• Tidak ada hasil yang ditemukan

JENIS KERONTOKAN RAMBUT DAN KEBOTAKAN PASIEN POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JENIS KERONTOKAN RAMBUT DAN KEBOTAKAN PASIEN POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO TAHUN"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

L Legiawati Jenis kerontokan rambut dan kebotakan di Jakarta

JENIS KERONTOKAN RAMBUT DAN KEBOTAKAN

PASIEN POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN

RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO TAHUN 2009-2011

Lili Legiawati

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

FK Universitas Indonesia/RSUPN dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta

ABSTRAK

Kerontokan rambut dan kebotakan merupakan kelainan rambut yang sering ditemukan pada pasien di klinik kulit dan kelamin. Penyakit ini dapat mengenai laki-laki dan perempuan, dengan berbagai usia. Walaupun umumnya kelainan ini tidak mengancam jiwa namun dapat menimbulkan dampak psikologis yang besar bagi pasien. Terdapat berbagai jenis kerontokan dan kebotakan rambut, dengan etiopatogenesis, terapi dan prognosis yang berbeda.

Telah dilakukan penelitian terhadap semua kasus kerontokan dan kebotakan rambut yang datang berobat ke Poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dari tahun 2009-2011. Penelitian dilakukan secara retrospektif, semua kasus baru kerontokan dan kebotakan rambut dicatat berdasarkan data rekam medik.

Dalam kurun waktu tersebut terdapat 116 pasien yang datang berobat, namun hanya 108 rekam medik yang berhasil ditemukan. Pasien terdiri atas 44 orang laki-laki dan 72 perempuan. Kisaran usia dari 3-66 tahun dengan rerata usia 28 ± 14 tahun. Tiga jenis penyakit pertumbuhan rambut terbanyak berupa alopesia areata (39,7%) diikuti oleh efluvium telogen (34,5%) dan alopesia androgenetik (11,2%). Awitan penyakit sebagian besar kurang dari 12 bulan (78,7%) dan respons yang baik terhadap pengobatan didapatkan pada 27,8% pasien. (MDVI 2013; 40/4:159-163)

Kata kunci: alopesia areata, alopesia androgenetik, efluvium telogen

ABSTRACT

Hair loss and alopecia are common hair disorders in dermatovenereology outpatient clinic. It affects men and women of all age. It is not life threatening however it may affect patients psychology significantly. There are various types of hair loss and alopecia disorder with different etiology, pathogenesis, therapy and prognosis.

Research regarding all cases of hair loss and alopecia disorder in Dermatovenereology Department outpatient clinic, Cipto Mangunkusumo Hospital. This retrospective study analyze data of new patients with all kind of hair loss and alopecia disorder from medical record.

During that periode of time 116 cases were found, however only 108 medical records could be obtained. Patients consist of 44 men and 72 women, age ranged from 3-66 years old, with average 28 ± 14 years old. Alopecia areata (39,7%), telogen effluvium (34,5%) and androgenic alopecia (11,2%) were the most common hair disorders found. The onset of most diseases were less than 12 months (78,7%) and 27,8% of patients showed good response.(MDVI 2013; 40/4:159-163)

Keyword: alopecia areata, alopecia androgeneic, telogen effluvium

Artikel Asli

Korespondensi:

(2)

MDVI Vol. 40 No.4 Tahun 2013: 159-163

PENDAHULUAN

Kerontokan rambut dan kebotakan merupakan penyakit pertumbuhan rambut yang sering ditemukan pada pasien yang berobat ke Poliklinik Kulit dan Kelamin. Penyakit ini mengenai laki-laki dan wanita berbagai usia dan sering menimbulkan dampak psikologis dan sosial. Walaupun penyebab kebotakan bermacam-macam, namun diagnosis dapat ditegakkan dengan cepat melalui anamnesis yang cermat, dan pemeriksaan fisis yang tepat.

