• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PENINGKATAN KAPASITAS SUMBER DAYA LAHAN DI WILAYAH WALENRANG LAMASI CAPACITY BUILDING STRATEGY IN THE AREA OF LAND RESOURCES WALENRANG LAMASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRATEGI PENINGKATAN KAPASITAS SUMBER DAYA LAHAN DI WILAYAH WALENRANG LAMASI CAPACITY BUILDING STRATEGY IN THE AREA OF LAND RESOURCES WALENRANG LAMASI"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

STRATEGI PENINGKATAN KAPASITAS SUMBER DAYA LAHAN DI WILAYAH WALENRANG LAMASI

CAPACITY BUILDING STRATEGY IN THE AREA OF LAND RESOURCES WALENRANG LAMASI

Zulkifli, Hazairin Zubair, Roland A. Barkey

Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, PPS Universitas Hasanuddin Makassar

Alamat Korespondensi : Zulkifli

Fakultas Perencanaan Dan Pengembangan Wilayah Universitas Hasanuddin Makassar

Hp : 08114106442, 081398563007 Email: zoelpalopo@yahoo.com

(2)

2 Abstrak

Wilayah Walenrang-Lamasi (Walmas) terus mengupayakan meningkatkan potensi sumberdaya yang ada terutama lahan pertanian. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi kapasitas sumber daya lahan dan strategi pengembangan sumberdaya lahan. Tahapan awal dari penelitian ini menidentifikasi kemampuan lahan, dan menentukan tingkat daya dukung lahan pertanian serta Analisis Driving Force menganalisis strategi peningkatan kapasitas sumber daya lahan berbasis kemampuan lahan yang mengidentifikasi berbagai faktor untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika Menjelaskan tentang isu-isu yang sedang berkembang di masyarakat dan didasarkan pada deskripsi tipologi pengembangan sumberdaya lahan, yaitu kemampuan lahan, sumber daya manusia dan infrastruktur pendukung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum berdasarkan evaluasi sumberdaya lahan di Wilayah Walmas menunjukkan sebagian besar lahan termasuk dalam kemampuan lahan kelas IV (pertanian terbatas) dan kelas I (Pertanian sangat intensif). Berdasarkan tingkat daya dukung lahan pertanian di Wilayah Walmas berada di kelas II menurut klasifikasi tingkat daya dukung lahan pertanian Ini berarti Wilayah Walmas sudah mampu swasembada pangan tetapi belum mampu memberikan kehidupan yang layak bagi penduduknya. Adapun dalam menentukan strategi pengembangan sumber daya lahan di Wilayah Walmas dengan menggunakan analisis pendekatan Driving Force, Pressure, State, Impact and Response (DPSIR) dirumuskan enam strategi pertama mengoptimalkan potensi lahan belum terbangun dengan tidak mengurangi fungsi konservasi, strategi kedua pengelolaan sistem irigasi untuk pertanian, strategi ketiga penaggulangan hama dan penyakit tanaman, strategi keempat pemulihan kualitas lahan pertanian, strategi kelima meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan pendidikan dalam pengelolaan lahan, strategi keenam meningkatkan Ketersediaan infrastruktur wilayah untuk menunjang Pengelolaan Lahan Pertanian. Disimpulkan bahwa Kapasitas sumber daya lahan di Wilayah Walenrang-Lamasi menunjukkan sebagian besar lahan termasuk dalam kemampuan lahan kelas IV dan tingkat daya dukung lahan pertanian berada kelas II, sehingga dirumuskan enam strategi pengembangan sumber daya lahan di Wilayah Walmas.

Kata Kunci: Kemampuan Lahan, Strategi Peningkatan Kapasitas Lahan, Daya Dukung Lahan.

Abstract

The area of Walenrang-Lamasi (Walmas) keeps experiencing change or dynamics in the community through development activities. The area should be able to utilize and enhance natural resource available particularly agricultural lands. Therefore, analysis of agricultural lands carrying capacity should be conducted to find out land capacity to provide food to satisfy the need of population in certain area and time in order to reach optimal productivity. This study was to identify land resource capacity and strategies to develop it. The initial step was to find out land resource capacity and to determine carrying capacity of agricultural lands. The next step was to analyze strategies in enhancing natural resource capacity based on land capacity which identifies various factors to formulate strategies through driving force analysis. The analysis was based on logics elaborating issues existing in the community and typology description land resource development, namely; land capacity, human resources, and supporting infrastructures. Study found that, based on land resource evaluation in Walmas area, most land belonged to land category IV (restricted agriculture) and category I (vastly intensive agriculture). Based on carrying capacity of agricultural lands, the area belonged to category II indicating the ability for self-sufficiency yet unable to serve appropriate livelihoods for its population. Meanwhile, to determine strategies for land resources development in the area, Driving Force, Pressure, State, Impact and Response (DPSIR) were employed which was able to formulate six strategies, first, optimizing potential of idle land without neglecting its conservation function, second, managing irrigation system for agriculture, third, managing crop pest and diseases, fourth, recovering quality of agricultural lands, fifth, upgrading skills, knowledge and education on land management, sixth, improving the availability of area infrastructures to support agricultural land management.

