PENING KELAS PROGRAM KATAN KE S AN-NUR P Diaj un guna
M STUDI PE JURUS FA UNIV EMAMPUA MELALUI PAKUALAM ukan kepada Universita ntuk Memenu Memperole Dev NIM ENDIDIKA SAN PENDI AKULTAS VERSITAS N AG AN BERCE I MEDIA P MAN YOGY
SKRIPSI
a Fakultas Il as Negeri Yo uhi Sebagian eh Gelar Sarj
Oleh vi Nurul Fari M 091112440
AN GURU PE IDIKAN AN S ILMU PEN NEGERI Y GUSTUS 201
ERITA ANA
PUZZLE DI
YAKARTA mu Pendidik ogyakarta n Persyaratan jana Pendidi ida 005 ENDIDIKA NAK USIA NDIDIKAN YOGYAKAR 16 AK KELOM I RA AL-HU A
kan
n ikan
MOTTO
Dengan bercerita anak dapat mengungkapkan segala apa yang dirasakannya, dapat mengungkapkan apa yang diinginkannya, dan dapat menolak apa yang tidak
diinginkannya.
(Penulis)
Janganlah berkata satu buah dusta,jika memang kebenaran akan membawa seribu kebaikan. Maka cobalah untuk jujur,niscaya kebaikan akan selalu mengikutimu.
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk :
1. Ibu dan bapak yang selama ini telah sabar mendampingi dan menyemangati
tiada henti
2. Nusa dan Bangsa
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERCERITA ANAK MELALU PUZZLE
PADA KELOMPOK A KELAS AN-NUR DI RA AL – HUSNA
PAKUALAMAN YOGYAKARTA
Oleh Devi Nurul Farida NIM 09111244005
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bercerita anak dengan media puzzle pada kelompok A Kelas An-Nur di RA Al-Husna, Pakualaman, Yogyakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas kolaboratif. Subjek penelitian adalah anak Kelompok A yang berjumlah 17 anak. Penelitian ini menggunakan model penelitian Spiral Kemmis dan Mc Taggart. Teknik pengumpulan data dalam penelitian menggunakan observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Adapun indikator keberhasilan dari penelitian ini adalah jika anak yang sudah dapat bercerita mencapai lebih dari 76%
Hasil penelitian menunjukkan bahwa puzzle dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan bercerita anak, hal ini dibuktikan dengan terjadinya peningkatan pada akhir Siklus I dengan persentase 66,17%, dan pada Siklus II meningkat dengan persentase 89,70 %. Langkah-langkah yang dilakukan pada saat penelitian yaitu: a. Anak diberi pengarahan mengenai apa yang akan dilakukan, b. Anak dipersilahkan memilih puzzle yang disukai, c. Anak dipersilahkan untuk bercerita. Proses pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan bercerita melalui media puzzle adalah dengan memberikan kesempatan kepada anak-anak bermain puzzle yang mereka sukai dan kemudian mempersilahkan anak untuk bercerita. Guru dapat memancing anak bercerita lebih banyak dengan melontarkan pertanyaan yang berkaitan dengan cerita anak tersebut.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum, wr. wb.
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang
memberikan kesempatan kepada penulis menyelesaikan pendidikan akademik
yang ditempuh dengan penulisan skripsi yang berjudul “Peningkatan Kemampuan
Bercerita Anak Melalui Puzzle pada Kelompok A Kelas An-Nur di RA Al-Husna
Pakualaman, Yogyakarta”. Tanpa bantuan berbagai pihak skripsi ini tidak akan
terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada;
1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.
2. Ketua jurusan PAUD yang telah memberikan saran, motivasi, dan nasihat
dalam menyusun skripsi.
3. Bapak Dr. Harun Rasyid, M. Pd. dan ibu Eka Sapti C., M. M., M. Pd., selaku
dosen pembimbing penulis yang selalu sabar dalam membimbing penulis
dalam penyusunan skripsi dan berkenan meluangkan waktu untuk
memberikan saran, arahan, dan motivasi pada penulis dalam menyelesaikan
skripsi.
4. Ibu, Bapak, serta adik – adikku tercinta yang telah memberikan dukungannya
selama penulis dalam proses penyelesaian skripsi.
5. Seluruh dosen program studi PG PAUD yang telah memberikan ilmu dan
pengalaman berharga pada penulis dan seluruh karyawan fakultas ilmu
pendidikan yang telah membantu dalam kelancaran penyusunan skripsi.
6. Kepala sekolah, guru, staff karyawan, dan peserta didik di RA AL – HUSNA
Pakualaman Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan
dalam menyelesaikan skripsi.
7. Sahabat-sahabat D’DAFAZ, Dina, Mbak Arum, Fitri, Aniati, dan Zunita yang
selalu mengingatkan dan membantu penulis untuk segera menyelesaikan
8. Ustadzah Nurhikmah yang selalu menyemangati, memberi ilmu ,dan
memotivasi penulis hingga akhir penyelesaian skripsi.
9. Nesya Ismipradipta Labdhawara, Fitrianingtyas Palupi, Immawan Muhammad
Arif,dan Yulia Frisca Nindita, yang berjuang bersama-sama untuk
menyelesaikan skripsi
10.Teman- teman kos Bu Kus, yang selalu memberikan semangat dan motivasi
kepada penulis selama proses penyesaian skripsi.
11.Teman-teman PG PAUD B Angkatan 2009 tercinta yang selalu memberikan
motivasi dan semangat.
12.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi para
pembaca.
Wassalamu’alaikum, wr. wb.
Yogyakarta, 15 Agustus 2016
Penulis,
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN... ii
HALAMAN PERNYATAAN... iii
MOTTO... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN... v
ABSTRAK... vi
KATA PENGANTAR... vii
DAFTAR ISI... ix
DAFTAR TABEL... xi
DAFTAR GAMBAR... xii
DAFTAR LAMPIRAN... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Identifikasi Masalah... 9
C. Pembatasan Masalah... 9
D. Rumusan Masalah... 9
E. Tujuan Penelitian... 10
F. Manfaat Penelitian... 10
G. Definisi Operasional... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perkembangan Kemampuan Bercerita Anak Usia ... 12
1. Pengertian Bercerita... 12
3. Tema Cerita Untuk Anak Taman Kanak-Kanak... 15
B. Kemampuan Bahasa Anak 4-5 Tahun... 17
1. Pengertian Perkembangan Bahasa Anak Usia 4-5 Tahun... 17
C. Puzzle... 18
1. Definisi Media Puzzle sebagai Media Pembelajaran... 18
2. Fungsi Puzzle... 19
3. Bentuk - Bentuk Puzzle... 20
4. Kelebihan dan Kekurangan Puzzle... 23
D. Karakteristik Siswa Taman Kanak-Kanak 4-5 Tahun... 28
E. Kemampuan Bercerita Taman Kanak-Kanak 4-5 tahun ... 30
F. Kerangka Pikir... 32
G. Hipotesis ... 33
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 34
B. Waktu , Tempat, dan Setting Penelitian... 34
C. Perencanaan Dan Pelaksanaan Tindakan Penelitian... 35
D. Desain Penelitian... 38
E. Teknik Pengumpulan Data... 39
F. Instrumen Penelitian... 40
G. Teknik Analisis Data... 42
H. Kriteria Keberhasilan... 47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 48
1. Deskripsi Kondisi Awal... 48
2. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan pada Siklus I... 50
a. Perencanaan Tindakan... 50
b. Pelaksanaan Tindakan... 51
c. Observasi... 58
d. Refleksi ... 60
a. Perencanaan Tindakan... 61
b. Pelaksanaan Tindakan... 64
c. Observasi... 70
d. Refleksi ... 72
B. Pembahasan... 72
C. Keterbatasan Penelitian... 76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 78
B. Saran... 79
DAFTAR PUSTAKA... 80
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Kisi-kisi Lembar Observasi Terhadap Siswa... 42
Tabel 2. Lembar Observasi (Check list) Pengamatan
Kemampuan Anak dalam Menyusun Kalimat Selama
Bercerita... 43
Tabel 3. Lembar Observasi (Check list) Pengamatan Kemampuan
Anak Menggunakan Kata Kerja dengan Benar Selama Bercerita.... 44
Tabel 4. Lembar Observasi (Check list) Pengamatan Kemampuan Bercerita Anak dimana Anak dapat Menjawab Pertanyaan
dengan Benar... 45
Tabel 5. Lembar Observasi (Check list) Pengamatan Kemampuan
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1. Alur Kerangka Pikir Penelitian... 33
Gambar 2. Bagan Model Spiral Kemmis Dan Mc. Taggart... 38
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Anak Usia Dini adalah pendidikan yang diikuti oleh anak-
anak pra sekolah dasar. Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada pasal 1 ayat 14
disebutkan bahwa anak usia dini diartikan sebagai anak yang berusia 0 tahun
sampai dengan 6 tahun (Novan Ardy Wiyani, 2015: 21). Pada masa tumbuh
kembangnya anak usia dini akan mengalami berbagai macam perkembangan.
