• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengaktifkan Komite Sekolah, Mencegah Korupsi Pengalaman Komite Sekolah SLTPN 3 Kota Malang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Mengaktifkan Komite Sekolah, Mencegah Korupsi Pengalaman Komite Sekolah SLTPN 3 Kota Malang"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Dokumentasi Best Practice Pendidikan Disusun oleh: Alex. Supartono

Mengaktifkan Komite Sekolah, Mencegah Korupsi

Pengalaman Komite Sekolah SLTPN 3 Kota Malang

Keadaan Awal:

BP3 menjadi Komite Sekolah: Hanya Perubahan Bentuk, Atau juga Perubahan Isi?

BP3 (Badan Pembantu Penyelengaraan Pendidikan) adalah lembaga yang identik dengan pungutan. Kesan tersebut tentu saja tidak terlepas dari pengalaman masyarakat selama ini dengan lembaga BP3 yang ada di setiap sekolah. Masyarakat hanya mengenal nama BP3 lewat uang yang harus mereka bayarkan ke sekolah setiap bulan dengan judul “Sumbangan BP3”. Sedangkan masyarakat sendiri tidak pernah tahu bagaimana mekanisme penentuan besarnya jumlah sumbangan, mereka juga tidak pernah mendapatkan laporan penggunaan dari uang sumbangan tersebut. Namun benarkah BP3 adalah lembaga peminta sumbangan pendidikan saja?

BP3 mulai dibentuk pada tahun 1970-an, sebagai perubahan dari POMG (Persatuan Orang Tua Murid dan Guru). Perubahan ini dimaksudkan untuk menghindarkan guru terlibat dalam pungutan-pungutan dari wali murid. Agar mereka tidak kehilangan wibawa karena selalu melakukan pungutan. Namun prakteknya tidak berubah. Sebab BP3 kemudian memberikan kewenangan pada kepala sekolah dan guru untuk melaksanakan pungutan. Karena itu tidak mengherankan kalau BP3 kemudian juga dikenal hanya sebagai lembaga peminta sumbangan.

Tahun 2002, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan SK No 044/U yang meresmikan keberadaan Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan. Dua lembaga ini diharapkan dapat mendorong partisipasi kongkrit masyarakat dalam pendidikan. Komite Sekolah bahkan diberi kewenangan untuk memberikan masukan tentang kebijakan dan program pendidikan, rencana anggaran pendidikan dan belanja sekolah, kriteria tenaga kependidikan, dan kriteria kerja satuan pendidikan.

Jadi, Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan bukan lagi sekedar lembaga peminta sumbangan. Tapi perhatikan kutipan berita di bawah ini:

Media Indonesia 18 Oktober 2002

Orang Tua Murid Keluhkan Pungutan Komite Sekolah

Berdasarkan Surat Edaran BP3/Komite Sekolah SDN 2 Klaten No 02/Komsek/SDN 2 Klt/ X/2002 tanggal 12 Oktober 2002 yang ditandatangani Ketua Ir Hardjono SS, setiap murid wajib membayar sumbangan dana operasional sebesar Rp l80.000. Sumbangan tersebut dapat diangsur tiga kali, mulai Oktober, November, dan Desember 2002.

Dalam surat edaran tersebut alasan pungutan tidak jelas. Hanya disebutkan Rencana Anggaran Belanja Sekolah (RABS) Tahun Anggaran 2002/2003 sebesar Rp72,912 juta.

(2)

Sedangkan Rencana Anggaran Pendapatan Sekolah (RAPS) diperoleh dari subsidi pemerintah Rp 2,712 juta dan sumbangan wali murid sebe-sar Rp 70,2 juta.

Kekurangan dana operasional sebesar Rp 70,2 juta itu ditanggung bersama 390 orang tua/wali murid. „Sumbangan itu jelas memberatkan. Mengapa kami tidak diajak bicara? Ada apa di balik semua itu?,“ tambah salah seorang wali murid yang dua anaknya sekolah di SDN 2 Klaten.

