• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perekonomian dunia telah memasuki era globalisasi yang ditandai dengan terbentuknya kesepakatan regional maupun internasional lainnya yang bertujuan menciptakan perdagangan internasional dan regional bebas, seperti Masyarakat Ekonomi ASEAN yang saat ini tengah menjadi sorotan. Globalisasi menuntut negara-negara yang terlibat dalam perdagangan internasional untuk meningkatkan keunggulan atau daya bersaing dari produknya, agar tetap bertahan dalam perdagangan dunia. World Economic Forums dalam laporannya tentang Global Competitiveness Report (Klaus, 2016), saat ini menempatkan Indonesia sebagai Negara peringkat 34 di bidang daya saing. Peringkat tersebut masih kalah dengan Negara-negara tetangga seperti Singapura yang menempati peringkat 2, Malaysia pada peringkat 20 dan peringkat 31 yang ditempati oleh Thailand. Hal ini mengindikasikan daya saing Indonesia masih rendah dibanding negara-negara lainnya, dengan demikian diharapkan Indonesia terus dapat meningkatkan daya saing nasionalnya untuk tahun-tahun yang akan datang.

Kegiatan ekspor impor merupakan salah satu komponen ekonomi yang penting dalam upaya peningkatan daya saing nasional, karena kegiatan ekspor impor merupakan salah satu faktor penentu daya saing produk suatu negara. Selain itu kegiatan ekspor impor juga berdampak nyata bagi perekonomian nasional Indonesia karena kegiatan ekspor impor dapat menyumbang pendapatan nasional negara atau produk domestik bruto (PDB). Semakin tinggi rasio PDB suatu negara menandakan semakin mengglobal perekonomian negara tersebut (Tambunan, 2004).

Di Indonesia, salah satu sektor penyumbang PDB terbesar adalah sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia dibagi menjadi beberapa subsektor yang menjadi penyumbang PDB Indonesia, yaitu subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Secara keseluruhan kegiatan ekspor impor pertanian masih berada dalam neraca perdagangan yang positif. Hal ini bisa dilihat dari tabel 1.1 berikut.

(2)

Tabel 1.1. Nilai Ekspor Impor Pertanian Indonesia Menurut Subsektor Tahun 2009-2013 No Sub Sektor 2010 2011 2012 2013 1. Tanaman Pangan - Ekspor 477.708 584.861 162.866 187.292 - Impor 3.893.840 7.023.936 6.306.807 7.479.917 - Neraca -3.416.131 -6.439.075 -6.156.186 -7.292.625 2. Hortikultura - Ekspor 390.740 491.304 472.8768 422.502 - Impor 1.292.868 1.686.131 1.813.214 1.529.430 - Neraca -902.148 -1.194.827 -1.310.936 -1.106.928 3. Perkebunan - Ekspor 30.702.864 40.689.768 32.476.730 29.476.485 - Impor 6.028.160 8.843.792 3.111.804 2.669.553 - Neraca 24.674.753 31.845.976 29.364.926 26.806.931 4. Peternakan - Ekspor 951.662 1.559.071 556.527 434.927 - Impor 2.768.339 3.044.801 2.698.100 1.396.194 - Neraca -3.505.777 -1.445.730 -2.141.573 -961.267 PERTANIAN - Ekspor 32.522.974 43.365.004 33.667.111 30,695,946 - Impor 13.983.327 20.598.660 16.006.154 14,852,402 - Neraca 18.539.647 22.766,.44 17.660.957 15,843,544 Keterangan: Nilai dalam dolar Amerika (US$)

Sumber: Pusat Data dan Informasi Pertanian (Pusdatin), 2014 (Diolah)

Berdasarkan tabel 1.1, subsektor perkebunan mempunyai neraca nilai ekspor impor yang positif, yang artinya nilai ekspor lebih besar daripada nilai impor. Sedangkan subsektor tanaman pangan, hortkultura dan peternakan mempunyai neraca nilai ekspor impor yang negatif. Bila melihat tabel 2, kelapa menempati urutan ke lima dalam neraca nilai perdagangan subsektor perkebunan di Indonesia. Neraca ini merupakan perwujudan dari kegiatan ekspor impor kelapa. Neraca yang positif mengindikasikan nilai ekspornya lebih besar daripada nilai impor.