Perkembangan tersebut dapat berjalan dengan baik jika ada stimulasi yang tepat
yang dilakukan sesuai dengan tahapan perkembangannya. Perkembangan
kemampuan anak pada usia dini berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Berbagai aspek pertumbuhan dan perkembangan yang melingkupi anak usia dini
antara lain aspek pertumbuhan fisik, perkembangan kognitif, emosi, sosial,
bahasa, serta moral dan agama (Novan Ardy Wiyani, 2015: 2).
Pada usia dini anak akan mengalami masa emas atau biasa yang disebut
dengan the golden age, di mana pada masa tersebut anak akan mudah menangkap,
menyerap dan memproses informasi yang mereka peroleh. Proses tersebut akan
berlangsung dengan baik jika stimulasi yang didapatkan sesuai dengan
perkembangan yang ingin dicapai. Selain itu pada masa usia emas terdapat
masa-masa penting dalam perkembangan otak dan kemampuan anak, yaitu periode dini
dalam perjalanan usia manusia merupakan periode penting bagi pembentukan
perlu diperhatikan adalah apabila terjadi kegagalan pada masa ini maka dapat
mengakibatkan kegagalan pada masa-masa sesudahnya (Tadkiroatun Musfiroh,
2005: 2). Hal tersebut didukung juga oleh berbagai penelitian di bidang
neurologi terbukti bahwa 50% kecerdasan anak terbentuk dalam kurun waktu 4
tahun pertama. Setelah anak berusia 8 tahun perkembangan otaknya mencapai
80% dan pada usia 18 tahun mencapai 100% (Slamet Suyanto, 2005: 6).
Bahasa merupakan salah satu kemampuan penting yang harus dimiliki
oleh seorang manusia. Karena dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat
terlepas dari bahasa. Bahasa adalah salah satu alat yang dapat digunakan oleh
manusia agar dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia yang lainnya.
Pada dasarnya manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk
sosial, dimana manusia satu dengan yang lainnya saling membutuhkan. Mereka
dapat saling membantu dikarenakan adanya komunikasi yang terjalin antara satu
dengan yang lainnya. Selain itu juga karena bahasa mencakup setiap sarana
komunikasi yang menyimbolkan pikiran dan perasaan untuk menyampaikan
makna kepada orang lain (Hurlock, 1978: 177).
Kemampuan berkomunikasi seseorang tidak muncul dengan sendirinya
akan tetapi dikuasai secara bertahap dimana penguasaan bahasa tersebut dimulai
sejak kecil hingga dewasa. Proses tersebut berlangsung secara terus-menerus.
Selain itu bahasa sangat penting bagi anak usia dini, karena melalui bahasa anak
dapat berkomunikasi dengan teman sebayanya, dapat mengungkapkan
pendapatnya, dapat bersosialisasi dengan orang lain, serta dapat melatih anak
stimulasi-stimulasi yang baik yang dapat mengembangkan kemampuan bahasa
pada anak sejak usia dini.
Proses pemerolehan bahasa pada anak dimulai sejak ia berada di
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, hingga di lingkungan tempat
bermainnya. Tadkiroatun Musfiroh (2005: 8), menyatakan bahwa
perkembangan bahasa juga tergantung pada kematangan sel korteks, dukungan
lingkungan, dan keterdidikan lingkungan. Perkembangan bahasa pada anak usia
dini ditandai dengan adanya penambahan perbendaharaan kosa kata baru yang
dimiliki oleh anak. Perkembangan bahasa anak meliputi perkembangan fonologis
(yakni mengenal dan memproduksi suara), perkembangan kata, perkembangan
semantik atau makna kata, perkembangan sintaksis atau penyusunan kalimat, dan
perkembangan pragmatik atau perkembangan bahasa untuk keperluan
komunikasi. Pada anak usia Taman Kanak-kanak atau prasekolah, perkembangan
fonologis belum sempurna, namun hampir semua yang dikatakannya dapat
dimengerti (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 8).
Selain perkembangan bahasa di atas, stimulasi juga menjadi salah satu
faktor penting terhadap penguasaan bahasa anak dimana dengan stimulasi yang
baik, maka kosa kata yang dimiliki oleh anak juga dapat sesuai dengan
perkembangannya. Kosa kata yang diperoleh anak pada awal masuk Taman
Kanak-kanak kira-kira berjumlah 2000 kata (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 9).
Stimulasi tidak hanya dilakukan sepihak yaitu dimana hanya dilakukan oleh
orang tua, akan tetapi juga dilakukan oleh guru. Sinergi yang dilakukan oleh
katanya. Semakin banyak stimulasi yang diberikan oleh orang-orang di
sekelilingnya maka akan semakin menambah perbendaharaan kosa kata yang
dimiliki oleh anak.
Jika seorang anak memiliki kosa kata yang baik sesuai dengan tahap
perkembangannya, maka akan semakin mudah bagi anak tersebut untuk
berkomunikasi dan bercerita dengan orang lain. Salah satu cara yang dapat
dilakukan guru untuk meningkatkan kemampuan bercerita anak adalah dengan
media puzzle gambar. Peneliti masih kesulitan untuk mengetahui sejauh mana
perkembangan bahasa mereka. Awalnya peneliti berfikir jika ini terjadi mungkin
karena usia mereka yang masih berkisar antara 4-5 tahun, atau mungkin hal
tersebut dapat terjadi karena orang tua siswa tersebut sibuk,sehingga kurang dapat
menstimulasi perkembangan kebahasaannya.
Selain orangtua yang berperan penuh dalam menstimulasi perkembangan
bahasa anak, guru juga mempunyai peran yang sama pentingnya, yaitu sebagai
motivator dan stimulator dalam perkembangan kemampuan berbahasa anak di
sekolah. Hal yang berkaitan erat dengan perkembangan berbahasa anak salah
satunya adalah kemampuan anak dalam bercerita. Bercerita umumnya dilakukan
oleh orang dewasa kepada anak-anak. Cerita yang disampaikan pun juga beragam.
Bagi anak usia dini,yaitu usia 0-6 tahun, bercerita telah masuk dalam kurikulum
pada pendidikan di Taman Kanak-kanak.
Seperti yang diungkapkan Tadkiroatun Musfiroh (2005: 33), bahwa
“Bercerita dalam Kurikulum berbasis Kompetensi memenuhi ciri-ciri
siswa, sesuai minat anak, sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan
siswa, hasil belajar (melalui cerita) bisa bertahan lebih lama karena lebih berkesan
dan bermakna, mengembangkan keterampilan berpikir siswa dengan
permasalahan yang dihadapi, dan menumbuhkan kepekaan sosial,toleransi,
komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan atau perasaan orang lain. Dengan kata
lain, bercerita sesuai dengan pembelajaran tematik untuk TK”.
Masa belajar anak usia dini dimulai dari lingkungan sekitarnya. Proses
anak dalam belajar bercerita bisa dimulai dari apa yang terjadi di lingkungan
sekitarnya. Orang tua dapat menstimulasi kemampuan bercerita anak dengan
mengajak anak berbicara lebih sering. Serta dapat pula dengan melontarkan
pertanyaan yang dapat memancing anak untuk bercerita ataupun mengungkapkan
pendapatnya. Di sekolahpun guru dalam melakukan pembelajaran di kelas
dituntut dapat menjadi figur yang mampu dalam mengembangkan berbagai
macam kemampuan anak. Termasuk juga dalam kemampuan bercerita, karena
kemampuan bercerita bermanfaat pula dalam melatih dan merangsang anak-anak
yang pendiam untuk dapat lebih komunikatif. Serta dapat melatih anak untuk
dapat menyampaikan pendapatnya. Kemampuan bercerita anak juga sangat
dipengaruhi oleh banyak tidaknya kosa kata yang dikuasai oleh anak. Ketika anak
disekolah yang berperan sangat menonjol untuk dapat merangsang peningkatan
kosa anak dan kemampuan bercerita anak adalah guru. Selain guru, lingkungan
juga berperan penuh dalam perkembangan kemampuan berbahasa anak.
Bercerita bagi anak usia dini merupakan hal yang sudah biasa, bahkan
tidak sulit untuk dilakukan, karena sebagian dari mereka telah banyak
mengalaminya. Yang membedakan hanyalah banyak tidaknya cerita yang mereka
hasilkan serta runtut tidaknya cara mereka bercerita, karena kemampuan bercerita
anak juga dipengaruhi oleh stimulasi bahasa yang dilakukan oleh orang tua
mereka sejak mereka masih dalam usia dini. Hal tersebut sesuai dengan yang
dikatakan Robbins dan Ehri bahwa anak-anak sering dan perlu dihadapkan
kepada kosa kata baru sekitar 5-7 kali agar mereka membuat itu menjadi miik
mereka dan mampu menggunakannya (Seefeldt dan Wasik, 2008: 356-357).
Bercerita juga dapat menjadi sarana yang tepat dalam melatih anak untuk
menjadi berani untuk mengungkapkan apa yang dirasakan dan diinginkannya.
