edisi 11-17 Juli 2011).
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Per syar atan Dalam Memper oleh Gelar
Sar jana pada FISIP UPN “ veter an “ J awa Timur
oleh :
HANIFUR RACHIM
NPM. 0743010323
YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN
PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
“VETERAN” J AWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
2011
ABSTRAKSI
HANIFUR RACHIM, PEMAKNAAN KARIKATUR COVER MAJ ALAH
TEMPO EDISI 11-17 J ULI 2011
(Studi Semiotik Ter hadap Pemaknaan Karikatur “Majalah Tempo Edisi 11-17
J uli 2011)
Penelitan ini didasari pada untuk mengetahui bagaimana makna yang
dikomunikasikan karikatur Majalah Tempo “FULUS NAZARUDIN UNTUK
PETINGGI DEMOKRAT” pada cover majalah Tempo edisi 11-17 Juli 2011.
Dalam penelitian ini peneliti memaknai karikatur seorang Nazarudin yang
terlibat dalam kasus korupsi tetapi pada karikatur ini menunjukkan ekspresi yang
tenang dan seakan tidak terjadi apa-apa.
Teori yang digunakan adalah semiotik Charles Sanders Pierce yang membagi
antara tanda dan acuannya menjadi tiga kategori yaitu : ikon, indeks dan simbol
adalah tanda yang hubungan antara penanda dan penandanya bersifat bersamaan
bentuk alamiah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode Deskriptif
Kualitatif.
Dalam Penelitian ini menggunakan metode penelitian model deskriptif dengan
mengunakan pendekatan semiotik. Hasil dari penelitian ini adalah menunjukkan
bahwa keberanian dan ketenangan seorang Nazarudin dalam kasusnya ditunjukkan
dengan adanya tanda-tanda non verbal, ikon, indeks, simbol yang ada didalam
gambar karikatur tersebut.
edisi 11-17 Juli 2011).
SKRIPSI
oleh :
HANIFUR RACHIM
NPM. 0743010323
YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN
PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
“VETERAN” J AWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
2011
Judul Penelitian : PEMAKNAAN KARIKATUR MAJ ALAH TEMPO
(Studi Semiotik Terhadap Pemaknaan Karikatur pada cover
majalah Tempo edisi 11-17 Juli 2011).
Nama Mahasiswa : Hanifur Rachim
NPM. : 0743010323
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Proposal
Menyetujui,
PEMBIMBING
Dra . Sumardjijati, MSi
NPT. 1962032 199309 2001
KETUA PROGDI
iii
Alhamdulillaahhir abbil’allamiin, Puji syukur penulis panjatkan kepada
Allah SWT, serta sholawat dan salam penulis ucapkan kepada Baginda Rasul
Nabi Allah Muhamad SAW. Karena karuniaNya, penulis bisa menyelesaikan
Skripsi Penelitan ini. Hanya kepadaNya-lah rasa syukur dipanjatkan atas
selesainya Skripsi Penelitian ini. Sejujurnya penulis akui bahwa kesulitan selalu
ada di setiap proses pembuatan Skripsi ini, tetapi faktor kesulitan itu lebih banyak
datang dari diri sendiri, kesulitan itu akan terasa mudah apabila kita yakin
terhadap kemampuan yang kita miliki. Semua proses kelancaran pada saat
pembuatan Skripsi penelitian tidak lepas dari segala bantuan dari berbagai pihak
yang sengaja maupun tak sengaja telah memberikan sumbangsihnya. Maka
penulis ″wajib″ mengucapkan banyak terimakasih kepada mereka yang disebut
berikut :
1. Kedua orang tua yang telah mendukung, membimbing dengan penuh kasih
sayang dan perhatiannya secara moril maupun materiil, serta atas do’a yang
tak henti-hentinya beliau haturkan untuk penulis.
2. Ibu Dra.Hj.Suparwati M.Si selaku Dekan FISIP UPN ″Veteran″ Jawa
Timur.
3. Bapak Juwito, S.Sos, MSi selaku Ketua Program Studi Ilmu
Komunikasi.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
4. Dra . Sumardjijati, Msi Selaku Dosen Pembimbing.
5. Dosen-dosen Ilmu Komunikasi Terima kasih buat semua ilmunya.
Serta tak lupa penulis memberikan rasa terima kasih kepada teman-teman
yang telah membantu dalam pembuatan Skripsi ini, baik dari dukungan,
bimbingan maupun do’anya :
1. Nuyunk, makasih buat dukunganmu yang selalu ingatkan buat maju terus
dan kamulah inspirasi penulis dalam pembuatan Skripsi ini.
2. Teman satu perjuangan saat kuliah yang telah memberi semangat untuk
menyelesaikan Skripsi penelitian ini, Iphan, Soak, Ismail, Bondan, Andri,
Gumbel, Angel, Ricco dan Brutal family yang tidak mungkin penulis
sebutkan satu persatu.
3. Teman-teman kampus khususnya angkatan 2007, sukses buat kita semua.
4. Teman-teman rumah Andri, Agam, mas Resa.
Penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan-kekurangan dalam
penyusunan Skripsi penelitan ini. Maka penulis mengharapkan saran dan kritik
yang membangun. Terima Kasih.
Surabaya, Oktober 2011
v
HALAMAN PERSETUJ UAN UJ IAN SKIRPSI... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 10
1.3. Tujuan Penelitian ... 10
1.4. Kegunaan Penelitian ... 10
1.4.1. Kegunaan Teoritis ... 10
1.4.2. Kegunaan Praktis ... 11
BAB II KAJ IAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 12
2.1.1. Media Cetak ... 12
2.1.2. Majalah ... 12
2.1.3. Cover atau sampul ... 13
2.1.4. Komunikasi Politik ... 14
2.1.5. Pembicaraan Politik Sebagai Kegiatan Simbolik.. 15
2.1.6. Seni dalam Politik ... 16
2.1.7. Konsep Makna ... 17
2.1.8. Pemaknaan Warna ... 20
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
2.1.9. Karikatur ... 25
2.1.10.Karikatur dalam Media Massa ... 26
2.1.11.Karikatur sebagai Kritik Sosial ... 27
2.1.12.Komunikasi Non Verbal ... 29
2.1.13.Kursi sofa sebagai tempat duduk ... 31
2.1.14.Kamera polaroid ... 32
2.1.15.Jam tangan atau arloji ... 33
2.1.16.Petinggi ... 34
2.1.17.Fulus ... 35
2.1.18.karakteristik huruf ... 35
2.1.19.Pendekatan Semiotika ... 36
2.1.20.Semiotika Charles S. Pierce ... 39
2.2. Kerangka Berpikir ... 41
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian ……... 43
3.2. Korpus ... 44
3.3. Unit Analisis ... 45
3.3.1. Ikon (ikon ... 45
3.3.2. Indeks (index) ... 46
3.3.3. Simbol (symbol) ... 46
3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 47
vii
Nazzaruddin Untuk Petinggi Demokrat ”... 51
4.1.2 Majalah Tempo... 53
4.2. Penyajian Data... 54
4.3. Analisis Pemaknaan Karikatur ” Fullus Nazarudin Untuk Petinggi Demokrat... 57
4.3.1 Ikon... 58
4.3.2 Indeks... 61
4.3.3 Simbol... 62
4.4. Makna Keseluruhan Pemaknaan Karikatur ” Fullus Nazarudin untuk Petinggi Demokrat ” Dalam Model Triangle Of Meaning Pierce... 63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan... 66
5.2. Saran... 68
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR PUSTAKA ... ix
LAMPIRAN
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Hubungan Tanda, Objek dan Interpretant Pierce ... 41
ix
Cangara, Hafid, 2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta : PT. raja Grafindo Persada
Devito, Joseph A, 1997, Komunikasi Antar Manusia, Edisi Kelima, Penterjemah Agus Maulana, Jakarta : Proffesional Books.