(3)

3 PENDAHULUAN

Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial, ekonomi dan fisik suatu daerah itu sendiri. Pembangunan juga sering diartikan sebagai suatu perubahan dan merupakan sesuatu yang semestinya terjadi dalam masyarakat, baik masyarakat maju maupun masyarakat yang sedang berkembang. Pembangunan sebagai upaya untuk melakukan perubahan guna mewujudkan kondisi yang lebih baik. Dalam konteks ini, pembangunan memerlukan adanya rangkaian kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam suatu sistem kemasyarakatan untuk mencapai hasil akhir yang diinginkan. (Sari, 2008).

Dalam pelaksanaan pembangunan dari waktu ke waktu, peranan atau fungsi lahan sebagai “ruang” tempat pelaksanaan kegiatan pembangunan semakin penting. Tuntutan kebutuhan hidup penduduk untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi semakin banyak, sehingga volume dan jenis kegiatan semakin banyak yang memerlukan ruang.

Wilayah Walenrang-Lamasi di Kabupaten Luwu terdiri dari 6 Kecamatan dengan luas wilayah 765 km² atau 76.500 Ha yang terdiri dari: Kecamatan Walenrang, Walenrang Barat, Walenrang Timur, Walenrang Utara, Lamasi dan Lamasi Timur dengan jumlah penduduk berdasarkan hasil sensus tahun 2006 sebanyak 91.851 jiwa. Dalam perkembangannya, yaitu pada tahun 2009 Wilayah Walmas dengan jumlah penduduk 90.700 jiwa.

Selanjutnya jika dilihat dari sudut komposisi penggunaan lahan Wilayah Walmas secara keseluruhan, maka dominasi penggunaan lahan pertanian juga terlihat dominan bila dibandingkan dengan penggunaan lahan yang lain. Pola penggunaan lahan di Wilayah Walmas menunjukan penggunaan lahan yang tercampur untuk permukiman, perdagangan dan jasa, pemerintahan serta lahan pertanian. Sebagian besar lahan digunakan sebagai lahan pertanian. Ditinjau dari aspek tata ruang, maka kondisi penggunaan lahan ini kurang efisien, karena letak atau lokasi peruntukan lahan tidak didasarkan pada hubungan fungsional antara tiap peruntukan lahan tersebut (RTRW Kab. Luwu 2010).

Penggunaan lahan di Wilayah Walmas dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok besar, yaitu lahan terbangun dan lahan tidak terbangun. Adapun yang termasuk dalam penggunaan lahan terbangun antara lain: kawasan perumahan, fasilitas pelayanan umum seperti perkantoran, gedung sekolah, fasilitas peribadatan, fasilitas kesehatan, bangunan fasilitas olahraga, bangunan fasilitas utilitas dan lain-lain. Sedangkan penggunaan lahan tidak terbangun antara lain terdiri dari: areal persawahan, perladangan dan kawasan penggunaan lahan lain-lain seperti lapangan olahraga, taman dan lahan terbuka lainnya. Pada Tahun 2011

(4)

4

penggunaan lahan sudah semakin kompleks seiring dengan kemajuan dan perkembangan wilayah. Pola sebaran penggunaan lahan bahwa Wilayah Walenrang Lamasi masih didominasi oleh lahan pertanian sebesar 28,32%, lahan hutan 56,19 %, pemukiman 3,8% dan sisanya untuk lahan kosong dan lain-lain. Konsentrasi pemukiman terbesar berturut-turut terdapat di Kecamatan Lamasi, Kecamatan Walenrang Barat, Kecamatan Walenrang, Kecamatan Walenrang Utara dan Kecamatan Walenrang Timur.

