• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 M a k a l a h F i s i o t e r a p i p a d a a n a k C e r e b r a l p a l s y

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. 1 M a k a l a h F i s i o t e r a p i p a d a a n a k C e r e b r a l p a l s y"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa pertumbuhan anak adalah masa yang sangat riskan bagi setiap kehidupan anak, maka sangat penting untuk memperhatikan seluruh aspek yang mendukung maupun yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.

Pada tahun 1806, seorang dokter, seorang dokter bedah bernama William Little pertama kali mendeskripsikan penyakit yang membingungkan yang pada saat itu menyerang anak-anak pada usia tahun pertama, yang menyebabkan kekakuan tungkai dan lengan. Anak-anak tersebut mengalami kesulitan

merangkak dan berjalan. Kondisi tersebut disebut little’s disease selama beberapa tahun, yang saat ini dikenal sebagai spastic diplegia. Penyakit ini merupakan salah satu dari penyakit yang mengenai pengendalian fungsi pergerakan dan digolongkan dalam terminologi cerebral palsy atau umumnya disingkat CP.

Sebagian besar penderita tersebut lahir premature atau mengalami komplikasi saat persalinan dan Little menyatakan kondisi terrsebut merupakan hasil dari kekurangan oksigen selama kelahiran. Kekurangan oksigen tersebut merusak jaringan otak yang sensitive yang mengendalikan fungsi pergerakan. Tetapi pada tahun 1897, psikiatri terkenal Sigmud Freud tidak sependapat. Dalam penelitianya, banyak dijumpai pada anak CP mempunyai masalah lain seperti retardasi mental, gangguan visual dan kejang. Freud menyatakan bahwa penyakit tersebut mungkin sudah terjadi pada awal kehidupan, selama perkembangan otak janin.

Masalah yang sering dijumpai pada tumbuh kembang anak diantaranya adalah cerebral palsy (CP). Cerebral palsy (CP) merupakan kelainan atau kerusakan pada otak yang bersifat non-progresif yang terjadi pada proses tumbuh kembang. Kelainan atau kerusakan tersebut dapat terjadi pada saat di dalam kandungan (pre-natal), selama proses melahirkan (natal), atau setelah proses kelahiran (post-natal). CP dapat mengakibatkan gangguan sikap (postur), kontrol gerak, gangguan kekuatan otot yang biasanya disertai gangguan neurologik berupa kelumpuhan, spastik, gangguan basal ganglia, cerebellum, dan kelainan mental (mental retardation) (Dorlan, 2005)

(2)

Angka kejadian penderita CP, menurut studi kasus yang dilakukan para peneliti, terjadi pada 3,6 per 1.000 anak atau sekitar 278 anak. Studi kasus yang dilakukan di negara Georgia, dan Wisconsin menyebutkan angka yang cukup sama, yaitu 3,3 per 1.000 anak di Wisconsin, dan 3,8 per 1.000 anak di Georgia (CDC, 2009). American Academi for Cerebral Palsy mengemukakan klasifikasi CP sebagai berikut : klasifikasi neuro motorik yaitu spastic, atetosis, rigiditas, ataxia, tremor dan mixed. Klasifikasi distribusi topografi keterlibatan neuromotorik : diplegia, hemiplegia, triplegia, quadriplegia (Sunusi dan Nara, 2007).

Diplegi adalah paralisis yang menyertai kedua sisi tubuh, paralisis bilateral dan merupakan salah satu bentuk cerebral palsy yang utama menyerang kedua tungkai (Dorlan, 2005). Permasalahan utama yang dialami oleh penderita CP spastik diplegia adalah (1) adanya gangguan distibusi tonus postural (spastisitas) terutama kedua tungkainya, (2) adanya gangguan koordinasi, (3) adanya

gangguan keseimbangan, (4) terdapat gangguan jalan yang menyebabkan penderita mengalami (5) gangguan fungsional. Selain itu penderita juga dapat mengalami problem penyerta seperti retardasi mental, gangguan penglihatan, gangguan intelektual serta potensial terjadi kontraktur (deformitas).

Fisioterapi adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektro,

terapeutis, dan mekanis), pelatihan fungsi, serta komunikasi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2001).

Fisioterapi berperan dalam meningkatkan kemampuan fungsional agar penderita mampu hidup mandiri sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap orang lain (Sheperd, 1995).

Salah satu pendekatan yang telah dikembangkan untuk menangani kondisi CP adalah neuro developmental treatment (NDT). Neuro developmental

treatment (NDT) adalah metode pengobatan langsung terhadap gangguan sistem saraf pusat pada bayi dan anak-anak (Bobath, 1966). Bobath adalah pendekatan problem solving dalam pemeriksaan dan treatment pada individu yang

(3)

mengalami gangguan fungsi gerak, postur dan control tubuh akibat gangguan CNS dan dapat diimplementasikan pada individu dari semua golongan usia dan derajat ketidak mampuan fisik dan fungsi (raine 2006; IBITA 2007) Konsep Bobath didasarkan atas dua faktor:

1. Gangguan normal maturation akibat lesi yang bisa mengakibatkan keterlambatan bahkan berhentinya beberapa aspek perkembangan.

2. Adanya pola gerak dan postur yang abnormal akibat tonus postural yang abnormal.

Dengan penanganan spesifik akan menormalkan tonus dan memfasilitasi gerakan automatis dan gerakan yang disadari. Selain NDT penulis makalah juga menggunakan metode lain seperti Neuro Structure, Brain Gym dan Massage General.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas memberikan dasar bagi penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah ada manfaat penatalaksanaan NDT dapat mengurangi & mengontrol spastisitas dan meningkatkan kemampuan fungsi tungkai pada pasien cerebral palsy spastic diplegi ?

2. Apakah penatalaksanan NS (Neuro Structure) dapat memperbaiki problem sensoris pada pasien cerebral palsy spastic diplegi ?

3. Apakah semua metode terapi diatas dapat meningkatkan kemampuan fungsional pasien cerebral palsy spastic diplegi ?

C. Tujuan

Dari rumusan masalah diatas, maka diperoleh tujuan yaitu : Untuk mengetahui manfaat metode-metode terapi tersebut dalam menangani problem pada pasien cerebral palsy spastic diplegi

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Definisi

Cerebral Palsy adalah kondisi neurologis yang terjadi permanen tetapi tidak mempengaruhi kerusakan perkembangan saraf karena itu bersifat non progresif pada lesi satu atau banyak lokasi pada otak yang imatur. ( Campbell sk et al, 2001, dalam Jan s, 2008)

(4)

Cerebral Palsy adalah berbagai perubahan yang abnormal pada organ gerak atau fungsi motor sebagai akibat dari adanya kerusakan atau kecacatan didalam rongga tengkorak. (America Academy of Cerebral Palsy (AACP), Viola E. Cardwell)

Cerebral Palsy adalah kumpulan gangguan motorik akibat kerusakan otak yang terjadi sebelum, selama atau setelah lahir. (Miller, 2006)

B. Anatomi Fisiologi Otak

Otak merupakan pusat dari keseluruhan tubuh . Jika otak sehat, maka akan mendorong kesehatan tubuh serta menunjang kesehatan mental .

Sebaliknya, apabila otak terganggu, maka kesehatan tubuh dan mental bisa ikut terganggu.