Alopesia androgenetik merupakan jenis kebotakan rambut yang paling sering ditemukan, menunjukkan pola yang spesifik, pada laki-laki berupa kebotakan di daerah frontotemporal, sedangkan pada wanita berupa penipisan rambut di puncak kepala.1 Data di Amerika Serikat

menyatakan bahwa separuh laki-laki dan perempuan menderita alopesia androgenetik pada usia 40 tahun.2

Kelainan rambut yang sering ditemukan lainnya adalah efluvium telogen dan alopesia areata. Efluvium telogen merupakan kerontokan rambut yang sering dipicu oleh stres fisik dan emosi, penyakit sistemik, pasca melahirkan, obat-obatan dan diet ketat.1,2 Alopesia areata ditemukan pada

1,7% populasi. Sebagian besar kasus dimulai selama masa kanak-kanak atau dewasa dan timbul sebagai kelainan yang bersifat kronis sepanjang hidup.2

TUJUAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis dan insidens kelainan rambut dan kebotakan pada pasien kunjungan poli rawat jalan kulit dan kelamin RSCM tahun 2009-2011.

METODE DAN SUBYEK PENELITIAN

Penelitian dilakukan secara retrospektif dengan mela-kukan pencatatan dan pemeriksaan rekam medik semua kasus kerontokan dan kebotakan rambut pasien yang berkunjung ke unit rawat jalan Kulit dan Kelamin RSCM tahun 2009-2011.

HASIL PENELITIAN

Dalam kurun waktu 2009 sampai 2011 tercatat 116 pasien dengan kelainan kerontokan rambut dan kebotakan

yang datang berobat, namun hanya 108 rekam medik yang berhasil ditemukan. Dari 116 pasien, tercatat 44 orang (37,9%) laki-laki dan 72 orang (62,1%) perempuan. Usia termuda 3 tahun dengan alopesia difus dan tertua 66 tahun dengan efluvium telogen, rerata usia 28 ± 14 tahun. Sebanyak 67 orang (57,8%) berusia antara 13-30 tahun, 35 orang (30,2%) berusia 31-60 tahun. Sisanya 11 orang (9,5%) berusia 1-12 tahun dan 3 orang (2,6%) berusia di atas 60 tahun.

Sebanyak 56 dari 108 pasien (51,9%) berpendidikan tinggi (tamat akademi atau sarjana), diikuti oleh 28,7% (31 orang) tamat SMA, yang tamat SMP atau lebih rendah terdapat sebanyak 19,4% (21 orang).

Riwayat atopi ditemukan pada 14 orang (13%), sedangkan riwayat atopi dalam keluarga ditemukan pada 17 orang (15,7%). Sebanyak 63% (68 orang) pernah diobati dengan kortikosteroid topikal, minoksidil, tonik rambut dan obat minum berupa vitamin, dsb. Riwayat kerontokan dan kebotakan rambut dalam keluarga didapatkan pada 17,6% (19 orang).

Tiga penyakit kerontokan dan kebotakan rambut terbanyak berupa alopesia areata sebanyak 48 orang (39,7%), efluvium telogen 40 orang (34,5%) dan alopesia androgenetik 13 orang (11,2%). Pada laki-laki paling sering ditemukan alopesia areata yaitu 56,8% (25 dari 44 orang), sedangkan pada perempuan terbanyak berupa effluvium telogen (50%). (Tabel 1)

Tabel 1. Sebaran pasien menurut diagnosis dan jenis kelamin

Diagnosis Jenis kelamin Total Jumlah (%) Laki-laki Perempuan Jumlah (%) Jumlah (%) Alopesia areata 25 (21,6) 23 (19,8) 48 (41,4) Alopesia totalis 1 ( 0,9) 5 (4,3) 6 ( 5,2) Alopesia universalis 0 ( 0) 5 (4,3) 5 (4,3) Alopesia androgenetik 12 (12) 1 (0,9) 13 (11,2) Efluvium telogen 4 (3,4) 36 (31) 40 (34,5) Efluvium anagen 0 (0) 1 (0,9) 1 (0,9) Alopesia areata + efluvium

telogen 1 (0,9) 0 (0,9) 1 (0,9) Lain-lain 1 (0,9) 1 (0,9) 2 (1,8)

(3)

L Legiawati Jenis kerontokan rambut dan kebotakan di Jakarta

Berikut adalah data awitan penyakit pasien berdasarkan diagnosis. (Tabel 2.)

