PENGARUH PEMBERIAN MINYAK ATSIRI DARI DAUN SIRIH (Piper betleLinn)
TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERIStaphylococcus aureusRosebanch
INFLUENCE THE GRANTING OF ESSENTIALS OIL FROM LEAVESOF THE BETLE (Piper betleLinn) AGAINST THE GROWTH OF BACTERIA
Staphylococcus aureusRosebanch
Flentina Meri Kristin Simanjuntak1, dan Rosita Tarigan2
Universitas Negeri Medan, Medan1* Email: meriflentina65@gmail.com
(Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Medan, Jalan Willem Iskandar Psr.V, Medan Estate, 20221. Telp. (061) 6625970)
Unversitas Negeri Medan, Medan2
ABSTRACT
.
The research method used was experimental method using Random Design complete (RAL) Non Factorial with 3 degrees of treatment, namely A0 = 0%, A1 = 0.1%, A2 = 0.5%, A3 = 1%, A4 = 2% and A5 = 3%. To know the success rate is done with 4 replicates with unit testing as many as 24 units. From the results of the analysis of research data shows that the provision of essential oil from the leaves of the betel (Piper betle Linn) with different concentrations of different inhibitory zones affect the bacteria Staphylococcus aureus Rosebanch. The Diameter of the zones of drag on the concentration of 0% is 0 mm, diameter drag zone on the concentration of 0.1% is 1.3 mm, the diameter of the zones of drag at a concentration of 0.5% is 1.5 mm, the diameter of the zones of drag at concentrations of 1% is 1.6 mm, the diameter of the zones of drag on the concentration of 2% is 1.8 mm, and the diameter of the zones of drag at 3% concentration was 2.1 mm. Diameter drag the smallest zone generated by the essential oil from the leaves of the betel (Piper betle Linn) with concentrations of 0%. And the diameter of the largest drag zone generated by the essential oil from the leaves of the betel (Piper betle Linn) with a concentration of 3%. Inhibitory power of essential oils are said to be effective when the drag power of essential oils from the leaves of the betel leaves are present in the highest concentration of 3% with a diameter of 2.1 mm.
Keywords: Essential oils, the bacteria Staphylococcus aureus Rosebanch, concentration, the diameter of the zones of drag.
ABSTRAK
dihasilkan oleh minyak atsiri dari daun sirih (Piper betle Linn) dengan konsentrasi 3%. Daya hambat minyak atsiri dikatakan efektif ketika daya hambat dari minyak atsiri dari daun sirih paling tinggi terdapat pada konsentrasi 3% dengan diameter 2,1 mm.
Kata kunci : Minyak atsiri, bakteri Staphylococcus aureus Rosebanch, konsentrasi, diameter zona hambat.
1. PENDAHULUAN
Bakteri merupakan salah satu mikroba yang mempengaruhi kehidupan manusia. Di
daerah tropis seperti Indonesia, penyakit yang disebabkan oleh bakteri patogen memiliki
peringkat yang cukup tinggi dalam urutan penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat.
BakteriStaphylococcus aureus dapat menyerang seluruh tubuh. Bentuk klinisnya
tergantung dari bagian tubuh yang terkena infeksi. Toxic shock syndrome merupakan
suatu keadaan yang ditandai dengan panas mendadak, diare, syok, diffuse maculo
erythematous rash, hiperemi pada konjungtiva, orofarings, dan membran mucus vagina.
Keracunan makanan terjadi akibat menelan makanan yang telah terkontaminasi dengan
enterotoksin stafilokokus. Jenis keracunan makanan seperti ini disebut tipe toksik. Masa
inkubasi singkat (2 – 6 jam) dan gejala yang timbul biasanya muntah dan diare, tetapi
biasanya dapat sembuh spontan (dalam 24 – 36 jam) (Dzenet al,. 2003).
