BAB II
TINJAUAN PUSTAKA AKNE VULGARIS
2.1.1 DEFINISI
Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri.Gambaran klinis akne vulgaris sering polimorfi; terdiri atas berbagai kelainan kulit berupa komedo, papul, pustul, nodus dan jaringan parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut baik jaringan parut yang hipotrofik maupun yang hipertrofik.
(Andrea L.Zaenglein, 2008).
2.1.2 EPIDEMIOLOGI
Karena hampir setiap orang pernah menderita penyakit ini, maka sering dianggap sebagai kelainan kulit yang timbul secara fisiologis.Kligman mengatakan bahwa tidak ada seorang pun (artinya 100%), yang sama sekali tidak pernah menderita penyakit ini. Penyakit ini memang jarang terdapat pada waktu lahir, namun ada kasus yang terjadi pada masa bayi. Umumnya insidens terjadi pada sekitar umur 14-17 tahun pada wanita, 16-19 tahun pria dan pada masa itu lesi yang dominan adalah komedo dan papul dan jarang terlihat lesi beradang (Syarif M.Wasitaatmadja, 2009).
Pada seorang gadis akne vulgaris dapat terjadi pada masa premenarche. Setelah masa remaja kelainan ini berangsur berkurang.Namun kadang-kadang, terutama pada wanita,akne vulgaris menetap sampai dekade umur 30-an atau bahkan lebih.Meskipun pada pria umumnya akne vulgaris lebih cepat berkurang, namun pada penelitian diketahui bahwa justru gejala akne vulgaris yang berat biasanya terjadi pada pria. Diketahui pula bahwa ras Oriental ( Jepang, Cina, Korea) lebih jarang menderita akne vulgaris dibanding dengan ras Kaukasia (Eropa, Amerika), dan lebih sering terjadi nodul-kistik pada kulit putih daripada negro. Akne vulgaris mungkin familial, namun karena tingginya pravelensi penyakit, hal ini sukar dibuktikan. Dari sebuah penelitian diketahui bahwa mereka
yang bergenotip XYY mendapat akne vulgaris yang lebih berat(Syarif M.Wasitaatmadja, 2009).
2.1.3 ETIOLOGI
Faktor penyebab akne vulgaris sangat banyak, antara lain genetik, endokrin, faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea sendiri, faktor psikis, musim, infeksi bakteri Propionibacterium acnesdengan Corynebacterium acnes, kosmetika dan bahan kimia lainya. Penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi banyak faktor yang berpengaruh, seperti:
1. Sebum
Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya jerawat.Jerawat yang keras selalu disertai pengeluaran sebore yang banyak.
2. Bakteri
Mikroba yang terlibat pada terbentuknya jerawat adalah Corynebacterium acnes, Staphylococcus epidermis, dan Pityosporum ovale.
3. Hormon, diantaranya: a) Hormon androgen
Hormon ini memegang peranan yang penting karena kelenjar palit sangat sensitif terhadap hormon ini.Hormon androgen berasal dari testis dan kelenjar anak ginjal (adrenal).Hormon ini menyebabkan kelenjar palit bertambah besar dan produksi sebum meningkat. b) Estrogen
Pada keadaan fisiologi, estrogen tidak berpengaruh terhadap produksi sebum. Estrogen dapat menurunkan kadar gonadotropin yang berasal dari kelenjar hipofisis. Hormon gonadotropin mempunyai efek menurunkan produksi sebum.
c) Progestron
Progestron dalam jumlah fisiologis tidak mempunyai efek pada efektifitas terhadap kelenjar lemak. Produksi sebum tetap selama siklus menstruasi, akan tetapi kadang-kadang progestron dapat menyebabkan jerawat premenstrual.
4. Makanan
Terutama yang tinggi lemak.Kaya karbohidrat, alkohol dan pedas.Saat ini, lingkungan sering kali mempengaruhi seseorang untuk menjadi individu yang tidak sehat. Makanan yang serba instan serta minuman yang kurang sehat menyebabkan tubuh mangalami stress tanpa kita sadari. Jika jerawat yang tumbuh tidak juga kunjung sembuh, ada kemungkinan gaya hidup yang kita jalani menjadi penyebabnya. Oleh karena iru rubahlah gaya hidup sehat yang tidak sehat. Konsumsi makanan yang sehat, cukup tidur serta olah raga yang teratur akan membuat produksi minyak berjalan lancar sehingga mengurangi timbulnya jerawat.
5. Faktor psikis
Pada beberapa penderita, stress dan gangguan emosi dapat menyebabkan eksaserbasi akne.Mekanisme yang pasti mengenai hal ini belum diketahui. Kecemasan menyebabkan penderita, memanipulasi aknenya secara mekanis sehingga terjadi kerusakan pada dinding folikel dan timbul lesi yang beradang yang baru, teori lain mengatakan bahwa eksaserbasi ini disebabkan oleh meningkatnya produksi hormon androgen dari kelenjar anak ginjal dan sebum, bahkan asam lemak dalam sebum pun meningkat dan stress menyebabkan peningkatan asam lemak bebas.