Gambar 2.1 Anatomi Otak

Otak dibagi menjadi beberapa bagian : 1. Cerebrum

Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika,

(5)

bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual. Kecerdasan intelektual atau IQ Anda juga ditentukan oleh kualitas bagian ini.

Gambar 2.2 Cerebrum

Cerebrum terbagi menjadi 4 bagian :

a. Lobus Frontal Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.

b. Lobus Parietal, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.

c. Lobus Temporal berhubungan dengan kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.

d. Lobus Occipital, berhubungan dengan rangsangan visual yang

memungkinkan manusia mampu melakukan interprestasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.

(6)

Gambar 2.3 Bagian cerebrum

Pembagian menurut area Broodmann : a. Lobus Frontal

1) Pusat motorik : area 4, 6

2) Pengatur sikap dan mental : area 9, 10, 11, 12 3) Pengatur motoris (broca) : area 44, 45 b. Lobus Pariental

1) Pusat sensoris : area 1,2,3 2) Pengertian Bahasa : area 39, 40 c. Lobus Occypital

1) Pusat pengelihatan : area 17, 18, 19 d. Lobus Temporal

1) Pusat pendengaran : area 41.42 2) Pusat memori

Cerebrum (Otak besar ) dibagi menjadi Otak Kiri dan Otak Kanan, masing-masing belahan mempunyai fungsi yang berbeda :

a. Otak kiri berfungsi dalam hal-hal yang berhubungan dengan logika, rasio, kemampuan menulis dan membaca, serta merupakan pusat matematika. Beberapa pakar menyebutkan bahwa otak kiri merupakan pusat

(7)

b. Otak kanan berfungsi dalam perkembangan Emotional Quotient (EQ). Misalnya sosialisasi, komunikasi, interaksi dengan manusia lain serta pengendalian emosi. Pada otak kanan ini pula terletak kemampuan intuitif, kemampuan merasakan, memadukan, dan ekspresi tubuh, seperti

menyanyi, menari, melukis dan segala jenis kegiatan kreatif lainnya. 2. Cerebellum

Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak Kecil juga

menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.

Gambar 2.4 Cerebellum

3. Brainstem

Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses

pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya.

(8)

a. Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.

b. Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol funsi otomatis otak, seperti detak jantung,

sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.

c. Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur.

Gambar 2.5 Brainstem

C. Etiologi

1. pre-natal : parainfeksi uteri virus TORCH (tokso plasma, rubella, ciytomegalo, herpes)

a. penyakit sistem metabolik : Diabetesmilitus b. perbedaan presus darah antara anak dan ibu c. penggunaan alkohol, perokok, psikotik d. letak janin saat dalam kandungan e. genetik

2. para-natal : anoksia atau hipoksia (kekurangan oksigen sehingga terjadi gangguan pada otak)

(9)

b. kelahiran prematur (karna berat badan kurang, karena kelahiran belum cukup umur)

c. billirubin tinggi ( sakit kuning ) billirubin produksinya dihati.

3. post-natal : infeksi otak ( meningitis " selaput otak mengalami peradangan") a. demam tinggi ( step)

b. trauma capitis

c. kekurangan o2 karena tenggelam d. tumor otak

e. pendarahan diotak D.Pengelompokan CP

1. Menurut tipe gangguan geraknya : a. Spastic

CP jenis ini kelainanya terletak pada kerusakan otak korteks cerebral atau pada traktus piramidalis. Penderitanya memiliki karakteristik fisik berupa kekakuan pada sebagian atau seluruh otot-ototnya. Kekakuan ini terjadi tidak hanyapada organ motorik anggota gerak tetapi juga pada organ-organ bicaranya.

Pada kasus tipe spastic terjadi peningkatan tonus otot (hipertonus), hiperrefleks & keterbatasan ROM sendi akibat adanya kekakuan, selain itu juga apat mempengaruhi lidah, mulut dan faring sehingga menyebabkan gangguan bicara, makan, bernapas, menelan.

b. Flasid

Flasid atau layu hampir sama dengan tipe hipotonia. c. Disknesia / diskinetik.

1Umumnya ditandai dengan adanya control dan koordinasi gerak. Diskenesia dapat diabagi menjadi :

1). Atetosis/ atetoid.

Pada anak cp jenis atetoid tidak terdapat kekakuan, tetapi terjadi gerakan-gerakan tidak terkontrol (involunter movement) yang terjadi sewaktu-waktu. Gerakan tersebut terjadi pada tanggan, kaki, mata, bibir dan kepala. Gerakan tersebut tidak muncul saat tidur.

2). Rigid

Terjadi karena adanya pendarahan didalam otak. Gejalanya yakni adanya kekakuan pada anggota gerak. Pada leher dan

punggungbiasanya terjadi hiperekstensi.

1 Hal 139 jurnal pendidikan khusus Vol 1 dan 2, Nopember 2005

(10)

3). Hipotonia

Ditandai dengan tidak adanya ketegangan pada otot. Px biasanya tampak lemas, otot-ototnya tidak mampu mrespon rangsangan yg diberikan.

4). Tremor

Gejala yang tampak adalah adanya gerakan ritmis yang terus menerus pada tangan, mata atau kepala.

d. Ataxia

Tipe ini terjadi karena adanya kelainan pada cerebellum (otak kecil), sehingga pada tipe ini cenderung mengalami gangguan pengendalian diri yang berkaitan dengan gangguan koordinasi, keseimbangan dan gangguan postur. e. Campuran

Penderita cp campuran ini mengalami dua atau lebih kelainan, contohnya ataxia dan tremor.

2. Menurut bagian tubuh yang terkena gangguan :

a. Monoplegi (satu extremitas yang terserang atau mengalami kelumpuhan biasanya pada lengan atas)

b. Diplegi (ekstremitas bawah dua tungkai mengalami paralesis atau kelumpuhan) spastic diplegia disebabkan oleh spastic yang menyerang traktus kortikospinal bilateral atau lengan pada kedua sisi tubuh saja. Sedangkan system yang lainya normal.

c. Hemiplegi (setengah tubuh yang trserang) spastic yang melibatkan traktus kortikospinal unilateral.

d. Triplegi (tiga, yang terserang kebanyakan 2 lengan satu tungkai ) e. Quadriplegi (keempat exstremitas)

(11)

Gambar 2.6 Type CP

E. NDT (Neuro Development Treatment)

NDT atau Bobath adalah pendekatan problem solving dalam pemeriksaan dan treatment pada individu yang mengalami gangguan fungsi gerak, postur dan control tubuh akibat gangguan CNS dan dapat diimplementasikan pada individu dari semua golongan usia dan derajat ketidak mampuan fisik dan fungsi (raine 2006; IBITA 2007

1. Konsep dasar NDT

a. Gangguan normal maturation akibat lesi yang bisa mengakibatkan keterlambatan bahkan berhentinya beberapa aspek perkembangan.

b. Adanya pola gerak dan postur yang abnormal akibat tonus postural yang abnormal.