Dengan melihat kenyataan yang ada (das sein), bahwa wilayah Walenrang-Lamasi yang terdiri dari 6 Kecamatan, memiliki potensi wilayah yang relatif besar, baik potensi berbagai sektor seperti sektor pertanian, sektor perdagangan, sektor industri dan sebagainya. Tetapi dari berbagai potensi yang ada itu belum memaksimalkan memanfaatkan sumberdaya lahan. Dalam melakukan kajian konsep dan strategi peningkatan kapasitas sumber daya lahan di wilayah Walmas termaksud, diperlukan perubahan mendasar yang bersifat struktural (das sollen), yaitu dengan mengembangkan kemungkinan untuk menjadikan wilayah tersebut sebagai sebuah kabupaten, melalui strategi peningkatan kapasitas sumber daya lahan yang ada khususnya dalam penelitian ini adalah lahan pertanian. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi kapasitas sumber daya lahan wilayah Walenrang-Lamasi dalam mendukung terbentuknya sebagai Wilayah Kabupaten dan Menyusun strategi pengembangan sumber daya lahan di Wilayah Walenrang-Lamasi.

LOKASI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan di Wilayah Walenrang-Lamasi, bagian Utara dari Kabupaten Luwu yang secara administrasi termasuk kedalam Kecamatan Walenrang, Walenrang Barat, Walenrang Timur, Walenrang Utara, Walenrang Barat, Lamasi dan Lamasi Timur. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2012 sampai dengan Februari 2013.

Metode Penelitian

Tahapan penelitian meliputi pengumpulan data pengamatan langsung dilokasi penelitian, pengolahan data analisis kemampuan lahan, analisis tingkat daya dukung lahan dan analisis Driving Force (factor pemicu ) guna mengkaji strategi pengembangan sumber daya lahan. Tahapan awal penelitian ini adalah pengumpulan data-data pendukung dan peta dasar, setelah data terkumpul dilakukan pengamatan langsung dilokasi penelitian berupa diskusi kelompok terfokus atau FGD (Fokus Group Discussion) yang dilakukan dengan kelompok

(5)

5

terpilih untuk mengumpulkan informasi, membangun konsensus, mengklasifikasikan informasi yang ada dan mengumpulkan berbagai pendapat pada isu tertentu. Tahapan dalam pengolahan data dilakukan upaya identifikasi kemampuan lahan dengan penyeragaman peta sehingga peta dapat di overlay dan di analisa secara spasial dengan menggunakan program Arc Map, sebelum dilakukan pembangkitan data setiap peta tematik dilakukan pemotongan (clipping) semua peta digital dengan batas Wilayah Walmas, setelah itu ditambahkan data-data atribut sebagai nilai pembatas untuk menghasilkan peta kemampuan lahan. Selanjutnya melakukan hitungan tingkat daya dukung lahan pertanian digunakan rumus matematika dari konsep gabungan atas teori Odum, Christeiler, (Ebenezer Howard dan Issard dalam Soehardjo et al, 1990), Berdasarkan nilai–nilai dan klasifikasi yang ditetapkan yaitu; Kelas I Wilayah yang mampu swasembada pangan dan mampu memberikan kehidupan yang layak bagi penduduknya, Kelas II Wilayah yang mampu swasembada pangan tetapi belum mampu memberikan kehidupan yang layak bagi penduduknya dan kelas III Wilayah yang belum mampu swasembada pangan. Dalam penentuan strategi pengembangan sumber daya lahan dilakukan analisis bagan Driving Force, Pressure, State, Impact and Response (DPSIR) Pendekatan ini didasarkan pada konsep rantai hubungan sebab akibat yang dimulai dengan faktor pemicu dari issue yang berkembang di masyarakat dan dan rumusan strategi sebagai respon.

HASIL PENELITIAN

Identifikasi Kelas Kemampuan Lahan

Berdasarkan hasil pembuatan kelas kemampuan lahan di Wilayah Walmas didapat bahwa sebagian besar lahan di Wilayah Walmas berada pada Kelas VI dengan luas 37.871,54 Ha (51,73%), diikuti lahan Kelas I dengan luas 23.798,40 Ha (32,50%), Kelas III dengan luas 8.222,98 Ha (11,23%) dan paling kecil lahan Kelas II seluas 3.321,98 Ha (4,54%). Pada lahan Kelas II yang menjadi faktor pembatas adalah lereng (i1) dan tekstur (t1) sesuai dengan kondisi di Wilayah Walmas didominasi kelerangan (3–8% = landai/berombak) dan tekstur tanah liat berdebu (Tabel 2).

Pada Lahan Kelas I tidak mempunyai faktor pembatas yang dapat menurunkan kelasnya dalam kriteria klasifikasi kemampuan lahan. Lahan kelas III di Wilayah Walmas mempunyai faktor pembatas lereng (i2) (8–15% = agak miring bergelombang) dan Kedalaman efektif (k1) (sedang: 90–50 cm). Lahan kelas IV mempunyai faktor pembatas Kedalaman efektif (k2) (dangkal: 50–25 cm). Secara umum di Wilayah Walmas mempunyai

(6)

6

karakteristik lahan sebagai faktor pembatas adalah Kelerangan, Tekstur dan Kedalaman efektif tanah.

