PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN
TGT
DENGAN BANTUAN MEDIA AUDIO
VISUAL TERHADAP HASIL BELAJAR IPA
Dw. Bgs. Pt. Diva Ariesta1, I Nyn. Arcana2, I Gd. Margunayasa3
1Jurusan PGSD, 2Jurusan PG PGSD, 3Jurusan PGSD, FIP
Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail: ariesta_diva@yahoo.com
1,arcananyoman34@yahoo.com
2,
pakgun_pgsd@yahoo.com
3Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara kelas yang menerapkan model pembelajaran TGT dengan bantuan media audio visual dan kelas yang menerapkan model pembelajaran konvenional. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan rancangan post test only with non equivalent control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Gugus III Kecamtan Buleleng, Kabupaten Buleleng yang berjumlah 129 siswa. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 74 siswa. Sampel penelitian ditentukan dengan tehnik simple random sampling dengan cara undian. Pengumpulan data dengan menggunakan tes hasil belajar dengan soal pilihan ganda yang berjumlah 30 butir. Data dianalisis menggunakan statistik deskriptif dan statistisk inferensial yaitu uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara kelas yang menerapkan model pembelajaran TGT dengan bantuan media audio visual dan kelas yang menerapkan model pembelajaran konvenional (thitung =6,989 ; ttabel = 1,666). Rata – rata hasil belajar IPA dengan model pembelajaran TGT dengan bantuan media audio visualadalah 78.4 yang berada pada kriteria sangat tinggi. Sedangkan kelas yang belajar dengan model pembelajaran konvensional adalah 57,3 yang berada pada kriteria sedang. Jadi model pembelajaran TGT dengan bantuan media audio visualberpengaruh terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA.
Kata-kata kunci: TGT, Media Audio Visual, Hasil Belajar Abstract
This research was aimed in knowing the differences of the students’ scores of Science class between the students, who were taught by using TGT with audio visual aids and the students, who were taught by using conventional teaching model. This research was a quasi experimental research with post test only with non equivalent control group design. The population of this research was all of the fifth grade students of elementary Cluster III of Buleleng District, Buleleng Regency. The number of the population were 129 students. The samples of this study were 74 students. The samples of the study were determined by using simple random technique. The samples were choosen by using lottery. The data colection was done by using 30 mutiple-choice tests. The descriptive statistic and inferensial statistic a t-score was used in the data analysis. The result of the study showed that there was a significant diference of the Science scores of the students between the students, who were taught by using TGT with audio visual aids and the students, who were taught by using conventional teaching model (counted =6,989 ; table = 1,666). The average score of the students, who were taught by using TGT with audio visual aids, was 78.4. This average score is in high criteria. Meanwhile, the average score of the students, who were taught by using conventional teaching method, was 57.3. This average score is in moderate criteria. Therefore, TGT with audio visual aids teaching method influenced the students’ score in Science class.
Key words : TGT, Audio Visual Media, Learning Results. PENDAHULUAN
Dewasa ini dunia pendidikan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini disebabkan oleh upaya pemerintah untuk terus memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia. Pemerintah terus berupaya meningkatkan sarana fisik maupun nonfisik yang dapat menunjang optimalnya proses pembelajaran. Pemerintah telah berulang kali melakukan penyempurnaan
kurikulum untuk meningkatkan mutu
pendidikan di Indonesia. Hal ini dilakukan agar kurikulum yang diterapkan pada setiap
jenjang pendidikan benar-benar dapat
menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat.
Kurikulum yang saat ini berlaku di Indonesia adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Kurikulum tingkat satuan
pendidikan adalah suatu kurikulum
operasional yang disusun dan diterapkan oleh tiap-tiap satuan pendidikan. Beberapa hal yang berubah setelah diberlakukannya KTSP yaitu setiap satuan pendidikan diberikan keleluasaan dalam menyusun kurikulumnya yang disesuaikan dengan potensi-potensi yang ada di setiap satuan pendidikan tersebut. (Depdiknas, 2006)
Pendidikan merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam penerapannya di masa yang akan
datang. Untuk meningkatkan mutu
pendidikan di Indonesia telah diupayakan
dengan berbagai cara/strategi oleh
pemerintah. Upaya-upaya pemerintah
tersebut sudah merambah hampir ke semua komponen pendidikan seperti penambahan jumlah buku-buku pelajaran, peningkatan kualitas guru, pembaharuan kurikulum dan peningkatan kualitas pembelajaran yang mencakup pembaharuan dalam model, metode, pendekatan dan media dalam proses pembelajaran.