Media Indonesia 19 Juli 2003

Komite Sekolah Jangan Semena-mena Pungut Biaya

Biaya sekolah saat masuk SMU di Jakarta memang bukan perkara murah. Apalagi pada sekolah yang tergolong favorit. Simak saja SMU paling terkenal di Jakarta, yakni SMU 8, Jaksel. Meski tahun ini belum ditentukan berapa nilainya, bisa dipastikan angkanya antara Rp 6-10 juta. SMU 68 diperkirakan angkanya antara Rp 3,5 - 4 juta, begitu juga SMU 12 sekitar Rp 2 juta, dan SMU 54 antara Rp 2 2,5 , sementara untuk SMU 14 dipatok sekitar Rp 2-2,5 juta dan SMU I diperkirakan antara Rp. 2-5 juta.

Pihak terkait dengan pendidikan SMU tidak ada yang berani menyebutkan berapa biaya untuk uang gedung dan uang iuran tahun ajaran 2003/2004 ini. Mereka selalu berdalih bahwa untuk uang-uang tersebut adalah urusan komite sekolah yang dibentuk pada Agustus mendatang. Ada upaya pihak penyelenggara pendidikan ingin melemparkan masalah uang sekolah ini kepada pihak lain yang bernama komite sekolah.

Padahal, bila dirunut lebih jauh, semua pembengkakan nilai biaya sekolah itu semua berhulu pada sekolah tersebut. Pihak sekolahlah yang menyodorkan apa saja keperluan sekolah untuk penyelenggaraan pendidikan yang sedang berjalan dan yang akan datang. Usulan itu kemudian dijadikan rencana anggaran yang ‚disusun’ bersama komite sekolah. Namun, pada kenyataannya banyak usulan itu yang akhirnya tidak mampu ditolak oleh komite sekolah dengan berbagai alasan.

Republika 16 Juli 2003

Komite Sekolah di Banten Tak Berfungsi”

Serang - Komite sekolah di sekolah-sekolah Banten, dinilai tak mampu mencegah tingginya biaya pendidikan.”Komite sekolah tidak mampu berbuat banyak terhadap anggaran pendidikan yang akhirnya dibebankan kepada orangtua murid, padahal komite itu bisa melakukan terobosan berupa penggalangan dana di luar orang tua murid,” kata Kepala Dinas Pendidikan Banten Drs. Didi Supriadie Mpd, Selasa (16/7).

Melihat kutipan-kutipan berita di atas, kerja Komite Sekolah rupanya tidak berbeda dengan BP3. Komite Sekolah tetap berkutat dengan masalah pungutan. Dari sekian banyak berita yang dilansir media massa berkaitan dengan Komite Sekolah, sebagian besar masih didominasi oleh masalah keuangan sekolah yang berujung pada pungutan. Padahal Komite sekolah bisa berperan lebih konkrit dalam keseharian penyelenggaraan pendidikan di sekolah, seperti berita di bawah ini:

Kompas Selasa 18 February 2003 PTUN-kan Bawasda

Sementara itu, di Komisi E DPRD DKI, Komite Sekolah SLTPN 105 Jakarta Barat melaporkan penghentian Kepala Sekolah SLTPN 105 La Ode Makmuni kepada anggota DPRD.

(3)

Penghentian La Ode yang dilakukan Dikdas DKI atas rekomendasi Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) Kota Jakarta Barat itu dianggap sewenang-wenang. “Kami akan mem-PTUN-kan Bawasda Kota DKI dan Kepala Dikdas DKI jika tidak mau membatalkan pencopotan tersebut,” kata Ketua Komite Sekolah SLTPN 105 Slamet Riyadi.

La Ode yang sudah mengabdi selama 42 tahun itu dituduh menyelewengkan sumbangan anak baru (SAB) SLTPN 105 tahun 2001/2002. la dituduh menggelapkan SAB sebesar Rp 225.000 per siswa atau total Rp 76,725 juta. Jumlah siswa SLTPN 105 sebanyak 341 orang. Akibat tuduhan tersebut, La Ode diberhentikan oleh Dikdas DKI pada 11 Februari lalu berdasarkan SK Kepala Dikdas DKI Nomor 48 Tahun 2003.

“Tmduhan penyelewengan itu dilakukan oleh salah seorang guru yang punya kepentingan dan Bawasda hanya melakukan pemeriksaan sepihak,” kata Slamet.

Komite Sekolah SLTPN 105 menolak diberhentikannya La Ode sebagai kepala sekolah. Mereka juga menolak kepala sekolah baru yang akan ditunjuk Dikdas. „Kami menolak kepala sekolah baru yang ditunjuk Dikdas sampai permasalahan ditinjau ulang oleh Tim Independen dengan melibatkan Komite Sekolah,“ kata Slamet.