Tabel 2. Sebaran pasien berdasarkan diagnosis dan awitan

Diagnosis Awitan (bulan) Total (orang) Jumlah (%) < 1 bulan Juml ah (%) 1-6 bulan Juml ah (%) 6-12 bulan Jumlah (%) >12 bulan Jumlah (%) Alopesia areata (5,6) 6 (25) 27 9 (8,3) 4 (3,7) 46 (42,6) Alopesia totalis (0,9) 1 (2,8) 3 0 (0) 1 (0,9) 5 (4,6) Alopesia universalis 0 (0) 0 (0) 3 (2,8) 2 (1,9) 5 (4,6) Alopesia androgenetik (0,9) 1 1(0,9) 0 (0) 9 (8,3) 11 (10,2) Efluvium telogen (2,8) 3 (14,8) 16 12 (11,1) 7 (6,5) 38 (35,2) Lain-lain 0 (0) (1,9) 2 0 (0) 0 (0) 2 (1,9) Alopesia areata + efluvium telogen 0 (0) 1 (0,9) 0 (0) 0 (0) 1 (0,9) Total (10,2) 11 (46,3) 50 (22,2) 24 23 (21,3) 108 (100)

Dari 108 pasien yang lengkap catatan mediknya, sebanyak 30 orang (27,8%) berespons baik terhadap pengobatan. Jumlah ini hanya dihitung dari semua pasien yang kontrol dan meneruskan pengobatan di poliklinik Kulit dan Kelamin RSCM. Sebanyak 62 orang (57,4%) tidak bisa dinilai hasil pengobatannya karena mayoritas tidak datang kontrol atau meneruskan pengobatan di daerah tempat tinggalnya masing-masing. Hanya 1 orang (0,9%) yang berespons buruk terhadap pengobatan yaitu kasus alopesia areata. (Tabel 3).

Tabel 3. Sebaran pasien berdasarkan diagnosis dan kunjungan ulang

Diagnosis

Kunjungan ulang Total

(orang) Jumlah (%) Membaik Jumlah (%) Menetap Jumlah (%) Membu ruk Jumlah (%) Lain-lain Jumla h (%) Alopesia areata 15 (13,9) 4 (16) 1 (0,9) (24,1) 26 46 (42,6) Alopesia totalis 3 (2,8) 0 (0) 0 (0) 2 (1,9) 5 (4,6) Alopesia universalis 0 (0) 3 (2,8) 0 (0) 2 (1,9) 5 (4,6) Alopesia androgenetik 1 (0,9) 1(0,9) 0 (0) 9 (8,3) 11 (10,2) Efluvium telogen 10 (9,3) 6 (5,6) 0(0) (20,4) 22 38 (35,2) Lain-lain 1 (0,9) 1 (0,9) 0 (0) 0 (0) 2 (1,9) Alopesia areata + efluvium telogen 0 (0) 0 (0) 0 (0) 1 (0,9) 1 (0,9) 30 (27,8) 15 (13,9) 1 (0,9) 62 108 (100)

Pengobatan yang didapat oleh pasien bervariasi, terdiri atas obat topikal (kortikosteroid dan minoksidil) serta terapi sistemik (multivitamin, imunomodulator isoprinosin, anti-virus, antibiotik, dan kortikosteroid). Terapi lainnya berupa injeksi kortikosteroid intra lesi, dan sinar diode. Dua orang pasien belum atau tidak diterapi karena tidak datang untuk kunjungan ulang dengan alasan ingin meneruskan pengobatan ke daerah asalnya. Keduanya merupakan kasus alopesia universalis. Sebanyak 55 orang (50,9%) mendapat terapi kombinasi berupa minoksidil dan multivitamin, 13 orang (12%) masing-masing mendapat terapi minoksidil saja, multivitamin atau kortikosteroid topikal. Sebanyak 9 orang (8,33%) mendapat terapi kombinasi minoksidil, injeksi kortikosteroid intra lesi dan multivitamin. Dari penelitian ditemukan pengobatan dengan terapi tunggal minoksidil, kortikosteroid topikal, multivitamin atau kombinasi 2 atau 3 macam regimen akan berespons baik pada pasien dengan awitan kurang dari 12 bulan.