Djuroto, Totok, 2002, Manajemen Penerbitan Pers, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Indarto, Kuss, 1999, Sketsa Di Tanah Mer(d)eka, Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya
Junaedhie, Kurniawan, 1991, Ensiklopedi Pers Indonesia, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Kasali, Renald, 1995. Manajemen Periklanan Konsep Dan Aplikasinya Di
Indonesia, Jakarta : PT Pustaka Utama Grafiti
Kurniawan, 2001, Semiologi Roland Barthes, Yogyakarta : Yayasan Indonesia
Kusmiati.R, Artini, 1999, Desain Komunikasi Visual, Jakarta : PT. Remaja Rosdakarya
Masoed, Mohtar, 1999, Krtitik Sosial Dalam Wacana Pembangunan, Yogyakarta : Ull Press
Moleong, Lexi, 2002, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Mulyana, Deddy, 1999, Pengantar Ilmu komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
______________, 2000, Pengantar Ilmu komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
______________, 2001, Pengantar Ilmu komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Panuju, Redi, 2005, Nalar Jurnalistik (Dasar-Dasarnya Jurnalistik), Malang : Bayu Media Publishing
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Sobur, Alex, 2001, Analisis Teks Media : Suatu Pengantar Untuk Analisis
Wacana, Semiotik Dan Framing, Bandung : PT. Rosdakarya
__________, 2003, Semiotika Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
__________, 2004, Semiotika Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
__________, 2006, Analisis Teks Media, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Waluyanto, Heri, Dwi, 2000, Karikatur Sebagai Karya Komunikasi Visual Dalam
Penyampaian Kritik Sosial, Surabaya : Nirm Journal Vol.2 No.2 UKP,
hal. 128-134.
Non Buku
Hoetom M.A, 2005, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya : PT Mitra Pelajar
Majalah Tempo Edisi 19-25 Maret 2009
Marliani, 2004, Pemaknaan Karikatur OOM PASIKOM di harian Kompas edisi
19 April 2008, Surabaya : Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik,
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Firmansyah, 2009, pemaknaan Karikatur “POLITIK BBM YUDHOYONO”
majalah tempo edisi 19-25 Januari 2009, Surabaya : Fakultras Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Inter net
www.desaingrafisindonesia.com/2009/10/15/semiotika-iklan-sosial/.diakses tanggal 01 oktober 2011, jam 02.00
www.tempointeractive.com, diakses tanggal 01 oktober 2011, jam 02.39
1
I. Latar Belaka ng Masa lah
Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan
pesan dari komunikator pada khalayak. Masyarakat haus akan informasi.
Sehingga media massa sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Media massa terdiri
dari media massa cetak dan media massa elektronik. Media massa cetak terdiri
dari majalah, surat kabar, buku. Sedangkan media massa elektronik terdiri dari
televisi, radio, film, internet, dan lain-lain. Media cetak seperti majalah, surat
kabar dan buku justru mampu memberikan pemahaman yang tinggi kepada
pembacanya, karena ia sarat dengan analisa yang mendalam dibanding media
lainnya (Cangara, 2005:128).
Ada beberapa pakar psikologi memandang bahwa dalam komunikasi
antar manusia media yang paling dominan dalam berkomunikasi adalah panca
indera manusia seperti mata dan telinga. Pesan-pesan yang diterima panca
indera selanjutnya diproses dalam pikiran manusia untuk mengontrol dan
menentukan sikapnya terhadap suatu hal sebelum dinyatakan dalam tindakan.
Media cetak sebagai salah satu media massa memiliki fungsi utama yaitu
memberikan informasi kepada khalayak. Media cetak khususnya majalah
berbentuk seperti buku, memiliki kualitas yang baik dan dapat disimpan dalam
waktu yang cukup lama. Sehingga informasi yang terkandung didalamnya dapat
dibaca berulang kali.
2
Kehadiran media massa merupakan salah satu gejala yang menandai
kehidupan masyarakat modern dalam menyampaikan informasinya, media
mempunyai cara pengemasan yang variatif dan beragam yang disesuaikan
dengan segmentasi, konsumen, orientasi internal diri media itu sendiri dan
banyak faktor-faktor kepentingan yang lain. Media massa merupakan bidang
kajian yang kompleks, media massa bukan berarti hanya suatu variasi media
yang menyajikan informasi kepada khalayak, tetapi khalayak juga yang
menggunakan media massa dengan cara yang beragam. Beberapa orang yang
menggunakan media untuk mendapatkan informasi, ada juga yang
menggunakan media untuk mendapatkan hiburan atau mengisi waktu. Media
cetak bisa dipakai untuk mentransmisikan warisan sosial dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Karena memiliki kemampuan membawa pesan yang
spesifik dengan penyajian yang mendalam. Majalah berbentuk seperti buku
yang mempunyai kualitas permanent sehingga bisa disimpan dalam waktu yang
lama.
Majalah yang ada saat ini, seiring dengan perkembangan jaman telah
mengalami banyak kemajuan. Jika pada mulanya kehadiran majalah dalam
bentuk cetak sederhana, dicetak diatas kertas dengan kualitas apa adanya. Maka
saat ini hadir dalam bentuk dan sajian yang lebih bagus dan menarik. Karena
dicetak dengan kualitas yang tinggi. Macam-macam majalah yang beredar saat
ini saangat beaneka ragam seperti majalah anak-anak, remaja, dewasa, olahraga,
selektif dalam memilih majalah sesuai dengan kebutuhan mereka akan
informasi dan hiburan.
Majalah merupakan media yang terbit secara berkala, yang isinya
meliputi bermacam-macam artikel, cerita, gambar dan iklan (Djuroto, 2002:32).
Majalah mempunyai fungsi menyebarkan informasi yang ada disekitar
lingkungan masyarakat. Selain itu, memberikan hiburan baik dalam bentuk
tekstual atau visual seperti gambar kartun maupun karikatur. Dalam buku
Desain Komunikasi Visual, Kusmiati (1999:36), mengatakan bahwa Visualisasi
adalah cara atau sarana untuk membuat sesuatu yang abstrak menjadi lebih jelas
secara visual yang mampu menarik emosi pembaca, dapat menolong seseorang
untuk menganalisa, merencanakan dan memutuskan suatu problema dengan
mengkhayalkannya pada kejadian yang sebenarnya. Media verbal gambar
merupakan media yang paling cepat untuk menanamkan pemahaman. Informasi
bergambar lebih disukai dibandingkan dengan informasi tertulis karena menatap
gambar jauh lebih mudah dan sederhana. Gambar berdiri sendiri, memiliki
subjek yang mudah dipahami dan merupakan “simbol” yang jelas dan mudah
dikenal (Waluyanto, 2000:128).
Karikatur sebagai wahana penyampai kritik sosial seringkali kita temui
didalam berbagai media cetak, di dalam media ini karikatur menjadi pelengkap
terhadap tajuk rencana, opini, serta artikel pilihan lainnya. Keberadaannya
biasanya disajikan sebagai selingan atau dapat dikatakan sebagai penyejuk
setelah para pembaca menikmati rubrik-rubrik atau artikel-artikel yang lebih
serius dengan sederetan huruf yang cukup melelahkan mata dan pikiran.
4
Meskipun sebenarnya pesan-pesan yang disampaikan dalam sebuah karikatur
sama seriusnya dengan pesan-pesan yang disampaikan lewat berita dan artikel
namun pesan-pesan dalam karikatur lebih mudah dicerna karena sifatnya yang
menghibur. Seringkali gambar itu terkesan lucu dan menggelikan sehingga
membuat kritikan yang disampaikan oleh karikatur tidak begitu dirasakan
melecehkan atau mempermalukan.
Kesengajaan dalam membentuk sebuah pesan menggunakan bahasa
simbol atau non verbal ini juga bukanlah tanpa maksud, penggunaan bentuk non
verbal dalam karikatur lebih diarahkan kepada pengembangan interpretasi oleh
pembaca secara kreatif, sebagai respon terhadap apa yang diungkapkan melalui
karikatur tersebut. Dengan kata lain, meskipun dalam suatu karya karikatur
terdapat ide dan pandangan-pandangan seorang karikaturis, namun melalui
suatu proses interpretasi muatan makna yang terkandung didalamnya akan
dapat berkembang secara dinamis, sehingga dapat menjadi lebih kaya serta
lebih dalam pemaknaanya
Memahami makna karikatur sama rumitnya dengan membongkar
makna sosial di balik tindakan manusia, atau menginterpretasikan maksud dari
karikatur sama dengan menafsirkan tindakan sosial. Menurut Heru Nugroho,
bahwa dibalik tindakan manusia ada makna yang harus ditangkap dan
dipahami, sebab manusia melakukan interaksi sosial melalui saling memahami
makna dari masing-masing tindakan (Indarto, 1999 : 1).
ekspresif melalui seni lukis dalam menanggapi fenomena permasalahan yang
muncul dalam kehidupan masyarakat luas, yang secara keseluruhan dikemas
secara humoris. Dengan demikian memahami karikatur juga perlu memiliki
referensi-referensi sosial agar mampu menangkap pesan yang ingin
disampaikan oleh karikaturisnya. Tokoh, isi, maupun metode pengungkapan
kritik yang dilukiskan secara karikatural sangat bergantung pada isu besar yang
berkembang yang dijadikan headline.
Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa karikatur merupakan salah satu
wujud lambang (simbol) atau bahasa visual yang keberadaannya
dikelompokkan dalam kategori komunikasi non verbal dan dibedakan dengan
bahasa verbal yang berwujud tulisan atau ucapan. Karikatur merupakan
ungkapan ide dan pesan dari karikaturis kepada publik yang dituju melalui
simbol yang berwujud gambar, tulisan dan lainnya.
Gagasan menampilkan tokoh atau simbol yang realistis diharapkan
membentuk suasana emosional, karena gambar lebih mudah dimengerti
dibandingkan tulisan. Sebagai sarana komunikasi, gambar merupakan pesan
non verbal yang dapat menjelaskan dan memberikan penekanan tertentu pada
isi pesan. Gambar dalam karikatur sangat berpengaruh, karena gambar lebih
mudah diingat daripada kata-kata, paling cepat pemahamannya dan mudah
dimengerti. Karena terkait dengan maksud pesan yang terkandung dalam isi dan
menampilkan tokoh yang sudah dikenal. Gambar mempunyai kekuatan berupa
fleksibilitas yang tinggi untuk menghadirkan bentuk atau perwujudan gambar
menurut kebutuhan informasi visual yang diperlukan. Simbol atau tanda pada
6
sebuah karikatur mempunyai makna yang dapat digali kandungan faktualnya.
Dengan kata lain, bahasa simbolis menciptakan situasi yang simbolis pula.
Dimana didalamnya terkandung makna, maksud dan arti yang harus diungkap.
Simbol pada gambar merupakan simbol yang disertai maksud (signal).
Sobur (2003:163) menyatakan bahwa pada dasarnya simbol adalah sesuatu
yang berdiri atau ada untuk sesuatu yang lain, kebanyakan di antaranya
tersembunyi atau tidak jelas. Sebuah simbol dapat berdiri untuk institusi, ide,
cara berpikir, harapan dan banyak hak lain.
Dapat disimpulkan bahwa simbol atau tanda pada sebuah gambar
memiliki makna yang dapat di gali. Dengan kata lain, bahasa simbolis
menciptakan situasi yang simbolis pula. Atau memiliki sesuatu yang mesti di
ungkap maksud dan artinya.
Menurut (Pramoedjo dalam Marliani, 2004 : 6) karikatur adalah bagian
kartun yang diberi muatan pesan yang bernuansa kritik atau usulan terhadap
seseorang atau sesuatu masalah. Meski di dalamnya terdapat unsur humor,
namun karikatur merupakan kartun satire yang terkadang malahan tidak
menghibur, bahkan dapat membuat seseorang tidak tersenyum.
Karikatur sebenarnya memiliki arti sebagai gambar yang didistorsikan,
diplesetkan atau dipelototkan secara karakteristik tanpa bermaksud melecehkan
si pemilik wajah. Karikatur membangun masyarakat melalui pesan-pesan sosial
yang dikemas secara kreatif dengan pendekatan simbolis. Jika dilihat dari
bentuk-gabungan antara tanda dan pesan yang ada pada karikatur diharapkan mampu
mempersuasi khalayak yang dituju. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji tanda
verbal (terkait dengan judul dan teks) dan tanda visual (terkait dengan ilustrasi,
logo dan tata visual) karikatur dengan pendekatan semiotika. Dengan demikian,
analisis semiotika diharapkan menjadi salah satu pendekatan untuk
memperoleh makna yang terkandung dibalik tanda verbal dan tanda visual
dalam iklan layanan masyarakat (www.desaingrafisindonesia.com).
Sementara itu, pesan yang dikemukakan dalam pesan karikatur,
disosialisaikan kepada khalayak sasaran melalui tanda. Secara garis besar,
tanda dapat dilihat dari dua aspek, yaitu tanda verbal dan tanda visual. Tanda
verbal akan didekati dari ragam bahasanya, tema dan pengertian yang
didapatkan, sedangkan tanda visual akan dilihat dari cara menggambarkannya
apakah secara ikonis, indeksikal maupun simbolis.
Alasan peneliti dalam mengambil objek penelitian karikatur “FULUS
NAZARUDIN UNTUK PETINGGI DEMOKRAT” pada cover majalah
Tempo edisi 11-17 Juli 2011 karena pada karikatur ini seorang Nazarudin
terlibat masalah kasus korupsi tetapi pada gambar ini menunjukkan ekspresi
yang tenang dan seakan tidak ada apa-apa. Sehingga peneliti tertarik
melakukan penelitian dengan memaknai gambar karikaur tersebut. Dan setiap
visual ataupun gambar yang muncul (lewat karikatur) memiliki pengertian
yang berbeda-beda, sehingga akan memunculkan makna dibalik pemberitaan
tersebut. Oleh karena itu para desaigner-desaigner dari berbagai media massa
8
menyampaikan pesan atau memberikan sebuah informasi salah satunya melalui
karikatur tersebut.
Penelitian ini berusaha mengungkap makna yang terkandung pada
karikatur politik tentang penggambaran salah satu tokoh partai politik pada
Majalah Tempo. Di Majalah Tempo edisi 11-17 Juli 2011 ditampilkan sebuah
karikatur yang menggambarkan ada empat tokoh partai politik yang di duga
terlibat sejumlah kasus proyek pemerintah . Di karikatur ini menggambarkan
sosok Nazarudin yang tangan sebelah kirinya memegang kamera polaroit dan
di sebelah kanannya memegang dan melihat foto ketua umum partai demokrat
Anas urbaningrum dengan menampilkan ekspresi wajah tersenyum dan tenang.
Serta terdapat foto Andi malarangeng dan Edhie baskoro yudhoyono yang
tergeletak diatas kursi tempat duduknya Nazarudin.
Tempo merupakan salah satu Majalah yang mempunyai cover khusus
dalam menyajikan karikatur. Majalah yang terkenal dengan pesan-pesannya
yang kritis ini lebih banyak menyajikan topik-topik dalam bidang sosial politik
dalam setiap kali penerbitannya. Akibat kekritisannya tersebut Majalah Tempo
juga pernah di bredel pada tahun 1982 dan 1994 namun hal ini tidak membuat
Tempo terus tenggelam. Dengan semangatnya untuk memperjuangkan
kebebasan Pers, Tempo berhasil bangkit dan menerbirtkan kembali
sirkulasinya pada tahun 1998 dan berhasil menjadi pemimpin untuk industri
penerbitan Majalah di Indonesia serta diterbitkan dengan skala nasional atau
Melalui pendekatan teori semiotika diharapkan karikatur mampu
diklasifikasikan berdasarkan tanda-tanda visual dan kata-kata yang terkandung
didalamnya. Oleh karena itu, pembahasan ini menggunakan kajian kritis yang
bertujuan untuk mengungkap makna dan tanda-tanda atau simbol yang ada
(Sobur, 2006 : 132).
Dengan pendekatan teori semiotika diharapkan dapat diketahui studi
tentang tanda dan yang berhubungan dengannya, baik tanda verbal maupun
tanda visual untuk mendukung kesatuan penampilan karikatur serta mengetahui
muatan isi pesan (verbal dan visual). Selain itu, juga menggunakan warna
sebagai acuan untuk meneliti karikatur karena warna memiliki makna yang
bermacam-macam.
Sementara itu, pesan yang dikemukakan dalam pesan karikatur,
disosialisasikan kepada khalayak sasaran melalui tanda. Secara garis besar,
tanda dapat dilihat melalui dua aspek, yaitu tanda verbal dan tanda visual.
Tanda verbal akan didekati dari ragam bahasanya, tema dan pengertian yang
didapatkan. Sedangkan tanda visual akan dilihat dari cara menggambarkannya,
apakah secara ikonis, indeksikal maupun simbolis. Tanda-tanda yang telah
dilihat dan dibaca dari dua aspek secara terpisah, kemudian diklasifikasikan
dan dicari hubungan antara yang satu dengan yang lainnya.
Peneliti memilih majalah Tempo karena merupakan salah satu majalah
mingguan yang pada umumnya meliput berita dan politik. Pada Majalah
Tempo, terdapat rubrik opini yang menyesuaikan isu-isu hangat tentang politik
yang masih banyak dibicarakan oleh masyarakat luas, salah satunya tentang
10
tokoh-tokoh politik nasional. Dengan adanya penyampaian pesan lewat
karikatur akan didapatkan presepsi yang berbeda-beda dari khalayak sasaran
yang memaknainya.
