• Tidak ada hasil yang ditemukan

mulianta marcelles MANUSIA SEMPURNA Dalam Renungan Manusia Biasa LO Manusia Sempurna-BAB 1.indd 1 6/4/15 00:11

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "mulianta marcelles MANUSIA SEMPURNA Dalam Renungan Manusia Biasa LO Manusia Sempurna-BAB 1.indd 1 6/4/15 00:11"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

mulianta

marcelles

MANUSIA

SEMPURNA

Dalam

Renungan

Manusia

Biasa

2015

(2)
(3)

mulianta marcelles

MANUSIA

SEMPURNA

Dalam Renungan

(4)

Manusia Sempurna,

Dalam Renungan Manusia Biasa

Mulianta Marcelles

Editor: Mirza Jaka Suryana Design: Denny Salazie

Diterbitkan oleh: NAMA PENERBIT dan ALAMAT LENGKAP All Rights Reserved Hak Cipta Dilindungi oleh Undang-undang Cetakan Pertama - 2015

Sanksi Pelanggaran Pasal 44:

Undang-undang Nomor12 Tahun 1997 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 12 Tahun1987. Tentang Hak Cipta Sebagaimana Telah Dubah Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987.

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberikan izin untuk itu, dipidana dengan penjara selama-lamanya 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan , mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 60.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(5)

Persembahan

Buku ini dipersembahkan untuk manusia yang mencari jawaban: “Apa arti hidup yang sebenarnya?

Selain itu dipersembahkan untuk bagian diriku lainnya yang disatukan dalam perkawinan yaitu untuk istri tercinta: Mardiana dan juga untuk buah cinta kami: Brainer di Jesu dan Richer di Jesu.

(6)
(7)

Kata

Pengantar

Manusia adalah mahluk paling sempurna yang diciptakan Tuhan. Kitab-kitab suci berbagai agama di dunia menyatakan bahwa manusia merupakan jelmaan langsung dari sang Pencipta. Ada ruh ilahi dalam diri manusia. Keistimewaan ini tidak diberikan kepada mahluk apapun selain manusia. Bahkan, malaikat tertinggi pun berharap kesempurnaan yang dimiliki manusia.

Peristiwa kejatuhan Adam ke bumi memulai fase baru kehidupan manusia. Sang Pencipta memberikan manusia kebebasan untuk memilih jalan hidup. Namun, dunia begitu memukau. Menyilaukan mata. Membuat manusia lupa bahwa sesungguhnya mereka merupakan mahluk spiritual. Adam, bukanlah mahluk asli

(8)

penghuni bumi. Ia diturunkan untuk menjalani hukuman karena abai kepada perintah. Meski Adam dikatakan telah berdosa, tetapi Tuhan begitu sayang kepadanya. Kemudian diberikanlah petunjuk agar Adam kembali kepada fitrah, sebagai manusia sejati. Mahluk penghuni surga.

Tujuan kehidupan manusia adalah pencarian kesempurnaan. Sejak zaman Adam hingga sekarang, manusia mencari fitrahnya, untuk bersatu kembali dengan sang Pencipta. Pencarian kesempurnaan itu dapat ditempuh melalui jalan spiritualitas. Untuk memahami spiritualitas, kita harus terlebih dahulu memahami siapa diri kita sebenarnya. Secara lahiriah, manusia merupakan mahluk fisik yang hidup di dunia materi. Pada kenyataannya, manusia adalah mahluk spiritual yang hidup dalam tubuh fisik. Sebagai mahluk fisik, manusia hanya dapat akan menjadi seperti robot yang tidak dapat mengamati diri dan menerapkan imajinasi. Kehidupan semata dikenali sebagai sesuatu yang bernapas, berdarah, tumbuh, bergerak dan akhirnya mati. Kesadaran sering hilang dari diri manusia. Hilang kesadaran membuat manusia lupa akan arti kebenaran. Manusia adalah mahluk spiritual yang kekal dengan potensi tak terbatas. Manusia sempurna ini merupakan manifestasi Tuhan di dunia. Ia memiliki kewajiban utama mengagungkan dan memuliakan sang Pencipta.