6. Kosmetik
Jenis kosmetik yang dapat menimbulkan jerawat tidak tergantung pada harga, merk, dan kemurnian bahannya.Penyelidikan terbaru di Leeds tidak berhasil menemukan hubungan antara lama pemakaian dan jumlah kosmetik yang dipakai dengan hebatnya jerawat.
7. Iklim
Faktor ini berhubungan dengan sekresi sebum, pada udara yang panas dan lembab sekresi sebum akan meningkat dan dengan kelembaban yang
tinggi maka infestasi bakteri juga akan semakin banyak dipermukaan kulit. (John C.Hall,MD,2008).
2.1.4 PATOGENESIS
Patogenesis akne vulgaris sangat kompleks dipengaruhi banyak faktor. Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne :
a) Keratinasi folikel
Keratinisasi pada folikel pilosebasea disebabkan oleh adanya penumpukan korneosit dalam folikel pilosebasea ( A.M Layton, 2010).
Hal ini dapat disebabkan :
I. Bertambahnya erupsi korneosit pada saluran pilosebasea. II. Pelepasan korneosit yang tidak adekuat.
III. Kombinasi kedua faktor diatas.
Bertambahnya produksi korneosit dari sel keratinosit merupakan salah satu sifat komedo.Terdapat hubungan terbalik antara sekresi sebum dan konsentrasi asam linoleik dalam sebum. Menurut Downing, akibat dari meningkatnya sebum pada penderita akne, terjadi penurunan konsentrasi asam lenolik. Hal ini dapat menyebabkan defisiensi asam lenoleik pada epitel folikel, yang akan menimbulkan hiperkeratosis folikuler dan penurunan fungsi barier dari epitel. Dinding komedo lebih mudah ditembus bahan-bahan yang menimbulkan peradangan. Walaupun asam lenoleik merupakan unsur penting dalam seramid-1, lemak lain mungkin juga berpengaruh pada patogenesis akne. Kadar sterol bebas juga menurun pada komedo sehingga terjadi ketidakseimbangan antara kolesterol bebas dengan kolesterol sulfat sehinggga adhesi korneosit pada akroinfundibulum bertambah dan terjadi hiperkeratosis folikel.
b) Peningkatan sekresi sebum
Akne biasanya mulai timbul pada masa pubertas pada waktu kelenjar sebasea membesar dan mengeluarkan sebum lebih banyak.Terdapat korelasi antara hebatnya akne dan produksi sebum.Pertumbuhan kelenjar palit dan produksi sebum dibawah pengaruh hormon androgen. Pada penderita akne terdapat peningkatan konversi hormon androgen yang normal berada dalam darah (testosteron) kebentuk metabolit yang lebih aktif (5-alfa dihidrotestosteron). Hormon ini mengikat reseptor androgen di sitoplasma dan akhirnya menyebabkan proliferasi sel penghasil sebum.Produksi sebum meningkat pada penderita akne disebabkan oleh respon organ akhir yang berlebihan (end-organ hyperresponse) pada kelenjar sebasea terhadap kadar normal androgen dalam darah. Terbukti bahwa, pada kebanyakan penderita, lesi akne hanya ditemukan dibeberapa tempat yang kaya akan kelenjar sebasea(Amenda M.Nelson, 2011).
Akne mungkin juga berhubungan dengan komposisi lemak.Sebum bersifat komedogenik tersusun dari campuran skualen, lilin (wax), ester dari sterol, kolesterol, lipid polar, dan trigliserida. Pada penderita akne terdapat kecenderungan mempunyai kadar skualen dan ester lilin (wax) yang tinggi, sedangkan kadar asam lemak terutama asam linoleik, rendah. Mungkin hal ini ada hubungan dengan terjadinya hiperkeratinisasi pada kelenjar sebasea.
(Diane M.Thiboutot, 2008).
c) Peradangan (inflamasi)
Faktor yang menyebabkan peradangan pada akne belum diketahui dengan pasti. Pencetus kemotaksis adalah dinding sel dan produk yang dihasilkan oleh C.acnesseperti lipase, hialuronidase, protease, lesitinase dan nioranidase, memegang peranan penting dalam proses peradangan (A.M Layton, 2010).
Faktor kemotaktik yang berberat molekul rendah (tidak memerlukan komplemen untuk bekerja aktif), bila keluar dari folikel, dapat menarik Polymorphonuclear (PM ) dan limfosit. Bila masuk kedalam folikel, PMN dapat mencerna C.acnes dan mengeluarkan enzim hidrolitik yang bisa menyebabkan kerusakan dari folikel sebasea.Limfosit dapat merupakan pencetus terbentuknya
sitokin.Bahan keratin yang sukar larut, yang terdapat di dalam sel tanduk serta lemak dari kelenjar sebasea dapat menyebabkan reaksi non spesifik, yang disertai makrofag dan sel-sel raksasa.