Penyakit penyerta yang ditemukan pada pasien, yaitu dermatitis atopi, diabetes melitus dan sistemik lupus eritematosus pada masing-masing 1 orang pasien. Vitiligo dan kelainan tiroid didapatkan pada masing-masing 2 pasien. Riwayat penyakit keluarga diabetes melitus dite-mukan pada 6 orang, vitiligo 3 orang dan dermatitis atopik 1 orang.

Pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan meliputi pemeriksaan darah perifer lengkap, ureum dan kreatinin darah, tes fungsi hati (SGOT/SGPT), dan gula darah. Pemeriksaan tambahan yang dilakukan adalah pemeriksaan KOH, dan infeksi cytomegalovirus. Selain itu ada peme-riksaan lain yaitu fungsi tiroid dan hormon, infeksi Mycoplasma pneumonia dan pada 1 kasus dilakukan pemeriksaan histopatologi.

PEMBAHASAN

Kelainan kerontokan rambut dan kebotakan meru-pakan kelainan yang sering ditemukan. Pada penelitian ini didapatkan pasien perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki. Hal ini sesuai dengan berbagai pustaka yang menyebutkan prevalensi lebih banyak pada perempuan dibandingkan laki-laki karena dampak akibat masalah rambut pada perempuan lebih besar sehingga lebih sering menemui tenaga medis untuk mendapatkan pengobatan. 3

Usia pasien dengan kerontokan rambut dan kebotakan pada penelitian ini berkisar dari usia 3 tahun sampai 66 tahun. Hal ini didukung kepustakaan yang menyebutkan kelainan alopesia areata dapat ditemukan mulai kanak-kanak, dewasa sampai usia lanjut dan tersering pada usia 15-29 tahun.4-5 Dari penelitian juga tampak lebih dari

separuh pasien (57,8%) berusia di bawah 30 tahun. Dari literatur usia pasien alopesia areata rata-rata relatif muda, lebih dari 66% berusia di bawah 30 tahun.5 Kelainan

(4)

MDVI Vol. 40 No.4 Tahun 2013: 159-163

semua laki-laki Kaukasia mengalami resesi atau kebotakan yang dimulai dari garis rambut di daerah frontotemporal pada saat pubertas. 4

Dalam anamnesis penting digali mengenai riwayat kerontokan dan kebotakan rambut dalam keluarga. Dari penelitian ini sebanyak 17,6% terdapat riwayat kerontokan rambut dan kebotakan. Kepustakaan menyebutkan bahwa pada beberapa kasus kelainan kerontokan rambut dan kebotakan terdapat anggota keluarga yang mengalami hal yang serupa. Alopesia areata menunjukkan kekerapan tinggi pada keluarga. Terdapat studi yang membuktikan gen alopesia areata, yang dapat meningkatkan risiko kejadian alopesia areata.6 Testosteron berperan penting, namun perlu

predisposisi genetik untuk terjadi alopesia androgenetik pada laki-laki. Studi pada kembar ditemukan prevalensi alopesia androgenetik 80-90% pada kembar monozigot. Frekuensi lebih banyak ditemukan pada laki-laki dengan ayah juga menderita alopesia androgenetik. Osborn menyebutkan bahwa alopesia androgenetik diturunkan secara dominan autosomal. Pada perempuan dengan alopesia androgenetik diduga penyebabnya berupa gabungan antara androgen dengan faktor genetik.4

Secara keseluruhan penelitian ini menemukan alopesia areata sebagai kelainan terbanyak (39,7%), diikuti efluvium telogen (34,5%) dan alopesia androgenetik (11,2%). Dari literatur diketahui alopesia areata terdapat pada 1,7% populasi, prevalensinya lebih jarang dibandingkan alopesia androgenetik dan efluvium telogen.2-4

