• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERCERITA ANAK MELALU PUZZLE PADA KELOMPOK A KELAS AN-NUR DI RA AL – HUSNA PAKUALAMAN YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN BERCERITA ANAK MELALU PUZZLE PADA KELOMPOK A KELAS AN-NUR DI RA AL – HUSNA PAKUALAMAN YOGYAKARTA."

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

PENING KELAS PROGRAM KATAN KE S AN-NUR P Diaj un guna

M STUDI PE JURUS FA UNIV EMAMPUA MELALUI PAKUALAM ukan kepada Universita ntuk Memenu Memperole Dev NIM ENDIDIKA SAN PENDI AKULTAS VERSITAS N AG AN BERCE I MEDIA P MAN YOGY

SKRIPSI

a Fakultas Il as Negeri Yo uhi Sebagian eh Gelar Sarj

Oleh vi Nurul Fari M 091112440

AN GURU PE IDIKAN AN S ILMU PEN NEGERI Y GUSTUS 201

ERITA ANA

PUZZLE DI

YAKARTA mu Pendidik ogyakarta n Persyaratan jana Pendidi   ida 005 ENDIDIKA NAK USIA NDIDIKAN YOGYAKAR 16 AK KELOM I RA AL-HU A

kan

n ikan

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

Dengan bercerita anak dapat mengungkapkan segala apa yang dirasakannya, dapat mengungkapkan apa yang diinginkannya, dan dapat menolak apa yang tidak

diinginkannya.

(Penulis)

Janganlah berkata satu buah dusta,jika memang kebenaran akan membawa seribu kebaikan. Maka cobalah untuk jujur,niscaya kebaikan akan selalu mengikutimu.

(6)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk :

1. Ibu dan bapak yang selama ini telah sabar mendampingi dan menyemangati

tiada henti

2. Nusa dan Bangsa

(7)

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERCERITA ANAK MELALU PUZZLE

PADA KELOMPOK A KELAS AN-NUR DI RA AL – HUSNA

PAKUALAMAN YOGYAKARTA

Oleh Devi Nurul Farida NIM 09111244005

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bercerita anak dengan media puzzle pada kelompok A Kelas An-Nur di RA Al-Husna, Pakualaman, Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas kolaboratif. Subjek penelitian adalah anak Kelompok A yang berjumlah 17 anak. Penelitian ini menggunakan model penelitian Spiral Kemmis dan Mc Taggart. Teknik pengumpulan data dalam penelitian menggunakan observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Adapun indikator keberhasilan dari penelitian ini adalah jika anak yang sudah dapat bercerita mencapai lebih dari 76%

Hasil penelitian menunjukkan bahwa puzzle dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan bercerita anak, hal ini dibuktikan dengan terjadinya peningkatan pada akhir Siklus I dengan persentase 66,17%, dan pada Siklus II meningkat dengan persentase 89,70 %. Langkah-langkah yang dilakukan pada saat penelitian yaitu: a. Anak diberi pengarahan mengenai apa yang akan dilakukan, b. Anak dipersilahkan memilih puzzle yang disukai, c. Anak dipersilahkan untuk bercerita. Proses pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan bercerita melalui media puzzle adalah dengan memberikan kesempatan kepada anak-anak bermain puzzle yang mereka sukai dan kemudian mempersilahkan anak untuk bercerita. Guru dapat memancing anak bercerita lebih banyak dengan melontarkan pertanyaan yang berkaitan dengan cerita anak tersebut.

(8)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum, wr. wb.

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang

memberikan kesempatan kepada penulis menyelesaikan pendidikan akademik

yang ditempuh dengan penulisan skripsi yang berjudul “Peningkatan Kemampuan

Bercerita Anak Melalui Puzzle pada Kelompok A Kelas An-Nur di RA Al-Husna

Pakualaman, Yogyakarta”. Tanpa bantuan berbagai pihak skripsi ini tidak akan

terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terimakasih kepada;

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Ketua jurusan PAUD yang telah memberikan saran, motivasi, dan nasihat

dalam menyusun skripsi.

3. Bapak Dr. Harun Rasyid, M. Pd. dan ibu Eka Sapti C., M. M., M. Pd., selaku

dosen pembimbing penulis yang selalu sabar dalam membimbing penulis

dalam penyusunan skripsi dan berkenan meluangkan waktu untuk

memberikan saran, arahan, dan motivasi pada penulis dalam menyelesaikan

skripsi.

4. Ibu, Bapak, serta adik – adikku tercinta yang telah memberikan dukungannya

selama penulis dalam proses penyelesaian skripsi.

5. Seluruh dosen program studi PG PAUD yang telah memberikan ilmu dan

pengalaman berharga pada penulis dan seluruh karyawan fakultas ilmu

pendidikan yang telah membantu dalam kelancaran penyusunan skripsi.

6. Kepala sekolah, guru, staff karyawan, dan peserta didik di RA AL – HUSNA

Pakualaman Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan

dalam menyelesaikan skripsi.

7. Sahabat-sahabat D’DAFAZ, Dina, Mbak Arum, Fitri, Aniati, dan Zunita yang

selalu mengingatkan dan membantu penulis untuk segera menyelesaikan

(9)

8. Ustadzah Nurhikmah yang selalu menyemangati, memberi ilmu ,dan

memotivasi penulis hingga akhir penyelesaian skripsi.

9. Nesya Ismipradipta Labdhawara, Fitrianingtyas Palupi, Immawan Muhammad

Arif,dan Yulia Frisca Nindita, yang berjuang bersama-sama untuk

menyelesaikan skripsi

10.Teman- teman kos Bu Kus, yang selalu memberikan semangat dan motivasi

kepada penulis selama proses penyesaian skripsi.

11.Teman-teman PG PAUD B Angkatan 2009 tercinta yang selalu memberikan

motivasi dan semangat.

12.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.

Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun

dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi para

pembaca.

Wassalamu’alaikum, wr. wb.

Yogyakarta, 15 Agustus 2016

Penulis,

(10)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PERNYATAAN... iii

MOTTO... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... v

ABSTRAK... vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Identifikasi Masalah... 9

C. Pembatasan Masalah... 9

D. Rumusan Masalah... 9

E. Tujuan Penelitian... 10

F. Manfaat Penelitian... 10

G. Definisi Operasional... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perkembangan Kemampuan Bercerita Anak Usia ... 12

1. Pengertian Bercerita... 12

(11)

3. Tema Cerita Untuk Anak Taman Kanak-Kanak... 15

B. Kemampuan Bahasa Anak 4-5 Tahun... 17

1. Pengertian Perkembangan Bahasa Anak Usia 4-5 Tahun... 17

C. Puzzle... 18

1. Definisi Media Puzzle sebagai Media Pembelajaran... 18

2. Fungsi Puzzle... 19

3. Bentuk - Bentuk Puzzle... 20

4. Kelebihan dan Kekurangan Puzzle... 23

D. Karakteristik Siswa Taman Kanak-Kanak 4-5 Tahun... 28

E. Kemampuan Bercerita Taman Kanak-Kanak 4-5 tahun ... 30

F. Kerangka Pikir... 32

G. Hipotesis ... 33

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 34

B. Waktu , Tempat, dan Setting Penelitian... 34

C. Perencanaan Dan Pelaksanaan Tindakan Penelitian... 35

D. Desain Penelitian... 38

E. Teknik Pengumpulan Data... 39

F. Instrumen Penelitian... 40

G. Teknik Analisis Data... 42

H. Kriteria Keberhasilan... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 48

1. Deskripsi Kondisi Awal... 48

2. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan pada Siklus I... 50

a. Perencanaan Tindakan... 50

b. Pelaksanaan Tindakan... 51

c. Observasi... 58

d. Refleksi ... 60

(12)

a. Perencanaan Tindakan... 61

b. Pelaksanaan Tindakan... 64

c. Observasi... 70

d. Refleksi ... 72

B. Pembahasan... 72

C. Keterbatasan Penelitian... 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 78

B. Saran... 79

DAFTAR PUSTAKA... 80

(13)

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Kisi-kisi Lembar Observasi Terhadap Siswa... 42

Tabel 2. Lembar Observasi (Check list) Pengamatan

Kemampuan Anak dalam Menyusun Kalimat Selama

Bercerita... 43

Tabel 3. Lembar Observasi (Check list) Pengamatan Kemampuan

Anak Menggunakan Kata Kerja dengan Benar Selama Bercerita.... 44

Tabel 4. Lembar Observasi (Check list) Pengamatan Kemampuan Bercerita Anak dimana Anak dapat Menjawab Pertanyaan

dengan Benar... 45

Tabel 5. Lembar Observasi (Check list) Pengamatan Kemampuan

(14)

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1. Alur Kerangka Pikir Penelitian... 33

Gambar 2. Bagan Model Spiral Kemmis Dan Mc. Taggart... 38

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan Anak Usia Dini adalah pendidikan yang diikuti oleh anak-

anak pra sekolah dasar. Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia

Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada pasal 1 ayat 14

disebutkan bahwa anak usia dini diartikan sebagai anak yang berusia 0 tahun

sampai dengan 6 tahun (Novan Ardy Wiyani, 2015: 21). Pada masa tumbuh

kembangnya anak usia dini akan mengalami berbagai macam perkembangan.