Infeksi bakteri ini pada kulit umumnya dalam bentuk impetigo, folliculitis, furuncle
abscesses (abses), carbuncle (bisul) dan luka lecet yang terinfeksi. Dasar dari lesi pada
impetigo “scalded skin” (luka bakar) yang lain daripada yang lain disebabkan oleh strain
Staphylococcus aureus, sebagian besar tergolong dalam group II yang memproduksi
toksin epidermik (Nasution, 2014).
Dalam bidang pengobatan antibiotik, saat ini sudah banyak bakteri yang resisten
terhadap obat antibiotik karena pemakaian yang tidak sesuai aturan sehingga merubah
pola kerja dari bakteri tersebut. Sebagai alternatif dari penggunaan antibiotik tersebut,
bisa digunakan antibakteri yang berasal dari alam, diharapkan tidak menimbulkan
resistensi, lebih alami dan meminimalisir masuknya zat-zat kimia dalam tubuh (Salleh,
1997).
Berkembangnya ilmu pengetahuan khususnya dibidang kesehatan memberikan
dampak terhadap cara hidup dan kebiasaan masyarakat. Akan tetapi banyak hal,
diantaranya dalam pengobatan tradisional, tetap bertahan dan merupakan kebiasaan
yang diwariskan secara turun-temurun. Pemanfaatan tanaman sebagai bahan baku untuk
keperluan obat telah merupakan warisan nenek moyang yang cukup lama dengan
cara pengolahan yang sederhana. Salah satu tanaman yang telah lama digunakan untuk
keperluan pengobatan adalah sirih (Kuspriyanto, 1989).
Sejak dahulu orang telah mempergunakan berbagai macam tumbuhan untuk
dan kebanyakan dari mereka menggunakan peranan dan pengalaman pengalaman
mereka. Berbeda dengan masyarakat yang telah maju seperti halnya dengan bangsa
Tionghoa pada zaman dahulu telah pandai dalam bidang obat obatan yang berasal dari
tumbuh tumbuhan (Hasairin, 2009).
Sejak zaman dahulu sudah diketahui kalau sirih mampu menghambat
pertumbuhan kuman, terutama Candida albicans yang sering menyebabkan keputihan
pada wanita. Infusum sirih dapat menghambat pertumbuhan Esscheria coli,
Staphylococcus koagulase positif,Salmonella thyposa, bahkanPseudomonas aeroginosa
yang kerap kali resisten terhadap antibiotik.
Bagi masyarakat Indonesia, sirih merupakan tanaman yang sudah dikenal secara
luas. Sirih digunakan untuk berbagai keperluan, baik untuk upacara adat, kesehatan
maupun kecantikan. Secara tradisional sirih banyak digunakan untuk obat batuk, obat
sakit gigi, mengeringkan luka, dan lain lain (Yanti et al, 2000).
Sirih (Piper betle Linn) merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak
manfaatnya. Penggunaan daun sirih sebagai obat biasanya diberikan dalam bentuk
godogan, daun segar yang dimemarkan atau ditumbuk halus, ekstrak ataupun dalam
bentuk minyak atsiri (Soedibjo, 1991).
Daun sirih (Piper betle Linn) secara umum telah dikenal masyarakat sebagai
bahan obat tradisional. Seperti halnya dengan antibiotika, daun sirih juga mempunyai
daya antibakteri. Kemampuan tersebut karena adanya berbagai zat yang terkandung
didalamnya (Sastroamidjojo, 1997).
Ekstrak daun sirih telah dikembangkan dalam beberapa bentuk sediaan seperti
pasta gigi, sabun, obat kumur karena daya antiseptiknya. Sediaan perasan, infus, ekstrak
air-alkohol, ekstrak heksan, ekstrak kloroform maupun ekstrak etanol dari daun sirih
mempunyai aktivitas sebagai antibakteri terhadap gingivitis, plak dan karies (Suwondoet
al., 1991).