2. Filosofi NDT

a. Gerakannya dinamis dan berurutan

b. Arah gerakan chepalo-caudal,proksimal-distal c. Gerakan otomatis à disadari

d. Responsif dan adaptif 3. Teknik NDT

(12)

a. Inhibisi

Suatu upaya untuk menghambat atau menurunkan atau menghentikan tonus otot yang berlebihan dengan tehnik RIP ( reflek Inhibitory pattern ) yaitu menghambat pola gerak abnormal menjadi sikap tubuh yang normal dengan merubah tonus dan pola gerakannya.

b. Fasilitasi

Suatu upaya untuk mempermudah reaksi-reaksi automatik dan gerak motorik yang benar dengan tehnik KPO ( Key Point of Control ).Tujuan fasilitasi :

1). memperbaiki tonus postural

2). memelihara & mengembalikan kualitas tonus

3). memudahkan gerakan yang disadari & diperlukan untuk aktifitas sehari-hari.

c. Stimulasi

Suatu upaya untk memperkuat & meningkatkan otot melalui propioseptik dan taktil.Tujuannya :

1) meningkatkan reaksi anak untk 2) memelihara posisi & pola gerak yg 3) dipengaruhi oleh gaya gravitasi secara otomatis.

Jenis stimulasi :

a) Tapping àgrup otot antagonis.

b) Placcing & holding àpenempatan pegangan c) Placcing Weight Bearingàpenumpuan badan

(13)

Gambar 2.7

Sweap pada tangan à stimulasi tangan membuka à fasilitasi supporting reaction pada tangan

(14)

Gambar 2.9 fasilitasi duduk dari posisi tengkurap

(15)

Gambar 2.11 Fasilitasi ekstensor vertebrae & supporting reaction pada lengan ke depan

Gambar 2.12 fasilitasi reaksi keseimbangan badan ke depan belakang

F. NS (NeuroStructure)

Neuro structure adalah metode stimulasi taktil yang bertujuan untuk menstimulasi motorik reflek, dan gangguan sensoris

1. Gerakan

a. Pembukaan

Tujuan : untuk membuka seluruh sensoris tubuh sebagai pintu masuk semua stimulus baik yang bersifat neurologis, psychologis dan fisiologis,

(16)

dengan memberikan usapan yang “firm” dari kepala, wajah s/ ke ujung kaki dilakukan dengan gentle.

Sifatnya: Eksoreseptif, dari fisiologis ke psychologis. b. Pemanasan

Tujuan : mempersiapkan komponen psychomotorik diseluruh tubuhnya. Sifatnya : somatosensoris – proprioseptif

Bentuknya: usapan seluruh tubuh pada seluruh jaringan lunak dan

persendian, dilakukan secara gentle. Pada saat gerakan ini rasakan semua rasa gerak pada jaringan dan sendi yang mendapatkan tekanan dan strech.

c. Gerakan utama Tujuan : memunculkan : - alertness - awerness - confidence - personality

Bentuknya : aktivitas gravity, grounding, righting. Centering, balancing, steady dan stability,righting exercises

2. Metode Stimulasi Sentuhan

Adalah Pemberian Sentuhan ringan mulai dari kepala sampai ujung kaki berguna untuk rileksasi otot – otot yang mengalami penegangan/ spastic sehingga menurunkan spastisitas ( pada kondisi CP dan stroke ), stimulasi pada otot – otot flaccid ( kondisi hipotonus,seperti down syndrome )

Posisi pasien tidur terlentang , miring dan tengkurap.

Gerakannya : Usapan lembut dari kepala, wajah, leher hingga tangan lalu badan anak dari dada sampai pelvic lanjutkan dari paha sampai ujung kaki.

a. Posisi Terlentang

1) Usapan lembut dengan penekanan pada sendi sendi dimulai dari arah proksimal ke distal.

(17)

Dimulai dengan menyentuh area wajah, mata, telinga, kemudian leher lalu shoulder, elbow, wrist kemudian kembali lagi keatas sampai menyentuh bahu, dada, pelvic lalu menuju ke distal yakni paha, lutut kemudian ankle diulangi sampai 3 x.

2). Usapan lembut ke arah midline tubuh

Letakkan satu tangan 2 cm dibawah umbilicus (center of gravity) lalu usapkan hingga ke proksimal hingga menyentuh incisura jugularis (sebanyak 3 x usapan)

3). Usapan lembut ke arah menyilang ke kanan hingga menyentuh otot pectoralis mayor ( sebanyak 3 x usapan)

4). Usapan lembut ke arah menyilang ke kiri hingga menyentuh otot pectoralis mayor ( sebanyak 3 x usapan )

5). Usapan lembut ke arah pelvic kiri dan kanan ( sebanyak 3 x usapan ) 6). Pertemukan kedua tangan hingga ke bagian posterior / lumbal. 3. Stimulasi Gelombang

a. Berikan usapan pada sisi midline tubuh, sisi kanan dan sisi kiri, kemudian arah pelvic dengan usapan berbentuk gelombang ( masing masing 3 x ) b. Pertemukan kedua tangan terapis hingga ke bagian belakang ( vertebra

lumbal )

4. Stimulasi Angka Delapan

a. Letakkan satu tangan, 2 cm dibawah umbilicus lalu Berikan usapan dengan arah usapan membentuk angka delapan dimulai dari sisi medial- lateral – medial dan membentuk angka delapan pada area midline tubuh, sisi kanan, sisi kiri kemudian pelvic ( masing masing 3 x )

b. Pertemukan kedua tangan hingga ke psoterior ( vertebra lumbal ). 5. Contrac – Stretch

Stimulasi berupa contrac stretch diberikan pada : a. Posisi tidur terlentang

Pada sisi anterior ( dimulai dari midline tubuh, anterior dekstra dan antreior sinistra ) letakkan satu tangan 2 cm dibawah umbilicus lalu satu tangan di proksimal dari sternum ( di incisura jugularis ) berikan “contrac” masing –

(18)

masing sebanyak 3 x ke arah dalam lalu berikan strech ke arah luar masing – masing sebanyak 3 x

1). Arah menyilang ke kanan

letakkan satu tangan 2 cm dibawah umbilicus lalu satu tangan di otot pectoralis mayor. berikan “contrac” masing – masing sebanyak 3 x ke arah dalam lalu berikan strech ke arah luar masing – masing sebanyak 3 x.

Arah menyilang ke kiri

letakkan satu tangan 2 cm dibawah umbilicus lalu satu tangan di otot pectoralis mayor. berikan “contrac” masing – masing sebanyak 3 x ke arah dalam lalu berikan strech ke arah luar masing – masing sebanyak 3 x

2). Arah menyilang ke pelvic kiri dan kanan

letakkan satu tangan 2 cm dibawah umbilicus lalu satu tangan di pelvic berikan “contrac” masing – masing sebanyak 3 kali ke arah dalam lalu berikan strech ke arah luar masing – masing sebanyak 3 x.

Pertemukan kedua tangan hingga ke posterior ( lumbal pasien ) b. Posisi Miring

Terapis disamping pasien dengan fiksasi scapula dan pelvic.

Gerakan “contrac” kearah dalam 3 x pengulangan dan “strech” kearah luar 3x pengulangan.

