• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

II.1 Kerangka Tektonik dan Struktur Cekungan Sumatera Tengah

Cekungan Sumatera Tengah merupakan cekungan busur belakang yang berkembang di sepanjang tepi barat dan selatan Paparan Sunda di sebelah baratdaya Asia Tenggara sejak kala Neogen. Cekungan Sumatera Tengah terbentuk karena adanya penunjaman secara miring (oblique subduction) lempeng Samudera Hindia ke bawah lempeng Benua Asia. Pada saat ini terbentuk cekungan muka busur, jalur magmatis (pegunungan Barisan) dan cekungan belakang busur. Beberapa peneliti (Pulonggono dan Nayoan, 1974; Heidrick dan Aulia, 1993) mengganggap bahwa sesar besar Sumatera lahir pada periode ini.

Pada awal Tersier (Eosen-Oligosen) daerah ini merupakan seri dari struktur half graben yang menandai perkembangan dari cekungan rift. Cekungan ini berbentuk asimetris, dimana pada beberapa bagian half graben di isi oleh sedimen klastik darat (non marine) dan sedimen danau (Eubank dan Makki, 1981; dalam Heidrick dan Aulia, 1993).

Gaya tarikan pada batuan dasar ini menghasilkan beberapa blok patahan yang membentuk graben, half graben, dan horst (Mertosono dan Nayoan, 1981). Rejim sesar menjadi sesar mendatar dekstral sebagai akibat dari oblique subduction di bagian barat dan baratdaya pulau Sumatera. Sesar mendatar dekstral ini menghasilkan negative flower structure, positive flower structure, en echelon fault dan en echelon fold yang terlihat pada rekaman seismik dan merupakan bentuk-bentuk perangkap minyak bumi yang teramati di Cekungan Sumatera Tengah (Yarmanto dan Aulia, 1988).

Kerangka tektonik regional yang terjadi di Cekungan Sumatera Tengah dapat dilihat pada gambar II.1.

(2)

Gambar II.1. Kerangka tektonik regional Cekungan Sumatera Tengah (Heidrick dan

Aulia, 1993)

Menurut Mertosono dan Nayoan (1974), pola struktur utama di Cekungan Sumatera Tengah dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu : pola utara-selatan untuk struktur-struktur yang tua dan pola baratlaut-tenggara untuk struktur-struktur yang lebih muda. Menurut Eubank dan Makki (1981) terdapat sesar-sesar berarah utara-selatan dengan umur Paleogen yang teraktifkan kembali selama fase kompresi pada kala Plio-Pleistosen.

Struktur geologi di Cekungan Sumatera Tengah terbentuk dari beberapa fase yang berbeda, mulai dari kurun Mesozoikum sampai akhir zaman Tersier. Pada kurun Mesozoikum Tengah terjadi deformasi yang menyebabkan batuan Paleozoikum termetamorfosakan, tersesarkan, terlipatkan dan disertai intrusi granit. Pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal terbentuk struktur akibat gaya tarik dan menghasilkan graben-graben berarah relatif utara-selatan (De Coster, 1974).

Cekungan Sumatera Selatan Cekungan Sunda Cekungan Jawa Utara Cekungan Sumatera Utara Cekungan Sumatera Tengah 0 500 Km Skala

Gunung Api Kuarter Arah Pergerakan

Lempeng

CEKUNGAN SUMATERA TENGAH

(3)

Gambar II.2 Struktur geologi yang berkembang di Cekungan Sumatera Tengah dan lapangan Pungut yang terbentuk pada jalur sesar mendatar berarah relatih utara-selatan NNW-SSE (laporan internal PT. CPI)

Heidrick dan Aulia (1993) membahas secara lebih rinci tentang perkembangan struktur di Cekungan Sumatera Tengah dengan membagi sesar dan lipatan yang ada menjadi 4 episode pembentukan yaitu F0, F1, F2, dan F3 seperti yang terlihat pada Tabel II.1.

U

U

U

(4)

Tabel II.1. Perkembangan tektonostratigrafi daerah Cekungan Sumatera Tengah (Heidrick dan Aulia, 1993).

Pada kala Eosen-Oligosen terjadi deformasi akibat rifting (episode F1) dengan arah jurus timurlaut, diikuti oleh pengaktifan kembali struktur-struktur tua yang terbentuk sebelumnya (F0). Episode F1 terjadi pada waktu 45–25,5 Ma dan menghasilkan geometri horst dan graben. Pada saat yang sama terjadi pengendapan Kelompok Pematang ke dalam graben-graben yang terbentuk.

