• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUHU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SUHU"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

TOLERANSI IKAN

TOLERANSI IKAN A A mphimphipripri on ocellaon ocellariri ss TERHADAP PERUBAHAN SUHUTERHADAP PERUBAHAN SUHU Sitti Nur Ainun/L111 16 030/Kelompok VI (Enam)

Sitti Nur Ainun/L111 16 030/Kelompok VI (Enam) [email protected]

[email protected]

ABSTRAK ABSTRAK

Suhu pada hewan berbeda-beda setiap spesiesnya.maka dari itu setiap biota Suhu pada hewan berbeda-beda setiap spesiesnya.maka dari itu setiap biota laut memiliki tingkat toleransi yang berbeda-beda pula terhadap suhu sama halnya laut memiliki tingkat toleransi yang berbeda-beda pula terhadap suhu sama halnya ikan

ikan Amphiprio Amphiprion ocellarisn ocellaris di mana memiliki suhu yang optimal didalam tubuhnya dandi mana memiliki suhu yang optimal didalam tubuhnya dan memiliki tingkat toleransi terhadap suhu yang berbeda. Termoregulasi merupakan memiliki tingkat toleransi terhadap suhu yang berbeda. Termoregulasi merupakan ilmu yang

ilmu yang mempelajari tentang pengaturan mempelajari tentang pengaturan produksi panas produksi panas dan dingin dan dingin pada ikanpada ikan sehingga mendapatkan suhu yang optimal yang dapat di pertahankan secara konstan. sehingga mendapatkan suhu yang optimal yang dapat di pertahankan secara konstan. Ikan

Ikan Amphiprion ocellaris Amphiprion ocellaris akan melakukan adaptasi berupa adaptasi terhadap suhu akan melakukan adaptasi berupa adaptasi terhadap suhu untuk mencapai suhu optimal , suhu yang terlalu tinggi menyebabkan ikan merasa untuk mencapai suhu optimal , suhu yang terlalu tinggi menyebabkan ikan merasa panik karena oksigen terlarut dalam air laut akan semakin rendah sehingga panik karena oksigen terlarut dalam air laut akan semakin rendah sehingga melakukan respirasi semakin sedikit

melakukan respirasi semakin sedikit dan suhu dan suhu air pada lingkungan yang air pada lingkungan yang rendah tidakrendah tidak hanya mempengaruhi kelarutan oksigen tetapi juga mempengaruhi laju metabolisme hanya mempengaruhi kelarutan oksigen tetapi juga mempengaruhi laju metabolisme respirasi ikan pada bukaan

respirasi ikan pada bukaan operculumoperculum yang semakin lambat seiring menurunnya suhu yang semakin lambat seiring menurunnya suhu dingin yang diberikan. Penurunan suhu dapat meningkatkan oksigen terlarut yang dingin yang diberikan. Penurunan suhu dapat meningkatkan oksigen terlarut yang berlebihan, sehingga ikan akan mengalami stres serta kematian. sedangkan jika suhu berlebihan, sehingga ikan akan mengalami stres serta kematian. sedangkan jika suhu terhadap perairan rendah maka ikan akan mengalam

terhadap perairan rendah maka ikan akan mengalami stres dan dapat terjadi kematiani stres dan dapat terjadi kematian pada ikan. Bukaan

pada ikan. Bukaan operculumoperculum  menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu, maka  menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu, maka bukaan

bukaan operculumoperculum semakin banyak. Suhu tinggi menyebabkan berkurangnya gassemakin banyak. Suhu tinggi menyebabkan berkurangnya gas oksigen terlarut, akibatnya ikan akan mempercepat bukaan

oksigen terlarut, akibatnya ikan akan mempercepat bukaan operculumoperculum untukuntuk mendapatkan gas oksigen dengan cepat sesuai kebutuhan respirasinya.

(2)

Kata Kunci: Suhu, Termoregulasi, Ikan  A mphipri on ocellaris, Bukaan Operculum.