Perkembangan tersebut dapat berjalan dengan baik jika ada stimulasi yang tepat

yang dilakukan sesuai dengan tahapan perkembangannya. Perkembangan

kemampuan anak pada usia dini berbeda antara satu dengan yang lainnya.

Berbagai aspek pertumbuhan dan perkembangan yang melingkupi anak usia dini

antara lain aspek pertumbuhan fisik, perkembangan kognitif, emosi, sosial,

bahasa, serta moral dan agama (Novan Ardy Wiyani, 2015: 2).

Pada usia dini anak akan mengalami masa emas atau biasa yang disebut

dengan the golden age, di mana pada masa tersebut anak akan mudah menangkap,

menyerap dan memproses informasi yang mereka peroleh. Proses tersebut akan

berlangsung dengan baik jika stimulasi yang didapatkan sesuai dengan

perkembangan yang ingin dicapai. Selain itu pada masa usia emas terdapat

masa-masa penting dalam perkembangan otak dan kemampuan anak, yaitu periode dini

dalam perjalanan usia manusia merupakan periode penting bagi pembentukan

(16)

perlu diperhatikan adalah apabila terjadi kegagalan pada masa ini maka dapat

mengakibatkan kegagalan pada masa-masa sesudahnya (Tadkiroatun Musfiroh,

2005: 2). Hal tersebut didukung juga oleh berbagai penelitian di bidang

neurologi terbukti bahwa 50% kecerdasan anak terbentuk dalam kurun waktu 4

tahun pertama. Setelah anak berusia 8 tahun perkembangan otaknya mencapai

80% dan pada usia 18 tahun mencapai 100% (Slamet Suyanto, 2005: 6).

Bahasa merupakan salah satu kemampuan penting yang harus dimiliki

oleh seorang manusia. Karena dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat

terlepas dari bahasa. Bahasa adalah salah satu alat yang dapat digunakan oleh

manusia agar dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia yang lainnya.

Pada dasarnya manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk

sosial, dimana manusia satu dengan yang lainnya saling membutuhkan. Mereka

dapat saling membantu dikarenakan adanya komunikasi yang terjalin antara satu

dengan yang lainnya. Selain itu juga karena bahasa mencakup setiap sarana

komunikasi yang menyimbolkan pikiran dan perasaan untuk menyampaikan

makna kepada orang lain (Hurlock, 1978: 177).

Kemampuan berkomunikasi seseorang tidak muncul dengan sendirinya

akan tetapi dikuasai secara bertahap dimana penguasaan bahasa tersebut dimulai

sejak kecil hingga dewasa. Proses tersebut berlangsung secara terus-menerus.

Selain itu bahasa sangat penting bagi anak usia dini, karena melalui bahasa anak

dapat berkomunikasi dengan teman sebayanya, dapat mengungkapkan

pendapatnya, dapat bersosialisasi dengan orang lain, serta dapat melatih anak

(17)

stimulasi-stimulasi yang baik yang dapat mengembangkan kemampuan bahasa

pada anak sejak usia dini.

Proses pemerolehan bahasa pada anak dimulai sejak ia berada di

lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, hingga di lingkungan tempat

bermainnya. Tadkiroatun Musfiroh (2005: 8), menyatakan bahwa

perkembangan bahasa juga tergantung pada kematangan sel korteks, dukungan

lingkungan, dan keterdidikan lingkungan. Perkembangan bahasa pada anak usia

dini ditandai dengan adanya penambahan perbendaharaan kosa kata baru yang

dimiliki oleh anak. Perkembangan bahasa anak meliputi perkembangan fonologis

(yakni mengenal dan memproduksi suara), perkembangan kata, perkembangan

semantik atau makna kata, perkembangan sintaksis atau penyusunan kalimat, dan

perkembangan pragmatik atau perkembangan bahasa untuk keperluan

komunikasi. Pada anak usia Taman Kanak-kanak atau prasekolah, perkembangan

fonologis belum sempurna, namun hampir semua yang dikatakannya dapat

dimengerti (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 8).

Selain perkembangan bahasa di atas, stimulasi juga menjadi salah satu

faktor penting terhadap penguasaan bahasa anak dimana dengan stimulasi yang

baik, maka kosa kata yang dimiliki oleh anak juga dapat sesuai dengan

perkembangannya. Kosa kata yang diperoleh anak pada awal masuk Taman

Kanak-kanak kira-kira berjumlah 2000 kata (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 9).

Stimulasi tidak hanya dilakukan sepihak yaitu dimana hanya dilakukan oleh

orang tua, akan tetapi juga dilakukan oleh guru. Sinergi yang dilakukan oleh

(18)

katanya. Semakin banyak stimulasi yang diberikan oleh orang-orang di

sekelilingnya maka akan semakin menambah perbendaharaan kosa kata yang

dimiliki oleh anak.

Jika seorang anak memiliki kosa kata yang baik sesuai dengan tahap

perkembangannya, maka akan semakin mudah bagi anak tersebut untuk

berkomunikasi dan bercerita dengan orang lain. Salah satu cara yang dapat

dilakukan guru untuk meningkatkan kemampuan bercerita anak adalah dengan

media puzzle gambar. Peneliti masih kesulitan untuk mengetahui sejauh mana

perkembangan bahasa mereka. Awalnya peneliti berfikir jika ini terjadi mungkin

karena usia mereka yang masih berkisar antara 4-5 tahun, atau mungkin hal

tersebut dapat terjadi karena orang tua siswa tersebut sibuk,sehingga kurang dapat

menstimulasi perkembangan kebahasaannya.

Selain orangtua yang berperan penuh dalam menstimulasi perkembangan

bahasa anak, guru juga mempunyai peran yang sama pentingnya, yaitu sebagai

motivator dan stimulator dalam perkembangan kemampuan berbahasa anak di

sekolah. Hal yang berkaitan erat dengan perkembangan berbahasa anak salah

satunya adalah kemampuan anak dalam bercerita. Bercerita umumnya dilakukan

oleh orang dewasa kepada anak-anak. Cerita yang disampaikan pun juga beragam.

Bagi anak usia dini,yaitu usia 0-6 tahun, bercerita telah masuk dalam kurikulum

pada pendidikan di Taman Kanak-kanak.

Seperti yang diungkapkan Tadkiroatun Musfiroh (2005: 33), bahwa

“Bercerita dalam Kurikulum berbasis Kompetensi memenuhi ciri-ciri

(19)

siswa, sesuai minat anak, sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan

siswa, hasil belajar (melalui cerita) bisa bertahan lebih lama karena lebih berkesan

dan bermakna, mengembangkan keterampilan berpikir siswa dengan

permasalahan yang dihadapi, dan menumbuhkan kepekaan sosial,toleransi,

komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan atau perasaan orang lain. Dengan kata

lain, bercerita sesuai dengan pembelajaran tematik untuk TK”.

Masa belajar anak usia dini dimulai dari lingkungan sekitarnya. Proses

anak dalam belajar bercerita bisa dimulai dari apa yang terjadi di lingkungan

sekitarnya. Orang tua dapat menstimulasi kemampuan bercerita anak dengan

mengajak anak berbicara lebih sering. Serta dapat pula dengan melontarkan

pertanyaan yang dapat memancing anak untuk bercerita ataupun mengungkapkan

pendapatnya. Di sekolahpun guru dalam melakukan pembelajaran di kelas

dituntut dapat menjadi figur yang mampu dalam mengembangkan berbagai

macam kemampuan anak. Termasuk juga dalam kemampuan bercerita, karena

kemampuan bercerita bermanfaat pula dalam melatih dan merangsang anak-anak

yang pendiam untuk dapat lebih komunikatif. Serta dapat melatih anak untuk

dapat menyampaikan pendapatnya. Kemampuan bercerita anak juga sangat

dipengaruhi oleh banyak tidaknya kosa kata yang dikuasai oleh anak. Ketika anak

disekolah yang berperan sangat menonjol untuk dapat merangsang peningkatan

kosa anak dan kemampuan bercerita anak adalah guru. Selain guru, lingkungan

juga berperan penuh dalam perkembangan kemampuan berbahasa anak.

Bercerita bagi anak usia dini merupakan hal yang sudah biasa, bahkan

(20)

tidak sulit untuk dilakukan, karena sebagian dari mereka telah banyak

mengalaminya. Yang membedakan hanyalah banyak tidaknya cerita yang mereka

hasilkan serta runtut tidaknya cara mereka bercerita, karena kemampuan bercerita

anak juga dipengaruhi oleh stimulasi bahasa yang dilakukan oleh orang tua

mereka sejak mereka masih dalam usia dini. Hal tersebut sesuai dengan yang

dikatakan Robbins dan Ehri bahwa anak-anak sering dan perlu dihadapkan

kepada kosa kata baru sekitar 5-7 kali agar mereka membuat itu menjadi miik

mereka dan mampu menggunakannya (Seefeldt dan Wasik, 2008: 356-357).

Bercerita juga dapat menjadi sarana yang tepat dalam melatih anak untuk

menjadi berani untuk mengungkapkan apa yang dirasakan dan diinginkannya.

Seperti permasalahan yang peneliti temukan di RA Al-Husna Pakualaman

Yogyakarta, dimana pada saat peneliti melakukan observasi di Kelompok A,

khususnya di Kelas An-Nur peneliti menemukan beberapa hal menarik yang

berkaitan dengan perkembangan bahasa anak. Pada kelas ini peneliti menemukan

beberapa anak yang kemampuan berbahasanya masih kurang, termasuk juga

dengan kemampuan bercerita masing-masing anak.