Manusia berawal dari konsep “kosong” (nothing). Kekosongan membuat manusia merasa dan berpikir perlu untuk diisi dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang pada akhirnya akan diikuti oleh berbagai “label” atau “branding” yang melekat secara otomatis. Dari sini dimulailah proses “aku”. Proses “aku” sebenarnya sudah dimulai sejak manusia di dalam rahim. Proses dan perkembangannya diikuti dengan “label” atau “branding”

(9)

yang melekat. Manusia diberikan nama dengan harapan dapat memanipulasi lingkungan di sekitarnya. Segala kepalsuan ini dibentuk melalui hubungan darah dan status sosial dan ekonomi. Sampailah pada titik, bahwa manusia harus kembali kepada fitrahnya, meraih kesempurnaan hidup.

Buku merupakan kajian sederhana tentang cara meraih kesempurnaan hidup. Tujuannya satu, agar manusia dapat kembali dengan Penciptanya. Tidak terpisahkan. Sempurna. Selamat membaca. (*)

(10)
(11)

Daftar Isi

Persembahan Kata Pengantar Daftar Isi BAB 1: KELAHIRAN 15 Awal Labelisasi 15

Proses Terbentuknya “Aku” 17

BAB 2:

KESEMPURNAAN “AKU” 27

Sifat, Karakter, Pikiran, Perasaan, Kebiasaan, Kepribadian Talenta 27

Talenta 32

Alam Sadar dan Alam Bawah Sadar 37 Tiga Tingkat Alam Kesadaran Freud 38 7th PATH 44

IQ dan EQ 49 Melatih EQ 56

Cara Meningkatkan Kecerdasan Emosional (EQ) 57

(12)

BAB 3:

PERAN AGAMA 75

Beberapa Definisi tentang Religion 77

Meditasi 84 Hidup Mistik 99

Proses Menuju Kesempurnaan Menurut Mistikus Tibet 119 Kontemplasi 122

Osman Nuri Topbas tentang Kontemplasi 128 Kontemplasi dalam Quran 131

BAB 4:

ANALISA SWOT UNTUK DIAMALKAN KAUM AWAM 137 Strength (Kekuatan) 138

Weaknesses (Kelemahan) 142

Opportunity (Peluang/Kesempatan) 143 Threat (Ancaman) 145

BAB 5:

SEMPURNA SEBAGAI AWAM DALAM PERKAWINAN DAN KELUARGA 149

Untuk Apa Semua Ini? 152

(13)

Bab 1

(14)

Fantastis! Inilah awal manusia yang begitu lahir

dengan nama bayi sudah otomatis tersedia

“label” atau “branding” dengan segala aturan dan

hukumannya yang absolut dan harus diterima

semua manusia.

(15)

15

Awal Labelisasi

Setiap manusia baru secara biologis atau fisik terlahir ke dunia akibat adanya proses pembuahan sperma pria kepada sel telurwanita. Setelah terjadinya pembuahan yang berhasil baru kemudian terbentuklah janin di dalam rahim. Janin ini mengalami perkembangan selama beberapa bulan hingga akhirnya terlahir ke dunia. Pada saat terlahir inilah awal “branding” atau “labelisasi” manusia terjadi yaitu dengan nama bayi. Sesuai dengan “label” atau “branding”-nya, maka manusia yang bernama bayi ini tidak perlu lagi mendapat “promo” atau proses “marketing” karena pada umumnya orang sudah tahu apa yang harus atau tidak boleh dilakukan dengan bayi tersebut. Dengan kata lain, bayi sudah mendapatkan perlakukan otomatis dari “label” atau “branding” yang didapatkannya.

Bab 1

(16)

Bab 1 Kelahiran MANUSIA SEMPURNA, Dalam Renungan Manusia Biasa

“Label” selanjutnya juga sudah menanti di ambang pintu yaitu proses dengan segala adat istiadat atau kebudayaan yang diturunkan dari nenek moyang atau generasi-generasi sebelumnya, yang mana terkadang adat istiadat itu diterima begitu saja tanpa perlu diuji kebenaran ataupun kebohongannya. Selain itu, ada juga proses spiritual sesuai dengan agama atau keyakinannya. Hal ini juga sama dengan proses “label” kebudayaan adat istiadat yaitu tidak mengalami uji coba atau penyelidikan apakah benar atau bohong. Terima dan ikuti saja, itulah yang harus dilakukan karena kedua “label” di atas - adat istiadat dan spiritual - menjadi “label” yang absolut dan tidak bisa diganggu gugat. Bagi siapa yang mencoba menggugatnya maka harus siap berhadapan dengan kecaman sosial bahkan dapat berhadapan dengan hukum negara dan hukum spiritual (agama) yang otomatis diterima bayi tersebut melalui orang tuanya maupun generasi sebelumnya. Fantastis! Inilah awal manusia yang begitu lahir dengan nama bayi sudah otomatis tersedia “label” atau “branding” dengan segala aturan dan hukumannya yang absolut dan harus diterima semua manusia.