PENDAHULUAN

Ikan badut ( Amphiprion) termasuk  jenis ikan hias akuarium air laut yang mempunyai penggemar cukup banyak, salah satu jenis yang sangat umum dikenal dan telah berhasil ditangkarkan adalah  Amphiprion ocellaris. Ikan ini hidup secara bergerombol, habitatnya di alam selalu berdampingan atau bersimbiosis dengan anemon laut, dimana ikan lain tidak mampu bertahan hidup dalam ruang anemon. Simbiosis spesifik tersebut membuat ikan hias  Amphiprion ini mendapat julukan  Anemonfish atau Clownfish, selain itu  juga dikenal dengan nama ikan badut karena penampilan warna yang cerah serta gerakan lucu dan menarik (David (2007) dalam Mustakim (2016)).

Ikan merupakan hewan ektotermik yang berarti yang berarti tidak

menghasilkan panas tubuh, sehingga suhu tubuhnya tergantung atau menyesuaikan suhu lingkungan sekelilingnya (Tunas (2015) dalam  Azwar (2016)).

Suhu merupakan parameter lingkungan yang paling sering diukur di laut karena berguna dalam mempelajari proses-proses fisik, kimiawi dan biologis yang terjadi di laut (Putra, 2016).

Suhu di suatu perairan dalam terbagi dalam tiga lapisan utama Pertama, lapisan permukaan yang tercampur sempurna (mixed layer ). Lapisan ini hangat dan memiliki gradien suhu dengan kedalaman yang kecil. Kedua, lapisan termoklin (thermocline layer ) yakni lapisan dengan penurunan suhu yang mencolok atau lapisan yang memiliki gradien suhu yang besar.

(3)

Terakhir, lapisan dalam (deep layer ) yang memiliki suhu yang rendah tetapi relatif konstan pada 4 oC (Kalangi,

2013).

Suhu air laut disebabkan oleh proses alam seperti proses biokimia, melalui mikroorganisme yang dapat menghasilkan panas (reaksi endotermik dan eksotermik) dan proses mikrobiologis sumber panas bumi (Simon, 2013).

Temperatur adalah suatu ukuran untuk tingkat panas suatu benda. Suhu suatu benda ialah keadaan yang menentukan kemampuan benda tersebut untuk mentransfer panas atau menerima panas, dari benda satu ke benda yang lain (Fadholi, 2013).

Suhu yang terlalu tinggi dapat meningkatkan stress pada benih dan ikan. Sementara suhu yang terlalu rendah dapat mempengaruhi kemampuan organisme dalam mengikat oksigen sehingga terhambat

pertumbuhannya (Sugiarto, (1988) dalam Simanjuntak (2016)).

Tingginya suhu akan dapat mengakibatkan pertumbuhan ikan menjadi lambat. Hal ini disebabkan suhu sangat berpengaruh terhadap proses metabolisme dan proses metabolisme akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan (Emaliana, 2016).

Termoregulasi merupakan ilmu yang mempelajari mengenai suatu pengaturan panas tubuh hewan meng enai keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan secara konstan (Lolita, 2015).

Termoregulasi adalah panas tubuh yang diperoleh dari lingkungan yang dihasilkan melalui suatu proses metabolisme, kelebihan muatan panas dikeluarkan untuk menjaga suhu inti badan 37oC. Respon termoregulasi

refleks dan semi refleks yang diintegrasikan di dalam otak tersebut

(4)

mencakup perubahan otonom, endokrin dan perilaku (Qisthon dan Suharyati, 2016).

Suatu peningkatan dalam suhu darah kurang dari 10oC mengaktivitasi

reseptor-reseptor yang panas di hipotalamus dan perifer yang yang memberi sinyal pada pusat termoregulator hipotalamus. Hipotalamus sendiri sering sering dipandang sebagai penyeimbang dan pengontrol suhu tubuh, dan juga memprakarsai terjadinya respon menggigil serta penyempitan maupun pelebaran pembuluh darah (Kukus, 2009).

