• Tidak ada hasil yang ditemukan

PBL Alkohol Sabu Pertemuan Pertama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PBL Alkohol Sabu Pertemuan Pertama"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PBL 3

BLOK KEDOKTERAN ADIKSI

Sabu, Alkohol, TBC

Dibimbing oleh: dr. Lenny Sp.KJ Disusun oleh: Kelompok PBL 12 Anastasia Lilian 2008-060-198 Tia Listyana 2008-060-218 Edu William 2008-060-222 Alvince Thomas 2008-060-226

Antonia Valentine Puspasari 2008-060-227 Yohanes Iddo Adventa 2008-060-236 Natallia Batuwael 2008-060-239 Jessica Janice Luhur 2008-060-242

Mirsha 2008-060-245

Pauline Octaviani 2008-060-248 Handi Tri Effendi 2008-060-249

Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya JAKARTA

(2)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Adiksi merupakan kondisi dimana seseorang sudah tidak lagi mempunyai kendali terhadap perilaku kecanduannya. Dalam konteks kecanduan narkoba, maka zat-nya bisa Heroin (putau), sabu, ganja, pills, dll. Dalam pendekatan yang lain, Adiksi merupakan Penyakit. Chronicle relapsing disease atau penyakit kronis yang mudah relaps.

Masalah yang di timbulkan oleh adiksi sangat banyak, mulai dari masalah sosial, pekerjaan, psikologi dan fisik. Salah satu masalah fisik yang timbul dari penggunaan NAPZA adalah infeksi oportunistik, yaitu infeksi yang terjadi karena penggunaan NAPZA. Salah satu infeksi oportunistik yang sering didapat pada penggunaan NAPZA adalah penyakit Tuberkulosis. Hal ini terjadih karena penyakit ini merupakan penyakit endemik yang terdapat di Indonesia.

Oleh karena itu, penting bagi kami sebagai calon dokter untuk mengetahui hubungan dan penanganan mengenai adiksi dengan penyakit tuberculosis.

I.2

Skenario

Pasien laki-laki usia 32 tahun datang dengan keluahan batuk-batuk sejak 1 bulan, batuk kadang disertai darah sedikit-sedikit berupa bercak. Sejak 2 bulan pasien merasa demam tidak hilang timbul. Badan merasa semakin kurus. Pasien pengguna shabu-shabu sejak setahun yang lalu dihirup atau di campur alkohol. Pada pemeriksaan fisik pasien tampak kaheksia, suhu sub febris, respirasi 24 kali/menit, tidak terdapat needle tract, ronki kasar di kedua lapangan paru terutama apeks. Pada pemeriksaan rontgen thorax PA terdapat infiltrat di kedua lapangan paru terutama dibagian apeks

(3)

BAB II HASIL DISKUSI

STEP 1 Identify unfamiliar terms

1. Kakexia : tampak seperti makin kurus.

STEP 2 Define the problems

1. Apa yang menyebabkan batuk dan bercak darah? Bagaimana kaitannya dengan penggunaan sabu?

2. Apa gejala jangka panjang dari sabu dan alkohol ? 3. Sabu dan alkohol dapat menyebabkan apa?

4. Apa efek langsung dari penggunaan inhalasi dibandingkan dengan intravena?

5. Apakah ada hubungan dari penggunaan sabu dan alkohol dalam menurunkan sistem imun?

6. Apa diagnosis dari pasien dalam skenario?

7. Apakah ada kemungkinan terjadinya infeksi pada pasien tersebut? 8. Apa yang harus dilakukan tatalaksana terlebih dahulu?

9. Bagaimana hubungan yang terjadi antara penggunaan secara inhalasi atau orang dengan gambaran infiltrat yang ada di apeks?

10. Bagaimana patofisiologi dari keseluruhan gejala?

11. Apa saja diagnosis banding dari hasil rontgen dengan gambaran seperti yang dijelaskan di skenario?

12. Apa saja pemeriksaan penunjang tambahan yang perlu ditambahkan? 13. Apa saja risiko dari pemakaian sabu?

14. Apa prevensi yang bisa dilakukan?

STEP 3 Brain Stroming

1 dan 11.

Ada empat kemungkinan.

Kemungkinan yang pertama yaitu suspek Tuberkulosis (TB). Dilihat dari hasil rontgen yaitu ada bercak di apeks, pasien mengalami demam subfebril, dan badan semakin kurus.

Kemungkinan kedua, karena penggunaan secara inhalasi, sabu mengendap diparu, sehingga terjadi perubahan silia yang menyebabkan pasien harus batuk yang keras untuk mengeluarkan

(4)

benda asing dari saluran pernapasan yang menyebabkan terjadinya perdarah. Sehingga batuk yang dihasilkan pasien mengeluarkan darah.

Kemungkinan yang ketiga yaitu, kanker paru. Sementara itu, kemungkinan ke empat yang kami pikirkan adalah pneumonia.

Dari keempat kemungkinan tersebut dan berdasarkan dari keluhan dan hasil pemeriksaan penunjang, kami cenderung memilih pasien merupakan suspek TB.

9.

Hubungan antara penggunaan secara inhalasi dengan gambaran infiltrat mungkin ada perubahan histologis pada jaringan paru dan adanya kemungkinan kuman TB yang terhirup lalu bersarang di apeks yang terdapat banyak oksigen karena sifat dari kuman TB yang aerob. Selain itu, TB merupakan penyakit yang endemik di Indonesia, sehingga penyebaran nya sangat mudah. Riwayat pasien yang merupakan pengguna sabu dan alkohol juga merupakan faktor risiko karena penggunaan sabu dan alkohol menurunkan sistem imun yang mempermudah pertumbuhan kuman TB dalam tubuh pasien.

7.

Kemungkinan besar terjadi infeksi. Selain itu dengan melihat gejala-gejala yang lain, demam sub-febril merupakan salah satu ciri dari TB.

10 dan 5.

Penggunaan sabu-sabu mempengaruhi regulasi pengaturan suhu. Namun, perlu dibedakan antara demam karena infeksi dan demam karena penggunaan sabu. Sabu juga berkontribusi pada penurunan imun karena menurunkan nafsu makan dan tidur sehingga meningkatkan faktor risiko terkena infeksi TB. Penggunaan secara inhalasi, mungkin dapat berkontribusi dalam masuknya kuman TB lalu TB berkembang sesuai dengan proses patofisiologinya. 4.

Penggunaan inhalasi lebih cepat efeknya dari oral karena penyerapan sabu yang terjadi di mukosa saluran pernapasan lebih cepat daripada oral. Penggunaan inhalasi juga lebih aman dari risiko penularan HIV dan hepatitis C. Namun, efek penggunaan inhalasi masih kalah cepat dibandingkan dengan penggunaan intravena.

(5)

Diagnosis sementara yaitu suspek TB dengan melihat dari gejala-gejala yang ada dan juga dengan riwayat penggunaan sabu dan alkohol.

12.

Pemeriksaan penunjang tambahan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa yaitu dengan pemeriksaan sputum. Jika hasil sputum yang diambil sewaktu, pagi, sewaktu, menghasilkan positif di ketiga sputum tersebut, maka pasien dapat dikatakan menderita TB. Namun, apabila salah satu negatif atau hanya dua yang positif, maka dilakukan pemeriksaan ulang dengan selang waktu dua minggu.