Pada masa permulaan peradangan yang ditimbulkan oleh C.Acnes, juga terjadi aktivasi jalur komplemen klasik dan alternatif. Respon pejamu terhadap mediator juga amat penting.Selain itu antibodi terhadap C.Acnes juga meningkat pada penderita akne hebat.
Terdapat 4 mekanisme utama terjadi jerawat.
I. Kelenjar minyak menjadi besar (hipertropi) dengan peningkatan penghasilan sebum (akibat rangsangan hormon androgen)
II. Hiperkeratosis (kulit menjadi tebal) epitelium folikular (pertumbuhan sel-sel yang cepat dan mengisi ruang folikel polisebaceous dan terjadinya jerawat).
III. Pertumbuhan kuman, Propionibacterium acnes yang cepat (folikel pilosebaseayang tersumbat akanmemerangkap nutrien dan sebum serta menyebabkan pertumbuhan kuman).
IV. Inflamasi ( radang ) akibat hasil sampingan kuman Propionibacterium acnes.
Proses terbentuknya dimulai dengan adanya radang saluran kelenjar minyak kulit, kemudian dapat menyebabkan sumbatan aliran sebum yang dikeluarkan oleh kelenjar sebasea di permukaan kulit, sehingga timbul erupsi ke permukaan kulit yang dimulai dengan komedo. Proses peradangan selanjutnya akan membuat komedo berkembang menjadi papul, pustul, nodul dan kista. ( A.M Layton, 2010 ).
Sumbatan saluran kelenjar minyak dapat terjadi karena:
I. Perubahan jumlah dan konsistensi kelenjar minyak dalam kulit yang terjadi karena berbagai faktor, antara lain: genetik, rasial, hormonal, cuaca, makanan, stress fisik, dll. Terjadi pada akne vulgaris. Banyak terdapat di muka, leher, punggung, bahu dan lengan atas.
II. Tertutupnya saluran keluar kelenjar sebasea oleh massa eksternal, baik dari kosmetik, bahan kimia, detergen. Akne jenis ini disebutakne venenata.
Hanya terdapat pada daerah yang terpapar, biasanya di muka, lengan atas dan bawah, serta betis.
III. Saluran keluar kelenjar sebasea menyempit akibat radiasi sinar ultra violet atau sinar radioaktif, dikenal sebagai akne fisik (Diane M.Thiboutot, 2008).
d) Fungsi Bakteri Abnormal
Tiga macam mikroba yang terlibat dalam patogenesis akne adalah Corynebakterium acne, Staphylococcus epidermidis, dan Pityrosporum ovale(malassezia furfur). Adanya sebore pada pubertas biasanya disertai dengan kenaikan jumlah Corynebacterium acne, tetapi tidak ada hubungan dengan jumlah bakteri pada permukaan kulit atau dalam saluran pilosebasea dengan derajat hebatnya akne.Tampaknya ketiga macam bakteri ini bukanlah penyebab primer pada proses patologis akne. Beberapa lesi mungkin timbul tanpa ada mikroorganisme yang hidup, sedangkan pada lesi yang lain mikroorganisme mungkin memegang peranan penting. Bakteri mungkin berperan pada lamanya masing-masing lesi. Apakah bakteri yang berdiam dalam folikel ( residen bacteria) mengadakan eksaserbasi tergantung pada lingkungan mikro dalam folikel tersebut. Menurut hipotesis Saint-Leger, skualen yang dihasilkan oleh kelenjar sebasea dioksidasi dalam kelenjar folikel dan hasil oksidasi ini dapat menyebabkan terjadinya komedo.Kadar oksigen dalam folikel berkurang dan akhirnya menjadi kolonisasi C. Acnes. Bakteri ini memproduksi porfirin, yang bila dilepaskan dalam folikel akan menjadi katalisator untuk terjadinya oksidasi skualen, sehingga oksigen dalam folikel tambah berkurang lagi. Penurunan tekanan oksigen dan tingginya jumlah bakteri ini dapat menyebabkan peradangan folikel.Hipotesis ini dapat menerangkan mengapa akne hanya dapat terjadi pada beberapa folikel, sedangkan folikel yang lain tetap normal.