Di Wilayah Walmas terdapat lahan kelas I seluas 23.798,40 Ha, hal tersebut menunjukkan bahwa 32,50% lahan yang ada di Wilayah Walmas sangat mempunyai kemampuan dalam pertanian sangat intensif. Lahan kelas II mempunyai faktor pembatas sehingga kelas kemampuan lahannya turun, tetapi masih dapat digunakan untuk pertanian intensif. Faktor pembatas yang ada dapat diperbaiki sesuai tingkat pembatasnya. Pengawetan tanah yang tingkatnya sedang, pengolahan sesuai kontur, pergiliran tanaman, pembuatan guludan merupakan usaha untuk mengantisipasi faktor-faktor pembatas. Terdapat lahan seluas 3.321,98 Ha (kelas II) di Wilayah Walmas atau 4,54% dari luas wilayah yang dapat digunakan untuk pertanian intensif dengan melakukan usaha-usaha untuk mengantisipasi faktor pembatas yang ada. Lahan kelas III mempunyai faktor penghambat yang agak berat yang mengurangi jenis tanaman yang dapat diusahakan, atau memerlukan usaha pengawetan tanah yang khusus atau kedua-duanya. Tetapi lahan ini masih mampu diusahakan untuk pertanian dengan tingkat sedang, terdapat lahan seluas 8.222,98 Ha (11,23%) Ha di Wilayah Walmas yang termasuk dalam kelas tersebut.Lahan kelas IV mempunyai penghambat berat yang membatasi pilihan tanaman yang dapat diusahakan, memerlukan pengelolaan yang sangat berhati-hati, atau kedua-duanya. Oleh sebab itu lahan tersebut mempunyai kemampuan untuk komoditas tanaman pertanian tertentu saja.

Tingkat Daya Dukung Lahan

Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat daya dukung lahan pertanian di Wilayah Walmas Tahun 2011 adalah sebesar 1,4, atau berada kelas II menurut klasifikasi tingkat daya dukung lahan pertanian. Ini berarti Wilayah Walmas sudah mampu swasembada pangan tetapi belum mampu memberikan kehidupan yang layak bagi penduduknya. Selanjutnya, hasil lainnya, yaitu bahwa pada Tahun 2011 di Wilayah Walmas, dari 6 kecamatan hanya Kecamatan Walenrang dan Lamasi tingkat daya dukung lahan pertanian berada pada kelas I dimana pada kelas ini kedua kecamatan tersebut sudah mampu swasembada pangan dan mampu memberikan kehidupan yang layak bagi penduduknya. Sedangkan untuk wilayah yang belum mampu swasembada pangan yaitu kecamatan Walenrang Barat, Walenrang Timur dan Lamasi Timur. Secara lengkap, kecamatan-kecamatan di Wilayah Walmas menurut kelas daya dukung lahan pertanian tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 2 Berdasarkan angka daya dukung lahan pertanian dan jumlah penduduk diperoleh jumlah penduduk optimal. Hasil penelitian sebagaimana Tabel 3 memperlihatkan jumlah penduduk optimal yang dapat didukung oleh lahan pertanian di Wilayah Walmas Tahun 2012.

(7)

7

Strategi Pengembangan Sumber Daya Lahan

Analisis DPSIR Wilayah Walmas telah disusun berdasarkan masing-masing permasalahan dan isu yang berkembang di masyarakat sebagai faktor pemicu dan rumusan strategi sebagai respon. Adapun faktor pemicu di Wilayah Walenrang Lamasi;

Optimalisasi Lahan, meningkatkan luas areal tanam dan produktivitas pertanian sebagai upaya untuk menjaga Ketahanan Pangan yang berkelanjutan. Luasan lahan di Wilayah Walmas yang dimanfaatkan untuk budidaya tanaman pertanian belum optimal dibandingkan dengan potensi lahan yang tersedia, sehingga perlunya dilakukan pemanfaatan kembali lahan kritis dengan melakukan konservasi lahan untuk Optimalisasi Peningkatan Potensi Sumber Daya Lahan Pertanian.

Jaringan irigasi. Jaringan irigasi memegang peranan penting dalam peningkatan produktivitas dan peningkatan luas panen, sehingga diperlukan pembangunan jaringan irigasi. Saat ini di Wilayah Walmas sawah yang dialiri irigasi teknis hanya 153,69 Ha atau sebesar 31,36 % dari jumlah luas sawah yang ada di Wilayah Walmas, sehingga dinilai kurangnya prasarana dan pengelolaan system irigasi untuk pertanian dan perkebunan di Wilayah Walmas.