Kepekaan ikan terhadap perubahan suhu, dikarenakan suhu tubuh ikan mengikuti perubahan suhu lingkungan (poikilotermal), sehingga suhu lingkungan dapat berpengaruh langsung pada perubahan fisiologis ikan (Wedemeyer dalam Syawal, 2011).

Faktor-faktor yang mempengruhi suhu permukaan air laut ialah keseimbangan kalor dan keseimbangan masa air di lapisan permukaan laut. Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi suhu di perairan adalah penyerapan panas (heat flux ), curah hujan ( presipitation), aliran sungai (flux ) dan pola sirkulasi arus. Perubahan pada suhu akan menaikan atau mengurangi densitas air laut di lapisan permukaan sehingga memicu terjadinya konveksi ke lapisan bawah (Kusumah, 2008).

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dilakukan praktikum guna mengetahui bagaimana toleransi biota laut terhadap perubahan suhu.

TUJUAN DAN KEGUNAAN

Praktikum toleransi ikan  Amphiprion ocellaris  terhadap perubahan suhu bertujuan untuk mengetahui dan mengamati perubahan fisiologis yang terjadi pada

(5)

ikan  Amphiprion ocellaris  terhadap perubahan suhu.

Kegunaan praktikum Toleransi Ikan  Amphiprion ocellaris  terhadap Perubahan Suhu yaitu agar mahasiswa mampu mengetahui dan melakukan pengamatan bagaimana perubahan fisiologis Ikan  Amphiprion ocellaris terhadap perubahan suhu.

METODE PRAKTIKUM WAKTU DAN TEM[AT

Praktikum Toleransi Ikan  Amphiprion ocellaris  terhadap Perubahan Suhu dilaksanakan pada hari Jumat, 13 April 2018 pukul 13.30-15.00 WITA, bertempat di Laboratorium Ekotoksikologi Laut, Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

ALAT DAN BAHAN

 Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu timbangan analitik berfungsi untuk menimbang massa Ikan  Amphiprion ocellaris  pada awal praktikum dan setelah praktikum untuk melihat perbedaan massa ikan, 3 toples kaca berfungsi sebagai wadah untuk air untuk pengamatan penurunan suhu, 3 akuarium kecil berfungsi untuk wadah air untuk pengamatan kenaikan suhu, hand counter   befungsi untuk memudahkan dalam menghitung bukaan operculum Ikan  Amphiprion ocellaris, lap berfungsi untuk membersihkan alat dan area kerja, stopwatch  digunakan untuk mencatat waktu pengukuran, thermometer berfungsi untuk mengukur suhu pada sampel air laut. dan tabel pengamatan untuk mencatat hasil pengamatan.

Bahan yang digunakan yaitu Ikan  Amphiprion ocellaris  sebagai objek pengamatan, air laut steril berfungsi sebagai bahan pengenceran, air murni

(6)

berfungsi sebagai bahan pengenceran untuk mendapatkan salinitas yang ditentukan, es batu untuk menurunkan suhu air laut steril, air panas berfungsi untuk menaikkan suhu air laut steril, kantong plastik untuk wadah air panas dan es batu yang digunakan dalam menaikkan ataupun menurunkan suhu dan tissue digunakan untuk membersihkan alat.

Prosedur kerja praktikum Toleransi Ikan  Amphiprion ocellaris terhadap Perubahan Suhu. Penurunan suhu dilakukan dengan menyediakan air laut dengan suhu 18°C, 21°C dan 24°C sedangkan untuk kenaikan suhu menggunakan suhu 30°C, 33°C dan 36°C.