Seperti permasalahan yang peneliti temukan di RA Al-Husna Pakualaman
Yogyakarta, dimana pada saat peneliti melakukan observasi di Kelompok A,
khususnya di Kelas An-Nur peneliti menemukan beberapa hal menarik yang
berkaitan dengan perkembangan bahasa anak. Pada kelas ini peneliti menemukan
beberapa anak yang kemampuan berbahasanya masih kurang, termasuk juga
dengan kemampuan bercerita masing-masing anak.
Hal tersebut juga menjadi perhatian tersendiri bagi peneliti dimana
ditemukan 6 anak yang pendiam, selalu diam dari awal hingga akhir
pembelajaran. Mereka sama terlihat sulit untuk berkomunikatif dengan temannya,
bahkan ketika bermain bersama. Mereka belum dapat menjawab pertanyaan yang
dilontarkan oleh guru dengan benar. Enam anak tersebut juga belum dapat
bercerita sendiri dengan lancar seperti teman-teman lainnya. Dimana hal ini belum
anak harus dapat bercerita tentang gambar yang disediakan atau dibuat sendiri
(Depdiknas, 2005: 15). Kemudian selain itu peneliti juga menemukan 1 anak yang
belum lancar dalam berbicara, sehingga guru kelas maupun guru sentra harus
betul-betul mendengarkan dan berhadapan langsung jika akan berkomunikasi
dengan anak tersebut. Sulit sekali untuk memfokuskan anak ini ketika berada di
dalam kelas. Anak tersebut juga belum dapat bercerita dengan baik. Lalu ada 1
anak yang selalu mengulangi kata terakhir yang diucapkan sebanyak 3 kali.
Kedelapan anak tersebut mempunyai persamaan yaitu belum dapat bercerita
sendiri dengan baik.
Selain mengetahui sampai sejauh mana kemampuan bercerita anak, hal
yang tidak kalah pentingnya adalah alat pembelajaran edukatif yang akan
digunakan. Alat permainan edukatif yang digunakan harus disesuaikan dengan
perkembangan yang akan dicapai dan juga harus dicari alat permainan yang juga
dapat menarik minat anak. Salah satu alat permainan edukatif yang dapat
digunakan dalam rangka mengembangkan kemampuan berbahasa anak adalah
dengan menggunakan puzzle bergambar. Menurut Hadfield (1990: 5), puzzle
adalah pertanyaan-pertanyaan atau masalah yang sulit untuk dimengerti atau
dijawab”. Puzzle bergambar juga dapat digunakan sebagai salah satu media
bercerita bagi anak. Akan tetapi dalam penelitian ini puzzle hanya digunakan
sebagi media anak untuk bercerita. Dimana nantinya anak berusaha untuk
menyusun gambar dengan benar sesuai dengan urutan puzzle yang disusun,
kemudian anak diminta untuk menceritakan tentang gambar yang berada di dalam
Hal tersebut diharapkan mampu menarik minat anak untuk bercerita
setelah melihat anak melihat puzzle dengan gambar yang menarik. Kemudian
disela-sela anak menyusun gambar guru juga dapat mengajak anak untuk
berkomunikasi atau bercerita dengan melontarkan beberapa pertanyaan yang
dapat memancing anak untuk bercerita lebih jauh lagi. Karena secara tidak
langsung bercerita dapat melatih anak untuk dapat mengungkapkan apa yang ada
di dalam pikirannya sesuai dengan gambar yang akan ia ceritakan.
Oleh karena itulah setelah melihat apa yang terjadi selama proses
observasi tersebut, maka peneliti tergerak untuk melakukan penelitian tindakan
Kelas atau yang biasa disebut classroom action research. Selain itu, peneliti juga
ingin mengetahui apakah kemampuan bercerita anak ditingkatkan dengan media
puzzle gambar.
Alasan mengapa peneliti memilih RA Al-Husna Pakualaman Yogyakarta.
adalah karena ingin meningkatkan kemampuan bercerita anak Kelompok A Kelas
An-Nur di RA Al-Husna Pakualaman Yogyakarta. Atas dasar
permasalahan-permasalahan diatas maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan paparan pada latar belakang di atas, maka dapat peneliti
melakukan identifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Kemampuan bercerita anak Kelompok A Kelas An-Nur belum berkembang
dengan baik, anak masih kesulitan untuk menjawab pertanyaan dan bagaimana
mulai bercerita
2. Anak masih belum dapat mengucapkan 4-5 kata dalam satu kalimat. Sehingga
ketika diminta untuk bercerita anak masih kesulitan
3. Anak masih belum dapat menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh guru
dengan jawaban yang benar mengenai materi pembelajaran yang telah
disampaikan.
C. Pembatasan Masalah
Terdapat beberapa masalah yang muncul. Maka dari itu peneliti
membatasi permasalahan yang akan diteliti yaitu permasalahan nomor 1 dan
nomor 2. Hal ini dilakukan agar penelitian terfokus, terarah dan tidak
menyimpang dari yang seharusnya, sehingga difokuskanlah penelitian pada
peningkatan kemampuan bercerita anak melalui media puzzle.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah diatas maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut: “Bagaimanakah meningkatkan kemampuan bercerita anak
melalui media puzzle gambar pada Kelompok A Kelas An-Nur di RA Al-Husna
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan diatas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan bercerita anak Kelompok A
Kelas An-Nur di RA Al-Husna Pakualaman Yogyakarta melalui media puzzle
gambar.
F. Manfaat Penelitian
Apabila penelitian ini berhasil dalam pelaksanaannya, maka manfaat
praktis yang akan diperoleh adalah sebagai berikut:
1. Bagi Guru
Pelaksanaan penelitian ini bermanfaat untuk melatih dan meningkatkan
kemampuan bercerita pada anak Kelompok A, guru juga dapat menggunakan
puzzle dalam kegiatan pembelajaran di sekolah sebagai salah satu upaya
peningkatan keterampilan bercerita maupun keterampilan lainnya. Manfaat
lain bagi guru dalam pelaksanaan penelitian ini dapat pula membangkitkan
kreativitas guru dalam menentukan media-media yang digunakan selama
pembelajaran yang dapat menunjang perkembangan kemampuan anak, dan
membuat setting bermain sehingga pelaksanaan dapat lebih maksimal.
2. Bagi Siswa
Dapat meningkatkan kemampuan bercerita anak.
3. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan atau referensi
G. Definisi Operasional
Definisi operasional pada penelitian ini bertujuan untuk membatasi dari
kemungkinan meluasnya pengertian pemahaman terhadap permasalahan yang
akan diselesaikan dan teori yang akan dikaji, yaitu:
1. Kemampuan Bercerita
Kemampuan bercerita pada penelitian ini adalah suatu kemampuan anak
dalam menyampaikan cerita yang berkaitan dengan media puzzle yang ia
mainkan. Kemampuan bercerita anak meliputi: kemampuan anak dalam
menjawab pertanyaaan, jumlah kata dalam satu kalimat yang dapat disampaikan
anak, kemampuan anak dalam menggunakan kata ganti, dan juga kemampuan
anak dalam menggunakan kata kerja, dan kata benda.
2. Media Puzzle
Puzzle adalah suatu permainan yang berisi tebak-tebakan atau teka-teki
yang harus dipecahkan. Cara bermain puzzle adalah dengan menyusun
kepingan-kepingan puzzle agar menjadi gambar yang utuh. Puzzle yang digunakan untuk
kelompok A adalah puzzle yang terdiri dari 4-6 keping. Gambar puzzle yang
bermacam-macam dan berwarna-warni sesuai dengan tema pembelajaran yang
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Perkembangan Kemampuan Bercerita Anak 1. Pengertian Bercerita
Bercerita adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menstimulasi
berbagai perkembangan anak usia dini. Dari moral, kognitif, bahkan bahasa.
Bercerita merupakan metode dan materi yang dapat diintegrasikan dengan dasar
keterampilan lain, yakni berbicara, membaca, menulis, menyimak, tidak terkecuali
untuk Taman Kanak-Kanak (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 24). Berbeda dengan
pendapat di atas, Bachtiar S. Bachir (2005: 10) mengatakan bahwa bercerita
adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau sesuatu
kejadian yang disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman
dan pengetahuan kepada orang lain. Dari kedua pendapat di atas bahwa pengertian
bercerita dalam penelitian ini adalah suatu keterampilan berbicara yang
mengisahkan tentang suatu hal atau kejadian yang disampaikan kepada orang lain.
Preyer (dalam Monks, 2006: 157) menyatakan bahwa anak makin lama
makin dapat menciptakan struktur verbal baru, karena interaksi dengan berbagai
objek, apa yang dilihat dan dilakukan dicobanya untuk dinyatakan dengan
kata-kata. Adapun kemampuan bercerita adalah kemampuan menuturkan sesuatu yang
mengisahkan tentang perbuatan atau kejadian yang disampaikan secara lisan
dengan tujuan membagi pengalaman atau pengetahuan pada orang lain. Menurut
Michnik (2013: 124) guru dan pengasuh perlu banyak berbicara dengan anak,
untuk terlibat dalam percakapan, membolehkan mereka untuk mengemukakan
pendapat, dan meluangkan waktu untuk mendengarkan apa yang ingin mereka
katakan
Melalui bercerita anak akan belajar untuk berbicara kepada orang lain
tentang suatu gambar atau kisah yang dilihat dan didengarnya. Jika isi dari cerita
merupakan pengalaman sehari-hari yang sering dilakukan dan ditemui oleh anak,
maka anak akan lebih mudah menangkap dan menyerap isi dari cerita tersebut.