(3)

Tabel 1.2. Neraca Nilai Perdagangan Subsektor Perkebunan Indonesia 2010-2013

No. Komoditas 2010 2011 2012 2013

Rata-rata 1. Kelapa Sawit 15.370.205 19.722.984 19.546.030 17.619.584 61,9 2. Karet 6.605.386 10.679.254 7.782.703 6.854.907 27,35 3. Kakao 1.479.164 1.169.880 859.500 946.844 3,82 4. Kopi 779.458 987.552 1.110967 1.135.199 3,44 5. Kelapa 701.424 1.188.005 1.189.298 753.952 3,28 6. Tembakau 38.858 -17.641 -109.906 -79.453 -0,14 7. Lada 59.287 32.386 58.071 47.491 0,17 8. Teh 76.231 55.638 42.504 50.269 0,19

Keterangan: Nilai dalam dolar Amerika (000 US$)

Sumber: BPS diolah Pusat Data dan Informasi Pertanian (Pusdatin), 2014

Berdasarkan tabel 1.2, komoditas kelapa masih mempunyai neraca perdagangan yang positif serta mempunyai rata-rata pertumbuhan neraca perdagangan sekitar 3,28% pada 2010-2013. Sedangkan kelapa sawit masih menempati posisi pertama dalam neraca perdangan di Indonesia, diikuti dengan karet, kakao, dan kopi. Prospek perkembangan kelapa Indonesia untuk perdagangan internasional dinilai cukup baik, karena Indonesia termasuk salah satu negara prosuden kelapa di dunia. Berdasarkan data Food and Agriculture Organization (FAO) dalam Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (2014) tahun 2008-2012, Indonesia menempati urutan pertama di dunia sebagai negara produsen kelapa. Selain itu, Indonesia juga berada di urutan pertama sebagai negara eksportir kelapa di dunia dengan rata-rata kontribusi ekspor selama lima tahun terakhir (2007-2011) sebesar 141.341 ton. Sentra produksi kelapa di dunia berdasarkan data FAO tahun 2008-2012 berada di lima negara yaitu Indonesia, Filipina, India, Brazil, dan Sri Lanka. Indonesia menempati urutan pertama sebagai negara produsen kelapa di dunia dengan rata-rata produksi 18,09 juta ton butir kelapa atau berkontribusi 30,12% (Gambar 2) terhadap produksi kelapa dunia. Urutan kedua ditempati oleh Filipina dengan kontribusi 25,85% diikuti oleh India (17,54%), Brazil (4,95%), dan Sri Lanka (3,47%). Negara-negara lainnya memberikan kontribusi 18,07% terhadap total produksi kelapa di dunia.

(4)

Gambar 1.1. Kontribusi Produksi Kelapa Beberapa Negara di Dunia Tahun 2008–2012

Sumber: Pusdatin, 2014

Produksi kelapa di Indonesia yang tinggi tersebut dapat menjadikan kelapa sebagai produk agribisnis yang dapat dikembangkan secara domestik maupun internasional. Dikatakan dalam Allolerung et. Al (2005) bahwa peluang pengembangan agribisnis kelapa di Indonesia dengan produk bernilai ekonomi tinggi masih sangat besar. Alternatif produk yang dapat dikembangkan antara lain Virgin Coconut Oil (VCO), Oleochemical (OC), Desicated Coconut (DC), Coconut Milk/Cream (CM/CC), Coconut Charcoal (CCL), Activated Carbon (AC), Brown Sugar (BS), Coconut Fiber (CF) dan Cocon Wood (CW), yang diusahakan secara parsial maupun terpadu. Namun Industri pengolahan kelapa di Indonesia pada saat ini masih didominasi oleh produk setengah jadi berupa kopra dan coconut crude oil (CCO) atau minyak kelapa mentah.

