• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Pasar Gede sebagai obyek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner di kota Solo 5084

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi Pasar Gede sebagai obyek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner di kota Solo 5084"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI PASAR GEDE SEBAGAI OBYEK DAN DAYA

TARIK WISATA BUDAYA DAN KULINER DI KOTA SOLO

LAPORAN TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Ahli Madya Program Studi Diploma III Usaha Perjalanan Wisata

Disusun Oleh :

Nimas Wara Teteki

C9407018

PROGRAM STUDI DIII USAHA PERJALANAN WISATA

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

(2)

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING

Judul Tugas Akhir :

POTENSI PASAR GEDE SEBAGAI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA BUDAYA DAN KULINER DI KOTA SOLO

Nama Mahasiswa : Nimas Wara Teteki NIM : C 9407018

Tanggal Ujian : 26 Juli 2010

Menyetujui

Disetujui Tanggal : 26 Juli 2010 Disetujui Tanggal : 26 Juli 2010 Pembimbing Tugas Akhir I Pembimbing Tugas Akhir II

(3)

HALAMAN PENGESAHAN UJIAN

(4)

MOTTO

Janganlah menganggap mudah segala sesuatu

meski sekecil apapun

Keberhasilan tidak akan tercapai tanpa adanya usaha

Kegemilangan dihari esok,

(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Atas semua rahmat dan tuntunan dari Tuhan Yang Maha Esa, Tugas Akhir ini Penulis persembahkan bagi :

(6)

KATA PENGANTAR

Sembah puji syukur yang senantiasa tiada henti penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karunia, rahmat, berkat, serta tuntunan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “POTENSI PASAR GEDE SEBAGAI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA BUDAYA DAN KULINER DI KOTA SOLO” dengan lancar dan tepat waktu. Adapun Tugas Akhir ini disusun guna untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya Diploma III Program Studi DIII Usaha Perjalanan Wisata Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta

Penulis menyadari bahwa kemampuan penulis terbatas dan masih sangat jauh dari sempurna sehingga dalam proses penulisan Tugas Akhir ini penulis tidak terlepas dari bantuan, dorongan dan bimbingan serta motivasi dari semua pihak yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Sudarno, M.A, selaku Dekan di Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

(7)

3. Ibu Umi Yuliati, SS, M.Hum selaku Pembimbing I Tugas Akhir yang telah membantu dan membimbing penulis dalam pembuatan tugas akhir ini.

4. Bapak Sugiman, SE, M.M selaku Pembimbing II Tugas Akhir yang memberikan bimbingan kepada penulis dalam pembuatan tugas akhir. 5. Semua teman – teman jurusan Usaha Perjalanan Wisata seangkatan dan

seperjuangan terima kasih atas segala kerja samanya sehingga pembuatan Tugas Akhir ini berjalan dengan lancar dan tepat waktu. 6. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang

telah membantu hingga terselesaikannya Tugas Akhir ini.

Dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang ada, penulis menyadari bahwa konsep Tugas Akhir ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan Tugas Akhir ini dan segala saran serta kritik dari semua pihak penulis terima dengan hati dan pikiran yang terbuka. Akhirnya penulis berharap semoga hasil penulisan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Surakarta , Juli 2010

(8)

ABSTRAK

Nimas Wara Teteki . 2010. Potensi Pasar Gede Sebagai Obyek dan Daya Tarik Wisata Budaya dan Kuliner di Kota Solo. Program Diploma III Usaha Perjalanan Wisata Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Laporan Tugas Akhir ini mengkaji tentang potensi Pasar Gede sebagai obyek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner di Kota Solo. Latar belakang dari penelitian ini adalah mengetahui potensi wisata budaya dan kuliner yang ada di Pasar Gede sebagai daya tarik wisata unggulan baru bagi kepariwisataan di Kota Solo. Penelitian ini merumuskan tentang apa peran Pasar Gede dalam perkembangan sejarah kota Solo, bagaimana potensi Pasar Gede sebagai obyek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner di Kota Solo, serta kendala apa yang dihadapi pemerintah Kota Solo dalam pemberdayaan Pasar Gede sebagai obyek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner di Kota Solo. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran Pasar Gede dalam sejarah kota Solo, mengetahui potensi wisata budaya dan kuliner yang ada di Pasar Gede, mengetahui kendala-kendala yang menghambat perkembangan wisata budaya dan kuliner di Pasar Gede. Penulisan laporan Tugas Akhir ini dilakukan secara deskriptif kualitatif untuk memperoleh gambaran informasi yang berhubungan dengan wisata budaya dan kuliner khususnya yang berada di Pasar Gede Solo. Metode pengumpulan data dengan cara observasi, studi dokumen, wawancara dan studi pustaka.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pasar Gede adalah pasar tertua dan terlengkap di kota Solo yang memiliki peran dalam sejarah kota Solo yaitu sebagai pusat perputaran roda ekonomi yang ramai dikunjungi oleh masyarakat Solo dan sekitarnya. Pasar Gede memiliki potensi wisata budaya dan kuliner bagi kepariwisataan kota Solo, maka usaha pemerintah kota Solo bekerja sama dengan masyarakat Solo dalam mengembangkan wisata budaya dan kuliner di Pasar Gede dengan membuat rencana program kerja yang ditekankan pada penataan ruang Pasar Gede, perbaikan dan penyediaan sarana prasarana penunjang kegiatan wisata budaya dan kuliner di Kota Solo.

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING………. ii

HALAMAN PENGESAHAN UJIAN……….…… iii

HALAMAN MOTTO……….. iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ………. v

HALAMAN KATA PENGANTAR……… vi

HALAMAN ABSTRAK………. viii

HALAMAN DAFTAR ISI ………. ix

HALAMAN DAFTAR TABEL DAN LAMPIRAN ………. xi

HALAMAN GAMBAR ………. xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Rumusan Masalah……….. 6

C. Tujuan Penelitian……… 7

D. Manfaat Penelitian……….. 7

E. Tinjauan Pustaka……… 8

F. Metode Penelitian……… 11

G. Sistematika Penulisan………. 14

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK YANG DITELITI A. Potensi Wisata Di Kota Solo……….. 15

(10)

C. Potensi Wisata Budaya dan Kuliner di Pasar Gede………… 28

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN MASALAH A. Peran Pasar Gede Dalam Sejarah Kota Solo……… 35

B. Potensi Pasar Gede Sebagai Obyek dan Daya Tarik Wisata Budaya dan Kuliner di Kota Solo ……… 39

C. Potensi Wisata Budaya dan Kuliner di Pasar Gede Dilihat Dari Analisa Pendekatan 4A+1P……… 52

D. Usaha Pemerintah Dalam Pemberdayaan Pasar Gede Sebagai Objek Wisata Budaya dan Kuliner………. 64

E. Kendala-Kendala Dalam Pemberdayaan Pasar Gede Sebagai Objek Wisata Budaya dan Kuliner………. 69

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan………. 72

B. Saran……… 73

DAFTAR PUSTAKA……… 75

DAFTAR INFORMAN……… 76

(11)

DAFTAR TABEL DAN LAMPIRAN

Tabel : Analisa Potensi Wisata Budaya dan Kuliner di Pasar Gede

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Proses Perjalanan Sejarah Pasar Gede ……… 24

Gambar B.1 : Dawet Tlasih “Bu Dermi”……… 42

Gambar B.2 : Brambang asem & Cabuk Rambak”Bu Ngatmini”………….. 43

Gambar B.3 : Gempol Pleret di Pasar Gede………... 45

Gambar B.4 : Lenjongan di Pasar Gede………. 46

Gambar B.5 : Timlo Sastro Solo di Pasar Gede………. 47

Gambar B.6 : Babi Pincuk dan Bakpia Balong……….. 49

Gambar B.7 : Garebeg Sudiro di Pasar Gede……… 51

Gambar 2 : Pasar Gede Tempo Dulu……….. 77

Gambar 3 : Bangunan Pasar Gede Sekarang……….. 77

Gambar 4 : Bangunan Pasar Gede 1 ………. 78

Gambar 5 : Bangunan Pasar Gede 2 ……….. ………….. 78

Gambar 6 : Los dan kios buah di Pasar Gede……….. 79

Gambar 7 : Los dan kios sayuran ……… 79

Gambar 8 : Jajanan pasar khas Solo di Pasar Gede………. 80

Gambar 9 : Keadaan dan penataan ruang di Pasar Gede……….. 80

Gambar 10 : Keadaan pedagang oprokan di luar Pasar Gede……… 81

Gambar 11 : Fasilitas umum dan kantor di dalam Pasar Gede………….. 81

Gambar 12 : Lahan parkir dan keadaan ruas jalan di depan Pasar Gede ………... 82

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A . Latar Belakang Masalah

(14)

Berwisata sangat penting bagi siapa saja. Suatu perjalanan wisata yang bermutu tidak hanya datang untuk melihat-lihat, berbelanja dan kemudian pergi . Lebih dari itu wisatawan harus mampu meresapi, memahami, dan menikmati tempat wisata, bukan hanya sekedar datang untuk bersenang-senang tetapi juga mendapat pengetahuan baru. Semua itu mereka lakukan tidak lain adalah untuk mencari sesuatu yang berbeda, mencari inspirasi dan kesegaran baru. Memahami apa yang dilakukan orang saat ini dan apa yang mereka harapkan dari sebuah wisata, maka tidak berlebihan kiranya bila dikatakan bahwa wisata telah menjadi salah satu tumpuan harapan manusia modern untuk memenuhi salah satu kebutuhannya. ( Suyitno, 2001 : 1 )

Industri pariwisata dewasa ini mendapatkan prioritas utama dari pemerintah karena memiliki manfaat multi guna yaitu dapat mendorong dan meningkatkan pendapatan masyarakat setempat serta pendapatan asli daerah dan meningkatkan pendapatan nasional, apabila dikelola dan dikembangkan secara maksimal. Usaha untuk mengembangkan industri pariwisata pada saat ini bukan hal yang mudah, hal ini disebabkan banyaknya kendala akibat krisis multidimensi yang melanda bangsa Indonesia. Keadaan ini sangat mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara yang ingin menikmati keindahan alam dan keaneka ragaman budaya Indonesia .