Pemeriksaan penunjang tambahan untuk penggunaan sabu dapat dilakukan dengan pemeriksaan urin.

8.

Tatalaksana yang dilakukan pertama yaitu untuk diagnosis TB. Namun, diagnosis harus dipastikan terlebih dahulu. Tatalaksana dilakukan dengan memberikan obat anti tuberkulosis (OAT) yang dilakukan selama enam bulan. Untuk penggunaan sabu, dapat dilakukan substitusi dan konseling. Penggunaan alkohol harus dilakukan penurunan secara perlahan-lahan.

14.

Prevensi yang dapat dilakukan adalah dengan harm reduction dengan cara membuka jendela rumah agar kuman TB mati.

STEP 4 Learning Objective

1. Bagaimana patofisiologi alkohol dan sabu dalam tubuh ? 2. Apa saja kriteria diagnosa dari pasien pengguna alkohol ? 3. Bagaimana gejala alcohol?

4. Bagaimana tatalaksana alkohol 5. Apakah TB itu?

6. Bagaimana tatalaksana pasien TB yang menggunakan sabu? 7. Apa saja faktor risiko yang menyebabkan mudah terinfeksi TB?

(6)

STEP 5 Self Study

SETP 6 Resut

1. Patofisologis Sabu dan Alkohol Amfetamin

Struktur amfetamin mirip dengan katekolamin endogen, antara lain: epinefrin, norepinefrin, dan dopamine. Amfetamin memiliki efek simpatomimetik secara tidak langsung pada sentral dan perifer. Efek adrenergic alfa dan beta terjadi oleh karena keluarnya neurotransmitter pada daerah prasinaps. Selain itu terjadi pula inhibisi re-uptake katekolamin daerah presinap dan inhibisi aktivitas MAO yang mengakibatkan konsentrasi neurotransmiter meningkat.

Penggunaan amfetamin secara berulang dalam waktu lama akan menyebabkan berkurangnya cadangan katekolamin (prekursor norepinefrin maupun dopamin). Neuron membutuhkan waktu beberapa hari untuk memproduksi katekolamin. Selama masa adaptasi produksi katekolamin itu pasien mengalami depresi.

regio medial forebrain  peningkatan norepinefrin  euforia dan peningkatan libido sistem ARAS  peningkatan aktivitas motorik dan kelelahan menurun

kumpulan neuron dopaminergik  skizofrenia dan psikosis Amfetamin menyebabkan:

 pelepasan norepinefrin, dopamin, dan serotonin (tidak terlalu kuat) dari neuron prasinaps

 menghambat sistem MAO pada neuron prasinaps  menghambat re-uptake norepinefrin dan dopamin

peningkatan aktivitas neuron dopaminergik dan adrenergik pascasinaps

(7)

Amfetamin dimetabolisasi di hepar dan diekskresi dalam bentuk aslinya atau dalam bentuk metabolitnya, Kecepatan eliminasi amfetamin bergantung pH air seni. Semakin kecil pH, semakin besar kadar amfetamin yang dieksresikan dalam bentuk yang tidak berubah. Pada pH yang tinggi, metabolisme amfetamin dalam hepar berlangsung lebih lama.

Alkohol

Alkohol yang masuk ke saluran pencernaan akan diabsorbsi melalui sistem gastrointestinal, tetapi lokasi yang efisien untuk terjadi absorbsi adalah di dalam usus halus. Setelah diabsorbsi, alkohol akan didistribusikan ke semua jaringan dan cairan tubuh serta cairan jaringan. Sekitar 90-98% alkohol yang diabsorbsi dalam tubuh akan mengalami oksidasi dengan enzim, sedangkan 2-10%nya diekskresikan tanpa mengalami perubahan, baik melalui paru-paru maupun ginjal. Sebagian kecil akan dikeluarkan melalui keringat, air mata, empedu, cairan lambung, dan air ludah.

Pengaruh alkohol terhadap aktivitas SSP adalah melalui reseptor GABA dan reseptor asam glutamate terutama subtipe NMDA. Alkohol mempengaruhi ion channel pada reseptor tersebut. Dalam konsentrasi rendah, alkohol menghambat ion channel yang diaktivasi oleh NMDA. Sebaliknya penggunaan alkohol akut akan meningkatkan aktivasi ion channel yang diaktivasi oleh 5-HT3 dan GABA. Pada penggunaan alkohol yang kronis akan terjadi perubahan fungsi ion channel. Hal ini dapat menjelaskan terjadinya toleransi. Alkohol juga berpengaruh pada reseptor opioida dan merupakan salah satu faktor penting mengapa alkohol mempunyai potensi menyebabkan ketergantungan.

Alkohol yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami serangkaian proses biokimia. Metabolisme alkohol melibatkan 3 jalur, yaitu:

a) Jalur Sitosol/Lintasan Alkohol Dehidrogenase

Jalur ini adalah proses oksidasi dengan melibatkan enzim alkohol dehidrogenase (ADH). Metabolisme alkohol oleh ADH akan menghasilkan asetaldehid. Asetaldehid merupakan produk yang sangat reaktif dan sangat beracun sehingga menyebabkan kerusakan beberapa jaringan atau sel.

b) Jalur Peroksisom/Sistem Katalase

Sistem ini berlangsung di dalam peroksisom dengan menggunakan katalase. Pada jalur ini diperlukan H2O2. Sistem ini diperlukan ketika kadar alkohol di dalam tubuh

(8)

c) Jalur Mikrosom atau SOEM (Sistem Oksidasi Etanol Mikrosom) Sistem ini melibatkan enzim sitokrom P450 yang berada dalam mikrosom.

Sebagian besar metabolisme alkohol terjadi di dalam hati. Bila diminum dalam dosis rendah, alkohol dipecah oleh enzim alkohol dehidrogenase menjadi asetaldehida. Enzim ini membutuhkan seng (Zn) sebagai katalisator. Asetaldehida kemudian diubah menjadi asetil KoA oleh enzim dehidrogenase. Kedua reaksi ini membutuhkan koenzim NAD. Ion H yang terbentuk diikat oleh NAD dan membentuk NADH. Asetil KoA kemudian memasuki siklus asam trikarboksilik, yang kemudian menghasilkan NADH, FADH2, dan GTP yang digunakan

untuk membentuk adenosin trifosfat (ATP), yaitu senyawa energi tinggi yang berperan sebagai cadangan energi di dalam sel. Namun bila alkohol yang diminum banyak, enzim dehidrogenase tidak cukup untuk memetabolisme seluruh alkohol menjadi asetaldehida. Sebagai penggantinya hati menggunakan sistem enzim lain yaitu jalur mikrosom.

Asetaldehida yang dihasilkan dari pemecahan alkohol oleh enzim dehidrogenase, ketika berinteraksi kembali dengan alkohol akan menghasilkan senyawa yang susunannya mendekati morfin, hingga bisa menyebabkan orang jadi kecanduan alkohol atau alkoholik.

Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan metabolisme dan penyerapan alkohol oleh tubuh manusia, antara lain :

a) Jenis dan besar kadar alkohol yang diminum.