Menurut Solihatin dan Raharjo
(2007:15) “kualitas dan keberhasilan
pembelajaran sangat dipengaruhi oleh
kemampuan dan ketepatan guru dalam
memilih dan menggunakan metode
pembelajaran”. Ini berarti, untuk mencapai kualitas pembelajaran yang tinggi pada
setiap mata pelajaran, maka pembelajaran
harus dikombinasikan dengan metode
pembelajaran yang tepat.
Salah satu upaya yang dilakukan
pemerintah untuk memperbaiki mutu
pendidikan di Indonesia adalah perubahan kurikulum. Kurikulum yang saat ini berlaku di Indonesia adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Kurikulum tingkat satuan
pendidikan adalah suatu kurikulum
operasional yang disusun dan diterapkan oleh tiap-tiap satuan pendidikan. Beberapa hal yang berubah setelah diberlakukannya KTSP yaitu setiap satuan pendidikan diberikan keleluasaan dalam menyusun kurikulumnya yang disesuaikan dengan potensi-potensi yang ada di setiap satuan pendidikan tersebut. (Depdiknas, 2006)
Kualitas pembelajaran yang optimal dapat tercermin dari keterlibatan siswa
secara menyeluruh dalam proses
pembelajaran. Keterlibatan yang dimaksud adalah keterlibatan siswa dalam belajar, sesuai dengan pembelajaran berpusat pada siswa. Peran guru adalah sebagai motivator yaitu bertugas memotivasi siswa untuk
belajar dan fasilitator yaitu bertugas
menyediakan fasilitas penunjang
pembelajaran dan tentunya tugas guru yang paling signifikan adalah dapat membimbing
siswa secara berkelanjutan dalam
pembelajaran berpusat pada siswa tersebut. Selain itu, ditekankan oleh Dimyati dan Moedjiono (1991:1) bahwa pembelajaran
yang optimal adalah pembelajaran
menggunakan metode dan media yang tepat. Pendapat di atas didukung pula oleh Arsyad (1997:1) yang menyatakan bahwa dalam metodologi pembelajaran ada dua aspek yang menonjol yakni metode dan
penggunaan media yang sesuai.
Berdasarkan kedua pendapat tersebut
sudah jelas tersurat bahwa untuk
menciptakan pembelajaran yang optimal harus menggunakan metode dan media pembelajaran yang sesuai dengan materi.
Pendidikan dasar khususnya di
sekolah dasar telah dirancang berbagai mata pelajaran yang wajib diberikan kepada siswa. Salah satu mata pelajaran tersebut adalah IPA (Ilmu Pengetahuan Alam). IPA
merupakan ilmu pengetahuan yamg berkaitan erat dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis. IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan saja yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Ilmu Pengetahuan alam (IPA) merupakan bagian kehidupan manusia dari sejak manusia itu mengenal diri dan alam sekitarnya (Suastra, 2009:1). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa IPA merupakan pengalaman individu manusia yang oleh masing-masing individu itu dirasakan atau dimaknai berbeda atau sama.
Berdasarkan pencatatan dokumen yang didapat peneliti pada guru mata pelajaran IPA di Gugus III Kecamatan Buleleng, menunjukkan bahwa hasil belajar siswa masih tergolong rendah dan ada beberapa sekolah yang belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM).
Berdasarkan observasi pada guru mata pelajaran IPA di Gugus III penyebab rendahnya hasil belajar siswa dikarenakan guru masih banyak yang terlihat dominan
dalam proses pembelajaran sehingga
menyebabkan siswa lebih banyak berperan pasif dan kurangnya keterlibatan siswa
dalam proses pembelajaran. Hal ini
disebabkan guru jarang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk
menampilkan hasil pekerjaannya di depan kelas apakah tugas yang dibuatnya sudah benar atau salah. Hal ini akan menyebabkan siswa kurang memahami apa yang sedang dipelajari dan siswa enggan untuk bertanya meskipun mereka belum mengerti tentang
tugas yang diberikan. Kondisi ini
menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa
untuk belajar IPA. Siswa kurang
memperhatikan penjelasan guru selama
pembelajaran berlangsung, hal ini
menunjukkan bahwa siswa enggan untuk belajar IPA. Siswa kurang berpartisipasi dalam penyelasaian masalah yang diberikan dan mereka akan mengerjakan soal jika ditunjuk oleh guru. Selain itu, tidak ada siswa yang bertanya baik ketika pelajaran berlangsung maupun setelah pelajaran berakhir padahal mereka belum benar-benar memahami materi yang telah diberikan oleh guru. Hal ini menunjukkan rendahnya respon siswa terhadap pelajaran IPA.