Hama dan Penyakit Tanaman, Kurangnya pengetahuan petani tentang penaggulangan hama dan penyakit tanaman di Wilayah Walmas sehingga menyebabkan salah satu cekaman biotik terhadap lahan sehingga menyebabkan produksi dan tingkat kesejahteraan masyarakat semakin rendah.

Kualitas Lahan, Kualitas lahan pertanian yang ada di Wilayah Walmas sangat rendah akibat penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang berlebihan.Sehingga akan berdampak pada fungsi lahan dengan tingkat kesuburannya.

Pendidikan, Kurangnya keterampilan, pengetahuan dan pendidikan dalam pengelolaan lahan pertanian masyarakat di Wilayah Walmas. Kita ketahui pendidikan petani sangat penting, dari sekadar pembawa paket teknologi untuk diterapkan petani, akan tetapi memberikan kesempatan yang memungkinkan berkembangnya petani secara mandiri sebagai manajer usahatani atau pemimpin dalam masyarakat agribisnis.

Infrastruktur, Kurangnya ketersediaan infrastruktur untuk menunjang lahan pertanian di Wilayah Walmas. Ketersediaan infrastruktur penunjang pertanian sangat penting dalam upaya pendukung pengembangan pertanian.

Setelah dilakukan identifikasi issue permasalahan yang berkembang di Wilayah Walmas khusunya dalam upaya peningkatan kapasitas Sumber Daya Lahan, di lakukan rumusan program sebagai respon.

(8)

8 PEMBAHASAN

Kapasitas sumber daya lahan menunjukkan sebagian besar lahan termasuk dalam kemampuan lahan kelas IV (Pertanian terbatas) 51,73%, memiliki kemampuan lahan kelas I (Pertanian sangat intensif) 32,50%, dengan tingkat daya dukung lahan pertanian di Wilayah Walmas berada kelas II (sudah mampu swasembada pangan tetapi belum mampu memberikan kehidupan yang layak bagi penduduknya) menurut klasifikasi tingkat daya dukung lahan pertanian. Sedangkan dari tingkat daya dukung lahan pertanian di Wilayah Walmas Tahun 2011 adalah sebesar 1,4, atau berada kelas II menurut klasifikasinya. Ini berarti Wilayah Walmas sudah mampu swasembada pangan tetapi belum mampu memberikan kehidupan yang layak bagi penduduknya.

Berdasarkan hasil urutan alternatif strategi dengan menggunakan analisis DPSIR dapat dirumuskan enam langkah strategi yang merupakan strategi peningkatan kapasitas Sumber Daya Lahan Walmas kaitannya dengan aspek evaluasi sumberdaya lahan. Masing-masing strategi dapat diwujudkan dengan dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat aplikasi teknis dilapangan. Kegiatan yang dirumuskan merupakan penjabaran dari masing-masing strategi yaitu Strategi pertama adalah memanfaatkan lahan belum terbangun dengan tidak mengurangi fungsi konservasi. Strategi kedua yang dilakukan dalam peningkatan kapasitas sumber daya lahan yakni dengan Pengelolaan Sistem Irigasi Untuk Pertanian di Wilayah Walmas. Strategi ketiga yang dilakukan dalam peningkatan kapasitas sumber daya lahan yakni dengan Penaggulangan Hama dan Penyakit Tanaman Di Wilayah Walmas. Strategi keempat yang dilakukan dalam peningkatan kapasitas sumber daya lahan yakni dengan Pemulihan Kualitas Lahan Pertanian Di Wilayah Walmas. Strategi kelima yang dilakukan dalam peningkatan kapasitas sumber daya lahan yakni dengan Meningkatkan Keterampilan, Pengetahuan dan Pendidikan dalam Pengelolaan Lahan Di Wilayah Walmas. Strategi keenam yang dilakukan dalam peningkatan kapasitas sumber daya lahan yakni dengan Meningkatkan Ketersediaan infrastruktur wilayah untuk menunjang Pengelolaan Lahan Pertanian Di Wilayah Walmas.