Microcomedon Hyperkeratotic infundibulum cohesive corne sebum secretion Gambar 2 Usia ,Ras Familial, Cuaca Kelenjar Trigliseri ne ocyte s n 2:Etiopatog s Ho palit da Flora Lipas comedones accumulation o shed corneocyt and sebum dilation of folll Gamb genesis akn rmonal Asam lem Respo e of tes licular bar 1: Patog ne mak bebas Kem ons hospes inflammatory p pustule and uther expa follicular unit proliferation of genesis akn Kenta motaktik papule/ Nodule nsion of f P.acnes ne al Keratin Jaringa Hiperp rupture of folli wall marked perifol inflamationost nasi abnorma Sumbatan komedo Papul, pustul, nodus, kista an parut pigmentasi icular llicular ium al
2.1.5 MANIFESTASI KLINIK
Tempat predileksi jerawat terutama terdapat di wajah, punggung, dada danlengan atas. Akne vulgaris ditandai oleh lesi yang polimorfi, walaupundapat terjadi salah satu bentuk lesi yang dominan pada suatu saat atau sepanjang perjalanan penyakit. Manifestasi klinik jerawat dapat berupalesi non inflamasi (komedo terbuka dan komedo tertutup), lesi inflamasisuperfisial (papul, pustul dannodul (Guy F.Webster,2007).
a) Komedo
Komedo adalah suatu tanda awal dari jerawat, sering muncul 1-2 tahun sebelum pubertas.Lesi dapat berupa komedo terbuka atau komedo tertutup.Komedo terbuka tampak sebagai lesi yang dasar atau sedikit meninggi dengan folikel yang berwarna gelap, berisi keratin dan lipid.Ukuran bervariasi antara 2-3mm, biasanya bahan keratin terlepas dan tidak terjadi inflamasi kecuali bila terjadi trauma. Komedo tertutup berupa papul kecil, biasanya kurang dari 1mm, berwarna pucat, mempunyai potensi yang lebih besar untuk mengalami inflamasi sehingga dianggap lebih penting secara klinis.
b) Papul
Papul merupakan reaksi radang dengan diameter < 5mm. papul superfisial sembuh dalam 5-10 hari dengan sedikit jaringan parut, tetapi dapat terjadi hiperpigmentasi pasca inflamasi, terutama pada remaja dengan kulit yang berwarna gelap. Papul yang lebih dalam penyembuhannya memerlukan waktu yang lebih lama dan dapat meninggalkan jaringan parut.
c) Pustul
Pustul jerawat merupakan papul dengan puncak berupa pus atau nanah. Biasanya usia pustul lebih pendek dari pada papul.
d) Nodul
Merupakan lesi radang dengan diameter 1cm atau lebih, disertai nyeri dan lesi dapat bertahan sampai beberapa minggu atau bulan. Lesi bentuk inilah biasanya yang menyebabkan jaringan parut .
2.1.6 GRADASI
Ada berbagai pola pembagian gradasi penyakit akne vulgaris : (Sjarif M.Wasitaatmadja,2009).
1. Menurut Pillsbury (1963) membuat gradasi sebagai berikut: i. Komedo di muka.
ii. Komedo, papul, pustul, dan peradangan lebih dalam di muka.
iii. Komedo, papul, pustul dan peradangan lebih dalam di muka, dada, punggung.
iv. Akne konglobata.
2. Menurut Plewig dan Kligman (1975) i. Komedonal yang terdiri atas gradasi :
Bila ada kurang dari 10 komedo dari satu sisi muka
Bila ada 10 sampai 24 komedo
Bila ada 25 sampai 50 komedo
Bila ada lebih dari 50 komedo ii. Papulopustul, yang terdiri atas 4 gradasi
Bila ada kurang dari 10 lesi papulopustul dari satu sisi muka
Bila ada 10 sampai 20 lesi papulopustul
Bila ada 21 sampai 30 lesi papulopustul
Bila ada lebih dari 30 lesi papulopustul iii. Konglobata
3. Pada tahun 1982, di bahagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo membuat gradasi akne vulgaris sebagai berikut: (Sjarif M.Wasitaatmadja, 2009).
i. Ringan, bila : - beberapa lesi tak beradang pada 1 predileksi - sedikit lesi tak beradang pada beberapa tempat predileksi
- sedikit lesi beradang pada 1 predileksi ii. Sedang, bila : - banyak lesi tak beradang pada 1 predileksi
-beberapa lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi -beberapa lesi beradang pada satu predileksi
-sedikit beradang pada lebih dari 1 predileksi iii. Berat, bila : - banyak lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi
- banyak lesi beradang pada 1 lebih predileksi Catatan: sedikit <5, beberapa 5-10, banyak > 10 lesi
Tak beradang: komedo putih, komedo hitam, papul Bradang:pustule, nodus, kista
2.1.7 DIAGNOSA
Menurut Wasitaatmadja (2009) diagnosa akne vulgaris ditegakkan atas dasar: a) Dasar klinis dan pemeriksaan ekskohleasi sebum, yaitu pengeluaran
sumbatan sebum dengan komedo ekstrator.Sebum yang menyumbat folikel tampak sebagai massa padat seperti lilin atau massa lebih lunak bagai nasi yang ujungnya kadang berwarna hitam.
b) Pemeriksaaan histopatologis memperlihatkan gambaran yang spesifik berupa sebukan sel radang kronis di sekitar folikel pilosebasea dengan massa sebum di dalam folikel. Pada kista, radang sudah menghilang diganti dengan jaringan ikat pembatas massa cair sebum yang bercampur dengan darah, jaringan mati dan keratin yang lepas.
c) Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jasad renik yang mempunyai peran pada etiologi dan patogenesis penyakit dapat dilakukan di laboratorium mikrobiologi yang lengkap untuk tujuan penelitian, namun hasilnya sering tidak memuaskan.
d) Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit (skin surface lipids) dapat pula dilakukan untuk bertujuan serupa.Pada akne vulgaris kadar asam lemak bebas (free fatty acid) meningkat dan karena itu pada pencegahan dan pengobatan digunakan cara untuk menurunkannya.