Untuk penurunan suhu, menyiapkan air laut steril pada masing-masing toples kaca dan menambahkan es batu dalam kantong plastik dan mengukur suhu dengan menggunakan thermometer   hingga mencapai suhu yang telah ditentukan. Kemudian,

menimbang sampel Ikan  Amphiprion ocellaris. Setelah itu, memasukkan Ikan  Amphiprion ocellaris  ke dalam toples dengan suhu 18°C, 21°C, dan 24°C. Kemudian, menghitung bukaan operculum menggunakan hand caounter   sambil mengamati tingkah laku ikan selama satu menit, kemudian melanjutkan perhitungan bukaan operculum  dan mengamati tingkah laku ikan selama 15 menit pada masing-masing aquarium. Selanjutnya, menimbang kembali bobot akhir ikan setelah melakukan pengamatan. Mencatat hasil hitungan bukaan operculum  dan tingkah laku Ikan  Amphiprion ocellaris.

 Adapun pada peningkatan suhu dilakukan dengan menyiapkan tiga buah aquarium kecil yang telah berisi air laut. Memasukkan air yang telah dipanaskan kedalam kantong plastik. Kemudian, mengukur suhu dengan menggunakan thermometer   untuk aquarium pertama 30°C, aquarium

(7)

kedua 33°C dan aquarium ketiga 36°C. Menimbang bobot awal ikan pada timbangan analitik sebelum dimasukkan ke dalam aquarium. Setelah itu, memasukkan secara perlahan satu ekor Ikan  Amphiprion ocellaris  kedalam aquarium dengan suhu 30°C, 33°C dan 36°C. Menghitung bukaan operculum sambil mengamati tingkah laku ikan selama satu menit, kemudian melanjutkan perhitungan bukaan operculum dan mengamati tingkah laku ikan selama 15 menit, pada masing-masing aquarium. Selanjutnya, menimbang kembali bobot akhir ikan setelah melakukan pengamatan. Mencatat hasil hitungan bukaan operculum  dan tingkah laku Ikan Amphiprion ocellaris.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Hasil Pengamatan Bukaan Operculum pada Ikan  Amphiprion ocellaris.

Pengamatan Suhu Menit

(Oc) 0 15 Penurunan Suhu 24 120 1386 21 102 1946 18 165 0 Kenaikan Suhu 30 79 1078 33 253 3002 36 238 2589

Tabel 2. Hasil Pengamatan Aktivitas Gerak Pengamatan Aktivitas Gerak (Oc) Menit 0 15 Penurunan Suhu 24 ++ ++ 21 +++ +++ 18 +++ Kenaikan Suhu 30 +++ ++ 33 +++ ++ 36 ++ +++ Keterangan: +++ = Aktif ++ = Sedang

(8)

+ = Pasif

Tabel 3. Hasil Pengamatan Bobot Ikan

Suhu (Oc) Bobot Awal (gr) Akhir (gr) 24 4.59 5.71 21 4.32 4.50 18 4.52 4.59 30 4.15 4.34 33 5.88 5.64 36 4.07 4.95

Berdasarkan hasil pengamatan suhu yang berbeda – beda pada setiap wadah sampel ikan pengamatan memberikan pengaruh yang berbeda – beda terhadap setiap sampel uji coba. Pada praktikum ini, dilakukan dua pengamatan yaitu penurunan suhu 24oC, 21oC, 18oC dan kenaikan suhu

30oC, 33oC, 36oC.

Pengamatan penurunan suhu pada bukaan operculum  per menit, sampel ikan yang berada pada suhu 24oC

pada menit ke 0 yaitu sebanyak 120 kali, dan pada menit ke 15 sebanyak 1386 kali. Dari hasil yang tertera di atas dapat diamati bahwa jumlah bukaan operculum  semakin meningkat dari menit 0 hingga menit ke 15 karena ikan mengalami stress. Menurut Widyanthi (2016) Stress merupakan suatu keadaan sesaat pada ikan yang tidak mampu mengatur kondisi fisiologis yang normal karena berbagai faktor merugikan yang mempengaruhi kondisi kesehatannya. Perlakuan penurunan suhu dapat menekan respirasi dan aktivitas ikan. Aktivitas dari ikan  Amphiprion ocellaris  ini bergerak aktif sekali pada menit ke 0 dan bergerak pasif pada menit ke menit 15, hal tersebut di sebabkan karena awalnya ikan baru mulai beradaptasi dengan lingkungan barunya (Syamdidi, 2006). Berdasarkan hal ini, dapat menyebabkan berat badan dari ikan  Amphiprion ocellaris menurun karena

(9)

energi habis untuk melakukan termoregulasi.

