• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODIFIKASI STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG GEDUNG RUSUNAWA MAHASISWA UNAIR SURABAYA MENGGUNAKAN PELAT PRACETAK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODIFIKASI STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG GEDUNG RUSUNAWA MAHASISWA UNAIR SURABAYA MENGGUNAKAN PELAT PRACETAK."

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

Disusun oleh :

FATHUL MUJ IB RUSDI 0 9 5 3 0 1 0 0 0 7

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

TUGAS AKHIR

MODIFIKASI STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG GEDUNG RUSUNAWA MAHASISWA UNAIR SURABAYA

MENGGUNAKAN PELAT PRACETAK

Disusun oleh :

FATHUL MUJ IB RUSDI 09 5301 0007

Telah diuji, dipertahankan dan diterima oleh Tim Penguji Tugas Akhir Pr ogram Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur

Pembimbing : Tim Penguji :

1. PEMBIMBING UTAMA 1. PENGUJ I I

Ir. I Made D. Astawa, MT. Sumaidi, ST.

NIP.19530919 198601 1 00 1 NPT. 3 7909 05 0204 1

2. PEMBIMBING PENDAMPING 2. PENGUJ I II

Ir. Wahyu Kartini, MT. Ir. Ali Arifin, MT. NPT. 3 6304 94 0031 1

3. PENGUJ I III

Aniendhita RA., ST., MT.

Mengetahui,

Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur

Ir. Naniek Ratni J uliardi AR., M.Kes. NIP. 19590729 198603 2 00 1

(3)

yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul ‘Modifikasi Struktur Rangka Beton

Bertulang Gedung Rusunawa Mahasiswa UNAIR Surabaya Menggunakan Pelat

Pracetak’, yang merupakan suatu syarat bagi mahasiswa untuk memperoleh gelar

Sarjana (S1).

Dalam menyelasaikan Tugas Akhir ini penulis berusaha semaksimal

mungkin menerapkan ilmu yang penulis dapatkan di bangku perkuliahan dan

buku-buku literatur yang sesuai dengan judul Tugas Akhir ini. Disamping itu penulis juga

menerapkan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh dosen pembimbing dan dosen

penguji. Namun sebagai manusia biasa dengan keterbatasan yang ada, penulis

menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu segala

saran dan kritik yang bersifat membangun dari setiap pembaca akan penulis terima

demi kesempurnaan Tugas Akhir ini.

Dengan tersusunya Tugas Akhir ini penulis tidak lupa mengucapkan terima

kasih sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah memberikan arahan,

bimbingan, dukungan, semangat serta berbagai macam bantuan baik berupa moral

maupun spiritual, terutama kepada :

1. Ibu Ir. Naniek Ratni Juliardi AR.,M.Kes. selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan

(4)

iii

2. Bapak Ibnu Sholichin,ST., MT. selaku Kepala Program Studi Teknik Sipil

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Ir. Made Dharma Astawa, MT. selaku Dosen pembimbing utama Tugas Akhir

yang telah berkenan memberikan bimbingan, waktu dan dorongan moral selama

pengerjaan Tugas Akhir ini.

4. Ir. Wahyu Kartini, MT. selaku Dosen pembimbing pendamping Tugas Akhir

yang juga telah berkenan memberikan bimbingan, waktu dan dorongan moral

selama pengerjaan Tugas Akhir ini.

5. Segenap Dosen dan Staf Program Studi Teknik Sipil Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jawa Timur.

6. Para Tim Dosen penguji yang telah membantu serta memberikan arahan,

sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan lebih baik.

7. Seluruh keluarga besar penulis khusunya Ayahanda Moch. Fadil, S. Pd., Ibunda

Hartatik, S.Pd. dan Achmad J. Rusdi yang telah banyak memberikan dukungan

lahir, batin, materil serta moral sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas

Akhir ini dengan penuh semangat.

8. Para Sahabat khususnya Safitri, Sartika Sari Agustin, Afif Z. Taqwa, Islahul

Baqo Karyadi, Aji Wibowo, H. Mohammad Irsyad, Ardika Syefridiatha, Imam

Tohari dan teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

(5)

Surabaya, Jum’at 13 Desember 2013

(6)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……… i

KATA PENGANTAR………. ii

DAFTAR ISI ………...………. v

DAFTAR TABEL ……….……….. viii

DAFTAR GAMBAR ………. ix

BAB I PENDAHULUAN ……….….………. 1

1.1 Latar Belakang ………..………….……...………….. 1

1.2 Permasalahan………..……….………. 2

1.3 Maksud dan Tujuan………..………….………... 2

1.4 Batasan Masalah………..……….… 3

1.5 Lokasi Gedung………..……….. 3

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA…..…….………. 4

2.1 Definisi………..…………..……… 4

2.2 Pembebanan………. 6

2.3 Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus……….……. 8

2.4 Half Slab Precast………. 9

2.4.1 Pembebanan yang Bekerja pada Pelat..………. 9

2.4.2 Tahapan Perencanaan Pelat……….. 11

2.4.3 Tahapan Pelaksanaan Pelat………... 16

2.5 Hubungan Balok-Kolom……….. 28

BAB III METODOLOGI……….. 30

3.1 Umum……….………..……… 30

(7)

3.3.1 Pembebanan……… 31

3.3.2 Half Slab Precast……… 32

3.4 Tahap-Tahap Pekerjaan…………..……….………… 42

3.5 Diagram Alur………..………. 43

BAB IV PERHITUNGAN……….. 45

4.1 Half Slab Precast………. 45

4.1.1 Perencanaan Dimensi Pelat……….. 45

4.1.2 Pembebanan Half Slab Precast..………. 50

4.1.3 Perhitungan dan Analisa Struktur………. 51

4.2 Pembebanan……….. 79

4.2.1 Perhitungan Beban pada Portal………. 80

4.2.2 Pembebanan Gempa………. 94

4.3 Penulangan Balok………. 107

4.3.1 Balok B1……….. 107

4.3.2 Balok B2……… 122

4.4 Penulangan Kolom ……… 137

4.4.1 Penulangan Lentur………. 137

4.4.2 Penulangan Geser……….. 140

4.4.3 Konsep Stong Column Weak Beam………... 140

4.5 Hubungan Balok-Kolom……… 144

4.5.1 Perencanaan Hubungan Balok-Kolom Interior………. 144

(8)

vii

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. 153

5.1 Kesimpulan……… 153

5.2 Saran ……….. 155

DAFTAR PUSTAKA

(9)

Tabel 2.1 Perbandingan Kuat Tekan Beton pada Berbagai Umur untuk Beda

Uji Silinder yang Dirawat di Labolatorium …….……….. 14

Table 4.1 Kebutuhan Luas Tulangan Pelat (As) Dalam Perencanaan Half Slab Precast ……… 74

Tabel 4.2 Tributary Pelat Atap……… 85

Tabel 4.3 Tributary Pelat Lantai……… 93

Tabel 4.4 Periode Alami Struktur dengan Aplikasi ETABS……… 97

Tabel 4.5 Distribusi Beban Gempa Dengan V = 3013.26 KN……… 100

Tabel 4.6 Tabel Perhitungan Eksentrisitas Rencana ed Pada Arah x……… 102

Tabel 4.7 Tabel Perhitungan Eksentrisitas Rencana ed Pada Arah y…….. 102

Tabel 4.8 Tabel Perhitungan Eksentrisitas Rencana ed Pada Arah x…….. 103

Tabel 4.9 Tabel Perhitungan Eksentrisitas Rencana ed Pada Arah y…….. 103

Tabel 4.10 Tabel Analisa Δ s terhadap arah x………. 105

Tabel 4.11 Tabel Analisa Δ s Terhadap Arah y……… 105

Tabel 4.12 Tabel Analisa Δ m Terhadap Arah x………. 106

Tabel 4.13 Tabel Analisa Δ m Terhadap Arah y……….. 106

(10)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Lokasi Gedung Rusunawa Mahasiswa UNAIR Surabaya …. 3

Gambar 2.1 Model Pengangkatan Pelat dengan Empat Titik Angkat …….. 13

Gambar 2.2 Model Pengangkatan Pelat dengan Delapan Titik Angkat …. 13 Gambar 2.3 Pembesian pada Precast Slab……… 18

Gambar 2.4 Pengecoran pada Precast Slab………21

Gambar 2.5 Penyimpanan Precast Slab………. 22

Gambar 2.6 Mobile Crane………. 24

Gambar 2.7 Proses Pemasangan Precast Slab……… 24

Gambar 2.8 Pembesian Pelat Tooping………. 26

Gambar 2.9 Hubungan Balok-kolom……… 29

Gambar 3.1 Model Pengangkatan Pelat dengan Delapan Titik Angkat …. 36 Gambar 3.2 Detail Looped Strand ……….. 37