Pada kala Miosen Awal terjadi fase penurunan atau sag phase (episode F2) yang diikuti oleh pembentukan sesar geser dekstral secara regional dan

(5)

baratlaut-tenggara. Pada struktur tua yang berarah timurlaut-baratdaya terjadi suatu pelepasan, sehingga terbentuk listric normal fault, graben dan half graben. Episode F2 terjadi bersamaan pengendapan Kelompok Sihapas, yaitu antara 25,5 – 13,8 Ma.

Pada kala Miosen Tengah terjadi gaya kompresi (episode F3) yang menghasilkan struktur reverse dan thrust fault sepanjang jalur wrench fault yang terbentuk sebelumnya. Proses kompresi ini bersamaan dengan pembentukan sesar geser dekstral di sepanjang Bukit Barisan. Struktur yang terbentuk umumnya berarah baratlaut-tenggara. Pembentukan struktur ini disertai dengan pengendapan Formasi Petani dan Formasi Minas mulai 13,5 Ma hingga sekarang.

II.2 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Tengah

Secara umum stratigrafi regional Cekungan Sumatera Tengah mulai dari batuan dasar hingga batuan termuda, dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Batuan Dasar (Basement)

Batuan dasar di Sumatera Tengah terdiri dari empat satuan litologi berumur Paleozoik sampai Mesozoik. Satuan litologi tersebut adalah Kelompok Mutus terdiri dari ofiolit, metasedimen dan sedimen-sedimen berumur Trias, Kelompok Malaka terdiri dari kuarsit, filit dan intrusi granodiorit, Kelompok Mergui terdiri dari graywacke berumur Kapur, kuarsit dan batulempung kerikilan, dan Kelompok Tapanuli terdiri dari batusabak, metasedimen dan filit yang diendapkan diatas batugamping shelf berumur Devon-Karbon.

2. Kelompok Pematang

Kelompok Pematang merupakan sedimen tertua yang diendapkan secara tidak selaras di atas batuan dasar. Batuan ini tersusun oleh Lower Red Beds, Brown Shale dan Upper Red Beds sebagai material klastik asal darat (non marine) dan material asal danau yang kaya akan bahan organik, sehingga serpih organik dari Kelompok Pematang tersebut merupakan batuan induk bagi hidrokarbon yang ada di Cekungan Sumatera Tengah.

(6)

3. Kelompok Sihapas

Kelompok Sihapas diendapkan secara tidak selaras di atas Kelompok Pematang dengan proses sedimen yang bersifat transgresif, terdiri dari batupasir dengan sisipan serpih, lapisan batugamping setempat-setempat pada bagian bawah dan serpih pada bagian atas perlapisan. Kelompok Sihapas ini terdiri dari Formasi Menggala, Formasi Bangko, Formasi Bekasap dan Formasi Duri. Secara umum, batuannya memiliki porositas dan permeabilitas tinggi dan merupakan reservoir yang bagus. Ketebalan maksimum mencapai 3300 kaki yang merupakan angka ekonomis sebagai suatu batuan reservoir di Cekungan Sumatera Tengah (Mertosono dan Nayoan, 1974).

3.1 Formasi Menggala

Formasi ini merupakan endapan bagian bawah dari kelompok Sihapas, diperkirakan berumur Miosen Awal yang memiliki hubungan tidak selaras dengan Formasi Pematang dan ditutupi secara selaras oleh Formasi Bangko. Litologi tersusun oleh batupasir konglomeratan berselang-seling dengan batupasir halus hingga sedang dan diendapkan pada fluvial channel pada Awal Miosen dengan ketebalan mencapai 800 kaki.

3.2 Formasi Bangko

Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Menggala tersusun oleh serpih abu-abu yang bersifat gampingan dan berselang-seling dengan batupasir halus sampai sedang. Formasi ini diperkirakan berumur Miosen Awal (N5) dan diendapkan pada lingkungan Estuarin dengan ketebalan maksimum 300 kaki (Dawson, et al., 1997).

3.3 Formasi Bekasap

Formasi Bekasap diendapkan secara selaras di atas Formasi Bangko, yang tersusun oleh litologi batupasir halus sampai kasar, bersifat masif dan berselang-seling dengan serpih tipis. Formasi ini diperkirakan berumur Miosen Awal (N6) dan kadang ditemukan juga lapisan tipis batubara dan batugamping. Formasi ini diperkirakan diendapkan pada pada daerah intertidal, estuarin, dan inner neritic

(7)

hingga middle–outer neritic, dengan ketebalan 1300 kaki (Dawson, et al., 1997).