Masa aktif La Ode Makmuni sebagai Kepala Sekolah SLTPN 105 akan berakhir November tahun ini. Belum sampai masa jabatan itu berakhir, La Ode sudah diberhentikan dari jabatannya karena adanya tuduhan penggelapan dana SAB.

Komite Sekolah SLTPN 105 menilai ada kejanggalan-kejanggalan dalam prosedur pencopotan kepala sekolah tersebut. Apabila pencopotan itu diteruskan, hal tersebut akan berdampak langsung terhadap sekolah lain yang dibawahi Kantor Diknas DKI,“ kata Slamet Riyadi. (IND)

Atau kalaupun masih berkaitan dengan keuangan, Komite Sekolah sebenarnya dapat berfungsi menggalang partisipasi kongkrit masyarakat untuk terlibat, seperti dicatat di bawah ini:

Kompas, Selasa 18 February 2003 Otonomi Sekolah dalam Multi Tafsir

Beberapa contoh konkret dapat dikemukakan, seperti bagaimana pengusaha di sekitar SD Miaten 2, Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, dapat memberikan „pinjaman lunak“ kepada sekolah untuk membangun ruang kelas baru. Begitu pula bagaimana Camat Sukapura dan pengusaha di Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Tengah, memberikan sumbangan untuk program meratakan halaman sekolah. Dan, di SD Maron Wetan 1, Kecamatan Maron, Kabupaten Probolinggo, seorang warga masyarakat rela mengabdikan dirinya demi kepentingan pendidikan di SD tersebut.

Keberadaan Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan memang tidak bisa dilepaskan dari gelombang desentralisasi. Seperti kita lihat di atas, desentralisasi pendidikan yang berimplikasi pada otonomi sekolah, telah mendapat tafsir yang beragam. Pembentukan Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan dengan sekian banyak kewenangan di banyak kasus justru berujung pada “perebutan kekuasaan“, baik di tingkat sekolah atau di tingkat dinas pendidikan. Banyak ditemui kasus Komite Sekolah yang baru dibentuk, langkah pertamanya adalah mengganti kepala sekolah. Dan Dewan Pendidikan di kota ataupun kabupaten yang baru dilantik, lalu ingin mengganti kepala dinas pendidikan.

(4)

Dalam kondisi seperti ini, maka sekolah dan kegiatan belajar mengajar menjadi terbengkalai. Kewenangan yang bertambah justru menyibukkan Komite Sekolah atau pun Dewan Pendidikan dengan “urusan-urusan“ lain. Padahal melalui keterlibatan dengan keseharian pengelolaan sekolah, Komite Sekolah dapat membantu banyak dan akan benar terasa fungsinya. Seperti pengalaman SLTPN 3 Kota Malang di bawah ini:

Proses Perubahan: Mengefektifkan Fungsi Komite Sekolah, Menjalankan Transparansi dan Mencegah Kemungkinan Korupsi

Rencana Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) SLTPN 3 Kota Malang tahun 2003/2004 hampir mencapai angka 1,9 milyar rupiah. Angka tersebut juga mencakup gaji guru, tunjangan dan subsidi dari pemerintah sebesar hampir 1 milyar. Sedangkan sisanya adalah dana yang ditarik dari siswa, seperti iuran rutin, iuran sukarela rutin dan sumbangan pembangunan siswa baru.

Di bawah ini adalah kronologis pengelolaan RAPBS tersebut, mulai dari perencanaan sampai laporan. Tidak ada yang istimewa dari paparan yang akan disampaikan di bawah ini, sebab apa yang terjadi adalah sebuah kegiatan rutin yang memang seharusnya dilakukan. Namun dari kegiatan rutin di bawah ini, kita akan melihat bagaimana Komite Sekolah menjalankan fungsinya secara konkrit sehari-hari, yaitu dengan menjalankan fungsi kontrol terhadap pengelolaan keuangan sekolah. Pada contoh kasus di bawah ini, kita akan melihat penjalanan fungsi kontrol tersebut telah berhasil mencegah kemungkinan terjadinya korupsi. Artinya, walaupun korupsi itu sendiri belum terjadi, namun komite sekolah telah berfungsi menutup kemungkinan-kemungkinan terjadinya korupsi. Di sini komite sekolah tidak secara berfungsi sebagai lembaga anti korupsi di sekolahnya, namun lebih tepatnya menerapkan transparansi.