2.1.8 DIAGNOSIS BANDING
Menurut Wasitaatmadja (2009), terdapat beberapa diagnosa banding dari akne vulgaris, yaitu:
a) Erupsi akneiformis yang disebabkan oleh obat misalnya kortikosteroid, INH, barbiturat, yodida, bromida, difenilhidantoin, trimetadion, ACTH, dan lainnya. Klinis berupa erupsi papul-papul yang timbul di berbagai tempat pada kulit tanpa adanya komedo, timbul mendadak, dan kadang-kadang disertai demam dan dapat terjadi pada segala usia.
b) True Akne lain, misalnya akne venenata dan akne komedonal oleh rangsangan fisik. Umumnya lesi monomorfi, tidak gatal, bisa berupa komedo atau papul, dengan tempat predileksi di tempat kontak zat kimia atau rangsangan fisisnya.
c) Rosasea (dulu: akne rosasea). Merupakan penyakit peradangan kronik di daerah muka dengan gejala eritem, pustul, teleangiektasis dan kadang-kadang disertai hipertrofi kelenjar sebasea di hidung, pipi, dagu, dan dahi. Dapat disertai papul, pustul, dan nodulus, atau kista. Komedo tidak terdapat, faktor penyebab adalah makanan atau minuman panas.
d) Dermatitis Perioral yang terjadi terutama pada wanita. Klinis berupa polimorfi eritema, papul, dan pustul disekitar mulut yang terasa gatal.
2.1.9 PENCEGAHAN
Menghindari terjadinya peningkatan jumlah lipid sebun dan perubahan isi sebum dengan cara: a) Diet rendah lemak dan karbohidrat. Meskipun hal di perdebatkan efektivitasnya, namun bila pada anamnesis menunjang, hal ini dapat dilakukan; b) Melakukan perawatan kulit untuk membersihkan permukaan kulit dari kotoran dan jasadrenik yang mempunyai peran pada etiopatogenesis akne vulgaris.
Menghindari terjadinya faktor pemicuakne, misalnya a) Hidup teratur dan sehat, cukup istirahat, olahraga sesuai kondisi tubuh, hindari stres; b)Penggunaan kosmetika secukupnya, baik banyaknya maupun lamanya; c) Menjauhi terpacunya kelenjar minyak, misalnya minuman keras, pedas, rokok, lingkungan yang tidak
sehat dan sebagainya; d) Menghindari polusi debu, pemencetan lesi yang tidak lege artis, yang dapat memperberat erupsi yang telah terjadi.
Memberikan informasi yang cukup, pada penderita mengenai penyebab penyakit, pencegahan dan cara maupun lama pengobatannya, serta prognosisnya. Hal ini penting agar penderita tidak underestimate atau overestimate terhadap usaha penatalaksanaan yang dilakukan yang akan membuat putus asa atau kecewa( Sjarif M.Wasitaatmadja,2009 ).
2.1.10 TERAPI
Tujuan terapi ialah mencegah pembentukan lesi akne yang baru, menyembuhkan lesi yang ada, serta mencegah atau meminimalkan bekas luka. (Knutsen Larson,2012).
1. Terapi Non Farmakologi
i. Menggosok kulit (scrubbing) atau mencuci wajah secara berlebihan tidak perlu dilakukan sebab tidak membuka atau membersihkan pori dan mungkin berdampak pada iritasi kulit.
ii. Penggunaan zat pembersih yang lembut dan yang tidak menyebabkan kering, penting diperhatikan untuk menghindari iritasi dan kulit kering selama terapi akne.
iii. Jangan biarkan rambut menutupi daerah wajah. Rambut terutama yang kotor, dapat memperburuk kondisi pori-pori yang tersumbat.
iv. Jangan memencet atau memecahkan jerawat karena dapat meninggalkan bekas berupa jaringan parut pada kulit.
v. Asupan gizi seimbang juga bermanfaat membantu menjaga kesehatan kulit usahakan untuk tetap rileks. Stres diketahui merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya akne.
vi. Hindari kosmetik yang berminyak dan pelembab. ( Andra L.Zaenylein, 2008 ).