3.4 Formasi Duri

Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Bekasap dan merupakan bagian teratas dari Kelompok Sihapas, yang di beberapa tempat mempunyai umur yang sama dengan Formasi Bekasap. Terdiri atas suatu seri batupasir yang terbentuk pada lingkungan inner neritic deltaic di bagian utara dan tengah cekungan. Seri tersebut dicirikan oleh batupasir berbutir halus sanpai menengah yang secara lateral menjadi batupasir laut dalam dari Formasi Telisa. Formasi ini berumur Miosen Tengah (NN3), dan mencapai ketebalan lebih dari 300 kaki.

4. Formasi Telisa

Formasi Telisa diendapkan secara selaras di atas Formasi Bangko, memiliki hubungan menjari dengan Formasi Duri dan Formasi Bekasap. Litologi penyusun Formasi Telisa adalah marine shale dan lanau agak gampingan Pada Formasi Telisa ini terlihat periode penggenangan maksimum di Sumatera Tengah yang terjadi pada Miosen Awal sehingga formasi ini dapat menjadi batuan penutup (sealing) regional yang sangat baik bagi Kelompok Sihapas. Tebal formasi ini lebih dari 9000 kaki. Formasi Telisa berumur Miosen Awal-Miosen Tengah (NN4 – NN5).

5. Formasi Petani

Formasi Petani diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Telisa dan menggambarkan fase regresif dari siklus pengendapan Cekungan Sumatera Tengah. Formasi ini diendapkan mulai dari lingkungan laut dangkal, pantai, dan ke atas sampai lingkungan delta yang menunjukkan regresi air laut. Terdiri dari batupasir, batulempung, batupasir glaukonitan, dan batugamping yang dijumpai pada bagian bawah, sedangkan batubara banyak dijumpai di bagian atas dan terjadi pada saat pengaruh laut semakin berkurang. Komposisi dominan batupasir adalah kuarsa, berbutir halus sampai kasar, umumnya tipis dan mengandung sedikit lempung yang secara umum mengkasar ke atas. Secara keseluruhan

(8)

mempunyai ketebalan 6000 kaki yang berumur Miosen Akhir- Pliosen Awal, atau N9 (NN5) – N21 (NN18). Penentuan umur pada bagian atas Formasi ini agak sulit karena tidak adanya fosil laut. Hidrokarbon yang terdapat pada Formasi ini tidak begitu ekonomis.

6. Formasi Minas

Formasi ini merupakan endapan Kuarter yang diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Petani. Disusun oleh pasir dan kerikil, pasir kuarsa lepas berukuran halus sampai sedang serta limonit berwarna kuning. Diendapkan pada lingkungan fluvial sampai darat dan berumur Pleistosen. Pengendapan yang terus berlanjut sampai sekarang menghasilkan endapan aluvium yang berupa campuran kerikil, pasir dan lempung.

Tabel II.2 Kolom Stratigrafi regional Cekungan Sumatera Tengah (Heidrick dan Aulia, 1993)

(9)

II.3 Struktur Geologi Daerah Penelitian

Struktur geologi di daerah penelitian dicirikan oleh adanya sesar dan lipatan. Sesar utama yang berkembang di lapangan Pungut relatif berarah utara-selatan (NNW-SSE), kemungkinan sesar ini teraktifkan kembali sebagai sesar mendatar dekstral sejak fase F2. Peristiwa ini mengakibatkan pembentukan lipatan yang berasosiasi dengan pergerakan sesar mendatar dekstral tersebut. Hal ini ditunjukan oleh sumbu lipatan yang membentuk pola en-enchelon terhadap sesar mendatar Pungut-Tandun.

Lipatan antiklin yang terletak paling selatan di daerah penelitian merupakan antiklin terbesar di lapangan Pungut. Kondisi tersebut sulit untuk dijelaskan dengan konsep fase F2, dimana lipatan terbesar seharusnya terjadi di bagian utara daerah penelitian. Di duga lipatan terbesar di bagian paling selatan ini, awal pembentukannya terjadi pada fase F2 kemudian mengalami peningkatan deformasi pada fase F3. Fase kompresional (F3) di daerah ini diinterpretasikan berumur Plio-Plistosen, yang ditunjukan oleh adanya deformasi pada seluruh Formasi, dan menerus hingga hampir ke permukaan.

Struktur lipatan yang terkait dengan sesar mendatar ini memiliki tutupan vertikal sekitar 260 kaki, menjadi perangkap hidrokarbon terutama pada Formasi Menggala dan Formasi Bekasap (Kelompok Sihapas) sedangkan minyak diperkirakan sumbernya berasal dari South Aman Trough.