Perkembangan pariwisata sudah sedemikian pesat dan terjadi suatu fenomena yang sangat global dengan melibatkan jutaan manusia, baik

(15)

kalangan masyarakat, industri pariwisata maupun kalangan instansi pemerintah dengan biaya pengembangan yang tidak sedikit. Industri pariwisata yang mendapatkan perhatian dari pemerintah merupakan industri yang sangat penting dan perlu didukung sumber daya manusia yang professional dan berkualitas. Hal ini disebabkan persaingan dalam dunia pariwisata yang semakin ketat. Kita semua tahu bahwa krisis melanda bangsa Indonesia, mulai dari krisis ekonomi, krisis politik, agama, dan krisis keamanan tidak kunjung dapat diselesaikan, namun itu tidak mengurangi animo masyarakat untuk melakukan perjalanan wisata .

(16)

bangunan cagar budaya ( Salah Wahab, 1989 : 6 ). Pada umumnya di Indonesia banyak sekali objek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner. Salah satunya yaitu objek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner yang ada di kota Solo. Mengikuti wisata budaya dan kuliner tentunya akan menambah pengetahuan wisatawan baik domestik maupun mancanegara tentang budaya dan makanan tradisional khususnya yang ada di Indonesia. Indonesia memiliki berbagai macam keanekaragaman suku dan budaya yang sangat melimpah. Keanekaragaman tersebut yang akhirnya juga mempengaruhi timbulnya keanekaragaman makanan yang ada di Indonesia. Selain menambah pengetahuan wisatawan tentang keanekaragaman budaya dan makanan yang ada, wisatawan juga dapat melihat proses pembuatan makanan. Wisata budaya dan kuliner menjadi jawaban atas kebutuhan dan animo masyarakat yang sangat tinggi tentang informasi makanan khas daerah masing-masing yang sesuai dengan cita rasa yang ingin didapatkan serta keberadaan suatu tempat makan yang terkenal dan legendaris dengan cita rasa masakan yang khas sesuai dengan daerahnya masing-masing .

(17)
(18)

Salah satu objek dan daya tarik wisata kuliner di kota Solo yaitu terletak di Pasar Gede. Pasar Gede terletak di Jalan Urip Sumoharjo, kelurahan Sudiroprajan Kecamatan Jebres Kota Solo. Sejak jaman kolonial Belanda Pasar Gede merupakan sebuah pasar transaksi model Jawa. Pasar Gede merupakan pasar terlengkap di Kota Solo karena di Pasar Gede kita dapat menjumpai berbagai macam barang kebutuhan pokok, berbagai macam makanan tradisional khas kota Solo, makanan yang melegenda dibuat secara turun-menurun dan hanya dijual di Pasar Gede. Sebagai pasar tradisional peninggalan masa lalu, pasar ini merupakan aset budaya masyarakat Solo. Seperti namanya yang berarti besar, fisik Pasar Gede memang terbilang paling besar ketimbang bangunan pasar lainnya di Kota Solo, tetapi bukan hanya arsitektur bangunannya yang membuat pasar ini begitu istimewa, keragamaan barang dagangan yang tersedia di Pasar Gede itulah yang menjadi magnet bagi sebagian besar warga Solo dan wisatawan yang bertandang ke Kota Bengawan. Jadi secara kualitatif kita dapat melihat bahwa pariwisata tidak hanya di tempat – tempat modern atau obyek wisata alam saja, namun wisata budaya, wisata kuliner dan bangunan cagar budaya seperti Pasar Gede ini juga merupakan suatu bentuk objek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner yang mampu mendatangkan wisatawan. Berlatar belakang dari beberapa hal tersebut di atas maka penulis mengambil judul POTENSI PASAR GEDE SEBAGAI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA BUDAYA DAN KULINER DI KOTA SOLO.

(19)

Adapun perumusan masalah yang akan penulis bahas dalam tugas akhir ini antara lain :

1. Bagaimana peran Pasar Gede dalam sejarah kota Solo?

2. Bagaimana potensi Pasar Gede sebagai obyek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner di Kota Solo?

3. Kendala – kendala apa saja yang dihadapi dalam pemberdayaan Pasar Gede sebagai obyek dan daya tarik wisata budaya & kuliner di Kota Solo?

C . TUJUAN PENELITIAN

Proposal ini dibuat dengan tujuan sebagai berikut :

1. Mengetahui peran Pasar Gede dalam sejarah kota Solo.

2. Mengetahui upaya pemerintah dan masyarakat Solo dalam melestarikan obyek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner di kota Solo.

3. Mengetahui atraksi wisata budaya dan kuliner yang ada di Pasar Gede. 4. Mengetahui kendala-kendala yang menghambat perkembangan wisata

budaya dan wisata kuliner di kota Solo. D . MANFAAT PENELITIAN

Dari penelitian ini diharapkan nantinya dapat bermanfaat bagi kepentingan setiap pembaca , sekaligus penulis sendiri baik manfaat akademis maupun manfaat praktis .

(20)

a . Adanya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kepentingan

semua pihak yang memerlukan refrensi sebagai penelitiannya . b . Dari penelitian ini , diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan

dan perbandingan dalam melakukan penelitian yang sama . 2 . Manfaat Praktis

a . Menambah pengetahuan penulis mengenai obyek wisata kuliner di

kota Solo, dan kemungkinan pengembangan aset wisata budaya bagi

kesejahteraan masyarakat Solo .

b . Sebagai upaya pengenalan produk wisata budaya dan wisata kuliner

kepada wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata di Solo. E . TINJAUAN PUSTAKA

(21)

Tulisan yang berjudul Solo Tempo Doeloe Dagang dan Air yang ditulis oleh Heri Priyatmoko mahasiswa jurusan ilmu sejarah ini di dalam tulisannya menceritakan tentang sistem pengairan dan sistem perdagangan di kota Solo pada masa kolonial Belanda, salah satunya yaitu Pasar Gede. Pasar Gede dirancang oleh Ir. Thomas Karsten seorang berkebangsaan Belanda, mulai dibangun pada tahun 1927 dan berakhir pada tahun 1930 yang diresmikan oleh Sinuhun Paku Buwono X dengan dana 650 gulden dan menjadi pasar berlantai dua yang pertama di Indonesia pada masa kolonial Belanda. Situs-situs dilihat secara komprehensif, baik dari sudut pandang sejarah maupun lanskap tata ruang kota, telah berekspresi memasuki tiga dimensi ruang dan waktu (masa kerajaan, post kolonial, dan kemerdekaan) untuk kepentingan struktural-fungsional pasar. Secara struktural, bangunan Pasar Gede berada pada kesatuan ekologi kultural,sementara dikaji secara fungsional memang sejak dahulu juga sudah berfungsi sebagai pasar transaksi model Jawa. Namun demikian nama Pasar Gede lebih dikenal dikalangan masyarakat wilayah Pasar Gede adalah area milik penguasa Cina yang bernama Babah Mayor. Pemaknaan atas nilai simbolik Pasar Gede, yang berada pada jangkauan pusat kota Solo berarti menandakan bahwa penentuan atas lanskap kawasan Pasar Gede pada skala tata ruang kota (tempo dulu), tidak main-main nilai kajian futuristiknya . (Heri Priyatmoko, 2006 : 57-59)

(22)
(23)

Setelah mengkaji sejarah Pasar Gede dari internet, kemudian mengambil data gambaran umum Pasar Gede dari hasil wawancara dengan pihak pengelola Pasar Gede yang bernama Mulyono. Pasar Gede terletak di Jalan Urip Sumoharjo, kelurahan Sudiroprajan Kecamatan Jebres Kota Solo. Sejak dahulu Pasar Gede merupakan sebuah Pasar Transaksi Model Jawa, yang berdiri diatas tanah Aset Pemerintah Kota Surakarta Hak Pakai No. 39 dan Hak Pakai No. 25. Ciri khas bangunan Pasar Gede dapat dilihat pada interior bangunan dengan struktur benteng lebar dan panjang. Penampilan bangunan merupakan persenyawaan antara bentuk kolonial (dinding tebal, kolong – kolong besar, skala bangunan konsep tradisional). Pada tanggal 28 April 2000 Pasar Gede mengalami kebakaran yang disebabkan konseleting aliran listrik. Tahun 2001 Pemerintah Kota Surakarta membangun kembali Pasar Gede sesuai dengan bentuk bangunan aslinya. Pasar Gede termasuk cagar budaya kota Solo berdasarkan SK Walikota No. 646 tahun 1997 tentang perlindungan cagar budaya di kota Solo. Dengan potensi lahan seluas 8.560 meter persegi yang terdiri dari 127 ruko, 133 kios, 633 los pasar dan sekitar 250 lapak pedagang, potensi pasar tersebut sangat cukup dikenal oleh orang luar Solo.