Kurangnya penggunaan media
dalam proses pembelajaran IPA juga sangat mempengaruhi dalam proses pembelajaran. Sehingga menyulitkan siswa memahami
konsep pembelajaran yang dipelajari.
Pembelajaran seperti ini dapat
menyebabkan aktifitas, kreatifitas dan minat belajar siswa menjadi kurang, dimana hal seperti ini akan dapat berdampak pada hasil
belajar siswa khususnya pada mata
pelajaran IPA. Jika dilihat dari karakteristik siswa sekolah dasar yang berada pada tahap oprasional konkrit, peran media
sangat dibutuhkan dalam proses
pembalajaran, karena pada tahap ini siswa akan lebih mudah untuk memahami konsep yang diajarkan apa bila ada media dalam proses pembelajaran.
Masih banyaknya guru kurang
memahami bagaimana mengembangkan pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan siswa karena mereka terbiasa mengajar dengan memberikan ceramah sehingga apa yang disampaikan kepada siswa tidak maksimal. Oleh karena
itu, perlu upaya perbaikan proses
pembelajaran dengan menerapkan
pembelajaran yang berpusat pada siswa
(student centered) sehingga siswa dapat
aktif dalam pembelajaran. Salah satu alternatif yang dilakukan adalah dengan
menggunakan model pembelajaran TGT
(Teams Games Tournament) dengan
bantuan media audio visual.
Munurut Slavin (2010:13) TGT
merupakan turnamen akademik, dan
menggunakan kuis-kuis dan sistem skor kemajuan individu, di mana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka.
Model pembelajaran Teams Games
Tournament merupakan suatu model
pembelajaran dimana terdapat suatu
permainan akademik yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk
berkompetensi dalam upaya meningkatkan daya saing ataupun aktivitas hasil belajar siswa, dengan adanya daya saing yang tinggi akan mampu memotivasi siswa untuk lebih aktif dan berupaya meningkatkan hasil
belajarnya. Model pembelajaran Teams
Games Tournament merupakan model
pembelajaran dalam bentuk permainan
(games) akademik yang melibatkan
kelompok belajar yang heterogen, dimana hal ini dapat mendorong siswa untuk berkompetisi dalam meningkatkan hasil
belajarnya. Dengan menyajikan
pembelajaran IPA dalam bentuk permainan akan membuat siswa menjadi lebih aktif dan senang untuk melaksanakan pembelajaran, maka pembelajaran ini menjadi lebih bermakna dan hal ini akan meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari.
Sedangkan pengertian media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar (Gagne dalam Sadiman, 2009:6). Sementara itu Briggs (dalam Sadiman, 2009:6) berpendapat bahwa media adalah segala fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Buku, film, kaset, film bingkai adalah contoh-contohnya.
Menurut Berlo (dalam Arsyad,
2003:51) media pembelajaran dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: (a) Media visual ialah media yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan indra pengelihatan. Media ini merupakan salah satu media yang paling sering digunakan. Media ini terdiri dari media
yang tidak dapat diproyeksikan (
non-projected visual) dan media yang dapat
diproyeksikan (projected visual), (b) Media audio adalah media yang mengandung pesan dalam bentuk auditif (hanya dapat didengar) yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan para siswa untuk mempelajari bahan ajar. Program kaset suara dan program radio adalah bentuk dari media audio, (c) Media audio visual ialah merupakan kombinasi audio dan visual atau biasa disebut media pandang dengar.