Hal tersebut juga menjadi perhatian tersendiri bagi peneliti dimana

ditemukan 6 anak yang pendiam, selalu diam dari awal hingga akhir

pembelajaran. Mereka sama terlihat sulit untuk berkomunikatif dengan temannya,

bahkan ketika bermain bersama. Mereka belum dapat menjawab pertanyaan yang

dilontarkan oleh guru dengan benar. Enam anak tersebut juga belum dapat

bercerita sendiri dengan lancar seperti teman-teman lainnya. Dimana hal ini belum

(21)

anak harus dapat bercerita tentang gambar yang disediakan atau dibuat sendiri

(Depdiknas, 2005: 15). Kemudian selain itu peneliti juga menemukan 1 anak yang

belum lancar dalam berbicara, sehingga guru kelas maupun guru sentra harus

betul-betul mendengarkan dan berhadapan langsung jika akan berkomunikasi

dengan anak tersebut. Sulit sekali untuk memfokuskan anak ini ketika berada di

dalam kelas. Anak tersebut juga belum dapat bercerita dengan baik. Lalu ada 1

anak yang selalu mengulangi kata terakhir yang diucapkan sebanyak 3 kali.

Kedelapan anak tersebut mempunyai persamaan yaitu belum dapat bercerita

sendiri dengan baik.

Selain mengetahui sampai sejauh mana kemampuan bercerita anak, hal

yang tidak kalah pentingnya adalah alat pembelajaran edukatif yang akan

digunakan. Alat permainan edukatif yang digunakan harus disesuaikan dengan

perkembangan yang akan dicapai dan juga harus dicari alat permainan yang juga

dapat menarik minat anak. Salah satu alat permainan edukatif yang dapat

digunakan dalam rangka mengembangkan kemampuan berbahasa anak adalah

dengan menggunakan puzzle bergambar. Menurut Hadfield (1990: 5), puzzle

adalah pertanyaan-pertanyaan atau masalah yang sulit untuk dimengerti atau

dijawab”. Puzzle bergambar juga dapat digunakan sebagai salah satu media

bercerita bagi anak. Akan tetapi dalam penelitian ini puzzle hanya digunakan

sebagi media anak untuk bercerita. Dimana nantinya anak berusaha untuk

menyusun gambar dengan benar sesuai dengan urutan puzzle yang disusun,

kemudian anak diminta untuk menceritakan tentang gambar yang berada di dalam

(22)

Hal tersebut diharapkan mampu menarik minat anak untuk bercerita

setelah melihat anak melihat puzzle dengan gambar yang menarik. Kemudian

disela-sela anak menyusun gambar guru juga dapat mengajak anak untuk

berkomunikasi atau bercerita dengan melontarkan beberapa pertanyaan yang

dapat memancing anak untuk bercerita lebih jauh lagi. Karena secara tidak

langsung bercerita dapat melatih anak untuk dapat mengungkapkan apa yang ada

di dalam pikirannya sesuai dengan gambar yang akan ia ceritakan.

Oleh karena itulah setelah melihat apa yang terjadi selama proses

observasi tersebut, maka peneliti tergerak untuk melakukan penelitian tindakan

Kelas atau yang biasa disebut classroom action research. Selain itu, peneliti juga

ingin mengetahui apakah kemampuan bercerita anak ditingkatkan dengan media

puzzle gambar.

Alasan mengapa peneliti memilih RA Al-Husna Pakualaman Yogyakarta.

adalah karena ingin meningkatkan kemampuan bercerita anak Kelompok A Kelas

An-Nur di RA Al-Husna Pakualaman Yogyakarta. Atas dasar

permasalahan-permasalahan diatas maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul

(23)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan paparan pada latar belakang di atas, maka dapat peneliti

melakukan identifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Kemampuan bercerita anak Kelompok A Kelas An-Nur belum berkembang

dengan baik, anak masih kesulitan untuk menjawab pertanyaan dan bagaimana

mulai bercerita

2. Anak masih belum dapat mengucapkan 4-5 kata dalam satu kalimat. Sehingga

ketika diminta untuk bercerita anak masih kesulitan

3. Anak masih belum dapat menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh guru

dengan jawaban yang benar mengenai materi pembelajaran yang telah

disampaikan.

C. Pembatasan Masalah

Terdapat beberapa masalah yang muncul. Maka dari itu peneliti

membatasi permasalahan yang akan diteliti yaitu permasalahan nomor 1 dan

nomor 2. Hal ini dilakukan agar penelitian terfokus, terarah dan tidak

menyimpang dari yang seharusnya, sehingga difokuskanlah penelitian pada

peningkatan kemampuan bercerita anak melalui media puzzle.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah diatas maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut: “Bagaimanakah meningkatkan kemampuan bercerita anak

melalui media puzzle gambar pada Kelompok A Kelas An-Nur di RA Al-Husna

(24)

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan diatas, maka tujuan dari

penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan bercerita anak Kelompok A

Kelas An-Nur di RA Al-Husna Pakualaman Yogyakarta melalui media puzzle

gambar.

F. Manfaat Penelitian

Apabila penelitian ini berhasil dalam pelaksanaannya, maka manfaat

praktis yang akan diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Bagi Guru

Pelaksanaan penelitian ini bermanfaat untuk melatih dan meningkatkan

kemampuan bercerita pada anak Kelompok A, guru juga dapat menggunakan

puzzle dalam kegiatan pembelajaran di sekolah sebagai salah satu upaya

peningkatan keterampilan bercerita maupun keterampilan lainnya. Manfaat

lain bagi guru dalam pelaksanaan penelitian ini dapat pula membangkitkan

kreativitas guru dalam menentukan media-media yang digunakan selama

pembelajaran yang dapat menunjang perkembangan kemampuan anak, dan

membuat setting bermain sehingga pelaksanaan dapat lebih maksimal.

2. Bagi Siswa

Dapat meningkatkan kemampuan bercerita anak.

3. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan atau referensi

(25)

G. Definisi Operasional

Definisi operasional pada penelitian ini bertujuan untuk membatasi dari

kemungkinan meluasnya pengertian pemahaman terhadap permasalahan yang

akan diselesaikan dan teori yang akan dikaji, yaitu:

1. Kemampuan Bercerita

Kemampuan bercerita pada penelitian ini adalah suatu kemampuan anak

dalam menyampaikan cerita yang berkaitan dengan media puzzle yang ia

mainkan. Kemampuan bercerita anak meliputi: kemampuan anak dalam

menjawab pertanyaaan, jumlah kata dalam satu kalimat yang dapat disampaikan

anak, kemampuan anak dalam menggunakan kata ganti, dan juga kemampuan

anak dalam menggunakan kata kerja, dan kata benda.

2. Media Puzzle

Puzzle adalah suatu permainan yang berisi tebak-tebakan atau teka-teki

yang harus dipecahkan. Cara bermain puzzle adalah dengan menyusun

kepingan-kepingan puzzle agar menjadi gambar yang utuh. Puzzle yang digunakan untuk

kelompok A adalah puzzle yang terdiri dari 4-6 keping. Gambar puzzle yang

bermacam-macam dan berwarna-warni sesuai dengan tema pembelajaran yang

(26)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Perkembangan Kemampuan Bercerita Anak 1. Pengertian Bercerita

Bercerita adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menstimulasi

berbagai perkembangan anak usia dini. Dari moral, kognitif, bahkan bahasa.

Bercerita merupakan metode dan materi yang dapat diintegrasikan dengan dasar

keterampilan lain, yakni berbicara, membaca, menulis, menyimak, tidak terkecuali

untuk Taman Kanak-Kanak (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 24). Berbeda dengan

pendapat di atas, Bachtiar S. Bachir (2005: 10) mengatakan bahwa bercerita

adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau sesuatu

kejadian yang disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman

dan pengetahuan kepada orang lain. Dari kedua pendapat di atas bahwa pengertian

bercerita dalam penelitian ini adalah suatu keterampilan berbicara yang

mengisahkan tentang suatu hal atau kejadian yang disampaikan kepada orang lain.

Preyer (dalam Monks, 2006: 157) menyatakan bahwa anak makin lama

makin dapat menciptakan struktur verbal baru, karena interaksi dengan berbagai

objek, apa yang dilihat dan dilakukan dicobanya untuk dinyatakan dengan

kata-kata. Adapun kemampuan bercerita adalah kemampuan menuturkan sesuatu yang

mengisahkan tentang perbuatan atau kejadian yang disampaikan secara lisan

dengan tujuan membagi pengalaman atau pengetahuan pada orang lain. Menurut

Michnik (2013: 124) guru dan pengasuh perlu banyak berbicara dengan anak,

(27)

untuk terlibat dalam percakapan, membolehkan mereka untuk mengemukakan

pendapat, dan meluangkan waktu untuk mendengarkan apa yang ingin mereka

katakan

Melalui bercerita anak akan belajar untuk berbicara kepada orang lain

tentang suatu gambar atau kisah yang dilihat dan didengarnya. Jika isi dari cerita

merupakan pengalaman sehari-hari yang sering dilakukan dan ditemui oleh anak,

maka anak akan lebih mudah menangkap dan menyerap isi dari cerita tersebut.