Makin tinggi kadar alkohol yang diminum maka makin cepat dan banyak alkohol yang dapat diserap oleh tubuh manusia. Jenis minuman alkohol juga menentukan besar kadarnya.

b) Jumlah alkohol yang diminum.

Makin banyak alkohol yang diminum maka makin tinggi kadar alkohol yang dapat ditemukan dalam tubuh.

c) Keadaan mukosa lambung dan usus.

Adanya makanan dan jenis makanan tertentu dalam lambung saat mengkonsumsi alkohol dapat mempengaruhi penyerapan. Jumlah alkohol yang dapat diserap tergantung pada seberapa cepat lambung mengosongkan isinya. Jika seseorang minum alkohol setelah makan (makanan yang mengandung karbohidrat, protein dan lemak), maka kecepatan penyerapan alkohol menjadi tiga kali lebih lambat daripada saat lambung dan usus kosong.

(9)

Semakin besar tubuh manusia semakin banyak kandungan air di dalamnya karena hampir ⅔ dari berat badan manusia terdiri dari air. Alkohol dapat bercampur dengan air sehingga konsentrasi alkohol dalam darah berkurang.

e) Berat badan manusia.

Respon tubuh terhadap alkohol antara orang kurus dan gemuk adalah berbeda. Hal ini disebabkan orang yang lebih kurus dan kecil mempunyai volume atau jumlah darah yang lebih sedikit dan organ hatinya juga lebih kecil. Oleh karena itu, konsentrasi alkohol dalam darah yang mengalir ke organ hati akan lebih besar dan mungkin akan lebih besar lagi saat darah mengalir meninggalkan organ tersebut.

f) Jenis kelamin.

Kemampuan alkohol dalam tubuh wanita untuk memetabolisme enzim ADH dalam perut lebih lemah daripada pria. Selain itu, wanita memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya penyakit hati, kerusakan otot jantung dan kerusakan otak. Wanita juga memiliki kandungan air dalam tubuh lebih sedikit dari pria, sehingga konsentrasi alkohol dalam darah lebih besar jika minum dengan jumlah yang sama dan berat badan juga sama dengan seorang pria.

g) Kebiasaan minum.

Bila seseorang terbiasa minum alkohol maka makin cepat pula penyerapan oleh tubuhnya. Ketika kadar alkohol di dalam darah mencapai 0,05%, efek depresan dari alkohol mulai bekerja, sementara pada kadar alkohol 0,1%, saraf-saraf motorik mulai terpengaruh. Berjalan, penggerakan tangan dan berbicara mulai sedikit ada nampak perbedaan. Pada kadar alkohol 0,2% dalam darah, saraf motorik sudah mulai inaktif dan keadaan emosi mulai terganggu. Sementara dengan kadar alkohol 0,4 hingga 0,5% dalam darah, orang akan berada dalam keadaan koma, dan beberapa bagian di otak yang mengatur denyut jantung dan pernafasan akan sangat terganggu sehingga dapat menimbulkan kematian.

Kemungkinan menderita penyakit infeksi pada peminum alkohol bertambah besar karena derajat imunitas tubuh menurun, yang disebabkan oleh :

1. Alkohol menghambat aktivitas bakterisidal serum, terganggunya produksi immunoglobulin, dan berkurangnya komplemen C. Selain imunitas humoral, penggunaan alkohol dalam jumlah banyak dan lama juga menurunkan imunitas seluler karena terjadinya leukopenia, gangguan kemotaksis, menghambat mobilitas,

(10)

dan daya ikat leukosit polimorfonuklear, menghambat mitogenesis sel T, dan menghambat kerja makrofag alveolar sehingga pulmonary clearance terganggu.

2. Daya tahan tubuh menurun karena faktor makanan.

3. Terhalangnya daya tahan mekanis, terutama pada sistem pernafasan. Menurunnya kesaaran, terganggunya penutupan glottis, dan berkurangnya gerakan pernafasan karena sirosis hepatitis pada peminum alkohol yang kronis merupakan predisposisi terjadinya pneumonia.

Campuran alkohol –amfetamin

Efek adiksi dalam penggunaan alkohol akan meningkat dengan kombinasi penggunaan amfetamin. Akibat yang dapat terjadi tegangan berlebihan pada jantung dan organ lain akibat hipertensi dan takikardi yang berlebihan. Dehidrasi dapat pula terjadi.

2. Diagnosa Alkohol Anamnesa

Perlu diingat, pasien biasanya menyebabkan kegagalan dalam anamnesa karena pasien suka berbohong dan tidak mengaku memiliki masalah dengan alcohol.Pasien meraasa terlalu malu untuk mengakuinya.

CAGE (cut down: perlunya pengurangan kadar minuman), annoyance[kejengkelan orang- orang mengenai kebiasaan minum], guilt[rasa bersalah karena meminum], eye-opener[kebutuhan untuk menyadari kesalahan dari minum]) adalah questioner yang paling baik dan banyak dipakai untuk screening singkat tentang masalah alcohol. Pertanyaan ini harus diberikan langsung bertatap muka dan harus ditanyakan sebelum pertanyaan mengenai frekuensi dan jumlah minuman yang diminum.

Kuesionerinipadadasarnyadibentukdari 4 pertanyaanberikut:

• Have you ever felt the need to cut down on your drinking?(pernahkah anda merasa ingin mengurangi kadar minum anda?)

• Have people annoyed you by criticizing your drinking?(apakah sudah ada orang yang jengkel dengan gaya minum anda?)

• Have you ever felt bad or guilty about your drinking?(pernahkah anda merasa bersalah tentang ini?)

(11)

• Have you ever had a drink first thing in the morning to steady your nerves or get rid of a hangover?(pernahkah anda mencoba minum segelas air di pagi hari untuk mengatasi diri dari keadaan teler?)

Patients who answer affirmatively to 2 questions are 7 times more likely to be alcohol dependent than the general population. Those who answer negatively to all 4 questions are one-seventh as likely to have alcoholism as the general population.

Pasien- pasien yang menjawab dengan jawaban positif untuk 2 pertanyaan, merupakan pasien yang bergantung pada alcohol namun belum teradiksi.Namun, untuk orang yang menjawab dengan jawaban yang negative untuk seluruhpertanyaan di atas, maka memiliki adiksi untuk alcohol.

Namun, CAGE tidak mampu mendeteksi adanya kadar minum alcohol yang berada dalam jumlah yang membahayakan. Oleh karenaitu, lebih baik menggunakan AUDIT (alcohol use disorders identification test)

Questions 0

Points

1 Point 2 Points 3 Points 4 Points 1. How often do you have a drink

containing alcohol? Never Monthly or less 2-4 times a month 2-3 times a week 4 or more times a week 2. How many drinks containing

alcohol do you have on a typical day when you are drinking?

1 or 2 3 or 4 5 or 6 7-9 10 or more

3. How often do you have 6 or more drinks on 1 occasion?

Never Less than monthly

Monthly Weekly Daily or almost daily 4. How often during the past year have

you found that you were not able to stop drinking once you had started?

Never Less than monthly

Monthly Weekly Daily or almost daily 5. How often during the past year have

you failed to do what was normally expected of you because of drinking?