Gambar 3.3 Looped Strand Delapan Titik Angkat……….. 37

Gambar 3.4 Diagram Alur Pelat Pracetak……… 43

Gambar 3.5 Diagram Alur Hubungan Balok-Kolom……….. 44

Gambar 4.1 Denah Pelat………. 45

Gambar 4.2 Lebar Efektif Flen Balok Tengah……… 46

Gambar 4.3 Lebar Efektif Flen Balok Tengah……… 48

Gambar 4.4 Dimensi Pelat Pracetak……… 51

Gambar 4.5 Dimensi Pelat Pracetak Saat Pengangkatan………. 52

Gambar 4.6 Jarak Titik Angkat Pelat dan Pembaginya……… 61

Gambar 4.7 Dimensi Pelat……….. 75

Gambar 4.8 Denah Tributary Pelat Atap……….. 80

(11)

Gambar 4.11 Periode Alami Struktur dengan Aplikasi ETABS…………. 98

Gambar 4.12 Respon Spektrum Gempa Rencana……… 99

Gambar 4.13 Penyaluran Gaya Gempa pada Portal……… 101

Gambar 4.14 Reaksi Perletakan dan Momen Maksimum pada Balok B1.... 113

Gambar 4.15 Reaksi Perletakan Minimum dan Momen pada Balok B1... 115

Gambar 4.16 Detail Portal Balok B1……… 120

Gambar 4.17 Momen Balok B1 Saat Pemasangan Pelat……….. 121

Gambar 4.18 Reaksi Perletakan dan Momen Maksimum pada Balok B2.... 128

Gambar 4.19 Reaksi Perletakan dan Momen Maksimum Balok Balkon.... 130

Gambar 4.20 Detail Portal Balok B2………. 135

Gambar 4.21 Momen Balok B2 Saat Pemasangan Pelat……… 135

Gambar 4.22 Diagram Interaksi F400-35-0,8-4……… 138

Gambar 4.23 Tulangan Kolom Menggunakan Aplikasi spColumn……….. 139

Gambar 4.24 Kuat Rencana Diagram Interaksi……… 143

Gambar 4.25 Tipe Joint Dalam Struktur Rangka Interior……… 144

Gambar 4.26 Detail Hubungan Balok-Kolom Interior………. 148

Gambar 4.27 Tipe Joint Dalam Struktur Rangka Exterior……… 148

(12)

i

MODIFIKASI STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG

GEDUNG RUSUNAWA MAHASISWA UNAIR SURABAYA

MENGGUNAKAN PELAT PRACETAK

Oleh :

FATHUL MUJ IB RUSDI 0 9 5 3 0 1 0 0 0 7

ABSTRAK

Beton pracetak adalah komponen beton yang tidak dicor dilokasi, pengecoran atau pembuatan beton pracetak biasanya dilakukan di pabrik. Kelebihan beton pracetak adalah lebih efektif untuk kawasan yang padat bangunan dibanding dengan struktur cast in place. Dalam pelaksanaannya beton pracetak dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan, yaitu tahap pembuatan, tahap pengangkatan dan tahap pemasangan.

Rumah Susun Sederhana Sewa Universtas Airlangga Surabaya yang dibangun lima lantai, nantinya akan dimodifikasi menjadi enam lantai dan menggunakan pelat pracetak yang direncanakan menggunaka metode half slab precast, karena dimensi dan bentang bangunan yang ada sesuai dengan metode pelat pracetak ini.

Data-data yang telah diperoleh nantinya akan digunakan untuk perencanaan modifikasi gedung tersebut menggunakan sistem half slab precast, diantaranya perhitungan pembebanan pelat saat pengangkatan, pemasangan, tooping dan komposit, serta perhitungan penulangan pelat, kontrol tegangan, sambungan elemen

half slab precast dengan tooping. Hubungan balok-kolom juga akan diperhitungkan

sesuai SRPMK. Program SAP 2000 dan ETABS akan digunakan untuk menganalisa struktur yang akan direncanakan sedangkan perhitungan struktur seluruhnya berdasarkan peraturan standar yang berlaku terutama SNI 03 – 2847 – 2002.

Setelah dilakukannya perencanaan ulang dari bangunan tersebut, diperoleh tebal total pelat 12 cm dengan 7 cm tebal half slab precast dan 5 cm tebal pelat tooping. Tulangan half slab precast Ø10-150 untuk masing-masing tulangan arah x dengan As = 523 mm2 dan Ø10-200 untuk masing-masing tulangan arah y dengan As = 392,7 mm2. Pelat tooping menggunakan tulangan Ø8-200 dan titik angkat yang digunakan berjumlah delapan buah dengan tulangan Ø10. Sedangkan untuk balok B1 20/43 digunakan tulangan 4D19 dan 2D19 untuk tumpuan, 4D19 dan 2D19 untuk lapangan dan Ø10-150 untuk tulangan geser serta 2D19 untuk tulangan torsi di sisi kiri dan kanan balok. Balok B2 25/43 digunakan tulangan 6D22 dan 3D22 untuk tumpuan, 5D22 dan 3D22 untuk lapangan dan Ø10-100 untuk tulangan geser serta 2D19 untuk tulangan torsi di sisi kiri dan kanan balok. Kolom menggunakan tulangan 16D22 dengan sengkang Ø12-100. Tulangan geser pada Hubungan Balok Kolom digunakan 4Ø12-75.

Kata kunci: half slab precast, tooping, balok, kolom, HBK.

(13)

1.1Latar Belakang

Gedung Rumah Susun Sederhana Sewa (RUSUNAWA) Mahasiswa

Universitas Airlangga Surabaya adalah gedung yang memiliki panjang 59,7 m, lebar

16,8 m dan tinggi 17,7 m. Berfungsi untuk tempat tinggal mahasiswa dan memiliki

lima lantai yang dibangun menggunakan cara cor ditempat (cast in place) pada

pekerjaan balok, kolom dan pelat. Dalam tugas akhir ini penulis akan membuat

perencanaan struktur dengan objek gedung tersebut dan dimodifikasi menjadi enam

lantai dengan daerah zona gempa kuat menggunakan pelat pracetak.

Beton pracetak adalah beton (elemen struktur) yang dibuat di pabrik

kemudian dipasang di lapangan. Hal tersebut dilakukan karena beton pracetak lebih

efektif dan hemat biaya karena waktu pengerjaan yang lebih singkat. Salah satu

elemen struktur yang biasanya diganti menggunakan beton pracetak adalah pelat

lantai maupun atap. Dari beberapa jenis pelat pracetak yang ada, half slab precast

yaitu metode penggabungan antara beton pracetak dan cor di tempat, adalah metode

yang paling sesuai pada gedung tersebut. Hal ini didasarkan dari kebutuhan bentang

serta ketebalan pelat yang nantinya akan digunakan.

Perencanaan half slab precast berbeda dengan perencanaan pelat dengan

sistem cor ditempat. Selain merencanakan dimensi dan tulangan yang diperlukan,

(14)

2

Setelah merencanakan pelat pracetak tersebut, perlu pula direncanakan hubungan

balok kolom mengingat gedung tersebut berada di daerah zona gempa kuat.

1.2Per masalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka timbul permasalahan

tentang bagaimana merencanakan struktur gedung dengan menggunakan beton

pracetak. Dalam hal ini meliputi:

1. Bagaimana merencanakan struktur pelat pracetak menggunakan metode

half slab precast.

2. Bagaimana merencanakan pembebanannya saat pengangkatan,

pemasangan, tooping dan komposit.

3. Bagaimana mendesain hubungan balok kolom beton bertulang yang

mampu menahan gaya gempa lateral dan gaya gravitasi yang bekerja pada

gedung jika menggunakan pelat pracetak.

1.3Maksud dan Tujuan

1. Mengetahui cara merencanakan struktur pelat pracetak menggunakan

metode half slab precast.

2. Mengetahui cara merencanakan pembebanan saat pengangkatan,

pemasangan, tooping dan komposit.

3. Mengetahui cara mendesain hubungan balok kolom beton bertulang yang

mampu menahan gaya gempa lateral dan gaya gravitasi yang bekerja pada

gedung jika menggunakan pelat pracetak.

(15)

1.4Batasan Masalah

1. Perencanaan ini tidak meninjau analisa biaya dan manajemen konstruksi

dalam menyelesaikan pekerjaan proyek serta segi arsitekturalnya.

2. Tidak merencanakan pondasi, tangga dan penutup atap.

3. Jenis pracetak yang digunakan dalam perencanaan pelat adalah half slab

precast.

1.5Lokasi Gedung

Lokasi gedung : Jl. Kampus Unair Surabaya

(16)

4

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sistem pabrikasi dalam pembuatan struktur beton bertulang dikenal dengan

sistem pracetak. Berikut adalah perbedaan antara beton cor di tempat dengan beton

pracetak71 :

a. Beton cor di tempat.

- Waktu pelaksanaan relatif lama karena harus menunggu waktu beton

mengeras.

- Bekisting dan schafolding yang dibutuhkan banyak

- Waktu pengecoran sangat bergantung kepada cuaca dan jumlah pekerja yang

dibutuhkan banyak.

- Sambungan antar struktur langsung menyatu sejak awal pengecoran.

b. Beton Pracetak

- Waktu pelaksanaan di lapangan dapat dipersingkat.

- Kontrol terhadap mutu bahan mudah dilakukan, karena akan langsung

terlihat.

- Memerlukan alat berat.

- Schafolding maupun pekerja yang dibutuhkan lebih sedikit.