2. Terapi Farmakologis A. Pengobatan Topikal
I. Benzoil Peroksida
Benzoil peroksida dapat digunakan untuk menangani akne inflamasi superfisial (akne yang tidak dalam).Senyawa ini merupakan antibakteri nonantibiotik yang berperan sebagai bakteriostatik terhadap P.acnes. Benzoil peroksida diuraikan pada kulit oleh sistein sehingga membebaskan radikal bebas oksigen yang akan mengoksidasi protein bakteri. Senyawa tersebut meningkatkan laju pengelupasan sel epitel dan melepaskan struktur gumpalan pada folikel sehingga berdampak pada aktivitas komedolitik.Sabun, losio, krim, dan gel tersedia dalam konsenstrasi 2.5% hingga 10%.Konsentrasi 10% tidak lebih efektif secara signifikan, tetapi mungkin lebih iritan formulasi gel biasanya memiliki aktivitas yang lebih poten dibandingkan dengan losio, krim, dan sabun. Indikasi pemakaian obat ini adalah pada akne vulgaris papula dan pustula yang berat (John C.Hall, 2008).
II. Tretinoin
Tretionin (suatu retinoid; bentuk asam dari vitamin A) merupakan suatu zat komedolitik yang meningkatkan perombakan sel pada dinding folikuler serta menurunkan kohesivitas dari sel sehingga berdampak pada pengeluaran atau ekstruksi komedo dan penghambatan pembentukan komedo baru. Tretionin juga mengurangi jumlah lapisan sel pada stratum korneum dari sekitar 14 hingga 5 lapisan sel.Tretinoin tersedia dalam larutan 0.05%; gel 0.01% serta 0.25%; krim 0.025%, 0.05% serts 0.1%.
Indikasi : Akne vulgaris, mencegah kerusakan kulit oleh cahaya (tabir surya). Peringatan : Retinoid topikal sebaiknya dihindari pada jerawat berat yang meliputi area yang luas. Hindari kontak dengan mata, lubang hidung, mulut, membran mukosa, kulit bereksim, kulit terbakar matahari, atau kulit luka. Obat ini sebaiknya digunakan dengan sangat hati hati pada daerah sensitif, seperti leher, dan penumpukan pada sudut hidung juga sebaiknya dihindari.Hindari paparan terhadap sinar ultraviolet.
Kontra Indikasi : Retinoid topical dikontraindikasikan terhadap anak dan juga pada wanita hamil, eksim, kulit pecah-pecah dan kulit terbakar.
Efek sampan : Reaksi lokal termasuk rasa terbakar, eritmia, tersengat, pruritus, kulit kering atau terkelupas (hentikan jika bertambah parah). Sensitivitas yang meningkat terhadap cahaya ultraviolet atau sinar matahari.Telah dilaporkan adanya perubahan sementara dari pigmentasi kulit.Iritasi mata dan edema, kulit mengeras dan melepuh juga dilaporkan, tetapi jarang.
Dosis : 0.025 – 0.1 % ( Andrea M.Hui, 2011 ).
B. ANTIBAKTERI TOPIKAL
Antibakteri topikal digunakan untuk jerawat dengan tingkat keparahan ringan sampai sedang. Sediaan topikal eritromisin, tetrasiklin, dan klindamisin tampak cukup berguna untuk kebanayakan pasien dengan jerawat yang lebih ringan; obat-obat ini dapat menimbulkan iritasi kulit yang ringan, tetapi jarang menimbulkan sensitisasi. Resistensi silang, terutama antara eritromisin dan klindamisin, merupakan masalah yang makin besar.
a) Eritromisin
Eritromisin dengan atau tanpa seng merupakan agen yang efektif untuk penanganan akne inflamasi.Produk yang dikombinasikan dengan seng dapat meningkatkan penetrasi eritromisin melalui unit pilosebasea.Pada umumnya formulasi eritromisin meliputi gel, losio, larutan serta tempelan sekali pakai “pada” dengan konsentrasi 2% yang digunakan dua kali sehari.Resistensi P.acnesterhadap eritromisin dapat dikurangi dengan menggunakan terapi kombinasi dengan benzoil peroksida (Sjarif M.Wasitaatmadja, 2009).
b) Eritromisin + Tretinoin
Indikasi adalah akne vulgaris keparahan sedang dengan papul, pustul, dan bentuk non inflamasi dengan komedo.Terapi ini hanya untuk pemakaian luar. Hindarkan kontak dengan mata, hidung, mulut dan membran mukosa lainnya, tidak digunakan untuk tujuan lain, hanya untuk pengobatan yang telah ditentukan, jangan gunakan preparat jerawat lainnya, kecuali atas petunjuk dokter. Produk topikal yang mengandung alkohol, seperti after-shave losion, astringent,
kosmetik, atau sabun yang mempunyai sifat mengeringkan; minoksidil, topikal; obat-obat yang menyebabkan fotosensitif, seperti fluoroquinolone, fenotiazin, sulfonamida, tiazid diuretik; produk topikal lain yang mengandung peeling, seperti benzoil peroksida, resorsinol, asam salisilat, dan sulfur; antibiotika golongan makrolida karena dapat terjadi resistensi silang.
Kontra Indikasi : Hipersensitif.