F . METODE PENELITIAN 1. Lokasi Penelitian

(24)

tahun jadi lebih tua dari hari jadi Surakarta yang baru berusia 64 tahun. Setidaknya, ada tiga fungsi dalam notasi atau penyebutan kata Surakarta dan Solo. Pertama, Surakarta sebagai notasi pemerintahan, kedua Surakarta Hadiningrat sebagai notasi royal atau kerajaan, dan yang ketiga, Solo sebagai notasi untuk bisnis dan budaya bagi warganya. Dari situ jelas perbedaan fungsi dan makna penggunaan kata Surakarta, Surakarta Hadiningrat dan Solo.

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam menyusun laporan tugas akhir ini penulis mengumpulkan data dengan metode pengumpulan data,antara lain :

a . Observasi

Observasi adalah cara pengumpulan data dengan menggunakan jalan mengamati ,meneliti atau mengukur kejadian yang sedang berlangsung . Observasi ini dilakukan di Pasar Gede Solo dengan membagi ke dalam unit observasi . Unit observasi di Pasar Gede Solo terdiri dari :

· Bangunan fisik dan penataan ruang di Pasar Gede Solo

· Lingkungan, lahan parkir, dan keadaan Pasar Gede Solo

(25)

Dengan cara ini data yang diperoleh adalah data faktual dan aktual , dalam artian data yang dikumpulkan diperoleh pada saat peristiwa berlangsung .

b . Wawancara

Wawancara adalah proses interaksi dan komunikasi antara pengumpul data dengan nara sumber ,sehingga wawancara dapat diartikan sebagai cara mengumpulkan data dengan bertanya langsung kepada nara sumber dan dilakukan dengan model wawancara yang santai namun mendalam sesuai dengan daftar pertanyaan yang telah disediakan dan jawaban –jawaban dicatat atau direkam dengan alat perekam

c . Studi Dokumen

Studi dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang ditunjukkan untuk memperoleh data secara langsung dari tempat penelitian meliputi laporan kegiatan berupa gambar, foto pasar Gede beserta para penjual makanan yang ada di pasar Gede dan data yang relevan tentang pasar Gede untuk penelitian .

d . Studi Pustaka

(26)

yang kiranya mempunyai kaitan langsung dengan judul masalah. Tahap ini digunakan untuk memperoleh data – data yang akurat sebagai pendukung data yang diperoleh dari pengamatan dan wawancara .

2 . Teknik Analisa Data

Setelah data dikumpulkan, kemudian menganalisanya. Pada tahap ini data dikumpulkan dan dimanfaatkan untuk menjawab persoalan yang diajukan dalam perumusan masalah. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena atau hubungan antar fenomena yang diteliti secara sistematis , faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki .

(27)

Untuk mempermudahkan pemahaman mengenai isi pembahasan laporan ini , maka dibuat sistematika sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Gambaran Umum Obyek Yang Diteliti berisi tentang Potensi Wisata di Kota Solo, Sejarah Pasar Gede Solo, dan Potensi Wisata Budaya dan Kuliner di Pasar Gede Solo.

BAB III Hasil Penelitian dan Pembahasan membahas mengenai Peran Pasar Gede Dalam Sejarah Kota Solo, Potensi Pasar Gede Sebagai Obyek dan Daya Tarik Wisata Budaya dan Kuliner di Kota Solo, Potensi Obyek dan Daya Tarik Wisata Dilihat Dari Analisa Pandekatan 4A+1P di Pasar Gede Solo, Usaha Pemerintah Dalam Pemberdayaan Pasar Gede Sebagai Obyek dan Daya Tarik Wisata Budaya dan Kuliner di Kota Solo,dan Kendala-kendala Yang Dihadapi Pemerintah Dalam Pemberdayaan Pasar Gede Sebagai Obyek dan Daya Tarik Wisata Budaya Dan Kuliner di Kota Solo.

(28)

BAB II

GAMBARAN UMUM OBYEK YANG DITELITI

A . Potensi Wisata Di Kota Solo

Kota Solo berdiri pada tahun 1745. Kota ini pernah menjadi pusat pemerintahan pada masa akhir Kesultanan Mataram. Setelah perpecahan Mataram, Solo menjadi pusat pemerintahan keraton Kasunanan Surakarta dan

Praja Mangkunegaran. Kedua pusat feodalisme Jawa ini memiliki keterkaitan

dengan Majapahit, karena dinasti Mataram merupakan keturunan dari raja-raja Kesultanan Demak, yang juga merupakan penerus suksesi dinasti Wijaya, sang pendiri Majapahit, dalam perkembangannya Solo menjadi kota dagang penting (di Solo berdiri Syarikat Dagang Islam pada tahun 1905), kota wisata dan kota budaya. Kota Surakarta, atau lebih dikenal dengan nama Kota Solo, adalah salah satu kota budaya dan sejarah di Pulau Jawa. Penyebutan dengan predikat ini demikian karena kota ini memiliki kisah yang panjang dan selalu tampil dalam panggung sejarah Indonesia. Sejak jaman pra-sejarah, jaman kuno, jaman Islam, jaman penjajahan kolonial, sampai jaman kemerdekaan, peran Kota Solo sebagai salah satu pusat budaya dan sejarah tidak pernah bisa diabaikan. Fakta tersebut menyebabkan sebagian dari berbagai produk budaya dan sejarah masih tertinggal dan bertahan di Solo dalam berbagai kondisi dan keadaan. Produk budaya dan sejarah tersebut dapat meliputi karya fisik atau arsitektur dari masa lampau yang kesemuanya itu berkaitan erat dengan wawasan identitas yang terbentuk dari sosok arsitektur dan lingkungan budaya yang beraneka ragam, antara lain seperti warisan arsitektur tradisional Jawa

(29)

dan warisan arsitektur peninggalan kolonial Belanda. Lebih jauh lagi bahwa produk budaya dan sejarah di Kota Solo tersebut dapat berwujud : kawasan tradisional seperti kawasan Kraton dan Alun-alun Kasunanan Surakarta; bangunan kuno seperti Benteng Vastenburg, Masjid Agung, Museum Radyapustaka, Stasiun Balapan, Pasar Gede Harjonagoro; monumen bersejarah dan perabot jalan seperti : Jembatan Pasar Gede, Gapura Klewer, Gapura Gading, Tugu Lilin, Monumen Stroomvals; ruang terbuka/taman seperti : Taman Sriwedari, Taman Balekambang. Kawasan bangunan cagar budaya sebagai salah satu peninggalan budaya dan sejarah di Kota Solo pada dasarnya merupakan suatu kawasan yang memiliki nilai historis dan merupakan sebuah kawasan yang memiliki warisan yang berupa bangunan dan disain arsitektur tertentu yang mencirikan keadaan masa lalu ataupun kondisi yang ada pada masa tersebut. Kawasan ini dulunya merupakan bagian dari salah satu pusat pemerintahan kerajaan di Jawa Tengah (Keraton Solo). Bangunan bersejarah, produk kesenian, makanan khas, serta hiburan mudah dijumpai di tempat ini dan di sudut-sudut sekitar kota ini. ( Sumber: www.surakarta.co.id, Selasa 1 Juni 2010 ).

(30)

daerahnya dan mengidentikan Solo sebagai salah satu pusat budaya atau yang lebih dikenal dengan “Solo Kota Budaya”.

Solo sebagai bagian dari wilayah negara Indonesia adalah kota yang mempunyai sejarah sosial dan budaya yang panjang , karena kota Solo memiliki dua kerajaan yang dikagumi oleh semua warga kota Solo pada khususnya dan seluruh warga Indonesia pada umumnya. Dua kerajaan yang ada di Solo yaitu Keraton Kasunanan Surakarta dan Pura Mangkunegaran. Masyarakat kota Solo yang bersifat heterogen mempunyai komunitas-komunitas etnis disetiap kampung di Solo. Kawasan wilayah kota Solo memang cukup terkenal dengan banyak potensi wisata yang terdapat didalamnya . Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap pendapatan daerah terutama dalam menghadapi otonomi daerah sekarang ini. Selain sebagai daerah tolak ukur berkembangnya bisnis, namun juga sebagai daerah pengembangan industri pariwisata. Berkembangnya industri pariwisata bermula dengan beragamnya serta kentalnya budaya yang ada serta melekat erat dihati masyarakat sekitar.Untuk menjadikan sebuah daerah perkembangan industri pariwisata , suatu daerah haruslah mempunyai lebih dari sebuah objek wisata yang tentunya menjadikan sebuah aset pemasukan bagi daerah .

(31)
(32)

dari karakter atau ciri khas yang membentuk kota ini sejak awal kota Solo berdiri hingga sekarang dan visi pembangunan Kota Solo adalah kota budaya yang berorientasi pada nilai masa lalu. Yang layak jadi catatan dari sisi konseptual, adalah konsep “masa lalu” sebagai konsep yang mengarah pada budaya”. Ciri budaya yang hendak ditampilkan Solo harus menjadi ikon kota dan mendapat posisi yang spesifik di tengah jangkar pariwisata Yogyakarta – Solo -Semarang. ( Sumber:www. Visit_Solo.net, Selasa 1 Juni 2010 ).

