TUGAS AKHIR
Disusun oleh :
FATHUL MUJ IB RUSDI 0 9 5 3 0 1 0 0 0 7
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
MODIFIKASI STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG GEDUNG RUSUNAWA MAHASISWA UNAIR SURABAYA
MENGGUNAKAN PELAT PRACETAK
Disusun oleh :
FATHUL MUJ IB RUSDI 09 5301 0007
Telah diuji, dipertahankan dan diterima oleh Tim Penguji Tugas Akhir Pr ogram Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur
Pembimbing : Tim Penguji :
1. PEMBIMBING UTAMA 1. PENGUJ I I
Ir. I Made D. Astawa, MT. Sumaidi, ST.
NIP.19530919 198601 1 00 1 NPT. 3 7909 05 0204 1
2. PEMBIMBING PENDAMPING 2. PENGUJ I II
Ir. Wahyu Kartini, MT. Ir. Ali Arifin, MT. NPT. 3 6304 94 0031 1
3. PENGUJ I III
Aniendhita RA., ST., MT.
Mengetahui,
Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur
Ir. Naniek Ratni J uliardi AR., M.Kes. NIP. 19590729 198603 2 00 1
yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul ‘Modifikasi Struktur Rangka Beton
Bertulang Gedung Rusunawa Mahasiswa UNAIR Surabaya Menggunakan Pelat
Pracetak’, yang merupakan suatu syarat bagi mahasiswa untuk memperoleh gelar
Sarjana (S1).
Dalam menyelasaikan Tugas Akhir ini penulis berusaha semaksimal
mungkin menerapkan ilmu yang penulis dapatkan di bangku perkuliahan dan
buku-buku literatur yang sesuai dengan judul Tugas Akhir ini. Disamping itu penulis juga
menerapkan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh dosen pembimbing dan dosen
penguji. Namun sebagai manusia biasa dengan keterbatasan yang ada, penulis
menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu segala
saran dan kritik yang bersifat membangun dari setiap pembaca akan penulis terima
demi kesempurnaan Tugas Akhir ini.
Dengan tersusunya Tugas Akhir ini penulis tidak lupa mengucapkan terima
kasih sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah memberikan arahan,
bimbingan, dukungan, semangat serta berbagai macam bantuan baik berupa moral
maupun spiritual, terutama kepada :
1. Ibu Ir. Naniek Ratni Juliardi AR.,M.Kes. selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan
iii
2. Bapak Ibnu Sholichin,ST., MT. selaku Kepala Program Studi Teknik Sipil
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Ir. Made Dharma Astawa, MT. selaku Dosen pembimbing utama Tugas Akhir
yang telah berkenan memberikan bimbingan, waktu dan dorongan moral selama
pengerjaan Tugas Akhir ini.
4. Ir. Wahyu Kartini, MT. selaku Dosen pembimbing pendamping Tugas Akhir
yang juga telah berkenan memberikan bimbingan, waktu dan dorongan moral
selama pengerjaan Tugas Akhir ini.
5. Segenap Dosen dan Staf Program Studi Teknik Sipil Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
6. Para Tim Dosen penguji yang telah membantu serta memberikan arahan,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan lebih baik.
7. Seluruh keluarga besar penulis khusunya Ayahanda Moch. Fadil, S. Pd., Ibunda
Hartatik, S.Pd. dan Achmad J. Rusdi yang telah banyak memberikan dukungan
lahir, batin, materil serta moral sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas
Akhir ini dengan penuh semangat.
8. Para Sahabat khususnya Safitri, Sartika Sari Agustin, Afif Z. Taqwa, Islahul
Baqo Karyadi, Aji Wibowo, H. Mohammad Irsyad, Ardika Syefridiatha, Imam
Tohari dan teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Surabaya, Jum’at 13 Desember 2013
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ……… i
KATA PENGANTAR………. ii
DAFTAR ISI ………...………. v
DAFTAR TABEL ……….……….. viii
DAFTAR GAMBAR ………. ix
BAB I PENDAHULUAN ……….….………. 1
1.1 Latar Belakang ………..………….……...………….. 1
1.2 Permasalahan………..……….………. 2
1.3 Maksud dan Tujuan………..………….………... 2
1.4 Batasan Masalah………..……….… 3
1.5 Lokasi Gedung………..……….. 3
BAB II TINJ AUAN PUSTAKA…..…….………. 4
2.1 Definisi………..…………..……… 4
2.2 Pembebanan………. 6
2.3 Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus……….……. 8
2.4 Half Slab Precast………. 9
2.4.1 Pembebanan yang Bekerja pada Pelat..………. 9
2.4.2 Tahapan Perencanaan Pelat……….. 11
2.4.3 Tahapan Pelaksanaan Pelat………... 16
2.5 Hubungan Balok-Kolom……….. 28
BAB III METODOLOGI……….. 30
3.1 Umum……….………..……… 30
3.3.1 Pembebanan……… 31
3.3.2 Half Slab Precast……… 32
3.4 Tahap-Tahap Pekerjaan…………..……….………… 42
3.5 Diagram Alur………..………. 43
BAB IV PERHITUNGAN……….. 45
4.1 Half Slab Precast………. 45
4.1.1 Perencanaan Dimensi Pelat……….. 45
4.1.2 Pembebanan Half Slab Precast..………. 50
4.1.3 Perhitungan dan Analisa Struktur………. 51
4.2 Pembebanan……….. 79
4.2.1 Perhitungan Beban pada Portal………. 80
4.2.2 Pembebanan Gempa………. 94
4.3 Penulangan Balok………. 107
4.3.1 Balok B1……….. 107
4.3.2 Balok B2……… 122
4.4 Penulangan Kolom ……… 137
4.4.1 Penulangan Lentur………. 137
4.4.2 Penulangan Geser……….. 140
4.4.3 Konsep Stong Column Weak Beam………... 140
4.5 Hubungan Balok-Kolom……… 144
4.5.1 Perencanaan Hubungan Balok-Kolom Interior………. 144
vii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. 153
5.1 Kesimpulan……… 153
5.2 Saran ……….. 155
DAFTAR PUSTAKA
Tabel 2.1 Perbandingan Kuat Tekan Beton pada Berbagai Umur untuk Beda
Uji Silinder yang Dirawat di Labolatorium …….……….. 14
Table 4.1 Kebutuhan Luas Tulangan Pelat (As) Dalam Perencanaan Half Slab Precast ……… 74
Tabel 4.2 Tributary Pelat Atap……… 85
Tabel 4.3 Tributary Pelat Lantai……… 93
Tabel 4.4 Periode Alami Struktur dengan Aplikasi ETABS……… 97
Tabel 4.5 Distribusi Beban Gempa Dengan V = 3013.26 KN……… 100
Tabel 4.6 Tabel Perhitungan Eksentrisitas Rencana ed Pada Arah x……… 102
Tabel 4.7 Tabel Perhitungan Eksentrisitas Rencana ed Pada Arah y…….. 102
Tabel 4.8 Tabel Perhitungan Eksentrisitas Rencana ed Pada Arah x…….. 103
Tabel 4.9 Tabel Perhitungan Eksentrisitas Rencana ed Pada Arah y…….. 103
Tabel 4.10 Tabel Analisa Δ s terhadap arah x………. 105
Tabel 4.11 Tabel Analisa Δ s Terhadap Arah y……… 105
Tabel 4.12 Tabel Analisa Δ m Terhadap Arah x………. 106
Tabel 4.13 Tabel Analisa Δ m Terhadap Arah y……….. 106
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Lokasi Gedung Rusunawa Mahasiswa UNAIR Surabaya …. 3
Gambar 2.1 Model Pengangkatan Pelat dengan Empat Titik Angkat …….. 13
Gambar 2.2 Model Pengangkatan Pelat dengan Delapan Titik Angkat …. 13 Gambar 2.3 Pembesian pada Precast Slab……… 18
Gambar 2.4 Pengecoran pada Precast Slab………21
Gambar 2.5 Penyimpanan Precast Slab………. 22
Gambar 2.6 Mobile Crane………. 24
Gambar 2.7 Proses Pemasangan Precast Slab……… 24
Gambar 2.8 Pembesian Pelat Tooping………. 26
Gambar 2.9 Hubungan Balok-kolom……… 29
Gambar 3.1 Model Pengangkatan Pelat dengan Delapan Titik Angkat …. 36 Gambar 3.2 Detail Looped Strand ……….. 37
Gambar 3.3 Looped Strand Delapan Titik Angkat……….. 37
Gambar 3.4 Diagram Alur Pelat Pracetak……… 43
Gambar 3.5 Diagram Alur Hubungan Balok-Kolom……….. 44
Gambar 4.1 Denah Pelat………. 45
Gambar 4.2 Lebar Efektif Flen Balok Tengah……… 46
Gambar 4.3 Lebar Efektif Flen Balok Tengah……… 48
Gambar 4.4 Dimensi Pelat Pracetak……… 51
Gambar 4.5 Dimensi Pelat Pracetak Saat Pengangkatan………. 52
Gambar 4.6 Jarak Titik Angkat Pelat dan Pembaginya……… 61
Gambar 4.7 Dimensi Pelat……….. 75
Gambar 4.8 Denah Tributary Pelat Atap……….. 80
Gambar 4.11 Periode Alami Struktur dengan Aplikasi ETABS…………. 98
Gambar 4.12 Respon Spektrum Gempa Rencana……… 99
Gambar 4.13 Penyaluran Gaya Gempa pada Portal……… 101
Gambar 4.14 Reaksi Perletakan dan Momen Maksimum pada Balok B1.... 113
Gambar 4.15 Reaksi Perletakan Minimum dan Momen pada Balok B1... 115
Gambar 4.16 Detail Portal Balok B1……… 120
Gambar 4.17 Momen Balok B1 Saat Pemasangan Pelat……….. 121
Gambar 4.18 Reaksi Perletakan dan Momen Maksimum pada Balok B2.... 128
Gambar 4.19 Reaksi Perletakan dan Momen Maksimum Balok Balkon.... 130
Gambar 4.20 Detail Portal Balok B2………. 135
Gambar 4.21 Momen Balok B2 Saat Pemasangan Pelat……… 135
Gambar 4.22 Diagram Interaksi F400-35-0,8-4……… 138
Gambar 4.23 Tulangan Kolom Menggunakan Aplikasi spColumn……….. 139
Gambar 4.24 Kuat Rencana Diagram Interaksi……… 143
Gambar 4.25 Tipe Joint Dalam Struktur Rangka Interior……… 144
Gambar 4.26 Detail Hubungan Balok-Kolom Interior………. 148
Gambar 4.27 Tipe Joint Dalam Struktur Rangka Exterior……… 148
i
MODIFIKASI STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG
GEDUNG RUSUNAWA MAHASISWA UNAIR SURABAYA
MENGGUNAKAN PELAT PRACETAK
Oleh :FATHUL MUJ IB RUSDI 0 9 5 3 0 1 0 0 0 7
ABSTRAK
Beton pracetak adalah komponen beton yang tidak dicor dilokasi, pengecoran atau pembuatan beton pracetak biasanya dilakukan di pabrik. Kelebihan beton pracetak adalah lebih efektif untuk kawasan yang padat bangunan dibanding dengan struktur cast in place. Dalam pelaksanaannya beton pracetak dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan, yaitu tahap pembuatan, tahap pengangkatan dan tahap pemasangan.