Dunia anak merupakan dunia yang penuh dengan imajinasi, rasa suka,
kegembiraan, hal-hal lucu dan sebagainya. jadi cerita yang diharapkan ada di
metode bercerita harus mewakili dari macam-macam dunia anak tersebut. Hal ini
mampu mengembangkan pengetahuan anak yakni berdasarkan hasil interaksi
dengan lingkungan
Bercerita juga dapat menjadi media untuk menyampaikan nilai-nilai yang
berlaku di masyarakat. Seorang pendongeng yang baik akan dapat menyampaikan
isi dari suatu cerita agar dapat menarik dan nilai-nilai yang ada di dalam cerita
tersebut dapat tersampaikan dengan baik pula. Anak-anak usia dini sangat
menyukai cerita, keterlibatan anak dalam terhadap dongeng yang diceritakan akan
memberikan suasana yang segar menarik dan menjadi pengalaman yang unik bagi
anak. Pengertian bercerita dalam penelitian ini adalah, dimana anak mampu
mengungkapkan apa yang dipahaminya dari gambar yang dilihat, serta proses
anak berinteraksi dengan sekelilingnya dengan melihat apa yang anak ceritakan
2. Manfaat Bercerita
Cerita merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk melakukan
pendekatan emosional kepada anak. Selain itu melalui cerita anak akan
mempunyai daya imajinasi yang tak terbatas, sehingga kemampuan kognisinya
akan Bertambah. Ada banya sekali manfaat yang dapat diperoleh dari adanya
cerita, terutama bagi anak usia dini, sebagaimana yang disebutkan dalam
(Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 95-115), dimana disana disebutkan bahwa ada
beberapa manfaat dari bercerita, yaitu: membantu pembentukan pribadi dan moral
anak, menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi, memacu kemampuan verbal
anak , pengaruh cerita terhadap kecerdasan bahasa anak diakui oleh Leonhardt,
merangsang minat baca anak, membuka cakrawala pengetahuan anak.
Hampir sama dengan pendapat di atas, Bachtiar S. Bachir (2005: 11)
mengatakan bahwa manfaat bercerita adalah dapat memperluas wawasan dan cara
berfikir anak, sebab dalam bercerita anak mendapat tambahan pengalaman yang
bisa jadi menjadi hal baru baginya. Dari kedua pendapat yang telah disebutkan
diatas mengenai manfaat bercerita, dapat disimpulkan bahwa manfaat bercerita
adalah untuk memperluas kemampuan imajinasi dan cara berfikir anak, dapat
membantu pembentukan moral pada anak, dapat meningkatkan kemampuan
berbahasa anak.
Manfaat bercerita pada penelitian ini adalah, anak berani mengungkapkan
apa yang ada dipikirannya, anak berani dan mampu berinteraksi dan
3. Tema Cerita untuk Taman Kanak-kanak
Dalam suatu cerita ada yang disebut dengan tema , dimana dengan adanya
tema ini kita dapat mengetahui bercerita mengenai apakah dongeng atau cerita
tersebut. Tema dapat diartikan sebagai gagasan, ide, atau pikiran utama, Sudjiman
(Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 39). Selain itu Keeney (1966: 89) mengatakan
bahwa, theme is not the moral of story. The theme of a story is not identical with
subject of the story at least, not as we’ll us the term “theme” in our discussion .
Dengan demikian jelas bahwa tema tidak identik dengan subjek cerita dan bukan
pula moral cerita (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 39-40).
Untuk anak Taman Kanak-kanak, cerita yang disuguhkan sebaiknya
memiliki tema tunggal, berupa tema sosial maupun tema ketuhanan. Tema yang
sesuai untuk mereka antara : tema moral dan kemanusiaan (menolong si lemah,
menengok teman, berkata jujur, menghindari riya, berterima kasih, membina
persahabatan), tema binatang (kera dan kura-kura, kancil dan harimau)
(Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 40). Disamping itu, tema yang disajikan untuk
anak-anak TK seyogyanya bersifat tradisional. Tema tradisional berbicara
mengenai pertentangan baik buruk, perseteruan antara kebenaran dan kejahatan.
Tema- tema tradisional sangat penting karena memiliki misi pedagogik dan
berperan dalam pembentukan pribadi anak untuk mencintai kebenaran dan
menentang kejahatan. Umumnya tema tradisional sangat digemari oleh anak-anak,
(Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 41).
Bachtiar S. Bachri (2005: 51) menyatakan bahwa berdasarkan tentang
Taman Kanak- Kanak perlu disesuaikan dengan kemampuan dan kehidupan anak
sehari- hari, misalnya;
a. Tema tentang hidup; cerita tentang ketuhanan sebagai dasar pemahaman
tentang hidup.
b. Tema tentang kehidupan anak-anak; cerita tentang kebiasaan, dan pengenalan
tentang diri sendiri yang perlu dilakukan oleh anak.
c. Tema tentang kehidupan manusia; cerita tentang pekerjaan, tugas, perilaku,
adat istiadat, norma dari bapak,ibu, kakak, adik dan sebagainya.
d. Tema tentang kehidupan alam semesta (hewan dan tumbuhan); cerita tentang
kehidupan, perkembangbiakan, tempat hidup, makanan, sifat, kebiasaan,
angin, hujan, sawah, pasar, dan sebagainya.
e. Tema tentang peristiwa kehidupan; cerita tentang kesenangan, cerita tentang
kesedihan yang mungkin dialaminya, dan sebagainya.
Hampir sama dengan pendapat di atas (Moeslichatoen, tt:156-159)
menyebutkan jika ada beberapa tema/topik kegiatan bercerita bagi anak, yakni:
a. Tema berkaitan dengan pengalaman anak dengan binatang-binatang: burung, katak, gajah, ayam, kura-kura, dan lain sebagainya. Dalam bercerita tentang burung, katak, ayam, gajah, kura-kura, dan lain sebagainya. Dalam cerita tersebut guru dapat menjelaskan ciri penting, tempat tinggalnya, makanannya, cara berkembang biaknya, cara memelihara anaknya dan kegunaannya
b. Dalam bercerita tanaman guru dapat menjelaskan tentang bagian-bagian tanaman, ciri-ciri akarnya, ciri-ciri batangnya, ciri-ciri bunga dan buahnya, warnanya,bentuknya, ukurannya, asal tanaman itu, bagaimana cara menanamnya, bagaimana cara merawatnya, menyiramnya, dan kegunaannya bagi manusia.
mengenalinya,bagaimana kita merasakannya, dan bagaimana menanggapinya, dan lain sebagainya.
Dari kedua pendapat di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
tema-tema yang dapat digunakan untuk bercerita diambil dari hal-hal terdekat yang
terjadi disekitar anak, misalnya mengenai hewan peliharaan, tentang peristiwa
yang terjadi di lingkungannya, mengenai kebiasaan dan adat istiadat tempat
tinggalnya dan lain sebagainya. Hal tersebut dilakukan karena pada dasarnya anak
belajar dari lingkungan sekitarnya sehingga anak juga akan mudah menangkap
sesuatu yang dekat dengan kesehariannya. Tema yang akan digunakan pada
penelitian ini adalah mengenai profesi, dan mengenai segala hal yang berkaitan
dengan profesi
B. Kemampuan bahasa Anak 4-5 Tahun
1. Pengertian perkembangan bahasa Anak Usia 4-5 Tahun
Perkembangan bahasa pada anak selalu berkembang seiring berjalannya
waktu. Faktor pendukung berkembangnya kemampuan berbahasa anakpun
bermacam-macam,salah satunya adalah stimulasi. Stimulasi adalah rangsangan
yang dilakukan untuk meningkatkan berbagai macam kemampuan seorang anak.
Begitupula dengan perkembanganbahasa pada anak. Perkembangan bahasa pada
anak meliputi perkembangan linguistik seperti fonologis, morfologis, sintaksis,
dan bahasa. Pada saat memasuki Taman Kanak-kanak, anak-anak telah
mengakusisi sekitar 3000 kata (Hurlock,1997: 53), berbeda dengan pendapat
diatas Seefeldt & Wasik (dalam Hurlock, 2008: 32) mengatakan bahwa, pada
mereka mencakup sekitar 4000-6000 kata dan dalam satu kalimat mereka dapat
menggunakanlima sampai enam kata.
Sehingga dari dua pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
kemampuan berbahasa dan kosa kata yang dimiliki anak usia 4-5 tahun sekitar
3000-6000 kata. Dalam penelitian ini peneliti sepakat dengan pendapat di atas
mengenai kemampuan anak usia 4-5 tahun, di mana pada usia tersebut anak terus
mencoba untuk menirukan kalimat-kalimat yang dikuasai oleh orang dewasa
disekelilingnya. Akan tetapi bagi anak seusia mereka masih perlu pendampingan
dan kontrol dari orang tua dan guru dalam proses pengembangan kosa kata anak
pada usianya, agar apa yang dipelajari anak tidak keluar dari perkembangan yang
seharusnya.