(33)

Selain itu pemerintah kota Solo juga meningkatkan pariwisata dengan adanya event-event kesenian dan festival-festival kuliner di kota Solo agar lebih dikenal wisatawan, dengan begitu objek wisata yang terdapat di kota Solo juga semakin meningkat jumlah kunjungan wisatawan baik wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara. Ditambah dengan wajah baru kota Solo yang semakin ramai dengan taman yang terdapat disepanjang jalan, sehingga menambah kesan sejuk dan dalam berwisata ke kota Solo terkesan lebih santai. Begitu pula dengan fasilitas-fasilitas pendukung yang lain yang telah siap dipergunakan sebagai sarana penunjang pariwisata di kota Solo. Kondisi jalan yang lebar dan baik, tersedianya air bersih dan penerangan yang baik, penginapan yang sudah pasti tersedia di kota Solo dengan berbagai macam pilihan dan kelas serta letak objek wisata yang tidak begitu jauh membuat kota ini menjadi kota wisata yang ramai dikunjungi wisatawan setiap harinya. Sehingga industri pariwisata di kota Solo dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang bekerja sama dengan instansi pemerintah dan sumber pendapatan kota Solo semakin meningkat . ( Sumber : www.Wikipedia .com, Selasa 1 Juni 2010 ).

(34)

tempat kelahiran organisasi dagang terbesar (Syarikat Dagang Islam), yang dengan sendirinya mengundang pelaku ekonomi dari berbagai masyarakat. Saat ini masih tampak kawasan perkampungan yang memiliki karakter arsitektur budaya etnis tertentu. Perkampungan masyarakat Cina adalah salah satu simbol perkotaan. Di Solo perkampungan Cina di kawasan Pasar Gede yaitu di Balong masih terawat dan memberi warna dominan pada tata ruang Solo, selain perkampungan masyarakat Arab di kawasan Pasar Kliwon yang juga memiliki nilai kultural khusus. Laweyan, Kauman, Balong, atau Pasar Kliwon adalah jejak sejarah perkembangan tata kota Solo, dengan warna arsitektur dan latar belakang sosiologisnya. Berbagai gedung dengan corak arsitektur Jawa, Eropa, Indis, Art Deco, Tionghoa, hingga Timur Tengah jika semua bisa dirawat dan dikonservasi, bisa dijadikan proyeksi sebagai tujuan wisata, yakni wisata kota tua. Oleh karena itu dalam penulisan tugas akhir ini akan mengulas tentang Pasar Gede Solo yang merupakan salah satu bangunan cagar budaya di kota Solo dan menyimpan potensi wisata yang dapat dikembangkan menjadi objek dan daya tarik wisata budaya dan wisata kuliner di Kota Solo. Dari pengembangan potensi wisata budaya dan kuliner yang ada di Pasar Gede, maka akan menarik minat wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata di Kota Solo dan berwisata kuliner serta belanja makanan khas Solo di Pasar Gede Solo.

B . Sejarah Pasar Gede Solo

(35)

daerah kerajaan Surakarta mengalami pembagian menjadi dua, akibat Perjanjian Giyanti, yaitu Surakarta dan Jogjakarta. Kedua daerah masing-masing kemudian terpecah lagi, timbulah 4 kerajaan yang oleh Belanda dinamakan Vostenlanden, yakni Kasunanan, Mangkunegaran, Kasultanan dan Pakualaman. Dalam filosofi kebudayaan Jawa dalam hubungannya dengan bangunan yang ada dikomplek keraton dikenal adanya Catur Gatra Tunggal, yaitu Keraton merupakan pusat pemerintahan, Alun-alun sebagai simbol suara rakyat, Masjid Agung sebagai tempat peribadatan, dan. Pasar sebagai sarana penghidupan rakyat.

(36)

Buwono X (1893-1939), dibangun pasar permanen yang kemudian dikenal dengan nama Pasar Gede Harjonagoro dengan arsitek Ir. Thomas Karsten dengan dana 650.000 gulden pada tahun 1927. Tiga tahun kemudian tepatnya tanggal 13 Januari 1930, Pasar Gede selesai dibangun dan diresmikan oleh Paku Buwono X dan GKR. Hemmas sebagai pasar rakyat monumental dua lantai, dengan arsitektur Kolonial Jawanis (Topologi pasar nyaris sempurna) pada lokasi lingkungan etnis Cina, yang bercitra arsitektur Cina Jawanis. Salah satu pasar tradisional yang menjadi warisan bangunan cagar budaya di Solo yaitu Pasar Gede.

( Sumber : Wawancara dengan Mulyono pegawai pengelola Pasar Gede Solo, Senin 5 Juli 2010 ).

(37)

persimpangan jalan, tepat di depan bangunan itu juga masih elegan di persimpangan antara Jalan Urip Sumoharjo dan Jalan Ketandan. Kita juga bisa melihat kemegahan bangunan ini saat melintas dari arah Jalan Jenderal Sudirman menuju Jalan Urip Sumoharjo.

Gambar 1 : Proses perjalanan sejarah Pasar Gede dari mulai pasar candi, pasar oprokan sampai pasar modern karya Ir. Thomas Karsten tahun

(38)

Sumber : Dokumentasi dari Solo Heritage Comunity

(39)

masuk utama pasar ini berkanopi lebar bertuliskan Pasar Gede dengan gaya tulisan Art Nouveau. Lantai untuk masuk berujud ramp, setelah hall masuk terdapat ruang terbuka, kemudian ruang-ruang los pasar membujur ke utara dan timur. Selain penjual daging, tentu saja tak beda jauh dengan pasar tradisional lainnya, ragam jualan Pasar Gede terdiri dari berbagai macam jenis dari kebutuhan pangan, sandang hingga kebutuhan pelengkap yang lain .

(40)

Dibatasi Kali Pepe, tepat di selatan Pecinan terdapat kompleks pemukiman untuk orang-orang Belanda dan bangsa Eropa namanya Lojiwetan.

Sampai sekarang, loji-loji itu masih kokoh berdiri. Pada masa kolonial di kawasan itu terdapat gedung (societet), semacam gedung kesenian untuk para penguasa Hindia Belanda. Kawasan Lojiwetan itu terletak di sebelah timur Benteng Vastenburg, kompleks tentara Belanda. Benteng itulah yang dijadikan pusat pertahanan kolonialis sekaligus untuk memantau gerak-gerik kaum pribumi, juga tentara kerajaan. Masih terkait dengan politik pecah-belah, di selatan Lojiwetan, pemerintah Hindia Belanda mengkotakkan keturunan Arab ke dalam sebuah perkampungan khusus, yang kini dikenal dengan nama Pasar Kliwon. Sebagai pusat interaksi yang terletak di kawasan Pecinan, bersebelahan dengan Pasar Gede terdapat Klenteng Avalokiteswara atau kini bernama Klenteng Tien Kok Sie. Tidak jelas asal-usulnya, namun kuat diduga klenteng memang biasa dibangun di daerah dimana komunitas keturunan Cina berada. Kali Pepe yang jaraknya hanya sejengkal dengan Pasar Gede, dahulu merupakan sarana transportasi utama bagi kaum pedagang yang menggunakan perahu atau kapal kecil . Apalagi, Kali Pepe terhubung dengan Sungai Bengawan Solo yang menghubungkan dengan dunia perdagangan internasional dengan pusatnya di Tuban dan Gresik, yang tak lain merupakan hulu sungai Bengawan Solo. (Sumber : www.wawasan_digital.com, Selasa 1 Juni 2010 ).

(41)

Kraton Surakarta. Mereka mengenakan pakaian tradisional Jawa berupa jubah dari kain (lebar dan panjang dari bahan batik dipakai dari pinggang ke bawah), beskap (semacam kemeja), dan blangkon. Pungutan jasa kemudian akan diberikan ke Istana Kasunanan. Pasar Gede terdiri dari dua bangunan yang terpisah, masing-masing terdiri dari dua lantai . Pintu gerbang di bangunan utama terlihat seperti atap singgasana yang kemudian diberi nama Pasar Gede. Arsitektur Pasar Gede merupakan perpaduan antara gaya Belanda dan gaya tradisional. Pada tahun 1947, Pasar Gede mengalami kerusakan karena serangan Belanda. Pemerintah Indonesia kemudian merenovasi kembali pada tahun 1949. Perbaikan atap selesai pada tahun 1981. Pemerintah indonesia mengganti atap yang lama dengan atap dari kayu. Bangunan kedua dari Pasar Gede, dahulu digunakan untuk kantor DPU yang sekarang digunakan sebagai pasar buah dan ikan hias. Kondisi bangunan pasar ini jauh lebih beradab dari pasar pada umumnya karena Thomas Karsten sudah mempertimbangkan atap, sirkulasi udara, masuknya cahaya agar kondisi pasar tidak pengap, lembab dan juga menciptakan iklim komunikasi yang baik dengan cara membuat lorong yang dibuat lebar untuk memudahkan interaksi antar pedagang. Dengan bijak ia melakukan semacam pengamatan akan kebiasaan masyarakat dan mempelajari kebudayaan setempat. Tidak seperti kebanyakan arsitek Belanda yang justru terkesan memaksakan ide “Belanda” pada bangunan-bangunan di Indonesia .