Dunia anak merupakan dunia yang penuh dengan imajinasi, rasa suka,

kegembiraan, hal-hal lucu dan sebagainya. jadi cerita yang diharapkan ada di

metode bercerita harus mewakili dari macam-macam dunia anak tersebut. Hal ini

mampu mengembangkan pengetahuan anak yakni berdasarkan hasil interaksi

dengan lingkungan

Bercerita juga dapat menjadi media untuk menyampaikan nilai-nilai yang

berlaku di masyarakat. Seorang pendongeng yang baik akan dapat menyampaikan

isi dari suatu cerita agar dapat menarik dan nilai-nilai yang ada di dalam cerita

tersebut dapat tersampaikan dengan baik pula. Anak-anak usia dini sangat

menyukai cerita, keterlibatan anak dalam terhadap dongeng yang diceritakan akan

memberikan suasana yang segar menarik dan menjadi pengalaman yang unik bagi

anak. Pengertian bercerita dalam penelitian ini adalah, dimana anak mampu

mengungkapkan apa yang dipahaminya dari gambar yang dilihat, serta proses

anak berinteraksi dengan sekelilingnya dengan melihat apa yang anak ceritakan

(28)

2. Manfaat Bercerita

Cerita merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk melakukan

pendekatan emosional kepada anak. Selain itu melalui cerita anak akan

mempunyai daya imajinasi yang tak terbatas, sehingga kemampuan kognisinya

akan Bertambah. Ada banya sekali manfaat yang dapat diperoleh dari adanya

cerita, terutama bagi anak usia dini, sebagaimana yang disebutkan dalam

(Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 95-115), dimana disana disebutkan bahwa ada

beberapa manfaat dari bercerita, yaitu: membantu pembentukan pribadi dan moral

anak, menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi, memacu kemampuan verbal

anak , pengaruh cerita terhadap kecerdasan bahasa anak diakui oleh Leonhardt,

merangsang minat baca anak, membuka cakrawala pengetahuan anak.

Hampir sama dengan pendapat di atas, Bachtiar S. Bachir (2005: 11)

mengatakan bahwa manfaat bercerita adalah dapat memperluas wawasan dan cara

berfikir anak, sebab dalam bercerita anak mendapat tambahan pengalaman yang

bisa jadi menjadi hal baru baginya. Dari kedua pendapat yang telah disebutkan

diatas mengenai manfaat bercerita, dapat disimpulkan bahwa manfaat bercerita

adalah untuk memperluas kemampuan imajinasi dan cara berfikir anak, dapat

membantu pembentukan moral pada anak, dapat meningkatkan kemampuan

berbahasa anak.

Manfaat bercerita pada penelitian ini adalah, anak berani mengungkapkan

apa yang ada dipikirannya, anak berani dan mampu berinteraksi dan

(29)

3. Tema Cerita untuk Taman Kanak-kanak

Dalam suatu cerita ada yang disebut dengan tema , dimana dengan adanya

tema ini kita dapat mengetahui bercerita mengenai apakah dongeng atau cerita

tersebut. Tema dapat diartikan sebagai gagasan, ide, atau pikiran utama, Sudjiman

(Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 39). Selain itu Keeney (1966: 89) mengatakan

bahwa, theme is not the moral of story. The theme of a story is not identical with

subject of the story at least, not as we’ll us the term “theme” in our discussion .

Dengan demikian jelas bahwa tema tidak identik dengan subjek cerita dan bukan

pula moral cerita (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 39-40).

Untuk anak Taman Kanak-kanak, cerita yang disuguhkan sebaiknya

memiliki tema tunggal, berupa tema sosial maupun tema ketuhanan. Tema yang

sesuai untuk mereka antara : tema moral dan kemanusiaan (menolong si lemah,

menengok teman, berkata jujur, menghindari riya, berterima kasih, membina

persahabatan), tema binatang (kera dan kura-kura, kancil dan harimau)

(Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 40). Disamping itu, tema yang disajikan untuk

anak-anak TK seyogyanya bersifat tradisional. Tema tradisional berbicara

mengenai pertentangan baik buruk, perseteruan antara kebenaran dan kejahatan.

Tema- tema tradisional sangat penting karena memiliki misi pedagogik dan

berperan dalam pembentukan pribadi anak untuk mencintai kebenaran dan

menentang kejahatan. Umumnya tema tradisional sangat digemari oleh anak-anak,

(Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 41).

Bachtiar S. Bachri (2005: 51) menyatakan bahwa berdasarkan tentang

(30)

Taman Kanak- Kanak perlu disesuaikan dengan kemampuan dan kehidupan anak

sehari- hari, misalnya;

a. Tema tentang hidup; cerita tentang ketuhanan sebagai dasar pemahaman

tentang hidup.

b. Tema tentang kehidupan anak-anak; cerita tentang kebiasaan, dan pengenalan

tentang diri sendiri yang perlu dilakukan oleh anak.

c. Tema tentang kehidupan manusia; cerita tentang pekerjaan, tugas, perilaku,

adat istiadat, norma dari bapak,ibu, kakak, adik dan sebagainya.

d. Tema tentang kehidupan alam semesta (hewan dan tumbuhan); cerita tentang

kehidupan, perkembangbiakan, tempat hidup, makanan, sifat, kebiasaan,

angin, hujan, sawah, pasar, dan sebagainya.

e. Tema tentang peristiwa kehidupan; cerita tentang kesenangan, cerita tentang

kesedihan yang mungkin dialaminya, dan sebagainya.

Hampir sama dengan pendapat di atas (Moeslichatoen, tt:156-159)

menyebutkan jika ada beberapa tema/topik kegiatan bercerita bagi anak, yakni:

a. Tema berkaitan dengan pengalaman anak dengan binatang-binatang: burung, katak, gajah, ayam, kura-kura, dan lain sebagainya. Dalam bercerita tentang burung, katak, ayam, gajah, kura-kura, dan lain sebagainya. Dalam cerita tersebut guru dapat menjelaskan ciri penting, tempat tinggalnya, makanannya, cara berkembang biaknya, cara memelihara anaknya dan kegunaannya

b. Dalam bercerita tanaman guru dapat menjelaskan tentang bagian-bagian tanaman, ciri-ciri akarnya, ciri-ciri batangnya, ciri-ciri bunga dan buahnya, warnanya,bentuknya, ukurannya, asal tanaman itu, bagaimana cara menanamnya, bagaimana cara merawatnya, menyiramnya, dan kegunaannya bagi manusia.

(31)

mengenalinya,bagaimana kita merasakannya, dan bagaimana menanggapinya, dan lain sebagainya.

Dari kedua pendapat di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa

tema-tema yang dapat digunakan untuk bercerita diambil dari hal-hal terdekat yang

terjadi disekitar anak, misalnya mengenai hewan peliharaan, tentang peristiwa

yang terjadi di lingkungannya, mengenai kebiasaan dan adat istiadat tempat

tinggalnya dan lain sebagainya. Hal tersebut dilakukan karena pada dasarnya anak

belajar dari lingkungan sekitarnya sehingga anak juga akan mudah menangkap

sesuatu yang dekat dengan kesehariannya. Tema yang akan digunakan pada

penelitian ini adalah mengenai profesi, dan mengenai segala hal yang berkaitan

dengan profesi

B. Kemampuan bahasa Anak 4-5 Tahun

1. Pengertian perkembangan bahasa Anak Usia 4-5 Tahun

Perkembangan bahasa pada anak selalu berkembang seiring berjalannya

waktu. Faktor pendukung berkembangnya kemampuan berbahasa anakpun

bermacam-macam,salah satunya adalah stimulasi. Stimulasi adalah rangsangan

yang dilakukan untuk meningkatkan berbagai macam kemampuan seorang anak.

Begitupula dengan perkembanganbahasa pada anak. Perkembangan bahasa pada

anak meliputi perkembangan linguistik seperti fonologis, morfologis, sintaksis,

dan bahasa. Pada saat memasuki Taman Kanak-kanak, anak-anak telah

mengakusisi sekitar 3000 kata (Hurlock,1997: 53), berbeda dengan pendapat

diatas Seefeldt & Wasik (dalam Hurlock, 2008: 32) mengatakan bahwa, pada

(32)

mereka mencakup sekitar 4000-6000 kata dan dalam satu kalimat mereka dapat

menggunakanlima sampai enam kata.

Sehingga dari dua pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

kemampuan berbahasa dan kosa kata yang dimiliki anak usia 4-5 tahun sekitar

3000-6000 kata. Dalam penelitian ini peneliti sepakat dengan pendapat di atas

mengenai kemampuan anak usia 4-5 tahun, di mana pada usia tersebut anak terus

mencoba untuk menirukan kalimat-kalimat yang dikuasai oleh orang dewasa

disekelilingnya. Akan tetapi bagi anak seusia mereka masih perlu pendampingan

dan kontrol dari orang tua dan guru dalam proses pengembangan kosa kata anak

pada usianya, agar apa yang dipelajari anak tidak keluar dari perkembangan yang

seharusnya.

C. Puzzle sebagai Media Pembelajaran 1. Definisi Media Puzzle

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003: 352) puzzle adalah

“teka-teki”. Sedangkan menurut Adenan (1989: 9) bahwa “puzzle dan games adalah

materi untuk memotivasi diri secara nyata dan merupakan daya penarik yang kuat.

Secara Etimologi, puzzle awalnya adalah sebuah kata kerja. Kata puzzle berasa

dari bahasa Perancis kuno yaitu “Aposer”. Kata tersebut dalam bahasa Inggris

kuno menjadi “Pose” lalu berubah menjadi “Pusle” yang merupakan kata kerja

yang berarti membingungkan (bewilder) atau membaur, mengacaukan

(counfound). Jadi kata puzzle sebagai kata benda merupakan turunan dari kata

kerja tersebut menjadi potongan-potongan yang harus diatur menjadi suatu

(33)

Puzzle dan games untuk memotivasi diri karena hal itu menawarkan

sebuah tantangan yang dapat secara umum dilaksanakan dengan berhasil”.

Hampir sama dengan pendapat di atas menurut Hadfield (1990: 5), puzzle adalah

pertanyaan-pertanyaan atau masalah yang sulit untuk dimengerti atau dijawab”.

Sedangkan menurut Patmonodewo (Misbach, Muzammil, 2010: 71) kata puzzle

berasal dari bahasa inggris yang berarti teka-teki atau bongkar pasang.

Jadi dari beberapa definisi puzzle di atas dapat disimpulkan bahwa puzzle adalah

teka-teki/ tebakan yang membingungkan yang merupakan tantangan yang harus

dipecahkan.

Dalam penelitian ini puzzle digunakan sebagai media pembelajaran,

dimana melalui puzzle ini kemampuan bercerita anak dapat ditingkatkan. Karena

selain anak akan berusaha untuk memecahkan masalah dalam menyusun puzzle,

anak juga akan saling berinteraksi dengan temannya, dan kemudian bercerita

mengenai puzzle tersebut kepada guru.

2. Fungsi Puzzle

Umumnya sisi edukasi permainan puzzle ini

(http://permainananakmuslim.blogspot.co.id : 2016 ) berfungsi untuk;

a. Melatih konsentrasi, ketelitian dan kesabaran b. Melatih koordinasi mata dan tangan.

c. Melatih logika.

d. Memperkuat daya ingat

e. Mengenalkan anak pada konsep hubungan

f. Dengan memilih gambar/bentuk, dapat melatih berfikir matematis.

Puzzle merupakan bentuk permainan yang menantang daya kreatifitas dan

ingatan siswa lebih mendalam dikarenakan munculnya motivasi untuk senantiasa

(34)

ulang-ulang. Tantangan dalam permainan ini akan selalu memberikan efek ketagihan

untuk selalu mencoba, mencoba dan terus mencoba hingga berhasil. Bermain

dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk berfikir dan bertindak

imajinatif serta penuh daya khayal yang erat hubungannya dengan perkembangan

kreativitas anak. Proses kemerdekaan anak akan memberi kemampuan lebih pada

anak untuk mengembangkan pikirannya mendapatkan kesenangan dan

kemenangan dari bentuk permainan tersebut. Ambisi untuk memenangkan

permainan tersebut akan memberikan nilai optimalisasi gerak dan usaha anak,

sehingga akan terjadi kompetisi yang adil dan beragam dari anak.

3. Bentuk-bentuk Puzzle

Muzammil, Misbach (2010: 75) menyatakan ada beberapa bentuk puzzle,

yaitu;

a. Puzzle konstruksi

Puzzle rakitan (construction puzzle) merupakan kumpulan

potongan-potongan yang terpisah, yang dapat digabungkan kembali menjadi beberapa

model. Mainan rakitan yang paling umum adalah blok-blok kayu sederhana

berwarna-warni. Mainana rakitan ini sesuai untuk anak yang suka bekerja dengan

tangan, suka memecahkan puzzle, dan suka berimajinasi.

b. Puzzle batang (stick)

Puzzle batang merupakan permainan teka- teki matematika sederhana

namun memerlukan pemikiran kritis dan penalaran yang baik untuk

(35)

bentuk sesuai dengan yang kita inginkan ataupun menyusun gambar yang terdapat

pada batang puzzle.

c. Puzzle lantai

Puzzle lantai terbuat dari sponge (karet/busa) sehingga baik untuk alas

bermain anak dibandingkan harus bermain diatas keramik. Puzzle lantai memiliki

desain yang sangat menarik dan tersedia banyak pilihan warna yang cemerlang.

Juga dapat merangsang kreativitas dan melatih kemampuan berpikir anak. Puzzle

lantai sangat mudah dibersihkan dan tahan lama.

d. Puzzle angka

Mainan ini bermanfaat untuk mengenalkan angka. Selain itu anak dapat

melatih kemampuan berpikir logisnya dengan menyusun angka sesuai urutannya.

Selain itu, puzzle angka bermanfaat untuk melatih koordinasi mata dengan tangan,

melatih motorik halus serta menstimulasi kerja otak.

e. Puzzle transportasi

Puzzle transportasi merupakan permainan bongkar pasang yang memiliki

gambar berbagai macam kendaraan darat, laut dan udara. Fungsinya selain untuk

melatih motorik anak, juga untuk stimulasi otak kanan dan otak kiri. Anak akan

lebih mengetahui macam-macam kendaraan. Selain itu anak akan lebih kreatif,

imajinatif dan cerdas

f. Puzzle logika

Puzzle logika merupakan puzzle gambar yang dapat mengembangkan

(36)

dimainkan dengan cara menyusun kepingan puzzle hingga membentuk suatu

gambar yang utuh. (http://www.academia.edu: 2016)

Sama seperti pendapat di atas, bahwa ada beberapa jenis puzzle

(www.kafebalita.com: 2009), antara lain;

a. Logic Puzzle

Logic puzzle adalah puzzle yang menggunakan logika.

b. Jigsaw Puzzle

Jigsaw puzzle adalah puzzle yang merupakan kepingan-kepingan. .

Disebut dengan jigsaw puzzle karena alat untuk memotong menjadi kepingan

disebut jigsaw.

c. Mechanical Puzzle

Mechanical puzzle adalah puzzle yang kepingnya saling berhubungan.

Contoh puzzle pada mechanical puzzle adalah soma cube dan chinese wood knots

d. Combination puzzle

Combination puzzle adalah puzzle yang dapat diselesaikan melalui

beberapa kombinasi yang berbeda. Rubik cube dan hanoi tower adalah contoh

puzzle kombinasi

Dari kedua pendapat di atas mengenai bentuk-bentuk puzzle yang ada,

maka dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk puzzle ada beberapa macam yaitu;

puzzle konstruksi, puzzle batang, puzzle lantai, puzzle angka, puzzle transportasi,

puzzle logika, puzzle keping (jigzaw puzzle), mechanical puzzle (puzzle yang

saling berhubungan), dan puzzle kombinasi. Sedangkan puzzle yang akan

(37)

puzzle keping sering dimainkan oleh anak, sehingga anak sudah mengetahui

bagaimana cara menyelesaikan puzzle keping tersebut.

4. Kelebihan dan Kekurangan Puzzle

Puzzle adalah salah satu media/alat yang dapat digunakan dalam berbagai

macam pembelajaran di sekolah, termasuk di Taman Kanak-Kanak, berikut ini

adalah kelebihan puzzle, yaitu;

1. Meningkatkan keterampilan kognitif

Keterampilan kognitif berhubungan dengan kemampuan untuk belajar

dan memecahkan masalah. Melalui puzzle, anak-anak akan mencoba memecahkan

masalah yaitu menyusun gambar menjadi utuh. Dengan sedikit arahan contoh dari

guru, sang anak sudah dapat mengembangkan kemampuan kognitifnya dengan

cara mencoba menyesuaikan bentuk, menyesuaikan warna, atau logika. Misalnya,

anak memasangkan warna merah dengan warna merah lagi. Lalu memasang

puzzle bergambar kaki atau roda selalu di bagian bawah puzzle.

2. Meningkatkan keterampilan motorik halus

Anak dapat melatih koordinasi tangan dan mata untuk mencocokkan

kepingan-kepingan puzzle dan menyusunnya menjadi satu gambar. Keterampilan

motorik halus berhubungan dengan kemampuan anak menggunakan otot-otot

kecilnya khususnya jari-jari tangannya. Untuk itu anak usia di bawah tiga tahun

(balita) direkomendasikan untuk diberikan permainan puzzle untuk

(38)

3. Melatih kemampuan nalar dan daya ingat dan konsentrasi

Puzzle yang berbentuk manusia akan melatih nalar anak-anak. Melalui

puzzle ini mereka akan menyimpulkan di mana letak tangan, kaki, dan lain-lain

sesuai dengan logika. Saat bermain puzzle, anak akan melatih sel-sel otaknya

untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya dan berkonsentrasi untuk

menyelesaikan potongan-potongan kepingan gambar tersebut.

4. Melatih kesabaran

Puzzle dapat melatih kesabaran anak dalam menyelesaikan sesuatu dan

berfikir dahulu sebelum bertindak. Dengan bermain puzzle anak bisa belajar

melatih kesabarannya dalam menyelesaikan suatu tantangan.

5. Pengetahuan melalui puzzle

Anak akan belajar banyak hal. Mulai dari warna, bentuk, jenis hewan,

buah-buahan, sayuran dan lainnya. Pengetahuan yang ia dapatkan dari sebuah

permainan biasanya akan lebih mengesankan bagi anak dibandingkan

pengetahuan yang ia dapatkan dari hafalan. Namun kegiatan bermain sambil

belajar ini tentunya harus selalu mendapatkan bimbingan.

6. Meningkatkan keterampilan sosial

Puzzle dapat dimainkan lebih dari satu orang dan jika puzzle dimainkan

secara berkelompok tentunya butuh diskusi untuk merancang kepingan-kepingan

gambar dari puzzle tersebut, maka hal ini akan meningkatkan interaksi sosial

anak. Dalam kelompok, anak akan saling menghargai, saling membantu dan

berdiskusi untuk menyelesaikan masalah. Anak yang lebih besar akan merasa

(39)

yang nyaman dan terciptanya interaksi ketika bermain

(http://liaamalia2697.blogspot.co.id)

Sedangkan pendapat lain yang hampir sama mengenai kelebihan dan

manfaat bermain puzzle antara lain adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan Keterampilan Kognitif

Keterampilan kognitif (cognitive skill) berkaitan dengan kemampuan

untuk belajar dan memecahkan masalah. Puzzle adalah permainan yang menarik

bagi anak balita karena anak balita pada dasarnya menyukai bentuk gambar dan

warna yang menarik.

Dengan bermain puzzle anak akan mencoba memecahkan masalah yaitu

menyusun gambar. Pada tahap awal mengenal puzzle, mereka mungkin mencoba

untuk menyusun gambar puzzle dengan cara mencoba memasang-masangkan

bagian-bagian puzzle tanpa petunjuk. Dengan sedikit arahan dan contoh, maka

anak sudah dapat mengembangkan kemampuan kognitifnya dengan cara mencoba

menyesuaikan bentuk, menyesuaikan warna, atau logika. Contoh usaha anak

menyesuaikan bentuk misalnya bentuk cembung harus dipasangkan dengan

bentuk cekung. Contoh usaha anak menyesuaikan warna misalnya warna merah

dipasangkan dengan warna merah. Contoh usaha anak menggunakan logika,

misalnya bagian gambar roda atau kaki posisinya selalu berada di bawah.

2. Meningkatkan Keterampilan Motorik Halus

Keterampilan motorik halus (fine motor skill) berkaitan dengan

kemampuan anak menggunakan otot-otot kecilnya khususnya tangan dan jari-jari

(40)

direkomendasikan banyak mendapatkan latihan keterampilan motorik halus.

Dengan bermain puzzle tanpa disadari anak akan belajar secara aktif

menggunakan jari-jari tangannya. Supaya puzzle dapat tersusun membentuk

gambar maka bagian-bagian puzzle harus disusun secara hati-hati. Perhatikan cara

anak-anak memegang bagian puzzle akan berbeda dengan caranya memegang

boneka atau bola. Memengang dan meletakkan puzzle mungkin hanya

menggunakan dua atau tiga jari, sedangkan memegang boneka atau bola dapat

dilakukan dengan mengempit di ketiak (tanpa melibatkan jari tangan) atau

menggunakan kelima jari dan telapak tangan sekaligus.

3. Meningkatkan Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial berkaitan dengan kemampuan berinteraksi dengan

orang lain. Puzzle dapat dimainkan secara perorangan. Namun puzzle dapat pula

dimainkan secara kelompok. Permainan yang dilakukan oleh anak-anak secara

Kelompok akan meningkatkan interaksi sosial anak. Dalam kelompok anak akan

saling menghargai, saling membantu dan berdiskusi satu sama lain. Jika anak

bermain puzzle di rumah orang tua dapat menemani anak untuk berdiskusi

menyelesaikan puzzlenya, tetapi sebaiknya orang tua hanya memberikan arahan

kepada anak dan tidak terlibat secara aktif membantu anak menyusun puzzle.

4. Melatih Koordinasi Mata dan Tangan

Anak belajar mencocokkan keeping-keping puzzle dan menyusunnya

menjadi satu gambar. Ini langkah penting menuju pengembangan keterampilan

(41)

5. Melatih Logika

Membantu melatih logika anak. Misalnya puzzle bergambar manusia.

Anak dilatih menyimpulkan di mana letak kepala, tangan, dan kaki sesuai logika.

6. Melatih kesabaran

Bermain puzzle membutuhkan ketekunan, kesabaran dan memerlukan

waktu untuk berfikir dalam menyelesaikan tantangan.

7. Memperluas pengetahuan

Anak akan belajar banyak hal, warna, bentuk, angka, huruf. Pengetahuan

yang diperoleh dari cara ini biasanya mengesankan bagi anak dibandingkan yang

dihafalkan. Anak dapat belajar konsep dasar, binatang, alam sekitar, buah-buahan,

alfabet dan lain-lain. Tentu saja dengan bantuan ibu dan ayah

(http://duniaanakcerdas.com).

Selain memiliki banyak kelebihan puzzle juga merupakan media biasa

yang memiliki kekurangan. Adapun kekurangan-kekurangan puzzle adalah sebagi

berikut:

1. Anak hanya asyik bermain saja, hingga seringkali melupakan tugas lain yang

seharusnya dilakukan

2. Untuk usia Taman Kanak-Kanak, presentase puzzle yang hilang karena

berbaur dengan puzzle yang lain tinggi.

3. Di Taman Kanak-Kanak Kelompok A, biasanya anak masih bingung dalam

menyelesaikan puzzle keping karena mereka harus beurusaha memutar-

memutar kepingan–kepingan puzzle agar dapat tersusun dan membentuk

(42)

D. Karakteristik Siswa Taman Kanak-Kanak Kelompok A 1. Karakteristik Siswa Taman Kanak-Kanak 4-5 Tahun

Masa-masa usia Taman Kanak-kanak merupakan masa masa dalam

kehidupan masa kehidupan manusia dengan rentang usia empat tahun sampai

dengan enam tahun. Masa ini berada pada bagian tengah dan akhir dari masa usia

anak-anak awal. Secara umum masa usia Taman Kanak-kanak ditandai dengan

beberapa karakteristik pokok. Sebagaimana yang disebutkan dalam (M. Ramli,

2005: 185-187), karakteristik tersebut adalah sebagai berikut:

a. Masa usia Taman Kanak-kanak adalah masa yang berada pada usia

prasekolah.

Masa usia empat sampai enam tahun disebut masa pra sekolah,Puskur

Balitbang Depdiknas (M. Ramli, 2005: 185) karena pada masa ini umumnya anak

belum masuk sekolah dalam pengertian yang sebenarnya.Artinya pada masa

tersebut anak-anak belum belajar keterampilan akademik secara formal seperti apa

yang telah diajarkan disekolah. Di Tanan kanak-kanak, anak-anak dibantu

mengembagkan keseluruhan aspek kepribadiannya sebagai dasar bagi tahap

perkembangan selanjutnya dan persiapan untuk memasuki dunia pendidikan di

sekolah dasar.

b. Masa usia Taman Kanak-Kanak adalah masa prakelompok

Masa usia Taman Kanak-Kanak disebut masa usia prakelompok karena

pada masa tersebut anak-anak belajar dasar-dasar keterampilan yang diperlukan

untuk menyesuaikan diri dalam kehidupan social Kelompok (Hurlock, 1980: 125;

(43)

mempelajari dasar-dasar perilaku yang diperlukan dalam kehidupan bersama

sebagai persiapan penyesuaian diri saat mereka memasuki Kelas satu sekolah

dasar dan memasuki tahap perkembangan selanjutnya.

c. Masa usia Taman Kanak-Kanak adalah masa meniru

Pada masa ini anak suka sekali menirukan pola perkataan dan tindakan

orang-oarang disekitarnya (Hurlock, 1980: 75; Ibrahim,1996: 81; M. Ramli,

2005:75). Dengan meniru itulah anak-anak dapat mengembangkan perilaku

mereka sehingga sehingga dapat berinteraksi denngan lingkungan secara lebih

baik. Meskipun demikian, anak-anak juga menunjukkan imajinasi dan kreatifitas

dalam pola tingkah laku mereka.

d. Masa usia Taman Kanak-kanak adalah masa bermain

Anak pada usia prasekolah suka sekali bermain untuk mengeksplorasi

lingkungannya, meniru perilaku orang lain, dan mencobakan kemampuan dirinya.

Pada tersebut anak juga menghabiskan banyak waktu dengan mainannya.

Permainan tersebut beragam baik dari jenisnya maupun fungsinya. Bermaian

merupakan aktivitas penting anak karena itu pendidikan di Taman Kanak-kanak

dilaksanakan melalui kegiatan permaianan. Melalui permainan tersebut anak-anak

belajar mengembangkan segenap aspek kepribadiannya.

e. Anak pada usia Taman Kanak-Kanak memiliki keragaman

Anak-anak pada usia Taman Kanak-kanak beragam tidak hanya dari segi

individualitas mereka tetapi juga dari segi latar belakang budaya asal anak-anak

tersebut. Meskipun anak-anak pada masa usia ini sama-sama memiliki

(44)

menghabiskan waktu mereka untuk bermain, anak-anak mewujudkan karakteristik

tersebut secara khas anak dan budayanya (Rapson,1990: 96). Keragaman tersebut

menyadarkan guru untuk memperlakukan anak secara unik sesuai dengan

karakteristik khas anak tersebut dalam kegiatan pendidikan sehingga anak

berkembang optimal.