1.2 Per umusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
Bagaimana makna karikatur pada Majalah Tempo “FULUS
NAZARUDIN UNTUK PETINGGI DEMOKRAT” pada cover majalah
Tempo edisi 11-17 JULI 2011.
1.3 Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana makna yang
dikomunikasikan karikatur Majalah Tempo “FULUS NAZARUDIN UNTUK
PETINGGI DEMOKRAT” pada cover majalah Tempo edisi 11-17 juli 2011
dengan menggunakan pendekatan semiotika.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1. Kegunaan Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran pada ilmu komunikasi mengenai
PETINGGI DEMOKRAT” pada cover majalah Tempo edisi
11-17 Juli 2011.
1.4.2. Kegunaan Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
dan dapat menjadi pertimbangan atau masukan pada bidang
karikatur, khususnya pada pihak karikaturis agar semakin
kreatif.
BAB II
KAJ IAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teor i
2.1.1 Media Cetak
Secara garis besar media massa dapat dibedakan menjadi dua,
yakni media massa cetak dan media massa elektronik. Media massa cetak
maupun media massa elektronik merupakan media massa yang banyak
digunakan oleh masyarakat di berbagai lapisan sosial terutama di
masyarakat kota. Keberadaan media massa seperti halnya pers, radio,
televisi, film dan lain-lain, tidak terlepas kaitannya dengan
perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Media massa dapat menjadi
jembatan yang menghubungkan komunikator dengan komunikan yang
melintasi jarak, waktu, bahkan lapisan sosial dalam masyarakat (Sugiharti
dalam Permana, 2009 : 14).
Media cetak dalam hal ini adalah suatu bentuk media yang statis
yang mengutamakan pesan-pesan visual. Media ini terdiri dari lembaran
dengan sejumlah kata, gambaran atau foto dalam tata warna dan halaman
putih (Kasali, 1995 : 99).
2.1.2 Majalah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Majalah adalah terbitan
yang menurut kala terbitnya dibedakan atas majalah bulanan, majalah
tengah bulanan, majalah mingguan dan sebagainya.
Majalah lazimnya berjilid, sampul depannya dapat berupa ilustrasi
foto, gambar atau lukisan tetapi dapat pula berisi daftar isi atau artikel
utama serta kertas yang digunakan lebih mewah dari surat kabar. Majalah
sebagai salah satu bentuk dari media massa yang sangat perlu diperhatikan
keheterogenan pembaca yang merupakan ciri dari komunikasi massa.
Majalah adalah terbitan berkala yang berita bacaannya ditujukan untuk
umum dan ditulis oleh beberapa orang dengan bahasa yang popular
sehingga mudah dipahami oleh masyarakat.
Menurut Junaedhie ( 1991:54), dilihat dari isinya majalah dibagi
menjadi 2 jenis, yaitu :
a. Majalah Umum
Majalah yang memuat karangan-karangan, pengetahuan umum,
komunikasi yang menghibur, gambar-gambar, olahraga, film dan
seni.
b. Majalah Khusus
Majalah yang hanya memuat karangan-karangan mengenai
bidang-bidang khusus seperti majalah keluarga, politik dan ekonomi.
2.1.3 Cover atau sampul
Cover atau sampul depan merupakan bagian yang tidak dapat
terpisahkan dari sebuah majalah, karena pada saat kita akan membeli atau
14
membaca dari sebuah majalah. Karena pada saat kita akan membeli atau
membaca majalah, yang diperhatikan pertama kali ialah sampul dan
ilustrasi gambarnya. Penulis dapat menuangkan ide dan kreatifitasnya pada
ilustrasi sampul. Sampul perlu didesain secara indah dan artistik agar
mampu menarik perhatian khalayak untuk membacanya.
Permilihan judul atau teks harus singkat, mudah dibaca, mudah
dimengerti dan secara langsung dapat mengainformasikan isi yang
terkandung di dalamnya. Pada sebuah sampul, ilustrasi digunakan sebagai
gambaran pesan yang tidak terbaca, namun bisa mewakili cerita dalam
bentuk grafis yang memikat. Ilustrasi efektif digunakan untuk menarik
perhatian, namun akan lebih efektif bila ilustrasi tersebut mampu
menunjang pesan yang ingin disampaikan.
2.1.4 Komunikasi Politik
Politik seperti halnya dengan komunikasi yaitu merupakan suatu
proses, komunikasi politik melibatkan pembicaraan. Pembicaraan dalam
hal ini bukanlah pembicaraan dalam arti sempit seperti kata yang
diucapkan melainkan pembicaraan dalam arti kata yang lebih inklusif,
yang berarti segala cara orang berrtukar simbol, kata-kata yang dituliskan
dan diucapkan, gambar, gerakan, sikap tubuh dan pakaian.
Komunikasi politik itu lebih bermuara sharring (berbagi) simbol,
gagasan, kepentingan dan sebagainya diantara sejumlah pihak.
terutama dalam pembentukan opini politik. Mark Roelofs mengemukakan
peran komunikator politik sebagai pemimpin public opinion, karena
mereka berhasil membuat beberapa gagasan yang mula-mula di tolak,
kemudian dipertimbangkan dan akhirnya di terima massa (Ali dalam
Marliani, 2004 : 13).
2.1.5 Pembicar aan Poltik Sebagai Kegiatan Simbolik
Banyak sekali jenis-jenis lambang dalam politik yang telah
berkembang. Ada yang menyangkut pembicaraan mereka yang
melambangkan saling pengertian yang patut dipatuhi orang, yakni hukum,
konstitusi, dan sebagainya. Namun sebagaian besar lambang tersebut
adalah pembicaraan pengaruh yakni, mimbar, slogan, pidato, editorial dan
lain sebagainya (Marliani, 2004 : 27).
Sebagai pengguna dan penafsir lambang, manusia terkadang
irasional dengan menganggap seolah-olah ada hubungan antara suatu
lambang dengan apa yang dilambangkannya sebagai contoh, warna dalam
konteks perpolitikan dapat dianggap sebagai lambang tertentu yang
dipersepsi sebagai sesuatu yang memiliki daya atau kekuatan tertentu
sehingga pihak-pihak yang berkepentingan merasa perlu melakukan
perang dengan mengadakan warna atau meniadakan warna tersebut.
Akhirnya politik kita menjadi sekedar adu warna dan bukan menjadi adu
program politik hal ini sekali lagi membuktikan bahwa sebuah proses
simbolik itu manusiawi dan tidak terhindarkan (Mulyana, 1999 : 80).
16
2.1.6 Seni dalam Politik
Dalam pembicaraan mengenai kaitan antara seni dan politik, tidak
terlepas tentang peran karya seni tersebut dalam hal ini berupa karikatur
terhadap suatu kesadaran politik pada masyarakat, sebagaimana
kandungan arti dan makna yang terdapat di dalam karya seni itu.
Sebuah karya seni akan dapat menggugah kesadaran pada
masyarakat jika karya seni itu dapat memberikan pengertian tentang apa
yang disampaikan kepada masyarakat tersebut, dan dapat memberikan
pengertian tentang betapa pentingnya arti dari kekuasaan dalam hal ini
berupa demokratisasi politik.
Peran seni sebagai alat politik dapat dilihat melalui pendekatan
kultur dan sosialisasi politik. Sidney Verba, sebagaimana dikutip oleh
Lucian Pye dalam political culture mendeskripsikan kultur politik sebagai
suatu hal yang terjadi dalam sistem kepercayaan-kepercayaan empiris,
simbol-simbol ekspresif dan nilai-nilai yang membatasi keadaan dalam
mana tindakan politik terjadi. Dengan kata lain, konsep kultur politik
menekankan setiap individu mempunyai suatu jenis orientasi kepada dunia
politik, yang dapat ditunjukan melalui perilaku ataupun hanya sekedar
berpendapat atau bersikap. Sementara itu pendekatan sosialisai politik
menekankan untuk membentuk sebuah kultur politik suatu bangsa, ia
mendorong penduduk atau sebagaian penduduk untuk memandang dan
mengalami kehidupan politik dengan sebuah cara yang baru (Brotoseno
Lewat beberapa analisa diatas, dapat kita jelaskan seni dalam hal
ini berupa karikatur “FULUS NAZARUDIN UNYUK PETINGGI
DEMOKRAT” pada rubrik opini majalah Tempo edisi 11-17 juli 2011
dalam upaya mensosialisasikan isyarat-isyarat dan informasi-informasi
politik yang memperkuat atau mengubah pola-pola politik, dimana
pesan-pesan yang disampaikan tersebut diterima dan di interpretasikan dalam
lingkungan sosialnya merupakan suatu bentuk seni yang berperan sebagai
alat sosialsasi politik.
2.1.7 Konsep Makna
Para ahli mengakui, istilah makna (meaning) memang merupakan
kata dan istilah yang membingungkan. Dalam bukunya The Meaning of
Meaning, (Ogden dan Ricards dalam Kurniawan, 2008 : 27) telah
mengumpulkan tidak kurang dari 22 batasan mengenai makna.
Makna sebagaimana dikemukakan oleh Fisher (dalam Sobur 2004 :
248), merupakan konsep yang abstrak yang telah menarik perhatian para
ahli filsafat dan para teoritis ilmu social selama 2000 tahun silam.
Semenjak Plato mengkonseptualisasikan makna manusia sebagai salinan
“ultarealitas”, para pemikir besar telah sering mempergunakan konsep itu
dengan penafsiran yang sangat luas yang merentang sejak pengungkapan
mental dari Locke sampai ke respon yang dikeluarkan dari Skinner.
“tetapi”, kata Jerold Katz dalam Kurniawan, 2008 : 47), “setiap usaha
untuk memberikan jawaban yang langsunng telah gagal. Beberapa seperti
18
misalnya Plato, telah terbukti terlalu samar dan spekulatif. Yang lainnya
memberikan jawaban salah”.
Menurut Devito, makna terletak pada kata-kata melainkan pada
manusia. “Kita” lanjut Devito,menggunakan kata-kata untuk mendekati
makna yang ingin kita komunikasikan. Tetapi kata-kata ini secara
sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang kita maksudkan.
Demikian pula makna yang didapat pendengar dari pesan-pesan akan
sangat berbeda dengan makna yang ingin kita komunikasikan. Komunikasi
adalah proses yang kita gunakan untuk memproduksi dibenak pendengar
dan apa yang ada dalam benak kita.
Ada tiga hal yang dijelaskan para filusuf dan linguis sehubungan
dengan usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga hal tersebut adalah (1)
menjelaskan makna secara alamiah, (2) mendeskripsikan secara alamiah,
(3) menjelaskan makna dalam proses komunikasi (Kempson dalam Sobur,
2004 : 258).
Ada beberapa pandangan yang menjelaskan teori atau konsep
makna. Model konsep makna (Johnson dalam Devito 1997 : 123-125)
sebagai berikut :
1. Makna dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata-kata
melainkan pada manusia. Kita menggunakan kata-kata untuik
mendekati makna yang ingin kita komunikasikan, tetapi kata-kata
itu tidak secara sempurna dan lengkap menggambarkan makna
gunakan untuk memproduksi dibenak pendengar apa yang ada
dalam benak kita dan proses ini adalah proses yang bisa salah.
2. Makna berubah. Kata-kata relatif statis, banyak dari kata-kata yang
kita gunakan 200 atau 300 tahun yang lalu. Tetapi makna dari
kata-kata ini dan berubah dab ini khusus yang terjadi pada dimensi
emosional makna.
3. Makna menbutuhkan acuan. Walaupun tidak semua komunikasi
mengacu pada dunia nyata, komunikasi hanya masuk akal
bilamana ia mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan
eksternal.
4. Penyingkatan berlebihan akan mengubah makna. Berkaitan erat
dengan gagasan bahwa acuan tersebut kita butuhkan bilamana
terjadi masalah komunikasi yang akibat penyingkatan berlebihan
tanpa mengaitkan acuan yang diamati. Bila kita berbicara tentang
cerita, persahabatan, kebahagian, kejahatan dan konsep-konsep lain
yang serupa tanpa mengaitkannnya dengan sesuatu yang spesifik,
kita tidak akan bisa berbagi makna dengan lawan bicara.
5. Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu saat tertentu, jumlah
kata dalam suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas.
Karena itu kebanyakan kita mempunyai banyak makna. Ini bisa
menimbulkan masalah bila ada sebuah kata diartikan secara
berbeda oleh dua orang yang sedang berkomunikasi.
20
6. Makna yang dikomunikasikan hanya sebagian. Makna yang kita
peroleh dari suatu kejadian bersifat multi aspek dan sangat
kompleks, tetapi hanya sebagian saja dari makna-makna ini yang
benar-benar dapat dijelaskan. Banyak dari makna tersebut yang
tetap tinggal dalam benak kita, karenanya pemaknaan yang
sebenarnya mungkin juga merupakan tujuan yang ingin kita capai
tetap tidak pernah tercapai (Sobur, 2003 : 285-289).
2.1.8 Pemaknaan War na
Para teoritis bahasa mengemukakan bahwa kebanyakan kata
memiliki makna majemuk. Setiap kata dari kata-kata seperti : merah,
kuning, hitam, dan putih memiliki makna konotatif yang berlainan. Dalam
Roget’s Thesaurus, seperti dikutip Mulyana (2003 : 260-261), terdapat
kira-kira 12 sinonim untuk kata hitam, dalam beberapa kepercayaan
warna-warna seperti warna hitam dan abu-abu memiliki asosiasi yang kuat
dengan bahasa, hitam tidak dapat dipisahkan dari hal-hal yang bersifat
buruk dan negatif, misal : daftar hitam, dunia hitam, dan kambing hitam.
Sedangkan terdapat sinonim untuk kata putih, dan semua bersifat
positif. Warna putih kebalikan dari warna hitam, putih mewakili sesuatu
yang menyenangkan dan mencerminkan segala sesuatu yang yang bersifat
kebaikan, seperti : murni, bersih, dan suci. Jadi kata hitam umumnya
berkonotasi negative dan warna putih berkonotasi positf (sobur, 2001 :
Warna mampu memberikan pemaknaan tentang sesuatu hal,
misalnya warna merah, berarti bisa api atau darah, dibeberapa kata merah
darah lebih tua dibandingkan dengan kata merah itu sendiri, namun di
beberapa bahasa kata merah digunakan pada saat bersamaan menjadi
merah darah. Karena unsur-unsur tersebut, merah dapat diartikan sebagai
hasrat yang kuat dalam hubungannya dengan ikatan, kebenaran dan
kejayaan, namun tak jarang pula warna merah diartikan sebagai suatu
kebencian dan dendam tergantung dari situasi.
Kuning bisa diartikan sebagai sebuah optimis, filosofi dalam
budaya barat. Sedangkan warna ungu menandakan nuansa spiritual,
misteri, kebangsawanan, transformasi, kekasaran dan keangkuhan. Warna
oranye yang berarti energi, keseimbangan, kehangatan, menekankan pada
suatu produk yang tidak mahal, menurut budaya barat (Mulyana, 2003 :
376).
Warna menurut Hoed dan Benny Hoedoro 1992. dalam bukunya
“periklanan” memiliki beberapa makna dalam menunjang kegiatan
periklanan karena perpaduan dan kombinasi warna yang menarik akan
mempunyai nilai ketertarikan tersendiri dibenak khalayak, diantaranya :
1. Merah.
Merah merupakan warna power, energi, kehangatan, cinta,
nafsu, agresif, bahaya, kekuatan, kemauan, eksentrik, aktif,
bersaing, warna ini memberikan pengaruh berkemauan keras
22
dan penuh semangat. Sering juga diapresiasikan untuk
menunjuk emosi atau debaran jantung.
2. Oranye.
Oranye merupakan warna energi, keseimbangan, kehangatan,
antusiasme, perluasan, pencapaian bisnis, karir, kesuksesan,
keadilan, penjualan, persahabatan, kesehatan pikiran dan
pengetahuan, daya tahan, kegembiraan, gerak cepat, sesuatu
yang tumbuh, tekanan sosial, modal kecil, murah, ketertarikan
dan independent.
3. Kuning.
Warna kuning ini bersifat menonjol, semangat untuk maju dan
toleransi tinggi. Pengaruh warna ini antara lain riang,
dermawan, dan sukses. Kuning adalah warna yang berkesan
optimis, dan termasuk pada golongan warna yamg mudah
menarik perhatian. Warna ini dapat digunakan untuk
menaikkan metabolisme.
4. Merah Muda.
Merah muda berarti memiliki asosiasi yang kuat dengan citra,
keberanian dan kesenangan. Ikatan antara merah dan kehidupan
memiliki peranan yang penting dalam kebudayaan di bumi.
5. Hijau.
Hijau melambangkan alami, sehat, keberuntungan,
materi, kelimpahan, kesuburan, keajaiban, tanaman dan pohon,
pertumbuhan, pencapaian personal, kebangkitan, jiwa muda,
stabilitas, daya tahan, kesegaran, lingkungan, keamanan,
rujukan, cinta, keseimbangan, ketenangan, harapan,
ketergantungan, dan persahabatan. Warna hijau melambangkan
elastisitas keinginan. Cenderung pasif, bertahan, mandiri,
posesif, susah menerima pemikiran orang lain. Pengaruh dari
warna ini adalah teguh dan kokoh, mempertahankan miliknya,
keras kepala, dan berpendirian tetap.
6. Biru.
Biru melambangkan kepercayaan, konservatif, keamanan,
teknologi, kebersihan, keteraturan, komunikasi, peruntungan
yang baik, kebijakan, perlindungan, inspirasi, spiritual,
kelembutan, dinamis, air, laut, kreatifitas, cinta, kedamaian,
kepercayaan, loyalitas, kepandaian, panutan, kekuatan dari
dalam, kesedihan, kestabilan, kepercayaan diri, kesadaran,
pesan, ide, berbagi, idealisme, empati, dingin, konservatisme,
persahabatan dan harmoni serta kasih sayang, kalem,
ketenangan, menenangkan namunjuga dapat berarti dingin dan
depresi. Sebagai dari akibat efek menenangkan, warna biru
dapat membuat orang lebih konsentrasi.
24
7. Abu-abu.
Abu-abu melambangkan intelek, masa depan, kesederhanaan,
kesedihan, keamanan, reabilitas, kepandaian, tenang, serius,
kesederhanaan, kedewasaan, konservatif, praktis, kesedihan,
bosan, professional, kualitas, diam dan tenang.
8. Putih.
Putih melambangkan positif, ketepatan, ketidak bersalahan,
steril, kematian, kedamaian, pencapaian ketinggian diri,
spiritualitas, kedewasaan, keperawanan atau kesucian,
kesederhanaan, kebersihan, kesempurnaan, cahaya, persatuan,
lugu, murni, ringan, netral dan fleksibel.
9. Hitam.
Hitam melambangkan power, seksualitas, kecanggihan,
kematian, misteri, ketakutan, kesedihan, keanggunan,
perlindungan, pengusiran, sesuatu yang negative, mengikat,
formalitas, kekayaan, kejahatan, perasaan yang dalam,
kemarahan, harga diri dan ketangguhan.
10. Ungu/Jingga.
Ungu/jingga melambangkan spiritual, misteri, kebangsawanan,
transformasi, kekasaran, keangkuhan, pengaruh, pandangan
ketiga, pengetahuan yang tersembunyi, aspirasi yang tinggi,
upacara, kebijakan, pencerahan, arogan, intuisi, mimpi,
dalam, harga diri, indepedensi, kontemplasi dan meditasi,
ambisi, kemewahan, kekayaan, feminim, artistic, kuno dan
romantik.
11. Cokelat
Warna cokelat adalah warna yang kesannya paling dekat
dengan bumi sehingga membuat kita merasa dekat. Cokelat
bisa menjadi sumber energi yang konstan, serta membuat kita
merasa kuat. Warna ini mewakili rasa aman, komitmen dan
kepercayaan. Cokelat juga memberikan rasa nyaman dan
hangat.
2.1.9 Kar ikatur .
Karikatur adalah produk suatu keahlian seorang karikaturis, baik
dari segi pengetahuan, intelektual, tekhnik melukis, psikologis, cara
melobi, referensi bacaan, maupun bagaimana dia memilih topik isu yang
tepat. Karena itu, kita bisa mendeteksi intelektual seorang karikaturis dari
sudut ini. Juga, cara dia mengkritik yang secara langsung membuat orang
yang dikritik justru tersenyum (Sobur, 2006 : 140).
Karikatur adalah bagian dari opini penerbit yang dituangkan dalam
bentuk gambar-gambar khusus. Semula, karikatur ini hanya merupakan
selingan atau ilustrasi belaka. Namun pada perkembangan selanjutnya,
karikatur dijadikan sarana untuk menyampaikan kritik yang sehat.
26
Dikatakan kritik sehat karena penyampaiannya dilakukan dengan
gambar-gambar lucu dan menarik (Sobur, 2006 : 40)
2.1.10 Kar ikatur dalam Media Massa
Komunikasi massa secara umum diartikan sebagai komunikasi
yang dilakukan melalui media massa seperti majalah, surat kabar, radio
televisi dan lain sebagainya. Komunikasi massa merupakan komunikasi
dimana penyampaian pesan kepada sejumlah orang dilakukan melalui
media massa. Baik kartun maupun karikatur di Indonesia belakangan ini
sudah bisa menjadi karya seni yang menyimpan gema panjang, sarat oleh
pesan dan estetika, disamping kadar humornya. Karikatur penuh dengan
perlambangan-perlambangan yang kaya akan makna, oleh karena itu
karikatur merupakan ekspresi dari situasi yang menonjol di dalam
masyarakat. Setajam atau sekeras apapun kritik yang disampaikan sebuah
gambar karikatur, tidak akan menyebabkan terjadinya evolusi. Dengan
kata lain, karikatur dapat mengetengahkan suatu permasalahan yang
sedang hangat di permukaan.
Sebuah gambar lelucon yang membawa pesan kritik soaial
sebagaimana di setiap ruang opini surat kabar biasanya disebut karikatur.
Sedangkan gambar lelucon yang muncul di media massa, yang hanya
berisikan humor semata tanpa membawa beban kritik sosial apapun
Menurut Anderson, dalam memahami studi komunikasi politik di
Indonesia akan lebih mudah di analisa mengenai konsep politik Indonesia
dengan membedakan dalam dua konsep, yaitu dengan direct speech
(komunikasi langsung) dan symbolic speech (komunikasi tidak langsung).
Komunikasi langsung merupakan konsepsi politik yang analisanya
dipahami sejauh penelitian tersebut ditinjau dari komunikasi yang bersifat
langsung, seperti humor, gossip, diskusi, argument, intrik dan lain-lain.
Sedangkan komunikasi tidak langsung, tidak dapat secara langsung
dipahami maupun diteliti seperti patung, monumen dan simbol-simbol
lainnya (Bintoro dalam Marliani, 2004 : 49).
Peran karikatur yang tertulis seperti yang telah diuraikan di atas,
merupakan alasan utama dijadikannya karikatur sebagai objek studi ini.
Selain karena karikatur merupakan suatu penyampaian pesan lewat kritik
yang sehat dan juga suatu keahlian seorang karikaturis adalah bagaimana
dia memilih topic-topik isu yang tepat dan masih hangat.
2.1.11 Kar ikatur Sebagai Kr itik Sosial
Kritik sosial adalah salah satu bentuk komunikasi dalam
masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai sumber kontrol terhadap
jalannya sebuah sistem sosial atau proses bermasyarakat, dalam konteks
inilah kritik sosial merupakan unsur penting dalam memelihara sistem
sosial. Dengan kata lain, kritik sosial dalam hal ini berfungsi sebagai
28
wahana untuk konservasi dan reproduksi sebuah sistem sosial atau
masyarakat (Masoed, 1999 : 47).
Kritik sosial juga dapat berarti sebuah inovasi sosial, bahwa kritik
sosial menjadi sarana komunikasi, gagasan baru, sembari menilai gagasan
yang lama untuk suatu perubahan sosial. Persepsi kritik sosial yang
demikian lebih banyak dianut oleh kaum kritis dan strukturalis. Mereka
melihat kritik sosial adalah wahana komunikatif untuk suatu tujuan
perubahan sosial (Masoed, 1999 : 49). Kritik sosial yang murni kurang
didasarkan pada peneropongan kepentingan diri saja, melainkan justru
melibatkan dan mengajak masyarakat atau khalayak untuk memperhatikan
kebutuhan-kebutuhan nyata dalam masyarakat. Suatu kritik sosial kiranya
didasarkan pada rasa tanggung jawab bahwa manusia bersama-sama
bertanggung jawab atas perkembangan lingkungan sosialnya.
Kritik memiliki fungsi taktis dan peranan strategis dalam
menumbuhkan berbagai kepentingan dan kebutuhan masyarakat dan
pemerintahannya. Kontrol sosial dan kritik sosial merupakan dua sisi dari
mata uang yang sama, yang selalu ada di dalam masyarakat manapun.
Dengan demikian, apabila kontrol sosial cenderung dipahami sebagai
aktivitas pengendalian, kritik sosial cenderung dianggap sebagai aktivitas
pembebasan dari segala bentuk kontrol dan pengendalian.
Kritik sosial sebenarnya bagian yang sangat penting dalam
kemajuan jalannya pemerintahan, karena kritik menciptakan cambuk bagi
diinginkan masyarakat dan juga merupakan apresiasi dari masyarakat
terhadap pemerintahan, lewat karikatur media cetak yang di produksi para
desaigner media dalam hal ini majalah. Kritik sosial sering kali ditemui di
dalam berbagai media cetak, seperti surat kabar, majalah dan tabloid.
Kritikan-kritikan yang jenaka disampaikan secara jenaka tidak begitu
dirasakan melecehkan atau mempermalukan (Wijana, 2004 : 4).
2.1.12 Komunikasi Non Ver bal
Istilah non verbal biasanya digunakan untuk melakukan semua
peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis. Pada saat yang
sama kita harus menyadari bahwa banyak peristiwa dan perilaku non
verbal ini ditafsirkan melalui simbol-simbol verbal. Dalam pengertian ini,
peristiwa dan perilaku non verbal itu tidak sungguh-sungguh bersifat non
verbal (Mulyana, 2001 : 312).
Jurgen Ruesch mengklasifikasikan isyarat non verbal menjadi
beberapa bagian, antara lain :
1. Isyarat Tangan
Isyarat tangan atau “berbicara dengan tangan” termasuk apa
yang disebut emblem, yang dipelajari yang punya makna suatu
budaya atau subkultur. Meskipun isyarat tangan yang
digunakan sama, maknanya boleh jadi berbeda, atau isyarat
fisiknya berbeda namun maksudnya sama. Sebagian orang
30
menngunakan tangan mereka dengan leluasa, sebagian lagi
moderat dan sebagian lagi hemat.
2. Postur Tubuh
Postur tubuh sering bersifat simbolik. Postur tubuh memang
mempengaruhi citra diri. Beberapa penelitian dilakukan untuk
mengetahui hubungan antara fisik dan karakter atau
tempramen. Klasifikasi bentuk tubuh yang dilakukan William
misalnya menunjukan hubungan antara bentuk tubuh dan
tempramen.
3. Ekspresi Wajah dan Tatapan Mata
Ekspresi wajah atau raut muka merupakan perilaku non verbal
utama yang mengekspresikan keadaan emosional seseorang.
Sebagian pakar mengakui, terdapat beberapa keadaan
emosional yang dikomunikasikan oleh ekspresi wajah yang
tampaknya dipahami secara universal : kebahagiaan, kesedihan,
ketakutan, keterkejutan, kemarahan, kejijikan dan minat.
Ekspresi – ekspresi wajah tersebut dianggap “murni”,
sedangkan “campuran emosional lainnya (misalnya malu, rasa
berdosa, bingung, puas) dianggap “campuran”, yang umumnya
2.1.13 Kur si sofa sebagai tempat duduk
Sofa secara umum dapat diartikan sebagai kursi panjang yang
memliki lengan dan sandaran, berlapis busa dan kain pelapis. Istilah sofa
berasal dari kata sopha yang memilki arti sebagai tempat duduk seperti
dipan (tempat tidur). Komponen sofa terdiri dari beberapa element yaitu :
1. Rangka umumnya terbuat dari bahan kayu yang biasa diguanakan
rangka sofa antara lain : meranti, mahoni, pinus. Dalam masa
perkembangannya pengunaan sofa dari rangka besi/baja banyak
digunakan untuk memperoleh kekuatan serta daya mekanik suatu
sofa.
2. Sistem pegas, berfungsi sebagai penahan daya tekan dari dudukan
sofa. Sistem pegas biasanya terbuat dari per, tetapi dapat juga
menggunakan webbing atu karet sebagai perngantinya.
3. Dudukan, berfungsi memberikan kenyamanan dalam sebuah sofa.
Tingkat kelembutan dari dudukan sofa berbeda – beda pada selera
masing – masing individu. Penggunaan dudukan yang terlalu
empuk akan menyebabkan coyber menjadi kendur, sedangkan
dudukan yang terlalu keras akan menyebabkan tingkat kenyamanan
sofa berkurang. Dudukan dibuat dari busa, kadang – kadang
digunakan per sebagai penopang untuk menghemat penggunaan
busa.
32
4. Sandaran. Sandaran dapat dibuat dari busa, dakron ataupun bulu
angsa. Penggunaannya tergantung dari model sofa yang dibuat.
Sandaran yang terbuat dari bulu angsa memiliki nilai yang tinggi.
5. Upholstery. Kunci keindahan dari sebuah sofa terletak dari
upholstery- nya. Upholstery ini dapat menggunakan fabric atau
kain, dapat juga menggunakan kulit. Pemilihan upholstery
selayaknya dsesuaikan dengan tema ruangan dan selera pengguna
sofa.
Perbedaan kursi sofa dengan kursi biasa terletak di komposisi atau
komponen bahan dalam pembuatannya. Kursi biasa dalam pembuatannya
lebih simple biasanya terbuat dari bahan plastik atau kayu. Kursi tersebut
juga kurang memiliki nilai tinggi karena tidak mempunyai atau tidak
dilengkapi dengan komponen – komponen yang membuat kursi tersebut
nyaman seperti kursi sofa. (www.wikipedia.com). Kursi sofa identik
dengan kekuasaan atau kedudukan dilihat dari para raja dan pejabat
pemerintah menggunakan kursi sofa sebagai tempat duduk yang
mempunyai tingkat kenyamanan. Kursi sofa juga di simbolkan sebagai
tingkat kedudukan pangkat dan jabatan seseorang. (KLBI,Hoetomo
M.A:299). Karena selain mempunyai tingkat kenyamanan kursi sofa juga
memiliki nilai jual yang tingi atau mahal.
2.1.14 Kamer a Polaroid
Kamera Polaroid atau lebih dikenal dengan kamera langsung jadi
kamera setelah dilakukan pemotretan. Kamera jenis ini memakai
lembaran Polaroid yang langsung memberikan gambar positif sehingga
pemotret tidak perlu melakukan proses cuci cetak film. Kamera Polaroid
ini menggunakan film khusus yang dsebut dengan film Polaroid. Film
polaroid yang dapat menghasilkan gambar berwarna dinamakan film polacolor. (KLBI, Hoetomo M.A)
Kamera Polaroid ini dapat digunakan oleh semua kalangan, mulai
dari anak–anak hingga dewasa, karena tidak perlu adanya keahlian
khusus dalam menggunakannya. Tinggal membidik objek dan memotret
kamera ini langsung mengeluarkan foto jadi. Tidak seperti kamera jenis
lainnya yang perlu menggunakan teknik khusus dalam penggunaannya.
2.1.15 J am tangan atau ar loji
Jam tangan adalah penunjuk waktu yang dipakai dipergelangan
tangan manusia (KLBI, Hoetomo M.A : 59). Diliat dari segi modelnya,
biasanya kaum pria lebih menyukai model jam tangan yang simple
dengan warna – warna netral dan ukurannya cenderung besar sesuai
dengan tangan pria yang lebih besar dibandingkan dengan tangan
perempuan. Berbeda dengan perempuan yang lebih menyukai model yang
unik atau bentuk yang lebih kecil namun dilengkapi dengan ornamen –
ornamen yang menarik sehingga terlihat lebih mencolok dibandingkan
dengan jam pria. Kesan kilau yang ditampilkan dari jam tangan mahal
atau bermerek adalah sebuah barang mewah yang mahal harganya.
34
Karena memang jam tangan merupakan aksesoris yang tidak kalah gengsi
dengan aksesoris mewah lainnya. Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai
merk jam tangan yang sudah sangat terkenal seperti rollex, casio, guess,
alba, fossil dan lain sebagainya, yang kesemuaannya dijual dengan cukup
mahal.
2.1.16 Petinggi
Petinggi merupakan kepala suatu instansi terkait dan lebih dari satu
orang atau terdiri dari beberapa pimpinan. Misalnya diinstansi TNI –
POLRI yang digolongkan sebagai petinggi adalah jabatan atau pangkat
diinstansi tersebut yang tinggi contohnya jenderal. Atau pada suatu
organisasi para petingginya dapat disebut yang memiliki jabatan di
organisasi tersebut. Contohnya suatu partai yang mempunyai beberapa
pimpinan atau yang disebut petinggi partai tersebut
(www.wikipedia.com) .
Menurut kamus bahasa Indonesia petinggi merupakan kepala desa
atau lurah yang menjabat. Yang telah dipercaya oleh warganya atau
sering kali disebut pak tinggi disebuah dusun atau desa. Selain itu juga
petinggi sebuah desa adalah tokoh masyarakat daerah tersebut. Yang
mempunyai kedudukan atau kekuasaaan didaerahnya. (KLBI,Hoetomo
2.1.17 Fulus
Fulus mempunyai arti yang sama dengan uang, fulus bukan mata
uang sebuah Negara, bahasa fulus adalah bahasa yang dibawa oleh orang
keturunan Timur Tengah atau Arab ke Indonesia yang dipakai bahasa
sehari – hari oleh kalangan tersebut. Fulus juga tak lain merupakan suatu
bahasa yang dapat dikatakan sebagai bahasa gaul oleh kalangan
keturunan arab yang berada diIndonesia misalnya “ane enggak punya
fulus” yang mempunyai arti “saya tidak punya uang”.
(www.wikipedia.com)
2.1.18 Kar akter istik hur uf
Berikut ini beberapa jenis huruf berdasarkan klasifikasi yang
dilakukan oleh James Craig, antara lain sebagai berikut :
1. Roman
Ciri dari huruf ini adalah memiliki sirip/kaki/serif yang berbentuk lancip
pada ujungnya. Huruf Roman memiliki ketebalan dan ketipisan yang
kontras pada garis-garis hurufnya. Kesan yang ditimbulkan adalah klasik,
anggun, lemah gemulai dan feminin.
2. Egyptian
jenis huruf yang memiliki ciri kaki/sirip/serif yang berbentuk persegi
seperti papan dengan ketebalan yang sama atau hampir sama. Kesan yang
ditimbulakan adalah kokh, kuat, kekar, dan stabil.
36
3. Sans Serif
Ciri San Serif adalah tanpa sirip/serif, jadi huruf jenis ini tidak memiliki
sirip pada ujung hurufnya dan memiliki ketebalan huruf yang sama atau
hampir sama. Kesan yang ditimbulkan oleh huruf jenis ini adalah modern,
kontemporer, dan efisien.
4. Script Huruf Script
Huruf ini menyerupai goresan tangan yang dikerjakan dengan pena, kuas
atau pensil tajam dan biasanya miring ke kanan. Kesan yang
ditimbulkannya adalah sifat pribadi dan akrab.
5. Miscellaneous
Huruf jenis ini merupakan pengembangan dari bentuk-bentuk yang sudah
ada. Ditambah hiasan dan ornamen, atau garis-garis dekoratif. Kesan yang
dimiliki adalah dekoratif dan ornamental.
2.1.19 Pendekatan Semiotika
Kata “semiotika” berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti
tanda, atau seme yang berarti penafsir tanda. Semiotika sendiri berakar
dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika dan poetika.
Semiotika adalah cabang sebuah ilmu pengetahuan yang mempelajari
tentang tanda. Tanda terdapat dimana-mana “kata” adalah tanda, demikian
pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera dan sebagainya. Struktur
karya sastra, struktur film, bangunan (arsitektur) atau nyanyian burunng
tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi atau pesan baik secara
verbal maupun secara non verbal sehingga bersifat komunikatif. Hal
tersebut memunculkan suatu proses pemaknaan oleh penerima tanda akan
makna informasi atau pesan dari pengirim pesan. Semiotika merupakan
cabang ilmu yang semula berkembang dalm bidang bahasa. Dalam
perkembangannya kemudian semiotika bahkan masuk pada semua segi
kehidupan manusia. Sehingga Derrida (dalam Kurniawan, 2008 : 34),
mengikrarkan bahwa tidak ada sesuatupun di dunia ini sepenting bahasa,
“there is nothing outside language”. Bahasa dalam hal ini dibaca sebagai
“teks” atau “tanda”. Dalam konteks ini tanda memegang peranan penting
dalam kehidupan umat manusia sehingga : “manusia yang tak mampu
mengenal tanda, tak akan bertahan hidup” (Widagdo dalam Kruniawan,
2008). Charles Sanders Pierce merupakan ahli filsafat dan tokoh
terkemuka dalam semiotika modern Amerika menegaskan bahwa, manusia
hanya dapat berfikir dengan sarana tanda dan manusia hanya dapat
berkomunikasi dengan sarana tanda. Tanda yang dapat dimanfaatkan
dalam senirupa berupa tanda visual yang bersifat non verbal, terdiri dari
unsur dasar berupa seperti garis, warna, bentuk, tekstur, komposisi dan
sebagainya. Tanda-tanda yang bersifat verbal adalah objek yang dilukiskan
seperti objek manusia, bintang, alam, imajinasi atau hal-hal yang abstrak
lainnya. Apapun alasan (senirupawan, designer) untuk berkarya, karyanya
adalah sesuatu yang kasat mata. Karena itu secara umum bahasa
digunakan untuk merangkul segala yang kasat mata dan merupakan media
38
antara perupa (seniman) dengan pemerhati atau penonton. Seniman dan
designer membatasi bahasa rupa pada segitiga, estetis-simbolis-bercerita
(story telling). Bahasa merupakan imaji dan tata ungkapan. Imaji
mencakup makna yang luas, baik imaji yang kasat mata maupun imaji
yang ada khayalanya.
Menurut John Fiske pada intinya semua model yang membahas
mengenai makna dalam studi semiotik memiliki bentuk yang sama, yaitu
membahas tiga elemen antar lain:
1. Sign atau tanda itu sendiri
Pada wilayah ini akan dipelajari tentang macam-macam tanda.
Cara seseorang dalam memproduksi tanda, macam-macam makna
yang terkandung di dalamnya dan juga bagaimana mereka saling
berhubung dengan orang-orang yang menggunakannya. Dalam hal
ini tanda dipahami sebagai konstruksi makna dan hanya bisa
dimaknai oleh orang-orang yang telah menciptakannya.
2. Codesi atau kode
Sebuah sitem yng terdiri dari berbagai macam tanda yang
terorganisasikan dalam usaha memenuhi kebutuhan masyarakat
atau budaya untuk mengeksploitasi media komunikasi yang sesuai
3. Budaya
Lingkungan dimana tanda dan kode itu berada. Kode dan lambang
tersebut segala sesuatunya tidak dapat lepas dari latar belakang
budaya dimana tanda dan lambang itu digunakan.
Dalam semiotik model yang digunakan dapat berasal dari berbagai
ahli, seperti Saussure, Pierce dan sebagainnya. Pada penelitian ini yang
akan digunakan adalah model semiotik milik Pierce karena adanya
kelebihan yang dimiliki yaitu tidak mengkhususkan analisisnya pada studi
linguistik.
Tampilan iklan yang mucul di berbagai media tersebut terdapat
berbagai macam tanda yang dibuat oleh pengiklan dalam usahanya untuk
memberikan pesan atau informasi bagi khalayak berupa karikatur.
Berbagai macam tanda itulah yang hendak dikaji dalam sebuah tampilan
iklan melalui pendekatan semiotika.
2.1.20 Semiotika Char les S. Pier ce
Semiotik untuk studi media massa tidak hanya terbatas sebagai
kerangka teori, namun sekaligus juga sebagai metode analisis (Sobur, 2004
: 83). Bagi Pierce tanda “ is something which stands to somebody for
something in some respect or capacity “. Kita misalnya dapat menjadikan
teori segitiga makna (triangel meaning) menurut Pierce salah satu bentuk
tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda.
40
Sesuatu yang digunakan agar tanda dapat berfungsi, oleh Pierce disebut
ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen ) selalu terdapat
dalam sebuah triadik, yakni ground, object dan interpretant (Sobur, 2004 :
41).
Sementara itu interpretant adalah tanda yang ada dalam benak
seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen
makna itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka munculah makna
tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Makna adalah persoalan
bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan
orang pada waktu berkomunikasi (Barthes dalam Kurniawan, 2008 : 37).
Charles S. Pierce membagi antara tanda dan acuannya tersebut
menjadi tiga kategori yaitu : ikon, indeks dan simbol adalah tanda yang
hubungan antara penanda dan penandanya bersifat bersamaan bentuk
alamiah. Atau dengan kata lain ikon adalah hubungan antara tanda objek
atau acuan yang bersifat kemiripan, misalnya, potret dan peta. Indeks
adalah tanda yang menunjuk adanya hubungan alamiah antara tanda dan
penanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang
langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap
sebagai tanda adanya api. Tanda dapat pula mengacu pada denotatum
melalui konvesi. Tanda seperti itu adalah tanda konvensional yang biasa
disebut simbol. Jadi simbol tanda yang menunjuk hubungan alamiah antara
penanda dan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbitrer atau