Minyak kelapa dihasilkan dari coconut copra (kelapa kopra) produk daging kelapa yang dikeringkan, dengan tujuan untuk mengekstraksi minyak yang terkandung di dalamnya, proses pembuatan minyak kelapa dari kopra ini telah dilakukan sejak dulu secara tradisional oleh bangsa-bangsa di daerah Pasifik. Proses pengeringan dilakukan secara tradisonal dengan menjemur daging buah kelapa di bawah sinar matahari atau dengan pengasapan. Secara modern, proses ini dilakukan dengan menggunakan mesin pengering. Kelapa yang sudah menjadi kopra kemudian akan diproses lebih lanjut untuk menghasilkan produk minyak kelapa atau produk turunan lainnya.

Minyak kelapa sangat dibutuhkan di berbagai bidang industri, misalnya industri makanan, industri kesehatan, dan industri kecantikan (kosmetik). Allorerung (2008) mengemukakan bahwa minyak kelapa sangat bermanfaat untuk kesehatan disebutkan beberapa manfaat dari minyak kelapa yaitu sebagai obat penderita Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) yang mampu menurunkan jumlah

30% 26% 18%

5% 3% 18%

INDONESIA FILIPINA INDIA BRAZIL SRI LANKA LAINNYA

(5)

virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) dalam waktu pengobatan 6 bulan dengan mengkonsumsi minyak kelapa 45 ml/hari, meningkatkan kolesterol baik (high density lipoprotein, HDL) dan menurunkan kolesterol jahat (low density lipoprotein, LDL), menurunkan resiko penyakit jantung, dan minyak kelapa untuk makanan bayi dapat membantu meningkatkan penyerapan kalsium. Selain di bidang kesehatan, minyak kelapa juga dapat dimanfaatkan sebagai biodiesel, kosmetik, dan poduk oleokimia lainnya.

Kebutuhan berbagai industri di beberapa negara di dunia akan bahan baku kopra dan minyak kelapa seharusnya dapat dimanfaatkan sebagai tujuan ekspor potensial bagi Indonesia. Jika melihat perkembangan perdagangan internasional, perdagangan dalam bentuk minyak kelapa mentah (crude coconut oil) lebih dominan baik dari sisi volume maupun nilai ekspornya (Deptan, 2006 dalam Turukay 2009). Misalnya di Eropa, kebutuhan akan minyak kelapa mentah (CCO) semakin meningkat, karena tren back-to-nature pada sektor industri makanan dan kosmetika sangat berperan dalam peningkatan impor minyak kelapa di eropa (Kementerian Perdagangan, 2013).

Tabel 1.3 Konsumsi Minyak Kelapa Dunia Tahun 2012-2016

Sumber: USDA, 2016

Kebutuhan minyak kelapa dunia dapat dilihat dari konsumsi dunia akan minyak kelapa. Pada konsumsi dunia pada tabel 1.3, selama lima tahun terakhir (2012-2016), konsumsi minyak kelapa dunia mengalami fluktuasi, terjadi penurunan dari tahun 2012 hingga 2014 senilai 5,85%. Namun pada tahun 2014 hingga tahun 2016, konsumsi minyak kelapa dunia mengalami kenaikan sebesar 2,1%. Berdasarkan proses pembuatannya, minyak kelapa yang menjadi konsumsi dunia dibagi menjadi 2 yaitu Coconut (copra) Oil (Crude Oil) atau minyak kelapa mentah (Kode HS 151311) dan Other Coconut Oil and Its Fractions atau Minyak kelapa dan turunannya misalnya virgin coconut oil (VCO). Konsumsi dunia juga dapat dilihat

Tahun Konsumsi Dunia Minyak Kelapa (milion Metric Ton) 2012 2013 2014 2015 2016 (Juni) 3.75 3.41 3.32 3.33 3.46

(6)

dari permintaan dunia akan minyak kelapa, permintaan untuk minyak kelapa di dunia ini terlihat fluktuatif. Permintaan minyak kelapa dunia dapat dilihat dari perkembangan negara pengimpor minyak kelapa, berikut merupakan pengimpor minyak kelapa dalam bentuk crude coconut oil. Negara-negara di dunia yang mempunyai permintaan tinggi akan minyak kelapa atau sebagai importir dijelaskan pada tabel 1.4 di bawah ini.