Sampel ikan yang berada pada suhu 21oC, bukaan operculum pada

menit 0 sebanyak 102 kali, dan pada menit ke 15 sebanyak 1946 kali. Berdasarkan hasil di atas dapat dilihat bahwa jumlah bukaan operculum semakin meningkat dari menit 0 hingga menit ke 15 karena ikan mengalami stres. Tinggi rendahnya suhu yang masih dapat ditoleransi oleh ikan tidak selalu berakibat mematikan pada ikan tetapi dapat menyebabkan gangguan status kesehatan untuk jangka panjang, misalnya stres yang menyebabkan tubuh lemah, kurus, dan tingkah laku. Dari aktivitas ikan, ikan bergerak aktif dari menit 0 ke menit 15, hal ini disebabkan karena pada ikan  Amphiprion ocellaris  mengalami perubahan perilaku berupa cepatnya bukaan operculum, ikan mengambil udara dipermukaan air, dan ikan menjadi aktif. Dari hal ini,

menyebabkan berat badan dari ikan badut pada suhu 21oC meningkat dari

4.32 gr menjadi 4.50 gr.

Sampel ikan yang berada pada suhu 18oC, bukaan operculum pada

menit 0 sebanyak 165 kali, dan pada menit ke 15 sebanyak 0 kali, ini menandakan bahwa ikan tidak dapat bertahan pada suhu 18oC. Dari hasil

yang tertera di atas dapat dilihat bahwa  jumlah bukaan operculum  semakin

meningkat dari menit 0 hingga menit ke 15 karena ikan mengalami stress berlebihan sehingga menyebabkan ikan tersebut mati. Perubahan gerak operkulum ini diikuti dengan perilaku ikan yang kerap sering mengambil udara di permukaan air. Perubahan pergerakan ikan badut yang semula aktif bergerak menjadi lebih pasif (pendiam) sampai mati berkorelasi dengan semakin rendahnya suhu air, semakin rendah suhu air semakin cepat terjadi perubahan gerak ikan menjadi pasif. Dari aktivitas ikan, ikan

(10)

bergerak aktif pada menit ke 0 dan bergerak pasif pada menit ke menit 15, ikan yang mengalami kekurangan oksigen akan mempercepat pergerakan operkulumnya disertai dengan pergerakan mengambil udara di permukaan air dan pergerakan ikan menjadi pasif.

Pengamatan kenaikan suhu. Sampel ikan yang berada pada suhu 30oC, bukaan operculum pada menit 0

sebanyak 79 kali, dan pada menit ke 15 sebanyak 1078 kali. Berdasarkan dari hasil di atas dapat dilihat bahwa jumlah bukaan operculum semakin meningkat dari menit 0 hingga menit ke 15 karena ikan mengalami kondisi stress. Dari aktivitas ikan, ikan bergerak aktif dari menit 0 ke menit 15, hal ini disebabkan karena pada ikan Amphiprion ocellaris mengalami perubahan perilaku berupa cepatnya bukaan operculum, ikan mengambil udara dipermukaan air, dan ikan menjadi aktif. Bukaan operculum yan cepat dikarenakan suhu air yang

tinggi dan juga kelarutan oksigen (DO) yang rendah menyebabkan ikan akan bekerja lebih maksimal untuk memompakan air lebih cepat ke dalam permukaan insang untuk proses pernafasan sehingga bukaan operculumnya meningkat. Dari hal ini, menyebabkan berat badan dari ikan badut pada suhu 30oC.