Keterangan: Sebelum Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan SK No 044/U/2002 tentang Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan, Dinas Pendidikan Kota Malang telah mengeluarkan peraturan tentang pembentukan lembaga seperti Komite Sekolah, yang disebut sebagai Dewan Sekolah. Karena itu dalam paparan di bawah ini, istilah Dewan Sekolah yang dipakai mengacu pada bentuk Komite Sekolah.

Garis Besar Satu Tahun Pengelolaan RAPBS SLTPN 3 Kota Malang

1. Penyusunan PROTAS. Setiap menjelang akhir tahun pelajaran, SLTPN 3 Kota Malang akan menyusun PROTAS (Program Tahunan Sekolah). Program ini disusun berdasarkan usulan dari setiap guru bidang studi (kurikulum), dari bagian kesiswaan, humas serta dari bagian sarana dan prasarana.

2. Penyusunan RAPBS. Setelah semua usulan masuk, kemudian dibentuk sebuah Tim yang akan menyusun RAPBS. Tim ini terdiri dari staff sekolah dan koordinator masing-masing bidang studi. Tim ini akan menghasilkan Draft RAPBS

3. Pengesahan RAPBS. Draft RABS lalu dipresentasikan dan dikonsultasikan pada seluruh anggota Dewan Sekolah dan Kepala Sekolah. Setelah mendapatkan persetujuan maka Draft RAPBS ini akan disahkan oleh tanda tangan ketua dewan sekolah dan kepala sekolah, dengan mengetahui kepala dinas pendidikan.

4. Pelaksanaan RAPBS. Setelah disahkan, maka sekolah selama satu tahun ajaran akan menjalankan keuangan sekolah seusai dengan RAPBS tersebut.

(5)

5. Penyusunan LPBS. Di akhir tahun ajaran kepala sekolah, dewan guru dan staf akan menyusun laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan sekolah selama satu tahun, yang disebut sebagai Laporan Pertanggungjawaban Belanja Sekolah (LPBS). 6. Pemeriksaan LPBS. Pada tahap inilah Dewan Sekolah mulai terlibat dalam siklus

rutin tahunan pengelolaan keuangan sekolah ini. Pemeriksaan LPBS dilakukan oleh sebuah tim dari Dewan Sekolah. Pemeriksaan secara dilakukan untuk melihat apakah pengelolaan keuangan sekolah sudah sesuai dengan RAPBS. Audit dilakukan dengan memeriksa buku kas dan SPJ yang berupa kwitansi-kwitansi.

7. Pelaporan Audit LPBS. Hasil kerja dari tim pemeriksa di atas dilaporkan Ketua Dewan Sekolah, Kepala Sekolah dan Koordinator Pengawas Sekolah Dinas Pendidikan Kota Malang. Berdasarkan berbagai temuan dalam pemeriksaan tersebut, maka dilakukan revisi terhadap LPBS dengan menjelaskan berbagai kejanggalan dalam temuannya. Bila terjadi ketidaksepakatan antara hasil audit oleh tim Dewan Sekolah dan LPBS, maka akan ditunjuk tim audit profesional dari luar. Namun bila revisi LPBS dianggap sudah dapat menjelaskan berbagai kejanggalan dalam temuan tersebut, maka revisi itu dapat diterima dan LPBS pun kemudian disahkan.

Pada LPBS tahun 2002/2003, Dewan Sekolah SLTPN 3 Kota Malang menemukan ketidaksesuaian antara saldo yang seharusnya ada dengan saldo dalam LPBS. Apakah telah terjadi korupsi?

Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, Tim Audit Dewan sekolah menemukan: 1. Ternyata Dana Cadangan 2002/2003 dalam RAPBS tidak dimunculkan dalam

LPBS 2002/2003.

2. Setelah diperiksa, ternyata dana tersebut masih ada tersimpan dalam brankas kas sekolah.

3. Hasil LPBS yang menyimpang dari buku kas rutin tersebut terjadi dikarenakan adanya 2 bendahara yang mempunyai konsep pelaporan yang berbeda.