Tabel 1.4. Negara Importir Crude Coconut Oil di 10 Negara Dunia, 2011-2014 (ton)

No Negara 2011 2012 2013 2014 2015 1 Netherlands 327.668 388.586 430.029 311.608 254.194 2 USA 255.510 220.237 247.019 262.893 250.273 3 Jerman 257.621 164.106 196.524 192.926 193.443 4 Malaysia 111.867 153.453 144.207 130.770 167.373 5 Italy 36.400 44.918 47.422 38.267 42.966 6 France 25.706 26.518 25.360 26.555 26.431 7 China 109.526 133.280 30.503 30.650 22.283 8 Spain 16.613 20.377 26.955 22.505 20.414 9 United Kingdom 8.486 7.372 7.795 10.066 8.261 Sumber: International Trade Center, 2016

Belanda merupakan importir crude coconut oil terbesar di dunia, negara tersebut mengimpor sebesar 29,965% crude coconut oil dari seluruh impor dunia. Kemudian dilanjutkan oleh USA dan Jerman yang mempunyai volume impor sebesar 20,259% dan 16,672%. Malaysia merupakan satu-satunya negara ASEAN yang menjadi importir crude coconut oil, yang menempati posisi 4 sebagai importir di dunia. Permintaan impor crude coconut oil pada 2011-2014 mengalami penurunan. Namun dari tahun 2014-2015 permintaannya menjadi meningkat di beberapa negara, yaitu Jerman, Malaysia, Italia dan Prancis. Sedangkan untuk importir minyak kelapa murni, dapat dilihat pada tabel 1.5.

Berdasarkan tabel tersebut, Amerika, China, dan Korea merupakan importir minyak kelapa murni terbesar di dunia, dengan share sebanyak 29,262%, 8,854%, dan 6,058% dari permintaan impor dunia. Amerika merupakan negara terbesar

(7)

pertama sebagai importir minyak kelapa murni di dunia. Permintaan minyak murni ini juga terlihat fluktuatif, permintaan tertinggi terjadi pada tahun 2013 sebesar 8,15% kenaikan rata-rata dari tahun sebelumnya kemudian pada tahun 2014 mengalami penurunan sebesar 0,29% kemudian pada tahun 2015 kembali mengalami kenaikan sebesar 0,48%. Sehingga berdasarkan kedua tabel tersebut pada dua tahun terakhir, permintaan impor minyak kelapa crude coconut oil dan minyak kelapa mulai terjadi peningkatan.

Tabel 1.5. Importir Minyak Kelapa Murni di 10 Negara Dunia, 2011-2014 (ton)

No Negara 2011 2012 2013 2014 2015 1 USA 242.278 290.918 314.493 293.026 299.062 2 China 60.669 74.577 100.157 108.578 122.270 3 Japan 46.232 43.815 42.173 48.265 48.274 4 Korea, Republic 58.393 59.529 60.686 56.769 46.283 5 Belgium 33.011 31.649 41.324 42.601 45.032 6 Russian Federation 52.589 32.701 34.362 32.222 42.838 7 Germany 50.775 62.109 70.546 47.241 38.910 8 Malaysia 50.728 34.020 13.404 42.345 32.725 9 Singapore 11.285 24.865 32.411 33.163 32.490 10 Italy 26.135 23.302 23.146 26.355 26.202

Sumber: International Trade Center, 2016

Permintaan minyak kelapa di dunia didukung oleh produksi minyak kelapa oleh negara-negara eksportir termasuk Indonesia. Negara-negara tersebut tidak hanya sebagai eksportir minyak kelapa, tetapi juga sebagai pengeskpor olahan produk turunan kelapa lainnya seperti DESCO, bungkil kopra, kopra dan arang tempurung. berdasarkan data dari COMTRADE dalam Muslim (2006) menunjukkan bahwa perdagangan minyak kelapa di pasar dunia dikuasai oleh negara-negara berkembang di kawasan asia tenggara, seperti Indonesia, Filipina, dan Malaysia.