Never Less than monthly

Monthly Weekly Daily or almost daily 6. How often during the past year have

you needed a first drink in the morning to get yourself going after a heavy drinking session?

Never Less than monthly

Monthly Weekly Daily or almost daily

(12)

you had a feeling of guilt or remorse after drinking?

monthly almost

daily 8. How often during the past year have

you been unable to remember what happened the night before because you had been drinking?

Never Less than monthly

Monthly Weekly Daily or almost daily 9. Have you or has someone else been

injured as a result of your drinking?

No Yes, but not in the past year Yes, during the past year Pemeriksaan fisik

Berikut adalah tanda dan gejala withdrawal alcohol:

• Mualdanmuntah • Diaphoresis • Agitasidankecemasan • Sakitkepala • Tremor • Seizures

• Halusinasi visionary dan auditory

Berikut adalah tanda- tanda dari delirium tremens:

• Tachicardi dan hipertensi

• Peningkatan suhu

• Delirium

Dan ini adalah tanda- tanda untuk pemakaian kronis:

• Gynecomastia

• Spider angiomata

• Dupuytren contractures (also may be congenital)

• Testicular atrophy

• Pembesaranataupengecilanhati

• Pembesaranlimpa

Ataxia, ophthalmoplegia dan kebingungan mengindikasikan adanya Wernicke encephalopathy.

(13)

1. Gangguan penggunaan zat (substance use disorders), antara lain: - Ketergantungan zat (substance dependence)

- Penyalahgunaan zat (substance abuse)

2. Gangguan yang diinduksi oleh zat (substance-induced disorders), antara lain: - Intoksikasi zat (substance intoxication)

- Putus zat (substance withdrawal) - Intoksikasi zat + delirium karena zat - Putus zat + delirium karena zat - Demensia menetap karena zat

- Gangguan amnestik menetap karena zat - Gangguan psikosis karena zat

- Gangguan suasana perasaan karena zat - Gangguan cemas karena zat

- Disfungsi seksual karena zat - Gangguan tidur karena zat

Kriteria Diagnosis Penggunaan Alkohol menurut ICD-10 F10.0 Intoksikasi Akut Alkohol

Kriteria diagnostik:

A. Harus memenuhi kriteria umum untuk intoksikasi akut.

B. Harus terdapat disfungsi perilaku yang dibuktikan dengan adanya sekurang-kurangnya satu diantara gejala di bawah ini:

1. Disinhibisi 2. Suka berdebat 3. Agresi

4. Suasana perasaan yang labil 5. Gangguan memusatkan perhatian 6. Daya nilai terganggu

7. Interfensi fungsi personal

C. Harus terdapat sekurang-kurangnya satu diantara gejala di bawah ini: 1. Jalan sempoyongan

2. Sulit berdiri 3. Bicara pelo (cadel) 4. Nistagmus

(14)

5. Kesadaran menurun (sopor, koma) 6. Muka merah

7. Konjungtiva merah

F10.07 Intoksikasi Patologis (Alkohol) Kriteria diagnostik:

A. Harus memenuhi kriteria umum intoksikasi akut, dengan perkecualian bahwa intoksikasi akut terjadi sesudah minum sejumlah alkohol yang pada kebanyakan orang tidak menyebabkan intoksikasi.

B. Terdapat ucapan agresif atau perilaku kekerasan fisik yang tidak mencerminkan sifat orang tersebut bila tidak dalam keadaan intoksikasi.

C. Intoksikasi terjadi segera (biasanya dalam beberapa menit) sesudah mengonsumsi alkohol. D. Tidak terdapat bukti adanya gangguan otak organik atau gangguan mental lain.

F10.3 Keadaan Putus Alkohol Kriteria diagnostik:

A. Harus memenuhi kriteria umum keadaan putus zat psikoaktif. B. Harus terdapat tiga dari gejala di bawah ini:

1. Tremor pada lidah, mata dan tangan yang direnggangkan 2. Berkeringat

3. Mual atau muntah

4. Denyut jantung cepat atau hipertensi 5. Agitasi psikomotor

6. Nyeri kepala 7. Insomnia 8. Lesu dan lemah

9. Halusinasi atau ilusi penglihatan, perabaan, pendengaran yang bersifat sementara 10. Kejang

3. Gejala Alkohol

Intoksikasi akut alkohol menurut

A. Terdapat disfungsi perilaku yang dibuktikan dengan adanya sekurang-kurangnya satu di antara gejala di bawah ini:

(15)

2. Suka berdebat 3. Agresi

4. Suasana perasaan yang labil 5. Gangguan memusatkan perhatian 6. Daya nilai terganggu

7. Interferensi fungsi personal

B. Terdapat sekurang-kurangnya satu di antara gejala di bawah ini: 1. Jalan sempoyongan

2. Sulit berdiri

3. Bicara pelo (cadel) 4. Nistagmus

5. Kesadaran menurun (sopor,koma) 6. Muka merah

7. Konjungtiva merah Intoksikasi Patologis (alkohol)

A. Memenuhi kriteria umum intoksikasi akut, dengan perkecualian bahwa intoksikasi akut terjadi sesudah minum sejumlah alkohol yang pada kebanyakan orang tidak menyebabkan intoksikasi

B. Terdapat ucapan agresif atau perilaku kekerasan fisik yang tidak mencerminkan sifat orang tersebut bila tidak dalam keadaan intoksikasi

C. Intoksikasi terjadi segera (biasanya dalam beberapa menit) sesudah mengonsumsi alkohol

D. Tidak terdapat bukti adanya gangguan otak organik atau gangguan mental lain. 4. Tatalaksana Alkohol

Tujuannya adalah:

• Mencegah penderita menyakiti diri sendiri dan orang lain

• Mengatasi keadaan yang mengancam nyawa, misalnya keadaan yang reversible seperti: hipoksemia, dehidrasi, hipoglisemia dan hipotermi

• Memastikan disposisi dan pelaksanaan selanjutnya yang tepat

• Memeriksa luka-luka yang mungkin terlewatkan

• Perhatian adanya ensefalopati Wernicke : 3 gejala klasik yang hanya nampak pada 10 % penderita. Lihat adanya perubahan status mental depresi, apatis, bingung (80%),

(16)

perubahan ocular nigtagmus horizontal atau kelumpuhan otot rektus lateral, dan ataksia (20% kasus)

Tujuan dicapai melalui beberapa prinsip penanganan

• Observasi dengan penilaian berulang dari tanda vital dan penilaian neurologi

• Evaluasi yang agresif dari status mental yang tidak membaik atau terganggu

• Observasi lanjutan sampai penderita dapat berfungsi dengan bebas dan menjaga diri sendiri

• Hidrasi dan nutrisi intravena

• Pengendalian kemikal dan fisik jika dibutuhkan (untuk penderita dan orang lain)

Terapi obat:

• Tiamin 100 mg IV: gudang tiamin seringkali tidak ada pada penderita alkoholik.

• D50W 40 ml IV bolus untuk hipoglisemia yang ditemukan.