Lebih jelas mengenai struktur geologi yang berkembang di lapangan Pungut bisa di lihat pada gambar II.3

(10)

Gambar II.3 Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian (laporan internal PT. CPI)

II.4 Stratigrafi Daerah Penelitian

Sumur-sumur yang terdapat di lapangan Pungut menembus beberapa formasi batuan mulai dari yang berumur tua ke muda berturut-turut, yaitu Formasi Pematang, Menggala, Bangko, Bekasap, Telisa dan Formasi Petani.

Formasi Pematang di daerah penelitian umumnya disusun oleh batupasir berwarna abu muda, berbutir kasar sampai konglomeratan, terpilah buruk, kompak, tersementasi dan mengandung kuarsa.

Formasi Menggala diendapkan secara selaras di bagian atas Formasi Pematang, dimana batuannya didominasi oleh batupasir berwarna abu, berbutir sedang sampai kerikilan, berselang-seling dengan batupasir halus, kompak dan tersementasi.

(11)

Formasi Menggala kemudian ditutupi secara selaras oleh Formasi Bangko yang tersusun oleh batuan serpih abu-abu yang bersifat gampingan dan berselang-seling dengan batupasir halus sampai sedang.

Formasi Bekasap juga diendapkan secara selaras di atas Formasi Bangko, dengan litologi didominasi oleh batupasir halus-kasar dengan kandungan glaukonit, berselingan antara batulempung dan batulanau yang berulang dengan ketebalan bervariasi.

Formasi Telisa diendapkan dengan hubungan menjemari terhadap Formasi Bekasap. Formasi ini umumnya tersusun oleh material halus batulempung dan batulanau berwarna coklat keabuan dan agak gampingan.

Formasi paling atas yang ditemukan di daerah penelitian adalah Formasi Petani, yang diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Telisa. Litologi umumnya terdiri dari batulempung, batupasir dan batupasir glaukonitan. Formasi ini dikenal sebagai reservoir yang mengandung gas walaupun cadangannya tidak besar dan tidak ekonomis.

Dari formasi-formasi yang ditemukan di daerah penelitian tersebut, lapisan batupasir dari Kelompok Sihapas merupakan reservoir yang cukup bagus di lapangan Pungut, dimana reservoir dari Formasi Bekasap merupakan reservoir penghasil minyak yang utama. Formasi Bekasap ini terbagi menjadi 4 (empat) reservoir yang dinamakan batupasir A, B, C dan D dimana batupasir D kemudian terbagi lagi menjadi D1, D2 dan D3. Berdasarkan potensi dan cadangan minyak yang masih ada maka objek penelitian difokuskan pada lapisan B dan C yang merupakan reservoir batupasir serpihan Formasi Bekasap. Model log reservoir yang lebih lengkap di daerah penelitian bisa dilihat pada gambar II.4.

(12)

Gambar II.4 Model log reservoir yang berkembang di daerah penelitian (laporan internal PT. CPI)

II.5 Dasar Teori

II.5.1 Karakterisasi Reservoir

Dasar teori yang digunakan sebagai landasan kerja penelitian mengatakan bahwa karakterisasi reservoir didefinisikan sebagai suatu proses yang menggambarkan variasi karakteristik reservoir dengan menggunakan semua data yang ada, yang deskripsinya bisa kualitatif atau kuantitatif. Karakteristik reservoir ini meliputi pori dan penyebaran ukuran butir, porositas dan permeabilitas,

GRN GAPI 0 200 SP MV -160 40 2700 2750 2800 2850 2900 2950 3000 3050 3100 3150 3200 3250 3300 3350 3400 3450 3500 3550 3600 2678.0 3639.0 DEPTH FEET RXO OHMM 0.2 2000 LLD OHMM 0.2 2000 Top Bekasap Fm B Sand C Sand D-1 Sand D-2 Sand D-3 Sand Top Bangko Fm 3100 Sand 3120 Sand 3150 Sand 3200 Sand 3250 Sand 3400 Sand 3500 Sand TOP_PMT Bekasap A Bekasap B Bekasap C Bekasap D1 Bekasap D2 Bekasap D3 Bangko FM Menggala 3250 Menggala 3400 Bangko 3150 Menggala 3500 Pematang GRN GAPI 0 200 SP MV -160 40 2700 2750 2800 2850 2900 2950 3000 3050 3100 3150 3200 3250 3300 3350 3400 3450 3500 3550 3600 2678.0 3639.0 DEPTH FEET RXO OHMM 0.2 2000 LLD OHMM 0.2 2000 Top Bekasap Fm B Sand C Sand D-1 Sand D-2 Sand D-3 Sand Top Bangko Fm 3100 Sand 3120 Sand 3150 Sand 3200 Sand 3250 Sand 3400 Sand 3500 Sand TOP_PMT Bekasap A Bekasap B Bekasap C Bekasap D1 Bekasap D2 Bekasap D3 Bangko FM Menggala 3250 Menggala 3400 Bangko 3150 Menggala 3500 Pematang

(13)

penyebaran fasies, lingkungan pengendapan dan deskripsi cekungan (Kelkar dan Perez, 2002).

Proses karakterisasi reservoir secara umum terbagi menjadi empat tahapan, yaitu:

1. Pendefinisian

Merupakan suatu kenyataan bahwa reservoir di bawah permukaan tidak bisa dilihat secara langsung, oleh karena itu definisi reservoir terutama berdasarkan ekstrapolasi dan interpolasi antara data pada suatu titik. Ekstrapolasi dan interpolasi ini biasanya dipandu oleh gambaran imajiner geologi secara umum berdasarkan pengendapan alami, studi singkapan dan interpretasi seismik.

2. Penyempurnaan dan modifikasi

Data yang diperoleh dari pengeboran sumur pengembangan akan dipakai sebagai data titik tambahan untuk menyempurnakan bahkan memodifikasi gambaran reservoir yang ada. Tambahan data bisa juga diperoleh dari serbuk bor (cutting), inti bor, lubang bor, tes sumur dan pengukuran laboratorium. Tahapan ini meliputi pendefinisian batasan reservoir, kontak fluida, akuifer, kandungan minyak di tempat (original oil in place, OOIP) dan sebagainya.

3. Karakteristik dan aliran reservoir alami

Adanya data kemampuan produksi yang diamati seiring dengan bertambahnya sumur pengembangan yang di bor, maka informasi mengenai tipe reservoir, mekanisme pendorong alami (natural drive mechanism), aliran alami fluida, heterogeneitas dan anisotropi bisa lebih dipahami. Tambahan data lainnya bisa diperoleh dari analisis khusus inti bor (special core analysis) seperti permeabilitas, tekanan kapiler, tes kebasahan dan lain-lain.

4. Detil unit aliran dan geostatistik

Definisi unit aliran reservoir, heterogeneitas dan pemakaian metode geostatistik dalam pemodelan reservoir dibutuhkan untuk proses desain, implementasi dan pengawasan aplikasi pengambilan minyak sekunder (secondary recovery) dan aplikasi yang lebih tinggi (enhanced oil recovery)

(14)

Selain mengetahui konsep umum dan dasar teori dari karakterisasi reservoir, pemahaman mengenai geologi regional di Cekungan Sumatera Tengah termasuk di dalamnya adalah kerangka tektonik, struktur dan stratigrafi regional yang mempengaruhi daerah penelitian merupakan landasan teori yang sangat penting untuk mendukung kajian karakteristik reservoir di lapangan Pungut.

II.5.2 Kualitas Reservoir

Reservoir di definisikan sebagai suatu tubuh batuan yang mempunyai porositas dan permeabilitas untuk menyimpan dan mengeluarkan fluida. Umumnya batuan reservoir merupakan batuan sedimen karena mempunyai porositas lebih banyak dibandingkan batuan beku atau batuan metamorf dan terjadi pada kondisi suhu tertentu dimana hidrokarbon bisa terbentuk. Reservoir ini merupakan bagian utama dalam suatu petroleum system.

Untuk mendefinisikan reservoir secara lebih baik salahsatunya dilihat dari kualitas reservoir. Parameter kualitas reservoir biasanya memasukkan porositas dan permeabilitas yang mempengaruhi kapasitas tampungan (storage) dan deliverability dari fluida dalam batuan berpori tersebut.

Kualitas reservoir dipengaruhi oleh tiga aspek yang sangat penting yaitu : 1. Tekstur

2. Komposisi 3. Diagenesis

Tekstur batuan mencerminkan suatu proses sedimentasi yang dipengaruhi oleh proses mekanik, kimia dan biologi. Komposisi batuan memperlihatkan suatu provenance yang berhubungan dengan lempeng benua, lempeng samudera, zona suture, busur vulkanik maupun sedimen yang terlipatkan. Diagenesis akan menceritakan sejarah penimbunan (burial history) yang berhubungan erat dengan tektonik. Ketiga aspek ini digambarkan dalam suatu diagram segitiga kualitas reservoir, seperti terlihat pada gambar II.5.