- Untuk sambungan antar elemen struktur bisa menggunakan sambungan

basah, sambungan mekanik dan sambungan las ataupun kombinasi.

7

Dita P. Putra, I Nyoman. 1996. “Studi Perbandingan Perencanaan Pelat Lantai dengan Metode Cast in Situ

dan Sistem Half Slab Precast Pada Gedung Sejahtera Garden Resort Apartment di Surabaya”. Malang.

(17)

SNI 03-2847-2002 menjelaskan perencanaan struktur beton pracetak harus

mempertimbangkan semua kondisi pembebanan dan kekangan deformasi mulai dari

saat pabrikasi awal, hingga selesainya struktur, termasuk pembongkaran cetakan,

penyimpanan, pengangkutan dan pemasangan.

Dalam pelaksanaan pracetak diperlukan pekerja yang terampil dan

berpelangaman. Peningkatan SDM dilakukan melalui pelatihan dan sertifikasi formal

agar dapat selalu dipantau dan dibina oleh asosiasi yang bersangkutan, sehingga

mempunyai kompetensi dan menjaga kode etik sehingga akan selalu mampu

menghasilkan produk yang baik (Ikatan Ahli Pracetak dan Prategang Indonesia

(IAPPI)91, 2009)

Dalam sebuah bangunan, bagian yang bisa menggunakan beton pracetak

adalah panel dinding, elemen lantai maupun atap, balok, kolom dan lain sebagainya.

Untuk elemen lantai maupun atap dibuat menjadi banyak variasi disesuaikan dengan

kondisi seperti panjang bentang, beban yang ada, penampilan dan lain-lain.

Berikut adalah jenis elemen lantai dan atap yang sering digunakan dalam

sebuah bangunan:

1. Flat slab, biasanya memiliki tebal 10,16 cm, lebar 121,92 – 243,84 cm

dan panjang sampai 1097,28 cm.

2. Hollow plaks, bentuk ini digunakan untuk meringankan beban dan

mencapai bentang yang lebih panjang. Tebalnya berkisar antara 10,16 –

20,32, lebar 60,96 – 121,92 cm dan digunakan pada bentang atap 487,68

– 1036,32 cm dan pada bentang lantai 365,76 – 792,48 cm

9

Ikatan Ahli Pracetak dan Prategang Indonesia (IAPPI). 2009. “Materi dan Sertifikasi PengawasPembangunan

(18)

6

3. Double T, bentuk inilah yang paling banyak digunakan. Tebalnya 35,56

– 55,88 cm dan digunakan untuk bentang samapai 1828,8 cm.

4. Single T, biasanya digunakan untuk bentang sampai 3078 cm.

Dari beberapa jenis pelat pracetak diatas, flat slab adalah yang paling tepat

digunakan untuk bangunan ini. Salah satu jenis dari flat slab yaitu half slab precast

yang nantinya akan digunakan dalam metode perencanaan pelat pada bangunan

rusunawa UNAIR Surabaya dalam tugas akhir ini.

2.2 Pembebanan

Pembebanan yang dimaksud adalah beban-beban yang direncanakan bekerja

pada struktur gedung. Jenis-jenis yang direncanakan adalah:

1. Beban Mati

Beban mati adalah beban yang berasal dari berat sendiri semua bagian dari

gedung yang bersifat tetap, termasuk dinding dan sekat pemisah, kolom, balok,

lantai, atap, mesin dan peralatan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

gedung. (SNI 03-1726-200211pasal 3.1.2.3)

2. Beban Hidup

Beban hidup adalah beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan

gedung tersebut, baik akibat beban yang berasal dari orang maupun dari barang yang

1

Badan Standardisasi Nasional. “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan

Gedung”. BSN: Bandung. (SNI 03-1726-2002).

(19)

dapat berpindah atau mesin dan peralatan serta komponen yang tidak merupakan

bagian yang tetap dari gedung. (SNI 03-1726-20021 pasal 3.1.2.2)

3. Beban Gempa

Sebagai salah satu gedung yang direncanakan terletak di zona gempa tinggi

yaitu zona 6, elemen struktur utama gedung dirancang dengan sistem rangka pemikul

momen khusus (SRPMK), sesuai dengan tata cara perencanaan ketahanan gempa

utuk bangunan gedung SNI 03-1726-200212 pasal 3.1(2(1))

Mengingat letak gedung yang berada pada zona gempa kuat, maka harus

diperhatikan disain struktur gedung tersebut guna menentukan metode analisis

struktur terhadap beban gempa. Struktur gedung ditetapkan sebagai struktur gedung

beraturan, apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut123:

− Tinggi struktur gedung diukur dari taraf penjepitan lateral tidak lebih dari 10

tingkat atau 40 meter.

− Denah struktur gedung adalah persegi panjang tanpa tonjolan dan kalaupun

mempunyai tonjolan, panjang tonjolan tersebut tidak lebih dari 25% dari

ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah tonjolan tersebut.

− Denah struktur gedung tidak menunjukkan coakan sudut dan kalaupun

mempunyai coakan sudut, panjang sisi coakan tersebut tidak lebih dari 15%

dari ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah sisi coakan tersebut.

1

Badan Standardisasi Nasional. “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung”. BSN: Bandung. (SNI 03-1726-2002).

12

(20)

8

− Sistem struktur gedung memiliki lantai tingkat menerus, tanpa lubang atau

bukan yang luasnya lebih dari 50% luas seluruh lantai tingkat. Kalaupun ada

lantai tingkat dengan lubang atau bukaan seperti itu, jumlahnya tidak boleh

melebihi 20% dari jumlah lantai tingkat seluruhnya.

Dari beberapa ketentuan yang tertulis diatas, maka gedung RUSUNAWA

Mahasiswa Universitas Airlangga tersebut dapat dikatakan sebagai bangunan dengan

struktur beraturan, sehingga metode analisis yang digunakan adalah metode analisis

stastis.

2.3 Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus

Pengertian dari Sistem Rangka Pemikul Momen adalah suatu sistem ruang

dalam dimana komponen-komponen struktur dan join-joinya dapat menahan

gaya-gaya yang bekerja melalui aksi lentur, geser dan aksial. Sistem Rangka Pemikul

Khusus Momen (SRPMK) dipakai untuk daerah dengan resiko gempa tinggi

(wilayah gempa 5 dan 6) (SNI 03-2847-2002)31.

Dalam sistem rangka semua beban lateral dan beban gravitasi dipikul oleh

balok dan diteruskan oleh kolom. Prinsip desain gedung tahan gempa adalah setiap

massa pada gedung mempunyai lokasi yang simetris. Prinsip desain tersebut

mempunyai implikasi yang sangat berarti pada keseluruhan bentuk gedung karena

penempatan mekanisme penahan beban lateral dan beban gravitasi sangat

dipengaruhi bentuk gedung. Struktur gedung yang simetris tidak mengalami gaya

3

Badan Standardisasi Nasional. “Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung”. (SNI 03-2847-2002).

(21)

torsi yang besar dari pada struktur gedung yang tidak simetris, sehingga jenis struktur

simetris lebih diharapkan untuk gedung tahan gempa.

2.4 Half Slab Precast

Pelat direncanakan menggunakan half slab precast karena dimensi dan

bentang pada jenis plat pracetak ini memungkinkan untuk digunakan dalam

memodiikasi gedung tersebut yaitu panjang 4,8 m dan lebar 3,9 m. Sebagai pelat satu

arah atau dua arah, direncanakan hanya menerima beban lentur saja, karena

berdasarkan SNI 03-2847-200231 pasal 15.1, dimana beban yang diperhitungkan

hanyalah beban gravitasi dan terbagi merata pada seluruh panel pelat. Beban hidup

tidak boleh melibihi dua kali beban mati.

2.4.1 Pembebanan yang Bekerja Pada Pelat

Pembebanan didasarkan pada Peraturan Pembebanan Indonesia untuk

Gedung tahun 198362 serta referensi lain yang mendukung. Untuk beban mati sesuai

dengan PPI table 2.1, untuk beban hidup sesuai deng PPI table 3.1 dan beban gempa

sesuai dengan SNI 03-1726-200213. Pembebanan pada perencanaan pelat dengan

sistem half slab precast harus mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut:

1

Badan Standardisasi Nasional. “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung”. BSN: Bandung. (SNI 03-1726-2002).

3

Badan Standardisasi Nasional. “Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung”. (SNI 03-2847-2002).

6

(22)

10

a. Saat Pengangkatan

Pada saat pengangkatan dipegaruhi oleh beban mati dan impact factor

(faktor tumbukan). Impact factor harus diperhitungkan karena beton pracetak akan

mengalami:

- Pengangkatan dari pabrik menuju tempat penyimpanan dengan menggunakan

mobil pengangkut.

- Pengangkatan dari tempat penyimpanan menuju posisi akhir pada

pembangunan dengan menggunaka crane.

Tabel 2.1 Tabel Impact Factor Untuk Beton Pracetak

Sumber : PCI Design Handbook Precast and Prestressed Concrete, chapter 8-8151

- Impact factor untuk pengangkatan = 1,5

- Pembebanan terdiri dari berat sendiri pelat dikalikan impact factor.

b. Saat Pemasangan

Pembebanan terdiri berat sendiri beton bertulang.

c. Saat Pengecoran Tooping

Tambahan beban yang terjadi terdiri dari:

15

Widen, Helmuth, P.E. Chairperson. 2008. “Precast and Prestressed Concrete, PCI Design Handbook”. Chicago.