6. Mobilisasi Pelvic Posisi tidur terlentang

posisi terapis : sedekat mungkin dengan pasien. posisi pasien : semi fleksi knee

fiksasi : pada pelvic pasien

gerakan : pelvic pasien digerakkan ke

arah anterior, posterior, lateral dan medial serta rotasi

7. Stimulasi Gerak pada AGA dan AGB a. Pada AGA lengan atas

(19)

posisi pasien : tengkurap dan terlentang posisi terapis : di samping pasien

fiksasi : menggunakan palmar terapis, satu palmar memfiksasi distal dari humeri dan satu palmar terapis lagi memfiksasi proksimal humeri. gerakan : bentuk packing up untuk menghasilkan muscle belly lalu berikan contrac dan stretch masing - masing 3 x

b.Pada AGB tungkai atas dan bawah

posisi pasien : tengkurap dan terlentang posisi terapis : di samping pasien

fiksasi : menggunakan palmar terapis, satu palmar memfiksasi patella pasien dan satu palmar terapis lagi memfiksasi proksimal femur

Gerakan : bentuk packing up untuk menghasilkan muscle belly lalu berikan contrac dan stretch masing - masing 3 x

G. Brain Gym

Brain gym adalah serangkaian gerakan sederhana guna stimulasi otak. Metode delapan diberikan pada :

1. Posisi terlentang dan tengkurap

2. Sisi anterior tubuh ( midline tubuh,sisi kanan, sisi kiri,pelvic ) 3. AGA dan AGB

a. Contrac

posisi pasien : tidur terlentang

posisi terapis : didekat tungkai dan tangan fiksasi : diankle dan di wrist pasien gerakan : lakukan stretch ke arah fleksi

shoulder dan ekstensi hip. b.Silang

posisi pasien : dilakukan secara bersilangan, fleksikan knee,sedikit ditarik ke arah adduksi hip lalu adduksi shoulder horizontal dan pertemukan wrist dengan patella , dilakukan bergantian antara sisi kanan dan kiri.

H.Patterning dengan Mobilisasi

Mobilisasi merupakan salah satu kombinasi latihan prinsipnya adalah membentuk “patterning” sesuai tahap perkembangan anak. Latihan yang dilakukan juga mengajarkan anak tentang gerakan yang benar, dengan

(20)

pengulangan gerakan sebanyak mungkin dan sesering mungkin, sehingga anak mudah melakukan asosiasi persepsi dan gerakan tersebut bisa tersimpan di memori otak dengan baik. Programnya juga 24 hours treatment along life.

1. Patterning Merayap a. Posisi pasien tengkurap

b. Dengan 2 terapis, Posisi terapis dibelakang dan didepan pasien.

c. Fiksasi pada terapis daerah ankle dan terapis yang lainnya memfiksasi bagian wrist dari pasien.

d. Gerakan tangan dan kaki ditekuk (flexi elbow dan flexi knee kearah samping badan pasien) dilakukan 7 kali pengulangan pada setiap gerakan. 2. Latihan Posisi Merangkak

a. Posisikan merangkak, kemudian setelah ada reaksi anak akan merangkak, maka kita rangkakkan, bisa berpindah tempat

b. Aktivitas yang digunakan adalah aktivitas sehari-hari, misal latihan merayap 30x, kalau capek istirahat, kemudian dilanjut lagi terus menerus selama 24 jam,

c. Programnya selama 24 jam: misakan, saat tidur posisinya seperti apa, jika dimandikan maka posisinya seperti apa, kemudian duduknya, makannya seperti apa. Baru setelah itu program khusus patterning dan stretching dan mobilisasi. (twenty four hours along life)

d. Latihan tidak boleh dilakukan sampai “over” training. Program dengan force penuh 4-6 jam. Latihan yang terstruktur lebih baik hasilnya, begitu juga dalam melatih anak membaca.

I. Gross Motor Function Classification System (GMFCS)

Berdasarkan faktor dapat tidaknya beraktifitas atau ambulation, Gross Motor Functional Classification System atau GMFCS secara luas digunakan untuk menentukan derajat fungsional penderita cerebral palsy. Pembagian derajat fungsional cerebral palsy menurut Motor Functional Classification System, dibagi menjadi 5 level dan berdasarkan kategori umur dibagi menjadi 4 kelompok yaitu:

(21)

1. Kelompok sebelum usia 2 tahun Level 1(dimensi A) :

Bayi bergerak dari terlentang ke duduk di lantai dengan kedua tangan bebas untuk memainkan objek. Bayi merangkak menggunakan tangan dan lutut, menarik untuk berdiri dan mengambil langkah-langkah berpegangan pada benda. Bayi berjalan antara 18 bulan dan 2 tahun tanpa memerlukan alat bantu atau walker.

Level 2 (dimensi B) :

Bayi mempertahankan posisi duduk di lantai namun perlu menggunakan tangan menjaga keseimbangan. Bayi merayap pada perut atau merangkak pada tangan dan lutut. Bayi mungkin menarik untuk berdiri dan mengambil langkah

berpegangan pada benda. Level 3 (dimensi C) :

Bayi duduk di lantai dengan tegak ketika trunk control baik. Bayi merayap maju dengan perut.

Level 4 (dimensi D) :

Bayi memiliki head control tetapi memerlukan trunk control untuk duduk di lantai. Bayi dapat berguling untuk terlentang dan mungkin berguling untuk telungkup.

Level 5 (dimensi E) :

Gangguan fisik membatasi kontrol gerakan. Bayi tidak dapat mempertahankan kepala dan trunk untuk melawan gravitasi saat telungkup dan duduk. Bayi memerlukan bantuan orang dewasa untuk berguling.

2. Kelompok 2-4 Tahun. Level 1 (dimensi A) :

Anak-anak duduk di lantai dengan kedua tangan bebas untuk memainkan objek. Bergerak dari duduk ke berdiri dilakukan tanpa bantuan orang dewasa. Anak-anak berjalan untuk berpindah tempat tanpa memerlukan alat bantu atau walker.

Level 2 (dimensi B) :

Anak-anak duduk di lantai, tetapi mungkin memiliki kesulitan dengan

(22)

menarik benda yang tidak bergerak untuk berdiri. Anak-anak merangkak dengan tangan dan lutut bergerak bergantian berpindah tempat dengan berjalan berpegangan pada benda dan berjalan menggunakan alat bantu atau walker.

Level 3 (dimensi C) :

Anak-anak duduk di lantai dengan posisi duduk W dan mungkin memerlukan bantuan orang dewasa untuk mengasumsikan duduk. Anak-anak merayap atau merangkak dengan tangan dan lutut (sering dengan gerakan tangan dan lutut yang tidak bergantian) untuk berpindah tempat. Anak-anak mungkin menarik pada benda yang stabil untuk berdiri. Anak-anak mungkin berjalan dalam ruangan dengan jarak dekat dengan menggunakan alat bantu atau walker dan memerlukan bantuan orang dewasa untuk mengarahkan langkahnya.

Level 4 (dimensi D) :

Anak-anak duduk di lantai ketika ditempatkan, tetapi tidak dapat menjaga keseimbangan tanpa menggunakan tangan untuk mendukung. Anak-anak sering membutuhkan alat bantu untuk duduk dan berdiri. Mobilisasi diri untuk jarak pendek atau dalam ruangan tercapai melalui berguling, merayap, atau

merangkak pada tangan dan lutut tanpa gerakan bergantian atau simultan. Level 5 (dimensi E) :

Gangguan fisik membatasi gerakan dan kemampuan untuk menjaga kepala dan trunk dalam melawan gravitasi. Semua bidang fungsi motorik terbatas

beberapa anak mobilisasi menggunakan kursi roda. 3. Kelompok 4 – 6 Tahun.

