH = Turbine Speed High Pressure (Actual putaran turbine) %
FSRN = Fuel Stroke Reference Speed Control (%)
FSRNI = Isochronous FSR Speed Control
L83ISOK = Isochronous Speed Control Selected, karena tidak menggunakan mode Isochronous maka L83ISOK logicnya = 0, sehingga FSRNI tidak ikut
dijumlahkan.
Control Algorithm FSRN pada gambar 18 menghitung harga FSRN. Ketika turbine sudah mencapai Full Speed No Load ( 3000 rpm ) dan generator breaker masih open, putaran turbine (TNH) dapat diubah dengan mengubah Turbine Speed Reference
(TNR). Idealnya, TNH akan selalu sama dengan TNR, sehingga error signal
dari summing junction akan nol dan FSRN akan sama dengan FSKRN1.
FSKRN1 adalah control constant yang settingnya disesuaikan sehingga ketika TNR 100% maka TNH akan sama 100%. FSKRN1 menetapkan besarnya Full Speed No Load FSRN. Pengertian Full Speed No Load artinya turbine pada putaran rated speed (3000 rpm) tanpa beban eksternal dari generator, namun turbine memiliki beban dari axial flow compressor. Pada kenyataanya pada saat turbine mulai distart sampai dengan steady state (Full Speed No Load) TNR diset pada harga 100.3% lebih tinggi sedikit untuk persiapan sinkron ke jaringan. Alasan TNR dibuat 100,3% pada waktu
40 Full Speed no Load adalah agar putaran turbine generator naik 0,3% diatas frekuensi sinkron (frekuensi jaringan), sehingga proses sinkron generator dengan jaringan bisa lebih cepat.
Persamaan linear untuk FSRN adalah sebagai berikut :
FSRN = ((TNR - TNH) * FSKRN2) + FSKRN1
Atau dapat kita rubah persamaan linear tsb sebagai berikut :
FSRN = (FSKRN2 * (TNR – TNH)) + FSKRN1
Sekarang, lebih seperti f(x) = mx + b, yaitu „m‟ (FSKRN2) adalah “gain” dan „b‟
(FSKRN1) adalah “offset”. Dan “variable” dari „x‟ (TNR – TNH) adalah dua variable
yaitu : Turbine Speed Reference (TNR) dan Actual Turbine Speed (TNH). Jadi error signal dapat berubah untuk salah satu dari dua alasan : perubahan dalam speed reference (TNR) atau perubahan pada actual speed (TNH). Ketika frekuensi jaringan berubah, putaran turbine generator (TNH) akan ikut berubah, maka speed control
secara otomatis bereaksi dengan adanya perubahan error signal (TNR – TNH) dan
akan mengatur bahan bakar untuk mengimbangi perubahan actual putaran turbine terhadap speed reference (set point putaran).
41
BAB VI
TEMPERATURE CONTROL
Temperature control pada gas turbine bekerja pada beban maximum atau base load, dan digunakan untuk mengontrol atau membatasi aliran bahan bakar agar turbine firing temperature tidak melebihi design temperature yang diijinkan sehingga tidak akan merusak atau memperpendek umur dari komponen hot gas path turbine. Komponen hot gas path turbine tersebut adalah combustion liner, transition piece, turbine nozzle, buckets turbine, stator shrouds, dan lain sebagainya. Firing temperature adalah temperature gas panas pada first stage nozzle turbine, yang temperaturenya sangat tinggi yaitu mencapai 1124 deg C. Karena temperaturenya sangat tinggi maka sulit untuk mengukur secara langsung menggunakan temperature sensor seperti thermocouple. Dari hubungan thermodinamika dan gas turbine performance calculations, maka firing temperature Tf dapat dihitung secara empiris
menggunakan fungsi dari exhaust temperature dan compressor discharge pressure
(CPD). Firing temperature juga dapat ditentukan sebagai fungsi dari exhaust temperature dan konsumsi bahan bakar atau perintah aliran bahan bakar (FSR).