Efek samping : Pedih atau rasa terbakar, eritema, hipogmentasi, gatal, kulit terkelupas, kulit kering.
Dosis : 1 kali sehari setelah wajah dibersihkan,dioleskan pada tempat yang berjerawat (Timothy G berger, 2011).
c) Asam salisilat, Sulfur, serta Resorsinol
Asam salisilat, sulfur, serta resorsinol merupakan agen keratolitik serta sedikit antibakteri.Asam salisilat memiliki aksi sebagai komedolitik serta antinflamasi. Setiap agen telah ditetapkan sebagai senyawa yang aman dan efektif oleh FDA. Bahkan, beberapa kombinasi menunjukan sifat sinergis, seperti pada sulfur dan resorcinol.
Zat yang bersifat lipofilik ini mampu berpenetrasi ke dalam unit pilosebasea dan memberikan efek komeodolitik, meskipun tidak sekuat retinoid. Asam salisilat kerap digunakan sebagai terapi topikal alternatif pada pasien yang tidak dapat menggunakan retinoid maupun benzoil peroksida, atau sebagai tambahan terhadap modalitas terapi lain yang lebih efektif.
Efek samping : Iritasi lokal.
Dosis : Asam salisilat Dosis: 1-3%, Sulfur Dosis: 4-8 %, Resorsinol Dosis 1-5% ( William D.James,2011).
C. ORAL
Terapi oral diberikan pada kasus jerawat sedang sampai berat. Terkadang terapi oral juga diberikan pada beberapa pasien yang secara psikologis merasa sangat terganggu dengan adanya jerawat pada wajah mereka atau pada pasien yang merasa jerawat dapat menganggu pekerjaan meskipun jerawat pada wajah mereka relatif ringan. Pada orang–orang dengan kulit berwarna cendrung
mengalami masalah dengan bekas jerawat yang berwarna kehitaman yang bisa bertahan selama beberapa bulan. Pada kasus seperti ini juga diberikan terapi oral sebagai terapi tambahan meskipun tergolong jerawat ringan. Dosis pemberian terapi oral minimal selama 6 – 8 bulan. Ada tiga kelompok utama dalam terapi oral pada jerawat, yaitu : antibiotika, hormon dan retinoid. Antibiotik biasanya digunakan sebagai terapi oral lini pertama (Whitney P.Bowe,2011).
Antibiotik Oral
Antibiotik bekerja dengan beberapa mekanisme terutama dalam mengurangi jumlah bakteri di dalam dan disekitar folikel. Selain itu, antibiotik juga mengurangi zat–zat kimia yang mengiritasi yang diproduksi oleh sel darah putih dan dapat mengurangi konsentrasi asam lemak bebas dalam sebum dan berguna sebagai anti inflamasi (A.A Hunter, 2002)
Beberapa antibiotik yang sering digunakan adalah:
a) Tetrasiklin
Merupakan jenis antibiotik yang sering digunakan sebagai terapi jerawat.Dosis awal biasanya 250 – 500mg, satu – empat kali sehari dan dilanjutkan sampai terlihat penurunan jumlah lesi.Dosis dapat diturunkan secara perlahan tergantung dari respon terapi pada pasien.Tetrasiklin lebih efektif diberikan 30 menit sebelum makan dan sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil. Tetrasiklin dapat membunuh P. Acnes dan menurunkan kadar asam lemak pada folikel sebasea. Tetrasiklin berespon baik pada 70% pasien. Terapi dengan tetrasiklin akan terlihat hasilnya setelah 4 – 6 minggu (Andrea L.Zaenylein, 2008).
b) Eritromisin
Antibiotik jenis ini biasanya digunakan sebagai terapi jerawat dan mempunyai beberapa kelebihan dibanding tetrasiklin yaitu dapat mengurangi kemerahan pada lesi dan dapat diberikan bersama dengan makanan.Eritromisin juga dapat digunakan pada pasien yang tidak bisa mengkonsumsi tetrasiklin seperti pada wanita hamil. Dosis yang diberikan 250 – 500mg, dua – empat kali sehari, karena sering menimbulkan resitensi pada P.acnes maka eritromisin sering dikombinasikan dengan benzoil peroksida (J.A Savin, 2002).
c) Minosiklin
Merupakan derivat dari tetrasiklin yang digunakan secara efektif sebagai terapi jerawat selama beberapa dekade, khususnya untuk jerawat tipe pustular. Absorpsi obat ini dapat menurun bila dicampur dengan makanan dan susu, tetapi tidak seperti penurunan absorbsi pada tetrasiklin. Dosis awal antara 50 – 100mg, dua kali sehari. Efek samping utama berupa pusing (vertigo), lemah, mual, perubahan pigmen kulit, dan perubahan warna gigi perubahan pada kulit dan gigi lebih sering dijumpai pada orang – orang yang mengkonsumsi minosiklin dalam waktu lama (Diane M.Thiboutot, 2008).