Rumah Susun Sederhana Sewa Universtas Airlangga Surabaya yang dibangun lima lantai, nantinya akan dimodifikasi menjadi enam lantai dan menggunakan pelat pracetak yang direncanakan menggunaka metode half slab precast, karena dimensi dan bentang bangunan yang ada sesuai dengan metode pelat pracetak ini.
Data-data yang telah diperoleh nantinya akan digunakan untuk perencanaan modifikasi gedung tersebut menggunakan sistem half slab precast, diantaranya perhitungan pembebanan pelat saat pengangkatan, pemasangan, tooping dan komposit, serta perhitungan penulangan pelat, kontrol tegangan, sambungan elemen
half slab precast dengan tooping. Hubungan balok-kolom juga akan diperhitungkan
sesuai SRPMK. Program SAP 2000 dan ETABS akan digunakan untuk menganalisa struktur yang akan direncanakan sedangkan perhitungan struktur seluruhnya berdasarkan peraturan standar yang berlaku terutama SNI 03 – 2847 – 2002.
Setelah dilakukannya perencanaan ulang dari bangunan tersebut, diperoleh tebal total pelat 12 cm dengan 7 cm tebal half slab precast dan 5 cm tebal pelat tooping. Tulangan half slab precast Ø10-150 untuk masing-masing tulangan arah x dengan As = 523 mm2 dan Ø10-200 untuk masing-masing tulangan arah y dengan As = 392,7 mm2. Pelat tooping menggunakan tulangan Ø8-200 dan titik angkat yang digunakan berjumlah delapan buah dengan tulangan Ø10. Sedangkan untuk balok B1 20/43 digunakan tulangan 4D19 dan 2D19 untuk tumpuan, 4D19 dan 2D19 untuk lapangan dan Ø10-150 untuk tulangan geser serta 2D19 untuk tulangan torsi di sisi kiri dan kanan balok. Balok B2 25/43 digunakan tulangan 6D22 dan 3D22 untuk tumpuan, 5D22 dan 3D22 untuk lapangan dan Ø10-100 untuk tulangan geser serta 2D19 untuk tulangan torsi di sisi kiri dan kanan balok. Kolom menggunakan tulangan 16D22 dengan sengkang Ø12-100. Tulangan geser pada Hubungan Balok Kolom digunakan 4Ø12-75.
Kata kunci: half slab precast, tooping, balok, kolom, HBK.
1.1Latar Belakang
Gedung Rumah Susun Sederhana Sewa (RUSUNAWA) Mahasiswa
Universitas Airlangga Surabaya adalah gedung yang memiliki panjang 59,7 m, lebar
16,8 m dan tinggi 17,7 m. Berfungsi untuk tempat tinggal mahasiswa dan memiliki
lima lantai yang dibangun menggunakan cara cor ditempat (cast in place) pada
pekerjaan balok, kolom dan pelat. Dalam tugas akhir ini penulis akan membuat
perencanaan struktur dengan objek gedung tersebut dan dimodifikasi menjadi enam
lantai dengan daerah zona gempa kuat menggunakan pelat pracetak.
Beton pracetak adalah beton (elemen struktur) yang dibuat di pabrik
kemudian dipasang di lapangan. Hal tersebut dilakukan karena beton pracetak lebih
efektif dan hemat biaya karena waktu pengerjaan yang lebih singkat. Salah satu
elemen struktur yang biasanya diganti menggunakan beton pracetak adalah pelat
lantai maupun atap. Dari beberapa jenis pelat pracetak yang ada, half slab precast
yaitu metode penggabungan antara beton pracetak dan cor di tempat, adalah metode
yang paling sesuai pada gedung tersebut. Hal ini didasarkan dari kebutuhan bentang
serta ketebalan pelat yang nantinya akan digunakan.
Perencanaan half slab precast berbeda dengan perencanaan pelat dengan
sistem cor ditempat. Selain merencanakan dimensi dan tulangan yang diperlukan,
2
Setelah merencanakan pelat pracetak tersebut, perlu pula direncanakan hubungan
balok kolom mengingat gedung tersebut berada di daerah zona gempa kuat.
1.2Per masalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka timbul permasalahan
tentang bagaimana merencanakan struktur gedung dengan menggunakan beton
pracetak. Dalam hal ini meliputi:
1. Bagaimana merencanakan struktur pelat pracetak menggunakan metode
half slab precast.
2. Bagaimana merencanakan pembebanannya saat pengangkatan,
pemasangan, tooping dan komposit.
3. Bagaimana mendesain hubungan balok kolom beton bertulang yang
mampu menahan gaya gempa lateral dan gaya gravitasi yang bekerja pada
gedung jika menggunakan pelat pracetak.
1.3Maksud dan Tujuan
1. Mengetahui cara merencanakan struktur pelat pracetak menggunakan
metode half slab precast.
2. Mengetahui cara merencanakan pembebanan saat pengangkatan,
pemasangan, tooping dan komposit.
3. Mengetahui cara mendesain hubungan balok kolom beton bertulang yang
mampu menahan gaya gempa lateral dan gaya gravitasi yang bekerja pada
gedung jika menggunakan pelat pracetak.
1.4Batasan Masalah
1. Perencanaan ini tidak meninjau analisa biaya dan manajemen konstruksi
dalam menyelesaikan pekerjaan proyek serta segi arsitekturalnya.
2. Tidak merencanakan pondasi, tangga dan penutup atap.
3. Jenis pracetak yang digunakan dalam perencanaan pelat adalah half slab
precast.
1.5Lokasi Gedung
Lokasi gedung : Jl. Kampus Unair Surabaya
4
BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sistem pabrikasi dalam pembuatan struktur beton bertulang dikenal dengan
sistem pracetak. Berikut adalah perbedaan antara beton cor di tempat dengan beton
pracetak71 :
a. Beton cor di tempat.
- Waktu pelaksanaan relatif lama karena harus menunggu waktu beton
mengeras.
- Bekisting dan schafolding yang dibutuhkan banyak
- Waktu pengecoran sangat bergantung kepada cuaca dan jumlah pekerja yang
dibutuhkan banyak.
- Sambungan antar struktur langsung menyatu sejak awal pengecoran.
b. Beton Pracetak
- Waktu pelaksanaan di lapangan dapat dipersingkat.
- Kontrol terhadap mutu bahan mudah dilakukan, karena akan langsung
terlihat.