Ekstrak daun sirih juga telah diuji evektifitasnya sebagi antibakteri terhadap
mastitis subklinis. Bakteri yang diuji berasal dari hasil isolasi susu sapi penderita mastitis
subklinis yaitu Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Streptococcus
agalactiae.Hasil uji in vitro menunjukkan bahwa ekstrak daun sirih mempunyai efektivitas
sebagai antibakteri terhadap ketiga bakteri uji tersebut (Alfarisi, 2009).
2. METODE PENELITIAN.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2014 di Balai Laboratorium
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Daun sirih (Piper betle Linn)
sebanyak 1000 gram, Biakan murni bakteri Staphylococcus aureus Rosebanch, NaSO4
anhidrant, Etanol, Media Mueller Hinton Agar (MHA) dan etanol.
Tahap Pelaksanaan Penelitian
Ekstraksi Daun Sirih
Daun sirih dirajang lalu dimasukkan kedalam labu destilasi, setelah dimasukkan
kedalam labu destilasi lalu ditambahkan dengan aquadest sebanyak ¾ bagian.
Selanjutnya dilakukan proses destilasi dengan uap dan air selama 4 jam, selanjutnya
diperoleh hasil berupa destilat dan kemudian ditampung dengan botol vial berukuran 5 ml.
Lalu ditambahkan NaSO4 anhidrant yang bertujuan untuk memisahkan air yang
terkandung dalam minyak tersebut. Lalu diperoleh minyak atsiri dan kemudian disimpan
dalam kulkas sebelum digunakan yang bertujuan untuk menghindari terjadinya
penguapan.
Cara Pembuatan Konsentrasi Minyak Atsiri
Konsentrasi minyak atsiri yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 0%, 0,1%,
0,5%, 1%, 2% dan 3%.Cara membuat konsentrasi minyak atsiri sebagai berikut:
1. Untuk membuat 0,1% minyak atsiri : 0,1 ml minyak atsiri dicampur dengan etanol
sebanyak 99, 9 ml didalam gelas ukur.
2. Untuk membuat 0,5% minyak atsiri : 0,5 ml minyak atsiri dicampur dengan etanol
sebanyak 99,5 ml didalam gelas ukur.
3. Untuk membuat 1% minyak atsiri : 1 ml minyak atsiri dicampur dengan etanol
sebanyak 99 ml didalam gelas ukur.
4. Untuk membuat 2 % minyak atsiri : 2 ml minyak atsiri dicampur dengan etanol
sebanyak 98 ml didalam gelas ukur.
5. Untuk membuat 3% minyak atsiri : 3 ml minyak atsiri dicampur dengan eanol sebanyak
97 ml didalam gelas ukur.
Pembuatan Media Agar
Sebanyak 28 gram MHA dimasukkan ke dalam beker gelas lalu ditambah 1 liter
aquades steril kemudian dipanaskan sambil diaduk selama 10 menit. Setelah itu bahan
dimasukkan kedalam tabung reaksi sebanyak 24 buah lalu ditutup dengan kapas. Tabung
reaksi yang berisi Nutrient tersebut dimasukkan ke dalam autoklaf pada suhu 121°C
Mempersiapkan BakteriStaphylococcus aureus
Bakteri Staphylococcus aureus diperoleh dari media miring diambil dengan
menggunakan jarum ose yang telah terlebih dahulu disterilkan diatas lampu bunsen lalu
didinginkan selama 30 detik. Bakteri yang kemudian diamsukkan kedalam tabung reaksi
yang telah berisi nutrient. Kemudian dimasukkan kedalam inkubator pada suhu 37°C
selama 24 jam.