Hubungan ini diperlihatkan pada gambar 19. Lines “Constant Firing Temperature”
digunakan untuk membatasi exhaust temperature gas turbine. Dipilihnya exhaust temperature untuk menentukan firing temperature karena temperaturnya lebih rendah sehingga memungkinkan untuk memasang temperature sensor seperti thermocouple. Exhaust temperature tersebut temperaturenya ± 549 deg C untuk operasi base load
42 Exhaust temperature sensornya menggunakan thermocouple type K, jumlahnya ada 24 buah dipasang pada exhaust plenum.
43
VI.1. Temperature Control Bias Program
Exhaust temperature control dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Primary exhaust temperature control atau biasa disebut CPD bias exhaust temperature control, yaitu perhitungan firing temperaturenya ditentukan oleh parameter exhaust temperature dan compressor discharge pressure ( CPD ).
2. Secondary exhaust temperature control atau biasa disebut FSR bias exhaust temperature control, perhitungan firing temperaturenya ditentukan oleh parameter exhaust temperature dan fuel consumption (FSR).
Pada Speedtronic Mark IV, firing temperature dibatasi oleh fungsi linear exhaust temperature dan compressor discharge pressure (CPD), dan di-back up oleh fungsi linear exhaust temperature dan FSR (lihat gambar 19). Pada kondisi normal unit didesign beroperasi menggunakan primary exhaust temperature control. Secondary exhaust temperature control hanya digunakan apabila compressor discharge pressure (CPD) tidak tersedia sebagai bias (misalnya karena transmitter CPD rusak). Temperature control bias program menghitung setpoint exhaust temperature control berdasarkan CPD dan control constant dari tabel referensi temperature yang dipilih. Program juga menghitung setpoint exhaust temperature yang lain berdasarkan FSR dan control constant dari tabel referensi temperature yang diplih.
Control constant TTKn_C (CPD bias corner) dan TTKn_S (CPD bias slope) dengan data CPD menentukan setpoint CPD bias exhaust temperature ( TTRXP ).
44 Control constant TTKn_K (FSR bias corner) dan TTKn_M (FSR bias slope) dengan data FSR menentukan setpoint FSR bias exhaust temperature ( TTRXS ). Besarnya nilai control constant telah di “SET” pada Mark IV. Temperature control bias
program juga memilih setpoint isothermal TTKn_I. Selanjutnya program akan memilih harga minimum dari 3 setpoint melalui “Min Sel”, yaitu setpoint CPD bias, setpoint FSR bias, dan setpoint isothermal. Output dari “Min Sel” akan digunakan
sebagai setpoint exhaust temperature control (TTRXB). Selama normal operasi dengan bahan bakar gas atau minyak, yang dipilih adalah CPD bias control dengan isothermal limit.
Untuk lebih jelasnya lihat gambar 20, Software Temperature Control Reference.
Logic sequence L83JTn (Temperature Control Curve Select), dimana “n” adalah 0 sampai 3 yaitu :
L83JT0 = Simple Cycle Base Temperature Control Curve
L83JT1 = Simple Cycle Peak Temperature Control Curve
L83JT2 = Combined Cycle Base Temperature Control Curve
L83JT3 = Combined Cycle Peak Temperature Control Curve
Untuk Gas turbine MS9001E di Muara Karang tidak ada mode operasi Peak Load, yang ada hanya Base Load, sehingga yang digunakan hanya L83JT0 dan L83JT2.
TTKn_K (FSR bias corner) adalah harga control constant yang telah di”SET”, dimana “n” adalah 0 sampai 3 dengan harga setting nya sebagai berikut :