(23)

- Beban mati yaitu berat sendiri beton bertulang untuk pelat tooping.

- Beban hidup yaitu beban alat dan pekerja (PPI 1983:13)61

d. Saat komposit

1. Beban mati

- Berat sendiri beton bertulang

- Plafond dan rangka

- Tegel dan spesi

- Tembok batako

2. Beban hidup

2.4.2 Tahapan Perencanaan Pelat

Seluruh perhitungan perencanaan pelat sistem half slab precast didasarkan

pada SNI 03-2847-200232dan referensi lain yang mendukung serta dengan bantuan

program SAP133. Oleh karena berat total pelat pracetak diharuskan kurang dari

kapasitas angkat crane.

Perhitungan daya kontrol pelat sistem half slab precast melalui tahapan

sebagai berikut:

a. Saat pengangkatan

1. Kebutuhan tulangan lentur

Saat umur beton 3 hari, kemudian mencari:

3

Badan Standardisasi Nasional. “Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung”. (SNI 03- 2847-2002).

6

Departemen Pekerjaan Umum. “Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Bangunan Gedung”(PPIUG) 1983.

13

(24)

12

fci' = kuat tekan beton saat berumur 3 hari

b = lebar pelat

h = tebal pelat pracetak (7cm)

d = h – decking – 0,5 øtulangan

W = berat sendiri beton bertulang x 1,2 x impact factor

Dari data yang telah diperoleh termasuk hasil perhitung SAP 2000131

kemudian dicari kebutuhan luas penampang tulangan saat pengangkatan untuk

menjadi perbandingan dalam pemilihan tulangan yang akan digunakan.

2. Tegangan di tumpuan

Pelat dimodelkan terletak di atas sendi-sendi yang sama letaknya dengan

titik angkat (looped strand). Adapun hasilnya pengambilan asumsi sendi sebagai titik

angkat karena saat pengangkatan pelat mengalami translasi arah x, arah y serta

mengalami rotasi arah z.

Adapun titik-titik pengangkatan pada pelat seperti yang disyaratkan PCI

Design Handbook Precast and Prestressed Concrete bab 5 halaman 8152, yaitu:

13

Pramono, Handi. 2007. “Desain Konstruksi Pelat dan Rangka Beton Bertulang dengan SAP 2000 Versi 9”. Yogyakarta.

15

Widen, Helmuth, P.E. Chairperson. 2008. “Precast and Prestressed Concrete, PCI Design Handbook”. Chicago.

(25)

- Empat titik angkat

Gambar 2.1 Model Pengangkatan Pelat dengan Empat Titik Angkat

- Delapan titik angkat

0,2 07 L 0,5

86 L 0,207

L

Mmax

0,104 L 0,292 L 0,208 L 0,292 L 0,104 L

Mmax

Gambar 2.2 : Model Pengangkatan Pelat dengan Delapan Titik Angkat

b. Saat pemasangan

Saat pemasangan, umur beton tiga hari dan ditumpu disisinya. Pelat

dimodelkan dengan tumpuan sendi di sekelilingnya.

0,20 7 L 0,586 L 0,20 7 L

0,207 L 0,5

86 L 0,207

L

(26)

14

c. Saat pengecoran tooping (umur beton pelat tiga hari)

Ketebalan tooping adalah lima centi meter, sehingga tebal pelat keseluruhan

menjadi 12 cm dan dimasukan dalam data define shell section pada SAP2000131 dan

hasil perhitungan SAP2000 diperolah Mu serta lendutan yang terjadi kemudian

dilanjutkan menghitung luas penampang tulangan saat pengecoran tooping untuk

menjadi perbandingan dalam pemilihan tulangan yang akan digunakan.

Pengambilan kuat tekan beton saat umur tiga hari pada saat pengangkatan,

pemasangan dan pengecoran tooping merupakan hasil dari penelitian PT. JHS

PRECAST CONCRETE INDUSTY bahwa saat umur tiga hari, beton telah memiliki

kekuatan untuk menahan beban-beban yang terjadi saat pengangkatan, pemasangan

dan pengecoran tooping. Nilai konversi untuk beton dijelaskan pada table 2.2

Table 2.2 Perbandingan Kuat Tekan Beton pada Berbagai Umur Untuk Benda Uji Silinder yang Dirawat di Labolatorium.

Umur Beton 3 hari 7 hari 14 hari 28 hari

Semen Portland tipe 1 0,46 0,7 0,88 1

Sumber: Laporan Praktikum Teknologi Beton

13

Pramono, Handi. 2007. “Desain Konstruksi Pelat dan Rangka Beton Bertulang dengan SAP 2000 Versi 9”. Yogyakarta.

(27)

d. Saat komposit

Pelat dimodelkan terjepit elastis di sisinya, dalam perhitungan kebutuhan

luas penampang saat komposit, pelat pracetak dan pelat tooping disatukan sehingga

tebal keseluruhan adalah 12 cm dan semua beban telah bekerja saat perencanaan ini.

Dari perhitungan masing-masing tahapan diatas, diperoleh nilai tertinggi

dari luas penampang dan menjadi acuan dipilihnya diameter tulangan dan jaraknya.

e. Kontrol Hasil Perhitungan

Setelah semua perhitungan selesai, perlu adanya kontrol untuk memastikan

hasil perencanaan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Adapun beberapa kontrol

yang harus disertakan dalam perencanaan ini adalah sebagai berikut:

1. Lendutan Jangka Panjang

Pada komponen struktur beton bertulang, disamping terjadi lendutan

seketika juga akan mengalami lendutan yang timbul secara berangsur-angsur dalam

jangka waktu cukup lama.

Beban hidup tidak selalu bekerja di sepanjang waktu, sehingga yang

diperhitungkan hanya sebagai beban hidup yang dianggap sebagai beban menetap,

disamping beban mati yang memang bersifat permanen.

2. Geser beton Lama dengan Beton Baru

Dibutuhkan pengontrolan untuk pergeseran yang terjadi pada beton lama

(pelat pracetak) dan beton baru (pelat tooping). Hal ini dikarenakan umur kedua

(28)

16

2.4.3 Tahapan Pelaksanaan Pelat71

Setelah perencanaan pelat selesai, maka selanjutnya adalah pelaksanaan

pelat pracetak itu sendiri. Pembuatan pelat dengan sistem half slab precast, dibagi

dalam dua tahap yaitu tahap pertama pembuatan pelat pracetak dan tahap kedua

pembuatan pelat topping.

1. Pelat Pracetak

Dalam pelaksanaan pelat pracetak, terdapat tahapan-tahapan yang perlu

diperhatikan dan dipersiapkan, yaitu;

a. Persiapan Bekisting

Bekisting untuk pembuatan precast slab disebut loyang. Pemadatan tanah

diperlukan dalam pembuatan loyang untuk precast slab. Tanah harus benar-benar

padat dank eras. Di atas tanah tersebut dibuat rabatan, agar jika dipasang tegofilm

sebagai papan bekisting, precast slab tidak melendut.

b. Pemasangan Balok Melintang

Pada sisi-sisi rabatan tersebut dipasang balok 8/12 untuk meletakkan

tegofilm. Tegofilm dipaku pada balok tersebut.

c. Pembuatan Bekisting

Setelah tegofilm terpasang dengan baik, kemudian di atas tegofilm tersebut

dibuat bekisting-bekisting precast slab setebal 7 cm, sesuai dengan ukuran tebal

yang direncanakan. Bekisting-bekisting tersebut terbuat dari pelat besi atau dua lapis

balok kayu. Kayu pertama berukuran 3/5 dan kayu kedua berukuran 4/6.

7

Dita P. Putra, I Nyoman. 1996. “Studi Perbandingan Perencanaan Pelat Lantai dengan Metode Cast in Situ dan

Sistem Half Slab Precast Pada Gedung Sejahtera Garden Resort Apartment di Surabaya”. Malang.

(29)

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemasangan balok-balok

kayu pembentuk precast slab :

1. Pemasangan balok-balok kayu harus seteliti mungkin dan disesuaikan dengan

ukuran precast slab dalam perencanaan

2. Balok-balok tersebut harus dipasang dengan baik pada tegofilm agar tidak

lepas saat mobile crane mengangkat precast slab dari Loyang/ bekistingnya.

d. Pekerjaan Pembesian

Sebelum pembesian dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan pengerjaan

pengukuran jarak-jarak tulangan. Hasil pengukuran disketsa pada bekisting dengan

kapur tulis. Pembesian tulangan tarik lapangan (bawah) ditanam pada beton pracetak.

Tahapan pembesian precast slab dilakukan sebagai berikut :

1. Pemasangan tulangan arah x dan arah y. pemotongan tulangan dilakukan di

lokasi pemotongan dengan menggunakan gunting blok sesuai dengan

ukuran-ukuran tulangan yang telah direncanakan.

2. Setiap persilangan tulangan diikat sekuat mungkin dengan kawat baja

(bendrat) agar posisi tulangan tetap pada tempatnya.

3. Dilakukan pemasangan jarak/penutup beton (decking) yang berupa blok

kecil beton. Jumlah decking minimal dua setiap meter persegi bekisting pelat

lantai. Bila diameter tulangan utama ≤ Ø 10 maka dianjurkan memakai

decking yang lebih banyak, misalkan :

- Ø 8 – Ø 10 : 3 per m2 luas lantai

(30)

18

Setelah pekerjaan pembesian selesai, kemudian tulangan-tulangan tersebut

dijepit oleh balok kayu berukuran 4/6 yang dipaku dengan balok kayu berukuran 3/5

yang terletak di bawahnya.

Untuk menjamin beton menjadi monolit pada precast slab, dipasang

stek-stek tulangan pada tepi panel (bekisting precast slab) yang akan dihubungkan pada

balok dan akan dicor bersama beton lantai (topping) setebal 5 cm.

Setelah pemasangan tulangan pokok selesai, dilakukan pemasangan

tulangan lift loop (tulangan pengangkat) yang berfungsi sebagai kait saat precast slab

diangkat. Tulangan lift loop dipasang sesuai dengan perencanaan. Titik penulangan

lift loop harus tepat agar precast slab tidak mengalami retak dan lendutan yang

berlebihan saat pengangkatan. Tulangan lift loop ini diikat dan dicor bersamaan

dengan tulangan pokok. Pada sudut-sudutnya diberi pengaku agar bkisting tetap

dalam keadaan siku-siku atau sesuai dengan bentuk precast slab yang direncanakan.

Gambar 2.3 Pembesian pada Precast Slab

(31)

e. Pekerjaan Beton

Beton sampai di site (lokasi pengecoran) sebelum dicorkan pada tempatnya

biasanya diambil slump-nya dahulu oleh bagian laboratorium untuk dilakukan test

slamp campuran betonnya. Karena sudah menjadi ketentuan bahwa pada pelaksanaan

pengecoran tidak boleh lebih dari empat jam sejak selesai loading dari concrete

mixer.

Sebelum pengecoran dilaksanakan, perlu diadakan beberapa pekerjaan

persiapan, antara lain :

1. Pada lokasi pembuatan pracetak yang terbuka, bekisting untuk precast slab

selalu kotor oleh debu saat panas dan basah saat hujan. Padahal bekisting dan

pembesian yang siap untuk dicor harus selalu bersih dari segala macam

kotoran. Sehingga kurang lebih satu jam sebelum pengecoran dimulai,

compressor berfungsi membersihkan kotoran yang ada. Sesuai program yang

sudah ditentukan bahwa pada pabrikasi pracetak yang tiada hari tanpa cor,

maka compressor sebagai alat penunjang pembuatan precast slab harus selalu

ada di tempat dan siap pakai.

2. Pengecekan kembali posisi dari tulangan-tulangan dan ikatannya (bendrat),

untuk menghindari adanya ikatan yang kendur, sehingga posisi tulangan akan

berubah pada saat pengecoran.

3. Pengecekan kembali kondisi bekisting yang akan dicor, untuk menjaga

kemungkinan adanya bagian-bagian bekisting yang rusak selama pelaksanaan

pembesian. Apabila ada maka bagian tersebut harus diperbaiki terlebih dahulu

(32)

20

Setelah persiapan-persiapan di atas selesai barulah proses pengecoran dapat

dilaksanakan. Sistem pengecoran langsung menggunakan ready mix truck. Secara

garis besar urutan pelaksanaan pengecoran sebagai berikut :

1. Pengangkutan spesi beton dari pabrik beton (ready mix) ke lokasi proyek

dengan menggunakan mixer truck. Dimana volume dari setiap mixer truck

adalah 6 m3 sampai 8 m3.

2. Penuangan beton langsung dari mixer truck pada areal pengecoran yang telah

siap dengan para pekerja dan pelaksana pengawas pengecoran.

3. Pemadatan dilakukan langsung pada waktu pengecoran. Setiap beton yang

dituangkan dan diratakan pada areal pengecoran harus langsung diadakan

pemadatan. Pemadatan dilakukan dengan menggunakan vibrator (jarum

penggetar). Tujuan pemadatan ini adalah untuk mencegah terbentuknya

ruang-ruang kosong dalam beton yang dapat memperlemah kekuatan dan ketahanan

beton. Dengan penggetaran ini maka ruang-ruang udara yang terbentuk antara

dinding bekisting dan beton, maupun dalam campuran beton itu sendiri akan

hilang. Selain hal-hal selama pengecoran, baik buruknya Hasil pengecoran

juga ditentukan oleh campuran atau agregat beton yang dipakai. Banyak Hasil

pengecoran yang keropos karena agregat beton memiliki diameter terlalu

besar.

4. Untuk mendapatkan Hasil akhir beton yang bagus terutama pada pekerjaan

pembuatan precast slab setebal 7 cm, meskipun permukaan atas beton harus

di-finish kasar, tetapi waktu proses pelaksanaan harus digosok memakai kayu

minimum 3 kali agar tidak retak nantinya.

(33)

5. Permukaan precast slab harus di-finish kasar, ini bertujuan agar precast slab

lebih menyatu dan melekat (monolit) dengan topping-nya saat pengecoran

cast in place.

Untuk itu setiap kali pengecoran selalu ditekankan kepada pekerja untuk

mengikuti peraturan yang ada agar betul-betul mendapatkan Hasil pekerjaan seperti

yang direncanakan.

Setelah selesai pengecoran dilakukan curing beton selama lebih kurang 7

hari berturut-turut dengan bantuan pompa air. Dengan curing tersebut akan

menghasilkan mutu beton yang baik.

Dengan memakai metode half slab precast ini, pelaksanaan precast slab

lantai dapat dimulai jauh hari sebelum pekerjaan balok dilaksanakan dengan jumlah

sebanyak-banyaknya atau sesuai kebutuhan.

(34)

22

f. Pekerjaan Pengangkatan

Setelah 3 hari, dilakukan pengangkatan precast slab dari Loyang menuju

tempat penyimpanan dengan bantuan mobile crane yang mempunyai alat angkat

khusus (8 titik angkat).

Saat pengangkatan, alat khusus tersebut dikaitkan pada lift loop precast

slab. setelah itu diletakkan di truck tersebut kemudian dibawa ke tempat

penyimpanan kecuali jika pembuatan precast slab tersebut berada di daerah

pelaksanaan proyek terebut.

Gambar 2.5 Penyimpana Precast Slab

g. Pekerjaan Pemasangan

Setelah precast slab siap di tempat penyimpanan dan bekisting serta

penulangan balok telah selesai. Barulah precast slab diangkat dengan menggunakan

(35)

mobile crane yang ujungnya dikaitkan pada alat angkut khusus (8 titik angkat)

menuju elevasi pada struktur bangunan yang telah ditentukan.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat pemasangan precast slab :

1. Dipastikan bahwa tulangan-tulangan overlap pada precast slab telah ditekuk

ke bawah. Hal ini sangat penting karena tulangan-tulangan overlap tersebut

nantinya pada saat terpasang masuk pada penulangan balok. Setelah posisinya

tepat barulah tulangan-tulangan overlap tersebut diluruskan kembali dalam

kondisi masuk ke dalam penulangan balok.

2. Saat peletakan precast slab pada posisinya dengan menggunakan mobile

crane haruslah dilaksanakan dengan hati-hati dan teliti. Hal ini untuk

mencegah agar precast slab tidak retak dan posisinya tepat sesuai dengan

yang direncanakan.

3. Peletakan precast slab harus sesuai dengan tipenya dan elevasi peletakannya.

Karena pada saat pembuatan precast slab telah direncanakan sesuai dengan

ukuran dan bentuk pelat lantai yang direncanakan.

4. Setelah peletakan precast slab selesai dan tepat maka selanjutnya precast slab

tersebut di bawahnya diberi penyagga (pipe support/scaffolding) yang

diletakkan tepat di tengah-tengah (titik berat) precast slab. Pipe support atau

scaffolding yang disewa tersebut daya dukungnya lebih besar dari

beban-beban yang ada di atasnya.

Setelah tahap-tahap pelaksanaan precast slab selesai barulah dilakukan

(36)

24

Gambar 2.6 Mobile Crane

Gambar 2.7 Proses Pemasangan Precast Slab

(37)

2. Pelat Tooping

Dalam pelaksanaan pembuatan pelat topping, terdapat tahapan-tahapan yang

perlu dipersiapkan, yaitu :

a. Pekerjaan Pembesian

Sebelum pembesian dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan pekerjaan

pengukuran jarak sumbu ke sumbu tulangan. Hasil pengukuran disketsa pada

bekisting atau pelat precast.

Tahapan pembesian pelat topping dilakukan sebagai berikut :

1. Pemasangan tulangan pokok arah x dan arah y secara menerus dan saling

tegak lurus. Tulangan ini berfungsi sebagai tulangan tumpuan pada pelat

sistem half slab precast.

2. Setiap persilangan tulangan diikat sekuat mungkin dengan kawat baja

(bandrat) agar posisi tulangan tetap pada tempatnya. Sedangkan tulangan

yang terletak di atas tulangan balok diikatkan pada tulangan balok yang sudah

terpasang terlebih dahulu sekuat mungkin dengan bendrat.

3. Dilakukan pemasangan jarak/penutup beton (decking) yang berupa blok kecil

beton. Jumlah decking minimal dua setiap meter persegi bekisting pelat

lantai. Bila diameter tulangan utama < Ø 10 maka dianjurkan memakai

decking yang lebih banyak, misalkan :

- Ø 8 – Ø 10 : 3 per m2 luas lantai

(38)

26

Gambar 2.8 Pembesian pelat topping

b. Pekerjaan Beton

Beton sampai di site (lokasi pengecoran) sebelum dicorkan pada tempatnya

biasanya diambil slump-nya dahulu oleh bagian laboratorium untuk dilakukan test

slump campuran betonnya.

Sebelum pengecoran dilaksanakan, perlu diadakan beberapa pekerjaan

persiapan antara lain :

1. Pembersihan areal pengecoran (lantai bekisting/pelat precast) dari debu dan

kotoran-kotoran dengan menggunakan compressor.

2. Pengecekan kembali posisi dari tulangan-tulangan dan ikatannya (bendrat),

untuk menghindari adanya ikatan yang kendur, sehingga posisi tulangan

akan berubah pada saat pengecoran.

Setelah persiapan-persiapan di atas selesai barulah proses pengecoran dapat

dilaksanakan. Mengenai sistem pengecoran menggunakan mobile crane. Secara garis

besar urutan pelaksanaan pengecoran di lapangan adalah sebagai berikut :

(39)

1. Pengangkutan spesi beton dari pabrik beton (ready mix) ke lokasi proyek

dengan menggunakan mixer truck. Dimana volume dari setiap mixer truck

adalah 6 m3 sampai 8 m3.

2. Penuangan beton langsung dari mixer truck pada areal pengecoran yang

telah siap dengan para pekerja dan pelaksana pengawas pengecoran.

3. Penuangan atau pengecoran beton pelat topping, yang pengecorannya

bersamaan dengan pengecoran balok. Hal-hal yang harus diperhatikan pada

saat penuangan beton adalah sebagai berikut :

a. Tinggi jatuh bebas penuangan beton tidak boleh terlalu tinggi maksimal

1,5 m. karena apabila terlalu tinggi dapat merusak bekisting disebabkan

tekanan jatuhnya menjadi sangat besar. Selain itu penuangan yang terlalu

tinggi juga mengakibatkan segregasi beton yaitu agregat beton jatuh

dalam keadaan terpisah, dimulai dari agregat yang terbesar dan terberat

jatuh terlebih dahulu. Selanjutnya kerikil dan kemudian pasir dan

akhirnya pasta semen. Hal ini menyebabkan campuran beton menjadi

buruk tidak seperti keadaan semula.

b. Dalam pengecoran diusahakan spesi beton tidak mengalami penumpukan

yang terlalu tinggi pada suatu tempat dalam waktu yang cukup lama,

karena bekisting dapat melendut. Untuk mengatasinya harus ada pekerja

yang bertugas meratakan spesi beton yang baru dituangkan ke sekitar

daerah penuangan.

4. Pemadatan dilakukan langsung pada waktu pengecoran. Setiap beton yang

dituangkan dan diratakan pada areal pengecoran harus langsung diadakan

(40)

28

penggetar). Tujuan pemadatan ini adalah untuk mencegah terbentuknya

ruang-ruang kosong dalam beton yang dapat memperlemah kekuatan dan

ketahanan beton. Dengan penggetaran ini maka ruang-ruang udara yang

terbentuk antara dinding bekisting dan beton, maupun dalam campuran

beton itu sendiri akan hilang. Selain hal-hal selama pengecoran, baik

buruknya hasil pengecoran juga ditentukan oleh capuran atau agregat beton

yang dipakai. Banyak hasil pengecoran yang keropos karena agregat beton

memiliki diameter terlalu besar.

Setelah selesai pengecoran dilakukan curing beton selama lebih kurang 7

hari berturut-turut. Dengan curing tersebut akan dihasilkan mutu beton yang baik.

Pada pelaksanaan pembuatan pelat lantai dengan siste half slab precast ini, tidak

diperlukan adanya pembongkaran bekisting pelat lantai.

2.5Hubungan Balok Kolom

Dalam hubungan balok-kolom terdapat gaya-gaya pada tulangan

longitudinal balok di muka hubungan balok-kolom harus ditentukan dengan

menganggap bahwa tegangan pada tulangan tarik lentur adalah 1.25fy. Tulangan

longitudinal balok yang berhenti pada suatu kolom diteruskan hingga mencapai

sisi jauh dari inti kolom terkekang dan diangkur sesuai SNI 03-2847-2002 pasal

23.5(4). Kuat hubungan balok-kolom haru direncanakan menggunakan faktor

reduksi kekuatan sesuai dengan SNI 03-2847-2002 pasal 11.3.

Pada hubungan balok kolom, dengan lebar balok lebih besar daripada

lebar kolom, tulangan transversal yang ditentukan pada SNI 03-2847-2002 pasal

23.4(4) harus dipasang pada hubungan tersebut untuk memberikan kekangan

(41)

terhadap tulangan longitudinal balok yang berada didaerah luar daerah inti

kolom, terutama bila kekangan tersebut tidak disediakan oleh balok yang

merangkak pada hubungan tersebut. Suatu balok yang merangka pada suatu

hubungan balok-kolom dianggap memberikan kekangan bila setidaknya ¾

bidang muka hubungan balok-kolom tersebut tertutupi oleh balok yang

merangka tersebut. Hubungan balok-kolom dapat dianggap terkekang bila ada

empat balok yang merangka pada keempat sisi hubungan balok-kolom.

(42)

30

BAB III

METODOLOGI

3.1 Umum

Beton pracetak tidak jauh berbeda dengan beton biasa. Perbedaan antara dua

metode ini terletak pada sambungan struktur dan tahapan pekerjaan dari struktur

tersebut. Karena itu beton pracetak tetap mengacu pada literature standar yang

berlaku di Indonesia, yaitu: SNI 03-2847-2002, SNI 03-1726-2002, SNI

03-1727-2002, Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung, PCI Design Handbook dan

literature lainnya yang mendukung.

3.2 Pengumpulan Data

Data-data perencanaan secara keseluruhan mencakup data umum bangunan

dan data bahan.

1. Data umum bangunan:

- Site Plan

- Denah lantai

- Gambar tampak dan potongan dari gedung

- Data-data teknis berupa data bangunan, yaitu:

1. Nama Gedung : Rumah Susun Sederhana Sewa Mahasiswa

2. Lokasi : Jl. Kampus Unair Surabaya

3. Zona Gempa : 6 ( zona kuat )

4. Jumlah lantai : 6 lantai

(43)

5. Lebar gedung : 16,8 m

6. Panjang gedung : 59,7 m

7. Tinggi gedung : 17,7 m

8. Fungsi tiap lantai : Rumah tinggal

9. Struktur gedung modifikasi : Beton pracetak untuk pelat lantai.

3.3Metode Perencanaan

3.3.1 Pembebanan

Dalam merencanakan pembebanan gedung ini, semua beban dan kombinasi

pembebanan yang akan digunakan mengacu kepada Peraturan Pembebanan

Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) 198361 dan SNI 03-1727-200222 tentang tata cara

perhitungan pembebanan untuk bangunan rumah dan gedung.

Adapun kombinasi pembebanan yang akan digunakan dalam perencanaan

ini adalah sebagai berikut:

1. 1,4 DL ... (3.1)

2. 1,2 DL + 1,6 LL ... (3.2)

3. 1,2 DL + 1 LL ± 1 EX ... (3.3)

4. 1,2 DL + 1 LL ± 1 EY ... (3.4)

5. 0,9 DL ± 1 EX ... (3.5)

6. 0,9 DL ± 1 EY ... (3.6)

2

Badan Standardisasi Nasional. “Tata Cara Perhitungan Pembebanan Untuk Bangunan Gedung ”. BSN: Bandung. (SNI 03-1727-2002).

6

(44)

32

3.3.2 Half Slab Precast

Pelat pracetak memiliki dua tahapan yaitu tahap perencanaan yang meliputi

perhitungan dimensi pelat, perhitungan pembebanan dan perhitungan penulangan

serta tahap pelaksanaan. Adapun penjelasan dari tahapan-tahapan tersebut adalah

sebagai berikut.

A. Tahap Per encanaan

1. Perencanaan Dimensi Pelat

Tebal minimum untuk pelat dua arah adalah sebagai berikut :

- hmin =

,

m ,

……... (3.7)

tidak boleh kurang dari:

- hmin = ,

………... (3.8)

Dalam segala hal tebal pelat minimum tidak boleh kurang dari:

- α m < 2 ………. 120 mm

- α m > 2 ………. 90 mm

- α = cb b

cs s………... (3.9)

- Ib = k bw h3 ………... (3.10)

- Is =

12 bs h 3

…….………... (3.11)

- k =

[

…... (3.12)

(45)

2. Beban yang Bekerja pada Pelat

Beban yang bekerja pada tahapan-tahapan perencanaan pelat sisitem half

slab precast yang nantinya akan digunakan dalam perencanaan sesuai dengan SNI

03-1727-200223 dan PPI 198364adalah sebagai berikut:

a. Saat pengangkatan

- Berat sendiri beton bertulang x impact factor:

23,52 x 1,5 =35,28 KN/m3

b. Saat pemasangan

- Berat sendiri beton bertulang = 23,52 KN/m3

c. Saat pengecoran topping

1. Berat sendiri beton bertulang = 23,52 KN/m3

2. Tambahan beban yang terjadi

- Berat Pelat tooping (5 cm) 0.05 x 23,52 = 1,18 KN/m2

- Beban hidup (alat dan pekerja) = 1 KN/m2

d. Saat komposit

1. Berat sendiri beton bertulang = 23,52 KN/m3

2. Tambahan beban yang terjadi

- Plafon dan penggantung 0,011 + 0,007 = 0,18 KN/m2

- Tembok batako = 2 KN/m2

- Tegel dan spesi (4 cm) 0,04 x 2,2 = 0,88 KN/m2

q = 3,06 KN/m2

3. Beban hidup (gedung asrama) = 2,5 KN/m2

2

Badan Standardisasi Nasional. “Tata Cara Perhitungan Pembebanan Untuk Bangunan Gedung ”. BSN: Bandung. (SNI 03-1727-2002).

6

(46)

34

3. Perhitungan Penulangan Pelat

Seluruh perhitungan perencanaan pelat sistem half slab precast didasarkan

pada SNI 03-2847-2002 dan referensi lain yang mendukung serta dengan bantuan

program SAP. Oleh karena berat total pelat pracetak diharuskan kurang dari

kapasitas angkat crane.

Perhitungan daya kontrol pelat sistem half slab precast melalui tahapan

sebagai berikut:

a. Saat pengangkatan

1. Kebutuhan tulangan lentur

Saat umur beton 3 hari, kemudian mencari:

fci' = kuat tekan beton saat berumur 3 hari

b = lebar pelat

h = tebal pelat pracetak (7cm)

d = h – decking – 0,5 Øtulangan

W = berat sendiri beton bertulang x 1,2 x impact factor

Kemudian dari perhitungan SAP2000 diperoleh hasil momen dan

dilanjutkan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

- Hitungan ρ perlu dengan rumus yang diturunkan dari keadaan berimbang,

yaitu:

- ρ =

1

1

n

…..

... (3.13)

Dimana:

- m =

,

……...

... (3.14)
(47)

- Rn =

²

………...

... (3.15)

- ρ min = ,

………...

... (3.16)

- Hitungan As = ρ b d

………...

... (3.17)

2. Tegangan di tumpuan

Pelat dimodelkan terletak di atas sendi-sendi yang sama letaknya dengan

titik angkat (looped strand). Adapun hasilnya pengambilan asumsi sendi sebagai

titik angkat karena saat pengangkatan pelat mengalami translasi arah x, arah y

serta mengalami rotasi arah z.

Adapun titik-titik pengangkatan pada pelat seperti disyaratkan PCI

Design Handbook Precast and Prestressed Concrete bab 5 halaman 8155 yang nantinya akan digunakan dalam perencanaan ini adalah delapan titik angkat. Hal

ini dikarenakan dimensi pelat yang cukup besar yaitu panjang 369 cm dan lebar

232 cm, serta dilihat dari sisi keamanan yang lebih jika terjadi hal yang tidak

diinginkan saat pelaksanaan.

15

(48)

36

0,2 07 L 0,5

86 L 0,207

L

Mmax

0,104 L 0,292 L 0,208 L 0,292 L 0,104 L

Mmax

Gambar 3.1 : Model Pengangkatan Pelat dengan Delapan Titik Angkat

Dari momen maksimum yang ada diambil momen maksimum yang

terbesar untuk kontrol terhadap momen retak akibat pengangkatan. Momen retak

yang disyaratkan SNI 03-2847-2002 pasal 11.5(3) adalah sebagai berikut:

Mcr =

r Ig

t

………...

... (3.18)

Dimana : fr : 0,7 ′ adalah modulus runtuh beton

Ig : inersia penampang

yt : jarak dari garis netral terhadap serat tarik

Momen maksimum yang terjadi saat pengangkatan harus lebih kecil dari

momen retak yang disyaratkan. Saat precast slab diangkat, diperlukan titik

angkat pada proyek ini menggunakan sistem looped strand.

(49)

looped strand

tulangan pokok

precast slab

12 ø

Gambar 3.2 Detail Looped Strand

Untuk menghitung diameter tulangan yang diperlukan looped strand, jika

titik angkatnya delapan:

Gambar 3.3 Looped Strand Delapan Titik Angkat

P = W x B x L x t... (3.19) P’ = P x 0,5... (3.20) P” = P’ x 0,25... (3.21) P”’ = P” x 0,5... (3.22) Dengan W = berat sendiri beton bertulang x 1,2 x impact factor

B = lebar pelat

L = panjang pelat

t = tebal pelat

B

L B

L

P' P'

P" P" P" P"

W P " P"

P" P" t

0,345 P

0,345 P 0,345 P 0,345 P

0,345 P 0,345 P 0,345 P

(50)

38

0,345 P = 0,172 P 0,172 P

α

0,172 P T = 0.172 P / sin α

α

α = ... (3.23)

dimana: σ = tegangan yang terjadi

A = luas tulangan yang digunakan

b. Saat pemasangan

Saat pemasangan, umur beton tiga hari dan ditumpu disisinya. Pelat

dimodelkan dengan tumpuan sendi di sekelilingnya.

Dari hasil SAP2000, diperoleh Mu serta lendutan yang terjadi dapat

diketahui dan dilanjutkan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

- Hitungan ρ perlu dengan rumus yang diturunkan dari keadaan berimbang,

yaitu:

- ρ =

1

1

n ... (3.13)

- Dimana:

- m =

, ... (3.14)

- Rn =

² ... (3.15)

(51)

- ρ min = ,

... (3.16)

- Hitungan As = ρ b d ... (3.17)

c. Saat pengecoran tooping 5 cm (umur beton pelat tiga hari)

Sehingga tebal pelat keseluruhan menjadi 12 cm dan dimasukan dalam

data define shell section pada SAP2000 dan hasil perhitungan SAP2000

diperolah Mu serta lendutan yang terjadi dapat diketahui dan dilanjutkan dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

- Hitungan ρ perlu dengan rumus yang diturunkan dari keadaan berimbang,

yaitu:

- ρ =

1

1

n ... (3.13)

- Dimana:

- m =

, ... (3.14)

- Rn = ... (3.15)

- ρ min = ,

... (3.16)

- Hitungan As = ρ b d ... (3.17)

d. Saat komposit

Pelat dimodelkan terjepit elastis di sisinya, setelah perhitungan

(52)

40

lendutan yang terjadi dapat diketahui dan dilanjutkan dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

- Hitungan ρ perlu dengan rumus yang diturunkan dari keadaan berimbang,

yaitu:

- ρ =

1

1

n ... (3.13)

- Dimana:

- m =

, ... (3.14)

- Rn =

² ... (3.15)

- ρ min = ,

... (3.16)

- Hitungan As = ρ b d ... (3.17)

Semua perhitungan tersebut nanatinya akan mendapatkan nilai luas

penampang tulangan (As) yang diperlukan dan nantinya menjadi acuan untuk

dipilihnya luas penampang tulangan yang dipasang dari Tabel Grafik dan Diagram

Interaksi untuk Perhitungan Struktur Beton106.

10

Labolatorium Beton dan Bahan Bangunan. “Tabel Grafik dan Diagram Interaksi Untuk Perhitungan Struktur

Beton Berdasarkan SNI 1992”. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi

Sepuluh Nopember Surabaya.

(53)

4. Kontr ol Hasil Perhitungan

a. Lendutan jangka panjang

Pada komponen struktur beton bertulang, disamping terjadi lendutan

seketika juga akan mengalami lendutan yang timbul secara berangsur-angsur

dalam jangka waktu cukup lama.

Faktor konstanta ketergantungan waktu untuk beban dijelaskan di SNI

03-2847-200237 pasal 11.5(2(5)) dimana:

ξ = 2 untuk 5 tahunan atau lebih

λ = ... (3.24)

Lendutan jangka panjang yang terjadi dapat diketahui dan lendutan

tersebut harus dikontrol terhadap izin lendutan izin maksimum SNI

03-2847-20023 pasal 11.5(3(2))

b. Kontrol geser beton lama dengan beton baru

Dijelaskan pada SNI 03-2847-20023 pasal 13.1, perencanaan penampang

terhadap geser harus didasarkan pada :

ØVn ≥ Vu... (3.25) dengan Vu = gaya geser terfaktor pada penampang

Vn = kuat geser

Ø = faktor reduksi kekuatan geser (0,6)

3

(54)

42

Jika semua kontrol dapat terpenuhi, maka pelat pracetak mampu

menahan semua beban yang bekerja.