Terdapat perbedaan kelainan rambut pada perempuan dan laki-laki. Dari penelitian ini alopesia areata (56,8%) merupakan kelainan yang paling banyak ditemukan pada laki-laki, sedangkan pada perempuan adalah efluvium telogen (50%). Beberapa laporan menyebutkan insidens alo-pesia areata sama banyak antara laki-laki dan perempuan.6

Perempuan lebih sering berobat untuk efluvium telogen dibandingkan laki-laki karena lebih merasa terganggu, selain itu keadaan ini sering timbul akibat perubahan hormon pasca melahirkan. Efluvium telogen kronis lebih sering terjadi pada perempuan.3

Pada penelitian ini jumlah pasien alopesia androgenetik laki-laki jauh lebih banyak dibandingkan perempuan (12.% vs 0,9%). Kepustakaan menyebutkan bahwa alopesia androgenetik sebagai penyebab tersering hair loss pada perempuan dan laki-laki, meskipun laki-laki lebih sering terkena.7

Bila dihubungkan antara diagnosis, awitan penyakit dan hasil pengobatan, ternyata dari 15 pasien alopesia areata dan 3 orang pasien alopesia totalis yang membaik pada tindak lanjut (follow up) semuanya mempunyai awitan kurang dari 12 bulan. Studi lain mendapatkan bahwa prognosis lebih buruk bila awitan lebih dari 12 bulan. Begitu pula dengan pasien alopesia androgenetik dan efluvium telogen yang membaik, umumnya dengan awitan penyakit kurang dari 12 bulan.4

Perjalanan penyakit alopesia areata bervariasi dan bercirikan kekambuhan dengan waktu yang tidak dapat diprediksi. Pertumbuhan rambut spontan umum terjadi. Sekitar 60% pasien mengalami rambut tumbuh parsial dalam satu tahun. Sisanya 40% mengalami kekambuhan dalam satu tahun, namun persentase angka kekambuhan lebih besar setelah lima tahun. Beberapa hal yang berkaitan dengan prognosis yang buruk adalah keterlibatan regio oksiput dan batas rambut, keterlibatan kuku, perjalanan penyakit yang kronis dan kambuhan, serta awitan pada masa anak.4 Pada

sebagian besar kasus alopesia areata dengan jumlah lesi terbatas, biasanya rambut akan tumbuh kembali dalam beberapa bulan sampai 1 tahun. Pada kasus dengan jumlah lesi yang banyak, rambut dapat tumbuh kembali atau meluas secara progresif menjadi alopesia totalis atau alopesia universalis. Efluvium telogen biasanya membaik dalam 6 bulan setelah faktor pencetus disingkirkan.

Pengobatan yang diberikan pada penelitian ini sangat bervariasi. Terbanyak berupa minoksidil, steroid topikal dan multivitamin. Sangat sedikit data tentang tatalaksana alopesia areata yang berbasis bukti. Rekomendasi umumnya berdasarkan laporan beberapa kasus berseri dan pengalaman klinis. Seluruh modalitas terapi untuk alopesia areata saat ini bersifat paliatif dan tidak ada terapi kuratif.Kortikosteroid topikal superpoten dan poten digunakan untuk alopesia areata dengan area kurang dari 50% luas rambut skalp. Efektivitas terbukti meningkat lebih dari 25% pada pemakaian steroid superpoten bila disertai oklusi. Steroid poten perlu dikombinasi dengan minoksidil. Injeksi triamsinolon asetonid injeksi merupakan terapi lini pertama untuk pasien dewasa bila meliputi kulit kepala kurang dari 50% dan merupakan salah satu terapi berbasis bukti. Konsentrasi yang digunakan 2,5-10 mg/mL, dilakukan tiap 2-6 minggu dengan jumlah yang diinjeksikan berkisar 15-40 mg. Respons terlihat dalam 4-8 minggu. Obat ini dapat merangsang pertumbuhan rambut pada 60-67% kasus.4-5Bila