Kemampuan Lahan di Wilayah Walmas diketahui bahwa sebagian besar desa termasuk dalam kemampuan lahan kelas I (pertanian sangat intensif) seperti Desa Awo Gading, Baramamase, Batusitanduk, Bolong, Bosso, Bosso Timur, Bulolondong, Buntu Awo, Harapan, Kendekan, Lalong, Lamasi Pantai, Marabuana, Padang Kalua, Panggali, Pelalan, Pompengan, Pompengan Pantai, Pompengan Tengah, Pompengan Utara, Pongko, Pongsamelung, Rante Damai, Salu Tubu, Salu Jambu, Salulino, Saragi, Seba-Seba, Se’pong, Seriti, Setiarejo, Suka Damai Taba Tanete, To;lemo, Tombang, To’pong, Walenrang, Wiwitan, Bulo dan Lamasi. Pada lahan kelas II (pertanian intensif) sebagian berada di Desa

(9)

9

Barammase, Batusitanduk, Bolong, Bosso, Bosso Timur, Bunto Awo, Harapan, Ilan Batu, Ilan Batu Uru, Lalong, Lempe, Lempe Pasang, Lewandi, Marabuana, Padang Kalua, Pongko, Salu Tubu, Salulino, Sangtandungan, Saragi, Seba-Seba, Se’pong, Siteba, Tanete, Tombang, Walenrang dan Bulo. Untuk kelas III (pertanian sedang) juga berada di Desa Batusitanduk, Bolong, Bosso, Bosso Timur, Bunto Awo, Harapan, Ilan Batu, uru, Lalong, Lempe, Lempe Pasang, Lewandi, Marabuana, Padang Kalua, Pongko, Salu Tubu, Salu Lino, Sangtandungan, Saragi, Seba-Seba, Se’pong, Siteba, Tanete, Tombang, Walenrang, dan Bulo . Sedangkan desa yang berada pada kemampuan lahan kelas IV (pertanian terbatas) yaitu: Desa Batusitanduk, Bolong, Bosso, Ilan Batu, Ilan Batu Uru, Lempe,Lempe Hulu, Lempe Pasang, Lewandi, Marabuana, Pongko, Sangtandungan, Saragi, Siteba, Tanete, Tombang dan Walenrang.

Tingkat daya dukung lahan pertanian di Wilayah Walmas Tahun 2011 adalah sebesar 1,4, atau berada kelas II menurut klasifikasinya. Ini berarti Wilayah Walmas sudah mampu swasembada pangan tetapi belum mampu memberikan kehidupan yang layak bagi penduduknya. Selanjutnya, hasil lainnya, yaitu bahwa pada Tahun 2011 di Wilayah Walmas, dari 6 kecamatan hanya Kecamatan Walenrang dan Lamasi tingkat daya dukung lahan pertanian berada pada kelas I dimana pada kelas ini kedua kecamatan tersebut sudah mampu swasembada pangan dan mampu memberikan kehidupan yang layak bagi penduduknya. Sedangkan untuk wilayah yang belum mampu swasembada pangan yaitu kecamatan Walenrang Barat, Walenrang Timur dan Lamasi Timur. Berdasarkan angka daya dukung lahan pertanian dan jumlah penduduk diperoleh jumlah penduduk optimal masing-masing wilayah kecamatan.

Salah satu konsep yang dapat dilakukan dalam strategi pengembangan wilayah berbasis evaluasi lahan adalah melakukan evaluasi kelas kemampuan lahan. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007). Pada penelitian terdahulu berdasarkan evaluasi sumberdaya lahan di Kota Metro menunjukkan sebagian besar lahan termasuk dalam kemampuan lahan kelas II (Pertanian intensif). Hasil analisis kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah, jagung dan peternakan menunjukkan sebagian besar berada pada kelas S3 (sesuai marjinal). Sedangkan kesesuaian lahan untuk permukiman dan jalan menunjukkan sebagian besar lahan kelas Baik. (Saputra 2009). Sedangkan Secara umum berdasarkan evaluasi sumberdaya lahan di Kecamatan Tarutung menunjukkan sebagian besar lahan termasuk dalam kemampuan lahan kelas I (Pertanian sangat intensif). (Siagian. 2011).

Dalam kaitannya dalam pemenuhan kebutuhan manusia, maka kemampuan lahan terjabarkan menjadi pengertian daya dukung lahan. (Notohadiprawiro 1987). Hasil Penelitian terdahulu mengenai tingkat daya dukung lahan pertanian di Kabupaten Minahasa Tahun 2004 adalah.sebesar 1,25, atau berada kelas II menurut klasifikasi tingkat daya dukung lahan

(10)

10

pertanian. Ini berarti Kabupaten Minahasa sudah mampu swasembada pangan tetapi belum mampu memberikan kehidupan yang layak bagi penduduknya. Selanjutnya, bahwa pada Tahun 2004 di Kabupaten Minahasa, dari 15 kecamatan hanya Kecamatan Kakas dan Tompaso tingkat daya dukung lahan pertanian berada pada kelas I dimana pada kelas ini kedua kecamatan tersebut sudah mampu swasembada pangan dan mampu memberikan kehidupan yang layak bagi penduduknya. (Kotambunan, J., A., 2006).