C. Puzzle sebagai Media Pembelajaran 1. Definisi Media Puzzle
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003: 352) puzzle adalah
“teka-teki”. Sedangkan menurut Adenan (1989: 9) bahwa “puzzle dan games adalah
materi untuk memotivasi diri secara nyata dan merupakan daya penarik yang kuat.
Secara Etimologi, puzzle awalnya adalah sebuah kata kerja. Kata puzzle berasa
dari bahasa Perancis kuno yaitu “Aposer”. Kata tersebut dalam bahasa Inggris
kuno menjadi “Pose” lalu berubah menjadi “Pusle” yang merupakan kata kerja
yang berarti membingungkan (bewilder) atau membaur, mengacaukan
(counfound). Jadi kata puzzle sebagai kata benda merupakan turunan dari kata
kerja tersebut menjadi potongan-potongan yang harus diatur menjadi suatu
Puzzle dan games untuk memotivasi diri karena hal itu menawarkan
sebuah tantangan yang dapat secara umum dilaksanakan dengan berhasil”.
Hampir sama dengan pendapat di atas menurut Hadfield (1990: 5), puzzle adalah
pertanyaan-pertanyaan atau masalah yang sulit untuk dimengerti atau dijawab”.
Sedangkan menurut Patmonodewo (Misbach, Muzammil, 2010: 71) kata puzzle
berasal dari bahasa inggris yang berarti teka-teki atau bongkar pasang.
Jadi dari beberapa definisi puzzle di atas dapat disimpulkan bahwa puzzle adalah
teka-teki/ tebakan yang membingungkan yang merupakan tantangan yang harus
dipecahkan.
Dalam penelitian ini puzzle digunakan sebagai media pembelajaran,
dimana melalui puzzle ini kemampuan bercerita anak dapat ditingkatkan. Karena
selain anak akan berusaha untuk memecahkan masalah dalam menyusun puzzle,
anak juga akan saling berinteraksi dengan temannya, dan kemudian bercerita
mengenai puzzle tersebut kepada guru.
2. Fungsi Puzzle
Umumnya sisi edukasi permainan puzzle ini
(http://permainananakmuslim.blogspot.co.id : 2016 ) berfungsi untuk;
a. Melatih konsentrasi, ketelitian dan kesabaran b. Melatih koordinasi mata dan tangan.
c. Melatih logika.
d. Memperkuat daya ingat
e. Mengenalkan anak pada konsep hubungan
f. Dengan memilih gambar/bentuk, dapat melatih berfikir matematis.
Puzzle merupakan bentuk permainan yang menantang daya kreatifitas dan
ingatan siswa lebih mendalam dikarenakan munculnya motivasi untuk senantiasa
ulang-ulang. Tantangan dalam permainan ini akan selalu memberikan efek ketagihan
untuk selalu mencoba, mencoba dan terus mencoba hingga berhasil. Bermain
dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk berfikir dan bertindak
imajinatif serta penuh daya khayal yang erat hubungannya dengan perkembangan
kreativitas anak. Proses kemerdekaan anak akan memberi kemampuan lebih pada
anak untuk mengembangkan pikirannya mendapatkan kesenangan dan
kemenangan dari bentuk permainan tersebut. Ambisi untuk memenangkan
permainan tersebut akan memberikan nilai optimalisasi gerak dan usaha anak,
sehingga akan terjadi kompetisi yang adil dan beragam dari anak.
3. Bentuk-bentuk Puzzle
Muzammil, Misbach (2010: 75) menyatakan ada beberapa bentuk puzzle,
yaitu;
a. Puzzle konstruksi
Puzzle rakitan (construction puzzle) merupakan kumpulan
potongan-potongan yang terpisah, yang dapat digabungkan kembali menjadi beberapa
model. Mainan rakitan yang paling umum adalah blok-blok kayu sederhana
berwarna-warni. Mainana rakitan ini sesuai untuk anak yang suka bekerja dengan
tangan, suka memecahkan puzzle, dan suka berimajinasi.
b. Puzzle batang (stick)
Puzzle batang merupakan permainan teka- teki matematika sederhana
namun memerlukan pemikiran kritis dan penalaran yang baik untuk
bentuk sesuai dengan yang kita inginkan ataupun menyusun gambar yang terdapat
pada batang puzzle.
c. Puzzle lantai
Puzzle lantai terbuat dari sponge (karet/busa) sehingga baik untuk alas
bermain anak dibandingkan harus bermain diatas keramik. Puzzle lantai memiliki
desain yang sangat menarik dan tersedia banyak pilihan warna yang cemerlang.
Juga dapat merangsang kreativitas dan melatih kemampuan berpikir anak. Puzzle
lantai sangat mudah dibersihkan dan tahan lama.
d. Puzzle angka
Mainan ini bermanfaat untuk mengenalkan angka. Selain itu anak dapat
melatih kemampuan berpikir logisnya dengan menyusun angka sesuai urutannya.
Selain itu, puzzle angka bermanfaat untuk melatih koordinasi mata dengan tangan,
melatih motorik halus serta menstimulasi kerja otak.
e. Puzzle transportasi
Puzzle transportasi merupakan permainan bongkar pasang yang memiliki
gambar berbagai macam kendaraan darat, laut dan udara. Fungsinya selain untuk
melatih motorik anak, juga untuk stimulasi otak kanan dan otak kiri. Anak akan
lebih mengetahui macam-macam kendaraan. Selain itu anak akan lebih kreatif,
imajinatif dan cerdas
f. Puzzle logika
Puzzle logika merupakan puzzle gambar yang dapat mengembangkan
dimainkan dengan cara menyusun kepingan puzzle hingga membentuk suatu
gambar yang utuh. (http://www.academia.edu: 2016)
Sama seperti pendapat di atas, bahwa ada beberapa jenis puzzle
(www.kafebalita.com: 2009), antara lain;
a. Logic Puzzle
Logic puzzle adalah puzzle yang menggunakan logika.
b. Jigsaw Puzzle
Jigsaw puzzle adalah puzzle yang merupakan kepingan-kepingan. .
Disebut dengan jigsaw puzzle karena alat untuk memotong menjadi kepingan
disebut jigsaw.
c. Mechanical Puzzle
Mechanical puzzle adalah puzzle yang kepingnya saling berhubungan.
Contoh puzzle pada mechanical puzzle adalah soma cube dan chinese wood knots
d. Combination puzzle
Combination puzzle adalah puzzle yang dapat diselesaikan melalui
beberapa kombinasi yang berbeda. Rubik cube dan hanoi tower adalah contoh
puzzle kombinasi
Dari kedua pendapat di atas mengenai bentuk-bentuk puzzle yang ada,
maka dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk puzzle ada beberapa macam yaitu;
puzzle konstruksi, puzzle batang, puzzle lantai, puzzle angka, puzzle transportasi,
puzzle logika, puzzle keping (jigzaw puzzle), mechanical puzzle (puzzle yang
saling berhubungan), dan puzzle kombinasi. Sedangkan puzzle yang akan
puzzle keping sering dimainkan oleh anak, sehingga anak sudah mengetahui
bagaimana cara menyelesaikan puzzle keping tersebut.
4. Kelebihan dan Kekurangan Puzzle
Puzzle adalah salah satu media/alat yang dapat digunakan dalam berbagai
macam pembelajaran di sekolah, termasuk di Taman Kanak-Kanak, berikut ini
adalah kelebihan puzzle, yaitu;
1. Meningkatkan keterampilan kognitif
Keterampilan kognitif berhubungan dengan kemampuan untuk belajar
dan memecahkan masalah. Melalui puzzle, anak-anak akan mencoba memecahkan
masalah yaitu menyusun gambar menjadi utuh. Dengan sedikit arahan contoh dari
guru, sang anak sudah dapat mengembangkan kemampuan kognitifnya dengan
cara mencoba menyesuaikan bentuk, menyesuaikan warna, atau logika. Misalnya,
anak memasangkan warna merah dengan warna merah lagi. Lalu memasang
puzzle bergambar kaki atau roda selalu di bagian bawah puzzle.
2. Meningkatkan keterampilan motorik halus
Anak dapat melatih koordinasi tangan dan mata untuk mencocokkan
kepingan-kepingan puzzle dan menyusunnya menjadi satu gambar. Keterampilan
motorik halus berhubungan dengan kemampuan anak menggunakan otot-otot
kecilnya khususnya jari-jari tangannya. Untuk itu anak usia di bawah tiga tahun
(balita) direkomendasikan untuk diberikan permainan puzzle untuk
3. Melatih kemampuan nalar dan daya ingat dan konsentrasi
Puzzle yang berbentuk manusia akan melatih nalar anak-anak. Melalui
puzzle ini mereka akan menyimpulkan di mana letak tangan, kaki, dan lain-lain
sesuai dengan logika. Saat bermain puzzle, anak akan melatih sel-sel otaknya
untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya dan berkonsentrasi untuk
menyelesaikan potongan-potongan kepingan gambar tersebut.