Ada teori yang mengatakan bahwa bayi adalah manusia yang terlahir tanpa dosa dan bersih seperti kertas putih yang siap untuk “ditulisi” oleh orang tua, lingkungan, agama, sosial, budaya, sekolah, pengetahuan dan pengalaman. Ada juga teori yang mengatakan bahwa manusia bayi terlahir ke dunia ini sudah “kotor” dengan dosa asal. Saya tidak mempermasalahkan apakah manusia bayi itu “bersih” atau “kotor,” berdosa atau tidak, tetapi lebih kepada proses awal manusia terlahir ke dunia dengan konsep “kosong” (nothing) dan diikuti oleh “label” atau “branding” yang melekat padanya.

(17)

17

Bab 1 Kelahiran MANUSIA SEMPURNA, Dalam Renungan Manusia Biasa

Proses Terbentuknya “Aku”

Proses selanjutnya setelah manusia bayi lahir yaitu menciptakan “aku”. Dimaksud dengan “aku” disini adalah menciptakan identitas diri untuk membedakan antara “aku” manusia yang satu dan “aku” manusia lainnya. Dalam proses ini akan melekat atau diikuti oleh “label” atau “branding” lainnya yaitu ego, kesombongan, kemunafikan, kebohongan, kebenaran, kebaikan, kerakusan, pengetahuan, pengalaman, kebanggaan, cinta, benci, dan sifat “aku” lainnya yang akan dibahas berikut ini...

Berdasarkan konsep manusia bayi di atas yaitu dengan konsep “kosong” (nothing) maka manusia merasa dan berpikir perlu untuk diisi dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang pada akhirnyaakan diikuti oleh berbagai “label” atau “branding” yang melekat secara otomatis. Apakah ada yang salah dengan ini? Tidak ada yang salah dan benar. Buku ini berfokus pada pengembangan kesadaran dan bagaimana memahami kehidupan serta menjadi manusia seutuhnya sehingga lahir sebagai manusia dan mati juga sebagai manusia, bukan mati dengan “label” atau “branding” yang melekat padanya.

Proses “aku” sebenarnya sudah dimulai sejak manusia di dalam rahim ibunya. Hal ini dikarenakan adanya hubungan psikologis atau batin dari ibunya kepada janin. Secara biologis dapat digambarkan bahwa janin terhubung dengan ibunya melalui tali pusar menuju plasenta sebagai sumber makanan dan minumannya serta untuk membuat darahnya sendiri.1

1 http://www.artikelbiologi.com/2012/07/bagaimana-janin-memperoleh-makanan. html

(18)

Bab 1 Kelahiran MANUSIA SEMPURNA, Dalam Renungan Manusia Biasa

Menurut Walter Makinchen dalam buku yang berjudul Spirit Babies: How to Communicate with the Child You’re Meant to Have, janin dalam kandungan mempunyai unsur yang sangat sederhana yaitu perasaan. Janin dalam kandungan, meskipun terbatas, sudah dapat merasa, mendengar, bahkan berkomunikasi dengan ibunya. Mental dan fisik janin yang berkembang di dalam kandungan ibunya dipengaruhi oleh kondisi fisik, mental dan spiritual ibunya, dan kesempatan spirit janin berperan untuk meletakkan dasar-dasar dalam pengembangan fisik dan mental janin itu sendiri.Berkomunikasi secara intens dengan janin akan menguatkan ikatan batin antara ibu dan buah hatinya, meski bagi orang lain, secara kasat mata ia belum terlihat karena masih dalam kandungan. Komunikasi yang dilakukan memang bukan secara verbal dan tatap mata, melainkan melalui jalur batin, jalur spirit, meski kata-kata bisa saja diucapkan secara verbal.2

Jadi, dari sumber di atas jelas sekali ada dua bentuk hubungan antara janin bayi dan ibunya yaitu:

(19)

19

Bab 1 Kelahiran MANUSIA SEMPURNA, Dalam Renungan Manusia Biasa

1. Melalui tali pusar menuju plasenta sebagai cara untuk mendapatkan makanan dan minuman serta untuk membentuk darahnya sendiri.