45 TTK0_K = 76,6%, TTK1_K = 76,6%, TTK2_K = 79,4%, TTK3_K = 79,4%.
TTKn_M (FSR bias slope) adalah harga control constant yang telah di “SET”, dimana “n” adalah 0 sampai 3 dengan harga setting nya sebagai berikut :
TTK0_M =1,62 C/%,TTK1_M =1,62 C/%,TTK2_M =1,77 C/%,TTK3_M =1,77 C/%
TTKn_I (Isothermal setpoint), adalah harga control constant yang telah di “SET”, dimana “n” adalah 0 sampai 3 dengan harga setting nya sebagai berikut :
TTK0_I = 549 deg C,TTK1_I = 549 deg C,TTK2_I = 554 deg C,TTK3_I = 554 deg C
TTKn_C (CPD bias corner), adalah harga control constant yang telah di “SET”, dimana “n” adalah 0 sampai 3 dengan harga setting nya sebagai berikut :
TTK0_C =10,05 bar, TTK1_C =10,05 bar, TTK2_C =10,17 bar, TTK3_C =10,17 bar
TTKn_S (CPD bias slope), adalah harga control constant yang telah di “SET”, dimana “n” adalah 0 sampai 3 dengan harga setting nya sebagai berikut :
TTK0_S=14,9C/bar,TTK1_S=14,9C/bar,TTK2_S =16,2 C/bar,TTK3_S = 16,2 C/bar
Sebagai contoh unit beroperasi dengan mode Base Load Combined Cycle, maka logic sequence L83JTn yang aktif atau logic “1” adalah L83JT2, dan Control Constant yang
digunakan dalam perhitungan adalah : TTK2_K, TTK2_M, TTK2_I, TTK2_C, TTK2_S.
TTRXP = Turbine Temperature Reference Exhaust Primary
46 Apabila TTRXP lebih kecil dari TTRXS maka Temperature Control yang bekerja adalah CPD bias, dan bila TTRXP lebih besar dari TTRXS maka Temperature Control yang bekerja adalah FSR bias ( TTRXP dan TTRXS melewati “Min Sel” ).
Rumusnya adalah sbb:
TTRXP = TTKn_I – (( CPD - TTKn_C ) * TTKn_S )
TTRXS = TTKn_I – (( FSR - TTKn_K ) * TTKn_M )
Kita tidak boleh merubah harga Control Constant Temperature Control karena akan merubah bentuk curvenya yang dapat menimbulkan kerusakan atau memperpendek umur dari komponen Hot Gas Path Turbine.
47 TTK0_S TTK0_I TTK0_C CPD ( BAR )
Primary Exhaust Temperature Control
10.05 bar 14.9 deg C/bar 549 deg C TTRX (TTXM) Deg C TTK0_I TTK0_M TTK0_K FSR %
Back Up Exhaust Temperature Control
76,6 % 1,62 deg C/% 549 deg C TTRX (TTXM) Deg C
48
BASE LOAD COMBINED CYCLE
TTK2_I
TTK2_S TTK2_C
CPD ( BAR )
Primary Exhaust Temperature Control
10.17 bar 16,2 deg C/bar 554 deg C TTRX (TTXM) Deg C TTK2_I TTK2_M TTK2_K FSR %
Back Up Exhaust Temperature Control
79,4 % 1,77 deg C/% 554 deg C TTRX (TTXM) Deg C
49
50
VI.2. Temperature Control Command Program
Temperature control command program membandingkan setpoint exhaust
temperature control (TTRXB) dengan exhaust temperature yang diperoleh dari thermocouple yang terpasang di exhaust plenum (TTXM). Output dari “Median Select” adalah FSRT yang akan digunakan untuk mengatur aliran bahan bakar pada
kondisi Base Load. (lihat gambar 21).
6
FSR TEMPERATURE CONTROL
M ED IA N SEL EC T 0% 100% 0.360 3.3 sec X MIN MAX GAIN TTRXB TTXM FSRT TIME CONST FSR RESET OUT = B A B OUTGambar 21 FSR Temperature Control
51
DAFTAR PUSTAKA
1. MS9001E GAS TURBINE-GENERATOR FUNDAMENTALS TRAINING,
GENERAL ELECTRIC, USA
2. SPEEDTRONIC MARK IV CONTROL-DESCRIPTION AND
APPLICATION VOLUME I DAN II, GENERAL ELECTRIC, USA
3. SPEEDTRONIC MARK IV CONTROL-SPECIFICATION AND
ELEMENTARY DRAWINGS VOLUME I DAN II, GENERAL ELECTRIC, USA
4. GENERAL ELECTRIC GAS TURBINE DESIGN PHILOSOPHY : D.E
BRANDT
5. OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK : Ir.DJITENG MARSUDI
6. http://www.control.com/thread/1026217689
7. http://www.control.com/thread/1253097292