4. Melatih kesabaran
Puzzle dapat melatih kesabaran anak dalam menyelesaikan sesuatu dan
berfikir dahulu sebelum bertindak. Dengan bermain puzzle anak bisa belajar
melatih kesabarannya dalam menyelesaikan suatu tantangan.
5. Pengetahuan melalui puzzle
Anak akan belajar banyak hal. Mulai dari warna, bentuk, jenis hewan,
buah-buahan, sayuran dan lainnya. Pengetahuan yang ia dapatkan dari sebuah
permainan biasanya akan lebih mengesankan bagi anak dibandingkan
pengetahuan yang ia dapatkan dari hafalan. Namun kegiatan bermain sambil
belajar ini tentunya harus selalu mendapatkan bimbingan.
6. Meningkatkan keterampilan sosial
Puzzle dapat dimainkan lebih dari satu orang dan jika puzzle dimainkan
secara berkelompok tentunya butuh diskusi untuk merancang kepingan-kepingan
gambar dari puzzle tersebut, maka hal ini akan meningkatkan interaksi sosial
anak. Dalam kelompok, anak akan saling menghargai, saling membantu dan
berdiskusi untuk menyelesaikan masalah. Anak yang lebih besar akan merasa
yang nyaman dan terciptanya interaksi ketika bermain
(http://liaamalia2697.blogspot.co.id)
Sedangkan pendapat lain yang hampir sama mengenai kelebihan dan
manfaat bermain puzzle antara lain adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan Keterampilan Kognitif
Keterampilan kognitif (cognitive skill) berkaitan dengan kemampuan
untuk belajar dan memecahkan masalah. Puzzle adalah permainan yang menarik
bagi anak balita karena anak balita pada dasarnya menyukai bentuk gambar dan
warna yang menarik.
Dengan bermain puzzle anak akan mencoba memecahkan masalah yaitu
menyusun gambar. Pada tahap awal mengenal puzzle, mereka mungkin mencoba
untuk menyusun gambar puzzle dengan cara mencoba memasang-masangkan
bagian-bagian puzzle tanpa petunjuk. Dengan sedikit arahan dan contoh, maka
anak sudah dapat mengembangkan kemampuan kognitifnya dengan cara mencoba
menyesuaikan bentuk, menyesuaikan warna, atau logika. Contoh usaha anak
menyesuaikan bentuk misalnya bentuk cembung harus dipasangkan dengan
bentuk cekung. Contoh usaha anak menyesuaikan warna misalnya warna merah
dipasangkan dengan warna merah. Contoh usaha anak menggunakan logika,
misalnya bagian gambar roda atau kaki posisinya selalu berada di bawah.
2. Meningkatkan Keterampilan Motorik Halus
Keterampilan motorik halus (fine motor skill) berkaitan dengan
kemampuan anak menggunakan otot-otot kecilnya khususnya tangan dan jari-jari
direkomendasikan banyak mendapatkan latihan keterampilan motorik halus.
Dengan bermain puzzle tanpa disadari anak akan belajar secara aktif
menggunakan jari-jari tangannya. Supaya puzzle dapat tersusun membentuk
gambar maka bagian-bagian puzzle harus disusun secara hati-hati. Perhatikan cara
anak-anak memegang bagian puzzle akan berbeda dengan caranya memegang
boneka atau bola. Memengang dan meletakkan puzzle mungkin hanya
menggunakan dua atau tiga jari, sedangkan memegang boneka atau bola dapat
dilakukan dengan mengempit di ketiak (tanpa melibatkan jari tangan) atau
menggunakan kelima jari dan telapak tangan sekaligus.
3. Meningkatkan Keterampilan Sosial
Keterampilan sosial berkaitan dengan kemampuan berinteraksi dengan
orang lain. Puzzle dapat dimainkan secara perorangan. Namun puzzle dapat pula
dimainkan secara kelompok. Permainan yang dilakukan oleh anak-anak secara
Kelompok akan meningkatkan interaksi sosial anak. Dalam kelompok anak akan
saling menghargai, saling membantu dan berdiskusi satu sama lain. Jika anak
bermain puzzle di rumah orang tua dapat menemani anak untuk berdiskusi
menyelesaikan puzzlenya, tetapi sebaiknya orang tua hanya memberikan arahan
kepada anak dan tidak terlibat secara aktif membantu anak menyusun puzzle.
4. Melatih Koordinasi Mata dan Tangan
Anak belajar mencocokkan keeping-keping puzzle dan menyusunnya
menjadi satu gambar. Ini langkah penting menuju pengembangan keterampilan
5. Melatih Logika
Membantu melatih logika anak. Misalnya puzzle bergambar manusia.
Anak dilatih menyimpulkan di mana letak kepala, tangan, dan kaki sesuai logika.
6. Melatih kesabaran
Bermain puzzle membutuhkan ketekunan, kesabaran dan memerlukan
waktu untuk berfikir dalam menyelesaikan tantangan.
7. Memperluas pengetahuan
Anak akan belajar banyak hal, warna, bentuk, angka, huruf. Pengetahuan
yang diperoleh dari cara ini biasanya mengesankan bagi anak dibandingkan yang
dihafalkan. Anak dapat belajar konsep dasar, binatang, alam sekitar, buah-buahan,
alfabet dan lain-lain. Tentu saja dengan bantuan ibu dan ayah
(http://duniaanakcerdas.com).
Selain memiliki banyak kelebihan puzzle juga merupakan media biasa
yang memiliki kekurangan. Adapun kekurangan-kekurangan puzzle adalah sebagi
berikut:
1. Anak hanya asyik bermain saja, hingga seringkali melupakan tugas lain yang
seharusnya dilakukan
2. Untuk usia Taman Kanak-Kanak, presentase puzzle yang hilang karena
berbaur dengan puzzle yang lain tinggi.
3. Di Taman Kanak-Kanak Kelompok A, biasanya anak masih bingung dalam
menyelesaikan puzzle keping karena mereka harus beurusaha memutar-
memutar kepingan–kepingan puzzle agar dapat tersusun dan membentuk
D. Karakteristik Siswa Taman Kanak-Kanak Kelompok A 1. Karakteristik Siswa Taman Kanak-Kanak 4-5 Tahun
Masa-masa usia Taman Kanak-kanak merupakan masa masa dalam
kehidupan masa kehidupan manusia dengan rentang usia empat tahun sampai
dengan enam tahun. Masa ini berada pada bagian tengah dan akhir dari masa usia
anak-anak awal. Secara umum masa usia Taman Kanak-kanak ditandai dengan
beberapa karakteristik pokok. Sebagaimana yang disebutkan dalam (M. Ramli,
2005: 185-187), karakteristik tersebut adalah sebagai berikut:
a. Masa usia Taman Kanak-kanak adalah masa yang berada pada usia
prasekolah.
Masa usia empat sampai enam tahun disebut masa pra sekolah,Puskur
Balitbang Depdiknas (M. Ramli, 2005: 185) karena pada masa ini umumnya anak
belum masuk sekolah dalam pengertian yang sebenarnya.Artinya pada masa
tersebut anak-anak belum belajar keterampilan akademik secara formal seperti apa
yang telah diajarkan disekolah. Di Tanan kanak-kanak, anak-anak dibantu
mengembagkan keseluruhan aspek kepribadiannya sebagai dasar bagi tahap
perkembangan selanjutnya dan persiapan untuk memasuki dunia pendidikan di
sekolah dasar.
b. Masa usia Taman Kanak-Kanak adalah masa prakelompok
Masa usia Taman Kanak-Kanak disebut masa usia prakelompok karena
pada masa tersebut anak-anak belajar dasar-dasar keterampilan yang diperlukan
untuk menyesuaikan diri dalam kehidupan social Kelompok (Hurlock, 1980: 125;
mempelajari dasar-dasar perilaku yang diperlukan dalam kehidupan bersama
sebagai persiapan penyesuaian diri saat mereka memasuki Kelas satu sekolah
dasar dan memasuki tahap perkembangan selanjutnya.
c. Masa usia Taman Kanak-Kanak adalah masa meniru
Pada masa ini anak suka sekali menirukan pola perkataan dan tindakan
orang-oarang disekitarnya (Hurlock, 1980: 75; Ibrahim,1996: 81; M. Ramli,
2005:75). Dengan meniru itulah anak-anak dapat mengembangkan perilaku
mereka sehingga sehingga dapat berinteraksi denngan lingkungan secara lebih
baik. Meskipun demikian, anak-anak juga menunjukkan imajinasi dan kreatifitas
dalam pola tingkah laku mereka.
d. Masa usia Taman Kanak-kanak adalah masa bermain
Anak pada usia prasekolah suka sekali bermain untuk mengeksplorasi
lingkungannya, meniru perilaku orang lain, dan mencobakan kemampuan dirinya.
Pada tersebut anak juga menghabiskan banyak waktu dengan mainannya.