- Memerlukan alat berat.
- Schafolding maupun pekerja yang dibutuhkan lebih sedikit.
- Untuk sambungan antar elemen struktur bisa menggunakan sambungan
basah, sambungan mekanik dan sambungan las ataupun kombinasi.
7
Dita P. Putra, I Nyoman. 1996. “Studi Perbandingan Perencanaan Pelat Lantai dengan Metode Cast in Situ
dan Sistem Half Slab Precast Pada Gedung Sejahtera Garden Resort Apartment di Surabaya”. Malang.
SNI 03-2847-2002 menjelaskan perencanaan struktur beton pracetak harus
mempertimbangkan semua kondisi pembebanan dan kekangan deformasi mulai dari
saat pabrikasi awal, hingga selesainya struktur, termasuk pembongkaran cetakan,
penyimpanan, pengangkutan dan pemasangan.
Dalam pelaksanaan pracetak diperlukan pekerja yang terampil dan
berpelangaman. Peningkatan SDM dilakukan melalui pelatihan dan sertifikasi formal
agar dapat selalu dipantau dan dibina oleh asosiasi yang bersangkutan, sehingga
mempunyai kompetensi dan menjaga kode etik sehingga akan selalu mampu
menghasilkan produk yang baik (Ikatan Ahli Pracetak dan Prategang Indonesia
(IAPPI)91, 2009)
Dalam sebuah bangunan, bagian yang bisa menggunakan beton pracetak
adalah panel dinding, elemen lantai maupun atap, balok, kolom dan lain sebagainya.
Untuk elemen lantai maupun atap dibuat menjadi banyak variasi disesuaikan dengan
kondisi seperti panjang bentang, beban yang ada, penampilan dan lain-lain.
Berikut adalah jenis elemen lantai dan atap yang sering digunakan dalam
sebuah bangunan:
1. Flat slab, biasanya memiliki tebal 10,16 cm, lebar 121,92 – 243,84 cm
dan panjang sampai 1097,28 cm.
2. Hollow plaks, bentuk ini digunakan untuk meringankan beban dan
mencapai bentang yang lebih panjang. Tebalnya berkisar antara 10,16 –
20,32, lebar 60,96 – 121,92 cm dan digunakan pada bentang atap 487,68
– 1036,32 cm dan pada bentang lantai 365,76 – 792,48 cm
9
Ikatan Ahli Pracetak dan Prategang Indonesia (IAPPI). 2009. “Materi dan Sertifikasi PengawasPembangunan
6
3. Double T, bentuk inilah yang paling banyak digunakan. Tebalnya 35,56
– 55,88 cm dan digunakan untuk bentang samapai 1828,8 cm.
4. Single T, biasanya digunakan untuk bentang sampai 3078 cm.
Dari beberapa jenis pelat pracetak diatas, flat slab adalah yang paling tepat
digunakan untuk bangunan ini. Salah satu jenis dari flat slab yaitu half slab precast
yang nantinya akan digunakan dalam metode perencanaan pelat pada bangunan
rusunawa UNAIR Surabaya dalam tugas akhir ini.
2.2 Pembebanan
Pembebanan yang dimaksud adalah beban-beban yang direncanakan bekerja
pada struktur gedung. Jenis-jenis yang direncanakan adalah:
1. Beban Mati
Beban mati adalah beban yang berasal dari berat sendiri semua bagian dari
gedung yang bersifat tetap, termasuk dinding dan sekat pemisah, kolom, balok,
lantai, atap, mesin dan peralatan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
gedung. (SNI 03-1726-200211pasal 3.1.2.3)
2. Beban Hidup
Beban hidup adalah beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan
gedung tersebut, baik akibat beban yang berasal dari orang maupun dari barang yang
1
Badan Standardisasi Nasional. “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan
Gedung”. BSN: Bandung. (SNI 03-1726-2002).
dapat berpindah atau mesin dan peralatan serta komponen yang tidak merupakan
bagian yang tetap dari gedung. (SNI 03-1726-20021 pasal 3.1.2.2)
3. Beban Gempa
Sebagai salah satu gedung yang direncanakan terletak di zona gempa tinggi
yaitu zona 6, elemen struktur utama gedung dirancang dengan sistem rangka pemikul
momen khusus (SRPMK), sesuai dengan tata cara perencanaan ketahanan gempa
utuk bangunan gedung SNI 03-1726-200212 pasal 3.1(2(1))
Mengingat letak gedung yang berada pada zona gempa kuat, maka harus
diperhatikan disain struktur gedung tersebut guna menentukan metode analisis
struktur terhadap beban gempa. Struktur gedung ditetapkan sebagai struktur gedung
beraturan, apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut123:
− Tinggi struktur gedung diukur dari taraf penjepitan lateral tidak lebih dari 10
tingkat atau 40 meter.
− Denah struktur gedung adalah persegi panjang tanpa tonjolan dan kalaupun
mempunyai tonjolan, panjang tonjolan tersebut tidak lebih dari 25% dari
ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah tonjolan tersebut.
− Denah struktur gedung tidak menunjukkan coakan sudut dan kalaupun
mempunyai coakan sudut, panjang sisi coakan tersebut tidak lebih dari 15%
dari ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah sisi coakan tersebut.
1
Badan Standardisasi Nasional. “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung”. BSN: Bandung. (SNI 03-1726-2002).
12
8
− Sistem struktur gedung memiliki lantai tingkat menerus, tanpa lubang atau
bukan yang luasnya lebih dari 50% luas seluruh lantai tingkat. Kalaupun ada
lantai tingkat dengan lubang atau bukaan seperti itu, jumlahnya tidak boleh
melebihi 20% dari jumlah lantai tingkat seluruhnya.
Dari beberapa ketentuan yang tertulis diatas, maka gedung RUSUNAWA
Mahasiswa Universitas Airlangga tersebut dapat dikatakan sebagai bangunan dengan
struktur beraturan, sehingga metode analisis yang digunakan adalah metode analisis
stastis.
2.3 Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus
Pengertian dari Sistem Rangka Pemikul Momen adalah suatu sistem ruang
dalam dimana komponen-komponen struktur dan join-joinya dapat menahan
gaya-gaya yang bekerja melalui aksi lentur, geser dan aksial. Sistem Rangka Pemikul
Khusus Momen (SRPMK) dipakai untuk daerah dengan resiko gempa tinggi
(wilayah gempa 5 dan 6) (SNI 03-2847-2002)31.
Dalam sistem rangka semua beban lateral dan beban gravitasi dipikul oleh
balok dan diteruskan oleh kolom. Prinsip desain gedung tahan gempa adalah setiap
massa pada gedung mempunyai lokasi yang simetris. Prinsip desain tersebut
mempunyai implikasi yang sangat berarti pada keseluruhan bentuk gedung karena
penempatan mekanisme penahan beban lateral dan beban gravitasi sangat
dipengaruhi bentuk gedung. Struktur gedung yang simetris tidak mengalami gaya
3
Badan Standardisasi Nasional. “Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung”. (SNI 03-2847-2002).
torsi yang besar dari pada struktur gedung yang tidak simetris, sehingga jenis struktur
simetris lebih diharapkan untuk gedung tahan gempa.
2.4 Half Slab Precast
Pelat direncanakan menggunakan half slab precast karena dimensi dan
bentang pada jenis plat pracetak ini memungkinkan untuk digunakan dalam
memodiikasi gedung tersebut yaitu panjang 4,8 m dan lebar 3,9 m. Sebagai pelat satu
arah atau dua arah, direncanakan hanya menerima beban lentur saja, karena
berdasarkan SNI 03-2847-200231 pasal 15.1, dimana beban yang diperhitungkan
hanyalah beban gravitasi dan terbagi merata pada seluruh panel pelat. Beban hidup
tidak boleh melibihi dua kali beban mati.
2.4.1 Pembebanan yang Bekerja Pada Pelat
Pembebanan didasarkan pada Peraturan Pembebanan Indonesia untuk
Gedung tahun 198362 serta referensi lain yang mendukung. Untuk beban mati sesuai
dengan PPI table 2.1, untuk beban hidup sesuai deng PPI table 3.1 dan beban gempa
sesuai dengan SNI 03-1726-200213. Pembebanan pada perencanaan pelat dengan
sistem half slab precast harus mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut:
1
Badan Standardisasi Nasional. “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung”. BSN: Bandung. (SNI 03-1726-2002).
3
Badan Standardisasi Nasional. “Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung”. (SNI 03-2847-2002).
6
10
a. Saat Pengangkatan
Pada saat pengangkatan dipegaruhi oleh beban mati dan impact factor
(faktor tumbukan). Impact factor harus diperhitungkan karena beton pracetak akan
mengalami:
- Pengangkatan dari pabrik menuju tempat penyimpanan dengan menggunakan
mobil pengangkut.