Sedangkan Indonesia berada pada posisi kedua negara produsen minyak kelapa, dengan rata-rata pertumbuhan selama lima tahun adalah 84.170 ton. Tren pertumbuhan selama 2009-2013 juga menunjukkan tanda yang positif senilai 3,64%. Kemudian diikuti oleh Malaysia dan Papua New Geunea, dengan tren pertumbuhan Malaysia sebesar 4,22% dan Papua Nugini -7,24%. Perbandingan dari lima negara tersebut menunjukkan bahwa setiap tahunnya Malaysia mampu menambah produksi minyak kelapa. Jika melihat pada tren produksi minyak kelapa

(8)

Indonesia yang positif, Indonesia berpeluang untuk terus meningkatkan produksi minyak kelapa.

Tabel 1.6. Produksi Negara Produsen Minyak Kelapa di negara ASEAN Tahun 2009-2013 Negara Produsen TAHUN Tren Pertumbuhan (%) 2009 2010 2011 2012 2013 Indonesia 712900 861000 840200 926500 868000 3,64 Filipina 1427635 1913349 1254522 1274352 1208952 -5,93 Malaysia 43800 45000 51000 52000 52900 4,22 Papua New Guenea 51500 52200 54700 37900 36900 -7,24 Sumber: FAO, 2016 (diolah)

Tabel 1.6 menunjukkan produksi minyak kelapa pada tahun 2009-2013 di negara-negara penghasil minyak kelapa di ASEAN, negara produsen terbesar minyak kelapa adalah Filipina dengan rata-rata produksi lima tahun terakhir adalah 1.415.762 ton, namun tren pertumbuhan produksi minyak kelapa di Filipina selama tahun 2009-2013 adalah negatif, dengan nilai -5,93%. Produksi tertinggi pada tahun 2010 dan setelah itu pada tahun-tahun berikutnya produksi minyak kelapa Filipina menurun. Penurunan terbesar terjadi pada tahun 2011 yakni sebesar karena pengaruh fenomena el nino yang mengakibatkan hujan turun dibawah norrmal dan adanya pengaruh faktor biologi pohon kelapa setelah 3 tahun berbuah secara terus menerus dipanen (Philipine Coconut Authority, 2013).

Produksi minyak kelapa di Indonesia, diproduksi oleh industri kecil yang dijual dalam bentuk minyak curah. Peluang usaha untuk industri kecil ini dinilai masih tetap baik. Hal ini disebabkan karena beberapa hal: (1) produksi minyak kelapa tradisional yang semakin langka, namun permintaan terhadap produk tersebut cenderung meningkat, (2) preferensi konsumen saat ini semakin tinggi terhadap minyak goreng yang bebas pengawet dan bebas lemak jenuh, dan (3) permintaan dari domestik maupun luar negeri masih cukup tinggi (Daulay, S, 2015). Meskipun saat ini minyak kelapa masih kalah bersaing dengan minyak kelapa sawit, peluang untuk mengembangkan industri minyak kelapa masih terbuka. Karena saat ini industri minyak sawit dihadapkan banyak kendala, salah satunya disebutkan bahwa penurunan ketersediaan bahan baku minyak goreng domestik akibat peningkatan ekspor minyak sawit, dapat diminimalkan dengan mendorong pasar minyak kelapa mentah (CCO) dari ekspor ke pasar domestik. Hal yang perlu

(9)

dilakukan adalah menghidupkan kembali industri kelapa dengan mengembangkan industri pengolahan lanjut minyak goreng berbahan baku CCO, seperti oleokimia, sehingga meningkatkan nilai tambah dan memberi insentif bagi petani dan pelaku industri kelapa di Indonesia (Ardana & Sinaga, 2005). Dengan menghidupkan kembali industri minyak kelapa, tidak hanya target pasar domestik yang dapat terpenuhi namun usaha untuk meningkatkan ekspor minyak kelapa di pasar internasional juga dapat dikembangkan.

Selain kendala persaingan dengan industri minyak sawit, kendala produksi yang dihadapi oleh usaha kecil pengolahan minyak kelapa adalah harga bahan baku daging kelapa segar yang cukup berfluktuatif. Saat daging kelapa segar naik, maka harga minyak kelapa menjadi naik, sehingga harga minyak kelapa pun menjadi juga berfluktuatif. Minyak kelapa berperan penting dalam segala industri yang membutuhka minyak kelapa sebagai bahan dasarnya, peran penting minyak kelapa sejalan dengan meningkatnya tingkat permintaan masyarakat secara domestik maupun internasional. Adanya kecenderungan berubah-ubahnya tingkat permintaan dan penawaran (yang dipengaruhi tersedianya bahan baku pembuatan minyak kelapa) membuat terjadinya perubahan harga pada minyak kelapa. Perkembangan fluktuasi harga minyak kelapa dalam kurun waktu 2001-2014 dapat dilihat pada gambar di bawah.

. Gambar 1.2. Grafik Harga Ekspor Minyak Kelapa Tahun 2001-2014 Sumber: Food Agriculture Organization (FAO), 2016

Perkembangan grafik menunjukkan pada tahun 2001-2006 harga ekspor minyak kelapa cenderung stabil, namun dari tahun 2007-2014 harga minyak kelapa menjadi cukup berfluktuatif. Harga tertinggi terjadi pada tahun 2011, dengan nilai

0,000 0,500 1,000 1,500 2,000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Harga Ekspor Minyak Kelapa

Indonesia

(10)

1,637 US$/ton untuk Indonesia. Untuk harga rata-rata selama kurun waktu 14 tahun minyak kelapa Indonesia sebesar 0,791 US$/ton. Penurunan harga secara drastis terjadi pada tahun 2013, hal ini disebabkan karena produksi kopra sebagai bahan dasar pembuatan minyak kelapa turun. Menurut Donatus Gede Sabu, Sekretaris Jenderal Forum Komunikasi Perkelapaan Indonesia dalam Rinaldi dan Karyani (2016), penurunan pada tahun 2013 ini disebabkan musim hujan di beberapa wilayah Indonesia yang membuat petani kelapa kesulitan menjemur kelapa sehingga sulit mendapatkan kopra yang bagus. Sehingga hal ini menyebabkan turunnya volume dan nilai ekspor di Indonesia yang berdampak pada harga minyak kelapa.

Permintaan yang berasal dari konsumsi dan penawaran yang berasal dari bahan baku kopra berpengaruh pada harga minyak kelapa. Diungkapkan Gilbert and Morgan (2011) bahwa kemampuan perubahan (variability) permintaan dan penawaran yang tidak dapat diprediksi (unpredictable price) dapat disebut supply and demand shock’s. Supply and demand shock’s ini dapat menyebabkan harga menjadi tidak dapat diprediksi sehingga menyebabkan volatilitas harga. Volatilitas menunjukkan seberapa tiggi dan cepat nilai berubah dari waktu ke waktu, misalnya harga suatu komoditas. G20 report (2011) dalam Nugraheni (2014) menyebutkan bahwa fluktuasi harga merupakan hal yang normal, selama harga bergerak halus, relatif, stabil dan mencerminkan kinerja pasar makan hal tersebut dapat dinyatakan sebagai pola musiman yang selalu terjadi. Namun, perubahan harga akan menjadi masalah apabila harga melonjak sangat tinggi dan tidak dapat diprediksi yang nantinya menyebabkan ketidakpastian yang dapat meningkatkan reisiko bagi produsen, pedagang, konsumen, dan pemerintah. Volatilitas harga akan memberikan dampak jangka panjang terhadap pendapatan produsen dan mengganggu kegiatan perdagangan komoditas serta akan membuat perencanaan produksi jangka panjang menjadi sulit karena ketidakpastian yang terjadi akibat harga yang sulit untuk diprediksi.

Pentingnya mempelajari volatilitas untuk menggambarkan faktor yang secara absolut mempengaruhi perubahan harga suatu komoditas (Balcome et al, 2008). Sehingga selain aspek daya saing yang menjadi sangat penting untuk dikaji terkait dengan kompetisi dengan negara lain di pasar internasional, stabilitas ekononomi (dalam hal ini adalah stabilitas harga) dalam negeri juga harus diperhatikan karena dalam Bappenas (2009) disebutkan bahwa menjaga stabilitas ekonomi makro, upaya penyederhanaan prosedur ekspor dan impor, dan berbagai regulasi yang

(11)

kondusif merupakan faktor penentu daya saing untuk memenangkan dalam kompetisi pasar internasional.