(42)

C. Potensi Wisata Budaya dan Kuliner di Pasar Gede Solo

(43)

sangat berpotensi dan berpeluang untuk dikembangkan menjadi suatu obyek dan daya tarik wisata unggulan baru di Kota Solo.

(44)

kromo inggil ketika menyapa pembeli. Karena itu keakraban antara penjual dan pembeli yang menjadi pelanggan tetap sangat terjaga dengan baik.

(45)

karena di Pasar Gede para pengunjung atau wisatawan akan melakukan perjalanan wisata dan membelanjakan uangnya untuk membeli makanan dan jajanan khas Solo dan dijadikan oleh-oleh untuk dibawa pulang ke daerah atau Negara asalnya.

Selain wisata kuliner, di Pasar Gede Solo juga memiliki potensi atraksi wisata budaya yang dapat menarik minat wisatawan baik wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara. Atraksi wisata budaya tersebut yaitu Garebeg Sudiro yang diadakan setiap satu tahun sekali yaitu pada perayaan Imlek. Acara yang dinamakan Garebeg Sudiroprajan ini digelar di depan kompleks Pasar Gede. Garebeg dengan gunungan biasanya diselenggarakan oleh keraton yang sudah menjadi tradisi ratusan tahun. Sedangkan kue keranjang merupakan kue khas dari daratan Tiongkok, dengan adanya gunungan kue keranjang menunjukkan terjadinya akulturasi budaya . Puncak acara garebeg adalah perebutan kue keranjang yang menyusun gunungan oleh ratusan warga yang menyesaki area depan Pasar Gede yang berhias lampion . Kue keranjang yang khas dari daratan Tiongkok dicampur gunungan yang merupakan tradisi Jawa menunjukkan terjadinya akulturasi atau percampuran budaya.

(46)
(47)

Belanda menempatkan mereka sebagai koloni. Tidak jauh dari Pecinan, terdapat koloni Arab di Pasar Kliwon. Di antara dua koloni itu, Belanda dan peranakan Eropa membuat kampung ‘pembatas’ yang di kemudian hari dikenal dengan nama loji Wetan. Itu semua merupakan strategi kolonialis Belanda untuk memperkuat kedudukannya sebagai penguasa Jawa, bahkan di atas Keraton Kasunanan. Strategi pecah belah dilakukan dengan memberi banyak kepercayaan kepada keturunan Cina, bahkan kedudukan setingkat lebih tinggi dibanding keturunan Arab. Padahal, fungsinya mereka sama yaitu sebagai pengumpul pajak dan penanggung jawab keamanan di masing - masing komunitas. (Sumber : www. kabar_soloraya .com, Jumat 18 Juni 2010).

(48)

Selain Garebeg Sudiro di Pasar Gede juga pernah dijadikan tempat untuk penyelenggaraan Festival Seni Pasar Kumandang yang berlangsung pada 18 – 20 Mei 2008 menjadi bukti vital pasar tradisional dalam peradaban manusia dan pertumbuhan kota. Acara-acara seni seperti seni musik tradisional, seni teater dan seni tari kontemporer dihadirkan dalam festival Seni Pasar Kumandang dengan suatu acuan bahwa pasar tradisional adalah ruang publik yang memiliki peran melahirkan dan menghidupi seni.

Pasar Gede merupakan pasar yang terletak pada daerah kekuasaan Keraton Kasunanan, dahulu ketika Keraton Kasunanan masih dalam masa kejayaannya raja Keraton Kasunanan mengadakan acara “ Angon Putu” yaitu raja Keraton Kasunanan mengajak semua keturunannya mulai dari anak, cucu, sampai cicitnya ke Pasar Gede dan di pasar itu mereka disebar dan disuruh membeli sesuai dengan keinginanya yang ada di Pasar Gede. Acara ini dilakukan ketika raja Keraton Kasunanan sedang merayakan hari kelahirannya.

(49)
(50)

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN MASALAH

A. Peran Pasar Gede Dalam Sejarah Kota Solo

Peran Pasar Gede dalam sejarah kota Solo yaitu sebagai simbol pasar pada jaman kerajaan Majapahit, simbol pasar pada jaman kerajaan Mataram, dan pasar sebagai fungsi perekonomian kota.

1. Pasar Gede menjadi simbol pasar dan kekuatan ekonomi kerajaan Majapahit pada abad ke 15. Jejak-jejaknya masih tampak dalam potret Pasar Gede yang juga disebut pasar candi.

2. Pasar Gede menjadi simbol kekuatan ekonomi kerajaan Mataram diperoleh sumbernya dari konsep pasar jaman Mataraman yaitu :

a. Potret Pasar Gede sekarang yang dibangun tahun 1930.

b. Pasar Gede pada jaman kejayaan keraton, waktu keraton Solo menghadap ke utara, maka kampung Kauman selalu berseberangan dengan kompleks Pasar Legi atau potret pasar gedenya Jogja yang dinamakan Pasar Beringharjo.

3. Pasar sebagai fungsi perekonomian kota, tanda-tanda tumbuhnya sektor perekonomian kota diawali dari tumbuhnya konsep pasar oprokan. Pasar ini memperdagangkan segala hasil bumi kepada masyarakat di kota dalam bentuk kegiatan pedagang oprokan yang sebenarnya merupakan proses

(51)

embrio dari sistem jual beli”barter”( tukar-menukar barang ) yang dilakukan dalam dunia perdagangan pertukaran barang di desa.

Apabila di Solo jejak-jejak sejarahnya pasar adalah komunikasi dari sistem pertukaran barang yang bobotnya dianggap bernilai dan bermutu, maka lokasi tempat itu selalu menjadi ingatan setiap orang yang berorientasi tetap pada penanggalan Jawa. Dengan demikian jejak-jejak peninggalan pasar di dalam kota Solo tidak lepas dari konsep penanggalan Jawa ” sepasaran”yang biasa diperingati pada persilangan hari- hari nasional. Misalnya hari selasa jatuh pada sepasaran Kliwon, demikian seterusnya hari senin jatuh pada sepasaran Legi. Itu berarti pasar Kliwon semestinya jatuh pada hari Selasa Kliwon dan pasar Legi jatuh pada hari Senin Legi.

(52)

ekonomi kota Solo. Pasar Gede telah berekspresi memasuki tiga dimensi ruang dan waktu (masa kerajaan, pos kolonial, dan kemerdekaan) untuk kepentingan struktural-fungsional pasar. ( Sumber : Wawancara dengan Drs. Soedarmono, SU,selaku Sejarawan Kota Surakarta, Jumat 18 Juni 2010 ).

(53)
(54)

modern itu merupakan “saingan” atau kompetitor yang menuntut pasar tradisional untuk peka terhadap hukum perubahan sosial dan kuasa kapitalisme modern. Pasar tradisional adalah bukti dari resistensi positif terhadap kondisi zaman yang mengarahkan hidup secara pragmatis dan materialistis. Pasar tradisional seharusnya memainkan peran dengan basis nilai-nilai kultural untuk bisa melegitimasi dan merealisasikan sistem ekonomi dalam orientasi kerakyatan dan kesejahteraan. Peran itu merupakan realisasi dari keberadaan pasar tradisional sebagai ruang transaksi ekonomi, ruang interaksi sosial, ruang komunikasi, dan ruang hiburan (kesenian). Pasar Gede yang merupakan salah satu pasar tradisional di kota Solo dan merupakan pasar tertua di kota Solo adalah penanda peradaban yang memiliki sejarah panjang dan bukti dari realisasi perubahan zaman.

B. Potensi Pasar Gede Sebagai Obyek dan Daya Tarik Wisata Budaya dan Kuliner di Kota Solo

(55)

industri pariwisata, suatu daerah harus mempunyai lebih dari sebuah obyek wisata.

(56)

dipengaruhi oleh etnis-etnis budaya yang ada di Solo. Di kota ini bukan masalah pedagang mencari pembeli tetapi pembeli yang mencari pedagang, dan kali ini penulis akan mengulas potensi wisata budaya dan wisata kuliner makanan atau jajanan pasar khas Solo yang dijual di Pasar Gede Solo.

(57)

makanan atau jajanan pasar khas Solo yang dijual di Pasar Gede Solo. Berikut ini atraksi wisata budaya yang diselenggarakan di Pasar Gede dan makanan tradisional khas Solo yang dijual di Pasar Gede Solo yang terkenal, legendaries dan sering dikunjungi wisatawan baik domestik maupun mancanegara antara lain :

B.1 Dawet Tlasih ”Bu Dermi

Gambar B.1 : Dawet Tlasih”Bu Dermi”di Pasar Gede Solo

Sumber: Dokumen Pribadi, Senin 5 Juli 2010

(58)

Bahkan, meski Pasar Gede telah direnovasi dua kali akibat terbakar pada tahun 1947 dan 2000, hingga kini Dawet Bu Dermi masih tetap eksis, dan bisa dinikmati hanya dengan harga Rp 4.000. Meskipun saat ini telah banyak penjual dawet telasih di sekitar Pasar Gede, Dawet Bu Dermi tetap yang selalu dicari banyak orang. Selain masih tetap menawarkan rasa yang tidak berubah sejak dahulu. Setiap hari sebanyak satu panci besar santan, satu panci besar kuah pemanis yang terbuat dari gula merah, ketam hitam, telasih ditambah es batu dibawa ke kios miliknya yang terletak di dalam Pasar Gede. Jika ada pembeli, Ny Tulus Subekti atau yang biasa dipanggil dengan Bu Uti ini selalu sigap melayani dengan mencampur semua bahan dalam satu mangkok. Saat ini ada beberapa penjual dawet ayu yang menjual minuman serupa, tetapi tetap saja pembeli lebih mengenal keberadaan dawet ayu Bu Dermi, dan sekarang penjual dawet bu dermi sudah mencapai generasi ke tiga.

B.2 Brambangasem dan Cabuk rambak “Bu Ngatmini”

(59)

Solo Sumber : Dokumen Pribadi, Senin 5 Juli 2010

(60)

rasanya gurih asin. Di atasnya kemudian ditutupi kerupuk gendar, makanan ini harganya Rp 2.000,00.

B.3 Gempol Pleret

Gambar B.3 : Gempol Pleret di Pasar Gede Solo

Sumber : Dokumen Pribadi, Senin 5 Juli 2010

(61)

pleret sudah mulai langka di jumpai di Kota Solo, bahkan di pasar Gede hanya ada satu orang penjual gempol pleret. Satu mangkok gempol pleret harganya Rp 3.000,00. Minuman unik dan segar ini sekarang sudah mulai susah dijumpai, jadi bisa dimasukkan kategori langka dan layak dilestarikan dan dilindungi oleh undang-undang.

B.4 Lenjongan

Gambar B. 4 : Lenjongan di Pasar Gede Solo

Sumber : Dokumen Pribadi, Senin 5 Juli 2010

(62)

makanan ringan tetapi juga cukup mengenyangkan , selain itu juga bisa dibawa pulang untuk dijadikan oleh-oleh tradisional khas Solo. Tetapi makanan ini gampang basi dan tidak bertahan lama karena merupakan jenis makanan basah sehingga harus segera dimakan biar tidak basi.

B.5 Timlo Sastro Solo

Gambar B.5 : Timlo Sastro Solo di Pasar Gede Solo

Sumber: Dokumen Pribadi, Senin 5 Juli 2010

(63)
(64)

dipergunakan Ibu Sri untuk menghitung berapa jumlah yang harus dibayar pengunjungnya, dan sambil menyantap timlo yang lezat, alunan langgam keroncong dari sebuah grup keroncong yang menyajikan lagu-lagu langgam Jawa, yakni keroncong dengan warna yang ‘Jawa banget'. Tempat makan ini selalu ramai dikunjungi dari pagi hingga sore. Cukup dengan Rp15.000,00 sudah bisa menikmati semangkuk timlo, sepiring nasi putih dan segelas teh manis. Deretan mobil dan motor pengunjung yang parkir menutupi warung pinggir jalan ini sekaligus menjadi bukti bahwa Timlo Sastro mendapat tempat di hati masyarakat Solo.

B.6 Babi Pincuk dan Bakpia Balong Pasar Gede

(65)

Sumber: Dokumen Pribadi, Senin 5 Juli 2010

(66)

memuaskan. Sementara ini ada 4 rasa, yaitu kacang hijau, kacang hitam, coklat, dan daging babi. Pada tiap hari libur anda yang ingin membawa bakpia ini sebagai oleh-oleh, sebaiknya datang sebelum jam 12.00 siang atau anda akan kehabisan. Penjual Babi Pincuk dapat dijumpai di sekitar Pasar Gede maupun berkeliling di jalan-jalan kota. Mereka berjualan bukan dengan tenda darurat ataupun bangunan permanen, melainkan mempergunakan pikulan sederhana meskipun kini ada pula yang menggunakan gerobak. Pada umumnya penjual Babi Pincuk berjualan hanya disiang hari. Babi Pincuk, sesuai dengan namanya, disajikan hanya dengan pincuk dari daun pisang. Tidak dimakan dengan nasi, Babi Pincuk berisi daging dan jeroan babi yang dipotong kecil-kecil dan disiram dengan kuah kecap yang manis dan sambal. Satu porsi Babi Pincuk harganya cukup terjangkau yaitu berharga Rp 5.000,00.

B.7 Garebeg Sudiro

(67)
(68)
(69)

merupakan peristiwa budaya, yang sengaja diciptakan untuk menambah event dalam kalender acara wisata kota Solo.

C. Potensi Objek Dan Daya Tarik Wisata Budaya Dan Kuliner Di Pasar Gede Dilihat Dari Analisa Pendekatan 4A+1P

Dalam pengelolaan dan pengembangan suatu objek wisata dibutuhkan metode atau analisa data yang lengkap agar dalam pelaksanaan program yang direncanakan dapat tercapai dan tepat pada sasaran yang diingkan. Kemudian dalam melakukan penelitian ini menggunakan suatu metode pengembangan objek wisata dengan pendekatan analisis 4A+1P ( Atraksi, Aksessibilitas, Amenitas, Aktifitas dan Pengelola ).

Hal tersebut dilakukan agar dalam merumuskan kajian permasalahan dapat diketahui secara pasti dan lengkap mengenai atraksi wisata yang ada, sarana dan prasarana yang dimiliki objek tersebut, akses yang bisa dipakai untuk menuju objek dan aktifitas yang dilakukan oleh wisatawan selama berada di objek maupun aktifitas yang dilakukan oleh warga setempat dalam menyediakan jasa wisata kepada wisatawan . Adapun hasil dari analisa selama berada di obyek wisata budaya dan kuliner Pasar Gede berdasarkan metode pendekatan 4A+1P adalah sebagai berikut :

1. Atraksi

(70)

obyek dan daya tarik wisata kuliner Pasar Gede, dengan harapan dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung di objek tersebut, misalnya : Garebeg Sudiro yang diselenggarakan setiap tahun baru Cina (Imlek). Acara yang dinamakan Garebeg Sudiroprajan ini digelar di depan kompleks Pasar Gede. Garebeg dengan gunungan biasanya diselenggarakan oleh keraton yang sudah menjadi tradisi ratusan tahun. Sedangkan kue keranjang merupakan kue khas dari daratan Tiongkok, dengan adanya gunungan kue keranjang menunjukkan terjadinya akulturasi budaya. Puncak acara garebeg adalah perebutan kue keranjang yang menyusun gunungan oleh ratusan warga yang menyesaki area depan Pasar Gede yang berhias lampion. Garebeg Sudiro merupakan perayaan Tahun Baru Imlek dengan bentuk kirab gunungan dari kue keranjang oleh warga Solo baik keturunan Tionghoa, Jawa maupun etnis lainnya. Simbol akulturasi Cina-Jawa sangat terasa, karena selain peserta berbusana etnik Cina dan Jawa, juga diramaikan dengan pesta lampion. Selain atraksi barongsai, juga dapat ditemukan festival jajanan dan pertunjukan musik tradisional Cina yang nyaris hilang sejak dilarang semasa Orde Baru.

2. Aksesibilitas

Aksesibilitas merupakan unsur penting dalam menganalisis suatu objek wisata agar objek tersebut dapat dijangkau oleh wisatawan baik dari segi sarana transportasi darat, atau udara serta fasilitas yang ada selama perjalanan menuju suatu objek dan daya tarik wisata .

(71)

berada di objek, diharapkan dari analisis ini akan diperoleh solusi terbaik untuk mengelola dan mengembangkan objek wisata ini menjadi objek wisata yang sering dikunjungi oleh wisatawan. Adapun uraian-uraian mengenai segi aksesibilitas sebagai berikut :

2.1 Akses Jalan

Kondisi jalan menuju objek wisata ini sudah cukup bagus, dari jalan utama Slamet Riyadi sampai jalan masuk objek sudah beraspal dan untuk kendaraan besar seperti bus pariwisata sudah dapat diparkirkan disekitar lokasi objek. Tetapi keadaan arus lalu lintas di sekitar Pasar Gede belum teratur dan belum tersedia lahan parkir yang memadai sehingga banyak mobil dan kendaraan bermotor diparkir di pinggir jalan yang mengakibatkan masih banyak terjadi kemacetan di beberapa ruas jalan di sekitar Pasar Gede. Pengembangan Pasar Gede menjadi obyek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner di Kota Solo harus ada kerja sama antara instansi pemerintah kota Solo dengan pihak swasta dan masyarakat kota Solo, untuk memperbaiki akses jalan dan menyediakan lahan parkir yang memadai agar tidak terjadi kemacetan di beberapa ruas jalan di sekitar Pasar Gede. Oleh karena itu para pengunjung dan wisatawan akan merasa tenang, aman dan nyaman ketika melakukan perjalanan wisata di Kota Solo khususnya di Pasar Gede.

2.2 Sarana Transportasi

(72)

kesulitan untuk menuju objek wisata ini, karena selain kendaraan pribadi wisatawan juga dapat menggunakan sarana transportasi umum seperti angkot, taksi dan bus bahkan juga ada transportasi tradisional seperti becak dan andong atau jasa travel agent yang sudah banyak di Solo juga dapat mengantar wisatawan menuju objek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner Pasar Gede. Sarana transportasi di Pasar Gede ini tidak akan ada masalah karena kondisi jalan yang berada dijalur umum dan terletak di tempat yang benar-benar strategis berada di pusat kota Solo. Selain itu untuk mengembangkan potensi Pasar Gede sebagai objek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner di Kota Solo harus disediakan sarana transportasi wisata khusus seperti sarana transportasi tradisional yaitu becak dan andong yang khusus disediakan untuk mengantarkan pengunjung dan wisatawan menuju ke Pasar Gede sehingga pengunjung dan wisatawan tidak merasa bingung ketika akan melakukan perjalanan wisata budaya dan kuliner di Pasar Gede Solo

2.3 Papan Petunjuk

(73)

dengan Gedung Balai Kota Solo, selain itu di depan Pasar Gede terdapat tugu jam yang menjadi ciri objek wisata ini dan menjadi maskot kota Solo.

3. Amenitas

Amenitas merupakan salah satu faktor penting dalam menganalisa objek wisata karena faktor ini dinilai mempunyai kaitan yang sangat erat dengan fasilitas-fasilitas yang ada di objek, sehingga akan mempengaruhi kemudahan dan kenyamanan wisatawan yang berkunjung ke suatu objek wisata. Sedangkan untuk amenitas yang berada di objek wisata Pasar Gede dapat dianalisa penulis dengan kriteria-kriteria fasilitas yang ada di objek sebagai berikut :

3.1 Akomodasi

Dalam hal ini objek wisata Pasar Gede yang berada di kota Solo mempunyai lokasi tempat penginapan yang cukup memadai dan fasilitas hotel terlengkap mulai dari hotel berkelas bintang lima sampai hotel berkelas melati dengan tarif yang sangat bervariasi dan terjangkau bagi wisatawan yang akan melakukan perjalanan wisata dan menginap di kota Solo. Adapun jenis dan tempat penginapan yang ada di sekitar objek dan masih dalam kawasan kota Solo dapat diuraikan dengan kategori harga dan kelas-kelas yang bisa dipilih oleh wisatawan jika dalam kegiatan wisatanya menginginkan sarana akomodasi sebagai tempat untuk singgah .

(74)

Untuk jenis fasilitas berupa rumah makan atau warung yang berada di dalam kawasan objek wisata kuliner Pasar Gede sangat banyak karena baik di luar maupun di dalam pasar banyak terdapat rumah makan / warung yang menyediakan menu masakan khas Solo, salah satunya yang terkenal dan legendaris di kota Solo yaitu rumah makan “Timlo Sastro”. Selain itu di dalam pasar juga banyak terdapat penjual yang menjajakan jajanan khas Solo seperti lenjongan, aneka kue, dawet tlasih“Bu Dermi”dan jajanan pasar yang sudah langka yang hanya terdapat di Pasar Gede yaitu cabuk rambak, gempol pleret.dan masih banyak lagi, karena Pasar Gede merupakan pasar tradisional terbesar dan terlengkap di kota Solo. Dari rumah makan dan warung makan tersebut wisatawan dapat memilih menu harga yang relatif terjangkau. Berbagai aneka makanan yang disajikan dan dijual sangat bervariasi dan beraneka macam. Wisatawan dapat memilih sendiri berbagai makanan sesuai dengan keinginan dan seleranya masing-masing, selain itu juga dapat dibeli untuk dijadikan oleh- oleh dan dibawa pulang ke daerahnya masing-masing. 3.3. Kantor Sekretariat dan Informasi

Pasar Gede mempunyai kantor pengelolaan pasar yang terletak di lantai dua pasar. Kantor Pengelolaan Pasar Gedhe ini bertugas sebagai berikut :

1. pengelolaan pendapatan dan pemeliharan kebersihan pasar 2. pengawasan dan pembinaan pedagang pasar

3. pengaturan los dan kios pasar

(75)

5. penyelenggaraan sosialisasi dengan masyarakat dan pedagang pasar.

Selain itu kantor pengelolaan pasar Gede juga bertugas memberikan informasi kepada pembeli, pengunjung atau wisatawan tentang semua potensi yang terdapat di dalam Pasar Gede yang dapat bermanfaat dan menambah pengtahuan wisatawan tentang potensi wisata budaya dan kuliner yang terdapat di Pasar Gede. ( Sumber : Wawancara dengan Mulyono petugas di kantor pengelola Pasar Gede, Senin 5 Juli 2010 ).

4. Aktifitas

Metode pendekatan dalam melakukan analisis objek menggunakan metode pendekatan 4A+1P, dengan memperhatikan aktifitas atau kegiatan wisata yang dapat dilakukan wisatawan maupun penduduk setempat. Adapun berbagai kegiatan yang dapat dilakukan oleh wisatawan maupun penduduk atau penjual setempat antara lain :

4.1 Wisatawan

(76)

kue keranjang oleh warga Solo baik keturunan Tionghoa, Jawa maupun etnis lainnya. Simbol akulturasi Cina-Jawa sangat terasa, karena selain peserta berbusana etnik Cina dan Jawa, juga diramaikan dengan pesta lampion. Selain atraksi barongsai, juga dapat ditemukan festival jajanan dan pertunjukan musik tradisional Cina yang nyaris hilang sejak dilarang semasa Orde Baru. Selain itu ada juga wisatawan dari Negara Belanda berkunjung ke Pasar Gede tidak hanya melakukan perjalanan wisata kuliner, wisata budaya dan berbelanja tetapi mereka juga melakukan perjalanan wisata sejarah, bernostalgia menelusuri jejak-jejak peninggalan bangunan Belanda dengan memotret bangunan Pasar Gede yang merupakan bangunan peninggalan sejarah yang dirancang oleh Ir. Thomas Karsten yang juga berkebangsaan Belanda.

4.2 Penduduk

(77)

wisata di Pasar Gede. Dari keramah-tamahan penduduk dan penjual di Pasar Gede maka pengunjung dan wisatawan akan merasa berkesan sehingga mereka akan kembali melakukan perjalanan wisata di kota Solo dan menjadikan Pasar Gede sebagai objek dan daya tarik wisata budaya serta sebagai tempat tujuan wisata yang utama di kota Solo.

5. Pengelola

Pasar Gede juga merupakan salah satu pasar tradisional yang terdapat di kota Solo dan dikelola oleh pemerintah kota Solo dibawah naungan dinas pengelolaan pasar dan bekerja sama dengan masyarakat sekitar pasar merawat dan mengelola Pasar Gede yang merupakan bangunan cagar budaya yang harus dilindungi, dirawat dan dikembangkan tanpa harus merubah bentuk aslinya. Selain itu di Pasar Gede terdapat berbagai macam organisasi sosial, diantaranya :

5.1 Paguyuban yang bernama KOMPPAG (Kelompok Paguyuban Pasar

Gede), dengan ketua paguyuban Bapak Wiharto dimana pada saat ini sedang mengalami demisioner dalam waktu yang tidak ditentukan. Paguyuban ini berperan sebagai lembaga perhimpunan para pedagang yang didalamnya berfungsi sebagai wadah untuk mewakili aspirasi para pedagang.

5.3 Keamanan, pada saat ini keamanan Pasar Gede ditangani oleh

(78)

pengamanan Pasar Gede dari pencurian dan dari kondisi yang tidak

diharapkan.

5.4 Arisan, kegiatan arisan ini tidak dikoordinir oleh paguyuban

melainkan dari para pedagang itu sendiri. Biasanya arisan dilakukan per blok dengan satu orang ketua.

Di pasar Gede terdapat beberapa tingkatan pedagang atau stratifikasi pedagang berdasarkan jenis dagangannya. Stratifikasi tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu :

Pedagang Grosir –> Pedagang Toko –> Pedagang Los –> Pedagang Oprokan (KTP) –> Pedagang Oprokan (non KTP).

( Sumber : Wawancara dengan Bapak Mulyono pegawai Kantor Pengelola Pasar Gede, Senin 5 Juli 2010 )

Tabel : Analisa Potensi Wisata Budaya dan Kuliner di Pasar Gede Berdasarkan Metode Pendekatan 4A + 1P

(79)

1 Atraksi Atraksi wisata yang terdapat di Pasar Gede yaitu garebeg Sudiro yang diseleggarakan setiap tahun baru Cina ( Imlek ).

*Peninggalan Sejarah

Pasar Gede merupakan pasar tradisional tertua di kota Solo dan merupakan salah satu peninggalan sejarah dan bangunan cagar budaya di kota Solo.

* Upacara Adat Garebeg Sudiro dan gunungan kue keranjang yang diselenggarakan di Pasar Gede setiap tahun baru Cina

* Kesenian Kesenian yang diselenggarakan pada tahun baru cina (Imlek) di Pasar Gede Solo yaitu kesenian Barongsai, karena penduduk di sekitar Pasar Gede mayoritas etnis keturunan tionghoa.

* Minat Khusus -

2 Aksesibilitas Kondisi jalan, sarana transportasi dan papan penunjuk menuju Pasar Gede sudah tersedia dengan fasilitas yang memadai, aman dan nyaman.

* Kondisi Jalan Kondisi jalan sudah cukup bagus, sebagian besar jalan menuju objek sudah beraspal . *Sarana

Transportasi

Sarana tranportasi sudah tersedia dengan fasilitas yang memadai dan aman.

* Papan Penunjuk Belum tersedia papan penunjuk jalan yang jelas terpampang dipinggir jalan menuju Pasar Gede.

3 Amenitas Sudah cukup baik karena fasilitasnya sudah sangat memadai dengan sumber daya manusia yang professional dan berkualitas.

* Akomodasi Sudah tersedia hotel dengan berbagai kelas, baik hotel kelas bintang maupun hotel kelas melati, dengan tariff yang sangat bervarisi sesuai dengan fasilitasnya masing-masing. * Rumah makan Terdapat rumah makan yang menyajikan menu

makanan yang berkualitas baik dengan harga terjangkau .