- Pengangkatan dari tempat penyimpanan menuju posisi akhir pada
pembangunan dengan menggunaka crane.
Tabel 2.1 Tabel Impact Factor Untuk Beton Pracetak
Sumber : PCI Design Handbook Precast and Prestressed Concrete, chapter 8-8151
- Impact factor untuk pengangkatan = 1,5
- Pembebanan terdiri dari berat sendiri pelat dikalikan impact factor.
b. Saat Pemasangan
Pembebanan terdiri berat sendiri beton bertulang.
c. Saat Pengecoran Tooping
Tambahan beban yang terjadi terdiri dari:
15
Widen, Helmuth, P.E. Chairperson. 2008. “Precast and Prestressed Concrete, PCI Design Handbook”. Chicago.
- Beban mati yaitu berat sendiri beton bertulang untuk pelat tooping.
- Beban hidup yaitu beban alat dan pekerja (PPI 1983:13)61
d. Saat komposit
1. Beban mati
- Berat sendiri beton bertulang
- Plafond dan rangka
- Tegel dan spesi
- Tembok batako
2. Beban hidup
2.4.2 Tahapan Perencanaan Pelat
Seluruh perhitungan perencanaan pelat sistem half slab precast didasarkan
pada SNI 03-2847-200232dan referensi lain yang mendukung serta dengan bantuan
program SAP133. Oleh karena berat total pelat pracetak diharuskan kurang dari
kapasitas angkat crane.
Perhitungan daya kontrol pelat sistem half slab precast melalui tahapan
sebagai berikut:
a. Saat pengangkatan
1. Kebutuhan tulangan lentur
Saat umur beton 3 hari, kemudian mencari:
3
Badan Standardisasi Nasional. “Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung”. (SNI 03- 2847-2002).
6
Departemen Pekerjaan Umum. “Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Bangunan Gedung”(PPIUG) 1983.
13
12
fci' = kuat tekan beton saat berumur 3 hari
b = lebar pelat
h = tebal pelat pracetak (7cm)
d = h – decking – 0,5 øtulangan
W = berat sendiri beton bertulang x 1,2 x impact factor
Dari data yang telah diperoleh termasuk hasil perhitung SAP 2000131
kemudian dicari kebutuhan luas penampang tulangan saat pengangkatan untuk
menjadi perbandingan dalam pemilihan tulangan yang akan digunakan.
2. Tegangan di tumpuan
Pelat dimodelkan terletak di atas sendi-sendi yang sama letaknya dengan
titik angkat (looped strand). Adapun hasilnya pengambilan asumsi sendi sebagai titik
angkat karena saat pengangkatan pelat mengalami translasi arah x, arah y serta
mengalami rotasi arah z.
Adapun titik-titik pengangkatan pada pelat seperti yang disyaratkan PCI
Design Handbook Precast and Prestressed Concrete bab 5 halaman 8152, yaitu:
13
Pramono, Handi. 2007. “Desain Konstruksi Pelat dan Rangka Beton Bertulang dengan SAP 2000 Versi 9”. Yogyakarta.
15
Widen, Helmuth, P.E. Chairperson. 2008. “Precast and Prestressed Concrete, PCI Design Handbook”. Chicago.
- Empat titik angkat
Gambar 2.1 Model Pengangkatan Pelat dengan Empat Titik Angkat
- Delapan titik angkat
0,2 07 L 0,5
86 L 0,207
L
Mmax
0,104 L 0,292 L 0,208 L 0,292 L 0,104 L
Mmax
Gambar 2.2 : Model Pengangkatan Pelat dengan Delapan Titik Angkat
b. Saat pemasangan
Saat pemasangan, umur beton tiga hari dan ditumpu disisinya. Pelat
dimodelkan dengan tumpuan sendi di sekelilingnya.
0,20 7 L 0,586 L 0,20 7 L
0,207 L 0,5
86 L 0,207
L
14
c. Saat pengecoran tooping (umur beton pelat tiga hari)
Ketebalan tooping adalah lima centi meter, sehingga tebal pelat keseluruhan
menjadi 12 cm dan dimasukan dalam data define shell section pada SAP2000131 dan
hasil perhitungan SAP2000 diperolah Mu serta lendutan yang terjadi kemudian
dilanjutkan menghitung luas penampang tulangan saat pengecoran tooping untuk
menjadi perbandingan dalam pemilihan tulangan yang akan digunakan.
Pengambilan kuat tekan beton saat umur tiga hari pada saat pengangkatan,
pemasangan dan pengecoran tooping merupakan hasil dari penelitian PT. JHS
PRECAST CONCRETE INDUSTY bahwa saat umur tiga hari, beton telah memiliki
kekuatan untuk menahan beban-beban yang terjadi saat pengangkatan, pemasangan
dan pengecoran tooping. Nilai konversi untuk beton dijelaskan pada table 2.2
Table 2.2 Perbandingan Kuat Tekan Beton pada Berbagai Umur Untuk Benda Uji Silinder yang Dirawat di Labolatorium.
Umur Beton 3 hari 7 hari 14 hari 28 hari
Semen Portland tipe 1 0,46 0,7 0,88 1
Sumber: Laporan Praktikum Teknologi Beton
13
Pramono, Handi. 2007. “Desain Konstruksi Pelat dan Rangka Beton Bertulang dengan SAP 2000 Versi 9”. Yogyakarta.
d. Saat komposit
Pelat dimodelkan terjepit elastis di sisinya, dalam perhitungan kebutuhan
luas penampang saat komposit, pelat pracetak dan pelat tooping disatukan sehingga
tebal keseluruhan adalah 12 cm dan semua beban telah bekerja saat perencanaan ini.
Dari perhitungan masing-masing tahapan diatas, diperoleh nilai tertinggi
dari luas penampang dan menjadi acuan dipilihnya diameter tulangan dan jaraknya.
e. Kontrol Hasil Perhitungan
Setelah semua perhitungan selesai, perlu adanya kontrol untuk memastikan
hasil perencanaan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Adapun beberapa kontrol
yang harus disertakan dalam perencanaan ini adalah sebagai berikut:
1. Lendutan Jangka Panjang
Pada komponen struktur beton bertulang, disamping terjadi lendutan
seketika juga akan mengalami lendutan yang timbul secara berangsur-angsur dalam
jangka waktu cukup lama.
Beban hidup tidak selalu bekerja di sepanjang waktu, sehingga yang
diperhitungkan hanya sebagai beban hidup yang dianggap sebagai beban menetap,
disamping beban mati yang memang bersifat permanen.
2. Geser beton Lama dengan Beton Baru
Dibutuhkan pengontrolan untuk pergeseran yang terjadi pada beton lama
(pelat pracetak) dan beton baru (pelat tooping). Hal ini dikarenakan umur kedua
16
2.4.3 Tahapan Pelaksanaan Pelat71
Setelah perencanaan pelat selesai, maka selanjutnya adalah pelaksanaan
pelat pracetak itu sendiri. Pembuatan pelat dengan sistem half slab precast, dibagi
dalam dua tahap yaitu tahap pertama pembuatan pelat pracetak dan tahap kedua
pembuatan pelat topping.
1. Pelat Pracetak
Dalam pelaksanaan pelat pracetak, terdapat tahapan-tahapan yang perlu
diperhatikan dan dipersiapkan, yaitu;
a. Persiapan Bekisting
Bekisting untuk pembuatan precast slab disebut loyang. Pemadatan tanah
diperlukan dalam pembuatan loyang untuk precast slab. Tanah harus benar-benar
padat dank eras. Di atas tanah tersebut dibuat rabatan, agar jika dipasang tegofilm
sebagai papan bekisting, precast slab tidak melendut.
b. Pemasangan Balok Melintang
Pada sisi-sisi rabatan tersebut dipasang balok 8/12 untuk meletakkan
tegofilm. Tegofilm dipaku pada balok tersebut.
c. Pembuatan Bekisting
Setelah tegofilm terpasang dengan baik, kemudian di atas tegofilm tersebut
dibuat bekisting-bekisting precast slab setebal 7 cm, sesuai dengan ukuran tebal
yang direncanakan. Bekisting-bekisting tersebut terbuat dari pelat besi atau dua lapis
balok kayu. Kayu pertama berukuran 3/5 dan kayu kedua berukuran 4/6.
7
Dita P. Putra, I Nyoman. 1996. “Studi Perbandingan Perencanaan Pelat Lantai dengan Metode Cast in Situ dan
Sistem Half Slab Precast Pada Gedung Sejahtera Garden Resort Apartment di Surabaya”. Malang.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemasangan balok-balok
kayu pembentuk precast slab :
1. Pemasangan balok-balok kayu harus seteliti mungkin dan disesuaikan dengan
ukuran precast slab dalam perencanaan
2. Balok-balok tersebut harus dipasang dengan baik pada tegofilm agar tidak
lepas saat mobile crane mengangkat precast slab dari Loyang/ bekistingnya.
d. Pekerjaan Pembesian
Sebelum pembesian dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan pengerjaan
pengukuran jarak-jarak tulangan. Hasil pengukuran disketsa pada bekisting dengan
kapur tulis. Pembesian tulangan tarik lapangan (bawah) ditanam pada beton pracetak.