Sampel ikan yang berada pada suhu 33oC, bukaan operculum pada

menit 0 sebanyak 253 kali, dan pada menit ke 15 sebanyak 3002 kali. Dari hasil yang tertera di atas dapat dilihat bahwa jumlah bukaan operculum semakin meningkat dari menit 0 hingga menit ke 15 karena ikan mengalami stress. Dari aktivitas ikan, ikan bergerak aktif dari menit 0 ke menit 15, hal ini disebabkan karena ikan mulai beradaptasi dan responsif terhadap lingkungannya, Dari hal ini, menyebabkan berat badan dari ikan  Amphiprion ocellaris pada suhu 33oC

(11)

karena energinya habis untuk melakukan termoregulasi.

Pada sampel ikan yang berada pada suhu 36oC, bukaan operculum

pada menit 0 sebanyak 238 kali, dan pada menit ke 15 sebanyak 2589 kali. Berdasarkan hasil di atas dapat dilihat bahwa jumlah bukaan operculum semakin meningkat dari menit 0 hingga menit ke 15 karena ikan mengalami stress. Dalam keadaan stress biasanya kemungkinan ikan untuk bertahan hidup sangat kecil karena nafsu makan menurun dan mudah terserang penyakit. Dari aktivitas ikan, ikan bergerak aktif dari menit 0 ke menit 15 menjadi pasif. Bukaan operculum  yang cepat dikarenakan suhu air yang tinggi dan juga kelarutan oksigen (DO) yang rendah menyebabkan ikan akan bekerja lebih maksimal untuk memompakan air lebih cepat ke dalam permukaan insang

untuk proses pernafasan sehingga bukaan operculumnya meningkat.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum Pengaruh Perbedaan Suhu Terhadap Termoregulasi ikan  Amphiprion ocellaris yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa suhu berpengaruh terhadap fisiologis biota laut. Proses fisiologis yang dilakukan sebagai adaptasi terhadap perubahan suhu adalah dengan melakukan termoregulasi. Termoregulasi yang diamati adalah bukaan operculum, pola tingkah laku serta perubahan bobot tubuh ikan  Amphiprion ocellaris. Pengaruh perbedaan suhu pada ikan  Amphiprion ocellaris yaitu ikan akan mengalami stress atau bahkan mengalami kematian jika melewati batas suhu yang dapat di toleransinya.

SARAN

Diharapkan pada praktikum berikutnya, kiranya kursi diperbanyak

(12)

agar praktikan tidak bergantian berdiri dan juga pendingin ruangan ditambahkan karena banyaknya praktikan yang melakukan praktiukum.

DAFTAR PUSTAKA

 Azwar, M. Emiyarti. Yusnaini. 2016. Critical Thermal Dari Ikan Zebrasoma scopas Yang Berasal Dari Perairan Pulau Hoga Kabupaten Wakatobi. Sapa Laut. Vol. 1 (2): 6.

Emaliana, S. Usman, I. Lesmana. 2016. Pengaruh Perbedaan SuhuTerhada Pertumbuhan Benih Ikan Mas Koi (Cyprinus carpio).Universitas Sumtra Utara. Medan.

Fadholi, A. 2013. Study Pengaruh  Auhu Dan Tekanan Udara Terhadap Operasi Penerbangan Di Bandara h.a.s. Hananjoeddin Buluh Tumbang Belitung Periode 1980-2010.  Stasiun Meteorologi Depati Amir Pangkalpinang. Kalangi, P.N. 2013. Sebaran Suhu

Dan Salinitas Di Teluk Manado. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan : Universitas Sam Ratulangi.

Kesuma, H. 2008. Variabilitas Suhu Dan Salinitas Di Perairan Cisadane. Pusat Penelitian Oseanografi : Jakarta.