Level 1 (dimensi A) :

Anak dapat duduk dan bangkit dari duduk pada kursi, tanpa membutuhkan bantuan tangan. Anak bergerak dari lantai dan dari kursi untuk berdiri tanpa bantuan obyek. Anak berjalan baik dalam ruangan maupun diluar ruangan, dan dapat naik tangga. Terdapat kemampuan untuk berlari atau melompat.

Level 2 (dimensi B) :

Anak duduk di kursi dengan kedua tangan bebas memanipulasi obyek. Anak dapat bergerak dari lantai untuk berdiri, tetapi seringkali membutuhkan obyek

(23)

yang stabil untuk menarik atau mendorong dengan tangannya. Anak berjalan tanpa alat bantu didalam ruangan dan dengan jarak pendek pada permukaan yang rata diluar ruangan. Anak dapat berjalan naik tangga dengan berpegangan pada tepi tangga, tetapi tidak dapat berlari atau melompat.

Level 3 (dimensi C) :

Anak dapat duduk pada kursi, tetapi membutuhkan alat bantu untuk pelvis atau badan untuk memaksimalkan fungsi tangan. Anak dapat duduk dan bangkit dari duduk menggunakan permukaan yang stabil untuk menarik atau

mendorong dengan tangannya. Anak seringkali dibantu untuk mobilitas pada jarak yang jauh atau diluar ruangan dan untuk jalan yang tak rata.

Level 4 (dimensi D) ;

Anak duduk di kursi tapi butuh alat bantu untuk kontrol badan untuk memaksimalkan fungsi tangan. Anak duduk dan bangkit dari duduk membutuhkan bantuan orang dewasa atau obyek yang stabil untuk dapat menarik atau mendorong dengan tangannya. Anak dapat berjalan pada jarak pendek dengan bantuan walker dan dengan pengawasan orang dewasa, tetapi kesulitan untuk jalan berputar dan menjaga keseimbangan pada permukaan yang rata. Anak dibantu untuk mobilitas ditempat umum. Anak bisa melakukan mobilitas dengan kursi roda bertenaga listrik.

Level 5 (dimensi E) :

Kelainan fisik membatasi kemampuan kontro gerakan kepala dan postur tubuh. Semua area fungsi motorik terbatas. Keterbatasan untuk duduk dan berdiri yang tidak dapat dikompensasi dengan alat bantu, termasuk yang menggunakan teknologi. Anak tidak dapat melakukan aktifitas mandiri dan dibantu untuk mobilisasi. Sebagian anak dapat melakukan mobilitas sendiri menggunakan kursi roda bertenaga listrik.

4. Kelompok 6 – 12 Tahun Level 1 (dimensi A) :

Anak berjalan didalam dan diluar ruangan, naik tangga tanpa keterbatasan. Anak menunjukkan performa fungsi motorik kasar termasuk lari dan lompat, tetapi kecepatan, keseimbangan dan koordinasi berkurang.

(24)

Anak berjalan didalam dan diluar ruangan dan naik tangga dengan berpegangan di tepi tangga, tetapi terdapat keterbatasan berjalan pada permukaan yang rata dan mendaki, dan berjalan ditempat ramai atau tempat yang sempit.

Level 3 (dimensi C) :

Anak berjalan didalam dan diluar ruangan pada permukaan yang rata dengan bantuan alat bantu gerak. Anak masih mungkin dapat naik tangga dengan pegangan pada tepi tangga tergantung fungsi dari tangan, anak menggerakan kursi roda secara manual atau dibantu bila melakukan aktifitas jarak jauh atau diluar ruangan pada jalan yang tidak rata.

Level 4 (dimensi D) :

Anak bisa dengan level fungsi yang sudah menetap dicapai sebelum usia 6 tahun atau lebih mengandalkan mobilitas menggunakan kursi roda dirumah, disekolah dan ditempat umum. Anak dapat melakukan mobilitas sendiri dengan kursi roda bertenaga listrik.

Level 5 (dimensi E) :

Kelainan fisik membatasi kemampuan kontrol gerakan, gerakan kepala dan postur tubuh. Semua area fungsi motorik terbatas. Keterbatasan untuk duduk dan berdiri yang tidak dapat dikompensasi dengan alat bantu, termasuk yang menggunakan teknologi. Anak tidak dapat melakukan aktifitas mandiri dan dibantu untuk mobilitas.

J. Pemeriksaan Spastisitas (Skala Asworth)

Nilai 0 Tidak ada peningkatan tonus otot .

Nilai 1 peningkatan tonus otot yang ditandai dengan terasanya tahanan minimal pada akhir ROM

Nilai 2 peningkatan sedikit tonus otot, yang ditandai dengan adanya pemberhentian gerakan dan diikuti dengan adanya tahanan minimal sepanjang sisa ROM

Nilai 3 peningkatan tonus sangat nyata, tapi masih bisa digerakan Nilai 4 peningkatan tonus sangat nyata, tapi sulit digerakan Nilai 5 sendi atau ekstremitas tidak dapat digerakan. (kaku).

Tabel 2.1 nilai spastisitas

(25)

System Sensori Hasil Pengelihatan (visual) Pendengaran (audio) Penciuman (olfactory) Pengecapan (gustatory) Perabaan (taktil)

Otot, sendi (proprioceptive) Keseimbangan (vestibular )

Tabel 2.2 pemeriksaan sensibilitas Keterangan :

Nilai 0 : Tidak ada Respon

Nilai 1 : Ada Respon tapi menolak Nilai 2 : Ada Respon

L. Pemeriksaan Kekuatan Otot (X0TR)

Berbeda dengan Muscel testing pada orang dewasa yang sudah dapat diprintah, pengukuran kekuatan otot pada bayi berdasarkan kemampuan tumbuh kembang bayi normal. Caranya dengan mengacu kemampuan motorik yang dimilii bayi sesuai dengan tahapan tumbuh kembangnya.

Kriteria Penilaian (Childrens’s Memorial Hospital Chicago USA) : X (Kekuatan normal), bila ada kontraksi dan gerakan.

0 (Zero), bila tidak ada kontraksi.

T (Trace), bila ada kontraksi namun tidak terjadi gerakan. R (Reflek), bila gerakan yang terjadi merupakan reaksi reflek.

BAB III

STATUS KLINIS

(26)

NO Urut: 01 /YPAC/2016

STIKES ‘AISYIYAH SURAKARTA

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV FISIOTERAPI

LAPORAN STATUS KLINIK

NAMA MAHASISWA :

N.I.M. :

TEMPAT PRAKTIK : YPAC SURAKARTA

PEMBIMBING : EDY WASPADA SST, FT

Tanggal Pembuatan Laporan : 25 Juli 2016

Kondisi/kasus : FT A

I.

KETERANGAN UMUM PENDERITA

Nama : An J

Umur : 8tahun, 4bulan Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : IsIam

Pekerjaan

:-Alamat : Jirak,Semin, Rt 01/04, Gunung Kidul

No. CM : 9608

II.