Tahapan pembesian precast slab dilakukan sebagai berikut :
1. Pemasangan tulangan arah x dan arah y. pemotongan tulangan dilakukan di
lokasi pemotongan dengan menggunakan gunting blok sesuai dengan
ukuran-ukuran tulangan yang telah direncanakan.
2. Setiap persilangan tulangan diikat sekuat mungkin dengan kawat baja
(bendrat) agar posisi tulangan tetap pada tempatnya.
3. Dilakukan pemasangan jarak/penutup beton (decking) yang berupa blok
kecil beton. Jumlah decking minimal dua setiap meter persegi bekisting pelat
lantai. Bila diameter tulangan utama ≤ Ø 10 maka dianjurkan memakai
decking yang lebih banyak, misalkan :
- Ø 8 – Ø 10 : 3 per m2 luas lantai
18
Setelah pekerjaan pembesian selesai, kemudian tulangan-tulangan tersebut
dijepit oleh balok kayu berukuran 4/6 yang dipaku dengan balok kayu berukuran 3/5
yang terletak di bawahnya.
Untuk menjamin beton menjadi monolit pada precast slab, dipasang
stek-stek tulangan pada tepi panel (bekisting precast slab) yang akan dihubungkan pada
balok dan akan dicor bersama beton lantai (topping) setebal 5 cm.
Setelah pemasangan tulangan pokok selesai, dilakukan pemasangan
tulangan lift loop (tulangan pengangkat) yang berfungsi sebagai kait saat precast slab
diangkat. Tulangan lift loop dipasang sesuai dengan perencanaan. Titik penulangan
lift loop harus tepat agar precast slab tidak mengalami retak dan lendutan yang
berlebihan saat pengangkatan. Tulangan lift loop ini diikat dan dicor bersamaan
dengan tulangan pokok. Pada sudut-sudutnya diberi pengaku agar bkisting tetap
dalam keadaan siku-siku atau sesuai dengan bentuk precast slab yang direncanakan.
Gambar 2.3 Pembesian pada Precast Slab
e. Pekerjaan Beton
Beton sampai di site (lokasi pengecoran) sebelum dicorkan pada tempatnya
biasanya diambil slump-nya dahulu oleh bagian laboratorium untuk dilakukan test
slamp campuran betonnya. Karena sudah menjadi ketentuan bahwa pada pelaksanaan
pengecoran tidak boleh lebih dari empat jam sejak selesai loading dari concrete
mixer.
Sebelum pengecoran dilaksanakan, perlu diadakan beberapa pekerjaan
persiapan, antara lain :
1. Pada lokasi pembuatan pracetak yang terbuka, bekisting untuk precast slab
selalu kotor oleh debu saat panas dan basah saat hujan. Padahal bekisting dan
pembesian yang siap untuk dicor harus selalu bersih dari segala macam
kotoran. Sehingga kurang lebih satu jam sebelum pengecoran dimulai,
compressor berfungsi membersihkan kotoran yang ada. Sesuai program yang
sudah ditentukan bahwa pada pabrikasi pracetak yang tiada hari tanpa cor,
maka compressor sebagai alat penunjang pembuatan precast slab harus selalu
ada di tempat dan siap pakai.
2. Pengecekan kembali posisi dari tulangan-tulangan dan ikatannya (bendrat),
untuk menghindari adanya ikatan yang kendur, sehingga posisi tulangan akan
berubah pada saat pengecoran.
3. Pengecekan kembali kondisi bekisting yang akan dicor, untuk menjaga
kemungkinan adanya bagian-bagian bekisting yang rusak selama pelaksanaan
pembesian. Apabila ada maka bagian tersebut harus diperbaiki terlebih dahulu
20
Setelah persiapan-persiapan di atas selesai barulah proses pengecoran dapat
dilaksanakan. Sistem pengecoran langsung menggunakan ready mix truck. Secara
garis besar urutan pelaksanaan pengecoran sebagai berikut :
1. Pengangkutan spesi beton dari pabrik beton (ready mix) ke lokasi proyek
dengan menggunakan mixer truck. Dimana volume dari setiap mixer truck
adalah 6 m3 sampai 8 m3.
2. Penuangan beton langsung dari mixer truck pada areal pengecoran yang telah
siap dengan para pekerja dan pelaksana pengawas pengecoran.
3. Pemadatan dilakukan langsung pada waktu pengecoran. Setiap beton yang
dituangkan dan diratakan pada areal pengecoran harus langsung diadakan
pemadatan. Pemadatan dilakukan dengan menggunakan vibrator (jarum
penggetar). Tujuan pemadatan ini adalah untuk mencegah terbentuknya
ruang-ruang kosong dalam beton yang dapat memperlemah kekuatan dan ketahanan
beton. Dengan penggetaran ini maka ruang-ruang udara yang terbentuk antara
dinding bekisting dan beton, maupun dalam campuran beton itu sendiri akan
hilang. Selain hal-hal selama pengecoran, baik buruknya Hasil pengecoran
juga ditentukan oleh campuran atau agregat beton yang dipakai. Banyak Hasil
pengecoran yang keropos karena agregat beton memiliki diameter terlalu
besar.
4. Untuk mendapatkan Hasil akhir beton yang bagus terutama pada pekerjaan
pembuatan precast slab setebal 7 cm, meskipun permukaan atas beton harus
di-finish kasar, tetapi waktu proses pelaksanaan harus digosok memakai kayu
minimum 3 kali agar tidak retak nantinya.
5. Permukaan precast slab harus di-finish kasar, ini bertujuan agar precast slab
lebih menyatu dan melekat (monolit) dengan topping-nya saat pengecoran
cast in place.
Untuk itu setiap kali pengecoran selalu ditekankan kepada pekerja untuk
mengikuti peraturan yang ada agar betul-betul mendapatkan Hasil pekerjaan seperti
yang direncanakan.
Setelah selesai pengecoran dilakukan curing beton selama lebih kurang 7
hari berturut-turut dengan bantuan pompa air. Dengan curing tersebut akan
menghasilkan mutu beton yang baik.
Dengan memakai metode half slab precast ini, pelaksanaan precast slab
lantai dapat dimulai jauh hari sebelum pekerjaan balok dilaksanakan dengan jumlah
sebanyak-banyaknya atau sesuai kebutuhan.
22
f. Pekerjaan Pengangkatan
Setelah 3 hari, dilakukan pengangkatan precast slab dari Loyang menuju
tempat penyimpanan dengan bantuan mobile crane yang mempunyai alat angkat
khusus (8 titik angkat).
Saat pengangkatan, alat khusus tersebut dikaitkan pada lift loop precast
slab. setelah itu diletakkan di truck tersebut kemudian dibawa ke tempat
penyimpanan kecuali jika pembuatan precast slab tersebut berada di daerah
pelaksanaan proyek terebut.
Gambar 2.5 Penyimpana Precast Slab
g. Pekerjaan Pemasangan
Setelah precast slab siap di tempat penyimpanan dan bekisting serta
penulangan balok telah selesai. Barulah precast slab diangkat dengan menggunakan
mobile crane yang ujungnya dikaitkan pada alat angkut khusus (8 titik angkat)
menuju elevasi pada struktur bangunan yang telah ditentukan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat pemasangan precast slab :
1. Dipastikan bahwa tulangan-tulangan overlap pada precast slab telah ditekuk
ke bawah. Hal ini sangat penting karena tulangan-tulangan overlap tersebut
nantinya pada saat terpasang masuk pada penulangan balok. Setelah posisinya
tepat barulah tulangan-tulangan overlap tersebut diluruskan kembali dalam
kondisi masuk ke dalam penulangan balok.
2. Saat peletakan precast slab pada posisinya dengan menggunakan mobile
crane haruslah dilaksanakan dengan hati-hati dan teliti. Hal ini untuk
mencegah agar precast slab tidak retak dan posisinya tepat sesuai dengan
yang direncanakan.
3. Peletakan precast slab harus sesuai dengan tipenya dan elevasi peletakannya.
Karena pada saat pembuatan precast slab telah direncanakan sesuai dengan
ukuran dan bentuk pelat lantai yang direncanakan.
4. Setelah peletakan precast slab selesai dan tepat maka selanjutnya precast slab
tersebut di bawahnya diberi penyagga (pipe support/scaffolding) yang
diletakkan tepat di tengah-tengah (titik berat) precast slab. Pipe support atau
scaffolding yang disewa tersebut daya dukungnya lebih besar dari
beban-beban yang ada di atasnya.
Setelah tahap-tahap pelaksanaan precast slab selesai barulah dilakukan
24
Gambar 2.6 Mobile Crane
Gambar 2.7 Proses Pemasangan Precast Slab
2. Pelat Tooping
Dalam pelaksanaan pembuatan pelat topping, terdapat tahapan-tahapan yang
perlu dipersiapkan, yaitu :
a. Pekerjaan Pembesian
Sebelum pembesian dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan pekerjaan
pengukuran jarak sumbu ke sumbu tulangan. Hasil pengukuran disketsa pada
bekisting atau pelat precast.
Tahapan pembesian pelat topping dilakukan sebagai berikut :
1. Pemasangan tulangan pokok arah x dan arah y secara menerus dan saling
tegak lurus. Tulangan ini berfungsi sebagai tulangan tumpuan pada pelat
sistem half slab precast.
2. Setiap persilangan tulangan diikat sekuat mungkin dengan kawat baja
(bandrat) agar posisi tulangan tetap pada tempatnya. Sedangkan tulangan
yang terletak di atas tulangan balok diikatkan pada tulangan balok yang sudah
terpasang terlebih dahulu sekuat mungkin dengan bendrat.
3. Dilakukan pemasangan jarak/penutup beton (decking) yang berupa blok kecil
beton. Jumlah decking minimal dua setiap meter persegi bekisting pelat
lantai. Bila diameter tulangan utama < Ø 10 maka dianjurkan memakai
decking yang lebih banyak, misalkan :
- Ø 8 – Ø 10 : 3 per m2 luas lantai
26
Gambar 2.8 Pembesian pelat topping
b. Pekerjaan Beton
Beton sampai di site (lokasi pengecoran) sebelum dicorkan pada tempatnya
biasanya diambil slump-nya dahulu oleh bagian laboratorium untuk dilakukan test
slump campuran betonnya.
Sebelum pengecoran dilaksanakan, perlu diadakan beberapa pekerjaan
persiapan antara lain :
1. Pembersihan areal pengecoran (lantai bekisting/pelat precast) dari debu dan
kotoran-kotoran dengan menggunakan compressor.
2. Pengecekan kembali posisi dari tulangan-tulangan dan ikatannya (bendrat),
untuk menghindari adanya ikatan yang kendur, sehingga posisi tulangan
akan berubah pada saat pengecoran.
Setelah persiapan-persiapan di atas selesai barulah proses pengecoran dapat
dilaksanakan. Mengenai sistem pengecoran menggunakan mobile crane. Secara garis
besar urutan pelaksanaan pengecoran di lapangan adalah sebagai berikut :
1. Pengangkutan spesi beton dari pabrik beton (ready mix) ke lokasi proyek
dengan menggunakan mixer truck. Dimana volume dari setiap mixer truck
adalah 6 m3 sampai 8 m3.
2. Penuangan beton langsung dari mixer truck pada areal pengecoran yang
telah siap dengan para pekerja dan pelaksana pengawas pengecoran.
3. Penuangan atau pengecoran beton pelat topping, yang pengecorannya
bersamaan dengan pengecoran balok. Hal-hal yang harus diperhatikan pada
saat penuangan beton adalah sebagai berikut :
a. Tinggi jatuh bebas penuangan beton tidak boleh terlalu tinggi maksimal
1,5 m. karena apabila terlalu tinggi dapat merusak bekisting disebabkan
tekanan jatuhnya menjadi sangat besar. Selain itu penuangan yang terlalu
tinggi juga mengakibatkan segregasi beton yaitu agregat beton jatuh
dalam keadaan terpisah, dimulai dari agregat yang terbesar dan terberat
jatuh terlebih dahulu. Selanjutnya kerikil dan kemudian pasir dan
akhirnya pasta semen. Hal ini menyebabkan campuran beton menjadi
buruk tidak seperti keadaan semula.
b. Dalam pengecoran diusahakan spesi beton tidak mengalami penumpukan
yang terlalu tinggi pada suatu tempat dalam waktu yang cukup lama,
karena bekisting dapat melendut. Untuk mengatasinya harus ada pekerja
yang bertugas meratakan spesi beton yang baru dituangkan ke sekitar
daerah penuangan.
4. Pemadatan dilakukan langsung pada waktu pengecoran. Setiap beton yang
dituangkan dan diratakan pada areal pengecoran harus langsung diadakan
28
penggetar). Tujuan pemadatan ini adalah untuk mencegah terbentuknya
ruang-ruang kosong dalam beton yang dapat memperlemah kekuatan dan
ketahanan beton. Dengan penggetaran ini maka ruang-ruang udara yang
terbentuk antara dinding bekisting dan beton, maupun dalam campuran
beton itu sendiri akan hilang. Selain hal-hal selama pengecoran, baik
buruknya hasil pengecoran juga ditentukan oleh capuran atau agregat beton
yang dipakai. Banyak hasil pengecoran yang keropos karena agregat beton
memiliki diameter terlalu besar.
Setelah selesai pengecoran dilakukan curing beton selama lebih kurang 7
hari berturut-turut. Dengan curing tersebut akan dihasilkan mutu beton yang baik.
Pada pelaksanaan pembuatan pelat lantai dengan siste half slab precast ini, tidak
diperlukan adanya pembongkaran bekisting pelat lantai.
2.5Hubungan Balok Kolom
Dalam hubungan balok-kolom terdapat gaya-gaya pada tulangan
longitudinal balok di muka hubungan balok-kolom harus ditentukan dengan
menganggap bahwa tegangan pada tulangan tarik lentur adalah 1.25fy. Tulangan
longitudinal balok yang berhenti pada suatu kolom diteruskan hingga mencapai
sisi jauh dari inti kolom terkekang dan diangkur sesuai SNI 03-2847-2002 pasal
23.5(4). Kuat hubungan balok-kolom haru direncanakan menggunakan faktor
reduksi kekuatan sesuai dengan SNI 03-2847-2002 pasal 11.3.
Pada hubungan balok kolom, dengan lebar balok lebih besar daripada
lebar kolom, tulangan transversal yang ditentukan pada SNI 03-2847-2002 pasal
23.4(4) harus dipasang pada hubungan tersebut untuk memberikan kekangan
terhadap tulangan longitudinal balok yang berada didaerah luar daerah inti
kolom, terutama bila kekangan tersebut tidak disediakan oleh balok yang
merangkak pada hubungan tersebut. Suatu balok yang merangka pada suatu
hubungan balok-kolom dianggap memberikan kekangan bila setidaknya ¾
bidang muka hubungan balok-kolom tersebut tertutupi oleh balok yang
merangka tersebut. Hubungan balok-kolom dapat dianggap terkekang bila ada
empat balok yang merangka pada keempat sisi hubungan balok-kolom.
30
BAB III
METODOLOGI
3.1 Umum
Beton pracetak tidak jauh berbeda dengan beton biasa. Perbedaan antara dua
metode ini terletak pada sambungan struktur dan tahapan pekerjaan dari struktur
tersebut. Karena itu beton pracetak tetap mengacu pada literature standar yang
berlaku di Indonesia, yaitu: SNI 03-2847-2002, SNI 03-1726-2002, SNI
03-1727-2002, Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung, PCI Design Handbook dan
literature lainnya yang mendukung.
3.2 Pengumpulan Data
Data-data perencanaan secara keseluruhan mencakup data umum bangunan
dan data bahan.
1. Data umum bangunan:
- Site Plan
- Denah lantai
- Gambar tampak dan potongan dari gedung
- Data-data teknis berupa data bangunan, yaitu:
1. Nama Gedung : Rumah Susun Sederhana Sewa Mahasiswa
2. Lokasi : Jl. Kampus Unair Surabaya
3. Zona Gempa : 6 ( zona kuat )
4. Jumlah lantai : 6 lantai
5. Lebar gedung : 16,8 m
6. Panjang gedung : 59,7 m
7. Tinggi gedung : 17,7 m
8. Fungsi tiap lantai : Rumah tinggal
9. Struktur gedung modifikasi : Beton pracetak untuk pelat lantai.
3.3Metode Perencanaan
3.3.1 Pembebanan
Dalam merencanakan pembebanan gedung ini, semua beban dan kombinasi
pembebanan yang akan digunakan mengacu kepada Peraturan Pembebanan
Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) 198361 dan SNI 03-1727-200222 tentang tata cara
perhitungan pembebanan untuk bangunan rumah dan gedung.
Adapun kombinasi pembebanan yang akan digunakan dalam perencanaan
ini adalah sebagai berikut:
1. 1,4 DL ... (3.1)
2. 1,2 DL + 1,6 LL ... (3.2)
3. 1,2 DL + 1 LL ± 1 EX ... (3.3)
4. 1,2 DL + 1 LL ± 1 EY ... (3.4)
5. 0,9 DL ± 1 EX ... (3.5)
6. 0,9 DL ± 1 EY ... (3.6)
2
Badan Standardisasi Nasional. “Tata Cara Perhitungan Pembebanan Untuk Bangunan Gedung ”. BSN: Bandung. (SNI 03-1727-2002).
