• Tidak ada hasil yang ditemukan

Geologi Indonesia-Kalimantan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Geologi Indonesia-Kalimantan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Geologi Indonesia Kalimantan, Sejarah, Potensi

Geologi Indonesia Kalimantan, Sejarah, Potensi

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

I.1 Latar Belakang

Interaksi antara dua buah lempeng merupakan pengaruh dari konsep konveksi mantel yang terjadi di Interaksi antara dua buah lempeng merupakan pengaruh dari konsep konveksi mantel yang terjadi di dalam perut bumi. Lapisan astenosfer yang bersifat plastis memperoleh panas yang dari mantel bumi sehingga dalam perut bumi. Lapisan astenosfer yang bersifat plastis memperoleh panas yang dari mantel bumi sehingga mampu menjadi roda penggerak lapisan litosfer yang berada tepat diatasnya, inilah yang menjadi dasar lahirnya mampu menjadi roda penggerak lapisan litosfer yang berada tepat diatasnya, inilah yang menjadi dasar lahirnya konsep tektonik lempeng. Pada dasarnya interaksi antar lempeng dapat berupa tiga macam bentuk interaksi, konsep tektonik lempeng. Pada dasarnya interaksi antar lempeng dapat berupa tiga macam bentuk interaksi, yakni : Interaksi Konvergen, Divergen dan Strike Slip (Berpapasan).

yakni : Interaksi Konvergen, Divergen dan Strike Slip (Berpapasan).

Pulau Kalimantan merupakan hasil dari salah satu bentuk interaksi tersebut. Pulau Kalimantan berada Pulau Kalimantan merupakan hasil dari salah satu bentuk interaksi tersebut. Pulau Kalimantan berada dibagian tenggara dari lempeng Eurasia. Pada bagian utara dibatasi oleh cekungan marginal Laut China Selatan, dibagian tenggara dari lempeng Eurasia. Pada bagian utara dibatasi oleh cekungan marginal Laut China Selatan, di bagian timur oleh selat Makassar dan di bagian selatan oleh Laut Ja

di bagian timur oleh selat Makassar dan di bagian selatan oleh Laut Jawa.wa. Studi zona konvergen sangat berguna untuk

Studi zona konvergen sangat berguna untuk menjelaskan gejala tektonik yang terjadi pada menjelaskan gejala tektonik yang terjadi pada suatu daerahsuatu daerah dengan mengamati bentukan-bentukan struktur (deformasi) yang terjadi pada daerah tersebut. Selain itu pula, dengan mengamati bentukan-bentukan struktur (deformasi) yang terjadi pada daerah tersebut. Selain itu pula, studi zona konvergen dapat digunakan untuk menganalisa kemungkinan potensi cebakan mineral ekonomis dan studi zona konvergen dapat digunakan untuk menganalisa kemungkinan potensi cebakan mineral ekonomis dan  potensi bencana yang mungkin terjadi pada

 potensi bencana yang mungkin terjadi pada suatu daerah.suatu daerah.

I.2 Maksud dan Tujuan I.2 Maksud dan Tujuan

Penulisan makalah ini dilakukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Geologi Indonesia (GL-3721) di Penulisan makalah ini dilakukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Geologi Indonesia (GL-3721) di Departemen Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung.

Departemen Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung.

Makalah ini di susun agar penulis dan pembaca lebih memahami materi konsep Geologi Pulau Makalah ini di susun agar penulis dan pembaca lebih memahami materi konsep Geologi Pulau Kalimantan, sejarah terbentuknya dan lainnya.

Kalimantan, sejarah terbentuknya dan lainnya. I.3 Metoda Penulisan

I.3 Metoda Penulisan

Penulisan makalah dilakukan melalui studi literatur, yang secara sistematik di sajikan dalam 4 Bab Penulisan makalah dilakukan melalui studi literatur, yang secara sistematik di sajikan dalam 4 Bab  pembahasan , antara lain :

 pembahasan , antara lain :

BAB I Pendahuluan, membahas latar belakang pembuatan makalah, maksud dan tujuan penulisan, dan metoda BAB I Pendahuluan, membahas latar belakang pembuatan makalah, maksud dan tujuan penulisan, dan metoda  penulisan.

 penulisan.

BAB II Geologi Pulau Kalimantan, membahas tatanan geologi dari Pulau Kalimantan baik dari segi tektonik BAB II Geologi Pulau Kalimantan, membahas tatanan geologi dari Pulau Kalimantan baik dari segi tektonik maupun stratigrafi

maupun stratigrafi

BAB III Kesimpulan, membahas tentang inti sari dari makalah ini BAB III Kesimpulan, membahas tentang inti sari dari makalah ini BAB IV Daftar Pustaka

BAB IV Daftar Pustaka 1.4

1.4 Lingkup PembahasanLingkup Pembahasan

Pembahasan makalah ini di batasi hanya mencakup pembahasan interaksi lempeng konvergen dan Pembahasan makalah ini di batasi hanya mencakup pembahasan interaksi lempeng konvergen dan  penerapan konsep konvergen pada daerah

(2)

BAB II

GEOLOGI PULAU KALIMANTAN

PULAU KALIMANTAN

Pulau Kalimantan berada dibagian tenggara dari lempeng Eurasia. Pada bagian utara dibatasi oleh cekungan marginal Laut China Selatan, di bagian timur oleh selat Makassar dan di bagian selatan oleh Laut Jawa.

Gambar 1: Kerangka Tektonik Pulau Kalimantan (Bachtiar, 2006)

Bagian utara Kalimantan didominasi oleh komplek akresi Crocker-Rajang-Embaluh berumur Kapur dan Eosen-Miosen. Di bagian selatan komplek ini terbentuk Cekungan Melawi-Ketungai dan Cekungan Kutai selama Eosen Akhir, dan dipisahkan oleh zona ofiolit-melange Lupar-Lubok Antu dan Boyan.

Di bagian selatan pulau Kalimantan terdapat Schwanner Mountain berumur Kapur Awal-Akhir berupa  batolit granit dan granodiorit yang menerobos batuan metamorf regional derajat rendah. Tinggian Meratus di  bagian tenggara Kalimantan yang membatasi Cekungan Barito dengan Cekungan Asem-asem. Tinggian Meratus merupakan sekuens ofiolit dan busur volkanik Kapur Awal. Cekungan Barito dan Cekungan Kutai dibatasi oleh Adang flexure.

a. Tatanan Tektonik   Basement pre-Eosen

agian baratdaya Kalimantan tersusun atas kerak yang stabil (Kapur Awal) sebagai bagian dari Lempeng Asia Tenggara meliputi baratdaya Kalimantan, Laut Jawa bagian barat, Sumatra, dan semenanjung Malaysia. Wilayah ini dikenal sebagai Sundaland. Ofiolit dan sediment dari busur kepulauan dan fasies laut dalam ditemukan di Pegunungan Meratus, yang diperkirakan berasal dari subduksi Mesozoikum. Di wilayah antara Sarawak dan Kalimantan terdapat sediment laut dalam berumur Kapur-Oligosen (Kelompok Rajang), ofiolit di

(3)

(Lupar line, Gambar 4; Tatau-Mersing line, Gambar 5 dan 6; Boyan mélange antara Cekungan Ketungai dan Melawi), dan unit lainnya yang menunjukkan adanya kompleks subduksi. Peter dan Supriatna (1989) menyatakan bahwa terdapat intrusive besar bersifat granitik berumur Trias diantara Cekungan Mandai dan Cekungan Kutai atas, memiliki kontak tektonik dengan formasi berumur Jura-Kapur.

Gambar 2: NW –  SE Cross section Schematic reconstruction (A) Late Cretaceous, and (B) Eocene (Pertamina BPPKA, 1997, op cit., Bachtiar, 2006).

 Permulaan Cekungan Eosen

Banyak penulis memperkirakan bahwa keberadaan zona subduksi ke arah tenggara di bawah baratlaut Kalimantan (Gambar 2 dan 3) pada periode Kapur dan Tersier awal dapat menjelaskan kehadiran ofiolit, mélanges, broken formations, dan struktur tektonik Kelompok Rajang di Serawak (Gambar 4), Formasi Crocker di bagian barat Sabah, dan Kelompok Embaluh. Batas sebelah timur Sundaland selama Eosen yaitu wilayah Sulawesi, yang merupakan batas konvergensi pada Tersier dan kebanyakan sistem akresi terbentuk sejak Eosen.

(4)

Gambar 3: Paleocene –  Middle Eocene SE Asia tectonic reconstruction. SCS = South China Sea, LS = Lupar Subduction, MS = Meratus Subduction,

WSUL = West Sulawesi, I-AU = India Australia Plate, PA = Pacific plate (Pertamina BPKKA, 1997, op cit., Bachtiar, 2006)

Gambar 4: Cross section reconstruction of North Kalimantan that show Lupar subduction in Eocene (Hutchison, 1989, op cit., Bachtiar 2006))

Mulainya collision antara India dan Asia pada Eosen tengah (50 Ma) dan mempengaruhi  perkembangan dan penyesuaian lempeng Asia. Adanya subsidence pada Eosen dan sedimentasi di Kalimantan dan wilayah sekitarnya merupakan fenomena regional dan kemungkinan dihasilkan dari penyesuaian lempeng, sebagai akibat pembukaan bagian back-arc Laut Celebes.

 Tektonisme Oligosen

Tektonisme pada pertengahan Oligosen di sebagian Asia tenggara, termasuk Kalimantan dan bagian utara lempeng benua Australia, diperkirakan sebagaireadjusement  dari lempeng pada Oligosen. Di pulau New Guinea, pertengahan Oligosen ditandai oleh ketidakselarasan (Piagram et al., 1990 op cit., Van de Weerd dan Armin, 1992) yang dihubungkan dengan collision bagian utara lempeng Australia (New Guinea) dengan sejumlah komplek busur. New Guinea di ubah dari batas konvergen pasif menjadi oblique. Sistem sesar

(5)

strike-slip berarah barat-timur yang menyebabkan perpindahan fragmen benua Australia (Banggai Sula) ke bagian timur Indonesia berpegaruh pada kondisi lempeng pada pertengahan Oligosen.

Gambar 5: Late Oligocene –  Early Miocene SE Asia tectonic reconstruction.

SCS = South China Sea, LS = Lupar Subduction, MS = Mersing Subduction, WSUL = West Sulawesi, E SUL = East Sulawesi I-AU = India Australia plate, PA = P acific plate, INC = Indocina, RRF = Red

River Fault,

IND = India; AU = Australia, NG = New Guinea, NP = North Pa lawan, RB = Reed Bank, H = Hainan, SU = Sumba (Pertamina BPKKA, 1997, op cit., Bachtiar 2006)

Ketidakselarasan pada pertengahan Oligosen hadir di Laut China selatan (SCS) dan wilayah sekitarnya (Adams dan Haak, 1961; Holloway, 1982; Hinz dan Schluter, 1985; Ru dan Pigott, 1986; Letouzey dan Sage, 1988; op cit., Van de Weerd dan Armin, 1992). Ketidak selarasan ini dihubungkan dengan pemekaran lantai samudera di SCS. Subduksi pada baratlaut Kalimantan terhenti secara progresif dari baratdaya sampai timurlaut. Di bagian baratdaya, berhenti pada pertengahan Oligosen; di bagian timurlaut, berhenti pada akhir Miosen awal (Holloway, 1982, op cit., Van de Weerd dan Armin, 1992).

(6)

 (B) Middle Miocene - Recent (Pertamina BPPKA, 1997, op cit., Bachtiar, 2006).

Gambar 7: Middle Miocene –  Recent SE Asia tectonic reconstruction (Pertamina BPKKA, 1997, op cit., Bachtiar, 2006)

 Tektonisme Miosen

Di wilayah sekitar SCS pada Miosen awal-tengah terjadi perubahan yang Sangat penting. Pemekaran lantai samudera di SCS berhenti, sebagai subduksi di Sabah dan Palawan; mulai terjadinya pembukaan Laut Sulu (silver et al., 1989; Nichols, 1990; op cit., Van de Weerd dan Armin, 1992); dan obduksi ofiolit di Sabah (Clennell, 1990, op cit., Van de Weerd dan Armin, 1992). Membukanya cekungan marginal Laut Andaman terjadi pada sebagian awal Miosen tengah (Harland et al., 1989. op cit., Van de Weerd dan Armin, 1992).

(7)

Gambar 8: Elemen Tektonik Pulau Kalimantan pada Miosen tengah. Nuay, 1985, op cit., Oh, 1987.)

b. Tatanan Stratigrafi

Dalam pembahasan stratigrafi, akan dibahas hubungan tektonik dan pengendapan cekungan dari 2 (dua) cekungan yaitu Cekungan Barito dan Cekungan Kutai.

 Cekungan Barito Tektonik

Secara tektonik Cekungan Barito terletak pada batas bagian tenggara dari Schwanner Shield , Kalimantan Selatan. Cekungan ini dibatasi oleh Tinggian Meratus pada bagian Timur dan pada bagian Utara terpisah dengan Cekungan Kutaioleh pelenturan berupa Sesar Adang, ke Selatan masih membuka ke Laut Jawa, dan ke Barat dibatasi oleh Paparan Sunda.

Cekungan Barito merupakan cekungan asimetrik, memiliki cekungan depan ( foredeep) pada bagian  paling Timur dan berupa platformpada bagian Barat. Cekungan Barito mulai terbentuk pada Kapur Akhir, setelah tumbukan (collision) antaramicrocontinent Paternoster dan Baratdaya Kalimantan (Metcalfe, 1996; Satyana, 1996).

Pada Tersier Awal terjadi deformasi ekstensional sebagai dampak dari tektonik konvergen, dan menghasilkan pola riftingBaratlaut  –   Tenggara. Rifting ini kemudian menjadi tempat pengendapan sedimenlacustrinedan kipas aluvial (alluvial fan) dari Formasi Tanjung bagian bawah yang berasal dari wilayahhorst   dan mengisi bagian graben, kemudian diikuti oleh pengendapan Formasi Tanjung bagian atas dalam hubungan transgresi.

Pada Awal Oligosen terjadi proses pengangkatan yang diikuti oleh pengendapan Formasi Berai bagian Bawah yang menutupi Formasi Tanjung bagian atas secara selaras dalam hubungan regresi. Pada Miosen Awal dikuti oleh pengendapan satuan batugamping masif Formasi Berai.

Selama Miosen tengah terjadi proses pengangkatan kompleks Meratus yang mengakibatkan terjadinya siklus regresi bersamaan dengan diendapkannya Formasi Warukin bagian bawah, dan pada beberapa tempat menunjukkan adanya gejala ketidakselarasan lokal (hiatus) antara Formasi Warukin bagian atas dan Formasi Warukin bagian bawah.

(8)

Pengangkatan ini berlanjut hingga Akhir Mio sen Tengah yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya ketidakselarasan regional antara Formasi Warukin atas dengan Formasi Dahor yang berumur Miosen Atas  –   pliosen.

Tektonik terakhir terjadi pada kala Plio-Pliestosen, seluruh wilayah terangkat, terlipat, dan terpatahkan. Sumbu struktur sejajar dengan Tinggian Meratus. Sesar-sesar naik terbentuk dengan kemiringan ke arah Timur, mematahkan batuan-batuan tersier, terutama daerah-daerah Tinggian Meratus.

Stratigrafi

Urutan stratigrafi Cekungan Barito dari tua ke muda adalah :  Formasi Tanjung (Eosen –  Oligosen Awal)

Formasi ini disusun oleh batupasir, konglomerat, batulempung, batubara, dan basalt. Formasi ini diendapkan pada lingkungan litoral neritik.

 Formasi Berai (Oligosen Akhir –  Miosen Awal)

Formasi Berai disusun oleh batugamping berselingan dengan batulempung / serpih di bagian bawah, di  bagian tengah terdiri dari batugamping masif dan pada bagian atas kembali berulang menjadi perselingan  batugamping, serpih, dan batupasir. Formasi ini diendapkan dalam lingkungan lagoon-neritik tengah dan menutupi secara selaras Formasi Tanjung yang terletak di bagian bawahnya. Kedua Formasi Berai, dan Tanjung memiliki ketebalan 1100 m pada dekat Tanjung.

 Formasi Warukin (Miosen Bawah –  Miosen Tengah)

Formasi Warukin diendapkan di atas Formasi Berai dan ditutupi secara tidak selaras oleh Formasi Dahor. Sebagian besar sudah tersingkap, terutama sepanjang bagian barat Tinggian Meratus, malahan di daerah Tanjung dan Kambitin telah tererosi. Hanya di sebelah selatan Tanjung yang masih dibawah permukaan.

Formasi ini terbagi atas dua anggota, yaitu Warukin bagian bawah (anggota klastik), dan Warukin bagian atas (anggota batubara). Kedua anggota tersebut dibedakan berdasarkan susunan litologinya.

Warukin bagian bawah (anggota klastik) berupa perselingan antara napal atau lempung gampingan dengan sisipan tipis batupasir, dan batugamping tipis di bagian bawah, sedangkan dibagian atas merupakan selang-seling batupasir, lempung, dan batubara. Batubaranya mempunyai ketebalan tidak lebih dari 5 m., sedangkan  batupasir bias mencapai ketebalan lebih dari 30 m.

Warukin bagian atas (anggota batubara) dengan ketebalan maksimum ± 500 meter, berupa perselingan  batupasir, dan batulempung dengan sisipan batubara. Tebal lapisan batubara mencapai lebih dari 40 m., sedangkan batupasir tidak begitu tebal, biasanya mengandung air tawar. Formasi Warukin diendapkan pada lingkungan neritik dalam (innerneritik) –  deltaik dan menunjukkan fasa regresi.

 Formasi Dahor (Miosen Atas –  Pliosen)

Formasi ini terdiri atas perselingan antara batupasir, batubara, konglomerat, dan serpih yang diendapkan dalam lingkungan litoral –  supra litoral.

 Cekungan Kutai Tektonik

Cekungan Kutai di sebelah utara berbatasan dengan Bengalon dan Zona Sesar Sangkulirang, di selatan  berbatasan dengan Zona Sesar Adang, di barat dengan sedimen-sedimen Paleogen dan metasedimen Kapur yang

terdeformasi kuat dan terangkat dan membentuk daerah Kalimantan Tengah, sedangkan di bagian timur terbuka dan terhubung denganlaut dalam dari Cekungan Makassar bagian Utara.

(9)

Gambar 9: Elemen Struktur bagian timur Cekungan Kutai. (Beicip, 1992, op.cit. Allen dan Chambers, 1998. )

Cekungan Kutai dapat dibagi menjadi fase pengendapan transgresif Paleogen dan pengendapan regresif Neogen. Fase Paleogen dimulai dengan ekstensi pada tektonik dan pengisian cekungan selama Eosen dan memuncak pada fase longsoran tarikan post-rift   dengan diendapkannya serpih laut dangkal dan karbonat selama Oligosen akhir. Fase Neogen dimulai sejak Miosen Bawah sampai sekarang, menghasilkan progradasi delta dari Cekungan Kutai sampai lapisan Paleogen. Pada Miosen Tengah dan lapisan yang lebih muda di  bagian pantai dan sekitarnya berupa sedimen klastik regresif yang mengalami progradasi ke bagian timur dari

Delta Mahakam secara progresif lebih muda menjauhi timur. Sedimen-sedimen yang mengisi Cekungan Kutai  banyak terdeformasi oleh lipatan-lipatan yang subparalel dengan pantai. Intensitas perlipatan semakin  berkurang ke arah timur, sedangkan lipatan di daerah dataran pantai dan lepas pantai terjal, antiklin yang sempit

dipisahkan oleh sinklin yang datar. Kemiringan cenderung meningkat sesuai umur lapisan pada antiklin. Lipatan-lipatan terbentuk bersamaan dengan sedimentasi berumur Neogen. Banyak lipatan-lipatan yang asimetris terpotong oleh sesar-sesar naik yang kecil, secara umum berarah timur, tetapi secara lokal berarah  barat.

(10)

Gambar 10: Cekungan Kutai dari Oligosen akhir –  sekarang. (Beicip, 1992, op.cit. Allen dan Chambers, 1998.)

Stratigrafi

Pada Kala Oligosen (Tersier awal) Cekungan Kutai mulai turun dan terakumulasi sediment-sediment laut dangkal khususnya mudstone, batupasir sedang dari Formasi serpih Bogan dan Formasi Pamaluan. Pada awal Miosen, pengangkatan benua ( Dataran Tinggi Kucing) ke arah barat dari tunjaman menghasilkan banyak sedimen yang mengisi Cekungan Kutai pada formasi delta-delta sungai, salah satunya di kawasan Sangatta. Ciri khas sedimen-sedimen delta terakumulasi pada Formasi Pulau Balang, khususnya sedimen dataran delta bagian  bawah dan sedimen batas laut, diikuti lapisan-lapisan dari Formasi Balikpapan yang terdiri atas mudstone,  bataulanau, dan batupasir dari lingkungan pengendapan sungai yang banyak didominasi substansi gambut delta  plain bagian atas yang kemudian membentuk lapisan-lapisan batubara pada endapan di bagian barat kawasan

Pinang.Subsidenceyang berlangsung terus pada waktu itu kemungkinan tidak seragam dan meyebabkan terbentuknya sesar-sesar pada sedimen-sedimen. Pengendapan pada Formasi Balikpapan dilanjutkan dengan akumulasi lapisan-lapisan Kampung Baru pada kala Pliosen. Selama Kala Pliosen, serpih dari serpih Bogan dan Formasi Pamaluan yang sekarang terendapkan sampai kedalaman 2000 meter, menjadi kelebihan tekanan dan tidak stabil, menghasilkan pergerakan diapir dari serpih ini melewati sedimen-sedimen diatasnya menghasilkan struktur antiklin-antiklin rapat yang dipisahkan oleh sinklin lebih datar melewati Cekugan Kutai dan pada kawasan Pinang terbentuk struktur Kerucut Pinang dan Sinklin Lembak.

(11)

Gambar 11: Stratigrafi Cekungan Barito, Cekungan Kutai, dan Cekungan Tarakan. (Courtney, et al., 1991, op cit., Bachtiar, 2006).

BAHAN GALIAN

Saat ini terdapat 15 (lima belas) daftar mineral potensial yang terdapat di Kalimantan Tengah, mineral-mineral tersebut adalah :

1. Emas 2. Batubara 3. Gambut 4. Intan 5. Kaolin 6. Pasir Kuarsa 7. Fosfat 8. Batu gamping

(12)

9. Kristal Kuarsa

10. Batuan Beku / Batu belah 11. Besi

12. Timah Hitam 13. Tembaga 14. Air Raksa 15. Zircon

Beberapa yang sudah produksi seperti batubara, emas, intan, batu lempung, batu gamping, pasir kuarsa, kristal kuarsa dan zircon. Sedangkan mineral-mineral lain sedang berada dalam proses survey dari tahap pengamatan lapangan sampai eksplorasi detail, karena itu data-data sumberdaya mineral tersebut cukup akurat karena  berdasarkan tahapan survey.

1. Potensi Emas

Kalimantan Tengah memiliki sejumlah endapan emas primer dan letakan (placer). Endapan letakan (placer)  banyak ditemukan di sungai, danau, rawa-rawa dan paleo chanel (gosong), sedangkan yang merupakan hasil

endapan hidrotermal yang secara genetic berasosiasi dengan intrusi batuan beku asam dan juga sering  berasosiasi dengan kuarsa dan sulfide (pirit, arseno pirit, tetrahidrit, kalkopirit dan sedikit pada galena dan

spalerit).

Endapan emas di Kalimantan Tengah dapat dijumpai di : - Kab.Kapuas : Kec.Kapuas Hulu, Kapuas Tengah dan Timpah

- Kab.Gunung Mas : Kec.Tewah, Kahayan Hulu Utara, Rungan, Manuhing, Sepang dan Kurun. - Kota Palangka Raya : Sungai Takaras Kec.Bukit Batu.

- Kab.Murung Raya : Kec.Sumber Barito, Permata Intan dan Tanah Siang - Kab.Barito Timur : Kec.Dusun Tengah.

- Kab.Seruyan : Kec.Seruyan Hulu, Kec.Seruyan Tengah.

(13)

2. Potensi Batubara

Batubara yang menyusun suatu formasi/lapisan batubara pada awalnya berupa gambut atau akumulasi bahan serupa yang kemudian mengalami pembusukan, melalui proses kompaksi dan panas dalam waktu yang sangat  panjang maka gambut akan berubah menjadi batubara.

Batubara di Indonesia banyak digunakan untuk bahan bakar, industri semen, PLTU dan dalam jumlah kecil dalam peleburan timah dan nikel.

Batubara di Kalimantan Tengah sudah mulai ditambang sejak awal abad 19 tambang batubara didekat Muara Teweh sudah ditambang sejak tahun 1910 dan mampu menghasilkan sekitar 7.000 ton pertahun saat itu.

Produksi berkurang sejak Perang Dunia ke II dan kemudian berhenti total sekitar tahun 1960.

Survey penyelidikan batubara di Kalimantan Tengah telah dilakukan sejak tahun 1975 oleh beberapa institusi  baik pemerintah maupun perusahaan asing, salah satunya PT. BHP-Biliton yang telah memprediksikan bahwa

terdapat sekitar 400 juta ton batubara dengan nilai kalori >7.000 berkualitas baik (> 8.000 kal/gr) juga ditemukan di Kabupaten Barito Utara dan Murung Raya bagian utara.

Didaerah ini batubara banyak ditemukan di Muara Bakah, Bakanon, Sungai Montalat, Sungai Lahei, Sungai Maruwai dan sekitarnya. Beberapa lapisan batubara mempunyai ketebalan mencapai 1,5  –   7 meter dan mempunyai kualifikasi “Cooking Coal dengan kandungan sebagai berikut :

- Kandungan air : 8,74 –  15,53 % - Volatile Matter : 0,39 –  1,76 % - Karbon : 38,44 –  48,66 % - Sulfur : 0,35 –  0,46 %

- Nilai Kalori : 7.000 –  8.000 cal/gr. - CSN : 5 - 7

Lokasi lain yang juga memiliki potensi kandungan batubara dengan nilai kalori <6.000 kal/gr antara lain : - Kab.Gunung Mas : Kec.Tewah, Rungan, Kurun, Manuhing.

- Kotawaringin Timur : Kec.Mentaya Hulu, Mentaya Hilir dan Cempaga. - Kab.Katingan : Kec.Katingan Tengah, dan Tewang Sangalang garing. - Kab.Kotawaringin Barat : Pangkalan Banteng dan Kotawaringin Lama.

3. Potensi Gambut

Gambut adalah endapan organik yang mengandung sisa-sisa tumbuhan yang telah mengalami dekomposisi sebagian dan mengandung bahan lain seperti air dan bahan-bahan lain non organic biasanya berupa lempung dan lanau.

Gambut di Indonesia diperkirakan memiliki area lebih 20 juta hektar dan kebanyakan dalam bentuk dataran rendah dan rawa. Lebih dari 7 juta hektar berada sepanjang daerah barat, tengah dan selatan pantai pulau Kalimantan.

Survey tanah gambut telah banyak dilakukan secara intensif terutama untuk keperluan pertanian (agricultur). Penyelidikan yang dilakukan untuk tujuan pertanian biasanya hanya gambut yang mempunyai kedalaman 100 cm atau kurang. Gambut yang mempunyai kedalaman lebih dari 100 cm mempunyai potensi sebagai energi. Sumber energi gambut biasanya digunakan untuk tenaga pembangkit tapi dapat juga digunakan untuk bahan  baker dan memasak yang biasanya dalam bentuk briket.

(14)

Penyelidikan gambut untuk bahan baker telah dilakukan oleh Direktorat batubara dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral sejak tahun 1984 didaerah Bereng Bengkel, Palangka Raya dan Kanamit, Kuala Kapuas. Daerah Bereng Bengkel –  Kanamit mempunyai potensi yang cukup besar dengan rata-rata kedalaman gambut sekitar 2 meter, dan di Bereng Bengkel sendiri sekitar 20 hektar telah diselidiki secara detail dan telah dilakukan ujicoba produksi gambut bekerjasama dengan Finlandia.

Kualitas gambut Kalimantan Tengah adalah sebagai berikut : - Kandungan air : 6,11 –  18,70 %

- Abu : 0,66 –  6,72 % - Karbon : 21,03 –  37,66 % - Zat Terbang : 41,75 –  57,13 % - Nilai Kalori : 3.982 –  5.426 cal/gr

Daerah lain yang mempunyai potensi gambut di Kalimantan Tengah adalah : - Daerah antara Sampit dan Kota Besi.

- Daerah antara Sampit dan Pangkalan Bun - Daerah antara Palangka Raya dan Pulang Pisau.

4. Potensi Intan

Intan telah banyak ditambang dibanyak tempat di Pulau Kalimantan oleh penduduk sejak lama dan berkembang diberbagai tingkatan sampai sekarang. Intan dipotong dan dipoles/digosok di Martapura Kalimantan Selatan. Secara umum endapan utama intan berasosiasi dengan batuan ultrabasic khususnya batuan periodit, contohnya  batuan yang kita kenal sebagai Kimberlite-pipe di Afrika Selatan.

Saat ini penduduk local Kalimantan Tengah menambang endapan intan alluvial mempergunakan peralatan dan metode yang masih sederhana. Intan yang terdapat dalam endapan alluvial biasanya terdapat bersama sejumlah mineral seperti korundum, rutile, brookite, quartz, emas, platinum dan pirit.

Pasir hitam yang terbentuk dari pencucian residu (disebut puya) terdiri dari : Titano magnetite, kromit, garnet, spinel, hyacinth, topaz, dan ruby.

Penyelidikan terhadap endapan intan sudah dilakukan sejak dulu tetapi masih belum mendapatkan hasil berupa  penemuan endapan utamanya. Tetapi kesempatan bagi eksplorasi endapan utama dan alluvial masih ada dan

(15)

BAB III

KESIMPULAN

 Sejarah tektonik dari Pulau Kalimantan dimulai dari Eoses-Oligosen hingga miosen dimana pada kejadiannya terdapat berbagai evolusi tektonisme.

 Cekungan-cekungan sedimentasi di daerah Pulau Kalimantan cenderung memiliki kemampuan yang baik dalam mengahasilkan hidrokarbon, seperti Cekungan Kutai dan Cekungan Barito

 Pulau Kalimantan juga memiliki potensi bahan galian yang terbukti cukup bervariasi seperti emas, batubara, intan dan gambut

(16)

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Sumber:

Allen, G.P., dan Chambers,J.L.C.,1998, Sedimentation in the Modern and Miocen Mahakam Delta. IPA, hal. 156-165. Bachtiar, A., 2006, Slide Kuliah Geologi Indonesia, Prodi Teknik Geologi, FIKTM-ITB.

Oh,H.L., The Kutai Basin a Unique Structural History. Proceeding IPA 20th October  1987  Vol I p. 311-316.

Satyana, A.H., 2000, Kalimantan, An Outline of The Geology of Indonesia, Indonesian Association of Geologists, p.69-89.

Van de Weerd, A.A., dan Armin, Richard A., 1992, Origin and Evolution of the Tertiary Hydrocarbon-Bearing Basins in Kalimantan (Borneo), Indonesia, The American Association of Petroleum Geologists Bulletin v. 76, No. 11, p. 1778-1803.

Gambar

Gambar 1: Kerangka Tektonik Pulau Kalimantan (Bachtiar, 2006)
Gambar 2: NW  –   SE Cross section Schematic reconstruction (A) Late Cretaceous, and (B) Eocene (Pertamina BPPKA, 1997, op cit., Bachtiar, 2006).
Gambar 3: Paleocene  –   Middle Eocene SE Asia tectonic reconstruction.
Gambar 6: NW  –   SE cross section schematic reconstruction (A) Oligocene  –   Middle Miocene, and
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisa morfologi, litologi dan kedudukan batuan di daerah telitian maka daerah telitian dapat dibagi menjadi 5 (lima) Satuan geomorfologi, yaitu:

Stratigrafi daerah penelitian dibagi menjadi empat satuan batuan tidak resmi dengan urutan dari tua ke muda dan saling selaras, yaitu: Satuan Batulempung A, Satuan

Tepat waktu, berkaitan dengan fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman durian yang secara umum dibagi menjadi 3, yaitu pertumbuhan vegetatif dimulai dari saat akhir panen

- Pada saat alat menyala, secara otomatis akan dimulai proses pendeteksi pola tangan oleh user. - Alat ini dibagi menjadi 2 data, yaitu data latih dan data uji. - Data pada

Secara stratigrafi, pada daerah penelitian dapat dibagi menjadi tiga satuan batuan dari tua ke muda yaitu Satuan batulempung Balikpapan, merupakan satuan