Besarnya daya dukung lahan pada tiga bagian kawasan DAS Tiworo dipengaruhi oleh Lima faktor lingkungan yang diuji berpengaruh sangat nyata terhadap daya dukung lahan yaitu curah hujan bulanan, persentase luas ladang desa, persentase luas sawah desa, persentase luas ladang yang menerapkan teknologi pertanian. Penambahan luas sawah berdampak jauh lebih besar terhadap peningkatan daya dukung lahan dibandingkan dengan penambahan luas ladang (51,86 kali). (Siwi 2002).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kapasitas sumber daya lahan dapat diukur berdasarkan tingkat kemampuan lahan, di Wilayah Walenrang-Lamasi menunjukkan sebagian besar lahan termasuk dalam kemampuan lahan kelas IV (Pertanian terbatas) 51,73%, dan memiliki kemampuan lahan kelas I (Pertanian sangat intensif) 32,50%. Adapun tingkat daya dukung lahan pertanian di Wilayah Walmas berada kelas II menurut klasifikasi tingkat daya dukung lahan pertanian. Ini berarti Wilayah Walmas sudah mampu swasembada pangan tetapi belum mampu memberikan kehidupan yang layak bagi penduduknya. Sehingga solusi dalam peningkatan kapasitas sumberdaya lahannya di Wilayah Walmas dapat dirumuskan enam strategi pengembangan, yaitu: strategi pertama mengoptimalkan potensi lahan belum terbangun dengan tidak mengurangi fungsi konservasi, strategi kedua pengelolaan sistem irigasi untuk pertanian, strategi ketiga penaggulangan hama dan penyakit tanaman, strategi keempat pemulihan kualitas lahan pertanian, strategi kelima meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan pendidikan dalam pengelolaan lahan, strategi keenam meningkatkan Ketersediaan infrastruktur wilayah untuk menunjang Pengelolaan Lahan Pertanian.

Pemetaan Kapasitas sumber daya lahan yang diukur berdasarkan tingkat kemampuan lahan ini masih bersifat umum (generalisasi) karena proses analisis menggunakan Peta Landsystem skala tinjau, untuk proses implementasi evaluasi sumberdaya lahan di lapangan perlu analisis lanjutan dan survey lapangan dengan peta yang lebih detil untuk mendapatkan ketajaman dan keakuratan hasil analisis. Disamping itu untuk meningkatkan daya dukung lahan perlu dilakukan diversifikasi vertikal untuk menambah keragaman komoditas dengan pengaturan pola tanam, penggunanaan tanaman sela, rotasi tanaman, mina padi serta memilih komoditas bernilai tinggi.

(11)

11

DAFTAR PUSTAKA

Hardjowigeno S, Widiatmaka, (2007). Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Bogor: Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB.

Kotambunan, J, A, (2006). Daya Dukung Lahan Pertanian Tanaman Pangan di Kabupaten Minahasa. Manado: Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi.

Kabupaten Luwu Dalam Angka Tahun (2012). Kab. Luwu: Kerjasama Bappeda Kab. Luwu dengan BPS Kab. Luwu.

Notohadiprawiro, (1987), Tanah, Tata Guna Lahan dan Tata Ruang Dalam Analisis Dampak Lingkungan. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kab. Luwu 2010-2030. (2012): Bappeda Kabupaten Luwu.

Sari DR. (2008). Pemodelan multi-kriteria untuk pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan di Kabupaten Lampung Timur. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Saputra, Robby K. (2009). Strategi Pengembangan Wilayah Kota Metro Lampung Berbasis Evaluasi Kemampuan Lahan. Bogor: Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah. Siagian, Viktor F. (2011). Strategi Perencanaan Wilayah Kecamatan Tarutung Berbasis

Kemampuan Lahan. Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Siwi, La Ode. (2002). Analisis Daya Dukung Lahan Serta Faktor-Faktor Lingkungan yang

Mempengaruhi Pada Kawasan DAS Tiworo Kabupaten Muna. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Suhardjo, et al, (1990). Daya Tampung Wilayah. Jakarta: Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup,

Oecd. (1993). Decision Support System and Expert Systems: Management Support Systems. 4th Ed. Prentice Hall international, Inc.