pertumbuhan tidak terlihat dalam 4 bulan pengobatan, perlu dipertimbangkan terapi lain. Injeksi pada skalp, alis, serta janggut, dapat dikombinasi dengan terapi topikal. Peng-gunaan terapi kortikosteroid sistemik masih menjadi perdebatan, namun banyak digunakan untuk terapi jangka pendek. Minoksidil memberikan hasil yang lebih baik bila dikombinasi dengan kortikosteroid kelas II atau antralin, meskipun efikasinya rendah pada alopesia totalis. 4

Penanganan terbaik efluvium telogen adalah dengan menyingkirkan penyebab utama. Di samping itu dapat diberikan solusio minoksidil 2-5% sebanyak 1 ml 2 kali sehari. Untuk tatalaksana alopesia androgenetik pada laki-laki ada 2 obat yang telah disetujui Food and Drugs Administration (FDA) Amerika Serikat yaitu minoksidil dan finasterid oral. Uji klinis penggunaan minoksidil pada pasien perempuan untuk mengobati kerontokan rambut dapat meningkatkan rerata kepadatan rambut sebanyak 10-18%. Satu studi yang besar menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara minoksidil 2% dan 5%, meskipun

(5)

L Legiawati Jenis kerontokan rambut dan kebotakan di Jakarta

konsentrasi yang tinggi cenderung lebih unggul. Saat ini hanya konsentrasi 2% yang diberi lisensi oleh FDA.4 Terapi

finasterid 1 mg/hari secara oral pada kasus alopesia andro-genetik dapat ditoleransi baik dalam meningkatkan per-tumbuhan rambut dan memperlambat progresivitas kerontokan rambut.8

Penting pula mencari penyakit penyerta, baik pada pasien maupun keluarga dengan kelainan kerontokan dan kebotakan rambut, khususnya alopesia areata. Penelitian ini menemukan beberapa penyakit penyerta yaitu dermatitis atopi, diabetes melitus, penyakit tiroid, vitiligo dan lupus eritematosus. Alopesia areata dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit autoimun yang lain (16%), yaitu lupus eritematosus (0,6%), vitiligo (4%), penyakit tiroid autoimun (28%), dermatitis atopik (39%).4-5,10 Dermatitis atopik

merupakan penyakit kulit terbanyak ditemukan. Penyakit tiroid, terutama hipotiroid menunjukkan frekuensi terbesar dan secara statistik sangat bermakna.9 Alopesia areata diduga

sebagai penyakit autoimun yang diperantarai oleh sel T. Sel-sel inflamasi akan mendestruksi folikel rambutnya sendiri dan menekan atau menghentikan pertumbuhan rambut.5-6,10

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk mem-bantu menegakkan diagnosis. Pada penelitian ini dila-kukan berbagai pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan pull test dilakukan untuk membantu evaluasi kerontokan rambut yang difus, sedangkan pemeriksaan dengan larutan KOH dapat menyingkirkan kemungkinan infeksi jamur. Selain infeksi jamur, infeksi cytomegalovirus merupakan salah satu faktor pencetus alopesia areata pada individu yang rentan, sehingga penting dilakukan. Biopsi atau peme-riksaan histopatologis penting dilakukan apabila ada kecurigaan kasus alopesia disertai jaringan parut. Biopsi juga dilakukan bila setelah evaluasi klinis masih belum jelas diagnosisnya, misalnya kelainan alopesia areata dengan varian yang difus.4,11

KESIMPULAN

Dari data yang dikumpulkan pada penelitian ini kasus kerontokan dan kebotakan rambut cukup banyak dan sangat

bervariasi. Tiga jenis kerontokan dan kebotakan rambut terbanyak adalah alopesia areata, efluvium telogen dan alopesia androgenetik. Terdapat perbedaan kelainan keron-tokan dan kebotakan rambut antara laki-laki dan perempuan. Berbagai faktor dapat mempengaruhi hasil atau respons terhadap pengobatan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Dr. dr. Wresti Indriatmi, SpKK(K), MEpid. yang telah membantu perhitungan statistik dan memberikan perbaikan penulisan pada penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Springer K, Brown M, Stulberg DL. Common Hair Loss Disorders. Am Fam Physician. 2003; 68: 93-102.