Catatan: Secara teori, sangat penting untuk memberikan dekstrose dengan tiamin pada penderita malnutrisi karena pemberian awal dekstrose akan memacu

terjadinya ensefalopati Wernike (trias dari ataxia, kebingungan menyeluruh dan abnormalitas ocular, terutama nistagmus horizontal atau paralise nervus enam bilateral). Pandangan ini tidak didukung oleh bukti. Masih diperdebatkan apakah itu memakan waktu berjam-jam ataupun berhari-hari, untuk ensefalopati Wernike untuk berkembang secara klinis; juga, tiamin dapat diberikan segera setelah pemberian dekstrosa.

• Haloperidol 5 mg IV dapat diulang dalam waktu 5-10 menit. Obat-obat ini dipergunakan pada penderita intoksikasi dengan agitasi yang berat dalam

pembatasan aktivitas fisik. Haloperidol menghasilkan efek sedasi minimal dengan control tingkah laku yang sangat bagus.

• Jika riwayat dan pemeriksaan fisik menyatakan dugaan adanya penggunaan narkoba, nalokson 2 mg IV membantu mengidentifikasi dan mengembalikan susunan saraf pusat dan depresi pernafasan.

(17)

• Pasien dapat disuruh mandi air dingin bergantian dengan mandi air hangat.

• Berikan aktivitas jasmani, seperti meloncat-loncat, push up, sit up.

• Boleh diberi minuman kopi kental, tetapi tidak stimulan lain.

• Bila alkohol belum terlalu lama diminum, diusahakan agar dimuntahkan.

• Bila tercampur dengan penggunaan benzodizepine dapat diberi antagonis benzodiazepine (flumazenil) 1 mg i.v dalam 1-3 menit. Karena waktu paruh flumazenil pendek, dosis tersebut perlu diulang sesudah 20-30 menit.

• Bila pasien juga menggunakan opioida, diberikan antagonis opioida (narcan) 0,4 mg i.v atau i.m dapat diulang tiap 30 menit.

• Pada intoksikasi alkohol patologis jika pasien gaduh, gelisah dapat difiksasi (diikat) Dapat dipertimbangkan untuk diberi sedatif (diazepam) parenetral agar pasien menjadi tenang.

Stupor Alkoholik

Bila tanda-tanda vital dalam batas normal, tidak perlu tindakan spesifik. Dapat diberikan kafein sodium benzoat 0,5 mg i.m

Terapi Putus Alkohol

Diberikan benzodiazepin yang berjangka kerja panjang (klordiazepoksid, diazepam) atau yang berjangka kerja pendek (oksazepam atau lorazepam). Bila terdapat gangguan fungsi hati, sebaiknya digunakan benzodiazepin berjangka kerja pendek, jika tidak yang berjangka kerja panjang. Bila penggunaan alkohol telah berlangsung lama, absorbsi makanan melalui dinding usus terganggu sehingga dapat diberikan multivitamin dan mineral, terutama yang mengandung asam folat, tiamin, niasin, zinc, dan magnesium

Terapi Pada Psikosis Akibat Penggunaan Alkohol

Diberikan haloperidol tiga kali 1-5 mg sampai gejala psikosis hilang. Terapi Pascadetoksifikasi dan Aftercare

Untuk mencegah terjadinya kekambuhan serta mengubah perilaku adiksi alkohol dapat dilakukan juga terapi latihan jasmani, akupuntur, terapi relaksasi, terapi tingkah laku, konseling, terapi keluarga, masyarakat terapeutik dan juga Alcoholic Anonymous.

(18)

Dua Belas Langkah Alcoholic Anonymous

1. Kami mengakui kami tidak berkuasa terhadap alkohol bahwa hidup kami telah menjadi tidak bisa diatur.

2. Datang untuk percaya bahwa kekuatan yang lebih besar dari diri kami bisa mengembalikan kesadaran kami.

3. Membuat keputusan untuk mengubah tekad dan hidup kami atas bimbingan Tuhan yang kami yakini.

4. Membuat pencarian dan inventaris moral tanpa gentar tentang diri sendiri.

5. Mengakui pada Tuhan, pada diri sendiri, dan pada orang lain sifat kesalahan kita sebenar -benarnya.

6. Sepenuhnya siap membiarkan Tuhan menghilangkan semua cacat karakter ini. 7. Dengan rendah hati memohon kepada Tuhan agar menghilangkan kelemahan kita. 8. Membuat daftar semua orang yang pernah kita sakiti, dan bersedia untuk berbuat

kebaikan pada semuanya.

9. Membuat kebaikan langsung pada orang - orang itu pada saat memungkinkan, kecuali hal itu akan melukai mereka atau orang lain.

10. Meneruskan membuat inventaris pribadi dan ketika kita salah segeralah mengakuinya. 11. Berusaha dengan berdoa dan meditasi untuk meningkatkan kontak kita secara sadar

dengan Tuhan sesuai keyakinan kita, berdoa karena kita tahu bahwa kehendak dan kekuatanNyalah yang dapat membantu kita melaluinya.

12. Setelah memiliki kesadaran spiritual sebagai hasil dari langkah -langkah ini, kami berusaha membawa pesan ini pada para alkoholik, dan untuk mempraktekan prinsip - prinsip ini dalam semua masalah kami.

Dua Belas Tradisi Alcoholic Anonymous

1. Keselamatan bersama harus didahulukan; kesembuhan pribadi tergantung pada kesatuan A.A.

2. Tujuan kelompok kami adalah satu kewenangan yang paling dasar Tuhan yang Maha Pengasih seperti yang diekspresikan-Nya dalam kesadaran kelompok kami. Para pemimpin kami adalah para pelayan yang dipercaya; mereka tidak memerintah. 3. Satu - satunya persyaratan untuk keanggotaan A.A. adalah keinginan untuk berhenti

(19)

4. Setiap kelompok seharusnya bersifat otonomi kecuali dalam masalah - masalah yang mempengaruhi kelompok -kelompok A.A. lain sebagau satu kesatuan.

5. Setiap kelompok hanya mempunyai satu tujuan utama membawa pesan pada alkoholik yang masih menderita.

6. Kelompok A.A. tidak boleh mengiklankan, membiayai atau meminjamkan nama A.A. kepada fasilitas yang berhubungan atau perusahaan luar, dikhawatirkan masalah -masalah keuangan, properti dan gengsi akan membelokkan kita dari tujuan utama. 7. Setiap kelompok A.A. harus sepenuhnya swadaya, menolak kontribusi dari luar. 8. Alcoholics Anonymous selamanya harus tetap menjadi kelompok nonprofessional,

tapi pusat - pusat layanan kita boleh memperkerjakan karyawan khusus.

9. A.A., sesungguhnya, tidak harus terorganisir; tapi kita bisa menciptakan dewan pelayanan atau komite yang secara langsung bertanggungjawab kepada orang -orang yang mereka layani.

10. Alcoholics Anonymous tidak mempunyai opini terhadap masalah -masalah luar; karenanya nama A.A. tidak pernah boleh diseret ke dalam kontroversi publik. 11. Kebijakan publik kami lebih didasarkan pada ketertarikan dibandingkan promosi; kita

selau mempertahankan anonimitas personal pada tingkat pers, radio dan film. 12. Anonimitas adalah landasan spiritual dari semua tradisi kami, selalu mengingatkan

kami untuk menempatkan prinsip sebelum kepribadian. 5. Tuberkulosis

ETIOLOGI

Mycobacterium tuberculosis: kuman berbentuk batang, aerob obligat, tidak membentuk spora, non motil, tahan asam (kuat terhadap gangguan kimia dan fisis), dalam jaringan hidup sebagai parasit intraseluler.