(15)

Gambar II.5 Diagram segitiga dari kualitas reservoir (Noeradi, 2006)

II.5.3 Ketidakseragaman Reservoir (Heterogeneitas Reservoir)

Heterogeneitas reservoir atau ketidakseragaman reservoir diartikan sebagai variasi sifat batuan dalam suatu reservoir. Heterogeneitas ini digunakan untuk menggambarkan kompleksitas geologi dari suatu reservoir dan hubungan kompleksitas itu terhadap aliran fluida yang melaluinya. Reservoir berhubungan dengan ketidakseragaman dari fasies dan lingkungan pengendapan. Variasi dari ketidakseragaman reservoir ini dicirikan oleh alterasi setelah pengendapan dari suatu lapisan, seperti kompaksi, sementasi dan deformasi tektonik.

Terdapat tiga tingkatan skala dalam heterogeneitas reservoir, yaitu:

1. Heterogeneitas pada skala lubang sumur, akan mempengaruhi matrik permeabilitas, penyebaran minyak residual, alirah berarah dari fluida, potensi interaksi fluida dan batuan serta kerusakan formasi.

2. Heterogeneitas pada skala antar sumur, akan mempengaruhi pola aliran fluida, efisiensi pengurasan reservoir, efisiensi penyapuan vertikal maupun lateral dari proyek pengambilan minyak sekunder atau tersier.

3. Heterogeneitas pada skala lapangan, akan menentukan volume hidrokarbon setempat, daerah penyebaran dan tren dari produksi hidrokarbon.

Texture Diagenesis Composition

QUALITY

Texture Diagenesis Composition

QUALITY

QUALITY

QUALITY

(16)

Gambar II.6 Tingkatan dari heterogeneitas reservoir (modifikasi dari Weber, 1986)

Beberapa unsur yang terdapat dalam heterogeneitas pada skala lubang sumur, antara lain :

• Jaringan pori (pori dan lubang pori) • Ukuran butir dan kompaksi

• Susunan butiran

• Gaya laminasi dan lapisan • Struktur sedimen

• Litofasies

• Urutan stratifikasi vertikal

• Terlihat secara kuantitatif dari sampel batuan dan log sumur.

Analisis semua sifat/unsur ini sangat penting untuk menggambarkan karakter reservoir karena sifat/unsur tersebut merupakan data dan juga dasar untuk memahami reservoir pada skala yang lebih besar.

(17)

Pada batuan klastik, biasanya terdapat hubungan langsung antara litofasies pengendapan utama dan kemampuan reservoir. Contohnya batupasir yang lapisannya makin tipis dan butiran makin halus ke arah atas, akan mempunyai permeabilitas yang makin kecil ke arah atas, begitu juga sebaliknya. Selama injeksi air, baik gravitasi dan permeabilitas yang lebih besar ke arah bawah akan mendorong air ke bawah, sebaliknya jika gravitasi masih menarik air ke bawah tetapi permeabilitasnya menarik air ke atas maka akan menghasilkan penyapuan vertikal yang lebih baik.

Gambar II.7 Tipe perlapisan vertikal dan profil permeabilitas menghalus atau menipis ke atas (a) dan mengkasar atau menebal (b).Pola menghalus dan mengkasar ini mengacu pada ukuran butir rata-rata dari setiap lapisan, sedangkan pola menipis dan menebal mengacu pada ketebalan relatif dari setiap lapisan.

Beberapa unsur yang terdapat dalam heterogeneitas pada skala antar sumur, antara lain :

• Geometri lateral lapisan, gaya dan kontinuitasnya • Pola tekstur vertikal dan sistematika lateral • Variasi hasil dalam kualitas reservoir

Selain unsur diatas, pada skala ini terdapat beberapa masalah yang mungkin timbul, yaitu:

(18)

• Data lubang sumur yang telah di deskripsi harus di ekstrapolasi terhadap region antar sumur.

• Korelasi antar sumur lebih sulit karena litofasies kemungkinan tidak menerus pada jarak antar sumur.

• Interpretasi harus dipandu oleh pemahaman mengenai fasies dan lingkungan pengendapan, analisis core yang telah diinterpretasi dibandingkan dengan lingkungan modern atau analogi singkapan.

Gambar II.8 Lapisan vertikal, lateral dan heterogeneitas permeabilitas dari sikuen fluviodeltaik (dari van de Graaff dan Ealey, 1989).

Dalam keterbatasan informasi kuantitatif pada sistem pengendapan yang berbeda maka metode statistik digunakan untuk menduga variasi antar sumur. Selain itu metode statistik digunakan untuk menilai variasi lateral dalam sifat reservoir batupasir. Contohnya dalam menentukan panjang batulempung sebagai fungsi dari lingkungan pengendapan, variasi lateral dalam mengukur permeabilitas pada singkapan dari batupasir laut dangkal dan fluvial dimana distribusi permeabilitas ini harus digambarkan secara stokastik daripada secara deterministik (Stalkup, 1986).

(19)

Beberapa unsur yang terdapat dalam heterogeneitas pada skala lapangan antara lain :

• ketebalan reservoir

• geometri dan kontinuitas fasies • properti bulk reservoir

Masalah yang biasa terjadi pada skala ini adalah :

• informasi yang didapat dari skala yang lebih kecil harus dibesarkan (scaled up) dan digeneralisasi.

• Model pengendapan ditentukan oleh deskripsi geologi skala yang lebih kecil, yang disediakan sebagai dasar utama untuk interpretasi arsitektur reservoir suatu lapangan.

Sangat penting untuk menggambarkan reservoir pada skala ini karena reservoir adalah sistem pengendapan yang komplek yang kadang terkompartemen dimana kompartemen ini mungkin tidak berhubungan. Kompartementasisasi mencerminkan variasi dalam penyebaran fasies maupun unit aliran (flow unit) geologi. Metode yang dipakai untuk men-delineasi arsitektur reservoir antara lain: • Analisis data seismik 2 dimensi (2D)

• Seismik inversi 2 dimensi (2D) • VSP (vertical seismic profiling).

(20)

II.5.4 Estuarin

Estuarin didefinisikan sebagai bagian ke arah laut dari tenggelamnya suatu sistem lembah yang menerima sedimen dari sungai dan laut dimana fasiesnya dipengaruhi oleh proses pasang-surut, gelombang dan sungai (Pritchard, 1976; modifikasi setelah Zaitlin dan Shultz, 1990). Estuarin ini dipertimbangkan sebagai perpanjangan batas ke arah darat dari fasies tidal di hulu menuju batas ke arah laut dari fasies coastal di hilirnya. (lihat gambar II.10). Berdasarkan definisi di atas, Estuarin hanya bisa terjadi jika ada kenaikan relatif muka air laut (misalnya trangresi).

Gambar II.10 Skema yang menggambarkan definisi estuarin berdasarkan Pritchard (1976) dan pola umum tansportasi sedimennya (A). Skema penyebaran proses fisik yang berjalan di estuarin dan menghasilkan tiga zona fasies (B).

(21)

II.5.4.1 Tide-Dominated Estuarin

Dengan adanya proses interakasi antara sungai dan laut pada lingkungan Estuarin maka Estuarin ini bisa dibedakan menjadi wave-dominated Estuarin dan tide-dominated Estuarin. Model fasies dan dinamika pada tide-dominated Estuarin akan dibahas lebih mendalam pada penelitian ini.

II.5.4.1.1 Penyebaran Energi

Tide-dominated Estuarin bisa terjadi pada daerah yang mempunyai kisaran pasang-surut yang lebih kecil jika pengaruh gelombangnya terbatas atau prisma pasang-surutnya lebih besar.

Jika energi arus pasang-surut melewati energi gelombang pada mulut tide-dominated Estuarin maka akan terbentuk elongate sand bars. Adanya banjir pada saat pasang-surut akan membentuk daerah penampang melintang yang lebih kecil karena geometri funnel-shaped menjadi ciri khas estuarin ini. Selain itu, kecepatan arus banjir pasang-surut akan semakin tinggi (gambar II.11A).

II.5.4.1.2 Morfologi dan Penyebaran Fasies

Pada tide-dominated estuarin arus pasang surut menerobos lebih jauh dibandingkan wave-dominated estuarin. Sehingga penyebaran tripartit fasies tidak begitu jelas dan batupasir pada Tidal channel terjadi sejauh panjang dari Estuarin tersebut (Woodroffe 1989; Dalrymple, 1990) sedangkan energi minimum terjadi di daerah Channel sand yang lebih halus. Sedimen yang sangat halus terutama akan berkumpul di Tidal flat dan Marsh sepanjang pinggiran Estuarin.

Elongate tidal sand bar dicirikan oleh batupasir berbutir sedang sampai kasar dengan struktur sedimen cross-bedded. Sand bar ini terendapkan ke arah laut dengan energi pasang-surut maksimum. Fasies lain yang terjadi adalah upper-flow regime (UFR) Sand flat yang memperlihatkan pola braided channel yang kemudian beubah menjadi single channel ke arah laut.endapan fasies dengan butiran pasir halus dan struktur laminasi paralel akan terjadi pada kisaran pasag surut yang lebih besar (gambar II.11B).