Media audio visual akan lengkap dan optimal dalam penyajiannya sebagai bahan ajar kepada siswa. Selain itu dari media ini dalam batas-batas tertentu dapat juga menggantikan peran dan tugas. Guru tidak selalu berperan sebagai penyaji materi tetapi beralih menjadi fasilitator belajar yaitu memberikan kemudahan bagi guru untuk para siswa (Sudarma & Parmiti, 2007:42)
Mengingan karakteristik siswa
sekolah dasar masih berada pada tahap
oprasional konkrit dimana pada tahap ini siswa akan lebih mudah untuk memahami konsep yang dipelajari dengan bantuan
benda kongkrit. Untuk itu diperlukan
penggunaan media dalam proses
pembelajaran IPA agar konsep IPA yang diajarkan mudah dipahami siswa serta
dengan menggunakan media dalam
melakukan pembelajaran selain
memudahkan siswa untuk memahami
konsep dari apa yang dipelajari, media juga dapat menarik minat siswa untuk belajar. Maka selain dengan menggunakan model yang tepat juga diperlukan penggunaan media yang tepat pula pada setiap kegiatan pembelajaran, begitu pula pada mata pelajaran IPA. Media audio visual adalah salah satu media yang cocok digunakan dalam proses pembelajaran. Dimana media audio visual ini adalah penggabungan dari media audio yang berarti media yang dapat didengar dan media visual yang berarti media yang dapat dilihat. Jadi, media audio
visual merupakan media yang dapat
didengar dan dilihat. Salah satu contoh dari media audio visual adalah video, slide suara, televisi, dan komputer. Media ini sangat
cocok diterapkan dalam proses
pembelajaran karena dengan menggunakan media akan menambah minat dan perhatian siswa agar terlakaksana pembelajaran yang efektif.
Anitah (2010:55), menyatakan bahwa “media audio visual merupakan bentuk media pembelajaran yang menunjukkan unsur audio (pendengaran) maupun visual
(pengelihatan), yang dapat dipandang
maupun didengar suaranya”.
Kemp, dkk (dalam Uno, 2010:116)
menjabarkan kontribusi media dalam
kegiatan pembelajaran antara lain: (a) Penyajian materi ajar menjadi lebih standar, (b) Kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik, (c) Kegiatan belajar dapat menjadi lebih interaktif, (d) Waktu yang dibutuhkkan untuk pembelajaran dapat dikurangi, (e) Kualitas belajar dapat ditingkatkan, (f) Pembelajaran dapat disajikan dimana dan kapan saja sesuai yang diinginkan, (g) Meningkatkan sikap positif peserta didik dan proses belajar menjadi lebih kuat atau baik.
Penggunaan model pembelajaran
TGT (Teams Games Tournament) dengan
diterapkan pada peserta didik karena dapat
menjadikan peserta didik lebih aktif
menyimak dan melakukan aktivitas
pembelajaran. Ini dikarenakan pada saat proses pembelajaran berlangsung peserta didik akan antusias menyimak materi karena materi disampaikan dengan media yang menarik perhatian siswa. Setelah itu, siswa akan aktif dalam proses pembelajaran
karena model pembelajaran TGT (Teams
Games Tournament) menuntut siswa lebih
aktif dan model ini sangat menyenangkan karena siswa diajak bermain sambil belajar.
Berdasarkan uraian di tersebut maka
peneliti mencoba untuk mengadakan
penelitian dengan judul “Pengaruh Model
Pembelajaran TGT (Teams Games
Tournament) dengan Media Audio Visual
Terhadap Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas IV SD Semester Genap Tahun
Pelajaran 2012/2013 di Gugus III
Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng”.
METODE
Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di SD Gugus III Kecamatan Buleleng, kabupaten Buleleng pada rentang waktu semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Mengingat tidak semua variable
(gejala yang muncul) dan kondisi
eksperimen dapat diatur dan dikontrol
secara ketat, maka penelitian ini
dikategorikan penelitian eksperimen semu
(quasi experiment).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua kelas V SD di Gugus III Kecamatan Buleleng yang berjumlah 129 siswa. Untuk menentukan sampel dalam penelitian ini
menggunakan teknik Simple Random
Sampling, tetapi yang dirandom adalah
kelas. Teknik random dilakukan dengan cara pengundian. Pengundian sampel dilakukan pada semua kelas, karena setiap kelas memiliki peluang yang sama untuk dipilih
menjadi sampel. Untuk mengetahui
kemampuan siswa kelas V masing-masing SD setara atau tidak, maka terlebih dahulu dilakukan uji kesetaraan. Dari empat SD yang ada di Gugus III Kec Buleleng Kab. Buleleng, diadakan undian untuk mengambil
dua sekolah yang menjadi sampel
penelitian. Hasil undian diperoleh dua
sekolah yaitu SD 5 Jinengdalem dan SD 1 Poh Bergong. Kedua SD tersebut diundi
kembali untuk menentukan kelas
eksperimen dan kontrol. Hasil dari
pengundian tersebut yaitu SD 5
Jinengdalem sebagai kelas eksperimen dan SD 1 Poh Bergong sebagai kelas kontrol.
