• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TINJAUAN GEOLOGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III TINJAUAN GEOLOGI"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

TINJAUAN GEOLOGI

3.1 Daerah Penelitian

Daerah penelitian berada dalam Cekungan Kutai. Cekungan ini merupakan cekungan yang paling luas dan paling dalam di Indonesia bagian Barat yang memiliki cadangan minyak, batubara dan gas yang besar [2]. Cekungan Kutai terbentuk pada kala Eosen Tengah karena proses pemekaran yang diikuti oleh fase pelenturan dasar cekungan yang berakhir pada Oligosen Akhir. Peningkatan tekanan karena tumbukan lempeng mengakibatkan pengangkatan dasar cekungan ke arah Barat Laut yang menghasilkan siklus regresif utama sedimentasi klastik di Cekungan Kutai dan tidak terganggu sejak Oligosen Akhir hingga sekarang [3].

Pengangkatan dasar cekungan pada kala Miosen Tengah dimulai dari bagian Barat Cekungan Kutai yang bergerak secara progresif ke arah Timur sepanjang waktu dan bertindak sebagai pusat pengendapan. Selain itu, juga terjadi susut laut yang berlangsung terus menerus sampai Miosen Akhir. Bahan yang terendapkan berasal dari bagian Selatan, Barat dan Utara cekungan menyusun Formasi Warukin, Formasi Pulaubalang dan Formasi Balikpapan. Struktur utama di daerah kajian berupa antiklinorium yang dicirikan oleh antiklin asimetris yang berarah Utara – Timur Laut yang dipisahkan oleh sinklin lebar yang berisi siliklastik berumur Miosen di mana jejak sumbunya mencapai 20-50 km sepanjang jurus berbentuk lurus hingga melengkung. Struktur antiklinorium berubah secara gradual dari Timur ke Barat hingga tanpa pengangkatan sampai pada lipatan kompleks/jalur sesar naik dengan pengangkatan dan erosi di bagian Barat [39].

Sedimen Tersier sangat tebal yang diendapkan di Cekungan Kutai bagian Timur dengan fasies pengendapan yang berbeda dan memperlihatkan siklus genang-susut laut. Urutan transgresif dijumpai di sepanjang daerah tepi cekungan berupa lapisan klastik yang berbutir kasar, juga di pantai hingga laut dangkal. Pengendapan pada lingkungan laut terus berlangsung hingga Oligosen dan menandakan perioda genang laut maksimum. Secara umum ditemukan lapisan turbidit berselingan dengan serpih laut dalam sedangkan batugamping terumbu ditemukan secara lokal dalam Formasi Antan. Sedangkan urutan regresif di Cekungan Kutai mencakup lapisan klastik delta hingga paralik yang banyak mengandung lapisan-lapisan batubara dan lignit. Siklus delta berumur Miosen Tengah

(2)

berkembang secara cepat ke arah Timur dan Tenggara. Progradasi ke arah Timur dan tumbuhnya delta berlangsung terus menerus sepanjang waktu diselingi oleh tahapan-tahapan genang laut secara lokal [3].

Pengamatan singkapan batubara dilakukan pada formasi pembawa batubara, seperti Formasi Pulaubalang, Formasi Balikpapan dan Formasi Kampungbaru [40]. Cekungan Kutai merupakan salah satu dari cekungan terbesar di Indonesia dan juga memiliki kandungan hidrokarbon yang sangat besar. Formasi Balikpapan pada Cekungan Kutai merupakan salah satu formasi yang memiliki reservoar-reservoar prospek terdapat cadangan hidrokarbon [4]. Berikut peta geologi Cekungan Kutai, Kalimantan Timur dapat dilihat pada Gambar 3.1.

(3)

3.2 Geologi Regional Daerah Penelitian

Kalimantan merupakan daerah yang memiliki tektonik yang kompleks. Adanya interaksi konvergen atau kolisi antara 3 lempeng utama, yakni lempeng Indo-Australia, Lempeng Pasifik dan Lempeng Asia membentuk daerah Timur Kalimantan. Evolusi tektonik dari Asia Tenggara dan sebagian Kalimantan yang aktif menjadi bahan perbincangan ahli-ahli ilmu kebumian. Pada zaman Kapur Bawah, bagian dari continental passive margin di daerah Barat Daya Kalimantan, terbentuk sebagai bagian dari lempeng Asia Tenggara yang dikenal sebagai Paparan Sunda. Pada zaman Tersier, terjadi peristiwa interaksi konvergen yang menghasilkan beberapa formasi akresi di daerah Kalimantan. Selama zaman Eosen, daerah Sulawesi berada di bagian Timur kontinen dataran Sunda. Pada pertengahan Eosen, terjadi interaksi konvergen ataupun kolisi antara lempeng utama, yaitu lempeng India dan lempeng Asia yang memengaruhi semakin terbukanya busur belakang samudra, Laut Sulawesi dan Selat Malaka. Pada zaman Pra-Tersier, pulau Kalimantan merupakan salah satu pusat pengendapan, yang kemudian pada awal Tersier terpisah menjadi 6 cekungan sebagai berikut: Cekungan Barito yang berada di Kalimantan Selatan, Cekungan Kutai yang berada di Kalimantan Timur, Cekungan Tarakan yang berada di Timur Laut Kalimantan, Cekungan Sabah yang berada di Utara Kalimantan, Cekungan Sarawak yang berada di Barat Laut Kalimantan, Cekungan Melawai dan Ketungau yang berada di Kalimantan Tengah. Berikut peta geologi lembar Balikpapan dapat dilihat pada Gambar 3.2.

(4)
(5)

3.3 Litologi dan Stratigrafi Daerah Penelitian

Endapan Paleozoikum dan Mesozoikum Kalimantan, diawetkan di daerah kraton, dimetamorfosis dan dilipat selama orogenies pra-Tersier. Sedimen Tersier dan Pleistosen diendapkan di daerah cekungan bergabung dengan pusat Kalimantan. Sedimentasi Tersier terjadi di bawah benua, daerah transisi dan kondisi laut terbuka [39]. Sejarah pengendapan cekungan Kalimantan Timur selama Tersier secara luas adalah salah satu subsiden, dengan pembentukan kondisi laut dalam, diikuti dengan pengisian cekungan di bawah kondisi laut yang lebih dangkal (Gambar 3.3).

Suksesi stratigrafi Tersier dalam cekungan dimulai dengan pengendapan sedimen aluvial Paleosen dari Formasi Kiham Haloq di cekungan dalam, dekat dengan perbatasan barat. Cekungan mereda selama Paleosen Akhir – Eosen Tengah ke Oligosen, karena rifting basement dan menjadi tempat pengendapan serpihan Mangkupa di lingkungan laut terbuka. Beberapa silisiklastik kasar, Beriun Sands, secara lokal dikaitkan dengan urutan serpih, menunjukkan gangguan penurunan muka air dengan peningkatan. Cekungan mereda dengan cepat setelah pengendapan Pasir Beriun, sebagian besar melalui mekanisme cekungan kendur, menghasilkan pengendapan serpih laut Formasi Atan dan karbonat dari Formasi Kedango [39].

(6)

Gambar 3.3 Skema stratigrafi Cekungan Kutai [39]

Tatanan stratigrafi lembar Balikpapan yang diurutkan dari muda ke tua adalah sebagai berikut [40]:

1. Aluvial (Qa): kerakal, kerikil, pasir, lempung dan lumpur. Merupakan endapan rawa, sungai, delta dan pantai. Tersebar di sepanjang Pantai Timur Tanah Grogot, Teluk Adang dan Teluk Balikpapan.

2. Formasi Kampungbaru (Tpkb): batulempung pasiran, pasir kuarsa, batulanau, sisipan batubara, napal, batugamping dan lignit. Tebal sisipan batubara dan lignit kurang dari 3 meter. Bagian bawah ditandai oleh lapisan batubara. Berumur Miosen Akhir sampai Pliosen, diendapkan pada lingkungan delta dan

(7)

laut dangkal. Tebal formasi ini 700-800 meter dan terletak tidak selaras di atas Formasi Balikpapan.

3. Formasi Balikpapan (Tmbp): perselingan batupasir kuarsa, batulempung lanauan dan serpih dengan sisipan napal, batugamping dan batubara. Berumur Miosen Tengah bagian atas. Lingkungan pengendapan pada daerah litoral-laut dangkal dengan ketebalan 800 meter.

4. Formasi Pulaubalang (Tmpb): perselingan batupasir kuarsa, batupasir dan batulempung dengan sisipan batubara. Berumur Miosen Tengah dan terendapkan pada lingkungan sublitoral dangkal. Tebal formasi ini sekitar 900 meter. Formasi Pulaubalang menindih selaras Formasi Pamaluan dan ditindih secara selaras Formasi Balikpapan.

5. Formasi Warukin (Tmw): perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan batubara. Terendapkan di lingkungan delta. Umur diduga berkisar antara Miosen Tengah-Miosen Akhir. Tebal formasi antara 300-500 meter. Formasi Warukin menindih selaras formasi Berai.

6. Formasi Bebulu (Tmbl): batugamping dengan sisipan batulempung lanauan dan sedikit napal. Berumur Miosen Awal dan terendapkan di lingkungan laut dangkal. Ketebalannya mencapai 1900 meter. Formasi ini menindih selaras Formasi Pamaluan.

7. Formasi Pamaluan (Tomp): batulempung dan serpih dengan sisipan napal, batupasir dan batugamping. Berumur Oligosen Akhir-Miosen Tengah. Satuan ini terendapkan di lingkungan laut dalam dengan ketebalan antara 1500-2500 meter.

8. Formasi Berai (Tomb): batugamping, napal dan serpih. Napal dan serpih menempati bagian bawah formasi, sedangkan bagian tengah dan atas dikuasai oleh batugamping. Berumur Oligosen sampai Miosen Awal dan terendapkan di lingkungan neritik. Tebal formasi sekitar 1100 meter.

9. Formasi Tuyu (Toty): perselingan batupasir, greywacke, serpih dan batulempung. Berumur Oligosen Akhir dengan lingkungan pengendapan pada laut dalam. Formasi ini menindih selaras formasi Telakai.

10. Formasi Telakai (Tetk): batulempung, batupasir lempungan dan serpih dengan sisipan batugamping dan napal. Berumur Eosen Akhir dan terendapkan di

(8)

lingkungan lebih dalam daripada sedimen Formasi Kuaro. Tebal formasi 1700 meter dan menindih selaras Formasi Kuaro.

11. Formasi Kuaro (Tek): batupasir dan konglomerat dengan sisipan batubara, napal, batugamping dan serpih lempungan. Berumur Eosen Awal dan terendapkan di lingkungan paralik sampai laut dangkal. Ketebalan formasi sekitar 700 meter dan menindih tak selaras Formasi Pintap.

12. Formasi Tanjung (Tet): perselingan batupasir, batulempung, konglomerat, batugamping dan napal dengan sisipan tipis batubara. Batupasir dan batugamping menunjukkan struktur perlapisan bersusun dan cross bedding. Berumur Eosen Akhir dan terendapkan di lingkungan paralik sampai neritik. Tebal formasi diperkirakan sekitar 1000-1500 meter. Formasi ini tertindih tak selaras Formasi Pintap.

13. Formasi Haruyan (Kvh): lava, breksi dan tufa. Lava bersusunan basal. Breksi polimik dengan fragmen andesit dan basal tidak memperlihatkan perlapisan. Tufa berlapis tipis umumnya telah terubah, mengandung kaca dan klorit. 14. Olistolit Kintap (Kok): batugamping, padat, tidak berlapis, berumur Kapur

Tengah. Tebal satuan sekitar 200 meter.

15. Formasi Pintap (Ksp): perselingan batupasir, greywacke, batulempung dan konglomerat. Berumur Kapur Awal, tebal formasi diduga tidak kurang dari 1500 meter.

16. Batuan Terobosan Granit dan Diorit (Kdi): granit berwarna kelabu muda, mengandung muskovit dan sedikit hornblende. Menerobos batuan pra-Tersier berupa dike. Diorit berwarna kelabu muda, tekstur faneritik, mineral utama biotit. Umur batuan terobosan ini diduga berumur Kapur Akhir.

17. Batuan Tektonit Kompleks Ultramafik (Ju): Serpentinit dan harzburgit. Serpentinit berwarna kelabu kehijauan, padat, tersusun oleh mineral krisotil dan antigorit. Harzburgit berwarna hijau gelap, terserpentinitkan, tersusun oleh mineral olivin, piroksin dan serpentin. Umurnya diduga Jura.

(9)
(10)

3.4 Fisiografi dan Geomorfologi Daerah Penelitian

Peta fisiografi memperlihatkan bentuk-bentuk muka bumi sebagai hasil dari proses tektonika dan denudasi, termasuk pegunungan, gunung, dataran tinggi, perbukitan, dataran rendah, dataran pantai dan dataran rawa. Bentuk-bentuk mukabumi ini berkaitan erat dengan dinamika kerak bumi, yang disebabkan oleh faktor endogen (gerakan lempeng, magmatisme) dan faktor eksogen (iklim, pelapukan, erosi/denudasi dan sedimentasi). Keadaan fisiografis adalah keadaan suatu tempat berdasarkan segi fisiknya, seperti posisi dengan daerah lain, batuan yang ada dalam bumi, relief permukaan bumi, serta kaitannya dengan laut [39].

Bagian Utara Kalimantan didominasi oleh komplek akresi Crocker-Rajang-Embaluh berumur Kapur dan Eosen-Miosen. Di bagian Selatan komplek ini terbentuk Cekungan Melawi-Ketungai dan Cekungan Kutai selama Eosen Akhir dan dipisahkan oleh zona ofiolit-melange Lupar-Lubok Antu dan Boyan. Di bagian Selatan pulau Kalimantan terdapat Schwanner Mountain berumur Kapur Awal-Akhir berupa batolit granit dan granodiorit yang menerobos batuan metamorf regional derajat rendah. Tinggian Meratus di bagian Tenggara Kalimantan yang membatasi Cekungan Barito dengan Cekungan Asem-asem. Tinggian Meratus merupakan sekuens ofiolit dan busur volkanik Kapur Awal. Cekungan Barito dan Cekungan Kutai dibatasi oleh Adang flexure. Orogenesa yang terjadi pada Pliosen-Plistosen mengakibatkan bongkah Meratus bergerak ke arah Barat. Akibat dari pergerakan ini sedimen-sedimen dalam Cekungan Barito tertekan sehingga terbentuk struktur perlipatan [39].

Fisiografi daerah penelitian berada di daerah perbukitan. Morfologi daerah penelitian adalah perbukitan rendah (low hills). Terdiri dari litologi berupa batuan sedimen klastik dan batuan vulkanik (clastic sedimentary & volcanic rocks). Asal mula atau genesis daerah penelitian yaitu pengendapan sedimen klastika dan vulkanik klastika (sedimentation of clastic rocks & volcanic clastics) (Gambar 3.5).

(11)
(12)

Saat ini, tren struktur Cekungan Kutai didominasi oleh serangkaian lipatan berarah Timur Laut – Barat Daya (dan patahan tambahan) yang sejajar dengan garis pantai arkuata dan dikenal sebagai Samarinda Antiklinorium–sabuk lipatan Mahakam. Sabuk lipat ini dicirikan oleh antiklin yang asimetris dan kencang, dipisahkan oleh sinklin lebar, mengandung silisiklastik Miosen. Fitur-fitur ini mendominasi bagian Timur cekungan dan juga dapat diidentifikasi lepas pantai. Deformasi semakin kompleks di arah darat [39]. Wilayah cekungan barat telah terangkat (Gambar 3.6).

(13)

Daerah penelitian dibagi menjadi beberapa zona fisiografi (Gambar 3.7), yaitu [43]:

1. Blok Schwaner yang dianggap sebagai bagian dari dataran Sunda,

2. Blok Paternoster, meliputi pelataran Paternoster sekarang yang terletak dilepas Pantai Kalimantan Tenggara dan sebagian di dataran Kalimantan yang dikenal sebagai sub Cekungan Pasir,

3. Meratus Graben, terletak di antara blok Schwaner dan Paternoster, daerah ini merupakan bagian dari Cekungan Kutai,

4. Tinggian Kuching, merupakan sumber untuk pengendapan ke arah Barat Laut dan Tenggara Cekungan Kalimantan selama Neogen. Cekungan-cekungan tersebut antara lain:

a. Cekungan Tarakan, yang terletak paling Utara dari Kalimantan Timur. Di sebelah Utara cekungan ini dibatasi oleh “Semporna High”,

b. Cekungan Kutai, merupakan sumber untuk pengendapan ke arah Barat Laut dan Tenggara cekungan Kalimantan selama Neogen. Terletak sebelah Selatan dari Tinggian Kuching yang merupakan tempat penampungan pengendapan dari Tinggian Kuching selama Tersier. Cekungan ini dipisahkan oleh suatu unsur Tektoniok yang dikenal sebagai Paternoster Cross Hight dari Cekungan Barito.

Morfologi daerah penelitian secara umum adalah rawa. Kawasan lahan rawa di Kalimantan umumnya dipengaruhi oleh sungai-sungai, baik sungai berukuran besar dan panjang maupun sungai berukuran kecil. Kalimantan Timur umumnya dipengaruhi oleh Sungai Mahakam yang bermuara langsung ke laut, sungai ini menjangkau sangat luas dan dihubungkan oleh sungai-sungai yang lebih kecil maupun anak sungai untuk ke wilayah lainnya. Keberadaan air di daerah rawa dipengaruhi oleh sungai-sungai di sekitarnya. Lahan gambut ini mampu menyerap air dan menyimpannya dalam jumlah yang banyak sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya banjir [44].

(14)

Gambar 3.7 Fisiografi Cekungan Kutai, Kalimantan Timur [39]

Morfometri Borneo (Kalimantan) yaitu daratan dengan sungai-sungai besar: Sungai Kapuas, Sungai Barito, Sungai Kahayan, Sungai Kayan dan Sungai Mahakam di wilayah Kalimantan. Sungai-sungai ini merupakan jalur masuk utama ke arah pedalaman pulau dan daerah pegunungan tengah. Semakin ke hulu, sungai semakin sempit. Sungai tersebut mengalir melalui hutan-hutan perbukitan, memiliki arus yang deras dan airnya jernih. Kebanyakan sungai-sungai utama di Kalimantan terdapat di jajaran pegunungan tengah. Sungai-sungai itu semakin lebar

(15)

dan semakin besar volumenya menuju ke laut, dikarenakan adanya tambahan air dari anak-anak sungai, yang membentuk sungai utama yang mengalirkan air dari daerah aliran sungai yang luas. Debit air bervariasi menurut musim. Kecepatan arus, kedalaman air dan komposisi substrat bervariasi menurut panjang aliran dan lebar sungai [44].

Morfografi topografi daerah penelitian yaitu berbentuk pesisir yang rendah, memanjang dan dataran sungai, terutama di bagian Selatan. Lebih dari setengah pulau ini berada di bawah ketinggian 150 m dan air pasang dapat mencapai 100 km ke arah pedalaman. Sistem dataran berupa dataran berbukit kecil yang terbentuk oleh aktivitas sungai yang membawa bahan-bahan dari daerah perbukitan dan pegunungan [44]. Sungai-sungai yang mengalir di daerah penelitian seperti Sungai Wain, Sungai Riko dan Sungai Sepaku. Sungai-sungai itu semakin lebar dan semakin besar volumenya menuju ke laut, karena ada tambahan air dari anak-anak sungainya, yang membentuk sungai utama yang mengalirkan air dari daerah aliran sungai yang luas. Sungai Wain berada dekat dengan daerah penelitian membentuk sebuah endapan yaitu fasies dataran banjir (flood plain). Aliran sungai yang menuju ke laut, membentuk endapan transisi yaitu fasies delta plain. dan endapan ini menuju hingga laut dangkal (shallow marine). Berikut peta topografi Balikpapan dapat dilihat pada Gambar 3.8.

Morfometri pola aliran sungai (Gambar 3.9) di lokasi penelitian memiliki pola aliran sungai yang umum, yaitu pola dendritik. Pola aliran sungai dendritik adalah pola aliran dengan cabang-cabang sungai menyerupai garis penampang atau pertulangan daun. Jenis pola aliran sungai dikontrol oleh litologi yang homogen. Aliran sungainya memiliki tekstur dengan kerapatan yang tinggi yang diatur oleh jenis batuan. Tekstur sungai merupakan panjang sungai per satuan luas. Daerah aliran sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi punggungan-punggungan gunung atau pegunungan di mana air hujan yang jatuh di daerah tersebut akan mengalir menuju sungai utama [44].

(16)
(17)

Gambar

Gambar 3.1 Peta geologi Cekungan Kutai, Kalimantan Timur [41]
Gambar 3.2 Peta geologi lembar Balikpapan, Kalimantan [40]
Gambar 3.3 Skema stratigrafi Cekungan Kutai [39]
Gambar 3.4 Stratigrafi Balikpapan [40]
+6

Referensi

Dokumen terkait

Program dokumenter Kauman Undercover ini sengaja dibuat untuk memp[erkenalkan kepada masyarakat tentang sejarah dan juga perkembangan sebuah perkampungan Islam yang

Inhutani I UMH Kunyit yaitu di Bidang Pembinaan Hutan ( Pemeliharaan Persemaian, Pemeliharaan Bibit, Persiapan Media Semai, Pengadaan Bibit Cabutan, Penyapihan, Penanaman,

Terkait dengan wisata bahari di Meos Mansaar yang mana ekosistem pesisir dan laut yang yang menjadi andalan obyek wisata (ekowisata) bahari adalah terumbu karang dan ikan karang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara kelas yang menerapkan model pembelajaran TGT dengan bantuan media audio visual dan kelas

Jadi diwaktu hamil ada larangan-larangan yang perlu diketahui bahwa adat disini dulu tidak bisa makan kurus (lombok), pepaya itu tidak boleh karena dari

Pembelajaran dilaksanakan pada pembalajaran tematik kelas IV pada tema 4 (Berbagai Pekerjaan) Subtema 1 (Jenis-jenis Pekerjaan). Pertama peneliti menganalisis program tahunan

(3) Semua surat bukti dan surat lain yang termasuk bagian dari tata buku dan administrasi Perusahaan Daerah disimpan di tempat Perusahaan Daerah atau di tempat lain yang

pembelajaran yang dapat diberikan kepada anak, salah satunya adalah outdoor activity, dengan memberikan kegiatan diluar kelas akan membuat anak tidak merasa bosan