DATA-DATA MEDIS RUMAH SAKIT

A. DIAGNOSIS MEDIS

Cerebral Palsy Diplegi Spastic Hipotonus B. CATATAN KLINIS :

(Diagnosa medis, catatan klinis, medika mentosa, hasil lab, foto rontgen, TORCH, tes darah dan urin, MRI, Ct-Scan, Eeg, dll)

Tidak ada

C. TERAPI UMUM (GENERAL TREATMENT) :

Pasien datang ke klinik YPAC Surakarta setiap hari senin,rabu,kamis,jum’at D. RUJUKAN FISIOTERAPI DARI DOKTER :

(27)

Untuk dilakukan tindakan terapi pada pasien An . J dengan diagnosa Cerebral Palsy Spastic Hipotonus.

III.

SEGI FISIOTERAPI

TANGGAL : 21 juli 2016

A. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF

gambar 3.1 B. ANAMNESIS (AUTO/HETERO)

1. KELUHAN UTAMA :

Pasien belum mampu berdiri dan berjalan 2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :

(sejarah keluarga dan genetic, kehamilan, kelahiran dan pernatal, tahap perkembangan, gambaran perkembangan lainnya)

An. J adalah anak kedua dari dua bersaudara.

 Pre natal : Saat hamil usia 6 bulan ibu pasien jatuh terpeleset saat bermain dengan kakak pasien.

 Para natal : Pasien lahir dengan proses opreasi SC saat usia kandungan 8 bulan. Saat lahir pasien menangis 1x dan di incubator selama 5 hari, berat badan anak J saat ahir 2 kg.  Post natal : Saat usia pasien 8 bulan, pasien mengalami

demam tinggi dan kejang.

Saat usia 8 bulan orang tua pasien menyadari ada gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan motorik pada pasien, kemudian orangtua pasien segera mengambil tindakan dan di

(28)

terapi di RSJD kIaten. SeteIah dari RSJD kIaten di rujuk ke YPAC surakarta.

3. ANAMNESIS SISTEM : Tabel 3.1

System Keterangan

Kepala dan leher Mampu mengontrol kepala dan leher Kardiovaskuler Tidak ada keluhan

Respirasi Tidak ada keluhan Gastrointestinalis Tidak ada keluhan Urogenital Tidak ada keluhan Musculoskletal Cenderung hipotonus

Nervorum Tidak ada keluhan

C. PEMERIKSAAN 1. PEMERIKSAAN FISIK 1.1. TANDA-TANDA VITAL a. Lingkar kepala : 46 cm b. Tinggi badan : 110 cm c. Berat badan : 20 kg

d. Komunikasi verbal : baik e. Komunikasi non verbal : baik f. Kualitas pendengaran : baik g. Kualitas penglihatan : baik h. Kualitas kinetic : baik 1.2. INSPEKSI (STATIS & DINAMIS)

(posture, fungsi motorik kasar/halus, pola gerak, tonus hypo/hypertonus, reflex, gait, tropic change, dll) a. Statis : Terlihat kondisi umum kurang baik

Terihat pasien datang ke klinik dengan di gendong Terihat trunk scoliosis

Terihat bahu asimetris Terihat pelvic asimetris

b.dinamis : Terlihat pasien melakukan ambulansi dengan merangkak. 1.3. PALPASI

(nyeri, spasme, suhu local, tonus, bengkak, dll) - Teraba spastisitas pada AGB Dan AGA - Ada spasme pada hamstring

(29)

- Suhu tubuh normal - Tidak ada oedem

- Terdapat hipotonus postural

1.4. PERKUSI (reflex fisiologis) Tabel 3.2

Reflek Dextra Sinistra

Reflek bisep + + Reflek trisep + + Reflek bracioradiais + + Reflek patela + + Reflek achiles + + 1.5. GERAKAN DASAR : a. Gerak Aktif : HIP Tabel 3.3

Gerakan Dextra Sinistra Koordinasi

Fleksi TF TF + Ekstensi TF TF + Abduksi F F + Adduksi F F + Eksorotasi TF TF + Endorotasi TF TF + KNEE Tabel 3.4

Gerakan DEXTRA SINISTRA KOORDINASI

Fleksi F F +

ekstensi TF TF +

KETERANGAN : F > FULL ROM

(30)

KOORDINASI : ( +) BAIK ( - ) TIDAK BAIK

b. Gerak pasif Tabel 3.5

HIP

Fleksi Dextra Sinistra End feeI

Ekstensi F F Elastis Abduksi F F Elastis Adduksi F F Elastis Eksorotasi F F Elastis Endorotasi F F Elastis KNEE Tabel 3.6

Gerakan dextra Sinistra End feel

Fleksi F F Elastis

Ekstensi F F Elastis

c. Gerak isometric melawan tahanan : Tidak dilakukan

1.6. KOGNITIF, INTRA PERSONAL & INTER PERSONAL : Kognitif : pasien mampu mengingat dan menceritakan aktivitas yang dilakukan .

Intra personal : pasien mempunyai semangat dan motivasi untuk sembuh

(31)

Inter personal : hubungan komunikasi antara pasien dan terapis cukup baik.

1.7. KEMAMPUAN FUNGSIONAL DASAR, AKTIFITAS FUNGSIONAL & LINGKUNGAN AKTIVITAS :

a. Kemampuan fungsional dasar

Pasien belum mampu berdiri dan berjalan b. Aktivitas fungsional

Pasien belum mampu melakukan gerakan fungsional seperti berdiri dan berjalan

c. Lingkungan aktivitas

Lingkungan mendukung kesembuhan pasien 1.8. PEMERIKSAAN

a. Nyeri Tidak dilakukan

b. XOTR Tabel 3.7

Regio SHIP Dextra Sinistra

Felksor X X HIP ekstensor X X abduktor X X adduktor X X eksorotator X X endorotator X X rotator X X

Regio KNEE dextra Sinistra

felksor X X

Ekstensor X X

KETERANGAN : X= Normal

0= tidak ada gerakan

T= ada kontraksi, tapi tidak ada gerakan R= gerakan yang terjadi karena reflek

a. LGS

(32)

b. Antropometri

ekspansi torak Tabel 3.8

Regio NiIai

Axllia 50 cm

Costa 4 60 cm

Proc. Sipoideus 59 cm

panjang tungkai Tabel 3.9

Dextra Sinistra True Light 57 cm 56 cm Upper Light 59 cm 60 cm Tungkai anatomi 52 cm 52 cm Tungkai fungsional 59 cm 60 cm a. Sensibilitas Tabel 3.10 Pengelihatan 2 Pendengaran 2 Penciuman 2 Pengecap 2 Peraba 2 Prospioseptik 1 Keseimbangan 1 KETERANGAN 0 = tidak respon

1 = ada respon tapi menolak 2 = Ada Respon b. Reflex Tabel 3.11 Spinal Hasil Moro -Crosed exstensor -fIeksor withdraw -Exstensor trunk

(33)

-Babinski

-Graps

-Brain steam Hasil

Tonic labirin

-STNR

-ATNR

-Suporting reaction +

Mid brain Hasil

Neck righting -Body righting -Head optical + Amphibi reaction + Tabel 3.12 Cortical Hasil Terlentang + Merangkak + Sitting + Berdiri +

c. Test khusus sesuai kelainan/penyakit/gangguan (DDST, GMFM, dll)

Dimensi A: 27 /51 X 100% =52 % Dimensi B :48 / 60 X 100 % = 80 % Dimensi C :26 /42 X 100% = 61 % TotaI skor = 52+80 +61/5=38,6 %

Kesimpulan pasien masih pada dimensi C d. Skala Asworth

(34)

D. UNDERLYING PROCCESS (CLINICAL REASONING) pre

E.