6
32
3.3.2 Half Slab Precast
Pelat pracetak memiliki dua tahapan yaitu tahap perencanaan yang meliputi
perhitungan dimensi pelat, perhitungan pembebanan dan perhitungan penulangan
serta tahap pelaksanaan. Adapun penjelasan dari tahapan-tahapan tersebut adalah
sebagai berikut.
A. Tahap Per encanaan
1. Perencanaan Dimensi Pelat
Tebal minimum untuk pelat dua arah adalah sebagai berikut :
- hmin =
,
m ,
……... (3.7)
tidak boleh kurang dari:
- hmin = ,
………... (3.8)
Dalam segala hal tebal pelat minimum tidak boleh kurang dari:
- α m < 2 ………. 120 mm
- α m > 2 ………. 90 mm
- α = cb b
cs s………... (3.9)
- Ib = k bw h3 ………... (3.10)
- Is =
12 bs h 3
…….………... (3.11)
- k =
[
…... (3.12)
2. Beban yang Bekerja pada Pelat
Beban yang bekerja pada tahapan-tahapan perencanaan pelat sisitem half
slab precast yang nantinya akan digunakan dalam perencanaan sesuai dengan SNI
03-1727-200223 dan PPI 198364adalah sebagai berikut:
a. Saat pengangkatan
- Berat sendiri beton bertulang x impact factor:
23,52 x 1,5 =35,28 KN/m3
b. Saat pemasangan
- Berat sendiri beton bertulang = 23,52 KN/m3
c. Saat pengecoran topping
1. Berat sendiri beton bertulang = 23,52 KN/m3
2. Tambahan beban yang terjadi
- Berat Pelat tooping (5 cm) 0.05 x 23,52 = 1,18 KN/m2
- Beban hidup (alat dan pekerja) = 1 KN/m2
d. Saat komposit
1. Berat sendiri beton bertulang = 23,52 KN/m3
2. Tambahan beban yang terjadi
- Plafon dan penggantung 0,011 + 0,007 = 0,18 KN/m2
- Tembok batako = 2 KN/m2
- Tegel dan spesi (4 cm) 0,04 x 2,2 = 0,88 KN/m2
q = 3,06 KN/m2
3. Beban hidup (gedung asrama) = 2,5 KN/m2
2
Badan Standardisasi Nasional. “Tata Cara Perhitungan Pembebanan Untuk Bangunan Gedung ”. BSN: Bandung. (SNI 03-1727-2002).
6
34
3. Perhitungan Penulangan Pelat
Seluruh perhitungan perencanaan pelat sistem half slab precast didasarkan
pada SNI 03-2847-2002 dan referensi lain yang mendukung serta dengan bantuan
program SAP. Oleh karena berat total pelat pracetak diharuskan kurang dari
kapasitas angkat crane.
Perhitungan daya kontrol pelat sistem half slab precast melalui tahapan
sebagai berikut:
a. Saat pengangkatan
1. Kebutuhan tulangan lentur
Saat umur beton 3 hari, kemudian mencari:
fci' = kuat tekan beton saat berumur 3 hari
b = lebar pelat
h = tebal pelat pracetak (7cm)
d = h – decking – 0,5 Øtulangan
W = berat sendiri beton bertulang x 1,2 x impact factor
Kemudian dari perhitungan SAP2000 diperoleh hasil momen dan
dilanjutkan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
- Hitungan ρ perlu dengan rumus yang diturunkan dari keadaan berimbang,
yaitu:
- ρ =
1
−
1
−
n…..
... (3.13)Dimana:
- m =
,
……...
... (3.14)- Rn =
²
………...
... (3.15)- ρ min = ,
………...
... (3.16)- Hitungan As = ρ b d
………...
... (3.17)2. Tegangan di tumpuan
Pelat dimodelkan terletak di atas sendi-sendi yang sama letaknya dengan
titik angkat (looped strand). Adapun hasilnya pengambilan asumsi sendi sebagai
titik angkat karena saat pengangkatan pelat mengalami translasi arah x, arah y
serta mengalami rotasi arah z.
Adapun titik-titik pengangkatan pada pelat seperti disyaratkan PCI
Design Handbook Precast and Prestressed Concrete bab 5 halaman 8155 yang nantinya akan digunakan dalam perencanaan ini adalah delapan titik angkat. Hal
ini dikarenakan dimensi pelat yang cukup besar yaitu panjang 369 cm dan lebar
232 cm, serta dilihat dari sisi keamanan yang lebih jika terjadi hal yang tidak
diinginkan saat pelaksanaan.
15
36
0,2 07 L 0,5
86 L 0,207
L
Mmax
0,104 L 0,292 L 0,208 L 0,292 L 0,104 L
Mmax
Gambar 3.1 : Model Pengangkatan Pelat dengan Delapan Titik Angkat
Dari momen maksimum yang ada diambil momen maksimum yang
terbesar untuk kontrol terhadap momen retak akibat pengangkatan. Momen retak
yang disyaratkan SNI 03-2847-2002 pasal 11.5(3) adalah sebagai berikut:
Mcr =
r Ig
t
………...
... (3.18)Dimana : fr : 0,7 ′ adalah modulus runtuh beton
Ig : inersia penampang
yt : jarak dari garis netral terhadap serat tarik
Momen maksimum yang terjadi saat pengangkatan harus lebih kecil dari
momen retak yang disyaratkan. Saat precast slab diangkat, diperlukan titik
angkat pada proyek ini menggunakan sistem looped strand.
looped strand
tulangan pokok
precast slab
12 ø
Gambar 3.2 Detail Looped Strand
Untuk menghitung diameter tulangan yang diperlukan looped strand, jika
titik angkatnya delapan:
Gambar 3.3 Looped Strand Delapan Titik Angkat
P = W x B x L x t... (3.19) P’ = P x 0,5... (3.20) P” = P’ x 0,25... (3.21) P”’ = P” x 0,5... (3.22) Dengan W = berat sendiri beton bertulang x 1,2 x impact factor
B = lebar pelat
L = panjang pelat
t = tebal pelat
B
L B
L
P' P'
P" P" P" P"
W P " P"
P" P" t
0,345 P
0,345 P 0,345 P 0,345 P
0,345 P 0,345 P 0,345 P
38
0,345 P = 0,172 P 0,172 P
α
0,172 P T = 0.172 P / sin α
α
α = ... (3.23)
dimana: σ = tegangan yang terjadi
A = luas tulangan yang digunakan
b. Saat pemasangan
Saat pemasangan, umur beton tiga hari dan ditumpu disisinya. Pelat
dimodelkan dengan tumpuan sendi di sekelilingnya.
Dari hasil SAP2000, diperoleh Mu serta lendutan yang terjadi dapat
diketahui dan dilanjutkan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
- Hitungan ρ perlu dengan rumus yang diturunkan dari keadaan berimbang,
yaitu:
- ρ =
1
−
1
−
n ... (3.13)- Dimana:
- m =
, ... (3.14)
- Rn =
² ... (3.15)
- ρ min = ,
... (3.16)
- Hitungan As = ρ b d ... (3.17)
c. Saat pengecoran tooping 5 cm (umur beton pelat tiga hari)
Sehingga tebal pelat keseluruhan menjadi 12 cm dan dimasukan dalam
data define shell section pada SAP2000 dan hasil perhitungan SAP2000
diperolah Mu serta lendutan yang terjadi dapat diketahui dan dilanjutkan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
- Hitungan ρ perlu dengan rumus yang diturunkan dari keadaan berimbang,
yaitu:
- ρ =
1
−
1
−
n ... (3.13)- Dimana:
- m =
, ... (3.14)
- Rn = ... (3.15)
- ρ min = ,
... (3.16)
- Hitungan As = ρ b d ... (3.17)
d. Saat komposit
Pelat dimodelkan terjepit elastis di sisinya, setelah perhitungan
40
lendutan yang terjadi dapat diketahui dan dilanjutkan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
- Hitungan ρ perlu dengan rumus yang diturunkan dari keadaan berimbang,
yaitu:
- ρ =
1
−
1
−
n ... (3.13)- Dimana:
- m =
, ... (3.14)
- Rn =
² ... (3.15)
- ρ min = ,
... (3.16)
- Hitungan As = ρ b d ... (3.17)
Semua perhitungan tersebut nanatinya akan mendapatkan nilai luas
penampang tulangan (As) yang diperlukan dan nantinya menjadi acuan untuk
dipilihnya luas penampang tulangan yang dipasang dari Tabel Grafik dan Diagram
Interaksi untuk Perhitungan Struktur Beton106.
10
Labolatorium Beton dan Bahan Bangunan. “Tabel Grafik dan Diagram Interaksi Untuk Perhitungan Struktur
Beton Berdasarkan SNI 1992”. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi
Sepuluh Nopember Surabaya.