TRANSMISI

Sumber penularannya dari penderita TBC aktif (BTA +) yang batuk/bersin sehingga menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet tahan di udara bebas selama 1-2jam tergantung ventilasi, kelembaban, dan sinar UV. Jika berada di tempat yang gelap dan lembab, kuman akan tahan berhari-hari. Orang akan terinfeksi TB kalau droplet tersebut terinhalasi ke dalam saluran pernapasan. Model lain penularan TB yaitu :

(20)

- oral : minum susu sapi yang terinfeksi - kontak langsung : luka di kulit

- kongenital : kehamilan (jarang) INKUBASI

Interval waktu dari infeksi bakteri sampai berkembang menjadi Tuberculin Skin Test + yaitu 2-12 minggu.

PATOFISIOLOGI

Dibagi menjadi 2 yaitu TB primer dan TB post-primer. 1. TB Primer

Kuman yang terinhalasi akan menempel di saluran nafas dan parenkim paru. Jika besar kuman <5µm maka kuman dapat menetap di alveolus. Dengan reaksi imunologis, sel-sel pada dinding paru berusaha menghambat kuman ini melalui mekanisme alamiahnya yaitu membentuk jaringan parut. Akibatnya kuman tersebut akan berdiam/istirahat (dormant) dan membentuk tuberkel. Basil tuberkel di alveolus ini menimbulkan respon dari sel imun

sehingga terjadi reaksi peradangan non spesifik dan menstimulasi tubuh menghasilkan sistem imun seluler (limfosit T) sehingga penderita TB mengalami demam. Seseorang dengan kondisi daya tahan tubuh yang baik, bentuk tuberkel ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Lain halnya pada orang yang memilki sistem kekebelan tubuh rendah atau kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak dan berkumpul membentuk sebuah ruang di dalam rongga paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum.

Kuman yang difagosit oleh makrofag, setelah itu ada 2 kemungkinan yaitu kuman mati atau kuman berkembang biak di sitoplasma makrofag (parasit intraseluler, di makrofag banyak lipid). Dari sini kuman dapat terbawa masuk ke organ tubuh lain. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan membentuk sarang tuberculosis kecil dan disebut sebagai sarang primer (focus Gohn). Sarang ini dapat terjadi di bagian mana pun di paru. Peristiwa ini dapat menimbulkan proses peradangan pada saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan diikuti pembesaran KGB hilus (limfadenitis regional).

sarang primer (focus Gohn) + limfangitis lokal + limfadenitis regional: KOMPLEKS PRIMER

(21)

Selanjutnya kompleks ini dapat menjadi : - Sembuh tanpa cacat

- Sembuh dengan meninggalkan bekas berupa garis-garis fibrotic dan kalsifikasi di hilus - Berkomplikasi dan menyebar secara perkontinuitatum,limfogen,bronkogen (kuman bisa tertelan dan menyebar di usus), maupun hematogen.

TB primer biasanya terjadi pada anak-anak. Pada anak-anak banyak kuman di hilus karena anak kecil kebanyakan tiduran jadi oksigen ngumpul di tengah.

2. TB Post Primer/Sekunder

Kuman yang dormant pada TB primer akan muncul bertahun-tahun kemudian dan menjadi TB post primer (15-40 tahun). Biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Kuman dormant tersebut tertinggal atau menempel di fibrotik, kalsifikasi, maupun kavitas (sebagai sumber infeksi endogen). Dimulai dari sarang dini di regio atas atau apex paru dan menginvasi parenkim paru, tetapi tidak ke hilus. Tergantung dari jumlah dan virulensi kuman serta imunitas penderita, maka sarang dini dapat menjadi : - Teresorbsi dan sembuh tanpa cacat

- Mulanya meluas, tetapi sembuh dengan serbukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi lebih keras perkapuran.

- Meluas, granuloma berkembang menghancurkan jaringan sekitarnya yang disebut perkijuan. Bila dibatukkan keluar akan terjadi kavitas yang semula berdinding tipis lalu mengeras jadi kavitas sklerotik. Kavitas ini dapat :

a. meluas dan menimbulkan sarang baru

b. menjadi padat dan membungkus diri: tuberkuloma (bisa mengapur dan sembuh atau aktif kembali)

c. sembuh dan bersih (open healed cavity) atau bisa sembuh dengan membungkus diri menjadi kecil atau sebagai kavitas yang terbungkus,menciut,bentuk bintang (stellate shaped)

- Reaksi terhadap TB : mula-mula lekosit pada tempat inokulasi, lalu diganti sel mononukleus besar (histiosit, makrofag) memfagosit lekosit yang musnah dan kuman TB. Sitoplasma makrofag menjadi jernih dan mirip sel epitel sel epitheloid. Kumpulan sel epitheloid: tuberkel. Di tengah tuberkel ada nekrosis perkijuan. Tuberkel dikelilingi oleh limfosit dan di dalam tuberkel ada sel Datia Langhans (sel besar berinti banyak, inti

(22)

berderet di tepi bentuk huruf U). Daerah nekrosis dapat meluas disertai pencarian: kaverne (cairan dapat keluar melalui dahak jadi TB terbuka).

Beberapa istilah dalam definisi kasus:

1. Kasus TB: Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau didiagnosis oleh dokter.

2. Kasus TB pasti (definitif): pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat diperlukan untuk:

1. menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga mencegah timbulnya resistensi,

2. menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga meningkatkan pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective)

3. mengurangi efek samping. Diagnosis

(23)

a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:

· Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

· Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:

1) Tuberkulosis paru BTA positif.

a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.

c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif. d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS

pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

2) Tuberkulosis paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik:

a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis. c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan. c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.

· TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.

· TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:

• TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

(24)

• TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.

Catatan:

· Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka untuk kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru.

· Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.

d. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu:

1)

Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

2)

Kasus kambuh (Relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

3)

Kasus setelah putus berobat (Default )

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

4)

Kasus setelah gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

5)

Kasus Pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.

6)

Kasus lain:

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

(25)

TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik.

Diagnosis diklasifikasikan menurut gejala klinik, radiologik, bakteriologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Pembagian dengan klasifikasi ini untuk menetapkan pengobatan yang sesuai selanjutnya.

1. TB Paru dengan BTA Positif yaitu: - dengan atau tanpa gejala

- BTA positif: Mikroskopik (+); Mikroskopik (+), Biakan (+); atau Mikroskopik (+) , Radiologik (+)

- gambaran radiologik TB paru aktif (adanya infiltrat, kaviti) 2. TB Paru dengan BTA Negatif:

- gejala klinik dan gambaran radiologic sesuai dengan TB paru aktif - bakteriologik / sputum BTA negative

- Mikroskopik (-), Biakan (-), Klinik & Radiologik (+) - Mikroskopik (-), Biakan (+), Klinik & Radiologik (+) 3. Bekas TB Paru

- bakteriologik, baik mikroskopik maupun biakan (-)

- gejala klinik (-), atau ada gejala sisa akibat kelainan paru yang ditinggalkan - radiologik gambaran lesi TB paru inaktif (fibrotic, kalsifikasi), tidak ada

perubahan gambaran pada serial foto toraks - riwayat pengobatan OAT adekuat

Manifestasi Klinis

Gejala respiratorik: batuk-batuk, dahak, batuk darah, sesak napas, nyeri dada

Gejala sistemik: demam, lemas, berat badan menurun, tidak nafsu makan, keringat malam Pemeriksaan Fisik

1. Tanda-tanda infiltrate : pada auskultasi dan perkusi terdengar bunyi redup, bronchial, ronkhi basah, dan lainnyatergantung kelainan paru yang terjadi.

2. Tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum. 3. Adanya secret di saluran napas.

(26)

4. Suara amforik, jika ditemukan kaviti yang berhubungan langsung dengan bronkus. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan darah : LED meningkat atau normal, limfositosis. Namun bukan indicator yang spesifik

2. Pemeriksaan radiologik : foto toraks Posteroanterior (PA). Kelainan pada foto toraks biasanya 10 minggu setelah infeksi. Gambaran pada foto rontgen yang menunjukkan lesi aktif bervariasi, seperti:

- Bayangan berawan / nodular di daerah apical dan posterior lobus atas paru dan/atau segmen superior lobus bawah

- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak atau nodular - Bayangan bercak milier dan efusi pleura bilateral

Sementara lesi inaktif ditunjukkan dengan gambaran fibrotic pada segmen apikal lobus atas, adanya kalsifikasi, fibrotoraks, atau penebalan pleura.

3. Pemeriksaan bakteriologik, dilakukan pemeriksaan sputum Basil Tahan Asam (BTA) sebanyak 3 kali pada sewaktu-pagi-sewaktu. Hasil diinterpretasikan sebagai positif bila 2 kali positif dari 3 kali pemeriksaan. Jika hasil yang positif hanya 1, maka pemeriksaan BTA diulang. Pada hasil pengulangan didapatkan hasil positif satu saja sudah dapat dinyatakan positif TB.

4. Kultur mikobakterial : isolasi dan identifikasi M. tuberculosis dengan menginokulasikan specimen pada medium agar seperti Lowenstein-Jensen agar dalam 4-8 minggu.

5. Pemeriksaan histopatologik : positif jika ditemukan granuloma dengan perkijuan. 6. Uji tuberculin / mantoux test : untuk kepentingan diagnositik jarang digunakan karena

spesifisitas dan sensitivitas yang kurang, apalagi di Indonesia indeks tuberculin pada usia di atas 15 tahun tergolong tinggi.

6.PENATALAKSANAAN

1. Terapi OAT (kesadaran penderita,motivasi dokter,dan biaya) 2. Pendidikan dan peran serta keluarga

3. Pencegahan penularan dan perbaikan lingkungan

1st line : INH, rifampizin, pirazinamid, etambutol, streptomisin

(27)

H= INH, R = rifampisin, Z = pirazinamid, E= etambutol, S = streptomisin OAT

Prinsip penatalaksaan TB anak adalah lebih cepat mengobati daripada terlambat agar komplikasi tidak terjadi. Bila dianamnesis dan diperiksa, anak kemungkinan besar menderita TB maka beri OAT selama 2 bulan. Lalu, observasi apakah terdapat perbaikan klinis. Bila ya, lanjutkan OAT lagi (total 6-12 bulan); tetapi bila tidak, mungkin bukan TB atau TB resisten terhadap OAT.

Lama pengobatan TB berkisar 6-12 bulan yang dibagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan. Pada fase intensif, OAT yang diberikan adalah rifampisin, isoniazid, dan pirazinamid selama 2 bulan pertama. Sedangkan fase lanjutan hanya diberikan rifampisin dan isoniazid selama sisa waktu pengobatan. Waktu yang diperlukan untuk mengobati TB boleh dibilang lama, dengan tujuan mencegah terjadinya resistensi obat, membunuh kuman intraselular dan ekstraselular, serta mengurangi kemungkinan terjadinya relaps. [Tabel 3] Tabel 3. Dosis Obat Antituberkulosis Lini Pertama

Obat Dosis Harian (mg/kgBB/hari) Dosis Max (mg/hari) Efek Samping Isoniazid Rifampisin** Pirazinamid Etambutol Streptomisin 5-15* 10-20 15-30 15-20 15-40 300 600 2000 1250 1000

Hepatitis, neuritis perifer, hipersensitivitas

Gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis, trombositopenia, peningkatan enzim hati, cairan tubuh berwarna orange kemerahan

Toksisitas hepar, artralgia, gastrointestinal

Neuritis optik, ketajaman mata berkurang, buta warna merah hijau, hipersensitivitas, gastrointestinal

(28)

* Bila INH dikombinasi dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10 mg/kgBB/hari

** Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu bioavailabitias rifampisin

Panduan OAT  TB Paru

a. Kategori 1  2RHZS(E)/4RH atau 4R3H3 - BTA +

- Kasus baru

- Sakit berat (BTA -) - TB ekstrapulmoner

b. Kategori 2  2RHZES/5RHE atau 5R3H3E3 - Pengobatan ulang - Kambuh - Gagal c. Kategori 3 - TB paru (BTA -)  2RHZ/4RH - TN ekstrapulmo  2RHZ/4R3H3 atau 2R3H3Z3/4R3H3 d. Kategori 4  TB kronis  OAT sekunder

Indikasi pemakaian kortikosteroid (Prednison 1-3mg/kgbb) adalah pada TB milier, meningitis TB, pleuritis TB dengan efusi.

Kombinasi

• Kategori 1 : 2 HRZE / 4 (HR)3  6 bulan a. Fase 1 (inisiasi/intensif) 2 HRZE b. Fase 2 (lanjutan) 4 (HR)3

* Cek kuman TB pada akhir bulan ke 2 apabila BTA salah 1 atau keduanya + maka diberi fase sisipan selama 1 bulan (RHZE), kemudian dilakukan cek sputum, setelah selesai dilanjutkan fase lanjutan.

Pada akhir bulan ke 5 dan 6 dilakukan cek sputum lg, kalo uda – brarti sembuh, kalo ada yang + brarti gagal dan diberi obat lini 2.

(29)

Berdasarkan populasi kuman :

A. Berkembang cepat + pH netral a. INH

b. Rifampisin c. Streptomisin

B. Lambat + pH asam  pirazinamid

C. Hampir sepanjang waktu dorman  rifampisin D. Sepenuhnya dorman  tidak ada.

Profilaksis  5mg/KgBB INH Kemoprofilaksis

Seorang anak dapat terinfeksi kuman TB tetapi belum tentu bermanifestasi menjadi sakit TB. Apabila daya tahan tubuh anak menurun atau virulensi kuman TB yang menginfeksi ganas maka anak yang semula ‘hanya’ terinfeksi menjadi sakit TB.

Ada 2 macam kemoprofilaksis TB pada anak. Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi tuberkulosis pada anak, dengan memberikan isoniazid 5-10 mg/kgBB/hari, dosis tunggal. Kemoprofilaksis primer dihentikan bila sumber kontak tidak menular lagi dan anak ternyata tetap tidak infeksi – dibuktikan dengan uji tuberkulin ulang. Kalau ternyata hasil uji tuberkulin positif maka harus dievaluasi lebih lanjut.