Kelas eksperimen menerapkan Model
Pembelajaran TGT (Teams Games
Tournament) dengan bantuan media audio
visual, sedangkan kelas kontrol dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional.
Instrumen yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar. Tes hasil belajar ini berupa tes pilihan ganda dengan jumlah soal 40 butir. Sebelum dipergunakan, tes tersebut diuji coba kepada siswa kelas V di SD gugus III kecamatan
Buleleng. Pengujian yang dilakukan
terhadap intrumen tersebut meliputi validitas soal, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda tes. Hasil uji validitas 30 soal layak untuk digunakan dalam penelitian.
Analisis deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu modus, median,
mean. Mean, median, modus hasil belajar
IPA siswa selanjutnya disajikan ke dalam kurva poligon. Tujuan penyajian data ini adalah untuk menafsirkan sebaran data hasil belajar IPA pada kelompok eksperimen dan
kontrol. Hubungan antara mean (M), median
(Md), dan modus (Mo) dapat digunakan
untuk menentukan kemiringan kurva poligon distribusi frekuensi. Sebelum dilakukan pengujian untuk mendapatkan simpulan, maka data yang diperoleh perlu diuji normalitas dan homogenitasnya.
Uji normalitas data dilakukan
terhadap data hasil post test pada hasil belajar IPA kelompok eksperimen dan kontrol. Uji normalitas untuk skor hasil belajar IPA siswa di gunakan analisis Chi-Kuadrat dan uji homogenitas varians dengan uji-F. dan uji-t. digunakan untuk menguji hipotesis penelitian.
Uji homogenitas dilakukan dengan
pengelompokan berdasarkan model
pembelajaran Teams Games Tournament
dan konvensional. Untuk menghitung uji homogenitas menggunakan rumus uji-F. Dengan kriteria pengujian data homogen jika Fhitung < Ftabel pengujian dilakukan dengan
kebebasan untuk pembilang V1 = n1- 1 dan
derajat kebebasan untuk penyebut V2 = n2 – 1.
Rumus uji-t yang digunakan adalah
polled varians (n1 ≠ n2 dan varians homogen
dengan db = n1 + n2 – 2). HASIL
Hasil data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan stasistik
deskriptif dan statistisk inferensial yaitu uji-t. Data dalam penelitian ini adalah skor hasil belajar IPA siswa yang menerapkan model
pembelajaran TGT (Teams Games
Tournament) dengan bantuan media audio
visual pada kelas eksperimen dan model konvensional pada kelas kontrol. Berikut ini rangkuman hasil analisis deskriptif disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Rekapitulasi Perhitungan Hasil Belajar Matematika
Statistik Deskriptif Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Modus (Mo) 25,75 16,78
Median (Md) 24,82 16,93
Mean (M) 23,5 17,18
Varians 19,18 15,57
Standar Deviasi 4,78 3,94
Berdasarkan Tabel 1, diketahui mean kelompok eksperimen lebih besar dari pada mean kelompok kontrol. Kemudian data hasil belajar IPA kelas eksperimen dapat disajikan ke dalam bentuk grafik poligon seperti pada Gambar 1.
0 2 4 6 8 10 14 17 20 23 26 29 Fr e kue ns i Nilai tengah
Gambar 1 Grafik Poligon Skor Data Kelompok Eksperimen
Modus (Mo), Median (Md), Mean (M)
digambarkan dalam grafik poligon tampak bahwa sebaran data kelompok siswa yang
mengikuti model pembelajaran TGT dengan
bantuan media audio visual merupakan juling negatif Mo>Md>M(25,75>24,82>23,5). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar skor siswa kelompok eksperimen cenderung tinggi. Berdasarkan analisis data bahwa mean hasil belajar IPA siswa kelompok
eksperimen dengan menggunakan model
TGT (Teams Games Tournament) dengan
bantuan media audio visual adalah 23,5. Jika di-konversi ke dalam PAP Skala Lima, rata-rata hasil belajarnya adalah 78,4 berada pada kategori tinggi.
Distribusi frekuensi data hasil belajar IPA kelompok kontrol yang telah mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional disajikan pada Gambar 2.