2. Bergfeld WF, Brenner FM. Hair disorders. Disitasi 7 Desember 2012. Tersedia di:

www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement. 3. Hughes ECW, Elston DM. Telogen effluvium. Disitasi 7 Desember 2012.

Tersedia di: emedicine.medscape.com/article/1071566-overview#a0101. 4. Paul R, Olsen EA, Messenger AG. Hair growth disorders. Dalam:

Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrik’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw-Hill; 2008. h. 766-9.

5. Gilhar A, Etzioni A, Paus R. Alopecia areata. N Engl J Med. 2012; 366: 1515-25.

6. Alopecia areata. Wikipedia. Disitasi 7 desember 2012. Tersedia di: en.wikipedia.org/wiki/Alopecia_areata.

7. Kaufman KD. Androgens and alopecia. Molecular Cell Endo-crinology. 2002; 198: 89-95.

8. Kawashima M, Hayashi N, Igarashi A, Kitahara H, Maeguchi M, Mizuno A, dkk. Finasteride in the treatment of Japanese men with male pattern hair loss. Europen J Dermatol. 2004; 14: 247-54. 9. Thomas EA, Kadyan RS. Alopecia areata and autoimmunity A

clinical study. Indian J Dermatol. 2008; 53:70-4.

10. Bolduc C, Lui H, Shapiro J. Alopecia areata. Disitasi tanggal 17 Desember 2012. Tersedia di: emedicine. medscape. com/article/ 1069931-overview.

11. Jackow C, Puffer N, Hordinsky M, Nelson J, Tarrand J, Duvic M. Alopecia areata and cytomegalo virus infection in twins: genes versus environment? J Am Acad Dermatol. 1998; 38: 418-25.

Gambar

Tabel 1.  Sebaran pasien menurut diagnosis dan  jenis kelamin   Diagnosis  Jenis kelamin  Total  Jumlah (%) Laki-laki Perempuan  Jumlah (%)  Jumlah (%)  Alopesia areata      25  (21,6)           23 (19,8)    48 (41,4)  Alopesia totalis        1   ( 0,9)
Tabel 2. Sebaran pasien berdasarkan diagnosis dan awitan

Referensi

Dokumen terkait

Simpulan : Dalam penelitian ini, pasien anak dengan penyakit infeksi kulit akibat virus lebih banyak ditemukan pada laki-laki dan kelompok usia 5-14 tahun. Moluskum

Penelitian yang dilakukan di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) RSUD Ulin Banjarmasin ditemukan peningkatan jumlah kasus urtikaria, yaitu dari 70

Petugas dibagian riset dan penelitian seringkali menunda nunda dalam penyediaan dokumen rekam medik yang dibutuhkan dengan cara menumpuk catatan yang berisikan nomor rekam

Diskusi: Didapatkan median kesintasan 13 minggu dan tidak ditemukan perbedaan kesintasan yang bermakna antara keganasan yang berasal dari hematologik dan tumor

Petugas dibagian riset dan penelitian seringkali menunda nunda dalam penyediaan dokumen rekam medik yang dibutuhkan dengan cara menumpuk catatan yang berisikan nomor rekam

Pada penelitian ini kejang pascaoperasi tidak ditemukan pada kelompok yang mendapatkan levetiracetam dan fenitoin, namun kadar fenitoin dalam darah berada di

Infeksi menular seksual (IMS) merupakan masalah kesehatan nasional yang memerlukan perhatian khusus, terutama pada populasi kunci misalnya wanita penjaja seks langsung

Sedangkan pada stadium IV (34 subyek) diketahui median ketahanan hidup hanya sekitar 0,68 tahun dengan probabilitas ketahanan hidup pada tahun pertama sebesar 8,9%, dan pada