Kemoprofilaksis sekunder bertujuan mencegah aktifnya infeksi sehingga anak tidak sakit – yang ditandai dengan uji tuberkulin positif tetapi gejala klinis dan radiologis normal. Yang diberikan adalah isoniazid 10 mg/kgBB/hari selama 6-12 bulan. Kelompok anak terinfeksi TB yang berisiko tinggi menderita TB adalah:

1. usia <5 tahun

2. menderita penyakit infeksi (morbili, varisela)

3. mendapat obat imunosupresif jangka panjang (sitostatik, steroid, dll) 4. usia pubertas

5. infeksi paru TB, konversi uji tuberkuiln dalam kurang dari 12 bulan. Tabel 2. Klasifikasi Kelas TB pada Anak

Kelas Kontak Infeksi Sakit Tatalaksana

0 1 -+ -Profilaksis 1

(30)

2 3 + + + + -+ Profilaksis 2 Terapi TB

Pengobatan TB Dalam Keadaan Khusus Kehamilan

Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB.

Ibu menyusui dan bayinya

Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi

(31)

tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.

Pasien TB pengguna kontrasepsi

Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi non-hormonal, atau kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg).

Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS

Tatalaksanan pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama efektifnya dengan pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS.

Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai berdasarkan stadium klinis HIV sesuai dengan standar WHO. Penggunaan suntikan Streptomisin harus memperhatikan Prinsip-prinsip Universal Precaution (Kewaspadaan Keamanan Universal) Pengobatan pasien TB-HIV sebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam satu UPK untuk menjaga kepatuhan pengobatan secara teratur.

Pasien TB yang berisiko tinggi terhadap infeksi HIV perlu dirujuk ke pelayanan VCT (Voluntary Counceling and Testing = Konsul sukarela dengan test HIV).

Pasien TB dengan hepatitis akut

Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan Tb sangat diperlukan dapat diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama 6 bulan.

Pasien TB dengan kelainan hati kronik

Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali OAT tidak diberikan dan bila telah dalam pengobatan, harus dihentikan. Kalau peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan dengan pengawasan ketat. Pasien dengan

(32)

kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE.

Kriteria Sembuh

- BTA +  BTA -, 3 bulan berturut sebelum akhir pengobatan Biakan +  biakan -Komplikasi TB Paru 1. Batuk darah 2. Bronkiektasis 3. Empiema 4. TB Ekstrapulmoner

5. Sindroma Obstruksi Pasca TB (SOPT) 6. Luluh paru (destroyed lung)

Indikasi Operasi 1. Indikasi mutlak

- Penderita telah mendapat OAT adekuat tetapi sputum tetap positif - Batuk darah masif yang tidak dapat diatasi dengan cara konservatif

- Penderita dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara konservatif

2. Indikasi relatif

- Penderita dengan sputum negatif dan batuk darah berulang - Kerusakan satu lobus paru dengan keluhan

- Sisi kavitas menetap Pencegahan

Dengan strategi DOTS yang terdiri dari 5 elemen : 1. Komitmen politis

2. Diagnosis benar dengan mikroskopis 3. Penyediaan dan distribusi obat cukup 4. Pengawasan menelan obat (PMO) 5. Pencatatan dan pelaporan yang baik

(33)

- Persyaratan PMO: seseorang dikenal,dipercaya,tinggal dekat pasien,mau membantu dengan sukarela,bersedia dilatih dan mendapat penyuluhan. (petugas kesehatan,tokoh masyarakat,keluarga)

- Tugas PMO:

a. Mengawasi pasien menelan obat teratur sampai selesai pengobatan b. Memberi dorongan pasien agar mau berobat teratur

c. Mengingatkan pasien periksa ulang dahak

d. Memberi penyuluhan pada keluarga pasien yang mempunyai gejala mencurigakan TB untuk segera periksa ke UPK

- Informasi yang perlu dipahami PMO: TB bukan penyakit keturunan/kutukan,TB dapat sembuh dengan berobat teratur,cara penularan,gejala,cara pemberian obat,pentingnya pengawasan,efek samping obat.

7.Faktor Resiko TB - Tingkat ekonomi rendah

- Tinggal di rumah yang saling berdempetan - Tidak ada matahair yang masuk

- Kurangnya higienisasi - Rendahnya pendidikan - Penggunaan NAPZA BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Penggunaan sabu dan alkohol secara bersamaan dan dalam waktu lama akan menyebabkan penurunan sistem pertahanann tubuh. Hal ini menyebabkan terjadinya infeksi

(34)

oportunistik. Infeksi oportunistik yang paling banyak di Indonesia adalah infeksi kuman TB, hal ini dikarenakan TB menjadi penyakit endemik di Indonesia.

Penyakit TB dapat disembuhkan dengan menggunakan Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Penggunaan OAT harus digunakan dalam jangka waktu lama dan tepat agar tidak terjadi resistensi pada kuman TB

3.2 Saran

Kelompok kami menemukan sedikit kebingunan dalam menentukan learning objective dari skenario ini. Sebaiknya skenario dibuat lebih banyak keterangan.

Daftar Pustaka

Fauci,dll. Harisson’s Principle of Internal Medicine. ed. XVII. 2008. United Stated : Mc Graw Hill Medical

(35)

http://www.drugs-forum.com/forum/showthread.php?t=81866#ixzz1ZsqXDzhs

Joewana, Satya (2004). Gangguan Mental dan Perilaku akibat Penggunaan Zat Psikoaktif : Penyalahgunaan NAPZA/Narkoba. Jakarta: EGC.

Gambar

Tabel 2. Klasifikasi Kelas TB pada Anak

Referensi

Dokumen terkait

Golongan senyawa fenolik adalah metabolit sekunder yang terdapat di seluruh bagian tumbuhan yaitu buah, kulit, akar, batang dan daun tumbuhan berfungsi sebagai

Pohjavesialueilla sijoittuvien laidun- alueiden osalta tulee huomioida pohjavesialueen erityispiirteet sekä etäisyydet talousvesikaivoihin (30-100 m) siten, ettei

68.11 74.03 13 Menentukan gambaran umum/informasi tertentu/ informasi tersirat atau informasi rinci dari sebuah teks 66.22 75.94. monolog

Bagi peneliti, penelitian ini dapat menjadi sarana untuk mengetahui keefektivan dari model simulasi menggunakan media PhET dalam pembelajaran fisika untuk

Siku-siku baja dapat diklasifikasikan menjadi dua menurut cara pembuatannya, yaitu siku-siku baja dikeling mati dan siku-siku baja dengan bilah baja (daun sikunya)

Dalam UU Wakaf, pasal 62 yang menjelaskan tentang penyelesaian sengketa mengenai wakaf, disebutkan apabila penyelesian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat 1

c. Mahasiswa dan Lulusan: 1) Secara kuantitatif, jumlah mahasiswa baru yang diterima Prodi PAI relatif stabil dan di atas rata-rata dibandingkan dengan jumlah

Beton ringan pada umumnya memiliki campuran yang sama dengan beton normal, hanya saja agregat kasar pada beton ringan perlu dikurangi berat jenisnya Penelitian