1.2 Rumusan Masalah

Pertumbuhan perekonomian Indonesia tidak lepas dari kontribusi perdagangan internasional di pasar dunia. Perdagangan Internasional dapat didefinisikan sebagai perdagangan antar atau lintas negara yang mencakup ekspor dan impor (Tambunan, 2001). Komponen ekspor memiliki peran penting dalam kontribusinya terhadap GDP (Gross Domestic Product). Semakin tinggi ekspor, semakin tinggi pula nilai GDP suatu Negara. Peningkatan ekspor suatu negara tidak hanya dilakukan dari sisi volume ekspor saja, namun yang lebih penting adalah peningkatan daya saing. Setiap negara harus mempunyai daya saing dalam setiap komoditas ekspornya agar tidak kalah bersaing dengan komoditas ekspor negara lain.

Minyak Kelapa yang merupakan salah satu produk unggulan dari agribisnis kelapa dan juga produk ekspor yang potensial seperti yang telah dijabarkan pada latar belakang, sangat penting untuk diketahui potensi daya saing produk minyak kelapa Indonesia di pasar dunia. Sehingga dapat mencari langkah-langkah korektif untuk meningkatkan daya saingnya.

Di sisi lain, besarnya ekspor juga dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak kelapa. Adanya pergerakan harga yang berfluktuasi akan berdampak pada kinerja ekspro minyak kelapa terutama untuk penawaran ekspor. Fluktuasi yang terjadi pada konsumsi minyak kelapa sangat mempengaruhi harga minyak kelapa dan fluktuasi tersedianyanya bahan baku minyak kelapa, yakni kopra juga sangat berpengaruh pada pergerakan harga minyak kelapa. Fluktasi harga akan menimbulkan resiko yang dihadapi oleh petani dan produsen produk ataupun prosesor minyak kelapa dan konsumen.

Perlu tindakan untuk mengurangi resiko akibat fluktuasi harga tersebut salah satunya dengan hedging (lindung nilai) di pasar berjangka. Hedging dilakukan dengan membeli atau menjual kontrak berjangka. Kegiatan hedging yang efektif akan menghindarkan produsen (termasuk petani) dari kemungkinan turun/rendahnya harga komoditi saat panen atau yang disimpan di gudang jika terjadi peningkatan harga input. Hedging dapat dilakukan karena adanya keterkaitan yang erat antara harga komoditi di pasar spot dan pasar futures. Perkembangan harga futures biasanya mengikuti harga di pasar spot sebagai harga yang

(12)

merepresentasikan harga domestik minnyak kelapa, begitu juga dengan harga ekspornya.

Uraian akan pentingnya peran dan beberapa masalah yang terkait minyak kelapa membuat komoditi ini menarik untuk dianalisa baik dari sisi daya saing dan sisi perkembangan harga ekspor yang berfluktuasi tersebut. Hal tersebut yang menjadi dasar penelitian ini, yang secara lebih detail akan menjawab beberapa pertanyaan berikut:

1. Bagaimana volatilitas harga ekspor dan harga spot minyak kelapa di Indonesia?

2. Bagaimana perkembangan tren nilai ekspor minyak kelapa (Crude Coconut Oil dengan kode HS 151311 dan Other Coconut Oil and Its Fractions dengan kode HS 151319) di Negara Indonesia dan negara pesaingnya?

3. Bagaimana posisi daya saing minyak kelapa (Crude Coconut Oil dengan kode HS 151311 dan Other Coconut Oil and Its Fractionsdengan kode HS 151319) di Negara Indonesia dan negara pesaingnya?

4. Bagaimana hubungan antara daya saing minyak kelapa dan volatilitas harga ekspor minyak kelapa Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk beberapa hal, yaitu:

1. Mengetahui fluktuasi harga ekspor dan harga spot minyak kelapa di Indonesia dengan mengetahui volatilitasnya

2. Mengetahui perkembangan nilai ekspor minyak kelapa (Crude Coconut Oil dengan kode HS 151311 dan Other Coconut Oil and Its Fractions dengan kode HS 151319) di Negara Indonesia dan negara pesaingnya

3. Mengetahui posisi daya saing minyak kelapa(Crude Coconut Oil dengan kode HS 151311 dan Other Coconut Oil and Its Fractionsdengan kode HS 151319) di Negara Indonesia dan negara pesaingnya

4. Mengetahui hubungan antara daya saing minyak kelapa dan volatilitas harga ekspor minyak kelapa Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis, selain penelitian ini digunakan untuk memenuhi syarat mendapatkan predikat Master of Science di Program Studi Ekonomi Pertanian, Program Pascasarjana Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, penelitian ini juga untuk mengembangkan, mengimplementasikan, dan

(13)

menambah pengetahuan dari ilmu yang sudah dipelajari selama menempuh studi.