0 2 4 6 8 10 9 12 15 18 21 24 Fr e kue ns i Nilai tengah
Gambar 2 Grafik Poligon Skor Data Kelompok Kontrol
Modus (Mo), Median (Md), Mean (M)
digambarkan dalam grafik poligon tampak bahwa sebaran data kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional
merupakan juling positif Mo<Md<M
(
16,78
<16,93
<17,18
). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar skor siswa kelompokkontrol cenderung rendah. Berdasarkan analisis data bahwa mean hasil belajar IPA
siswa kelompok Kontrol dengan
menggunakan model konvensional adalah 17,21. Jika dikonversi ke dalam PAP Skala Lima , rata-rata hasil belajarnya adalah 57,3 berada pada kategori sedang.
Uji prasyarat yang meliputi uji
normalitas dan uji homogenitas. Uji
normalitas dilakukan untuk membuktikan bahwa frekuensi data hasil penelitian benar-benar berdistribusi normal. Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas post-test
kelompok eksperimen diperoleh 2hitung =
0,551 dan 2tabel = 7,815 pada taraf
signifikansi 5% dan db= 6-2-1 = 3. Ini berarti bahwa 2hitung < 2tabel, maka data hasil
post-test siswa kelompok eksperimen
berdistribusi normal. Sedangkan hasil
perhitungan uji normalitas post-test kelompk kontrol, diperoleh 2hitung = 3,86 dan 2tabel =
7,815 pada taraf signifikansi 5% dan db = 6-2-1 = 3, ini berarti bahwa 2hitung < 2tabel
maka data hasil post-test kelompok kontrol berdistribusi normal. Berdasarkan data hasil
post-test kelompok eksperimen maupun
kelompok kontrol berdistribusi normal.
Uji homogenitas varians dilakukan terhadap varians pasangan antar kelompok eksperimen dan kontrol. Uji yang digunakan adalah uji-F dengan kriteria data homogen jika Fhitung < Ftabel. Berdasarkan hasil
perhitungan uji homogenitas didapatkan Fhitung = 1,23 dan Ftabel = 1,72 dengan taraf
signifikasi 5%. Dengan demikian varians antar kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah homogen.
Berdasarkan hasil analisis uji
prasyarat hipotesis, diperoleh bahwa data
hasil belajar IPA siswa kelompok
eksperimen dan kontrol adalah normal dan homogen, sehingga pengujian hipotesis penelitian dengan uji-t dapat dilakukan. Setelah diperoleh hasil dari uji prasyarat analisis data, dilanjutkan dengan pengujian hipotesis penelitian (H1) dan hipotesis nol
(H0). Pengujian hipotesis tersebut dilakukan
dengan menggunakan uji-t sampel
independent (tidak berkorelasi) dengan
rumus polled varians dengan kriteria H0
ditolak jika thit > ttab dan H0 terima jika thit <
ttab. Rangkuman uji hipotesis disajikan pada
Tabel 2.
Tabel 2 Ringkasan Hasil Uji T Independent dengan Polled Varians
Kelas Varians n Db thitung ttabel Kesimpulan
Eksperimen 19,18 36
72 6,957 1,666 thitung > ttabel H0 ditolak
Kontrol 15,57 38
Berdasarkan tabel hasil perhitungan
uji-t, diperoleh thitung sebesar 6,957.
Sedangkan, ttabel dengan db = n1 + n2 – 2 =
36 + 38 – 2 = 72 dan taraf signifikansi 5% adalah 1,666. Hal ini berarti, thitung lebih
besar dari ttabel (thitung > ttabel), sehingga H0
ditolak dan H1 diterima. Dengan demikan,
dapat diinterpretasikan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan hasil
pembelajaran IPA antara kelompok siswa
yang dibelajarkan dengan metode
pembelajaran Teams Games Tournament
dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan metode pembelajaran konvensional pada siswa kelas V tahun pelajaran 2013/2014 di Gugus III Kecamatan Buleleng Kecamatan Buleleng.
Berdasarkan deskripsi data hasil
penelitian, kelompok siswa yang
dibelajarkan dengan metode pembelajaran
Teams Games Tournament lebih baik
dibandingkan dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan metode pembelajaran konvensional. Tinjauan ini didasarkan pada rata-rata skor hasil belajar IPA siswa. Rata-rata skor hasil belajar IPA siswa yang dibelajarkan dengan metode pembelajaran
Teams Games Tournament adalah 23,5
berada pada kategori sangat baik dan rata-rata skor hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode pembelajaran konvensional adalah 17,5
berada pada kategori sedang.Jika skor hasil
belajar IPA siswa kelompok eksperimen digambarkan dalam grafik poligon tampak
bahwa kurva sebaran data merupakan juling negatif yang artinya sebagian besar skor siswa cenderung tinggi. Pada kelompok kontrol, jika skor hasil belajar IPA siswa digambarkan dalam grafik poligon tampak bahwa kurve sebaran data merupakan juling positif yang artinya sebagian besar skor
siswa cenderung rendah.