Pre natal: pada saat mengandung ibu pasien pernah terjatuh.

Post natal: pada usia 8 bulan pasien mengalami demam tinggi dan kejang. Para natal: pasien lahir

premature dengan proses persalinan SC pada usia kandungan 8 bulan.

Terjadi kerusakan otak pada cortex cerebral area 1,2,3 4,6, 44, 45 Traktus piramidalis / ekstrapiramidalis

Cerebral palsy spastic hipotonus diplegi

Kognitif Pola gerak yang belum terkontrol Sensorik -Gangguan proprioceptive -Gangguan vestibular Motorik -Spastik -Hipotonus -Spasme pada m.hamstring, Regio Nilai Shouder 2 Ebow 2 Hip 2 Knee 2 Angkel 2

(35)

E. DIAGNOSIS FISIOTERAPI a. Impairment

 Adanya hipotonus postural  Adanya spastisitas

 Adanya spasme otot hamstring  Adanya gangguan keseimbangan

 Adanya kelemahan otot pada anggota gerak b. Functional Limitation

 Pasien merangka dengan pola yang terkadang masih salah.  Pasien sudah bisa duduk sendiri dengan kaki disila dan

ditimpu.

 Pasien bisa berdiri dengan bantuan orang lain

 Pasien mampu berdiri dengan bantuan fiksasi pada knee dan mampuh berdiri selama 20 x hitungan.

c. Disability

Pasien mengalami keterbatasan dalam aktivitas fungsionalnya seperti aktivitas bermain, makan, minum, toileting.

F. PROGRAM/RENCANA FISIOTERAPI 1. Kekuatan otot dengan “X0TR”

2. Pengukuran perubahan fungsi motorik kasar dengan GMFM 1. TUJUAN

a. Jangka Pendek

- Memperbaiki tonus postural - Memperbaiki pola gerak

- Mengurangi dan mengontrol spastisitas

- Melatih kemandirian pasien dalam menggunakan anggota gerak tubuh. b. Jangka Panjang - NDT -Mobilisasi - NS - massage - Patterning - Brain gym

ADL dan kemampuan fungsional Kemandirian

(36)

- Melanjutkan tujuan jangka pendek

- Meningkatkan aktivitas fungsional dan kemandirian seperti : berjalan menggunakan alat bantu, duduk dikursi, dll.

2. TINDAKAN FISIOTERAPI : a. Teknologi Fisioterapi : 1. NS 2. Brain gym 3. Mobilisasi Trunk 4. NDT 5. Massage general b. Edukasi

Di edukasikan kepada orang tua pasien untuk melatih pasien berjalan dengan menggunakan alat bantu, melatih gerakan aktif pada tangan dan kaki dengan cara memberi pasien mainan yang dapat menstimulasi gerak pada anggota gerak pasien.

3. RENCANA EVALUASI : - Kekuatan otot dengan X0TR

- Penggunaan fungsi motorik kasar dengan GMFM - Spastisitas dengan skala Asworth

G. PELAKSANAAN FISIOTERAPI Hari kamis, 21 juli 2016

NS (neurostructure) c. Posisi Terlentang

(37)

2) Usapan lembut dengan penekanan pada sendi sendi dimulai dari arah proksimal ke distal.

Dimulai dengan menyentuh area wajah, mata, telinga, kemudian leher lalu shoulder, elbow, wrist kemudian kembali lagi keatas sampai menyentuh bahu, dada, pelvic lalu menuju ke distal yakni paha, lutut kemudian ankle diulangi sampai 3 x.

2). Usapan lembut ke arah midline tubuh

Letakkan satu tangan 2 cm dibawah umbilicus (center of gravity) lalu usapkan hingga ke proksimal hingga menyentuh incisura jugularis (sebanyak 3 x usapan)

3). Usapan lembut ke arah menyilang ke kanan hingga menyentuh otot pectoralis mayor ( sebanyak 3 x usapan)

4). Usapan lembut ke arah menyilang ke kiri hingga menyentuh otot pectoralis mayor ( sebanyak 3 x usapan )

5). Usapan lembut ke arah pelvic kiri dan kanan ( sebanyak 3 x usapan ) 6). Pertemukan kedua tangan hingga ke bagian posterior / lumbal. Stimulasi Gelombang

a. Berikan usapan pada sisi midline tubuh, sisi kanan dan sisi kiri, kemudian arah pelvic dengan usapan berbentuk gelombang ( masing masing 3 x ) d. Pertemukan kedua tangan terapis hingga ke bagian belakang ( vertebra

lumbal )

Stimulasi Angka Delapan

a. Letakkan satu tangan, 2 cm dibawah umbilicus lalu Berikan usapan dengan arah usapan membentuk angka delapan dimulai dari sisi medial- lateral – medial dan membentuk angka delapan pada area midline tubuh, sisi kanan, sisi kiri kemudian pelvic ( masing masing 3 x )

b. Pertemukan kedua tangan hingga ke psoterior ( vertebra lumbal ). Contrac – Stretch

Stimulasi berupa contrac stretch diberikan pada : e. Posisi tidur terlentang

Pada sisi anterior ( dimulai dari midline tubuh, anterior dekstra dan antreior sinistra ) letakkan satu tangan 2 cm dibawah umbilicus lalu satu tangan di proksimal dari sternum ( di incisura jugularis ) berikan “contrac” masing –

(38)

masing sebanyak 3 x ke arah dalam lalu berikan strech ke arah luar masing – masing sebanyak 3 x

1). Arah menyilang ke kanan

letakkan satu tangan 2 cm dibawah umbilicus lalu satu tangan di otot pectoralis mayor. berikan “contrac” masing – masing sebanyak 3 x ke arah dalam lalu berikan strech ke arah luar masing – masing sebanyak 3 x.

Arah menyilang ke kiri

letakkan satu tangan 2 cm dibawah umbilicus lalu satu tangan di otot pectoralis mayor. berikan “contrac” masing – masing sebanyak 3 x ke arah dalam lalu berikan strech ke arah luar masing – masing sebanyak 3 x

2). Arah menyilang ke pelvic kiri dan kanan

letakkan satu tangan 2 cm dibawah umbilicus lalu satu tangan di pelvic berikan “contrac” masing – masing sebanyak 3 kali ke arah dalam lalu berikan strech ke arah luar masing – masing sebanyak 3 x.

Pertemukan kedua tangan hingga ke posterior ( lumbal pasien ) f. Posisi Miring

Terapis disamping pasien dengan fiksasi scapula dan pelvic.

Gerakan “contrac” kearah dalam 3 x pengulangan dan “strech” kearah luar 3x pengulangan.

Mobilisasi Pelvic Posisi tidur terlentang

posisi terapis : sedekat mungkin dengan pasien. posisi pasien : semi fleksi knee

fiksasi : pada pelvic pasien

gerakan : pelvic pasien digerakkan ke

arah anterior, posterior, lateral dan medial serta rotasi

Stimulasi Gerak pada AGA dan AGB a. Pada AGA lengan atas

(39)

posisi pasien : tengkurap dan terlentang posisi terapis : di samping pasien

fiksasi : menggunakan palmar terapis, satu palmar memfiksasi distal dari humeri dan satu palmar terapis lagi memfiksasi proksimal humeri. gerakan : bentuk packing up untuk menghasilkan muscle belly lalu berikan contrac dan stretch masing - masing 3 x

b.Pada AGB tungkai atas dan bawah

posisi pasien : tengkurap dan terlentang posisi terapis : di samping pasien

fiksasi : menggunakan palmar terapis, satu palmar memfiksasi patella pasien dan satu palmar terapis lagi memfiksasi proksimal femur

Gerakan : bentuk packing up untuk menghasilkan muscle belly lalu berikan contrac dan stretch masing - masing 3 x

Mobilisasi trunk

Posisi pasien : duduk long sitting dengan kedua knee terfiksasi Posisi terapis : berada dibelakang pasien

Gerakan : fleksi, ekstensi, side fleksi dan rotasi Hari ke 2, senin, 25 juIi 2016

1. NS

2. Mobilisasi trunk 3. NDT

4. Massage Hari ke 3, rabu 27 juIi 2016

1. NS

2. Brain gym :

. Posisi terlentang dan tengkurap

Sisi anterior tubuh ( midline tubuh,sisi kanan, sisi kiri,pelvic ) AGA dan AGB

a. Contrac

(40)

posisi terapis : didekat tungkai dan tangan fiksasi : diankle dan di wrist pasien gerakan :lakukan stretch ke arah fleksi shoulder dan ekstensi hip.

b.Silang

posisi pasien : dilakukan secara bersilangan, fleksikan knee,sedikit ditarik ke arah adduksi hip lalu adduksi shoulder horizontal dan pertemukan wrist dengan patella , dilakukan bergantian antara sisi kanan dan kiri.

3. Massage 4. Standing

Pada papan standing dengan fiksasi pada lutut dan bahu seama 15 menit

Hari ke 5, kamis 28 juIi 2016 1. Brain gym 2. NDT 3. Standing 4. Massage Hari ke 5, jum.at 29 juIi 2016

1.NS

2. brain gym 3. NDT 4.standing

H. HASIL EVALUASI TERAKHIR :

Kekuatan otot pada terapi ke 6

Hip Dextra Sinistra

Fleksor X X

Ekstensor X X

(41)

Adduktor X X Eksorotator X X Endorotator X X Rotator X X Knee Fleksor X X Ekstensor X X Skala Asworth

Regio Dextra Sinistra

Shoulder 1 1 Elbow 1 1 Hip 2 2 Knee 2 2 Ankle 2 2

BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam kasus ini seorang pasien anak bernama An.J berusia 8 tahun

orangtuanya mengeluhkan belum bisa berdiri dan berjalan dengan mandiri, maka penulis menyimpulkan bahwa masalah utama dari pasien tersebut adalah sebagai berikut :

1. Hipotonus postural 2. Spastisitas tinggi 3. Spasme otot hamstring

(42)

4. Adanya klonus

5. Keseimbangan menurun

Untuk mengatasi masalah tersebut, maka penulis menggunakan teknologi intervensi fisioterapi Neurostructure, Braingym, NDT dan General Massage. Setelah dilakukan 6 kali terapi, maka dilakukan penilaian untuk menilai hasil tersebut dengan menggunakan Muscle strength X0TR untuk kekuatan otot, GMFM untuk kemampuan fungsional dan skala Asworth untuk mengukur spastisitas didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel hasil evaluasi kekuatan otot

Hip Hasil Terapi 1 Terapi 6 1. Fleksor X X 2. Ekstensor X X 3. Abductor X X 4. Adductor X X 5. Endorotator X X 6. Eksorotator X X Knee Hasil Terapi 1 Terapi 6 1. Fleksor X X 2. Ekstensor X X Hasil penghitingan GMFM

(43)

Dimensi A

(berbaring & berguling) A= 27 51x100=52 A= 27 51x100=52 Dimensi B (duduk) B= 48 60x100=80 B= 48 60x100=80 Dimensi C

(merangkak dan berlutut) C= 26 42x100=61 C= 26 42x100=61 Dimensi D (berdiri) D= 10 39 x100=25

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

An j berusia 8 tahun didiagnosa cp spastik diplegi setelah 6 kali terapi dengan intervensi NS, brain gym, NDT, mobilisasi trunk, standing dan massage di dapat kan hasil penurunan spastisitas dan peningkatan aktivitas fungsional.

(44)

Pada akhir penulisan Makalah ini, penulis akan menyampaikan sedikit saran demi tercapainya tujuan terapi secara optimal, terutama pada fisioterapi, penderita, dan keluarga pasien.

1. Bagi Fisioterapis

Untuk senantiasa berusaha meningkatkan pengetahuan, sehingga untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dapat muncul pada penderita dan dapat melakukan intervensi fioterapi yang tepat untuk keberhasilan terapi dan

fisioterapis hendaknya mampu bekerjasama dengan profesi medis yang lain. 2. Bagi Pasien

Diharapkan ketekunan dan ketelatenan dalam melakukan terapi dan latihan di rumah secara teratur dapat menghasilkan terapi yang optimal. Sehingga

permasalahan pasien dapat terpecahkan. 3. Bagi keluarga pasien

Bagi keluarga pasien, diharapkan lebih memotivasi pasien dalam

membantu proses penyembuhan serta pengetahuan tentang hal-hal yang harus dan tidak boleh dilakukan oleh pasien.

C. Edukasi

Gambar

Gambar 2.1 Anatomi Otak
Gambar 2.2 Cerebrum
Gambar 2.3 Bagian cerebrum
Gambar 2.4 Cerebellum
+7

Referensi

Dokumen terkait

Informasi terkait adanya penambahan informasi terbuka pada Daftar Informasi Publik (Kepala) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian (Kepala) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Maret

menghubungkan dan mengintergrasikan lembaga dan masyarakat. Program bimbingan memberikan kesempatan untuk melaksanakan penilaian kepada diri sendiri. Program bimbingan

Ketidakmampuan manusia dalam menjalankan kehidupan sehari- hari akan mendorong manusia untuk selalu mengadakan hubungan timbal balik dengan sesamanya serta bertujuan

Seorang wanita, usia 50 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan kaki tidak dapat berjalan sejak 3 minggu yang lalu. Riwayat sebelumnya pasien sering keputihan berbau

Penelitian ini menggunakan Metode Deskriptif Kuantitatif, yaitu menggambarkan hasil penelitian berdasarkan nilai-nilai yang diperoleh pesertan didik dalam tes

Hasil penelitian menggunakan uji statistik uji chi square menunjukkan bahwa hasil p = 0,006 (< 0,05) ini berarti terdapat hubungan antara paparan debu dengan

Penyimpanan buah jambu biji tanpa perlakuan khusus hanya dapat bertahan sampai 4 hari saja sehingga diperlukan proses penyimpanan cara lain yaitu penyimpanan buah jambu biji

Biaya Jasa Pengelolaan Sumber Daya Air yang selanjutnya disebut biaya jasa, adalah iuran pembiayaan eksploitasi dan pemeliharaan prasarana pengairan yang dipungut dari