Kukus, Y., W. Suppit, F. Lintong. 2009. Suhu Tubuh: Homeostasis Dan Efek Terhadap Kinerja Tubuh

Manusia. Jurnal Biomedik 1 (2) : 114.

Lolita, R. 2015. Suhu Tubuh Hewan Pengaruh Pergerakan Dan Perendaman Ayam Terhadap Suhu Tubuh.  Program Studi Pendidikan Biologi : Universitas Jember.

Mustakim, R. Thamrin. Zulkifli. 2016. The Type And Abundance Of Clown Fish (Amphiprion sp.) In Conservation Areas Of Kasiak Island Of Pariaman City Of West Sumatera. Universitas Riau.

Putra, F. A, Zahidah, H. Noir P. P. 2013. Kondisi Arus Dan Suhu Permukaan Laut Pada Musim Barat Dan Kaitannya Dengan Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus Albacares) Di Perairan Selatan Jawa Barat. Universitas Padjadjaran.

Qisthon, A., S, Suharyati. 2016. Pengaruh Naungan Terhadap Respons Termoregulasi dan Produktivitas Kambing peranakan Ettawa. Universitas Lampung. Bandar Lampung : 2. Simanjuntak, dan Pramana. 2016.

Pengontrolan Suhu Air Pada Kolam Pendederan Dan Pembenihan Ikan Nila Berbasis Arduino. Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Simon, 2013. Distribusi Suhu, Salinitas Dan Oksigen Terlarut di Perairan Kema, Sulawesi Utara.  Teknisi Litkayasa UPT. Loka Konservasi Biota Laut Bitung-LIPI.

Syamdidi, D. Ikasari, dan S. Wibowo. 2006. Studi Sifat Fisiologi Ikan Gurami (Osphronemus gourami).

(13)

Syawal, H., N. Kusumorini, W. Manalu, R. Affandi. 2011. Respons fisiologis dan hematologis ikan mas (Cyprinus carpio)  pada suhu media  pemeliharaan yang berbeda. Jurnal Ikhtiologi Indonesia XII (1) Hal 1.

Widyanthi, F., Fakhrurrozi, A. Kurniawan, A. Kurniawan. 2016. Pengaruh Suhu Yang

Berbeda Terhadap

Kelangsungan Hidup Pada Domestikasi Ikan Cempedik Di Pulau Belitung . Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal. Universitas Bangka Belitung

(14)

Gambar

Tabel  1.  Hasil  Pengamatan  Bukaan Operculum pada  Ikan  Amphiprion ocellaris.
Tabel 3. Hasil Pengamatan Bobot Ikan

Referensi

Dokumen terkait

PBB dalam Sidang Umum-nya tahun 1994 mendefinisikan trafficking : Pemindahan orang melewati batas nasional dan internasional secara gelap dan melanggar hukum,

Beberapa sumber memberikan persentase yang sangat memprihatinkan bahwa “Tercatat, 19 persen dari jumlah remaja di Indonesia atau sekitar 14 ribu remaja, diindikasikan menjadi

Untuk itu seorang pemimpin harus mengumpulkan informasi dan memonitor lingkungan eksternal organisasi; menentang kebijakan yang berlaku; mengukur apa yang tidak

Dalam penelitian di industri pengeringan kayu di Kalijambe didapatkan data dalam kondisi kapasitor sudah terpasang, sehingga perhitungan dilakukan untuk mencari

Bandul posisi transisi Aceh telah secara signifikan menunjukan gerakanya tidak mengikuti arah bandul transisi politik Indonesia yang kini hiruk-pikuk dengan konflik dan

Hasil yang diperoleh dari penulisan ini meliputi proses bisnis dan hasil desain antarmuka pengguna pada sistem informasi, hasil seleksi spesifikasi dan prioritas perancangan yang

Dan juga dapat memastikan bahwa semua perhitungan dilakukan dalam sistem koordinat yang sama, dan melakukan proyeksi pada objek kedalam suatu bidang dengan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata pada tes awal dan tes akhir, namun secara statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan