• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cetakan pertama, mei Diterbitkan melalui:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Cetakan pertama, mei Diterbitkan melalui:"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

MENUNGGU #1 Oleh: NBC Padang Copyright © 2012 by NBC Padang Penerbit NulisBuku www.nulisbuku.com Desain Sampul: @dsuperboy Editor : @Zafride Ilustrator : @dsuperboy

Cetakan pertama, mei 2012

Diterbitkan melalui:

(2)

Pengantar

Akhirnya setelah sekian lama menunggu, dan menunggu projek pertama @NBCPadang kelar juga. Asik…

Terima kasih Allah swt, NulisBuku.com, buat pendiri NBCPadang , buat abang editor @zafride , Pengurus dan buat anak-anak NBCPadang yang selalu semangat dalam menyelesaikan proses pembuatan buku menunggu #1 ini. semoga nanti akan lahir lagi karya-karya terbaiknya.

Dan yang paling penting, buat Kontributor projek menunggu ini. tanpa kalian mungkin buku ini tak aka n ada. Tetap semangat dalam menulis.

Dan akhirnya, Terimalah persembahan #1 kamii @NBCPadang. Buku : menunggu #1.

Karena banyaknya tulisan yang masuk, untuk buku menuggu di buat dalam 2 edisi , jadi sabar ya buat yang belum masuk buku #1. Tunggu di buku : menunggu #2

(3)

Daftar Isi Menunggu #1 1. 12 -Rahmi Septiari 2. Aku Ingin Seperti KupuKupu

-@chie_mochie

3. Aku Menunggumu, Itu Bukan Kata Peterpan – @Liikaa_sp

4. Aku Tetap Menunggu - @harovansi 5. Arti Menunggu - Dyah Ayu Nurinda

Shabrina

6. Berakhir Indah - @GanzHW 7. Buat Arum - @Nurshanadi

8. Bukan Akhir Penantian Tiwi - @elsamarthen 9. Buku Bekas - Farisa Novia

10. Dari Balik Jendela - @kakaakin 11. Delayed On The Flight - @theosaeri 12. Dermaga Sepi - Fanny YS-fannyniez 13. Di Terminal Purabaya - Tomy M Saragih 14. Di Titik Nol Mimpi - @ila_rizky

15. Fase - @sintiaastarina

16. Gerimis, Luka Di Ujung September - Fanny YS-fannyniez

(4)

18. Haruskah Aku Menunggu - @cacachochooll

19. HEY! - @winnyluf

20. Ijinkan Aku Menunggu - @charleenaline 21. Jiwa Yang Kosong - @adit_ceren

22. Kamu... - @dsuperboy

23. Kapal Kertas - @penuliscemen 24. Karena Satu Hal - @rulachubby 25. Kau Dan Segelas Susu Kebekuanmu -

(5)

12

Rahmi Septiari

sudahkah pukul dua belas malam? yang tidur akan dibangunkan

maka laki-laki bergalembong hitam, matanya dingin melihat jauh ke batas langit. dan suaranya pun berkuai*)

Untuk

pertama kali kudengar suaranya.

Dengan jubah hitam dan kemenyan, ia lengkingkan suaranya, menyampaikan larik-larik itu. Larik-larik pada bait yang panjang. Sepanjang tatapanku padanya.

Magis menurut mereka. Tapi romantis menurutku. Entah romantis dari sisi mananya, namun bagiku terasa indah. Aneh memang aku ini. Setelah mendengarnya, tiba-tiba aku ingin berbaju dan bergincu merah. Lalu berdiri di jendela, menunggu seseorang menjemputku. Dan aku sangat ingin dialah seseorang itu. Dia, yang membacakan puisi itu.

Aku tak begitu memahami makna larik-larik yang dia bacakan. Dan aku lebih tak mengerti lagi dengan judulnya. Tapi yang kutangkap larik-larik itu seperti mantra. Ya, sebuah mantra. Aku juga tak tahu, mengapa tiba-tiba aku begitu ingin dia mengambil hatiku. Mungkinkah mantra-mantra itu telah sampai

(6)

pada yang ia tuju? Atau aku sendiri lah meminta mantra itu?

***

Selamat pagi, sebatang rokok dan secangkir kopi**) Begitulah pesan yang kuterima setiap pagi setelah hari itu. Hari, setelah kau membacakan puisi itu. Sebaris kalimat yang indah, dan lagi-lagi romantis, menurutku. Meskipun aku tak merokok dan hanya sesekali minum kopi, namun pesan singkat itulah yang beberapa waktu belakangan ini telah membuat semangat pagiku terjaga. Bila pesan itu sudah sampai di telepon genggamku, tubuhku akan segera tiba di kamar mandi untuk mewangikan diri. Tidak seperti biasanya, tubuhku terlalu sering bertarik ulur dengan tempat tidur.

Akupun menjadi pengangum Sondri BS sebab setiap hari kau kirimkan puisi-puisinya yang inspiratif menurutku. Kau membuatku mengidolakan Iyut Fitra karena kau selalu membawakan puisi-puisi naratifnya pada setiap pertunjukanmu. Dan kaulah yang menyebabkan aku mencoba membolak-balikkan kata untuk membalas pesanmu, tapi tak pernah selesai.

Sejak hari itu malam terasa begitu panjang. Namun aku begitu setia menunggui malam nan panjang itu hingga bulan lelah bersinar. Berharap sesuatu akan datang. Ya, sesuatu. Sesuatu yang telah kau sampaikan

(7)

Inginku, kau menyampaikannya dengan kalimatmu sendiri. Bukan lewat Iyut Fitra atau Sondri BS. Tidak dengan pertunjukan puisi, tapi dengan pertunjukan keberanianmu. Sebab aku bukan orang yang puitis. Aku tidak tahu bagaimana merangkai kata untuk membalas pesanmu. Aku ingin kau mendengar suara dan memahami tatapan mataku ketika aku menjawabnya. Akupun ingin mendengar bagaimana suaramu ketika kau mengungkapkan perasaamu. Aku ingin mengukur kedalaman tatapanmu ketika kau tuturkan kalimat-kalimatmu. Sekali lagi, aku ingin kalimatmu, bukan Sondri BS, bukan Iyut Fitra.

Tunggulah. Bulan 12, hari ke 12, pukul 12 malam. Tunggulah.

Begitu pesan yang kuterima darimu, dua hari yang lalu. Kini, pukul 12 malam, hari ke 12, bulan 12 itu telah datang. Bajuku telah berganti merah. Merah telah memenuhi pipiku. Lebih-lebih lagi hatiku, merahnya bertambah pekat.

Langit kelam. Lingkaran bulan belum sempurna. Hembusan angin tak bisa dibilang lembut. Dengan baju tebal, aku berdiri di jendela yang setengah terbuka, menghadang dingin yang mencoba menelusup ke kamarku. Aku menunggu.

Sudahkah pukul duabelas malam? Sudah. Kujawab sendiri pertanyaanku. Sudahkah pukul duabelas malam? Sudah, lewat sepuluh menit tepatnya. Tanya jawab itu kuulangi. Sudahkah pukul duabelas

(8)

malam? Belum, masih setengah satu malam. Sudahkah pukul duabelas malam? Sudah jauh terlewat atau masih terlalu jauh?

Tabir hitam itu masih membentang. Angin masih tak bersahabat. Sedangkan aku masih berdiri di jendela. Ada yang datang, tapi bukan sesuatu yang kutunggu. Ada yang menghampiriku, namun bukan kau. Gelisah, kecewa, dan penat. Merekalah yang menemuiku. Aku memaki dalam hati sebab kesal yang teramat sangat. Aku tidak marah, kecewa lebih tepatnya. Sebab sia-sia rasanya aku membelalakkan mata hanya untuk menunggu. Percuma rasanya aku menghitung tanggal, menunggu dengan tak sabar kedatangan malam ini. Tak ada guna aku menerka-nerka apa yang akan terjadi padaku malam ini. Haruskah aku menunggu sampai fajar?

Ketidurankah? Kau lupa memasang alarm? Ataukah kau terlalu asyik memutar gasing, hingga lupa pada janjimu? Atau gasingmu telah terpelanting? Jika ya, tetap tak ada apa-apa. Tak ada yang datang. Tak ada yang melintas. Tak tercium aroma kembang. Yang ada hanya aroma lelah tubuhku karena terlalu lama menunggu. Menunggu kedatanganmu. Menunggu kalimatmu.

***

Aku seseorang yang pendiam. Sangat pendiam menurut orang-orang di sekitarku. Kuakui itu. Aku

(9)

Beku, begitu istilah hiperbola mereka. Pendapat orang-orang itu kubenarkan. Tak perlu kau tahu, mengapa aku sangat pendiam. Tak usah kau tahu mengapa aku begitu dingin. Yang kau perlu tahu adalah kebekuan itu sebentar lagi akan runtuh sebab ada nyala membara yang sedang menjilat-jilat dinding-dinding es itu.

Aku laki-laki pengecut (mungkin kau menilaiku begitu). Memang, aku pengecut. Kuakui itu. Tak berani bertemu apalagi berbicara langsung denganmu. Tapi setidaknya kau tak perlu penasaran seperti apa suaraku, sebab aku suka membaca puisi, dan kau adalah penonton yang selalu duduk di bangku terdepan. Menatapku tanpa jeda, meskipun hanya tatapan dingin yang bisa kubalaskan padamu.

Aku tak tahu bagaimana mengungkapkannya padamu. Aku tak tahu kalimat apa yang mesti kusampaikan agar kau mengerti. Sehingga kukirimkan saja puisi-puisi Sondri BS. Berharap kau suka puisinya dan paham apa maksudku mengirimkannya padamu.

Tak terhitung lagi, sudah berapa banyak kalimat-kalimat Sondri BS yang kukirimkan padamu. Sampai-sampai aku berpikir untuk meminta Sondri BS agar menerbitkan kembali kumpulan puisinya yang baru. Namun kau tak pernah membalas. Setiap saat aku menunggu jawabanmu. Balaslah. Sebab hampir putus asa aku menunggu.

Adakah kau tunggu pukul duabelas malam itu? Kau terimakah pesanku? Sudahkah kau baca? Aku

(10)

berharap kau segera membaca dan membalasnya. Sebab pesan itu berisi kalimat istimewa. Tak lagi puisi Sondri BS, tapi sepotong puisi Robby WR; perahu, perahu kertas merah itu hendak kulayarkan bersama denganmu***).

Balaslah segera, sebab bulan telah kembali beristirahat. Dan aku juga ingin seperti bulan, sejenak melelapkan mata. Sebelumnya aku berdo’a, semoga ketika terbangun nanti telah kuterima pesanmu: bawalah

jantung, hati, dan diriku berlayar bersama perahu kertas merahmu! Semoga.

*** Gajah 6, Februari 2012

*) Sirompak Taeh, puisi Iyut Fitra **) Negeri Lelucon, puisi Sondri BS

Referensi

Dokumen terkait

4) Kepuasan secara signifikan memediasi hubungan antara persepsi risiko dengan kepercayaan konsumen untuk produk hijau merek The Face Shop. Dengan kata lain bahwa persepsi

Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk

Saya menyatakan bahwa data yang saya isikan dalam formulir pendaftaran SNMPTN 2016 adalah benar dan saya bersedia menerima ketentuan yang berlaku di Perguruan Tinggi dan Program

tertarik pada sebuah tugas atau aktivitas.” Seseorang yang benar -benar berminat terhadap suatu obyek maka akan berpengaruh terhadap segala sikap dan perilakunya misalnya

Kegiatan PPL dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut: 1. Mahasiswa praktikan mengadakan observasi langsung dalam proses KBM yang dilakukan oleh guru pamong/guru

Melalui model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw kelas V SD Negeri 01 Bedana Kabupaten Banjarnegara dapat meningkatkan hasil belajar pada siswa serta memberikan

Lock Out Tag Out (LOTO) atau lebih dikenal dengan sistem isolasi energi adalah upaya pengendalian dengan mematikan dan memutus aliran energi dari mesin atau peralatan dan