2. Kemampuan Bercerita Taman Kanak-Kanak 4-5 tahun

Ada beberapa indikator kemampuan bahasa menurut Yuliani Nurani

Sujiono (2009: 78) yang bisa digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan

kemampuan bercerita anak usia 3-4 tahun yaitu:

1. Dapat berbicara menggunakan kalimat sederhana yang terdiri dari 4-5 kata.

2. Mampu melaksanakan tiga perintah lisan secara berurutan dengan benar.

3. Menyebut nama, jenis kelamin dan umurnya.

4. Menyebut nama panggilan orang lain (teman, kakak, adik dan saudara yang

telah dikenalnya).

5. Mengerti bentuk pertanyaan dengan menggunakan, apa, mengapa, dan

bagaimana.

6. Dapat mengajukan pertanyaan dengan menggunakan kata apa, siapa, dan

mengapa.

7. Dapat menggunakan kata depan: di dalam, di luar, di atas, di bawah, dan di

samping.

8. Dapat mengulang lagu anak-anak dan menyanyikan lagu sederhana.

(45)

10.Dapat berperan serta dalam suatu percakapan dan tidak mendominasi untuk

selalu ingin didengar.

Pendapat lain dikemukakan oleh Nur Mustakim (2005: 129) bahwa ”...

pada tahap ini anak sudah bisa memahami bahasa berdasarkan tematis yang

diberikan oleh guru. Kalimat-kalimat anak sudah sempurna dari tiga kata menjadi

empat kata atau lebih. Anak sudah dapat mengoreksi kalimat yang struktur

katanya kurang tepat. Anak sudah kritis menggunakan kata benda, kata kerja, dan

kata ganti serta dapat memberikan alasan yang tepat.

Maka dari kedua pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

kemampuan bercerita anak Taman Kanak-Kanak Kelompok A adalah sebagai

berikut:

a. Dapat berbicara dengan menggunakan 4-5 kata.

b. Anak sudah dapat menjawab pertanyaan dengan jawaban yang sesuai.

c. Dapat menggunakan kata depan: di dalam, di luar, di atas, di bawah, dan di

samping.

d. Anak sudah dapat menggunakan kata benda, kata kerja, dan kata ganti dengan

tepat.

e. Anak dapat menyebutkan nama, jenis kelamin, alamat, dan orang – orang

yang dikenalnya.

f. Dapat melontarkan pertanhyaan yang ada di pikirannya

(46)

E. Kerangka Pikir

Kemampuan bercerita pada anak 4-5 tahun masih perlu ditingkatkan

dengan berbagai macam stimulasi tepat dan alat yang sesuai dengan

perkembangan yang akan dicapai. Maka dari itu guru dan orangtua harus dapat

mengetahui sejauh mana perkembangan anak mereka. Di sekolah guru

mempunyai peran yang sangat penting, di mana guru harus dapat menstimulasi

perkembangan anak dan mengoptimalkan kelebihan yang dimiliki oleh anak

didiknya. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk dapat memberikan

pembelajaran yang menarik minat anak. Salah satunya dalah dengan mengajak

anak untuk berlatih menceritakan tentang sesuatu.

Dalam kenyataan di lapangan, sesuai dengan hasil observasi yang

dilakukan di RA Al-Husna Pakualaman Yogyakarta, kemampuan anak dalam

bercerita masih belum terlihat, hal ini nampak ketika peneliti melakukan observasi

sebelum dilakukannya penelitian. Di sana hampir semua anak belum dapat

bercerita sendiri, hal ini juga terjadi karena memang beberapa anak memang

pendiam, sehingga diperlukan stimulasi yang dapat meningkatkan kemampuan

anak dalam bercerita. Selain itu agar proses anak belajar bercerita menjadi lebih

menarik,maka dibutuhkan alat atau media yang dapat digunakan sebagai media

belajar bagi anak. Salah satu cara yang dapat peneliti gunakan untuk

meningkatkan kemampuan bercerita anak adalah dengan menggunakan puzzle

gambar. Karena pada dasarnya anak suka sekali untuk bercerita maka puzzle yang

(47)

anak tidak akan bosan untuk menyusun kemudian menceritakan gambar yang ada

di dalam puzzle tersebut.

[image:47.612.134.508.183.409.2]

Alur pemikiran dalam penelitian ini , dapat dilihat dengan jelas melalui

Gambar 1 di bawah ini,

F. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka pikir diatas maka muncul hipotesis tindakan dalam

penelitian ini yaitu: “kemampuan bercerita anak dapat ditingkatkan melalui media

puzzle pada anak kelompok A di RA Al-Husna Pakualaman Yogyakarta”. Gambar 1.

Alur Kerangka Pikir Penelitian Anak belum dapat bercerita sesuai dengan

kemampuan yang seharusnya dimiliki oleh anak usa 4-5 tahun

Anak diajak bermain

menggunakan

puzzle kemudian diajak bercerita

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti adalah penelitian tindakan

kelas (classroom action research). Di mana dalam penelitian ini, penelitian

dilaksanakan dalam satu kelas, yaitu Kelas An-Nur di RA Al-Husna Pakualaman

Yogyakarta. Penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap

kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi

dalam sebuah kelas secara bersama (Suharsimi Arikunto, 2012: 3). Penelitian ini

dilakukan untuk memperbaiki permasalahan yang muncul di kelas tersebut.

Dimana di Kelas An-Nur sebagian besar siswanya belum dapat bercerita.

Penelitian ini dilakukan secara kolaboratif antara peneliti dengan guru

Kelompok A Kelas An-Nur di TK RA Al-Husna Pakualaman Yogyakarta.

Tindakan dalam penelitian ini berupa penggunaan media puzzle gambar dengan

tujuan untuk meningkatkan kemampuan bercerita pada siswa Kelompok A Kelas

An-Nur di RA Al-Husna Pakualaman Yogyakarta.

B. Waktu , Tempat, dan Setting Penelitian

Setting penelitian tindakan Kelas (PTK) ini meliputi: tempat penelitian,

subjek penelitian, dan waktu penelitian. Adapun setting penelitian adalah sebagai

(49)

1. Waktu Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan dalam dua minggu atau

empat kali pertemuan. Untuk pelaksanaan penelitian, peneliti membaginya ke

dalam dua tahapan, yaitu tindakan Siklus I dan tindakan Siklus II masing-masing

dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Untuk jadwal pelaksanaan penelitian,

peneliti menyesuaikan dengan Rencana Kegiatan Harian (RKH) Kelompok A

Kelas An-Nur di RA Al-Husna Pakualaman Yogyakarta. Siklus I dan Siklus II

akan dilaksanakan pada tanggal 10, 11, 16 dan 18 Februari 2016.

2. Tempat Penelitian

Tempat yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kelompok A Kelas

An-Nur di RA Al-Husna Pakualaman Yogyakarta. Kelas An- An-Nur tidak menetap

hanya pada satu kelas saja, dikarenakan sekolah tersebut menggunakan

pembelajaran sentra, maka setiap hari terdapat rotasi kelas berdasarkan sentra

sesuai dengan jadwal yang telah disusun oleh pihak guru dan sekolah.

3. Subjek Penelitian

Subjek Penelitian adalah Kelompok A Kelas An-Nur di RA Al-Husna

Pakualaman Yogyakarta. Jumlah siswa-siswi Kelas An Nur sebanyak 17 anak

dari total 19 anak.

4. Objek Penelitian

Meningkatkan kemampuan bercerita anak melalui media puzzle gambar.

C. Perencanaan dan Pelaksanaan Tindakan Penelitian

Penelitian tindakan ini bersifat kolaboratif di mana peneliti bekerja sama

(50)

sesuai dengan alur penelitian yang telah disusun oleh peneliti, sedangkan peneliti

sebagai pengamat tindakan (observer).

1. Kondisi Pratindakan

Kondisi Pratindakan yang dimaksud adalah gambaran tentang sejauh

mana kemampuan bercerita siswa-siswi Kelompok A Kelas An-Nur di RA

Al-Husna Pakualaman Yogyakarta sebelum dilakukan tindakan. Berdasarkan

observasi peneliti dan hasil wawancara peneliti dengan guru Kelompok A Kelas

An-Nur di RA Al-Husna Pakualaman Yogyakarta di sana diketahui bahwa masih

terdapat beberapa anak yang masih pasif dalam berbicara, dan bercerita.

Anak-anak tersebut belum dapat Jumlah Anak-anak yang telah dapat bercerita pada kondisi

awal prapenelitian berjumah 6 anak. Sebelas anak lainnya belum dapat bercerita

dengan maksimal, sedangkan 2 anak yang lainnya tidak masuk karena sakit.

2. Rancangan Siklus I dan Siklus II

Adapun di bawah ini adalah penjabaran dari pelaksanaan penelitian

meningkatkan kemampuan bercerita pada Kelompok A dengan media puzzle

dengan menggunakan model Kemmis dan Mc Taggart yang akan diaplikasikan

pada penelitian di lapangan yang dijabarkan sebagai berikut, dimana:

a. Siklus I

Perencanaan :

Pada bagian perencanaan ini peneliti bersama guru berkoordinasi tentang

pembelajaran yang akan dilaksanakan, kemudian menyiapkan RKH dan media

yang akan digunakan dalam permainan puzzle. Lalu peneliti menyiapkan

(51)

perkembangan yang terjadi pada siswa yang diamati. Guru dan peneliti

bersama-sama dalam menata lingkungan belajar.