(12)

12

Tabel 1 Kemampuan Lahan Wilayah Walmas

No Kemampuan Lahan

Desa Luas (Ha) Sektor

1 Kelas I Desa Awo Gading, Baramamase, Batusitanduk, Bolong, Bosso, Bosso Timur, Bulolondong, Buntu Awo, Harapan, Kendekan, Lalong, Lamasi Pantai, Marabuana,Padang Kalua, Pangalli, Pelalan, Pompengan, Pompengan Pantai, Pompengan Tengah, Pompengan Utara, Pongko, Pongsamelung, Rante Damai, Salu Tubu, Salujambu, Salulino, Saragi,Seba-Seba, Se'pong, Seriti,Setiarejo,Suka Damai,Taba,Tanete,To'lemo,Tombang,To'pong,Walenrang,W iwitan,Bulo,Lamasi 23,798.40 Pertanian Sangat Intensif

2 Kelas II Barammase,Batusitanduk,Bolong,Bosso,Bosso Timur,Buntu Awo,Ilan Batu,Lalong,Lamasi Pantai,Lewandi,Marabuana,Pongko,Pongsamelung,Salu Tubu,Salulino,Sangtandungan,Seba-Seba,Se'pong,Taba,Tombang,Walenrang,Wiwitan,Bulo,Lama si 3,321.98 Pertanian Intensif

3 Kelas III Batusitanduk,Bolong,Bosso,Bosso Timur,Bunto

Awo,Harapan,Ilan Batu,Ilan Batu Uru,Lalong,Lempe,Lempe Pasang,Lewandi,Marabuana,Padang Kalua,Pongko,Salu Tubu,Salulino,Sangtandungan,Saragi,Seba-Seba,Se'pong,Siteba,Tanete,Tombang,Walenrang,Bulo 8,222.98 Pertanian Sedang

4 Kelas IV Batusitanduk,Bolong,Bosso,Ilan Batu,Ilan Batu Uru,Lempe,Lempe Hulu, Lempe

Pasang,Lewandi,Marabuana,Pongko,Sangtandungan,Saragi,Si teba,Tanete,Tombang,Walenrang 37,871.54 Pertanian Terbatas

Sumber: Hasil Analisis GIS Tahun 2013

Tabel 2 Kecamatan-Kecamatan di Wilayah Walmas Menurut Klasifikasi Tingkat Daya Dukung Lahan Pertanian Tahun 2011

Kelas Daya Dukung Lahan

Pertanian Jumlah Kecamatan Kecamatan I σ > 2,47 2 Walenrang, Lamasi II 1 < σ < 2,47 1 Walenrang Utara

III σ < 1 3 Walenrang Barat, Walenrang

Timur, Lamasi Timur

Sumber: Hasil Analisis Tahun 2013

Tabel 3 Jumlah Penduduk Optimal Menurut Kecamatan di Wilayah Walmas

No Kecamatan Jumlah Pendudk

(Jiwa) Daya Dukung Lahan Pertanian Jumlah Penduduk Optimal 1 Walenrang 17,608 2.6 45,216 2 Walenrang Barat 8,987 0.1 821 3 Walenrang Utara 17,923 1.0 18,791 4 Walenrang Timur 15,435 0.7 10,271 5 Lamasi 20,659 3.1 64,623 6 Lamasi Timur 12,288 0.8 9,618 Wilayah Walmas 92,900 1.4 128,263

Sumber: Hasil Analisis 2013

Gambar

Tabel 3 Jumlah Penduduk Optimal Menurut Kecamatan di Wilayah Walmas  No  Kecamatan  Jumlah Pendudk

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan pemberian motivasi bagi pegawai bukan hanya untuk meningkatkan semangat kerja pegawai saja, namun juga memiliki tujuan lain seperti meningkatnya gairah

Memang dalam pengurusan KTP dan KK oleh masyarakat yang dilimpahkan kepada pengurus desa ini memunculkan biaya baru bagi masyarakat, akan tetapi biaya ini memang

Seperti telah diketahui bahwa yang dilarang dalam undang-undang ini adalah praktek monopoli yang memusatkan kekuatan ekonomi pada satu atau lebih pelaku usaha yang

Walaupun pemburukan yang jelas dan bertahap mungkin tidak ditemukan pada semua kasus, gejala neurologis fokal adalah lebih sering pada demensia vaskular dibandingkan pada demensia

Dengan hand gesture recognition dan menggunakan metode convexhull algorithm pengenalan tangan akan lebih mudah hanya dengan menggunakan kamera, hanya dengan hitungan detik aksi

Ketiga variabel dalam penelitian ini, yaitu pengembangan, desain dan kualitas produk memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap kuatnya daya saing industri

  Tetri Nur Pangastuti, B200090070, 2013, Analisis Efisiensi dan Efektivitas Penerimaan Pajak Daerah Di Kota Surakarta , faakultas Ekonomi dan BISNIS, Jurusan Akuntansi,

Data kualitatif yang diperoleh berupa gejala klinik, hasil pengamatan organ secara gross patologi, wujud efek toksik serta spektrum efek toksik setelah pemejanan