3.4Tahap-Tahap Pekerjaan

Tahapan dari pekerjaan struktur ini secara garis besar adalah sebagai

berikut:

1. Pengumpulan data-data teknis, meliputi data-data bangunan dan mutu bahan.

2. Analisa struktur dengan SAP 2000

3. Perencanaan dan analisa struktur sistem half slab precast.

4. Perhitungan penulangan pelat.

5. Kontrol tegangan.

6. Perhitungan pembebanan akibat gempa.

7. Perencanaan balok, kolom dan hubungan balok-kolom.

(55)

3.5Diagram Alur

Gambar 3.4 Diagram Alur Pelat Pracetak

M ULAI

Studi Literatur

Perencanaan dimensi pelat half slab precast

Analisa struktur dengan SAP 2000

Beban hidup dan beban mati

Penulangan Pelat Pengumpulan Data

(56)

44

Gambar 3.5 Diagram Alur Hubungan Balok-Kolom

M ULAI

Studi Literatur

Analisa struktur dengan ETABS: Beban hidup, beban mati dan

beban gempa

Perencanaan Tulangan dan HBK

Penggambaran Detail Tulangan Pengumpulan Data

Selesai

Kontrol Tegangan Perencanaan Awal

Kolom dan Balok

(57)

390

480 20/43

25/43

BAB IV

PERHITUNGAN

4.1 Half Slab Precast

Dalam perencanaan ini, digunakan struktur beton pracetak dengan kriteria

bahan sebagai berikut :

a. Beton

Mutu beton, fc' = 35 Mpa.

b. Tulangan, fy = 350 Mpa.

4.1.1 Perencanaan Dimensi Pelat

Pelat disebut satu arah apabila > 2 dan dua arah apabila ≤ 2.

Gambar 4.1 Denah Pelat

Sn = 390 – (

+

)

= 365 cm

Ln = 480 – (

+

)

= 460 cm
(58)

46

t = 12

h = 43

bw = 20 be = 82

Perbandingan Ly dan Lx (β) ≤ 2 sehingga pelat yang digunakan adalah pelat

dua arah. Tebal minimum pelat dua arah menggunakan persamaan (2.2) sebagai

berikut:

hmin =

( , )

. β =

( , )

. , = 10,45 cm ~ 12 cm

Kontr ol tebal pelat:

Balok tengah 20/43

Gambar 4.2 Lebar Efektif Flen Balok Tengah

be 1 = bw + 2 ( h - t ) be2 = bw + 8t

= 20 + 2 ( 43 – 12 ) = 20 + (8 . 12)

= 82 cm = 116 cm

Maka yang digunakan adalah be1 karena memiliki nilai paling kecil.

= = 4,1

(59)

= = 0, 28

k = [

=

[

= 1,77

Ib = k bw h3

= . 1,77 . 20 . 433 = 234545,65 cm4

Is = bs h3

= 390 (123) = 56160 cm4

α = cb b

cs s

(60)

48

Balok Tengah 25/43

Gambar 4.3 Lebar Efektif Flen Balok Tengah

be 1 = bw + 2 ( h - t ) be2 = bw + 8t

= 25 + 2 ( 43 – 12 ) = 25 + (8 . 12)

= 87 cm = 121 cm

Maka yang digunakan adalah be1 karena memiliki nilai paling kecil.

= = 3,48

= = 0, 28

k =

[

=

[

= 1,69

Ib = k bw h3

t = 12

h = 43

bw = 25 be = 87

(61)

= . 1,69 . 25 . 433 = 279930,9 cm4

Is =

bs h3

=

480 (123) = 69120 cm4

α = cb b

cs s

= , = 4,05 = α 3 = α 4

α m = 0,25 ( 4,18 + 4,18 + 4,05 + 4,05 )

= 4,115

hmin1 =

,

m ,

= ,

( , ) , ,

,

= 7,85 cm

hmin2 ≥ 90 cm …………. (α m > 2 )

hmin3 =

,

=

,

( , )

= 10,04 cm

Maka digunakan pelat setebal 12 cm dengan : - tebal precast = 7 cm

(62)

50

4.1.2 Pembebanan Half Slab Precast

a. Saat pengangkatan

- Berat sendiri beton bertulang x impact factor:

23,52 x 1,5 =35,28 KN/m3

b. Saat pemasangan

- Berat sendiri beton bertulang = 23,52 KN/m3

c. Saat pengecoran topping

1. Berat sendiri beton bertulang = 23,52 KN/m3

2. Tambahan beban yang terjadi

- Berat Pelat tooping (5 cm) 0.05 x 23,52 = 1,18 KN/m2

- Beban hidup (alat dan pekerja) = 1 KN/m2

d. Saat komposit

1. Berat sendiri beton bertulang = 23,52 KN/m3

2. Tambahan beban yang terjadi

- Plafon dan penggantung 0,011 + 0,007 = 0,18 KN/m2

- Tembok batako = 2 KN/m2

- Tegel dan spesi (4 cm) 0,04 x 2,2 = 0,88 KN/m2

q = 3,06 KN/m2

3. Beban hidup (gedung asrama) = 2,5 KN/m2

(63)

390

480

464 232

232

369

4.1.3 Perhitungan dan Analisa Struktur

Gambar 4.4 Dimensi Pelat Pracetak

Direncanakan tebal selimut beton 20 mm dan diameter tulangan 10 mm,

tambahan celah disetiap sisi pelat adalah 20 mm (SNI-03-2847-2002) pasal

18.6.2.2(b), maka ukuran pelat pracetak adalah:

- 390 –

+ 4 = 369 cm

- 480 –

+ 4 = 464 / 2 = 232 cm

Pengangkatan, pemasangan dan pengecoran tooping dilakukan saat beton

pracetak berumur tiga hari, hal ini dikarenakan saat umur tersebut beton telah mampu

memikul beban-beban yang terjadi. Kuat tekan beton saat berumur tiga hari (fci’) =

0,46 x fc’, dimana nilai 0,46 diperoleh dari tabel 2.1.

0,46 x 35 = 16,1 Mpa ~ 16.100 KN/m2

Hasil tersebut lebih besar dari beban yang terjadi saat pengangkatan,

pemasangan, dan pengecoran tooping. Artinya beton sudah siap untuk menerima

(64)

52

232 369

A. Saat Pengangkatan

1. Kebutuhan tulangan lentur

Gambar 4.5 Dimensi Pelat Pracetak Saat Pengangkatan

Tebal pelat pracetak adalah 7 cm

- d = h – decking – 0,5 Ø = 70 – 20 – 10 = 45 mm

- b = 1000 mm

a. Analisa empat titik angkat

- Dari Hasil SAP2000 untuk empat titik angkat diperoleh Mlx = 0,578684

KNm ~ 578684 Nmm

Rn =

ø ²

=

. . 10 00.( ) ²

= 0,36 Mpa

m =

, fci′

= 35 0

, . ,

= 25,58

(65)

ρ =

1

1

n

=

,

1

1

. , . ,

= 0.00104

ρ min =

,

fy

= ,

35 0

= 0,004

As perlu = ρ . b . d

= 0,004 x 1000 x 45

= 180 mm2

- Dari Hasil SAP2000 untuk empat titik angkat diperoleh Mtx = 1,48812 KNm

~ 1488120 Nmm

Rn =

ø ²

=

. . .( ) ²

= 0,92 Mpa

m =

, fci′

=

,85. ,

(66)

54

ρ =

1

1

n

=

,

1

1

. , . ,

= 0,0027

ρ min =

,

= ,

350

= 0,004

As perlu = ρ . b . d

= 0,004 x 1000 x 45

= 180 mm2

- Dari Hasil SAP2000 untuk empat titik angkat diperoleh Mly = 1,20785 KNm

Gambar

Gambar 2.3 Pembesian pada Precast Slab
Gambar 2.4 Pengecoran pada Precast Slab
Gambar 2.5 Penyimpana Precast Slab
Gambar 2.7 Proses Pemasangan Precast Slab
+7

Referensi

Dokumen terkait

Siklus kegiatan dirancang dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Kegiatan diterapkan dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PAI melalui

1) Tenaga kerja perikanan tingkat menengah yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan menengah kejuruan kelautan dan perikanan untuk program studi NPL dan TPL sampai dengan tahun

Hasil perhitungan untuk semua linkset antara SP dan STP tersebut dirangkum pada Tabel 4 dan dapat dilihat untuk beban link yang paling besar terdapat pada link.

pelanggaran ketentuan tentang sampah di atur dalam Undang - Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah sedangkan untuk Pemerintah Kota Denpasar masalah sampah

Penilaian pembelajaran seharusnya tidak hanya digunakan untuk menilai ketercapaian siswa terhadap kompetensi di jenjang tertentu, tetapi juga digunakan sebagai cermin bagi

Hasil menunjukkan indeks vigor setelah perendaman dalam etanol selama 30 menit memiliki korelasi yang erat dengan daya berkecambah benih setelah disimpan selama enam bulan

Hal tersebut menjadikan BPM lebih memilih untuk tidak melayani pasien sebagai peserta Program Jampersal atau melayani pasien peserta Program Jampersal tetapi

Persaman penelitian Timur Cahyasari dengan penelitian ini adalah sama- sama meneliti tentang pengaruh aromaterapi lavender terhadap penurunan tingkat nyeri, sedangkan