4. Kontr ol Hasil Perhitungan
a. Lendutan jangka panjang
Pada komponen struktur beton bertulang, disamping terjadi lendutan
seketika juga akan mengalami lendutan yang timbul secara berangsur-angsur
dalam jangka waktu cukup lama.
Faktor konstanta ketergantungan waktu untuk beban dijelaskan di SNI
03-2847-200237 pasal 11.5(2(5)) dimana:
ξ = 2 untuk 5 tahunan atau lebih
λ = ... (3.24)
Lendutan jangka panjang yang terjadi dapat diketahui dan lendutan
tersebut harus dikontrol terhadap izin lendutan izin maksimum SNI
03-2847-20023 pasal 11.5(3(2))
b. Kontrol geser beton lama dengan beton baru
Dijelaskan pada SNI 03-2847-20023 pasal 13.1, perencanaan penampang
terhadap geser harus didasarkan pada :
ØVn ≥ Vu... (3.25) dengan Vu = gaya geser terfaktor pada penampang
Vn = kuat geser
Ø = faktor reduksi kekuatan geser (0,6)
3
42
Jika semua kontrol dapat terpenuhi, maka pelat pracetak mampu
menahan semua beban yang bekerja.
3.4Tahap-Tahap Pekerjaan
Tahapan dari pekerjaan struktur ini secara garis besar adalah sebagai
berikut:
1. Pengumpulan data-data teknis, meliputi data-data bangunan dan mutu bahan.
2. Analisa struktur dengan SAP 2000
3. Perencanaan dan analisa struktur sistem half slab precast.
4. Perhitungan penulangan pelat.
5. Kontrol tegangan.
6. Perhitungan pembebanan akibat gempa.
7. Perencanaan balok, kolom dan hubungan balok-kolom.
3.5Diagram Alur
Gambar 3.4 Diagram Alur Pelat Pracetak
M ULAI
Studi Literatur
Perencanaan dimensi pelat half slab precast
Analisa struktur dengan SAP 2000
Beban hidup dan beban mati
Penulangan Pelat Pengumpulan Data
44
Gambar 3.5 Diagram Alur Hubungan Balok-Kolom
M ULAI
Studi Literatur
Analisa struktur dengan ETABS: Beban hidup, beban mati dan
beban gempa
Perencanaan Tulangan dan HBK
Penggambaran Detail Tulangan Pengumpulan Data
Selesai
Kontrol Tegangan Perencanaan Awal
Kolom dan Balok
390
480 20/43
25/43
BAB IV
PERHITUNGAN
4.1 Half Slab Precast
Dalam perencanaan ini, digunakan struktur beton pracetak dengan kriteria
bahan sebagai berikut :
a. Beton
Mutu beton, fc' = 35 Mpa.
b. Tulangan, fy = 350 Mpa.
4.1.1 Perencanaan Dimensi Pelat
Pelat disebut satu arah apabila > 2 dan dua arah apabila ≤ 2.
Gambar 4.1 Denah Pelat
Sn = 390 – (
+
)
= 365 cmLn = 480 – (
+
)
= 460 cm46
t = 12
h = 43
bw = 20 be = 82
Perbandingan Ly dan Lx (β) ≤ 2 sehingga pelat yang digunakan adalah pelat
dua arah. Tebal minimum pelat dua arah menggunakan persamaan (2.2) sebagai
berikut:
hmin =
( , )
. β =
( , )
. , = 10,45 cm ~ 12 cm
Kontr ol tebal pelat:
Balok tengah 20/43
Gambar 4.2 Lebar Efektif Flen Balok Tengah
be 1 = bw + 2 ( h - t ) be2 = bw + 8t
= 20 + 2 ( 43 – 12 ) = 20 + (8 . 12)
= 82 cm = 116 cm
Maka yang digunakan adalah be1 karena memiliki nilai paling kecil.
= = 4,1
= = 0, 28
k = [
=
[
= 1,77
Ib = k bw h3
= . 1,77 . 20 . 433 = 234545,65 cm4
Is = bs h3
= 390 (123) = 56160 cm4
α = cb b
cs s
48
Balok Tengah 25/43
Gambar 4.3 Lebar Efektif Flen Balok Tengah
be 1 = bw + 2 ( h - t ) be2 = bw + 8t
= 25 + 2 ( 43 – 12 ) = 25 + (8 . 12)
= 87 cm = 121 cm
Maka yang digunakan adalah be1 karena memiliki nilai paling kecil.
= = 3,48
= = 0, 28
k =
[
=
[
= 1,69
Ib = k bw h3
t = 12
h = 43
bw = 25 be = 87
= . 1,69 . 25 . 433 = 279930,9 cm4
Is =
bs h3
=
480 (123) = 69120 cm4
α = cb b
cs s
= , = 4,05 = α 3 = α 4
α m = 0,25 ( 4,18 + 4,18 + 4,05 + 4,05 )
= 4,115
hmin1 =
,
m ,
= ,
( , ) , ,
,
= 7,85 cm
hmin2 ≥ 90 cm …………. (α m > 2 )
hmin3 =
,
=
,
( , )
= 10,04 cm
Maka digunakan pelat setebal 12 cm dengan : - tebal precast = 7 cm
50
4.1.2 Pembebanan Half Slab Precast
a. Saat pengangkatan
- Berat sendiri beton bertulang x impact factor:
23,52 x 1,5 =35,28 KN/m3
b. Saat pemasangan
- Berat sendiri beton bertulang = 23,52 KN/m3
c. Saat pengecoran topping
1. Berat sendiri beton bertulang = 23,52 KN/m3
2. Tambahan beban yang terjadi
- Berat Pelat tooping (5 cm) 0.05 x 23,52 = 1,18 KN/m2
- Beban hidup (alat dan pekerja) = 1 KN/m2
d. Saat komposit
1. Berat sendiri beton bertulang = 23,52 KN/m3
2. Tambahan beban yang terjadi
- Plafon dan penggantung 0,011 + 0,007 = 0,18 KN/m2
- Tembok batako = 2 KN/m2
- Tegel dan spesi (4 cm) 0,04 x 2,2 = 0,88 KN/m2
q = 3,06 KN/m2
3. Beban hidup (gedung asrama) = 2,5 KN/m2
390
480
464 232
232
369
4.1.3 Perhitungan dan Analisa Struktur
Gambar 4.4 Dimensi Pelat Pracetak
Direncanakan tebal selimut beton 20 mm dan diameter tulangan 10 mm,
tambahan celah disetiap sisi pelat adalah 20 mm (SNI-03-2847-2002) pasal
18.6.2.2(b), maka ukuran pelat pracetak adalah:
- 390 –
−
+ 4 = 369 cm
- 480 –
−
+ 4 = 464 / 2 = 232 cmPengangkatan, pemasangan dan pengecoran tooping dilakukan saat beton
pracetak berumur tiga hari, hal ini dikarenakan saat umur tersebut beton telah mampu
memikul beban-beban yang terjadi. Kuat tekan beton saat berumur tiga hari (fci’) =
0,46 x fc’, dimana nilai 0,46 diperoleh dari tabel 2.1.
0,46 x 35 = 16,1 Mpa ~ 16.100 KN/m2
Hasil tersebut lebih besar dari beban yang terjadi saat pengangkatan,
pemasangan, dan pengecoran tooping. Artinya beton sudah siap untuk menerima
52
232 369
A. Saat Pengangkatan
1. Kebutuhan tulangan lentur
Gambar 4.5 Dimensi Pelat Pracetak Saat Pengangkatan
Tebal pelat pracetak adalah 7 cm
- d = h – decking – 0,5 Ø = 70 – 20 – 10 = 45 mm
- b = 1000 mm
a. Analisa empat titik angkat
- Dari Hasil SAP2000 untuk empat titik angkat diperoleh Mlx = 0,578684
KNm ~ 578684 Nmm
Rn =
ø ²
=
. . 10 00.( ) ²
= 0,36 Mpa
m =
, fci′
= 35 0
, . ,
= 25,58
ρ =
1
−
1
−
n=
,
1
−
1
−
. , . ,
= 0.00104
ρ min =
,
fy
= ,
35 0
= 0,004
As perlu = ρ . b . d
= 0,004 x 1000 x 45
= 180 mm2
- Dari Hasil SAP2000 untuk empat titik angkat diperoleh Mtx = 1,48812 KNm
~ 1488120 Nmm
Rn =
ø ²
=
. . .( ) ²
= 0,92 Mpa
m =
, fci′
=
,85. ,
54
ρ =
1
−
1
−
n=
,
1
−
1
−
. , . ,
= 0,0027
ρ min =
,
= ,
350
= 0,004
As perlu = ρ . b . d
= 0,004 x 1000 x 45
= 180 mm2
- Dari Hasil SAP2000 untuk empat titik angkat diperoleh Mly = 1,20785 KNm