Dari pertemuan klarifikasi atara tim audit dewan sekolah, kepala sekolah dan kedua bendahara, telah diakui adanya kesalahan, serta pihak yang bersangkutan dapat menerimanya. Dan kesalahan tersebut bukanlah tindak korupsi, karena uang masih tersimpan ditempatnya, namu tidak dimunculkan dalam RAPBS. Namun kesalahan ini mengakibatkan ada mata anggaran 2002/2003 yang tidak dapat dilaksanakan karena dana kosong, bukan karena hilang atau dikorupsi, tapi tidak tidak muncul karena kesalahan administratif.

Hasil yang Dicapai

Dalam proses pemeriksaan tersebut juga ditemukan kinerja salah satu bendahara yang tidak benar, seperti suka mencampuri urusan bendahara lain, berani mengambil keputusan sendiri tanpa berkoordinasi dengan kepala sekolah atau anggota dewan sekolah, sehingga laporannya pun tidak akuntabel.

(6)

Berdasarkan laporan tersebut, maka tim audit dewan sekolah menyarankan agar secepatnya dilakukan komputerisasi pada sistim pelaporan keuangan, dan perlunya pembagian tugas yang lebih tegas antara kedua bendahara.

Keseluruhan proses ini, beserta bukti dan hasil audit, dilaporkan pada Ketua Sekolah, Ketua Dewan Sekolah dan Koordinator Pengawas Sekolah. Laporan ini segera mendapat tanggapan. Kepala sekolah dan staf melakukan revisi LPBS. Sedangkan Koordinator Pengawas sekolah menunjuk dua orang stafnya untuk mempelajari pelaksanaan pembukuan dalam rangka mempelajari sistem menajeman yang berbasis komputer si SLTPN 3.

Pembelajaran

Pada paparan di atas, kita dapat melihat bahwa sebenarnya Dewan Sekolah SLTPN 3 Kota Malang hanya menjadi salah satu bagian kecil saja dari keseluruhan siklus tahunan pengelolaan keuangan sekolah. Namun fungsi yang dijalankanya itu ternyata berhasil mencegah terjadinya korupsi dengan mentransparankan LPBS. Dengan transparansi maka tidak ada lagi celah untuk terjadinya korupsi. Sebab penghukuman terhadap pelaku korupsi adalah tindakan yang selalu terlambat. Sebab korupsi itu sendiri telah terjadi dan sudah ada pihak-pihak yang dirugikan. Dengan transparansi ini maka dewan sekolah telah membantu orang untuk tidak melakukan korupsi. Pada kasus ini, transparansi yang dilakukan juga berhasil mendorong untuk dilakukannya komputerisasi sistem pengelolaan keuangan. Sekali dayung dua pulau terlampaui.

Kontak

Dewan Sekolah STLPN 3 Kota Malang (Bpk Anton Henawanto S.Pd) Jl. Dr. Cipto 20

Malang 65111 Kotak Pos 11 Telp. 0341-362612

Referensi

Dokumen terkait

arah pilihan karir yang sesuai, baik dengan tipe kepribadiannya,.. lingkungannya maupun dengan jurusan yang telah dijalani oleh

Senada dengan upaya mewujudkan fungsi perpustakaan sekolah, Mubasyaroh (2016, hlm. 83) menyatakan bahwa “Untuk meningkatkanlayanan perpustakaan bagi para pengguna

1. Seleksi untuk menentukan kriteria yang dianggap paling tepat untuk menjadi anggota organisasi. Ini merupakan kekuatan dalam mempertahankan budaya organisasi. Tujuan utama

After these procedures, the luminance and color coordinates measured for the dot-matrix area shall meet the following criteria:.. - Luminance change rate: within +/- 10% of the

Hasil uji tarik dan impact untuk spesimen dengan variasi metode Vacuum infusion memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan metode hand lay up.. Proses vacuum

Psoriasis adalah penyakit kulit kronik residif dengan lesi yang khas berupa bercak- bercak eritema berbatas tegas, ditutupi oleh skuama yang tebal berlapis-lapis

Data pada penelitian ini adalah data proses dan data hasil pembelajaran peser- ta didik yang berupa kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi informasi da- lam

Sebab dewasa ini para peneliti berlomba-lomba agar laporan penelitian mereka masuk ke jurnal yang dianggap semakin mahal semakin memiliki prestige , seperti jurnal yang