(80)

Bangunan Pasar Gede terdiri dari 2 (dua) bangunan :

1. Bagian Barat (1.364 m²). Menyediakan jenis dagangan buah – buahan dan ikan hias.

2. Bagian Timur (5.607 m²) Menyediakan dagangan kebutuhan sehari – hari dan mempunyai spesifikasi menyediakan makanan khas Solo (aneka kue tradisional,dawet,intip,ampyang,serabi,pecel,gethuk dsb). Fasilitas Pasar antara lain : Kantor Pasar, Lahan Parkir seluas 390 m²,

Mushola, MCK, Pos Keamanan, Sarana pemadam kebakaran (hydrant dan APAR), Sarana bongkar muat Sarana kebersihan (Container, Bin sampah, TPS (Tempat Pembuangan Sampah Sementara)

Terdapat poliklinik kesehatan di sekitar objek .

* Jasa Pemandu Belum tersedia . *Papan Keterangan

Objek

Belum tersedia papan keterangan objek di pinggir jalan menuju objek, maka perlu dibuat papan keterangan menuju Pasar Gede dalam

jajanan pasar khas Solo di Pasar Gede Solo. * Penduduk Berjualan makanan, minuman, souvenir, dan

penyediaan jasa angkutan seperti ojek .

5 Pengelola Objek wisata budaya dan kuliner di Pasar Gede Solo dikelola oleh pemerintah kota Solo . * Pemerintah Pasar Gede dikelola oleh Dinas Pengelolaan

Pasar Surakarta

* Swasta / Yayasan -

(81)

D. Usaha Pemerintah Dalam Pemberdayaan Pasar Gede Sebagai Objek Dan Daya Tarik Wisata Budaya Dan Kuliner Di Kota Solo

Identitas sebagai Kota Budaya sangat akrab dan melekat lama di Kota Solo. Hal itu tidak lepas dari peninggalan berbagai warisan pusaka (heritage) berupa tangible heritage (bendawi) dan intangible heritage (nonbendawi). Sebuah upaya pelestarian sudah menjadi kehendak seluruh warga Kota Solo. Sebab pelestarian warisan pusaka sebagai tanda proses perubahan serta perkembangan kota yang terjadi secara alamiah. Secara berurutan tanpa harus kehilangan masa lalu yang dapat dijadikan cermin untuk pembangunan masa depan. Oleh karena itu usaha Pemkot kota Solo dengan semboyan Solo Past Solo Future, Solo ke depan Solo masa lalu tidak boleh kehilangan makna. Pasar Gede merupakan salah satu bangunan peninggalan sejarah di Kota Solo yang harus dirawat dan dikembangkan, maka usaha Pemerintah Kota Solo dalam pemberdayaan Pasar Gede sebagai objek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner di Kota Solo yaitu dengan cara sebagai berikut :

(82)

berbagai strategi budaya guna mencipta kembali unsur kebudayaan Jawa.

2. Berdayakan peran sekolah melalui muatan lokal dalam pembelajaran. Pemberdayaan budaya sekolah (empowering school culture) menjadikan sekolah motor penggerak dalam perubahan struktur dan perkembangan masyarakat untuk mencintai warisan budaya yang ada. Begitu juga dengan berbagai warisan budaya (heritage culture), mampukan melestarikan dan memberdayakan kota.Menjadi kewajiban kita masyarakat untuk peduli mempertahankan dan melestarikan warisan pusaka (heritage). Sebab warisan budaya dan kuliner Kota Solo merupakan peninggalan yang masih bisa dilihat dan dibanggakan.

(83)

dan harapan besar untuk melestarikan. Rasa memiliki tumbuh, niat mempertahankan ada, upaya mengembangkan sudah masuk rencana kolektif, tinggal optimalisasi peranan warga agar ikut merasa bertanggung jawab terhadap warisan budaya Kota Solo.

4. Banyaknya bangunan bersejarah karya Thomas Karsten yang ada di Solo memerlukan diadakannya konservasi (pemeliharaan) dan preservasi (pelestarian). Hal ini dilakukan karena semakin banyaknya bangunan tersebut terancam rusak, punah dan terkena penggusuran. Sesuai dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, dimana perlindungan terhadap Kota Solo tidak hanya pelestarian kota saja melainkan harus secara menyeluruh menyangkut sejarah, geografis, struktur serta seluruh kehidupan kota.

5. Meningkatkan promosi dan penjualan wisata kuhusnya wisata budaya dan kuliner dikota Solo harus ditingkatkan dengan cara mengemas wisata budaya dan kuliner dalam bentuk paket-paket wisata yang menarik minat wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata di Kota Solo khususnya di Pasar Gede.

(84)

tersendiri yang terdapat pada perpaduan arsitektur antara gaya Belanda dan tradisional Jawa membuat pasar ini tampak eksotis dan perpaduan potensi wisata budaya dan kuliner dari berbagai etnis (Jawa, Arab, Cina) dikota Solo juga mempengaruhi jenis dagangan yang dijual di pasar Gede sehingga dapat menarik perhatian wisatawan.

7. Pemerintah kota Solo bekerja sama dengan pihak swasta dan masyarakat kota Solo memperbaiki akses jalan dengan menyediakan lahan parkir yang memadai disekitar Pasar Gede agar tidak terjadi kemacetan di beberapa ruas jalan di sekitar Pasar Gede dan menyediakan sarana transportasi wisata yang khusus disediakan untuk mengantarkan wisatawan menuju Pasar Gede Solo.

8. Resep untuk membuat Pasar Gede menjadi objek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner tujuan wisatawan yaitu dengan cara pedagang yang berada di Pasar Gede harus memberikan pelayanan yang baik dengan selalu menyapa pembeli atau wisatawan serta murah senyum, sehingga menarik perhatian pembeli atau wisatawan.

(85)

harus tersedia di Pasar Gede, serta Pasar Gede harus dibuat lebih bersih lagi, dengan fasilitas toilet yang juga bersih, dan los-los atau kios-kios di Pasar Gede harus dirapikan dan ditata sesuai dengan jenis dagangan yang dijual sehingga pembeli atau wisatawan tidak kebingungan lagi dalam mencari barang yang mereka inginkan untuk dibeli, pastilah pembeli atau wisatawan akan senang berbelanja di sini juga.

10. Pemerintah kota Solo untuk mengembangkan Pasar Gede sebagai objek wisata budaya dan kuliner seharusnya rutin menyelenggarakan festival makanan jajanan pasar tradisional khas Solo yang ada di Pasar Gede dan digabung dengan penyelenggaraan atraksi wisata budaya kota Solo sehingga pengunjung dan wisatawan dapat menyaksikan atraksi wisata budaya sambil menikmati makanan atau jajanan pasar khas Solo yang ada di Pasar Gede Solo

(86)

E. Kendala-kendala Pemberdayaan Pasar Gede Sebagai Objek Dan Daya Tarik Wisata Budaya Dan Kuliner Di Kota Solo

Kendala dan tantangan yang cukup berat dihadapi oleh pemerintah kota Solo dalam pemberdayaan Pasar Gede sebagai obyek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner di kota Solo, kendala-kendala tersebut antara lain :

1. Di era globalisasi dan modern di mana kapitalisme mengendalikan dunia. Hedonisme, individualisme dan konsumerisme melanda kehidupan masyarakat Solo.

2. Kota Solo yang luas wilayah 44,04 km² namun mulai kehabisan area publik. Pasalnya ruang publik yang dimiliki tinggal 4-5 hektare saja, janganlah kemudian demi perkembangan kota mengorbankan area warisan budaya yang ada. Sebab penataan ruang publik berkaitan dengan perencanaan tata ruang, pemanfaatan, perlindungan kawasan budaya, pemberdayaan, pengendalian, kenyamanan dan keamanan.

Gambar

Gambar 1 : Proses perjalanan sejarah Pasar Gede dari mulai pasar
Gambar B.1 : Dawet Tlasih”Bu Dermi”di Pasar Gede Solo
Gambar B2 : Brambangasem & Cabuk Rambak “Bu Ngatmini”di Pasar Gede
Gambar B.3 : Gempol Pleret di Pasar Gede Solo
+4

Referensi

Dokumen terkait

Medan bulan September 2013 J.ang akan datang; Kolegium obgin akan membedkan.. penghargaan kepada lulusan terbaik periode Juli 2012 - Juni 2013

Ziyaadaat bahwa kepemilikan tetap ada dalam kasus ini.Imam Al Mirgiani juga mengatakan Bahwa inilah pendapat yang benar, karena penjual dalam konteks seperti itu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa p elaksanaan penegakan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan penyalahgunaan narkotika di Kabupaten Majene belum berjalan secara

Untuk dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam memperbaiki mutu pembelajaran, ada tiga hal yang harus diwujudkan yaitu (1) peserta belajar dan

[r]

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Probolinggo Tahun 2006- 2010”. Skripsi ini disusun

Dari persamaan menjelaskan bahwa konsentrasi larutan akan berbanding terbalik dengan nilai konduktifitasnya, hal tersebut terjadi karena dalam larutan yang pekat ion ion

Penambahan BA ke dalam media MS pada konsentrasi 1 – 2 mg L -1 esensial untuk terjadinya organogenesis pada eksplan daun melinjo, dengan frekuensi organogenesis tertinggi