Pengenceran Sampel BakteriStaphylococcus aureus
Sebelum dilakukan pengenceran terlebih dahulu disiapkan 6 buah tabung reaksi
steril yang telah berisi aquaest steril sebanyak 9 ml. Masing masing tabung ditambahkan
1 ml bakteri Staphylococcus aureus yang telah diinkubasi selama 24 jam. Ini dilakukan
secara bertahap yaitu:
1. 1 ml sampel Staphylococcus aureus dimasukkan kedalam tabung I yang berisi
aquades sebanyak 9 ml, sehingga konsentrasi larutan menjadi 10-1
2. 1 ml sampel tabung I dimasukkan kedalam tabung II yang berisi aquades sebanyak 9
ml, sehingga konsentrasi larutan menjadi 10-2
3. 1 ml sampel tabung II dimasukkan kedalam tabung III yang berisi aquades sebanyak 9
ml, sehingga konsentrasi larutan menjadi 10-3
4. 1 ml sampel tabung III dimasukkan kedalam tabung IV yang berisi aquades sebanyak
9 ml, sehingga konsentrasi larutan menjadi 10-4
5. 1 ml sampel tabung IV dimasukkan kedalam tabung V yang berisi aquades sebanyak 9
ml, sehingga konsentrasi larutan menjadi 10-5
6. 1 ml sampel tabung V dimasukkan kedalam tabung VI yang berisi aquades sebanyak 9
ml, sehingga konsentrasi larutan menjadi 10-6
Dalam hal ini bakteri yang digunakan dalam media agar adalah bakteri dengan
tingkat pengenceran 10-6. Dengan menggunakan tingkat pengenceran 10ˉ 6 pada bakteri
maka dapat dihitung jumlah koloni yang tepat karena jumlah koloni yang paling praktis
diamati adalah 30 – 300 koloni.
Mencampurkan Minyak Atsiri Daun Sirih (Piper betleLinn) dengan Media Agar dan
Staphylococcus aureus
Minyak atsiri daun sirih yang diencerkan dimasukkan kedalam petridish sesuai
dengan konsentrasi kemudian ditambahkan sampel bakteri Staphylococcus aureus
sebanyak 1 ml yang berasal dari pengenceran 10ˉ6 kedalam petridish tadi selanjutnya
ditambahkan media MHA, lalu digoyang membentuk angka 8 agar merata. Setelah dingin
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus setiap 1×24 jam dengan Colony Counter
(Tarigan, 1988)
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan dari pengamatan yang telah dilakukan tentang pengaruh pemberian
minyak atsiri dari daun sirih (Piper betle Linn) terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureusRosebanch maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Hasil Penelitian
Daya Hambat Minyak Atsiri dari Daun Sirih (Piper betle Linn) Terhadap
Pertumbuhan BakteriStaphylococcus aureusRosebanch
Daya hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus Rosebanch yang
ditanam dengan media MHA ditambah minyak atsiri daun sirih (Piper betle Linn) dapat
dilihat pada Tabel 1. Pada Tabel tersebut dapat dilihat bahwa daya hambat minyak atsiri
daun sirih yang paling tinggi terdapat pada konsentrasi 3%. Masa inkubasi semua
perlakuan adalah 1× 24 jam.
Tabel 1. Daerah Hambat Pengaruh Pemberian Minyak Atsiri dari Daun Sirih (Piper betle
Linn) Terhadap Pertumbuhan BakteriStaphylococcus aureusRosebanch.