Pelaksanaan Dan Pengamatan:

Pada proses pelaksanaan dan pengamatan pada Siklus I ini guru

memberikan apersepsi tema (Profesi) selama 5 menit dengan cara memberi

pengarahan . Kemudian untuk pelaksanaan kegiatan bermain puzzle anak dibagi

ke dalam kelompok kecil- kecil , lalu anak-anak dipersilahkan untuk bereksplorasi

dengan media puzzle. Setelah itu anak-anak diperbolehkan untuk bermain puzzle.

Selain itu anak juga diperbolehkan untuk bermain puzzle secara bergantian. Guru

membimbing anak dalam melaksanakan kegiatan bermain puzzle sambil

mendengarkan cerita anak. Guru juga menanyakan kepada anak-anak tentang

pengalaman mereka dalam kegiatan bermain puzzle, kemudian peneliti

mengamati dan mencatat perkembangan dan kemampuan bercerita anak sesuai

instrumen observasi yang telah direncanakan. Selain itu peneliti juga mencatat

data yang diperoleh dan juga melakukan dokumentasi

Refleksi :

Peneliti bersama guru melakukan penilaian dan evaluasi sesuai hasil

pengamatan dan pencatatan yang sudah dilakukan saat pembelajaran. Kemudian

guru dan peneliti mendiskusikan hasil yang didapatkan untuk keputusan bersama

mengenai hasil dari observasi yang dilakukan oleh peneliti

b. Siklus II

(52)

D. Desain Penelitian

Menurut Suroso (2009: 36), Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

dilaksanakan dalam bentuk siklus yang meliputi rencana, tindakan, observasi, dan

refleksi. Rencana meliputi tindakan apa yang akan dilakukan untuk memperbaiki,

meningkatkan, atau merubah perilaku dan sikap sebagai solusi. Tindakan

merupakan perlakuan guru atau peneliti sebagai upaya perbaikan, peningkatan

atau perubahan yang diinginkan. Observasi adalah proses mengamati pelaksanaan

tindakan untuk mengetahui apakah pelaksanaan tindakan itu sudah tepat atau

belum. Pada tahap refleksi, peneliti mencari faktor penyebab kekurangan dari

penelitian tindakan yang telah dilakukan, sehingga untuk melakukan tindakan

berikutnya menjadi lebih mudah, kemudian peneliti bersama guru melakukan

perbaikan terhadap rencana awal.

Penelitian ini menggunakan model spiral yaitu model tindakan yang

dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart (Rochiati Wiriaatmadja, 2006: 66),

seperti yang tampak pada Gambar 3 berikut ini:

Keterangan:

1 = Perencanaan Siklus I

2 = Tindakan dan Perencanaan Siklus I

3 = Refleksi Siklus I

4 = Perencanaan Siklus II

5 = Tindakan dan Observasi Siklus II

6 = Refleksi Siklus II 4

   

1 ▼

  ►

▼ ► 

  ▲ 2 

[image:52.612.155.449.457.673.2]
(53)

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian tindakan

kelas ini adalah observasi dan hasil wawancara dan dokumentasi. Pengumpulan

data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi digunakan untuk mengamati pelaksanaan tindakan. Observasi

dilakukan dengan mengamati secara langsung proses pembelajaran dengan

menggunakan lembar observasi yang telah disusun. Beberapa hal yang diamati

terhadap pelaksana tindakan meliputi: Guru alat peraga edukatif berupa puzzle

bergambar, cara guru memotivasi siswa, penjelasan guru terhadap siswa mengenai

kegiatan yang akan dilakukan, pengantar pra kegiatan yang dilakukan oleh guru,

membimbing siswa pada saat kegiatan berlangsung, proses yang dilakukan anak

selam pembelajaran berlangsung, respon anak terhadap media yang digunakan,

proses anak ketika bercerita tentang gambar yang telah disusunnya.

2. Wawancara

Wawancara dilakukan sebelum penelitian dilaksanakan dan setelah

penelitian dilaksanakan. Wawancara dilakukan kepada guru kelas dan guru sentra

untuk mengetahui kemampuan masing-masing anak sehingga akan diketahui

kemampuan bercerita anak sebelum dan sesudah dilakukannya penelitian.

3. Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan sebagai penguat jika penelitian tersebut

(54)

yang telah disusun oleh peneliti. Dokumentasi pada penelitian ini berbentuk foto

kegiatan dan rekaman video selama kegiatan berlangsung.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat bantu yang digunakan dalam

mengumpulkan data pada saat penelitian. Pada penelitian ini, peneliti

menggunakan instrumen lembar observasi, dan catatan lapangan.

1. Lembar Observasi

Lembar observasi merupakan lembar observasi yang berisi tentang

kemampuan bercerita anak usia 4-5 tahun. Lembar observasi disediakan oleh

peneliti dan dikonsultasikan kepada dosen pembimbing. Lembar observasi untuk

siswa digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa.

Lembar observasi digunakan sebagai alat untuk melakukan observasi atau

pengamatan guna memperoleh data yang diinginkan. Lembar observasi ini

berbentuk checklist untuk mengetahui sudah tercapai atau belum kemampuan

(55)

Adapun kisi-kisi instrumen lembar observasi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kisi-kisi Lembar Observasi terhadap Siswa Aspek

Perkembangan

Asapek yang Diamati

Kriteria Skor Deskripsi

Bahasa Satu kalimat terdiri dari 4-5 suku kata

Mampu 3

Anak mampu bercerita,setidaknya dalam satu

kalimat terdiri dari 4-5 suku kata

Kurang mampu

2

Anak kurang mampu bercerita,setidaknya dalam satu kalimat terdiri dari 4-5 suku kata

Belum mampu

1

Anak belum mampu bercerita,setidaknya dalam satu kalimat terdiri dari 4-5 suku kata

Dapat mengguna kan kata kerja, kata benda, dan kata ganti dengan benar Mampu 3

Anak mampu menggunakan kata kerja, kata benda, dan kata ganti dengan benar

Kurang mampu

2

Anak kurang mampu menggunakan kata kerja, kata benda, dan kata ganti dengan benar

Belum mampu

1

Anak belum mampu menggunakan kata kerja, kata benda, dan kata ganti dengan benar Dapat menjawab pertanyaa n dengan kata tanya apa, bagaimana , dan mengapa

Mampu 3

Anak mampu menjawab pertanyaan dengan kata tanya apa, bagaimana, dan mengapa

Kurang mampu

2

Anak kurang mampu menjawab pertanyaan dengan kata tanya apa, bagaimana, dan mengapa

Belum mampu

1

Anak belum dapat menjawab pertanyaan dengan kata tanya apa, bagaimana, dan mengapa Terlibat

aktif dalam percakapa n

Mampu 3

Anak mampu terlibat aktif dalam percakapan

Kurang mampu

2

Anak kurang mampu terlibat aktif dalam percakapan

Belum mampu

1

(56)

2. Catatan Lapangan

Catatan lapangan adalah catatan yang ditulis oleh peneliti sebagai

pengamat tindakan yang berisi seluruh kegiatan yang dilakukan oleh guru dan

siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Catatan lapangan tersebut

dapat membantu peneliti dalam pengumpulan data selama penelitian.

G. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa hasil observasi selama proses

pembelajaran pada setiap pertemuan. Adapun teknik analisis data untuk

masing-masing instrumen adalah sebagai berikut.

1. Analisis Data Observasi

Observasi dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dengan

menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan peneliti. Observasi

dilakukan untuk mengamati terjadi atau tidaknya peningkatan kemampuan

bercerita anak pada setiap pertemuan. Hasil observasi tersebut dianalisis

menggunakan teknik kuantitatif. Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa

kata-kata dan dokumen yang selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan

teknik analisis kuantitatif untuk menentukan peningkatan hasil belajar anak

sebagai pengaruh dari setiap tindakan yang dilakukan guru,tujuanya untuk

mengetahui meningkatnya ke

Gambar

Gambar 1 di bawah ini,
Gambar 3.  Bagan Model Spiral Kemmis dan Mc Taggart
Tabel 2. Lembar Observasi (Checklist) Pengamatan Kemampuan Anak dalam
Tabel 3. Lembar Observasi (Checklist) Pengamatan  Kemampuan Anak
+7

Referensi

Dokumen terkait

bermain yang tepat bagi anak Taman Kanak-Kanak. Salah satu cara meyampaikan pembelajaran yang diimbangi dengan cara bercerita. Kemampuan bahasa anak Taman

Untuk meningkatkan kemampuan berperilaku mulia anak melalui bercerita dengan media audio visual juga didukung oleh beberapa indikator yaitu berperilaku jujur, berperilaku

Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode bercerita mampu meningkatkan kemampuan berbicara pada anak kelompok B di Taman Kanak-kanak Jatirejo Ngargoyoso Karanganyar

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu upaya meningkatkan kemampuan berhitung permulaan anak dapat dilakukan melalui puzzle angka pada anak kelompok A di TK Pertiwi

Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian tindakan kelas. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mengenal anggota tubuh melalui media puzzle pada

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui melalui metode bercerita dengan media barang bekas dapat meningkatkan kemampuan bercerita anak Taman Kanak-kanak 03 Kaliwuluh

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bermain sambil belajar dengan menggunakan media benda-benda alam lebih efektif untuk meningkatkan kemampuan mengenal angka sebagai

Kenyataan ini menunjukkan bahwa penerapan metode bercerita berbantuan media kartu gambar berseri ternyata sangat efektif untuk meningkatkan kemampuan menyimak anak,