(22)

Gambar II.11 Penyebaran tipe energi (A), unsur morfologi tampak atas (B) dan fasies sedimen pada penampang longitudinal dalam model ideal Tide-dominated Estuary (Dalrymple, 1990).

II.5.4.1.3 Model Fasies

Selama terjadinya transgresi, tubuh batupasir laut akan tererosi sebagian atau seluruhnya oleh migrasi Tidal channel ke arah darat yang memisahkan Sand bar (gambar II.12-C1). Hal ini akan menghasilkan permukaan ravinement yang seimbang. Erosi channel selama transresi juga menyebabkan struktur sedimen cross-bedded pada Sand bar, laminasi paralel pada endapan UFR Sand flat (gambar II.12-C2) atau mengerosi sedimen Mud flat dan Salt marsh sepanjang tepian dari Estuarin.

ESTUARY

Marine-Dominated Mixed-Energy River-Dominated ESTUARY

(23)

Jika urutan pengendapan selama transgresif terdiri dari kedua fasies batupasir tersebut maka akan menghasilkan pola pengkasaran butiran ke atas (coarsening upward) dengan kontak erosi atau gradual. Pada kondisi progradasi, tubuh batupasir laut akan lebih tebal dan mempunyai pola umum penghalusan butiran ke atas atau fining upward (gambar II.12-C2).

Di bagian tengah, energi yang tercampur (meandering) dan inner, porsi river-dominated dari Estuarin ini dicirikan oleh endapan Tidal channel yang secara vertikal terdiri dari endapan salt, brackish dan fresh water marsh. Dalam kondisi transgresi dan regresi, endapan point bar dari zona meandering akan habis dan ditutupi oleh endapan Channel yang lebih lurus dengan arah arus purba yang berbeda (gambar II.12).

Gambar II.12 Skema penampang tide-dominated estuarin memperlihatkan penyebaran litofasies yang dihasilkan dari transgresi, diikuti oleh pengisian estuarin dan progradasi sand bar dan tidal flat. Jumlah dari urutan transgresif tergantung dari laju relatif kenaikan muka air laut dan translasi ke arah darat dari tidal channel.

Gambar

Gambar  II.1.  Kerangka  tektonik  regional  Cekungan  Sumatera  Tengah  (Heidrick  dan Aulia, 1993)
Gambar  II.2  Struktur  geologi  yang  berkembang  di  Cekungan  Sumatera  Tengah  dan  lapangan  Pungut  yang  terbentuk  pada  jalur  sesar  mendatar  berarah  relatih  utara-selatan NNW-SSE (laporan internal PT
Tabel II.1. Perkembangan tektonostratigrafi daerah Cekungan Sumatera Tengah (Heidrick  dan Aulia, 1993)
Tabel II.2  Kolom Stratigrafi regional Cekungan Sumatera Tengah (Heidrick dan Aulia,  1993)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dilakukan penelitian ini untuk mengetahui profitabilitas usaha persewaan kapal wisata gazebo di Karimunjawa yang merupakan hasil modifikasi dari kapal ikan tradisional

Gedung Stasiun Kereta Api adalah gedung untuk operasional kereta api yang terdiri dari gedung untuk kegiatan pokok, gedung untuk kegiatan penunjang dan gedung untuk kegiatan

Wilmar International Multimas Nabati Sulawesi, Bitung No 1.4414° 125.16171° JL. Madidir Kelurahan Paceda Kecamatan Madidir Kota Bitung, North Sulawesi x x Wilmar International

2.Balan nafas yang longgar dan tidak ada sumbatan  proses respirasi dapat berjalan dengan lancer  .Posisi yang  berbeda menurunkan resiko perlukaan akibat imobilisasi

Telur dapat menembus keluar dari pembuluh darah, bermigrasi di jaringan dan akhirnya masuk ke lumen usus atau kendung kemih untuk kemudian ditemukan di dalam tinja atau urine..

karena atas berkat rahmat serta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pendapat Ulama Kabupaten Hulu Sungai Tengah tentang Wakaf

Yang ingin kami tanyakan adalah apakah dalam pengajuan minat tersebut mesti include ke dua (2) program tersebut atau bisa satu point saja.. There are two categories under this

Kesimpulannya induksi DMBA MLD dengan dosis 10 mg/kg secara subcutan pada mammae dan estrogen dengan dosis 20.000 IU/kg BB dapat meningkatkan ekspresi BCL-2 dan IL-2 pada