d) Doksisiklin
Antibiotik ini sering diberikan pada orang–orang yang tidak dapat merespon pemberian eritromisin atau tetrasiklin. Dosis yang digunakan antara 50 – 100mg dua kali sehari dan dapat dikonsumsi bersama dengan makanan (mudah diabsorbsi). Horrisson melaporkan 50mg doksisiklin satu kali perhari sama efektif dengan 50mg minosiklin dua kali perhari. Sebaiknya tidak mengkonsumsi bersama antasida, tablet besi, kalsium dan tidak dikonsumsi selama masa menyusui atau wanita hamil. Doksisiklin akan membuat kulit lebih sensitif terhadap sinar matahari. Karena itu harus disertai dengan penggunaan tabir surya (J.A Savin, 2002).
e) Klindamisin
Klindamisin berguna sebagai antibiotik oral untuk terapi jerawat.Tetapi antibiotika ini banyak digunakan dalam bentuk topikal.Dosis awal 150mg, tiga kali sehari. Efek samping utama berupa infeksi intestinal yang dinamakan kolitis pseudomembran yang disebabkan oleh bakteri (M.V Dahl, 2002).
f) Kotrimoksazol
Antibiotik ini diindikasikan pada penderita yang intoleran dengan tetrasiklin atau eritromisin, atau pada penderita yang tidak ada respon terhadap terapi lain. Kotrimoksazol juga digunakan pada folikulitis gram negatif.
D. BEDAH KULIT
Menurut Sjarif M.Wasitaatmadja, 2009 tindakan bedah kulit kadang-kadang diperlukan terutama untuk memperbaiki jaringan parut akibat akne vulgaris meradang yang berat yang sering menimbulkan jaringan parut, baik yang hipertrofik dan hipotrofik. Jenis bedah kulit yang dipilih disesuaikan dengan macam dan kondisi jaringan parut yang terjadi. Tindakan dilakukan setelah akne vulgarisnya sembuh.
i. Bedah skalpel dilakukan untuk meratakan sisi jaringan parut yang menonjol atau melakukan eksisi elips pada jaringan parut hipotrofik yang dalam.
ii. Bedah listrik dilakukan pada komedo tertutup untuk mempermudah pengeluaran sebum atau pada nodulo-kistik untuk drainase cairan isi yang dapat mempercepat penyembuhan.
iii. Bedah kimia dengan asam trikloroasetat atau fenol untuk meratakan jaringan parut yang berbenjol.
iv. Bedah beku dengan bubur CO2 beku atau N2 cair untuk mempercepatkan
penyembuhan radang.
v. Dermabrasi untuk meratakan jaringan parut hipo dan hipertrofi pasca akne yang luas.
vi. PRP (Platelet-Rich Plasma) adalah plasma darah yang mengandung konsentrat tinggi platelet dan growth factor.PRP diperoleh dengan cara mengambil sejumlah darah dari pembuluh darah besar yang terdapat pada lengan pasien. Darah ini lalu diprosesdan dipisahkan menjadi 3 komponen, yaitu Platelet Poor Plasma, Platelet Rich Plasma, dan sel darah merah.Terapi ini mampu membuat kulit wajah menjadi muda, mencegah keriput, membuat kenyal, memperbaiki struktur kulit yang rusak, menguatkan akar rambut dan mencegah kerontokan. PRP merupakan komponen dari darah pasien sendiri, sehingga pengobatan ini sangat aman, tidak menimbulkan reaksi alergi pada pasien. Tidak ada alat khusus yang digunakan selain alat suntik untuk mengambil darah pasien.
vii. Tidak ada alat khusus yang digunakan selain alat suntik untuk mengambil darah pasien.
(Gabriella Fabbrocini, 2012 )
2.2 PENGETAHUAN
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan adalah hasil ‘tahu’ dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebahagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indra mata dan telinga. Ada enam tingkatan pengetahuan, yaitu:
a) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.Oleh sebab itu, ‘tahu’ merupakan tingkat pengetahuan paling rendah.
b) Memahami (Comprehension)
Memahami adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahuinya.Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c) Aplikasi (Application)
Aplikasi adalah kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada kondisi sebenarnya.Mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah metode bekerja pada suatu kasus dan masalah yang nyata misalnya mengerjakan, memanfaatkan, menggunakan, dan mendemonstrasikan.
d) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e) Sintesis (Synthesis)
Sintesis adalah kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bahagian-bahagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi adalah kemampuan melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu obyek atau materi.Evaluasi ini dilandaskan pada kriteria yang telah ada atau kriteria yang disusun yang bersangkutan misalnya mendukung, menentang dan merumuskan.Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.
2.3 SIKAP
Menurut Notoatmodjo (2003), sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap terdiri atas berbagai tingkatan, yaitu:
a) Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
b) Merespons (Responding)
Subjek memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas adalah indikasi dari sikap.Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut.
c) Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah.
d) Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab adalah mempunyai tanggung jawab terhadap segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala risiko.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat responden terhadap suatu objek.Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden.