• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTERPRETASI DAN KOMUNIKASI DI MUSEUM: STUDI KASUS MUSEUM INDONESIA. Proposal Seminar Pra Tesis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INTERPRETASI DAN KOMUNIKASI DI MUSEUM: STUDI KASUS MUSEUM INDONESIA. Proposal Seminar Pra Tesis"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

INTERPRETASI DAN KOMUNIKASI DI MUSEUM: STUDI KASUS MUSEUM INDONESIA

Proposal Seminar Pra Tesis

Disusun oleh :

Archangela Yudi Aprianingrum NPM. 0706182091

PROGRAM MAGISTER ARKEOLOGI

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, 2008

(2)

ii DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR BAGAN ... iii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iii

1. Latar Belakang Permasalahan ... 1

2. Rumusan Permasalahan ... 6

3. Tujuan dan Manfaat ... 7

4. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

5. Metode Penelitian ... 9

6. Gambaran Data ... 11

7. Jadwal Penelitian ... 12

DAFTAR PUSTAKA ... 13

(3)

iii DAFTAR BAGAN 1. Proses Musealisasi ... 3 DAFTAR TABEL 1. Jadwal Penelitian ... 12 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Denah 1. Lantai I Museum Indonesia ... 15

2. Lantai II Museum Indonesia ... 16

3. Lantai III Museum Indonesia ... 17

Lampiran Foto 1. Bangunan Museum Indonesia (tampak depan) ... 18

2. Ruang Pamer Lantai I Museum Indonesia ... 18

3. Ruang Pamer Lantai II Museum Indonesia ... 19

(4)

1 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

Indonesia telah mengalami perkembangan kebudayaan sejak masa prasejarah sampai kebudayaan yang sekarang sedang berkembang. Kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Kebudayaan dapat dinyatakan dalam tiga wujud, yaitu gagasan, tindakan, dan hasil karya. Kebudayaan memiliki tujuh unsur yang bersifat universal, yaitu bahasa, sistem pengetahuan, sistem mata pencaharian, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem organisasi sosial, sistem religi, dan kesenian (Koentjaraningrat, 1990: 180).

Dalam konteks kebudayaan, museum merupakan tempat untuk menyimpan informasi-informasi mengenai kebudayaan manusia untuk disajikan kepada masyarakat sebagai sumber ilmu pengetahuan. Kata ‘museum’ pada masa lalu digunakan untuk menyebut sebuah kuil yang didirikan untuk para Muse. Muse adalah sembilan dewi yang melindungi kesejahteraan dari epik, musik, puisi cinta, oratori, sejarah, tragedi, komedi, dansa, dan astronomi (Edson, 1996: 3). Museum pertama sudah muncul sejak abad ke-3 SM di Alexandria, oleh Ptolemaios I dan berfungsi sebagai pusat penelitian dan pendidikan (Schreiner, 1985: 74). Museum di wilayah yang lain juga mulai didirikan untuk menyimpan koleksi benda antik.

Pengelolaan museum pada awalnya dilakukan oleh masing-masing museum dengan titik berat perhatian pada koleksi. Pada tahun 1880 sampai dengan 1920 terjadi perubahan pertama karena diperlukan pengelolaan museum yang lebih serius, sehingga melahirkan museologi sebagai sebuah pengetahuan berspektif keprofesionalan. Perubahan kedua terjadi pada tahun 1960-an, ditandai dengan perubahan peran museum yang semula untuk mengumpulkan, merawat, mengkurasi, meneliti, dan mengkomunikasikan berubah menjadi peran museum bagi masyarakat, pendidikan, dan tindakan budaya. Selanjutnya terjadi perubahan ketiga yang mengubah konsep profesionalisme ke dalam sebuah manajemen1.

1

Disarikan dari Peter van Mensch, “Museology and Management: enemis or friends. Current tendencies in theoretical museology and museum management in Europe”, 2003 dan “The

(5)

2 Selain itu, pada tahun awal tahun 1970an terjadi perubahan besar dalam pendekatan metodologis museologi yang diidentifikasikan sebagai new museology

atau “museologi baru”. Pada awalnya museologi berangkat dari warisan budaya atau objek yang perlu dipelihara dan menekankan pada struktur organisasi dan prosedural. Dalam “museologi baru”, museum berangkat dari kebutuhan masyarakat yang lebih menekankan pada peran sosial dari warisan budaya. Dengan demikian, perhatian museum berubah dari koleksi menjadi pengunjung dan pengelolaan menjadi lebih profesional di dalam menyampaikan informasi, menyediakan pendidikan berkelanjutan, dan mendirikan standar cara kerja museum2.

Perhatian secara internasional terhadap museum dimulai sejak tahun 1946 dengan didirikannya The International Council of Museums (ICOM). Organisasi ini membuat pedoman-pedoman yang berkaitan dengan museum dan mengadakan pertemuan museum untuk membahas masalah untuk mengembangkan museum. ICOM juga melaksanakan berbagai program untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya museum. ICOM juga mendirikan International Museum Day pada tanggal 18 Mei yang diperingati setiap tahun sejak 1977. Dengan demikian, berdasarkan The 18th General Assembly of ICOM Stavanger, Norway, 7 July 1995, museum didefinisikan sebagai:

a non-profit making, permanent institution in the service of society and of its development, and open to the public, which acquires, conserves, reaserches, communicates, and exhibits for the purpose of study, education and enjoyment, material evidence of man, and his environment.’

Menurut definisi tersebut, tugas pokok museum secara mendasar adalah melakukan pengumpulan, pemeliharaan, penelitian, komunikasi dan pameran.

Secara mendasar, museologi membicarakan tentang interaksi antara ‘kita’ (sebagai perorangan, komunitas, dan masyarakat) dengan lingkungan materi ‘kita’. Dalam hal ini manusia membentuk lingkungan berdasarkan kebutuhannya, sehingga lingkungan tersebut menjadi kebudayaan materi. Tindakan membuat dan

Museology Discourse” dalam Towards a Methodology of Museology, PhD University of Zagreb, 1992.

2 Ibid.

(6)

3 memakai tersebut menjadi konteks primer benda yang dapat ditentukan berdasarkan fungsinya, yaitu produksi (pembuatan, persiapan) dan fungsi (penggunaan). Dengan alasan pragmatik, estetik, simbolik, atau metafisik, manusia berusaha untuk mempertahankan dan menyimpan benda-benda tersebut. Seringkali benda-benda tersebut dipisahkan dari siklus ‘buat, pakai, buang’ karena memiliki keunikan, menyimpan sejarah, atau dianggap penting. Sebagian dari benda-benda tersebut menjadi koleksi museum yang menyebabkan koleksi museum mengalami proses musealisasi, yaitu berubahnya konteks primer benda sebelum dipindahkan ke museum menjadi konteks museologi di museum. Setelah benda tidak digunakan sesuai dengan fungsi aslinya, maka benda mengalami konteks yang kedua, yaitu konteks arkeologi berupa bentuk pembuangan temporer atau permanen dari objek yang sudah tidak digunakan. Ketika memasuki museum, benda mengalami konteks yang ketiga, konteks museologi, yaitu konteks setelah benda mengalami proses seleksi dan mendapatkan nilai informasi (Mensch, 1979: 213-216).

Bagan 1. Proses Musealisasi Sumber: Mensch, 2003: 6

Dalam pameran museum, konteks menjadi suatu hal yang penting. Sebuah pameran perlu menampilkan konteks benda agar makna yang terkandung di dalam benda dapat dipahami oleh pengunjung. Museum menjadi institusi museologi yang menciptakan pesan bagi pengunjung, seperti yang dinyatakan oleh Delibasic:

musealisation

society

material culture

museality documentary values Primary Context economic values Museological Context

(7)

4 ‘One of the main museological determinants of the museum is that it represents a medium for transmitting certain message and ideas. The medium could be defined as a manifold set of simultaneously used channels in which a system of signs is realized. The museum is, therefore, filled with signs or systems of signs, which are at the disposal of those who know how to interpret them. (Delibasic 1991: 28 dalam Hooper-Greenhill, 1995: 29).

Oleh karena itu, pameran di museum memerlukan interpretasi terhadap koleksi museum yang dipamerkan agar pengunjung dapat menangkap pesan informasi yang hendak disampaikan. Selain itu juga diperlukan adanya komunikasi yang efektif untuk mendukung proses penyampaian pesan informasi ini. Dengan demikian, penelitian ini akan menitikberatkan pada proses interpretasi dan komunikasi di museum.

Komunikasi merupakan kegiatan penyebaran hasil penelitian berupa knowledge dan pengalaman dalam bentuk pameran. Sebelum koleksi dipamerkan perlu dilakukan penginterpretasian melalui penelitian berdasarkan bidang ilmu peneliti3. Melalui hal ini pengunjung diharapkan memperoleh makna dan pengalaman baru, bukan hanya melihat benda mati, berbeda dengan museum tradisional yang mengharapkan bahwa interpretasi dilakukan oleh pengunjung sendiri. Koleksi dan pameran menjadi relevan dengan pengalaman dan identitas pengunjung setelah mengalami proses interpretasi. Dengan metode interpretasi yang baik, diharapkan pengunjung akan tertarik untuk kemudian dikaitkan dengan kerangka pikir dan pengalamannya. Konteks makna yang tercipta melalui interpretasi objek yang dipamerkan dapat membantu pengunjung dalam memahami masa lampau dan pentingnya pelestarian bagi generasi mendatang (Magetsari, 2008: 8-9).

Secara umum, museum di dunia sudah muncul sejak dua ribu tahun yang lalu, tepatnya di Alexandria. Museum tersebut didirikan oleh Ptolemaios I dan berfungsi sebagai pusat penelitian dan pendidikan (Schreiner, 1985: 74). Di Indonesia, museum tertua didirikan tahun 1662 dengan nama De Ambonsche

3

Dalam menjalankan tugasnya, museum memiliki tiga fungsi dasar, yaitu preservasi, penelitian, dan komunikasi. Preservasi merupakan pemeliharaan fisik dan administrasi koleksi, sedangkan penelitian mengacu pada penelitian terhadap warisan budaya yang berkaitan dengan disiplin ilmu tertentu. Lihat Peter van Mensch, 2003,

(8)

5

Rariveiten Kamer oleh Rumhuis De Ambon (Suwati Kartiwa, 1999 dalam Suwito, 2008: 4). Selanjutnya pada tahun 1868 didirikan Museum Nasional oleh

Batviaasch Genootshap van Kunsten en Wetenschappen atau Komunitas Seni dan Ilmu Pengetahuan Batavia (Heuken, 2000: 226). Pada awal tahun 1980, museum di Indonesia semakin berkembang ditandai dengan munculnya museum-museum negeri di setiap ibukota propinsi, museum-museum ilmu pengetahuan dan teknologi dari berbagai departemen seperti yang terdapat di Taman Mini Indonesia Indah, museum-museum pribadi, swasta, dan lainnya (Arbi, 2002: 1).

Penelitian ini akan menggunakan studi kasus sebuah museum yang terdapat di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). TMII merupakan taman yang menggambarkan secara utuh Indonesia yang besar dalam tampilan yang kecil dan indah. Oleh karena itu, keseluruhan kompleks TMII dapat dikatakan sebagai sebuah open air museum (Suwito, 2008: 7). Pendirian TMII berasal dari gagasan Ibu Tien Soeharto. Pembangunan TMII dimulai pada tahun 1971 dan diresmikan pada tanggal 20 April 1975. TMII memiliki misi sebagai wahana pelestarian dan pengembangan budaya serta merupakan sarana memperkokoh persatuan dan kesatuan Bangsa. TMII berupaya untuk mempresentasikan kebhinekaan bangsa Indonesia dan keanekaragaman khasanah budaya, sehingga masyarakat dapat memperoleh pengalaman, pengetahuan dan informasi yang menarik berkaitan dengan aspek budaya, tradisi, adat istiadat, berbagai bentuk kesenian4.

Salah satu museum yang terdapat di dalam Kompleks TMII dan merupakan museum yang menyajikan seluruh kebudayaan Indonesia adalah Museum Indonesia. Museum ini mulai dibangun pada tahun 1976 dan diresmikan pada tanggal 21 April 1980 oleh Bp. Soeharto, bertepatan dengan peringatan Hari Jadi TMII yang kelima. Museum ini juga merupakan gagasan dari Ibu Tien Soeharto. Museum Indonesia menampilkan secara ringkas dan menyeluruh kebhinekaan adat serta seni budaya bangsa Indonesia dan manusia Indonesia de-ngan lingkude-ngannya (Pangkoesmijoto dan Sutjipto, 1980: 8-19).

Karena museum ini berupaya untuk menampilkan budaya Indonesia, sehingga penting untuk dikaji mengenai proses interpretasi dan komunikasi yang

4

(9)

6 terjadi di museum ini. Interpretasi dapat dikaji mulai dari pemberian nama ‘Museum Indonesia’ sampai pada pemilihan informasi dan koleksi yang disajikan kepada pengunjung. Dengan mengetahui proses interpretasi dan komunikasi yang terjadi diharapkan dapat memperbaiki keadaan museum sehingga pengunjung mendapatkan kepuasan setelah melakukan kunjungan.

2. RUMUSAN PERMASALAHAN

Berdasarkan latar belakang masalah, terdapat beberapa masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini. Berdasarkan definisi museum menurut ICOM, salah satu tugas museum adalah melayani masyarakat dengan melakukan komunikasi dan pameran untuk tujuan pembelajaran, pendidikan, dan kesenangan. Informasi yang disampaikan kepada masyarakat di Museum Indonesia adalah informasi mengenai etnografi suku-suku bangsa di Indonesia.

Benda-benda yang ditampilkan di dalam museum memiliki konteks budaya masing-masing yang berbeda satu sama lain. Benda-benda ini sekarang menempati konteks yang baru, yaitu di dalam sebuah museum yang menampilkan seluruh budaya Indonesia dalam kerangka Bhinneka Tunggal Ika. Dengan demikian perlu dikaji mengenai interpretasi benda-benda budaya yang telah dilakukan oleh Museum Indonesia.

Interpretasi mengenai koleksi yang terdapat di museum merupakan suatu hal yang penting karena berkaitan dengan informasi yang akan disajikan kepada pengunjung. Interpretasi juga memegang peranan penting dalam menentukan tercapainya tujuan museum sebagai sarana pendidikan yang memberikan kesenangan. Dengan demikian permasalahan kedua akan mengkaji bagaimana proses dan bentuk interpretasi yang baik demi mencapai tujuan museum.

Hasil interpretasi tersebut selanjutnya dituangkan dalam pameran museum. Isi pesan yang akan disampaikan tersebut atau hasil interpretasi dapat sampai kepada pengunjung melalui proses komunikasi yang efektif. Komunikasi ini juga memegang peranan penting dalam keberhasilan penyampaian pesan, sehingga permasalahan ketiga dalam penelitian ini akan mengkaji mengenai bagaimana proses komunikasi efektif yang diperlukan oleh sebuah museum.

(10)

7 3. TUJUAN DAN MANFAAT

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:

1. Mengetahui bentuk interpretasi dan komunikasi yang telah dilakukan oleh Museum Indonesia berkaitan dengan strategi peningkatan kualitas interpretasi dan komunikasi museum.

2. Menerapkan konsep-konsep museologi dalam pengelolaan museum. 3. Menjelaskan proses komunikasi yang lebih efektif untuk meningkatkan

pelayanan kepada pengunjung dan memberikan kepuasan kepada pengunjung.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumbangan pemikiran mengenai proses interpretasi dan komunikasi di museum untuk meningkatkan kondisi museum di Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Memberikan saran bagi Museum Indonesia dalam pengembangan metode interpretasi dan komunikasi.

2. Memberikan sumbangan pengetahuan mengenai interpretasi dan komunikasi museum dalam rangka pengembangan kualitas museum-museum di Indonesia secara umum.

3. Memberikan sumbangan mengenai pengelolaan sebuah museum berkaitan dengan salah satu tugas dan fungsi tugas museum dalam hal komunikasi sebagai salah satu contoh bagi museum-museum di Indonesia.

4. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini juga akan dibatasi pada studi kasus sebuah museum yang terdapat di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). TMII sendiri dengan seluruh komponen yang ada di dalamnya merupakan ’miniatur’ dari Indonesia, sehingga dapat dikategorikan sebagai open air museum.

Di dalam kompleks TMII terdapat sebuah museum yang juga menyajikan budaya Indonesia secara keseluruhan, yaitu Museum Indonesia. Kebudayaan secara umum dapat diwujudkan dalam tiga hal, yaitu gagasan atau ide, perilaku,

(11)

8 dan hasil karya atau kebudayaan materi. Gagasan atau ide melandasi perilaku manusia, dan melalui perilaku tersebut manusia menghasilkan bahasa dan benda.

Karena museum Indonesia menyajikan berbagai kebudayaan Indonesia dan menempatkannya kembali dalam konteks Bhinneka Tunggal Ika, maka dalam penelitian ini dibatasi untuk mengkaji masalah interpretasi yang terjadi di museum. Menurut Encarta Dictionary, interpretation is an explanation or establishment of the meaning or significance of something (Microsot Encarta 2006). Selain itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, interpretasi berarti pemberian kesan; pendapat; atau pandangan teorotis terhadap sesuatu; tafsiran (Alwi, 2001: 439).

Barry Lord dan Gail Dexter Lord (1997: 238) menyebutkan bahwa

“Interpretation is the term used to describe the ways that museum communicate with the public about its collection and research activities”

Selanjutnya juga dijelaskan bahwa ‘bahasa’ dari objek yang dipamerkan di museum masih cukup asing bagi pengunjung sehingga perlu diterjemahkan agar terbangun komunikasi dua arah.

Kebudayaan materi atau objek merupakan bagian yang penting dari kebudayaan manusia dan masyarakat yang dapat menjadi suatu alat untuk memahami kebudayaan seperti signal, sign, dan simbol. (Kingery, 1996:1). Benda dan makna sinkronis, serta bentuk dan nilai dari sesuatu merupakan suatu hasil dari sejarah yang terakumulasi pada masyarakat yang membuat dan menggunakan benda tersebut. Dengan melihat kebudayaan materi dari suatu masyarakat, dapat juga melihat suatu sistem yang lengkap (Pearce, 1991: 48). Tujuan utama penelitian adalah menginterpretasi dan merekonstruksi kebudayaan materi dalam dalam konteks budaya dan merangkum kesimpulan dalam keseluruhan penelitian (Fürst, 1991: 99).

Selanjutnya, hasil interpretasi ini menjadi sebuah pesan yang akan disampaikan kepada pengunjung melalui sebuah pameran. Dalam penyampaian pesan ini terjadilah proses komunikasi. dalam hal ini komunikasi dapat didefinisikan sebagai ‘the process of sharing ideas, information, and messages with others in a particular time and place’ (Encarta Encyclopedia).

(12)

9 Menurut John Friske (1994: 2), terdapat dua pandangan utama mengenai komunikasi. Pandangan pertama menganggap ‘communication as the transmission of message’. Pandangan ini mempelajari bagaimana pengirim dan penerima melakukan encode dan decode, dan bagaimana transmitter menggunakan chanel dan media. Pandangan kedua menganggap ‘communication as the production and exchange of meanings’. Pandangan ini mempelajari bagaimana pesan atau teks berinteraksi dengan masyarakat untuk menghasilkan makna yang memperhatikan peran teks dalam kebudayaan.

Selain definisi umum mengenai komunikasi, dalam tulisan ini akan digunakan definisi komunikasi untuk museum, yaitu

Communication s defined as ‘the presentation of the collections to the public through education, exhibition, information and public services. It is also the outreach of the museum to the community’ (Walden, 1991: 27 dalam Hooper-Greenhill, 1996: 28).

Penyajian informasi kepada masyarakat di museum dapat dilakukan melalui berbagai macam cara, terutama melalui koleksi-koleksi yang dipamerkan di dalam ruang pamer. Media komunikasi yang digunakan umumnya melalui label-label berisi informasi yang berkaitan dengan benda yang dipamerkan, baik secara individu maupun berkelompok. Pada perkembangan selanjutnya, bentuk informasi ini sangat terbatas dan statis, sehingga tidak ada informasi lain yang dapat diperoleh pengunjung pada kunjungan selanjutnya. Dengan demikian, beberapa museum telah mengembangkan metode lain dalam menyampaikan informasi yang lebih lengkap kepada masyarakat. Penyajian informasi yang lengkap dan dikemas secara menarik dapat meningkatkan minat masyarakat untuk mengunjungi museum.

5. METODE PENELITIAN

Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif. Kualitatif riset didefinisikan sebagai suatu proses yang mencoba untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai kompleksitas yang ada dalam interaksi manusia (Marshal: 1995). Penelitian kualitatif dapat dikelompokkan menjadi tiga model, yaitu dalam format deskriptif, verifikatif, dan grounded research. Dalam

(13)

10 penelitian ini akan digunakan format deskriptif. Penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi dan situasi, atau fenomena realitas sosial yang terdapat di masyarakat menjadi objek penelitian. Penelitian ini berupaya menarik realitas tersebut ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran mengenai kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu (Bungin, 2007: 67-68).

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap pengumpulan data, analisis, dan pembahasan. Pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka dan studi lapangan. Dalam studi pustaka akan ditelusuri sumber-sumber pustaka yang menjelaskan tentang pengelolaan museum, interpretasi, dan komunikasi dalam museum. Pengelolaan museum ditelusuri berkaitan dengan fungsi museum sebagai tempat bagi masyarakat untuk mendapat informasi sekaligus kesenangan. Pengelolaan ini juga terkait dengan pelaksanaan interpretasi dan komunikasi yang dilakukan oleh museum. Selanjutnya studi pustaka mengenai interpretasi dilakukan untuk menelusuri teori dan konsep interpretasi koleksi museum, sehingga dapat menghasilkan pesan yang akan disampaikan kepada pengunjung. Selanjutnya penelusuran pustaka mengenai komunikasi dilakukan untuk memahami proses komunikasi yang berlangsung di museum.

Studi lapangan akan dilakukan melalui wawancara mendalam (in-depth

interview) dan observasi. Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan dengan cara tanya jawab antara pewawancara dengan informan, dengan menggunakan pedoman wawancara (Bungin, 2007: 108). Informan yang akan diwawancarai adalah orang-orang yang menguasai dan memahami data atau terlibat langsung dalam proses interpretasi dan komunikasi dalam museum. Wawancara akan dilakukan terhadap kepala museum, kurator, kepala bagian pameran, dan pemandu museum. Dalam wawancara ini akan ditelusuri mengenai latar belakang pendirian museum, konsep dan alur cerita pameran, pengelolaan pameran museum, dan metode penyampaian informasi kepada pengunjung.

Selain itu, penelitian lapangan juga akan dilakukan melalui observasi. Observasi atau pengamatan adalah kegiatan dengan menggunakan panca indera untuk menghimpun data penelitian (Bungin, 2007: 115). Observasi bertujuan

(14)

11 untuk mengamati hasil interpretasi yang tertuang dalam pameran, serta proses komunikasi yang terjadi ketika pengunjung berada di museum.

Setelah pengumpulan data dilakukan analisis untuk mengolah data dan memperbandingkan dengan teori-teori mengenai interpretasi koleksi. Selanjutnya data mengenai komunikasi di museum juga dianalisis untuk menghasilkan bentuk komunikasi yang lebih efektif.

Berdasarkan hasil analisis akan disimpulkan mengenai interpretasi dan komunikasi yang dapat dilakukan oleh Museum Indonesia agar lebih efektif dalam memberikan pelayanannya kepada pengunjung. Selain itu juga diharapkan dapat menghasilkan suatu cara pengelolaan sebuah museum berkaitan dengan tugas museum, yaitu preservasi, penelitian, dan komunikasi, terutama dalam hal kebijakan penelitian dan koleksi.

6. GAMBARAN DATA

Museum Indonesia ini dibangun diatas tanah seluas 20.100 m2 dengan gedung utama seluas 7.000 m2, terletak di bagian depan dari kompleks Taman Mini Indonesia Indah, sejajar dengan gedung "Sasana Langen Budaya", bersebe-rangan dengan gedung pengelolaan. Gedung ini bertingkat tiga dan dihias dengan ukir-ukiran serta patung-patung ciri khas Bali karena perencanaan pembangunannya berpedoman kepada arsitektur tradisional Bali. Bangunan ini dikelilingi dengan pagar tembok dengan pintu-pintu gerbangnya yang berbentuk "candi bentar". Pada halaman bagian dalam terdapat sebuah taman serta beberapa bangunan, seperti balai panjang, tempat diselenggarakannya pertunjukan kesenian atau hiburan-hiburan lainnya dan "bale bengong" tempat Raja-raja pada masa dahulu melihat keadaan di sekitar Pura. Selain itu, di sebelah timur juga terdapat balairung, "bale kambang", dan bangunan persembahyangan bagi umat Hindu. Keseluruhan bangunan Museum Indonesia ini dirancang oleh Ida Bagus Tugur, seorang arsitek sekaligus Dosen Luar Biasa pada Fakultas Tehnik Jurusan Arsitektur dan Seni Rupa Universitas Udayana Denpasar (Pangkoesmijoto dan Sutjipto, 1980: 28-29).

(15)

12 Penataan Museum Indonesia didasari oleh konsep Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Rancangan isi museum dikembangkan oleh Soedarmadji J.H. Damais yang dibantu oleh Dra. Suwati Kartiwa, Kurator bagian Ethnograti di Museum Pusat dan Mayor Wara Nam Sardjono dari Museum Istana Jakarta.

Lantai I merupakan lantai perkenalan yang menampilkan tema “Bhinneka Tunggal Ika”. Pada bagian barat ruangan ditampilkan pakaian adat dan pakaian pengantin adat tradisional suku-suku bangsa di Indonesia dan lukisan kaca Citra Indonesia. Ruangan sisi timur menampilkan pagelaran wayang kulit, berbagai bentuk wayang, dan alat musik tradisional.

Pada lantai II menyajikan tentang tema “Manusia dan Lingkungan” yang menampilkan disajikan benda-benda yang berhubungan dengan kehidupan berbagai suku bangsa, seperti upacara adat, rumah adat, peralatan hidup, dan lain-lain.

Lantai III museum menampilkan tema “Seni dan Kriya”. Pada lantai ini dipamerkan benda-benda kesenian, seperti kain tradisional, perhiasan, senjata, hasil kerajinan, perhiasan, ukiran, dan lainnya. Selain itu, pada bagian tengah ruangan terdapat hasil seni kriya yang berukuran besar berupa Pohon Hayat atau Pohon Kehidupan yang dibuat dari tembaga setinggi 8 meter5.

7. JADWAL PENELITIAN

Penelitian ini akan dilaksanakan selama enam bulan mulai Januari sampai dengan Juni 2009 dengan jadwal sebagai berikut.

Tabel 1. Jadwal Penelitian

Januari Februari Maret April Mei Juni Studi Kepustakaan Studi Lapangan Analisis Pembahasan 5

Diambil dari artikel tidak diterbitkan yang dibuat oleh Pengelola Museum Indonesia, halaman 4-10.

(16)

13 DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Artikel

Alwi, Hasan, dkk. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Arbi, Yunus. Museum dan Pendidikan. Jakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Proyek Pengembangan Kebijakan Kebudayaan, 2002.

Bungin, H. M. Burhan. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Prenada Media Group, 2008.

Burcaw, G. Ellis. Introduction to Museum Work. Nashville: The American Association for State and Local History, 1984.

Edson, Gary dan David Dean. The Handbook for Museums. New York: Routledge, 1996.

Friske, John. Introduction to Communication Studies, second edition. London dan New York: Routledge, 1994.

Fürst, Hans Jörg. “Material Culture Research and the Cuation Process”, Museum Studies in Material Culture. Washington D.C: Smithsonian Institution Press, 1991.

Heuken, Adolf. Historical Sites of Jakarta. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka., 2000.

Hooper-Greenhill, Eilean. Museum, Media, Message. London dan New York: Routledge, 1995.

---, Museums and Their Visiors. London dan New York: Routledge, 1996.

Kingery, W. David (ed.). Learning from Things. Washington and London: Smitsonian Institution Press, 1996.

Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta, 1990.

Magetsari, Noerhadi. “Filsafat Museologi”, makalah Seminar dalam rangka Peringatan Seratus Tahun Kebangkitan Nasional, Jakarta 29 Mei 2008.

Marshal, Catherine dan Gretchen B Rossman. Designing Qualitative Research. California: Sage Publication Inc., 1995.

Mensch, P. van. “Towards a Methodology of Museology” PhD Thesis University of Zagreb, 1992.

(17)

14 ---, “Museology and Management: enemis or friends. Current tendencies in

theoretical museology and museum management in Europe”, disampaikan sebagai keynote speech dalam konferensi tahunan ke-4 Japanese Museum Management Academy tanggal 7 Desember 2003 di Tokyo.

Schreiner, Klaus. Fundamentals of Museology. Berlin: Waren, 1985.

Suwito, Yuwono Sri. “Filosofi Museum (Makna dan Fungsi serta Pengembangan Museum), makalah Seminar dalam rangka Peringatan Seratus Tahun Kebangkitan Nasional, Jakarta 29 Mei 2008.

Pangkoesmijoto dan Sutjipto. Museum Indonesia. Jakarta: Taman Mini Indonesia Indah, 1980.

Internet

Encarta Dictionary. Microsoft Encarta, 2006.

Encarta Encyclopedia. Microsoft Encarta, 2006.

“Sejarah Taman Mini Indonesia Indah”, www.tamanmini.com, diakses pada 6 Desember 2008.

(18)

L

Lampiran Denah

D

Denah 1. Lanntai I Museumm Indonesiaa

(19)

16 Denah 2. Lantai II Museum Indonesia

(20)

Deenah 3. Lanttai III Museuum Indonesiaa

(21)

L Lampiran Footo Foto 1. Ba Foto 2. angunan Mu Ruang Pam useum Indon mer Lantai I M nesia (tampak Museum Indo k depan) onesia 18

(22)

Foto 3. R Foto 4. R Ruang Pame Ruang Pame er Lantai II M er Lantai III Museum Ind Museum Ind donesia donesia 19

Gambar

Tabel 1. Jadwal Penelitian
Foto 3. R Foto 4. R Ruang PameRuang Pame er Lantai II Mer Lantai III  Museum Ind Museum Ind donesia  donesia  19

Referensi

Dokumen terkait

H2: Diduga tidak terdapat perbedaan antara abnormal return saham perusahaan BEI 2010-2012 yang melakukan kebijakan right issue pada periode sebelum dengan sesudah

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa modifikasi permainan “Cublak-cublak Suweng” dapat meningkatkan keterampilan

Oleh karena itu, pengujian analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi logistik multinomial, yaitu sebuah analisis regresi untuk

Jika Anda berakhir dengan gambar yang diacak pada resolusi yang tidak didukung oleh TV Anda, seperti yang terjadi pada saya, Anda bisa beralih ke Scart VCR dan masih

Pengaruh gaya kepemimpinan ini yang dilakukan pimpinan KPP Pratama Bogor terlihat pada adanya saling kepercayaan antara para pegawai dalam pelaksanaan tugas yang

Jika harga jatuh sebanyak 20% dan nilai keanjalan harga permintaan ialah 2.5, kuantiti yang diminta akan meningkat daripada 10 unit kepada.... A 12 unit B

Media pembelajaran yang dikembangkan harus sesuai dengan tujuan pembelajaran (Rustaman, 2007). Selain itu, penuntun praktikum juga sudah memuat pendekatan saintifik yaitu