Perlakuan Ulangan Total Rata rata
I II III IV
A0 0 0 0 0 0 0
A1 1,3 1,3 1,5 1,6 5,7 1,425
A2 1,5 1,5 1,7 1,8 6,5 1,625
A3 1,6 1,6 1,8 1,9 6,9 1,725
A4 1,8 1,8 2,0 2,1 7,7 1,925
A5 2,1 2,1 2,2 2,3 8,7 2,175
Total 8,3 8,3 9,2 9,7 35,5 8,875
Konsentrasi Minyak Atsiri Yang Paling Efektif Dalam Menghambat Pertumbuhan
BakteriStaphylococcus aureusRosebanch
Diameter daerah hambat yang terjadi pada pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus Rosebanch tampak berbeda beda dari masing masing perlakuan. Dimana zona
hambat yang terkecil adalah 0 mm pada konsentrasi minyak atsiri dari daun sirih (Piper
betleLinn) 0% dan diameter zona hambatan yang besar adalah 2,1 mm pada konsentrasi
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat penghambatan perkembang biakan bakteri
Staphylococcus aureus Rosebanch oleh minyak atsiri daun sirih (Piper betle Linn)
mengalami kenaikan dari 0% hingga 3%. Dengan demikian pada konsentrasi minyak atsiri
daun sirih (Piper betle Linn) 3% sangat efekftif dalam menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus
Untuk mengetahui Pengaruh Pemberian Minyak Atsiri dari Daun Sirih (Piper betle
Linn) Terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus Rosebanch dapat dilihat
pada Gambar 1 dibawah ini:
Gambar 1. Grafik Pengaruh Pemberian Minyak Atsiri dari Daun Sirih (Piper betle Linn) Terhadap Pertumbuhan BakteriStaphylococcus aureusRosebanch
4. PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak atsiri dari daun sirih mampu
menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus Rosebanch. Hal ini diduga
karena ada kandungan senyawa seskuiterpen dan eugenol di dalam minyak atsiri daun
sirih. Senyawa ini berperan aktif sebagai bahan antiseptik yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteriStaphylococcus aureusRosebanch.
Eugenol merupakan suatu senyawa kimia yang digunakan sebagai antiseptik
antimikroba. Menurut Herborne (1984) eugenol merupakan senyawa kimia turunan fenil
propanoid dimana fenil propanoid merupakan salah satu turunan dari senyawa fenol.
Senyawa seskuiterpen merupakan suatu senyawa kimia yang mudah menguap dan
merupakan komponen utama dari minyak menguap atau minyak atsiri, seskuiterpen
merupakan senyawa turunan dari golongan terpenoid.
Eugenol bekerja dengan merusak membran sel, mengganggu lapisan fosfolipid
makromolekul dan ion dalam sel akan keluar, menyebabkan kerusakan ataupun kematian
dari sel tersebut.
Menurut Dzen (2003) senyawa fenol merupakan suatu senyawa yang dapat
digunakan sebagai antiseptik seperti yang digunakan oleh Sir Joseph Lister untuk
mencuci alat alat sebelum operasi. Turunan senyawa fenol (fenolat) banyak terjadi secara
alami sebagai flavonoid, alkaloid, dan senyawa fenolat yang lainnya, salah satu contoh
senyawa fenolat adalah heksaklhorofen. Heksaklhorofen digunakan dalam bentuk sabun
atau losion, untuik alat alat bedah, kosmetik, deodorant dan pasta gigi. Efektif sebagai
bakteriostatik terhadap bakteri gram positif seperti Staphylococcus dan Streptococcus.
Menurut Harborne (1984) senyawa terpenoid merupakan senyawa metabolit
sekunder pada tumbuhan, terpenoid merupakan komponen penyusun banyak minyak
atsiri yang dihasilkan tumbuhan. Terpenoid dapat digunakan sebagai pengobatan dan
kesehatan, secara kimiawi senyawa terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat
didalam sitoplasma sel tumbuhan.
Menurut Jawetzet al., (2001) pertumbuhan bakteri yang terhambat atau kematian
bakteri akibat suatu zat antibakteri dapat disebabkan oleh penghambatan terhadap
sintesis dinding sel, penghambatan terhadap fungsi membran sel, penghambatan
terhadap sintesis protein, atau penghambatan terhadap sintesis asam nukleat.
Diantara berbagai kerusakan yang terdapat pada sel tersebut, yang mungkin
terjadi pada bakteriStaphylococcus aureus akibat pemberian minyak atsiri dari daun sirih
adalah penghambatan terhadap sintesis dinding sel. Ini didasarkan pada adanya
kandungan eugenol yang merupakan senyawa fenol (Herborne, 1984). Senyawa fenol
dapat bersifat koagulator protein (Dwidjoseputro, 1994). Protein yang menggumpal tidak
dapat berfungsi lagi, sehingga akan mengganggu pembentukan dinding sel bakteri.
Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat, tidak
bergerak, tidak berspora dan mampu membentuk kapsul. Dinding selnya mengandung
peptidoglikan yang tebal serta diikuti pula dengan adanya ikatan benang benang teichoic
acid dan teichoronic acid, yang merupakan 50% dari berat dinding sel dan 10% dari berat
keseluruhan sel. Dinding selnya mengandung asam teiokat, yaitu sekitar 40 % dari berat
dinding selnya. Asam teiokat adalah beberapa kelompok antigen dari Staphylococcus.
Asam teiokat mengandung aglutinogen dan N-asetilglukosamin, Staphylococcus aureus
mengandung lisostafin yanag dapat menyebabkan lisisnya sel darah.
Staphylococcus aureus mengandung polisakarida dan protein, bersifat antigen
yang merupakan substansi penting di dalam struktur dinding sel. Peptidoglikan, suatu
polimer polisakarida yang mengandung subunit subunit yang terangkai, merupakan
eksoskeleton kaku pada dinding sel. Peptidoglikan dihancurkan oleh asam kuat atau
membuat interleukin-1 (pirogen endogen), antigen opsonik dan juga dapat menjadi
endotoksin. Asam teikoat, merupakan polimer gliserol atau ribitol fosfat, berikatan dengan
peptidoglikgan dan bersifat antigenik (Nasution, 2014).
Penggunaan konsentrasi minyak atsiri daun sirih yang beeda beda memberikan
tingkat pengaruh yang berbeda beda pula terhadap pertumbuhan bakteriStaphylococcus
aureus. Pada konsentrasi minyak atsiri 0,1% sudah dapat menghambat pertumbuhan
bakteri , tapi diameter zona hambat lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi 0,5% ,
dan nilai diameter zona hambat yang tumbuh diantara kedua konsentrasi perlakuan ini
memiliki rentang yang jauh, hal ini terjadi pada setiap konsentrasi perlakuan selanjutnya
sampai pada konsentrasi 3%.
Semua ini akan mengindikasikan bahwa semakin tinggi konsentrasi minyak atsiri
daun sirih maka pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus semakin dihambat karena
semakin banyak bahan aktif dalam larutan tersebut.
Diameter zona hambat yang terjadi pada perkembangbiakan bakteri
Staphylococcus aureus juga dipengaruhi ole faktor faktor lain, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Kekeruhan suspensi bakteri
Bila kurang keruh, diameter daerah atau zona hambat lebih besar dan keruh
diameter atau zona hambat lebih kecil, diameter atau zona hambat lebih kecil pada saat
pengeceran bakteri berlangsung tingkat kekeruhan harus diperhatikan. Bila warna sudah
kelihatan keruh maka dapat dilakukan penanaman bakteri kedalam media. Tingkat
kekeruhan suspense yang tepat akan menghasilkan diameter daerah atau zona hambat,
yang hanya akan dipengaruhi oleh daya suspense tersebut.
2. Waktu penyerapan suspensi bakteri kedalam media agar
Waktu yang dibutuhkan untuk bakteri meresap kedalam media tidak boleh lebih
dari batas yang telah ditentukan. Hal ini dilakukan agar tidak menggangu pertumbuhan
diameter zona hambat. Setelah penanaman bakteri dilakukan, media agar dibiarkan
mongering selama 5 menit tidak boleh kurang atau lebih agar penyerapan suspense
bakteri berlangsung baik kedalam media agar. Waktu peresapan yang baik
akanmembentuk diameter zona/ daerah hambat yang hanya dipengaruhi daya bentuk
tersebut.
3. Temperatur inkubasi
diameter/ zona hambat akan lebih lebar. Hal ini dapat mengakibatkan media plate
bertumpuk tumpuk pada saat inkubasi.
4. Waktu inkubasi
Waktu inkubasi yang digunakan pada umumnya berkisar antara 18-24 jam.
Apabila dibawah 18 jam perkembangbiakan bakteri belum sempurna sehingga sulit
dibaca diameternya karena zonanya semakin melebar, sedangkan diatas waktu 24 jam
perkembangbiakan lebih sempurna yang menyebabkan perkembangbiakan bakteri lebih
sempurna diameternya karena zonanya semakin menyempit.
5. Ketebalan media
Pada umumnya ketebalan media berkisar 4-6 mm, larutan sebanyak 12-15 cc.
Media agar yang terlalu tebal atau tipis menyebabkan penanaman bakteri dan
peresapannya tidak berlangsung dengan baik.
6. Komposisi media
Untuk menumbuhkan suatu mikroorganisme diperlukan suatu substrat makanan
dimana media harus mengandung nutrient yang cocok yaitu berupa garam garam
anorganik dan senyawa senyawa organik yang dibutuhkan untuk perkembangbiakan.
Substrat tersebut harus sesuai dengan ketentuan, karena berpengaruh pada
perkembangbiakan bakteri yang digunakan.
Media yang digunakan adalah media Mueller Hinton Agar (MHA) untuk menguji
daya resistensi bakteri Staphylococcus aureus terhadap obat antimikroba dari minyak
atsiri daun sirih dengan menggunakan larutan NaCl 0,9%, dimana larutan isotonis yang
tepat untuk menetralkan kondisi tubuh bakteri Staphylococcus aureus saat diisolasi dan
untuk mendeteksi suatu mikroorganisme.
5. KESIMPULAN & SARAN
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Bahwa minyak atsiri dari daun sirih dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus dengan konsentrasi yang berbeda beda yaitu dengan
konsentrasi 0,1% (1,3 mm), 0,5% (1,5 mm), 1% (1,6 mm), 2% (1,8 mm), dan 3% (2,1
mm).
2. Pada konsentrasi 3% (2,1 mm) minyak atsiri daun sirih (Piper betleLinn) sangat efektif
SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh pemberian minyak atsiri dari
daun sirih (Piper betle Linn) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus
Rosebanch dengan menggunakan konsentrasi 3%.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh pemberian minyak atsiri dari
daun sirih (Piper betleLinn) terhadap mikroba lain.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Age; Heri. (2007),Tanaman Obat. Jakarta. PT Panca Anugerah Sakti.
[2] Agustina, L. (2008), Efektivitas Minyak Atsiri Lengkuas (Alpinia galanga L) Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus.Medan. FMIPA UNIMED.
[3] Fardiaz, S. (1993),Analisis Mikrobiologi Pangan. Jakarta. Raja Grafindo Persada.
[4] Gaman, Sherrington. (1992). Ilmu Pangan , Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan
Mikrobiologi Edisi Kedua. (Alih Bahasa: Murdijati Gardjito). Yogyakarta. Universitas
Gadjah Mada
[5] Harborne, J.B, (1987), Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Bandung. ITB
[6] Hasairin, A. (2009),Bahan Ajar Etnobotani. Medan. FMIPA UNIMED.
[7] Koensoemardiyah. (2010), A to Z Minyak Atsiri untuk Industri Makanan, Kosmetik,
dan Aromaterapi. Yogyakarta. ANDI OFFSET.
[8] Robinson, T. (1991), Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi Edisi ke 6.
Bandung. ITB Press.
[9] Salleh. (1997),Ethno botany, Ethno Pharmacognosy and Documentation of Malaysia
Medicinal and Aromatic Plants. Malaysia. Universiti Kerajaan Malaysia.
[10] Tarigan, J. (1988),Mikrobiologi. P2PLTK DIRJEN DIKTI. Jakarta