Permainan tersebut beragam baik dari jenisnya maupun fungsinya. Bermaian
merupakan aktivitas penting anak karena itu pendidikan di Taman Kanak-kanak
dilaksanakan melalui kegiatan permaianan. Melalui permainan tersebut anak-anak
belajar mengembangkan segenap aspek kepribadiannya.
e. Anak pada usia Taman Kanak-Kanak memiliki keragaman
Anak-anak pada usia Taman Kanak-kanak beragam tidak hanya dari segi
individualitas mereka tetapi juga dari segi latar belakang budaya asal anak-anak
tersebut. Meskipun anak-anak pada masa usia ini sama-sama memiliki
menghabiskan waktu mereka untuk bermain, anak-anak mewujudkan karakteristik
tersebut secara khas anak dan budayanya (Rapson,1990: 96). Keragaman tersebut
menyadarkan guru untuk memperlakukan anak secara unik sesuai dengan
karakteristik khas anak tersebut dalam kegiatan pendidikan sehingga anak
berkembang optimal.
2. Kemampuan Bercerita Taman Kanak-Kanak 4-5 tahun
Ada beberapa indikator kemampuan bahasa menurut Yuliani Nurani
Sujiono (2009: 78) yang bisa digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan
kemampuan bercerita anak usia 3-4 tahun yaitu:
1. Dapat berbicara menggunakan kalimat sederhana yang terdiri dari 4-5 kata.
2. Mampu melaksanakan tiga perintah lisan secara berurutan dengan benar.
3. Menyebut nama, jenis kelamin dan umurnya.
4. Menyebut nama panggilan orang lain (teman, kakak, adik dan saudara yang
telah dikenalnya).
5. Mengerti bentuk pertanyaan dengan menggunakan, apa, mengapa, dan
bagaimana.
6. Dapat mengajukan pertanyaan dengan menggunakan kata apa, siapa, dan
mengapa.
7. Dapat menggunakan kata depan: di dalam, di luar, di atas, di bawah, dan di
samping.
8. Dapat mengulang lagu anak-anak dan menyanyikan lagu sederhana.
10.Dapat berperan serta dalam suatu percakapan dan tidak mendominasi untuk
selalu ingin didengar.
Pendapat lain dikemukakan oleh Nur Mustakim (2005: 129) bahwa ”...
pada tahap ini anak sudah bisa memahami bahasa berdasarkan tematis yang
diberikan oleh guru. Kalimat-kalimat anak sudah sempurna dari tiga kata menjadi
empat kata atau lebih. Anak sudah dapat mengoreksi kalimat yang struktur
katanya kurang tepat. Anak sudah kritis menggunakan kata benda, kata kerja, dan
kata ganti serta dapat memberikan alasan yang tepat.
Maka dari kedua pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
kemampuan bercerita anak Taman Kanak-Kanak Kelompok A adalah sebagai
berikut:
a. Dapat berbicara dengan menggunakan 4-5 kata.
b. Anak sudah dapat menjawab pertanyaan dengan jawaban yang sesuai.
c. Dapat menggunakan kata depan: di dalam, di luar, di atas, di bawah, dan di
samping.
d. Anak sudah dapat menggunakan kata benda, kata kerja, dan kata ganti dengan
tepat.
e. Anak dapat menyebutkan nama, jenis kelamin, alamat, dan orang – orang
yang dikenalnya.
f. Dapat melontarkan pertanhyaan yang ada di pikirannya
E. Kerangka Pikir
Kemampuan bercerita pada anak 4-5 tahun masih perlu ditingkatkan
dengan berbagai macam stimulasi tepat dan alat yang sesuai dengan
perkembangan yang akan dicapai. Maka dari itu guru dan orangtua harus dapat
mengetahui sejauh mana perkembangan anak mereka. Di sekolah guru
mempunyai peran yang sangat penting, di mana guru harus dapat menstimulasi
perkembangan anak dan mengoptimalkan kelebihan yang dimiliki oleh anak
didiknya. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk dapat memberikan
pembelajaran yang menarik minat anak. Salah satunya dalah dengan mengajak
anak untuk berlatih menceritakan tentang sesuatu.
Dalam kenyataan di lapangan, sesuai dengan hasil observasi yang
dilakukan di RA Al-Husna Pakualaman Yogyakarta, kemampuan anak dalam
bercerita masih belum terlihat, hal ini nampak ketika peneliti melakukan observasi
sebelum dilakukannya penelitian. Di sana hampir semua anak belum dapat
bercerita sendiri, hal ini juga terjadi karena memang beberapa anak memang
pendiam, sehingga diperlukan stimulasi yang dapat meningkatkan kemampuan
anak dalam bercerita. Selain itu agar proses anak belajar bercerita menjadi lebih
menarik,maka dibutuhkan alat atau media yang dapat digunakan sebagai media
belajar bagi anak. Salah satu cara yang dapat peneliti gunakan untuk
meningkatkan kemampuan bercerita anak adalah dengan menggunakan puzzle
gambar. Karena pada dasarnya anak suka sekali untuk bercerita maka puzzle yang
anak tidak akan bosan untuk menyusun kemudian menceritakan gambar yang ada
di dalam puzzle tersebut.
[image:47.612.134.508.183.409.2]Alur pemikiran dalam penelitian ini , dapat dilihat dengan jelas melalui
Gambar 1 di bawah ini,
F. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka pikir diatas maka muncul hipotesis tindakan dalam
penelitian ini yaitu: “kemampuan bercerita anak dapat ditingkatkan melalui media
puzzle pada anak kelompok A di RA Al-Husna Pakualaman Yogyakarta”. Gambar 1.
Alur Kerangka Pikir Penelitian Anak belum dapat bercerita sesuai dengan
kemampuan yang seharusnya dimiliki oleh anak usa 4-5 tahun
Anak diajak bermain
menggunakan
puzzle kemudian diajak bercerita
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti adalah penelitian tindakan
kelas (classroom action research). Di mana dalam penelitian ini, penelitian
dilaksanakan dalam satu kelas, yaitu Kelas An-Nur di RA Al-Husna Pakualaman
Yogyakarta. Penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap
kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi
dalam sebuah kelas secara bersama (Suharsimi Arikunto, 2012: 3). Penelitian ini
dilakukan untuk memperbaiki permasalahan yang muncul di kelas tersebut.
Dimana di Kelas An-Nur sebagian besar siswanya belum dapat bercerita.
Penelitian ini dilakukan secara kolaboratif antara peneliti dengan guru
Kelompok A Kelas An-Nur di TK RA Al-Husna Pakualaman Yogyakarta.
Tindakan dalam penelitian ini berupa penggunaan media puzzle gambar dengan
tujuan untuk meningkatkan kemampuan bercerita pada siswa Kelompok A Kelas
An-Nur di RA Al-Husna Pakualaman Yogyakarta.
B. Waktu , Tempat, dan Setting Penelitian
Setting penelitian tindakan Kelas (PTK) ini meliputi: tempat penelitian,
subjek penelitian, dan waktu penelitian. Adapun setting penelitian adalah sebagai
1. Waktu Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan dalam dua minggu atau
empat kali pertemuan. Untuk pelaksanaan penelitian, peneliti membaginya ke
dalam dua tahapan, yaitu tindakan Siklus I dan tindakan Siklus II masing-masing
dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Untuk jadwal pelaksanaan penelitian,
peneliti menyesuaikan dengan Rencana Kegiatan Harian (RKH) Kelompok A
Kelas An-Nur di RA Al-Husna Pakualaman Yogyakarta. Siklus I dan Siklus II
akan dilaksanakan pada tanggal 10, 11, 16 dan 18 Februari 2016.
2. Tempat Penelitian
Tempat yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kelompok A Kelas
An-Nur di RA Al-Husna Pakualaman Yogyakarta. Kelas An- An-Nur tidak menetap
hanya pada satu kelas saja, dikarenakan sekolah tersebut menggunakan
pembelajaran sentra, maka setiap hari terdapat rotasi kelas berdasarkan sentra
sesuai dengan jadwal yang telah disusun oleh pihak guru dan sekolah.
3. Subjek Penelitian
Subjek Penelitian adalah Kelompok A Kelas An-Nur di RA Al-Husna
Pakualaman Yogyakarta. Jumlah siswa-siswi Kelas An Nur sebanyak 17 anak
dari total 19 anak.
4. Objek Penelitian
Meningkatkan kemampuan bercerita anak melalui media puzzle gambar.
C. Perencanaan dan Pelaksanaan Tindakan Penelitian
Penelitian tindakan ini bersifat kolaboratif di mana peneliti bekerja sama
sesuai dengan alur penelitian yang telah disusun oleh peneliti, sedangkan peneliti
sebagai pengamat tindakan (observer).
1. Kondisi Pratindakan
Kondisi Pratindakan yang dimaksud adalah gambaran tentang sejauh
mana kemampuan bercerita siswa-siswi Kelompok A Kelas An-Nur di RA
Al-Husna Pakualaman Yogyakarta sebelum dilakukan tindakan. Berdasarkan
observasi peneliti dan hasil wawancara peneliti dengan guru Kelompok A Kelas
An-Nur di RA Al-Husna Pakualaman Yogyakarta di sana diketahui bahwa masih
terdapat beberapa anak yang masih pasif dalam berbicara, dan bercerita.