Pembelajaran dengan model
pembelajaran Teams Games Tournament
dengan bantuan media audio visual
menekankan aktivitas pembelajaran yang
didominasi oleh siswa. Guru hanya
berperan sebagai mediator, pengarah, fasilitator, contohnya dalam menyiapkan lingkungan belajar yang mendukung proses pembelajaran. Melalui model pembelajaran
Teams Games Tournament dengan
bantuan media audio visual maka siswa akan merasa lebih senang untuk belajar IPA, karena proses belajar disertai dengan permainan yang sesuai dengan karakteristik siswa SD yaitu senang bermain, sehingga
siswa lebih tertarik untuk belajar,
merangsang siswa untuk saling
bekerjasama, berpartisifasi aktif, hal ini
menyebabkan siswa lebih mudah
memahami materi pelajaran yang
disampaikan sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Berdasarkan hasil penelitian yang
relevan mengenai penerapan model
pembelajaran TGT (Teams Games
Tournament) yang dilakukan oleh Putu Andi
Surya Prayoga (2012) pada siswa kelas IV SD Negeri 18 Pemecutan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar
Matematika antara kelas yang
menggunakan model pembelajaran TGT
(Teams Games Tournament) dengan kelas
yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Hasil yang diperoleh dari
penelitian tersebut yakni kelas yang
menggunakan model pembelajaran TGT
(Teams Games Tournament) dapat
meningkatkan hasil belajar Matematika dari pada kelas yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Serta penelitian yang dilakukan Ayu Eka Budiratningsih (2012) pada siswa kelas III di SD Negeri 1
Pacung menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan hasil belajar Matematika antara
kelas yang menggunakan model
pembelajaran TGT (Teams Games
Tournament) dan media berwawasan
lingkungan dengan kelas yang
menggunakan model pembelajaran
konvensional. Hasil yang diperoleh dari
penelitian tersebut yakni kelas yang
menggunakan model pembelajaran TGT
(Teams Games Tournament) dan media
berwawasan lingkungan dapat
meningkatkan hasil belajar IPA dari pada
kelas yang menggunakan model
pembelajaran konvensional.
Model TGT dengan bantuan media
audio visual yang diterapkan pada kelompok
eksperimen dan model pembelajaran
konvensional yang diterapkan pada
kelompok kontrol dalam penelitian ini menunjukkan pengaruh yang berbeda pada hasil belajar IPA siswa. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar IPA siswa. Secara deskriptif, hasil belajar IPA siswa kelompok
eksperimen lebih tinggi dibandingkan
dengan siswa kelompok kontrol. Tinjauan ini didasarkan pada rata-rata skor hasil belajar IPA dan kecenderungan skor hasil belajar IPA. Rata-rata skor hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen adalah 23,5 berada pada katagori tinggi sedangkan skor hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol adalah 17,5 berada pada katagori sedang.
Berdasarkan analisis data
menggunakan uji-t diketahui thitung = 6,989
dan ttabel (db = 72 dan taraf signifikansi 5%) =
1,666. Hasil perhitungan tersebut
menunjukkan bahwa thitung lebih besar dari
ttabel (thitung > ttabel) sehingga hasil penelitian
adalah signifikan. Hal ini berarti, terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara siswa yang belajar dengan model
pembelajaran TGT (Teams Games
Tournament) dengan bantuan media audio
visual dan kelompok siswa yang belajar
dengan model Konvensional. Adanya
perbedaan yang signifikan menunjukkan
bahwa penerapan TGT (Teams Games
Tournament) dengan bantuan media audio
visual berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa.
Perbedaan yang signifikan hasil belajar antara siswa yang menggunakan
model TGT (Teams Games Tournament)
dengan bantuan media audio visual dengan
siswa yang mengggunakan model
Konvensional dapat disebabkan perbedaan
pembeajaran. Pembelajaran dengan model
pembelajaran TGT (Teams Games
Tournament) dengan bantuan media audio
visual menekankan aktivitas pembelajaran yang didominasi oleh siswa. Guru hanya berperan sebagai mediator, pengarah, fasilitator, contohnya dalam menyiapkan lingkungan belajar yang mendukung proses pembelajaran. Melalui model pembelajaran
TGT (Teams Games Tournament) dengan
bantuan media audio visual maka siswa akan merasa lebih senang untuk belajar IPA, karena proses belajar disertai dengan permainan yang sesuai dengan karakteristik siswa SD yaitu senang bermain, sehingga
siswa lebih tertarik untuk belajar,
merangsang siswa untuk saling
bekerjasama, berpartisifasi aktif, hal ini
menyebabkan siswa lebih mudah
memahami materi pelajaran yang
disampaikan sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Seperti yang dikemukakan oleh Dimyati dan Moedjiono (1991:1) bahwa
pembelajaran yang optimal adalah
pembelajaran menggunakan metode dan media yang tepat. Pendapat di atas didukung pula oleh Arsyad (1997:1) yang menyatakan bahwa dalam metodologi
pembelajaran ada dua aspek yang
menonjol yakni metode dan penggunaan media yang sesuai. Berdasarkan kedua pendapat tersebut sudah jelas tersurat bahwa untuk menciptakan pembelajaran yang optimal harus menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi.
Berbeda dengan model
pembelajaran Konvensional yang
disampaikan dengan menggunakan metode yang biasa dilakukan oleh guru yaitu memberi materi melalui ceramah, dan pemberian tugas. Hal ini menunjukkan aktivitas guru lebih banyak daripada aktifitas siswa dan siswa menjadi kurang
memahami mengenai pelajaran yang
mereka pelajari, karena dalam pembelajaran
konvensional sangat jarang terdapat
kegiatan mengingat kembali dan
menghubungkannya kembali dengan materi yang sudah pernah dipelajari sebelumnya dan mengaitkan kembali pada materi yang
sedang dipelajarinya. Dalam proses
pembelajaran siswa hanya pasif menerima materi yang disampaikan oleh guru.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran TGT (Teams
Games Tournament) dengan bantuan
media audio visual dapat meningkatkan hasil belajar IPA semester ganjil siswa kelas V SD No. 5 Jinengdalem, Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut. Terdapat perbedaan hasil
belajar siswa yang signifikan antara
kelompok siswa yang belajar menggunakan
model pembelajaran TGT (Temas Games
Tournament) dengan bantuan media audio
visual dengan kelompok siswa yang belajar
menggunakan model pembelajaran
konvensional pada siswa kelas V di Gugus III Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2013/2014. Rata-rata dari hasil belajar siswa yang menggunakan
model pembelajaran TGT (Temas Games
Tournament) dengan bantuan media Audio
Visual yaitu 23,5 sedangkan rata-rata hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional yaitu 17,18.
Adanya perbedaan yang signifikan
menunjukkan bahwa model pembelajaran
TGT (Temas Games Tournament) dengan
bantuan media Audio Visual berpengaruh
positif terhadap hasil belajar siswa
dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.
DAFTAR RUJUKAN
Agung, A.A. Gede. 2011. Metodologi
Penelitian Pendidikan. Singaraja:
Undiksha Singaraja
Anitah, Sri. 2010. Media Pembelajaran.
Cetakan Kedua , Kadipiro Surakarta: Yuma Pustaka
Arsyad, Azhar. 2003. Media Pembelajaran.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. --- 1997. Media Pengajaran. Jakarta:
Erlangga.
Dimyanti dan Moedjiono. 1991. Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta:
Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah. Jakarta: Depdiknas.
Sadiman. Arief S. dkk. 2009. Media
Pembelajaran: Pengertian,
Pengembangan, dan
Pemanfaatannya. Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Slavin, Robert E. 2010. Cooperative
Learning : Teori, Riset dan Praktik.
Terjemahan Narulita Yusron.
Cooperative Learning. 2005.
Cetakan Ke-VI. Bandung: Penerbit Nusa Media.
Solihatin, Etin & Raharjo. 2007. Cooperative
Learning. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Suastra. 2009. Pembelajaran Sains Terkini. Singaraja: Undiksha Singaraja. Sudarma, I Komang & Desak Putu Parmiti.
2007. Modul Media Pembelajaran SI
PGSD. Singaraja: Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Pendidikan
Ganesha.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian
Administrasi (Dilengkapi dengan
Metode R&D). Bandung: Alfabeta
Uno, Hamzah. B. 2010. Profesi
Kependidiikan Problema, Solusi, dan
Reformasi Pendidikan. Jakarta: Bumi