2. Bagi pembaca, penelitian ini sebagai informasi untuk menambah pengetahuan tentang perdagangan internasional minyak kelapa, selain itu juga sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya baik dari segi pandangan maupun pengetahuan yang berhubungan dengan penelitian ini.

3. Bagi pemerintah, Memberikan solusi alternatif bagi stakeholder terkait dengan potensi produk minyak kelapa Indonesia sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan untuk lebih mengembangkan agribisnis kelapa di Indonesia.

1.5 Keaslian Penelitian

Penelitian tentang daya saing minyak kelapa telah dilakukan oleh beberapa peneliti, namun penelitian mengenai daya saing minyak kelapa dengan tahun penelitian 2001-2014 masih belum pernah diteliti. Analaisis daya saing minyak kelapa dilihat dari aspek keunggulan komparatifnya dengan dibandingkan dengan negara-negara yang juga menjadi pengekspor minyak kelapa terbesar di dunia.

Cakupan dalam penelitian ini tidak hanya berfokus pada daya saing, namun terkait harga yang mempengaruhi daya saing minyak kelapa. Harga ekspor minyak kelapa di Indonesia bila dilihat dari tahun 2007-2014 cukup berluktuatif. Harga yang fluktuatif tersebut memicu volatilitas harga minyak kelapa. Sehingga pada penelitian ini juga dibahas mengenai bagaimana fluktuasi dan volatilitas harga minyak kelapa di Indonesia. Volatilitas harga minyak kelapa belum pernah diteliti sebelumnya. Oleh karena itu penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan yang berkaitan dengan implementasi kebijakan perdagangan minyak kelapa di Indonesia.

Gambar

Tabel 1.1. Nilai Ekspor Impor Pertanian Indonesia Menurut Subsektor Tahun 2009- 2009-2013  No  Sub Sektor  2010  2011  2012  2013  1
Tabel 1.2. Neraca Nilai Perdagangan Subsektor Perkebunan Indonesia 2010-2013
Gambar  1.1.  Kontribusi  Produksi  Kelapa  Beberapa  Negara  di  Dunia  Tahun  2008–2012
Tabel 1.3 Konsumsi Minyak Kelapa Dunia Tahun 2012-2016
+4

Referensi

Dokumen terkait

Peran perpustakaan sebagai penyedia ruang (space) yang nyaman, dengan berbagai fasilitas yang diperlukan, seperti akses internet, layar LCD, printer, dan scanner akan

Nomor SNI Judul SNI Tgl Penetapan No... Nomor SNI Judul SNI Tgl

Untuk itu guna mengantisipasi akan adanya kegagalan proses maka PT.XYZ menerapkan Quality management System ISO/TS 16949 dengan tools yang digunakan seperti FMEA (

kepada difabel tunanetra, hampir sama dengan pendampingan kepada manusia pada umumnya. Perbedaannya hanya terletak pada keterbatasan fungsi penglihatan pada difabel

Sesuai dengan fokus masalah yang akan diteliti yaitu bagaimana erotisme ditampilkan dalam lirik lagu “Cinta Satu Malam”, “Mojok di Malam Jumat”, dan “Aw Aw”

Sehati Gas dalam hal pengarsipan dan pencatatan penjualan dan produksi tabung.Sistem pengarsipan dan pencatatan sebelumnya menggunakan sistem manual sehingga

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan yaitu data analog gelombang otak dapat digunakan sebagai perintah untuk menghidupkan atau

dengan menggunakan Unity 3D ini tidak hanya mudah dalam menggunakan atau mengerjakan suatu pekerjaaan, tetapi aplikasi Unity 3D ini juga dapat bekerja dengan aplikasi lainnya