Anak-anak tersebut belum dapat Jumlah Anak-anak yang telah dapat bercerita pada kondisi
awal prapenelitian berjumah 6 anak. Sebelas anak lainnya belum dapat bercerita
dengan maksimal, sedangkan 2 anak yang lainnya tidak masuk karena sakit.
2. Rancangan Siklus I dan Siklus II
Adapun di bawah ini adalah penjabaran dari pelaksanaan penelitian
meningkatkan kemampuan bercerita pada Kelompok A dengan media puzzle
dengan menggunakan model Kemmis dan Mc Taggart yang akan diaplikasikan
pada penelitian di lapangan yang dijabarkan sebagai berikut, dimana:
a. Siklus I
Perencanaan :
Pada bagian perencanaan ini peneliti bersama guru berkoordinasi tentang
pembelajaran yang akan dilaksanakan, kemudian menyiapkan RKH dan media
yang akan digunakan dalam permainan puzzle. Lalu peneliti menyiapkan
perkembangan yang terjadi pada siswa yang diamati. Guru dan peneliti
bersama-sama dalam menata lingkungan belajar.
Pelaksanaan Dan Pengamatan:
Pada proses pelaksanaan dan pengamatan pada Siklus I ini guru
memberikan apersepsi tema (Profesi) selama 5 menit dengan cara memberi
pengarahan . Kemudian untuk pelaksanaan kegiatan bermain puzzle anak dibagi
ke dalam kelompok kecil- kecil , lalu anak-anak dipersilahkan untuk bereksplorasi
dengan media puzzle. Setelah itu anak-anak diperbolehkan untuk bermain puzzle.
Selain itu anak juga diperbolehkan untuk bermain puzzle secara bergantian. Guru
membimbing anak dalam melaksanakan kegiatan bermain puzzle sambil
mendengarkan cerita anak. Guru juga menanyakan kepada anak-anak tentang
pengalaman mereka dalam kegiatan bermain puzzle, kemudian peneliti
mengamati dan mencatat perkembangan dan kemampuan bercerita anak sesuai
instrumen observasi yang telah direncanakan. Selain itu peneliti juga mencatat
data yang diperoleh dan juga melakukan dokumentasi
Refleksi :
Peneliti bersama guru melakukan penilaian dan evaluasi sesuai hasil
pengamatan dan pencatatan yang sudah dilakukan saat pembelajaran. Kemudian
guru dan peneliti mendiskusikan hasil yang didapatkan untuk keputusan bersama
mengenai hasil dari observasi yang dilakukan oleh peneliti
b. Siklus II
D. Desain Penelitian
Menurut Suroso (2009: 36), Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
dilaksanakan dalam bentuk siklus yang meliputi rencana, tindakan, observasi, dan
refleksi. Rencana meliputi tindakan apa yang akan dilakukan untuk memperbaiki,
meningkatkan, atau merubah perilaku dan sikap sebagai solusi. Tindakan
merupakan perlakuan guru atau peneliti sebagai upaya perbaikan, peningkatan
atau perubahan yang diinginkan. Observasi adalah proses mengamati pelaksanaan
tindakan untuk mengetahui apakah pelaksanaan tindakan itu sudah tepat atau
belum. Pada tahap refleksi, peneliti mencari faktor penyebab kekurangan dari
penelitian tindakan yang telah dilakukan, sehingga untuk melakukan tindakan
berikutnya menjadi lebih mudah, kemudian peneliti bersama guru melakukan
perbaikan terhadap rencana awal.
Penelitian ini menggunakan model spiral yaitu model tindakan yang
dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart (Rochiati Wiriaatmadja, 2006: 66),
seperti yang tampak pada Gambar 3 berikut ini:
Keterangan:
1 = Perencanaan Siklus I
2 = Tindakan dan Perencanaan Siklus I
3 = Refleksi Siklus I
4 = Perencanaan Siklus II
5 = Tindakan dan Observasi Siklus II
6 = Refleksi Siklus II 4
3
6
1 ▼
►
▼ ►
▲ 2
[image:52.612.155.449.457.673.2]E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian tindakan
kelas ini adalah observasi dan hasil wawancara dan dokumentasi. Pengumpulan
data dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi digunakan untuk mengamati pelaksanaan tindakan. Observasi
dilakukan dengan mengamati secara langsung proses pembelajaran dengan
menggunakan lembar observasi yang telah disusun. Beberapa hal yang diamati
terhadap pelaksana tindakan meliputi: Guru alat peraga edukatif berupa puzzle
bergambar, cara guru memotivasi siswa, penjelasan guru terhadap siswa mengenai
kegiatan yang akan dilakukan, pengantar pra kegiatan yang dilakukan oleh guru,
membimbing siswa pada saat kegiatan berlangsung, proses yang dilakukan anak
selam pembelajaran berlangsung, respon anak terhadap media yang digunakan,
proses anak ketika bercerita tentang gambar yang telah disusunnya.
2. Wawancara
Wawancara dilakukan sebelum penelitian dilaksanakan dan setelah
penelitian dilaksanakan. Wawancara dilakukan kepada guru kelas dan guru sentra
untuk mengetahui kemampuan masing-masing anak sehingga akan diketahui
kemampuan bercerita anak sebelum dan sesudah dilakukannya penelitian.
3. Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan sebagai penguat jika penelitian tersebut
yang telah disusun oleh peneliti. Dokumentasi pada penelitian ini berbentuk foto
kegiatan dan rekaman video selama kegiatan berlangsung.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat bantu yang digunakan dalam
mengumpulkan data pada saat penelitian. Pada penelitian ini, peneliti
menggunakan instrumen lembar observasi, dan catatan lapangan.
1. Lembar Observasi
Lembar observasi merupakan lembar observasi yang berisi tentang
kemampuan bercerita anak usia 4-5 tahun. Lembar observasi disediakan oleh
peneliti dan dikonsultasikan kepada dosen pembimbing. Lembar observasi untuk
siswa digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa.
Lembar observasi digunakan sebagai alat untuk melakukan observasi atau
pengamatan guna memperoleh data yang diinginkan. Lembar observasi ini
berbentuk checklist untuk mengetahui sudah tercapai atau belum kemampuan
Adapun kisi-kisi instrumen lembar observasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kisi-kisi Lembar Observasi terhadap Siswa Aspek
Perkembangan
Asapek yang Diamati
Kriteria Skor Deskripsi
Bahasa Satu kalimat terdiri dari 4-5 suku kata
Mampu 3
Anak mampu bercerita,setidaknya dalam satu
kalimat terdiri dari 4-5 suku kata
Kurang mampu
2
Anak kurang mampu bercerita,setidaknya dalam satu kalimat terdiri dari 4-5 suku kata
Belum mampu
1
Anak belum mampu bercerita,setidaknya dalam satu kalimat terdiri dari 4-5 suku kata
Dapat mengguna kan kata kerja, kata benda, dan kata ganti dengan benar Mampu 3
Anak mampu menggunakan kata kerja, kata benda, dan kata ganti dengan benar
Kurang mampu
2
Anak kurang mampu menggunakan kata kerja, kata benda, dan kata ganti dengan benar
Belum mampu
1
Anak belum mampu menggunakan kata kerja, kata benda, dan kata ganti dengan benar Dapat menjawab pertanyaa n dengan kata tanya apa, bagaimana , dan mengapa
Mampu 3
Anak mampu menjawab pertanyaan dengan kata tanya apa, bagaimana, dan mengapa
Kurang mampu
2
Anak kurang mampu menjawab pertanyaan dengan kata tanya apa, bagaimana, dan mengapa
Belum mampu
1
Anak belum dapat menjawab pertanyaan dengan kata tanya apa, bagaimana, dan mengapa Terlibat
aktif dalam percakapa n
Mampu 3
Anak mampu terlibat aktif dalam percakapan
Kurang mampu
2
Anak kurang mampu terlibat aktif dalam percakapan
Belum mampu
1
2. Catatan Lapangan
Catatan lapangan adalah catatan yang ditulis oleh peneliti sebagai
pengamat tindakan yang berisi seluruh kegiatan yang dilakukan oleh guru dan
siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Catatan lapangan tersebut
dapat membantu peneliti dalam pengumpulan data selama penelitian.
G. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa hasil observasi selama proses
pembelajaran pada setiap pertemuan. Adapun teknik analisis data untuk
masing-masing instrumen adalah sebagai berikut.
1. Analisis Data Observasi
Observasi dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dengan
menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan peneliti. Observasi
dilakukan untuk mengamati terjadi atau tidaknya peningkatan kemampuan
bercerita anak pada setiap pertemuan. Hasil observasi tersebut dianalisis
menggunakan teknik kuantitatif. Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa
kata-kata dan dokumen yang selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan
teknik analisis kuantitatif untuk menentukan peningkatan hasil belajar anak
sebagai pengaruh dari setiap tindakan yang dilakukan guru,tujuanya untuk
mengetahui meningkatnya ke