2. Melalui batin atau psikologis, di mana janin sudah memiliki unsur yang sederhana yaitu perasaan sehingga dapat tercipta komunikasi antara ibu dan janin.

Proses di atas alamiah dihadapi oleh seorang ibu dan janinnya. Proses ini dapat disikapi sebagai suatu rahmat atau karunia khusus dari Yang Mahakuasa (Tuhan) untuk menghadirkan cikal bakal manusia ke dunia. Dari gambaran ini jelas tidak ada yang salah dan benar dalam proses, hanya saja tidak dapat dipungkiri bahwa sejak dari rahim ibunya atau sebagai janin sudah mulai mendapatkan “label” tertentu. “Label” ini sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik, mental dan spiritual ibunya. Sangat menyedihkan jika janin tersebut berada dalam rahim ibu yang kondisi mental, fisik dan spiritualnya tidak stabil atau mengalami gangguan (sakit). Dapat dipastikan sejak awal di dalam rahim, janin sudah mendapatkan “bad label” terlepas dari suka atau tidak suka. Begitu juga sebaliknya dengan janin yang berada dalam rahim ibu yang stabil dan sehat maka akan mendapatkan “good label” secara otomatis. Ini adalah takdir tak terbantahkan dan harus diterima karena tidak ada janin atau manusia yang dapat merencanakan dari mana muasal ibunya. Terkutuklah orang tua yang hanya menikmati seks sehingga janin tercipta tanpa perlu mempertimbangkan risiko “good label” atau “bad label” yang dikemudian hari akan menjadi landasan untuk menjalani kehidupannya.

Pada akhirnya, dalam pembahasan ini tidak membedakan antara “good label” dan “bad label” karena sebenarnya semua “label”

(20)

Bab 1 Kelahiran MANUSIA SEMPURNA, Dalam Renungan Manusia Biasa

atau “branding” dibutuhkan untuk menyempurnakan kesadaran manusia dan menjadi manusia seutuhnya sehingga hidup sebagai manusia dan mati sebagai manusia. Penjelasan ini menunjukkan bahwa saat janin sudah terbentuk “aku”. Kemudian pada saat lahir terbentuk lagi “aku” bayi. Manusia “aku” bayi mengalami proses dan perkembangannya diikuti dengan “label” atau “branding” yang melekat padanya. Untuk membedakannya dari yang lain maka bayi diberi nama dengan harapan atau manipulasi yang dibutuhkan dari orang tua khususnya atau dari orang sekitarnya. Setelah itu dibentuk kesadaran palsu bahwa dia adalah anak dari bapak dan ibu si anu, keluarga besar si anu, cucu si anu, cicit si anu, keponakan si anu, saudara si anu, adik si anu, kakak si anu, paman dan bibi si anu.

Semua kepalsuan ini dibenarkan dengan pembuktian aliran (baca: satu) darah yang sama, dimana sudah dijelaskan di atas bahwa setiap janin akan membuat darahnya sendiri walaupun dengan bantuan ibunya. Tapi inilah kenyataan dan kebenaran yang dianggap sejati juga beredar luas di masyarakat manusia. Inilah yang dikatakan di atas bahwa segala sesuatu diterima begitu adanya tanpa perlu mengkaji, mengolah dan menguji segala sesuatu. Bahkan, yang lebih menyesakkan, dicekokkan dengan paksa tanpa boleh ada pembelaan karena dianggap atau diberi “label” pantang. Titik dan selesai! Terima saja! Kasihan dan sedih adalah dua kata yang terucap melihat kenyataan ini. Apakah mereka tahu bahwa kehidupan berasal dari sebab yang tidak disebabkan lagi? Apakah mereka tahu bahwa mereka juga berasal dari SUMBER yang sama saat mereka sebagai janin dan terlahir sebagai bayi manusia? Jadi, kalau begitu, siapa IBU yang sebenarnya? Siapa ORANG TUA yang sebenarnya? Siapa saudara yang sebenarnya? Siapa keluarga yang sebenarnya?

(21)

21

Bab 1 Kelahiran MANUSIA SEMPURNA, Dalam Renungan Manusia Biasa

Segala sesuatu harus diuji untuk menemukan kebenaran sejati dan mengembangkan kesadaran hakiki agar dapat menjadi manusia seutuhnya – bukan parsial. Lalu, bagaimana dengan kenyataan palsu yang sudah dengan kuat mengakar bahkan sudah menjadi kebenaran absolut serta merasuki setiap sel darah, pikiran, jiwa dan raga manusia? Untuk itulah buku ini hadir. Persoalan ini akan dibahas dalam bab selanjutnya. Saya anjurkan untuk tidak tergesa, sebab untuk membersihkan kepalsuan itu dibutuhkan kesabaran, ketelitian dan pengetahuan yang komplet serta kesadaran seluas-luasnya.

Selain itu, “aku” terbentuk juga dari sisi ekonomi. Ada yang mengatakan miskin (poor), menengah (middle) dan kaya (rich). Sekali lagi, manusia dihadapkan dengan kepalsuan yang diciptakan oleh manusia itu sendiri. Bahkan, “label” ini digunakan untuk mengukur manusia (digunakan keluarga, masyarakat, sosial, budaya dan negara). Lebih parah lagi kepalsuan ini dapat membuat kasta atau mengklasifikasikan manusia sehingga terkadang manusia menerima nasibnya begitu saja akibat dari “label” yang melekat padanya. Tapi ada juga yang berontak tidak terima diberi “label” miskin, misalnya, dan ingin mengubah hidupnya dengan “label” kaya. Label tetap label! Sekali lagi manusia lupa berasal dari SUMBER yang sama dan bagaimana bisa mengukur manusia dengan ukuran tersebut? Mengapa saya dengan berani mengatakan SUMBER yang sama? Hal ini didapat dari kesadaran yang sederhana, yaitu semua yang terlahir atau dari awal kehidupan disebut MANUSIA. Jadi, dari kata manusia itu maka seharusnya sumbernya sama.

Dalam kenyataannya, ukuran yang dipakai di atas menjadi realita yang tidak terbantahkan dan sudah menjadi “label” yang begitu kuat melekat dalam diri manusia. Terkadang, selain “label,”

(22)

Bab 1 Kelahiran MANUSIA SEMPURNA, Dalam Renungan Manusia Biasa

digunakan juga sebagai “branding” untuk kepentingan atau benefit tertentu yang diharapkan. Tidak ada yang salah dan benar dengan kenyataan ini. Sekali lagi, hal ini menunjukkan kepada kesadaran bahwa “aku” juga terbentuk dengan “label” ekonomi seperti yang dijelaskan di atas.

Selain “label” kepalsuan hubungan darah dan ekonomi di atas, ada juga “label” pengetahuan yang mana kemudian akan membedakan antara si pintar dan si bodoh. Dalam karir, antara si sukses dan si gagal. Dalam hubungan lawan jenis atau sejenis, antara yang kawin dan tidak kawin. Dalam hal gender, antara pria dan wanita. Dalam spiritual, antara awam dan kaum religius, antara menjadi pekerja dan menjadi pengusaha dan sebagainya. Banyak sekali “label” lainnya yang dapat ditelaah satu persatu, tetapi bukan tujuan utama dari buku ini. Saya hanya menampilkan sebagian besar saja. Anda dapat membuat daftarnya sendiri untuk dapat dengan

JANIN BAYI SEKOLAH PENGALAMAN MATI PENSIUN BEKERJA

(23)

23

Bab 1 Kelahiran MANUSIA SEMPURNA, Dalam Renungan Manusia Biasa

rinci mengetahui “label” yang melekat pada diri Anda. Jika Anda melakukannya, maka Anda sudah memulai gerakan kesadaran yaitu untuk menguji segalanya. Good! Bagi yang berhenti di sini dan tidak mencoba menuliskan secara rinci juga tidak ada masalah. Itu juga tetap Good!

Secara umum proses “aku” dengan “label” ini dapat digambarkan pada halaman sebelumnya. (*)

(24)

Referensi

Dokumen terkait